Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
Presentasi Kasus Kepada Yth
dr.Ivan Haria Chandra Bapak/Ibu ............…………………
2012
ENSEFALITIS HERPES SIMPLEK
Pendahuluan
Infeksi herpes simplek pada susunan saraf pusat (SSP) merupakan infeksi
SSP yang paling berat dan sering berakibat fatal. Biasanya merupakan penyebab
non epidemik, sporadik ensefalitis fokal akut, angka kejadian di amerika serikat 1
dalam 250.000-500.000 per tahun1,2. Virus herpes simplex ( HSV),terdiri dari 2
tipe, yaitu HSV tipe 1 dan HSV tipe 2, HSV tipe 1 infeksi virus masuk melalui
oral,menyebabkan ensefalitis pada anak dan orang dewasa, HSV tipe 2
menyebabkan infeksi pada neonatus ditularkan oleh ibu, melalui kontak dengan
lesi-lesi herpetik pada jalan lahir3.Berdasarkan penelitian serologis, sekitar
sepertiga dari kasus-kasus iniprimer disebabkan oleh infeksi HSV-1 dan dua
pertiga hasil dari reaktivasi virus. Dalam 19 penelitian pada model hewan
1
telahmenunjukkan reaktivasi HSV laten dari trigeminalganglia dengan
transportasi virus di sepanjang Traktus olfaktorius ke otak. Patogenesis
HSVensefalitis pada manusia belum diketahui.Kemungkinan reaktivasi virus laten
dalam jaringan otakbelum dapat disingkirkan.5
Herpes simplek adalah tipe encephalitis yang paling sering ditemukan dan
dengan angka mortalitas yang paling tinggi, diperkirakan 2-3 kasus dalam 1 juta
orang, 95% kasus herpes encephalitis disebabkan oleh HSV tipe I. Tanpa
perawatan, ensefalitis herpes simpleks (EHS) memiliki angka mortaliti spontan
70% 4,5Sejak era pendeteksian DNA HSV menggunakan Polymerase Chain
Reaction (PCR), penelitian menunjukkan peningkatan bukti lebih luas secara
klinik danprogresivitas penyakit pada anak-anak dibanding sebelumya.6,7
Kasus
Seorang anak Laki-laki, G, berumur 4 bulan, dirawat di IRNA D RSUP Dr. M.
Djamil selama 24 hari (dari tanggal 2julisampai26 Juli 2011), MR 745944.
ANAMNESIS (Alloanamnesis didapatkan dari ibu kandung)
Keluhan utama :Kejang berulangsejak 4 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarangan
Demam sejak 4 hari yang lalu, tinggi hilang timbul, tidak menggigil, tidak
berkeringat.Kejangberulang sejak 4hari yang lalu, frekuensi 2-3 kali sehari, lama
kejang 3 sampai 5 menit /kali, jarak antara kejang 2-3 jam, kejang seluruh tubuh,
mata melihat ke atas, anak tidak sadar setelah kejang ke-8 1 hari yang lalu,ini
merupakan kejang yang pertama kalinya.Muntah 3 hari yang lalu frekuensi 3x.
jumlah + 4 sendok makan-1/4 gelas/kali, berisi susu, tidak menyemprot. Berak-
berak encer sejak 3 hari yang lalu, frekuensi 3-6x/hari, jumlah +2-3 sendok
makan, berlendir tidak berdarah, batuk pilek tidak ada, sesak nafas tidak ada.
Riwayat trauma kepala tidak ada.Riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk
2
lama tidak ada. Riwayat ganti susu formula tidak ada anak hanya diberi ASI sejak
lahir. Anak kurang mau makan sejak sakit, anak tetap menyusu kuat ke ibu, oralit
belum dicoba, berat badan terakhir 6.5 kg, ditimbang 2 minggu yang lalu. Buang
air kecil jumlah dan warna biasa, terakhir 3 jam yang lalu. Anak telah berobat ke
RSUD Solok 1 hari yang lalu, diberi terapi KAEN 1B 7 tts/i, kloramfenikol
4x120mg/IV, luminal 2x14 mg PO, cotrimosazol 2xcth ½, ibuprofen 3xcth ½,
kemudian pasien dirujuk ke RSUP M.Djamil dengan keterangan Peningkatan TIK
e.c?.
Riwayat penyakit dahulu, tidak pernah menderita kejang dengan atau
tanpa demam sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga, tidak ada anggota keluarga
yang menderita kejang dengan atau tanpa demam.
Riwayat kehamilan dan persalinan, pasien merupakan anak tiga dari tiga
orang bersaudara, lahir spontan, cukup bulan, ditolong bidan, berat badan lahir
3500 gram, panjang badan lahir 50 cm, langsung menangis. Riwayat
imunisasidasar lengkap.
Scar BCG positif di lengan kanan., anak sudah bisa tengkurap pada umur 3
bulan. Kesan pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normal.Riwayat
nutrisi, pasien mendapat air susu ibu (ASI) sejak lahir sampai umur sekarang,
Kesan kualitas dan kuantitas makanan baik.Riwayat sosial ekonomi dan kondisi
lingkungan, ayah pasien berumur 33 tahun, pendidikan STM, pekerjaan swata
dengan penghasilan ± Rp. 2,5 juta perbulan. Ibu berumur 26 tahun, pendidikan
tamat SMA, pekerjaan ibu rumah tangga. Higiene dan sanitasi lingkungan baik.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran
GCS E2M4V3 = 9, tekanan darah 80/60 mmHg, laju nadi 140 x/menit, laju nafas
40 x/menit, suhu tubuh 38,30C. Tidak ada udem, ikterik dan sianosis,
sedangkananemis ada.Berat badan (BB) 6,5 kg,panjang badan (PB) 61 cm dan.
