LAPORAN KASUS
PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA ANAK DENGAN
DIAGNOSA GENETOCLISIS DAN RIWAYAT
BRONKOPNEUMONIA
M
Dioba ficha putri utami
10310186
PEMBIMBING
dr. H. Nano Sukarno, Sp. An
dr. Teguh Santoso Efendi, Sp. An-KIC,. M.Kes
dr. Andika Chandra Putri, Sp. An
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI BAGIAN SMF ANESTESIOLOGI DAN
TAHUN 2015
2
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : an. R
Usia : 5 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin :perempuan
Alamat : suka hening, kampung sarimukti
Kota Tasikmalaya
Dokter Anestesi : dr. Andika Chandra Putri, Sp. An
Dokter Bedah : dr. Efriati Sp.BM
B. PERSIAPAN PRE-OPERASI
1. Anamnesa
a. A (Alergy)
Tidak ada alergi terhadap obat-obatan, makanan dan asma;
b. M (Medication)
Tidak sedang menjalani pengobatan penyakit tertentu;
c. P (Past Medical History)
Alergi (-) sakit yang sama dan riwayat operasi labiopalato 2 tahun
yang lalu, dulu sering menderita batuk berdahak.
d. L (Last Meal)
Pasien terakhir makan 8 jam pre-operasi;
e. E (Elicit History)
Pasien datang ke RSUD Kota Tasikmalaya pada tanggal 4 maret 2015
pukul 10.00 WIB untuk melakukan pemasangan gusi. Sebelumnya 2
tahun yang lalu pasien datang untuk operasi labio, dan tidak ada
keluhan selama dan setelah operasi.
3
2. Pemeriksaan Fisik
Tanggal Periksa : 5 maret 2015
Waktu pemeriksaan : 19.30 WIB
Dirawat di : 3A kamar
Vital sign
a. KU : baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Nadi : 76 x/ menit
d. Respirasi : 20 x/ menit
e. Suhu : 36,50 C
Status Generalisata
Berat badan : 11kg
Kepala
o Mata
Palpebra : tidak bengkak dan cekung
Konjungtiva : anemis ( -) / ( - )
Sklera : ikterik ( - ) / ( - )
Pupil : refleks cahaya ( + ) / ( + ), pupil
Isokor dextra = sinistra
o Hidung
Pernapasa cuping hidung : ( - )
Sekret ` : ( - )
4
Mukosa hiperemis : ( - )
o Telinga
Nyeri tekan tragus : ( - ) / ( - )
Auricula : tidak tampak kelainan
Meatus acusticus eksternus : ( + ) / ( + )
o Mulut
Bibir : mukosa bibir basah,
sianosis ( - )
o Leher
KGB : pembesaran ( - ) / ( - )
o Thoraks
Infeksi :Bentuk gerak simetris dextra=sinistra
rektraksi supraclavicula ( - ) / ( - ),
retraksi intercostalis ( - ) / ( - ),
retraksi subcostalis ( - ) / ( - ) dan
retraksi epigastrium ( - )
Palpasi : ictus kordis tidak teraba
Perkusi : sonor
Auskultasi : Vesiculer breathing sound sin=dex,
Weezhing ( - ) / ( - ), Ronki ( - ) / ( +),
Bunyi Jantung I, II regular, Gallop
(-), Mur-Mur (-)
5
Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar
Auskultasi : Bising usus ( + )
Palpasi : Defance muscular ( - )
Perkusi : Tympani
Hepar dan Lien
Palpasi : Tidak teraba
Ekstremitas
Edema : Ekstremitas atas dan bawah ( - )
Warna : Kemerahan pada ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah
Jari-jari : Normal, akral sianosis ( - )
Capillary Refill Time : Kurang dari 2 detik
Akral hangat pada semua ektremitas
6
3. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan Metode
Hematologi
H01 Hemoglobin 10,8 P: 12-16; L: 14-18 g/dl Auto Analyzer
H14 Hematokrit 32 P: 35-45; L: 40-50 % Auto Analyzer
H15 Jml Leukosit 10.500 7.000-17.000 /mm3 Auto Analyzer
H22 Jml Trombosit 472.000 150.000-350.000 /mm3 Auto Analyzer
Pemeriksaan radiologi : cor tidak membesar, sinus dan diafragma normal,
corakan kanan bertambah, bronkopneumonia bilateral, tidak tampak kardiomegali.
