Author
tommy-herlimus
View
81
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tuberkulosis
TUBERKULOSIS PARU
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut berbentuk batang bersifat aerob dan
tahan asam, dan merupakan organisme patogen atau saprofit. Ada mikobakteri
patogen, tetapi hanya strain bovin dan humanus yang patogenik terhadap manusia.
Jumlah penderita TB paru di Indonesia bertambah setiap tahunnya.
Meskipun kuman TB cepat mati pada sinar matahari dimana Indonesia beriklim
tropis tetapi pola kehidupan masyarakatnya yang masih bertaraf rendah seperti
daerah pemukiman padat, kumuh & ventilasi serta pencahayaan yang kurang
ditambah lingkungan rumah yang lembab sehingga menyebabkan kuman TB
dormant sampai beberapa tahun.
Pemutusan rantai infeksi TB juga mengalami gangguan karena penderita TB
cenderung serumah dan selalu kontak dengan anggota keluarga lain yang belum
terinfeksi kuman TB, sehingga hal ini yang membuat pemutusan mata rantai
kuman TB mengalalami hambatan yang cukup berarti.
Selain itu, tingkat kepatuhan berobat para penderita TB juga rendah.
Banyaknya kasus putus berobat menyebabkan jumlah penderita TB terus
bertambah, ditambah lagi semakin meningkatnya kasus-kasus resistensi Obat Anti
Tuberculosa (OAT) paru yang disebabkan banyaknya kasus-kasus TB yang sering
putus berobat.
DEFINISI
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit paru menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosa tipe humanus(jarang oleh M.bovinus) dan ditandai
dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh
hipersensitifitas yang diperantarai sel (cell-mediated hypersensitivity).
1
PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi malalui
udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas diperantai sel.
Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit (sel T) sel imunoresponsif. Tipe
imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat
infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi
hipersensitivitas seluler. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus
biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri 1-3 basil. Setelah berada
didalam alveolus, biasanyadi bagian bawah lobus atas paru atau dibagian atas
lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit PMN
tampak pada tempat tersebut dan memfagositosis bakteri namun tidak membunuh
organisme tersebut. Setelah itu leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia akut yang biasa
sembuh dengan sendirinya tanpa bekas atau proses dapat berjalan terus, dan
bakteri difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui
getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan bersatu membentuk sel tuberkel
epitheloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutukan waktu 10-20
hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang padat dan seperti
keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epitheloid dan fibroblast
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa,
membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya membentuk suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru disebut focus Ghon dan gabungan terserangnya KGB
regional dan lesi primer disebut kompleks Ghon.
2
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan
cair lepas kedalam bronchus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan
tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan
trakeobronchial. Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup
dan meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen
bronchus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut. Bahan perkejuan
dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga
kavitas penuh dan lesi dapat mirip dengan lesi berkapsul. Keadaan ini tidak
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan
bronchus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari KGB akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil,
yang kadang dapat menimbulkan lesi pada organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfogen,yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran
hematogen merupakan fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB milier, ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.
KLASIFIKASI
Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara para klinikus, ahli
radiology, ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang
keseragaman klasifikasi TB.
Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti :
1. Pembagian secara patologis
Tuberculosis primer (Childhood tuberculosis)
Tuberculosis post primer (Adult tuberculosis)
2. Pembagian secara aktifitas radiologis
Tuberculosis paru aktif
Non aktif
Quiescent (bentuk aktif yang mulai sembuh)
3
3. Pembagian secara radiologist (luas lesi)
Minimal Lession Tuberculosis (lesi minimal)
Moderately advanced tuberculosis (lesi sedang)
Far advanced tuberculosis (lesi luas)
Berdasarkan terapi WHO TB terbagi dalam 4 kategori :
Kategori I, ditujukan terhadap :
- Kasus baru dengan sputum BTA (+)
- Kasus baru dengan sputum BTA (-) dengan kerusakan parenkim luas
- Kasus baru pada TB luar yang berat
Kategori II, ditujukan terhadap :
- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sputum BTA (+)
- Pengobatan ulang karena lalai berobat (DO)
Kategori III, ditujukan terhadap :
- Kasus baru dengan BTA (-) dengan kelainan paru yang tidak luas.
- Kasus TB ekstra paru selain yang disebut dalam kategori I
Kategori IV, ditujukan terhadap :
- TB kronik
GEJALA KLINIS
1. Demam
Biasanya sub febril, menyerupai demam influenza tetapi kadang-kadang suhu
badan dapat mencapai 40-41ºC. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang
masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus dan batuk berguna untuk
membuang produk-produk radang keluar. Proses tersebut menyebabkan secret
terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun
pagi hari. Bila proses destruksi berlanjut, secret dikeluarkan terus menerus
4
sehingga batuk menjadi lebih dalam dan sangat mengganggu. Sekret yang
dihasilkan awalnya mukoid dan sedikit kemudian berubah menjadi
mukopurulen/kuning /kuning kehijauan sampai purulen kemudian berubah
menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan dan perlunakan. Keadaan yang
lanjut dapat berupa batuk darah.