Berat badan menurut umur (BB/U) 97%, tinggi badan menurut umur (TB/U)
3
96.8%, berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 106.5%, kesan status gizi baik.
Kulit teraba hangat.Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening Kepala
tampak simetris, dengan lingkar kepala 39 cm (normal menurut standar Nelhauss),
ubun-ubun besar membonjol dan tidak tegang. Konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik, pupil isokor diameter 2 mm, reflek cahaya +/+ normal.Tonsil T1-T1 tidak
hiperemis, faring tidak hiperemis. Mukosa mulut dan bibir basah.oral trush tidak
ada. Kaku kuduk tidak ada. Bentuk dada simetris,parubronkovesikuler, ronkhi
dan wheezing tidak ada. Jantung irama teratur, bising tidak ada. Perut tidak
distensi, hepar teraba ¼–¼, kenyal, permukaan rata dan pinggir tajam,lien tidak
teraba,perkusi timpani, bising usus (+) normal.Anggota gerak akral hangat,
refilling kapiler baik, spastik +/+, reflek fisiologis +/+ normal, reflek patologis
babinski +/+, chaddok -/-, gordon -/-, scafer -/-, oppenheim -/- dan tanda
rangsang meningeal Brudzinski I, II dan Kerniq tidak ada.
Pemeriksaan laboratorium rutin, darahhemoglobin 9 gr/dl, leukosit
78.000/mm3,hitung jenis 0/0/6/65/28/1, trombosit 349.000/mm3, Eritrosit 3,91
juta/mm3, hematokrit 27,1 vol %, Retikulosit 90/00, MCH 23,02 pq, MCV 69.6 fl,
MCHC 33,09%. Gambaran darah tepi, eritrosit: normokrom anisositosis,
hipokrom (+), leukosit: kesan jumlah dan distribusi dalam batas normal,
Trombosit: kesan jumlah cukup. Urin dan feses dalam batas normal.
DAFTAR MASALAH
1. Kejang dengan penurunan kesadaran
2. Diare akut tanpa dehidrasi
3. Anemia normositik normokrom
DIAGNOSIS KERJA
1. Suspek Encephalitis. DD/ Meningitis Purulenta
2. Diare akut tanpa dehidrasi
3. Anemia normositik normokrom
TATALAKSANA
4
1. Suspek Encephalitis. DD/ Meningitis Purulenta, Gangguan elektrolit,
gangguan metabolik
a. Diagnostik
Gula darah sewaktu, elektrolit, kalsium,, CT scan kepala, kultur darah,
konsul mata, lumbal pungsi dan analisis LCS
b. Terapeutik
- 02 2ltr/i
- IVFD KaEN IB 105 cc/kgBB/ 24 jam = 28 tetes/menit mikro
- Ampicillin 4x150 mg IV
- Gentamicin 2x16 mg IV
- Luminal 50 mg IM
- Luminal 2x30 mg p.o
- Dexametason 3 mg (bolus)/IV
- Dexametason 3x1mg /IV
- Paracetamol 70mg bila T>38,5 0C
- Sementara puasa
c. Edukasi
- Diagnosis, tatalaksana, dan prognosis
2. Diare akut tanpa dehidrasi:
a. Diagnostik : analisis feces
b. Terapeutik : Oralit 10 cc/kgbb setiap muntah/ BAB encer
c. Edukasi :Diagnosis, tatalaksana, dan prognosis
3. Anemia Normositik Normokrom
a. Diagnostik : gambaran darah tepi
b. Terapeutik :
c. Edukasi : Diagnosis, tatalaksana, dan prognosis
5
Hasil pemeriksaan Natrium 138 mg/dl, Kalium 5 mg/dl. Kesan Dalam
batas normal. Calsium : 5.6 mg/dl Kesan: hipokalsemia sikap: Koreksi Ca
glukonas (diencerkan dengan Nacl 0.9% 1;5 ) I : 0,5 cc/kgbb/30menit =10 tts/i
mikro, II 2cc/kgbb/6jam=13 tts/i mikro. Gula Darah Random 139 mg/dl.Kesan
Hiperglikemia ec stres metabolik? Sikap: ulangi GDR 4 jam lagi Hasil expertise
CT scan sementara sulci dan girus melebar, tidak tampak masa, midline shift tidak
bergeser, ventrikel tidak melebar, kesan sesuai dengan atropi cerebri.Hasil konsul
mata,tidak ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial.
Hasil lumbal punksi,cairan mengalir pelan, warna kemerahan, jumlah yang
dikeluarkan 1 cc. Nonne negatif. Pandynegatif ProteinSampel tidak cukup.
Gula80 mg/dl.Sel180/mm3.Hitung jenis sel PMN40 %. MN 60%. Jumlah sel
yang tinggi kemungkinan karena sampel bercampur darah akibat trauma pungsi
Kesan: hasil LCS belum bisa di nilai.
FOLLOW UP
Rawatan hari ke 2 dan 3
Anak masih demam,nafas spontan adekuat,tidak sesak nafas,kejang masih
ada, fokal frekuensi 5 kali, lama +1-2 menit/kali, jarak antar kejang + 1jam, tidak
muntah, berak-berak encer tidak ada, buang air kecil jumlah dan warna biasa.