4. Diagnosa Klinis
Genetoclisis
5. Kesimpulan
Status ASA II
C. LAPORAN ANESTESI (DURANTE OPERATIF)
Diagnosis pra-bedah : genetoclisis
Jenis Pembedahan : genetoplasty
Jenis Anestesi : Narkose Umum (ETT)
Medikasi Induksi :
Propofol : 11cc (dosis : 1-2,5mg/kgBB)
Fentanyl 25mg dosis ( 1-3mg x BB)
Rocuronium 6,6 mg (dosis 0,05-0,08mg x BB)
7
Sulfas Atropin 0,1 mg ( 0,01-0,02 x BB )
Maintenance : Gas Anestesi Sevoflurane MAC 2vol%
N2O 3 L/mnt 50%
O2 3 L/mnt 50%
Teknik Intubasi : Intubasi Endotrachealtube (ETT)
Respirasi : kontrol
Posisi : terlentang
Cairan Perioperatif
Maintenance Cairan = 4 : 2 : 1
Kebutuhan Basal = BB 11kg
=(10x4)+(1x2)
= 42cc/jam
Defisit Cairan Puasa = Puasa jam x maintenance cairan
= 8 x 42/jam
= 336cc
Insensible Water Loss= Jenis Operasix Berat Badan
= 4 x 11 kg
= 44 cc
IWL= Sedang ( 0-2ml/kg )
Moderat ( 2-4 ml/kg )
Berat ( 4-8 ml/kg )
8
Kebutuhan cairan 1 jam pertama
= (½ x puasa) + IWL + maintenance
= (½ x336) + 44 + 42cc
= 254
Perdarahan = Suction + Kasa (kecil3)
= 15cc + (30)
= 45cc
Tindakan Anestesi Umum Dengan Intubasi
Pasien diposisikan pada posisi terlentang
Memasang sensor finger pada kaki kiri pasien untuk monitoring
SpO2 dan SPO2Rate.
Obat berikut diberikan secara intravena:
Propofol : 11cc (dosis : 1-2,5mg/kgBB)
Fentanyl 25 mg dosis 1-3mg x BB,
Rocuronium 2 mg (dosis 0,05-0,08mg x BB)
Sulfas Atropin 0,1 mg ( 0,01-0,02 x BB )
Pemberian gas anestesi dengan O2dan N2O perbandingan 50:50 (O2
3L/menit dan N2O 3L/menit) serta sevoflurane 2Vol% selama 1-2
menit sesuai dengan onset dari Rocuronium.
Dipastikan airway pasien paten dan terkontrol
9
Dipastikan pasien sudah dalam kondisi tidak sadar dan stabil untuk
dilakukan intubasi ETT dengan nomor 4,5
Pemasangan ETT dibantu denganlaryngoscope
Setelah intubasi ETT cek suara nafas dengan menggunakan
stetoskop pada apeks paru kanan dan paru kiri, basis paru kanan dan
paru kiri serta lambung, pastikan suara nafas dan dada mengembang
secara simetris.
Fiksasi ETT dan sambungkan ke connector Jackson-Rees
Maintenance dengan inhalasi O2 3 liter/menit, N2O 3 liter/menit,
Sevoflurance 2vol%
Monitor tanda – tanda vital pasien (nadi), saturasi oksigen, tanda–
tanda komplikasi (perdarahan, alergi obat, obstruksi jalan nafas,
nyeri)
Indikasi Intubasi Trakea
1. Menjaga potensi jalann napas oleh sebab apapun. Kelainan
anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan jalan
nafas, dll.
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi. Misalnya, saat
resusitasi menggunakan muscle relaxan dengan efisien, ventilasi
jangka panjang.