Anak tampak sakit berat, kesadaran GCS E2M4V3=9, laju nadi 114X/menit, laju
nafas 50 X/menit, suhu 39,2C kepala ubun-ubun besar membonjol, tidak
tegang,mata tampak anemis, sklera tdak ikterik. Dada: jantung danparu tidak
ditemukan kelainan.Abdomen, distensi tidak ada, bising usus (+) normal.
Ekstremitas akral hangat, perfusi baik, spastik +/+. Balancecairan 24 jam : + 14 cc
dan diuresis 3,8 cc/kgBB/jam. Kesan: Febris, belum ada perbaikan, kejang masih
ada, Sikap: berikan phenitoin 2x16 mg po. Ca post koreksi 8,1 mg/dl kesan: dalam
batas normal, GDR : 120 mg/dl kesan: dalam batas normal. : Hasil ekspertise CT
Scan kepala:Tampak area hipodens di kedua hemisper terutama di substansia
6
grisea sehingga diferensiasi cortex dan mendula hilang, sulci dan giri daerah
fronto temporo parietal melebar, midline shift tidak ada, cerebelum, pons dan
CPA baik, kesan : udem cerebri dengan brain atropi. Advise supervisor: periksa
anti herpes simplek berikan drip manitol bertahap, Sikap: coba minum ASI/SF
8x10cc, drip manitol 20% 0,25 gr/kgBB =1.625gr= 8,125 cc/30menit=16 cc/jam,
6 jamI berikutnya : drip manitol 20 % 0,5 gr/kgbb= 32cc/jam, 6 jam ke II
berikutnya: drip 20% 0,75 gr/kgbb= 48 cc/jam, 6 jam ke III berikutnya 1 gr/kgbb
= 45cc/jam, balance cairan / 6 jam.Terapi lain dilanjutkan.
Rawatan hari ke 4 jam 08 00
Demamtidak ada, kejang tidak ada, sesak nafas tidak ada,.intake masuk NGT,
toleransi baik. Anak tampak sakit berat, kesadaran GCS E2M4V3=9 nadi
124X/menit, laju nafas 32 X/menit, suhu 37ºC, mata anemis, sklera tdak ikterik.
Dada: jantung dan paru tidak ditemukan kelainan. Abdomen, distensi tidak ada,
bising usus (+) normal, ekstremitas akral hangat, perfusi baik, spastik +/+. Kesan
belum ada perbaikan, balance cairan/6jam (2400-0600):-35cc, diuresis 5,1
cc/kgbb/jam, Visite Supervisor : setuju pindah ke ruang infeksi, Setuju turunkan
drip manitol.Sikap: ASI 6x30cc/NGT Drip manitol 20% 1 gr/kgbb diturunkan
sampai 0,25 gr/kgbb, terapi lain di lanjutkan.
Jam 18 00
Anak demam,kejang ada, frekuensi 1x lama + 5 menit, kejang seluruh
tubuh ,berhenti setelah diberi diazepam, muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada
,Buang air kecil biasa, buang air besar biasa. Anak tampak sakit berat, kesadaran
GCS E3M4V3=10, laju nadi 116 X/menit, laju nafas 36 X/menit,suhu 38ºC, mata
konjungtivaanemis, sklera tdak ikterik Dada: jantung dan paru tidak ditemukan
kelainan.. Abdomen, distensi tidak ada, bising usus (+) normal. Ekstremitas akral
hangat, perfusi baik, spastik +/+. Kesan: febris, observasi kejang ,balance
cairan/6jam (1200-1800) -39cc diuresis : 1,7 cc/kgbb/jam. Sikap : IVFD D 12,5 %,
4 tts/i mikro, asi 6x30cc. Terapi lain dilanjutkan.Pasien Pindah Ruang Semi
Intensif.
7
Rawatan hari ke 5 - hari ke 7
Demam ada, tidak tinggi, sesak nafas tidak ada, kejang ada fokal pada lengan
kanan, frekuensi 1xlama + 3 menit.muntah tidak adaIntake masuk per NGT, batuk
tidak ada, sesak nafas tidak ada. Buang air kecil biasa, buang air besar biasa. Anak
tampak sakit berat, E3M4V3=10, nadi 126 X/menit, laju nafas 39 X/menit, suhu
37,7ºC, mata konjungtiva anemis, sklera tdak ikterik. Dada,jantung dan paru tidak
ditemukan kelainan.Abdomen distensi tidak ada, bising usus (+)
normal.Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan febris, observasi
kejang,Kultur darah I: Steril,rencana septic workout, ganti antibiotik, hasil Ig G
HSV1 (+), 1,31. Visite Supervisor: Setuju ganti antibiotik dengan Ceftriakson,
berikan Asiklovir. Hasil Lab Hb 8,3 g/dl, Leukosit 1550/mm3, trombosit
21.000/mm3, Kesan :Penurunan Hb dari sebelumnya, Trombositopenia (tidak
sesuai klinis) Sikap: PRC 1x75cc, Terapi:IVFD D 12,5 % 6tts/i, ASI 8x60cc,
Ceftriaxon 2x300mg, asiklovir 10mg/kgbb/kali 3x/hari = 3x65 mg .Terapi lain
dilanjutkan.
Rawatan hari ke 8 dan hari 9
Demam ada, tidak tinggi, sesak nafas tidak ada, kejang ada fokal pada kedua
lengan, frekuensi 3xlama + 3 menit.muntah tidak adaIntake masuk per NGT,
batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada.Buang air kecil biasa, buang air besar biasa.
Anak tampak sakit berat, E2M5V4=11,, nadi 120 X/menit, laju nafas 30 x/menit,
suhu 38C. Konjunctiva anemis, sclera tdak ikterik. Dada: jantung dan paru tidak
ditemukan kelainan, abdomen distensi tidak ada, bising usus (+) normal.
Ekstremitas akral hangat, perfusi baik.Kesan Belum ada perbaikan.Visite
Supervisor : advice lakukan LP Ulang. Hasil LP: LCS mengalir pelan cairan
jernih,, None(+), Pandy (+), volume 2cc, kekeruhan (-)GD 51 mg/dl, jumlah sel2.
Protein tidak tidak dilakukan karena reagen tidak ada GDR 105 mg/dl .konsul
supervisor : ganti antibiotik berikan meropenem dosis severe, sikap : Meropenem
3x 240 g IV.Terapilainlanjut.
8
Rawatan hari ke hari ke 10-hari 17
Demam tidak ada, Kejang tidak ada, muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada,
Anak tampak sakit sedang, sadar, Laju nadi 104 X/menit, laju nafas 30 x/menit,
suhu 37C. Konjunctiva tidak anemis, sklera tdak ikterik. Dada: jantung dan paru
tidak ditemukan kelainan.Abdomen distensi tidak ada, bising usus (+) normal.
Ekstremitas akral hangat, perfusi baik, spastic +/+. Kesan perbaikan. Kultur darah
ke 2 : Steril. Kultur urin E coli >100.000/cc, resisten Ampicillin, Ceftriaxon, pada
meropenem tidak dilakukan, Sikap: teruskan pemberian meropenem Stop
asiklovir (10 hr pemberian) Terapi yang lain dilanjutkan.
Rawatan hari ke 18-hari 21
Anak tidak demam. Tidak kejang, tidak adamuntah, tidak sesak nafas. Kaki dan
tangan masih tampak kaku, berkurang. Anak tampak sakit sedang, sadar, Laju
nadi 104 X/menit, laju nafas 28 x/menit, suhu 37,C. Konjunctiva tidak anemis,
sclera tdak ikterik. Dada: jantung dan paru tidak ditemukan kelainan, abdomen
distensi tidak ada, bising usus (+) normal. Ekstremitas akral hangat, perfusi baik,
spastic +/+. Kesan hemodinamik stabil. Terapi asi 8 X 100 cc, Meropenem Stop
(hari 15 pemberian).terapi lain dilanjutkan. Fisioterapi sudah bisa dimulai.
Rawatan hari ke 21-24
Anak tidak demam. Tidak kejang., tidak muntah, tidak sesak nafas. Kaku pada
tangan dan kaki berkurang.Anak menyusu kuat. Anak tampak sakit sedang, sadar,
Laju nadi 108 X/menit, laju nafas 28 x/menit, suhu 37,1C,. Konjunctiva tidak
anemis, sclera tdak ikterik. Dari thoraks: cor dan pulmo tidak ditemukan kelainan,
abdomen distensi tidak ada, bising usus (+) normal. Ekstremitas akral hangat,
perfusi baik, spastic +. Kesan hemodinamik stabil. Hasil IgG HSV1 : 5,55 Terapi
Asi OD. Luminal 2 X 15 mg. Anak direncanakan pulang dan kontrol ke poli anak
dan kontrol fisioterapi.
9
Kontrol setelah 2 bulan rawatan
Anak tidak demam, tidak kejang, batuk pilek tidak ada, tidak ada sesak nafas,
kaku pada ujung tangan dan kaki sudah tidak ada. Anak tampak tidak sakit,laju
nadi 104 X/menit, laju nafas 32 /menit, suhu 37,2 C, berat badan 9 kg.