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
10
Kesulitan Intubasi
1. Leher pendek berotot
2. Mandibula menonjol
3. Maksisila / gigi depan menonjol
4. Uvula tidak terlihat ( Mallapati score 3 atau 4)
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
6. Gerak vertebra servikal terbatas
Vital Sign Setiap 15 menit
TIME SATURASI HEART RATE
11.00 99 100
11. 45 98 100
12.00 100 110
Pada saat operasi dipasang selimut penghangat dan blood warmer
untuk menjaga suhu tubuh pasien agar tidak hipotermi. Setelah operasi
selesai gas anestesi yang di pakai hanya Oksigen sebanyak 8 liter/menit.
Selanjutnya dilakukan ekstubasi bangun (awake extubation), sebelumnya
dilakukan suction untuk membersihkan jalan napas. Setelah pasien bangun
dan jalan napas benar-benar bersih maka dilakukan ekstubasi. Oksigenisasi
setelah ekstubasi dengan cara di cuff sampai pasien memberikan respon
gerak tangan sebagai tanda bahwa pasien telah bangun dan jalan napas
11
pasien telah aman. Pasien diperbolehkan pindah ruang (keluar dari ruangan
operasi) bila steward score>5
D. POST-OPERASI
Perawatan pasien post operasi dilakukan di RR, setelah dipastikan
pasien pulih dari anestesi dan keadaan umum baik, kemudian dipindahkan
ke ruangan.
Diberikan anjuran untuk bed rest 24 jam, tidur terlentang dengan 1
bantal, minum dapat dimulai bila pasien sudah sadar penuh sekitar 6 Jam,
apabila [bising usus (+)]
E. FOLLOW UP PASCA OPERASI
1. Hari Pertama Beberapa Jam Post-Operasi
Pasien dirawat di ruang III A
Pasien sudah tidak puasa, karena sudah 6 jam Post-Operasi.
Pasien diberikan cairan infus RL
Analgetik paracetamol diberikan secara injeksi 3 x 55mg
Pasien diberikan antibiotik ceftriaxone (iv) 1x 550 mg yang
sebelumnya dilakukan tes alergi dengan hasil (-)
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : N = 70 x/menit
R = 24 x/menit
S = 36,7o C
12
F. PEMBAHASAN
1. Pre-Operatif
a. Anamnesa
Pasien datang ke RSUD Kota Tasikmalaya pada tanggal 4 maret
2015pukul 10.00 WIB untuk melakukan pemasangan gusi.
Sebelumnya 2 tahun yang lalu pasien datang untuk operasi labio,
tidak ada demam, tidak ada batuk dan tidak ada pilek, tidak pernah
menjalani pengobatan apapun, dan tidak sedang menjalani pengobatan
apapun. Ibunya mengatakan anaknya dahulu sering batuk dengan
dahak.
b. Pemeriksaan Fisik
Berat badan : 11 kg
Nadi :76x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu 36,5o C
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : baik
Kepala :normocepal
Bibir : mukosa normal, ada bekas operasi labiopalato
Leher : Dalam batas normal
Thoraks : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal
13
2. Anestesi : Ternilai ASA II
ASA (American Society of Anesthesiologists)adalah merupakan suatu
klasifikasi yang lazim yang digunakan untuk menilai kebugaran fisik
seseorang, ASA II yaitu pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai
sedang
3. Rencana Anestesi : Narkose Umum
Loading cairan dengan RL 42 cc/jam untuk mengganti cairan
puasa 8 jam pre-operasi, agar komposisi cairan pasien yang berkurang
saat puasa terpenuhi.
2. Durante Operatif
Teknik Anestesi : Intubasi Endotrachealtube (ETT)
Obat Anestesi :
Propofol : 11cc (dosis : 1-2,5mg/kgBB)
Fentanyl 25 mg dosis 1-3mg x BB,
Rocuronium 2 mg (dosis 0,05-0,08mg x BB)
Sulfas Atropin 0,1 mg ( 0,01-0,02 x BB )
Maitenance : Gas Anestesi Sevoflurane MAC 2vol %
N2O 3 L/mnt 50%
O2 3 L/mnt 50%
Pada kasus ini pemilihan teknik anestesi yang dipilih adalah
anestesi umum (general Anestesi), yang dikarenakan pasien masih
berumur 5 tahun. Pada anestesi umum trias anestesi dilakukan untuk
14
menginduksi pasien dengan obat hipnotik sedasi, analgetik dan pelemas
otot.