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Jantung dan paru tidak ditemukan
kelainan, Abdomen, distensi tidak ada, bising usus (+) normal. Akral hangat,
perfusi baik. Spastik -/-. Kesan: perbaikan. Terapi: luminal 2 X 15 mg. Fisioterapi
dilanjutkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Encephalitis Herpes simplek adalah penyakit infeksi yang menyerang
susunan sarafpusat terutama bagian medial lobus temporalis dan bagian inferior
lobus frontalis yangdisebabkan oleh virus herpes simpleks yaitu: HSV – 1 &
HSV-2.8
Epidemiologi
EHS adalah penyebab paling umum dari ensefalitis sporadis dinegara-
negara barat, Diperkirakan insidennya pada populasi umum adalah 1-4 kasus per
juta penduduk pertahunnya. Klinis EHS termasuk anak-anak dan orang
dewasamenggambarkan distribusi usiadengan kira-kirasepertiga dari kasus
ditemukan pada populasi anak (terutamaantara 6 bulan dan 3 tahun) dan
setengahnyapasien usia lebih dari 50 tahun.EHS terjadi pada setiap saattahun dan
tidak adapredominanmusiman. Setelahperiode neonatal, EHS disebabkan oleh
10
HSV tipe 1, meskipun HSVtipe 2 mungkin jarang terjadi Studi EHSdilakukan
pada populasi umum menunjukkan distribusi yang sama antara laki- laki dan
perempuan. Pada lima penelitian ditemukan lebih dari 20 anak dengan terbukti
EHS, lebih tinggiproporsi anak laki-laki dibandingkan anak perempuandengan
seks rasio berkisar dari 1,5 sampai 3.7.9,10,11,12
Patogenesis
Gambar 1 Struktur Virus Herpes Simplex13
HSV 1 adalah DNA double stranded menyelimuti virus, dengan inti pusat
berisi DNA virus, sebuah inti yang dikelilingi envelope yang berasal dari kedua
membran sel host dan glycoprotein sel virus dan kapsid ikosahedral terdiri dari
protein virus. Antara kapsid dan envelopeterletak tegument. Virus ini bereplikasi
dan berkumpul di dalam inti sel, kemudian virus ini tumbuh dan terbungkus di
dalam bagian inti dan membran sitoplasma.14
Patogenesisnya masih belum jelas, ada kemungkinan berupa infeksi
primer akibat transmisi virus secara langsung melalui jalur neuronal dariperifer ke
otak melalui saraf Trigeminus atau Olfaktorius, dan reaktivitas infeksi herpes
virus laten dalam otak.8
Virus masuk melalui intranasal,HSV-1 memasuki pusatsistem saraf (SSP)
di sepanjang nervus olfaktori dan trigeminal.21Rute infeksi ini menghasilkan
11
necrotizing ensefalitis akut melibatkan ofaktori dan sistem limbik, termasuk
bulbus olfaktori, hipothalamus,thalamus, amigdala, hipokampus, dan olfaktory
dan kortek entorhinal. Infeksi neuron dan glia menginduksiproduksi sitokin pro-
inflamasi yang dihasilkan oleh mikrogliadan infiltrasi makrofag, serta produksi
chemokines dan sitokin antivirus.22,23 Sebagai replikasi virus berlanjut, baik CD4 +dan CD8+, limfosit T menginfiltrasi otak.24,25
Virus menimbulkan infeksi laten dalam populasi yang besar, dapat
diketahui bahwa mayoritas (70%) pasien EHS memiliki antibodi atas virus diluar
waktu sakit, menunjukkan bahwa bahwa telah terjadi paparan dari virus
sebelumnya (Nahmias et al,1982) penelitian oleh Itzhaki (1997-1998) dan lin et al
(2001) ,menyatakan bahwa ada preposisi genetik untuk menimbulkan gejala dan
infeksi HSV perifer dan menimbulkan HSV 1 ensephalitis. Telah lama diketahui
bahwa kerusakan yang ditimbulkan EHS paling luas pada sistem limbik, ketika
virus telah mencapai sistem limbik, akan menyebar sepanjang koneksi kolateral
dan ipsilateral .Bagaimana virus bisa sampai pada sistem limbik, diketahui bahwa
kecendrungan virus melewati sepanjang jalur neuron, oleh karena itu lokasi
kerusakan di limbik menggambarkan virus masuk ke otak melalui jalur olfaktori
(Jhonson and Mims 1968).26
Manifestasi klinik
Gejala klinik dari EHS adalah proses ensefalitis akut ditandai dengan
demam penurunan tingkat kesadaran,gangguan perilaku dan atau gejala
neurologis fokal, kejang atau defisit motorik, sakit kepala, muntah, fotofobia juga
ditemui.15,16,17. Kejang dapat berupa fokal atau umum, harus diingat bahwa kejang
umum dapat diawali dengan kejang fokal yang berkembang menjadi kejang
umum. Bila kejang fokal sangat singkat, orang tua sering tidak mengetahui.1
Gejala neurologi atipik sub akutatau bentuk ringan EHS, telah berulang
kali dilaporkan pada anak-anak. Demam biasanya dianggap sebagai gejala tetap
pada fase awal penyakit tetapi mungkin tidak ditemukan pada beberapa kasus
selama hari pertama. Gejala awal EHS pada anak-anak mungkin tidak spesifik
12
dengan gejala meningeal lainnya, manifestasinya hanya letargi ataugangguan
perilaku.9,10,18
Diagnosis selain EHS dapat dicurigai, pada penelitian42 orang pasien
dengan EHS (anak-anak dan orang dewasa), McGrath et al. menunjukkan bahwa
diagnosis primer lainnya dicurigaisetelah penilaian awal adalah lebih dari 50%
dari pasien tersebut.19Alasan paling umum untuk kegagalan untuk mendiagnosa