Sevoflurane merupakan sedatif /hipnotik inhalasi yang digunakan
dalam menginduksi atau memelihara anestesi. dengan waktu induksi dan
pulih yang cepat. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan
napas, konsentrasi di alveolar yang cepat membuat sevoflurane sebagai
pilihan yang baik untuk induksi inhalasi pada pasien pediatrik atau orang
dewasa. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia. Sevofluran menurunkan curah jantung, tekanan darah.
Sevofluran juga menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen,
tetapi meninggikan TIK dan aliran darah otak. Ini dapat dikurangi
dengan teknik hiperventilasi. Setelah pemberian dihentikan sevofluran
cepat dikeluarkan oleh tubuh. Awitan aksi sevoflurane untuk
menghilangkan reflek kelopak mata, memerlukan waktu 1,6 menit pada
konsentrasi 1,8 MAC.
Sevoflurane mempunyai tingkat kelarutan dalam jaringan yang
rendah (Koifisien partisi lemak/darah 53,4) sehingga menimbulkan
eliminasi dan keadaan terjaga yang cepat. Sevoflurane menyebabkan
depresi ventilasi yang mencerminkan efek depresi langsung terhadap
pusat ventilasi medulla dan kemungkinan efek perifer terhadap otot
intercostal. Relaksasi otot polos bronkus dapat timbul melalui efek
langsung atau secara tidak langsung melalui reduksi lalu lintas saraf
afferent atau depresi medulla sentral dari refleks bronkokontriksi.
15
Sevoflurane menimbulkan penurunan terkait dosis dari tekanan darah
arteri terutama melaluiu vasodilatasi perifer. Terdapat sedikit efek
terhadap nadi. Sevoflurane memperlemah respon reflek baroreseptor
(takikardi) terhadap hipotensi dan reflek vasomotor (peningkatan tahan
perifer) terhadap hipovolemia.
Sevoflurane juga menyebabkan vasodilatasi otak yang
menyebabkan peningkatan aliran darah dalam otak dan volume darah
otak peningkatan tekanan intracranial meliputi peningkatan darah otak,
peningkatan darah otak diperlemah dengan berjalannya waktu dan
mencerminkan kembalinya autoregulasi vaskular otak.
Untuk mengurangi rasa sakit pada saat induksi diberikan fentanyl
yang merupakan agonis opioid poten. Fentanyl, mempunyai awitan yang
cepat dan aksi yang lama sehingga mencerminkan kelarutan lipid yang
besar dalam tubuh depresi dari ventilasi tergantung pada dosis dan dapat
berlangsung lebih lama daripada analgesia lainnya. Stabilitas
kardiovaskular dipertahanmkan walaupun dalam dosis besar saat
digunakan sebagai anastestik tunggal. Aliran darah otak, kecepatan
metabolisme otak dan tekanan intracranial menurun.
Untuk memudahkan intubasi pada ssat induksi maka diberikan obat
anestesi jenis pelemas otot yaitu rocuronium. Rocuronium merupakan
obat pelemas otot non depolarisasi steroid yang bekerja berkopetensi
dengan reseptor kolinergik pada lempeng akhir motorik, dengan dosis
yang meningkat awitan waktu yang berkurang dan lama waktu
16
diperpanjang, tidak ada perubahan secara klinis yang bermakna dalam
parameter hemodinamik. Rocuroniummempunyai awitan aksi 45-90
detik, efek puncak 1-3 menit dan lama aksi 15-150 menit tergantung
dosis. Blockade neuromuscular diperkuat oleh aminoglosida antibiotic
anestetik local, anestetik folatyl, diuretic, obat-obatan penyekat ganglion,
hipotermia, hipokalemia, asidosis respiratorik, dan pemberian
succinylcholine sebelumnya. Kebutuhan dosis berkurang (sekitar 30-
45%). Dan lamanya blockade neuromuscular diperpanjang hingga 25%
oleh anestetik foletyl. Kelumpuhan kambuhan dapat terjadi dengan
kuinidin, peningkatan neuromuscular dapat terjadi pada pasien dengan
niestinia grafis. Efek dari roculac diantagonis oleh inhibitor
antikolinesterase seperti neostigmin edrofonium piridostigmin.
Selain menggunakan sevoflurane digunakan juga Nitrogen Oksida
(N2O) untuk maintance yang mempunyai sifat analgetik kuat dan
anestetik lemah. Perpindahan kedalam dan keluar paru - paru sangat
cepat sehingga dapat meningkatkan volume (pneumotoraks) atau
tekanan (sinus – sinus) dalam bagian tubuh yang berdekatan. Kecepatan
perpindahannya juga dapat memperlambat ambilan oksigen selama sadar
kembali, jadi menyebabkan difusi hipoksia. N2O tidak menekan
pernapasan, tidak merelaksasi otot, efek terhadap kardiovaskular dan
SSP (otak) sedikit, efek hepatotoksik paling sedikit. Tapi pemberian N2O
harus selalu diiringi dengan pemberian O2 dengan perbandingan 50:50,
17
dimana diberikan N2O sebanyak 3 L/menit juga dibarengi pemberian O2
3 L/menit.
Saat tindakan operasi selesai dan akan dilakukan ekstubasi dalam
kondisi tanda vital dalam keadaan normal, pemberian Sevofluran dan N2O
dihentikan. Dan pasien diberikan O2 100% 5-6L/menit selama ± 15 menit.
Setelah ekstubasi dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan penilaian
Steward Score :
STEWARD SCORE (anak)
Pergerakan : gerak bertujuan 2
gerak tak bertujuan 1
tidak bergerak 0
Pernafasan : batuk, menangis 2
Pertahankan jalan nafas 1
perlu bantuan 0
Kesadaran : menangis 2
bereaksi terhadap rangsangan 1
tidak bereaksi 0
Bila total Steward Score ≥ 5 maka pasien sudah dapat dipindahkan dari ruang
operasi.
18
PEMBAHASAN BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan
bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution).
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-
infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat.
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak
sampai 39-400c dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak
sangat gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai
pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana
pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif .
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus
leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil
yang predominan.
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut:2
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
2. Panas badan
19
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan
corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir
lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah .
KESIMPULAN : pada kasus ini tidak lagi dijumpai tanda tanda klinis dari
bronkopneumonia. tidak ada batuk maupun flu, tidak ada demam, dan tidak ada
sesak, tetapi dijumpai pada pemeriksaan fisik yaitu suara ronkhi bagian kanan.
Dan dijumpai pula pada foto thoraks yg berkesan bronkopneumonia bilateral.
Sehingga operasi pada pasien ini tetap dilanjutkan karena tidak ditemukan gejala
secara klinis yang berarti dari bronkopneumonia itu sendiri. Dan tidak ada yang
mengganggu system pernapasannya untuk dilakukan anestesi. Sehingga tindakan
anestesi dan pembedahan dilakukan seperti biasa.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief Said A., Suryadi Kartini A., Dahlan M. Ruswan. Petunjuk Praktis
Anestesiologi Edisi Kedua. 2002. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. Jakarta.
2. (MIMS Pharmacy Guide) UBM Medica Asia Pte Ltd. MIMS Indonesia
Petunjuk Konsultasi Edisi 11. 2011/2012. PT. Bhuana Ilmu Populer
(Kelompok Gramedia). Jakarta.
3. Mycek Mary J., Harvey Richard A., Champe Pamela A. Farmakologi
Ulasan Bergambar Edisi 2. 2001. Widya Medika. Jakarta.
4. Dr. H. Soerasdi Erasmus, Sp.An, KIC, KMN; M. Dwi Satriyanto, dr,
Sp.An, M.Kes, Susanto Edi. Obat – Obat Anesthesia Sehari – hari.
5. Obat – obatan anesthesia edisi II. Sota Omoigui
6. Bennete M.J. 2013. Pediatric
Pneumonia.http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview.
Recommended