EHS adalah gejala klinik non-spesifik awal.Jika manifestasi neurologis yang lebih
spesifik tidak ditemukan pada gejala awal (demam, defisit neurologis fokal,
kejang,dll), gejala-gejala tersebut akan muncul di hari berikutnya.Adanyalaporan
menjelaskan bahwa akut opercular sindrom sebagai salah satu manifestasi
neurologis awalEHSpada anak-anak. sindrom Opercular secara klinis ditandai
dengan gangguan kontrol volunterotot facio-linguo-glosso-faring menyebabkan
oro-facialpalsy, disartria dan dysphagia.20 Gejala gejala ini harus disadari
kemungkinan dapat terjadi pada EHS anak-anak, hal inidisebabkan
frekuensi yang tinggi dari lesi ekstra-temporal otak pada penderita.9
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan laboratorium,
EEG, pencitraan, biopsi otak dan polymerase chain reaction (PCR).1
Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction)
Pemeriksaan PCR merupakan alat diagnostik awal dan non
invasif,mempunyai sensitivitas 75% dan spesifisitas 100 %.1DNA HSV dapat
tetap berada dalam LCS kira kira 10 hari, setelah onset neurologis . Beberapa
penelitian menunjukkan keberadaan proporsi negatif palsu hasil PCR HSV pada
anak-anak lebih tinggi dibandingkan orang dewasa, khususnya selama hari-hari
13
pertama. Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat hubungansignifikan antara
HSV DNA negatif dalam LCS dengan tingkat protein dan jumlah leukosit yang
rendah dalam LCS. Ini menunjukkan bahwa jika ditemukan PCR awal yang
negatif harus ditafsirkan dengan hati-hati jika terdapatonset proses meningo-
ensefalitissangat akut dan,dan ditemukan tingkat protein dan leukosit yang rendah
dalam LCS. Dalam hal ini harus dipertimbangkan pungsi lumbal kedua dan
pemeriksaan PCR berikutnya,demikian juga pengobatan asiklovir harus diberikan
sampai hasil dari kedualumbal pungsidiketahui. 9,27
Neuroimaging
Teknik pencitraan yang digunakanComputerised tomography (CT) scan
dan MagneticresonanceImaging (MRI). CT scan cerebral dapat normal dalam
hari-hari pertama. Gambaran yang agak khas pada CT scan dan terlihat pada 50-
75% kasus, berupa gambaran daerah hipodens di lobus temporal atau
frontalkadang-kadang meluas sampai ke lobus oksipital.1 Daerah hipodens ini
disebabkan oleh nekrosis jaringan otakdan edema otak. Lesi thalamus juga telah
berulang kali ditemukan pada anak dengan lesiparietalis atau opercular dan
mungkinterkait dengan keberadaan berbagai koneksi thalamo-kortikal. Hal
inimenggambarkan spektrum luasdari lesi kortikal dan subkortikal pada anak-
anak, yang berbeda dari neonatus dan dewasa. Temuan ini menunjukkan bahwa
rute akses HSV ke SSP,dimana nervus olfaktori yang diyakini menjadi jalur
utama akses ke otak.28 MRI lebih sensitif dan memperlihatkan hasil lebih awal
dibanding kan CT scan.1
LCS dan Serologis
LCS ditemukanpeningkatan jumlah leukosit dengan dominasi suatu
limfosit dan konsentrasi protein meningkat Sel darah merah biasanya ditemukan
danmungkin mencerminkan sifat nekrotik-hemoragik lesi di otak. Dalambeberapa
kasus,LCS nya normalatau berisi dominasi sel polimorfonuklear dalamhari
14
pertama Penyakit. Temuan tersebut dapat menyebabkanpertimbangandiagnosis
selain EHS, seperti bakteriinfeksi. Isolasi virus dalam cairan LCS secara rutin
tidak dilakukan karena sangat jarang menunjukkan hasil yang positif. 29
Titer antibodi terhadap HSV dapat diperiksa dalam serum dan LCS. Titer
antibodi dalam serum tergantung apakah infeksi merupakan infeksi primer atau
infeksi rekuren. Pada infeksi primer antibodi didalam serum menjadi positif
setelah satu sampai beberapa minggu, sedangkan pada infeksi rekuren kita dapat
menemukan peningkatan titer antibodi dalam 2 pemeriksaan, fase akut dan
rekonvalesen. Kenaikan titer 4 kali lipat pada fase konvalesen merupakan tanda
bahwa infeksi HSV sedang aktif.1
Biopsi otak
Baku emas dalam diagnosis EHS adalah biopsi otak dan isolasi virus dari
jaringan otak. Banyak pusat penelitian tidak ingin mengerjakan prosedur ini
karena bahaya dan kurangnya fasilitas untuk isolasi virus. Kelemahan dari
prosedur ini adalah kemungkinan ditemukannya hasil negatif palsu karena biopsi
dilakukan bukan pada tempat yang tepat.1
Elektroensefalografi (EEG)
EEG memiliki sensitivitas 84% dan spesifitasnya 32.5 %,Gambaran EEG
tampak, perlambatan fokal atau diffus,focal sharp wavedan spikes.Pada beberapa
penelitian,periodic lateralised epileptiform discharges (PLEDs) dihubungkan
dengan EHStapidengan penekanan bahwa tidak spesifik untuk tipe infeksi otak
ini.17,30,31
Tatalaksana
15
Gambar 2. Skema managemen suspek EHS32
Pengobatan diberikan simptomatik dan suportif, termasuk pengobatan
kejang, edema otak, peninggian tekanan intrakranial,hiperpireksia, ganguan
respirasi dan infeksi sekunder.1
Asiklovir terbukti lebih baik dari Virabine, direkomendasikan
pemberiannya selama 10 hari secara IV dengan dosis 10mg kg bb setiap 8 jam.
Asiklovir, sebuah nukleosida purin sintetikanalog, dalam ujiin vitro, pembentukan
plak virus dikurangi sebesar50% dengan konsentrasi obat plasma0,02-0,2 mg / ml
untuk Herpes simpleks tipe 1dan 0,03-0,5 mg / ml untuk Herpes simplekstipe 2.33
Prognosis
Prognosis EHS yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah
30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan, pengobatan dini dengan
asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28 %. Gejala sisa lebih sering
ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan
pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga
koma, pasien yang mengalami koma seringkali meningggal atau sembuh dengan
gejala sisa berat.1
16
17
Diskusi
Kasus seorang anak laki-laki berumur 4 bulan, dengan diagnosis
Enchephalitis herpes simpleks. Dari anamnesis ditemukan tanda dan gejala, yaitu
adanya gejala-gejala kejang dengan penrunan kesadaran, kejang fokal, riwayat
demam. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan anak dengan GCS 9, spastik pada
ekstremitas. Temuan ini sesuai dengan gejala-gejala klinis encephalitis, bila
ditemukan salah satu dari keadaan berikut; nyeri kepala, iritabel, muntah,
demam,defek nerologis fokal, penurunan kesadaran1
Untuk kepentingan diagnostik, dilakukan lumbal punksi namun hasilnya
tidak bisa dinilai karena traumatik, pada hari rawatan ke 9 dilakukan lumbal
pungsi yang kedua karena pasien masih sering demam dan kejang. Didapatkan
hasil none (+) pandy (+), dan jumlah sel yang menurun, namunhasil pemeriksaan
protein tidak didapatkan karena reagen tidak ada di laboratorium. Meningitis
Purulenta bersifat progresif, hasil pemeriksaan LCS yang normal pada
pemeriksaan pertama jangan sampai menghilangkan kewaspadaan kemungkinan
terjadinya meningitis.34
Pemeriksaan serum IgG dan IgM HSV 1 dillakukan pada pasien ini,
namun Laboratorium hanya bisa memeriksa IgG HSV 1, dan ditemukan
peningkatan nilain HSV1 2 minggu setelah pemeriksaan yang pertama. Kenaikan
titer 4 kali lipat pada fase rekonvalesen merupakan tanda bahwa infeksi EHS
sedang aktif 1
Kemudian, ditelusuri komplikasi pada SSP dengan melakukan CT Scan
kepala dengan hasil udem cerebri dengan brain atropi. Gambaran yang agak khas
pada CT scan dan terlihat pada 50-75% kasus, berupa gambaran daerah hipodens
di lobus temporal atau frontal kadang-kadang meluas sampai ke lobus oksipital.
Daerah hipodens ini disebabkan oleh nekrosis jaringan otak dan edema otak.
Unilateral atau bilateral dari lobus temporal adalah temuan yang paling umum.35
18
Dari awal pasien diterapi dengan antibiotik dan pengobatan suportif.
Asiklovir diberikan pada hari ke 6 perawatan.Pengobatan asiklovir harus dimulai
Segera setelah diagnosis EHS kemungkinan kredibel. Asiklovir intravena dengan
dosis 10 mg / kg tiga kalisehari harus dilanjutkan selama minimal 14 hari jika
diagnosis sudah dikonfirmasi dengan PCR LCS, pemeriksaan ini tidak dilakukan
karena biayanya mahal. Pada pasien imunosupresi durasi
asiklovirharusdiperpanjang sampai 21 hari untuk membantu mencegah
kemungkinan relaps.21 Pada neonatus relaps setelah pemberian asiklovir dapat
terjadi 8% sedangkan pada anak dapat terjadi sekitar 5% dari anak yang telah
diberikan asiklovir 36. Pada pasien inipemberian asiklovir selama 10 hari
Pada pasien ini terjadi kompikasi edema cerebri, diberikan terapi manitol
merupakan larutan hipertonik yang digunakan sebagai osmoterapi sehingga
pemberiannya diharapkan dapat menarik cairan ekstravaskular ke dalam
pembuluh darah.37
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetomenggolo T, Penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak.Edisi Pertama IDAI. 1999: 376-80
2. Whitley RJ, Lakeman F. Herpes Simplex infections of The CentralNervous System: Therapeutic and Diagnostic Considerations. Clin InfectDis 1995; 20: 414–20.
3. Chayavichitsilp P, Buckwalter JV, Krakowski AC, Friedlander SF (April 2009). "Herpes simplex". Pediatr Rev30 (4): 119–29
4. Raschilas F, Wolff M, Delatour F, Chaffaut C, De Broucker T,Chevret S, et al. Outcome of and Prognostic factors for Herpes Simplex Encephalitis in Adult Patients: results of amulticenter study. Clin Infect Dis 2002;35:254–60.
5. Whitley RJ. Viral encephalitis. N Engl J Med 1990;323:242–50.6. Brett EM. Herpes Simplex Virus Encephalitis in Children. BrMed J (Clin
Res Ed) 1986;293:1388–9.7. Elbers JM, Bitnun A, Richardson SE, Ford-Jones EL, Tellier R,Wald RM,
et al. A 12-year Prospective Study of Childhood Herpes Simplex Encephalitis: is There a Broader Spectrum ofDisease? Pediatrics 2007;119:399–407.
8. Saharso D,Erny Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Herpes Simplex Encephalitis. Lab IKA FK UNAIR RSUD Dr. Soetomo 1999; 1-2.
9. De Tie`ge X, Heron B, Lebon P, Ponsot G, Rozenberg F. Limits of Early Diagnosis of Herpes Simplex Encephalitis in Children: aRetrospective study of 38 Cases. Clin Infect Dis 2003;36:1335–9.
10. Hsieh WB, Chiu NC, Hu KC, Ho CS, Huang FY. Outcome of Herpes Simplex Encephalitis in Children. J Microbiol ImmunolInfect 2007;40:34–8.
11. Ito Y, Ando Y, Kimura H, Kuzushima K, Morishima T.Polymerase Chain Reaction-Proved Herpes Simplex Encephalitisin Children. Pediatr Infect Dis J 1998;17:29–32.
12. Ito Y, Kimura H, Yabuta Y, Ando Y, Murakami T, Shiomi M, et al. Exacerbation of Herpes Simplex Encephalitis After SuccessfulTreatment With Acyclovir. Clin Infect Dis 2000;30:185–7.
13. Spear PG. Herpes Simplex Virus: Receptors and Ligands for Cell Entry. Cell Microbiol. 2004; 6(5): 401-10.
14. Soedarmo SS,Garna H,Hadinegoro SR,Satari HI Penyunting. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Anak. Edisi Pertama IDAI. 2002;143-4
15. Skoldenberg B, Forsgren M, Alestig K, Bergstrom T, Burman L,Dahlqvist E, et al. Acyclovir Versus Vidarabine in Herpes Simplex Encephalitis. Randomised Multicentre Study Inconsecutive Swedish Patients. Lancet 1984;2:707–11.
16. Whitley RJ, Soong SJ, Linneman Jr C, Liu C, Pazin G, Alford CA. Herpes Simplex Encephalitis. Clinical Assessment. JAMA1982;247:317–20
20
17. Kohl S. Herpes Simplex Virus Encephalitis in Children. PediatrClin North Am 1988;35:465–83.
18. DeVincenzo JP, Thorne G. Mild Herpes Simplex Encephalitis Diagnosed by Polymerase Chain Reaction: ACase Report andReview. Pediatr Infect Dis J 1994;13:662–4.
19. McGrath N, Anderson NE, Croxson MC, Powell KF. Herpes Simplex Encephalitis Treated With Acyclovir: Diagnosis and long Term Outcome. J Neurol Neurosurg Psychiatry1997;63:321–6.
20. Garcia-Ribes A, Martinez-Gonzalez MJ, Prats-Vinas JM. SuspectedHerpes Encephalitis and Opercular Syndrome Inchildhood. Pediatr Neurol 2007;36:202–6.
21. Kennedy PGE, Chaudhuri A. Herpes Simplex Encephalitis. J NeurolNeurosurg Psychiatry. 2002;73:237–8.
22. Enquist LW, Husak PJ, Banfield BW, Smith GA. Infection and Spreadof Alphaherpesviruses in The Nervous System. Adv Virus Res. 1998;51:237–347.
23. Wickham S, Lu B, Ash J, Carr DJJ. Chemokine Receptor Deficiency isAssociated with Increased Chemokine Expression in The Peripheral andCentral Nervous Systems and Increased Resistance to Herpetic Encephalitis.J Neuroimmunol. 2005;162:51–9.
24. Hudson SJ, Streilein JW. Functional Cytotoxic T cells are AssociatedWith Focal lesions in The Brains of SJL Mice with Experimental HerpesSimplex Encephalitis. J Immunol. 1994;152:5540–7.
25. Anglen CS, Truckenmiller ME, Schell TD, Bonneau RH. The Dual Roleof CD81 T lymphocytes in The Development of Stress-Induced HerpesSimplex Encephalitis. J Neuroimmunol. 2003;140:13–27
26. Boss J and Esiri M. Viral Enchepalitis in Humans,Washington DC : ASM Press, 2003 ; 47-48.
27. Elbers JM, Bitnun A, Richardson SE, Ford-Jones EL, Tellier R, Wald RM, et al. A 12-year Prospective Study of Childhood Herpes Simplex Encephalitis: is There a Broader Spectrum ofDisease? Pediatrics 2007;119:399–407.
28. Whitley RJ, Lakeman F. Herpes Simplex Virus Infections of The Central Nervous System: Therapeutic and DiagnosticConsiderations. Clin Infect Dis 1995;20:414–20.
29. McGrath N, Anderson NE, Croxson MC, Powell KF. Herpes simplex Encephalitis Treated with Acyclovir: Diagnosis and long Term Outcome. J Neurol Neurosurg Psychiatry1997;63:321–6
30. Schauseil-Zipf U, Harden A, Hoare RD, Lyen KR, Lingam S,Marshall WC, et al. Early Diagnosis of Herpes Simplex Encephalitis in Childhood. Clinical, Neurophysiological andNeuroradiological Studies. Eur J Pediatr 1982;138:154–61.
31. Gupta PC, Seth P. Periodic Complexes in Herpes Simplex Encephalitis. A Clinical and Experimental Study. ElectroencephalogrClin Neurophysiol 1973;35:67–74.
21
32. Kennedy PGE , Viral encephalitis:Causes, Differential Diagnosis, andManagement. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2004:10–15
33. Douglas RG (Jr.). Antimicrobial agents; Antiviral agents. In: The Pharmacological Basis of Therapeutics, 8th edn. Eds. Cilman AG, Theodore WR, Nies AS, Taylor P. New York,Pergamon Press, 1991, 1182-1201.
34. Saharso D, Hidayati SN, Penyunting Buku Ajar Neurologi. Edisi pertama IDAI. 1999; 347-8
35. Lewis p, Glaser CA,Encephalitis in Pediatric in review,2005 353-63
36. Ito Y, Kimura H, Yabuta Y, et al. Exacerbation of Herpes simplexEncephalitis after Successful Treatment with Acyclovir. Clin Infect Dis2000; 30: 185–87.
37. Ismael S, Penyunting Buku Ajar Neurologi. Edisi pertama IDAI. 1999; 347-8
22