3. Sesak Nafas
Ditemukan pada proses yang lanjut dari Tuberkulosis paru, akibat adanya
restriksi dan obstruksi saluran pernafasan serta loss of vascular bed/vascular
thrombosis yang dapat mengakibatkan gangguan difusi, hipertensi dan kor
pulmonal.
4. Nyeri dada
Termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila nyeri bertambah berat, telah terjadi
pleurirtis luas (nyeri dikeluhkan di daerah axilla, di ujung scapula)
5. Malaise
Gejala berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan kurus (berat badan
turun), sakit kepala, myalgia, sering keluar keringat tiap malam.
PEMERIKSAAN
1. PEMERIKSAAN FISIK
a) Inspeksi
Tampak adanya penarikan organ ke daerah yang sakit, misalnya trakea.
Fossa supra dan infraklavikula menjadi cekung, ruang antar iga
menyempit dan gerakan pernafasan menurun.
b) Palpasi
Adanya pergerakan pernafasan menurun. Fremitus raba meningkat.
c) Perkusi
Suara ketok redup
5
d) Auskultasi
Suara nafas, intensitas menurun, terdengar suara nafas bronkial atau
bronkovesikuler. Kalau ada suara amforik merupakan tanda adanya
kavitas. Suara tambahan, terdengar ronki basah yang bervariasi mulai
kasar sampai halus. Ronki kadang-kadang terdengar. Suara vokal
meningkat.
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi
Gambaran kelainan paru karena TB sudah tampak secara radiologis
dahulu kira-kira 2-3 th sebelum adanya gejala klinis. Tetapi diagnosa TB
paru tidak dapat dibuat atas dasar gambaran radiologis saja Karena masih
banyak penyakit paru lain yang menyerupai gambaran TB.
1. TB Paru menahun
Sering pada segmen posterior/apical dari lobus superior/pada segmen
superior pada lobus inferior. Karena proses yang sudah lama jaringan
paru telah mengalami penyembuhan disertai proses baru di sekitarnya
sehingga tampak adanya fibrosis, kavitas, kelainan noduler dengan
berbagai ukuran serta proses eksudatif.
2. Akibat penyebaran hematogen bersifat difus atau simetris kecil-kecil
(milier) jadi berbeda dengan penyebaran bronkogen yang tidak
simetris dan setempat.
Melihat luasnya lesi pada TB paru :
Lesi Minimal
Bila proses TB paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas
chondrosternal junction dari iga II dan prosesus spinosus dari vertebra
torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai
kavitas.
6
Lesi Sedang
Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar
dengan densitas sedang, tetapi luas proses tidak boleh lebih dari luas
dari satu paru. Atau jumlah seluruh proses yang ada paling banyak
seluas satu paru atau bila proses TB mempunyai densitas lebih padat,
lebih tebal (confluent) maka luas proses tersebut tidak boleh lebih dari
sepertiga luas satu paru dan proses ini dapat / tidak disertai kavitas.
Bila disertai kavitas , maka luas seluruh kavitas (diameter) tidak boleh
lebih dari 4 cm.
Lesi Luas
Kelainan lebih luas dari lesi sedang.
b. Laboratorium
- Dahak (sputum)
- Cairan pleura
- Laju Endap Darah, sering meningkat pada proses aktif
- Leukosit dapat normal atau meningkat pada proses aktif
- Hemoglobin, pada TB yang berat sering disertai anemia derajat sedang
bersifat normositik dan sering disebabkan defisiensi besi
- Uji Tuberkulin.
DIAGNOSIS
Diagnosis TB paru dibuat atas dasar :
a. Anamnesa
Keluhan : Batuk, batuk darah, demam (subfebris), sesak nafas, nyeri dada,
malaise
b. Pemeriksaan fisik
c. Laboratorium darah rutin (LED meningkat/normal, limfositosis)
d. Foto thoraks PA dan lateral.
7
e. Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru namun pemeriksaan
ini tidak sensitif karena hanya 30-70% pasien TB yang dapat didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan ini.
f. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap
basil TB.
g. Tes Mantoux/Tuberkulin
h. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada satu mikroorganisme dalam
specimen.Juga dapat mendeteksi adanya resisitensi.
DIAGNOSA BANDING
Pada proses TB paru yang minimal, perlu dipikirkan sebagai diagnosa
banding : Bronchopneumonia, Ca paru yang masih dini. Proses kaseous
pneumonia yang aktif, yang memiliki satu lobus, sangat menyerupai pneumonia
lobaris, karena pneumokokus. Pneumonia yang disebabkan yang disebabkan oleh
streptokokus atau bakteri anaerob cepat menimbulkan abses.
Pada proses menahun, harus pula diingat penyakit paru non TB lain yang
berlangsung menahun seperti : bronkiektasis, bronchitis, emfisema, ca paru,
semua ini memberi gejala klinik yang mirip gejala klinik TB paru. Beberapa
penyakit kerja juga dapat menyerupai gejala klinik maupun gambaran
rontgenologik TB paru. Masih banyak lagi penyakit paru lainnya yang
memberikangambaran klinik dan radiologis yang menyerupai TB paru. Walaupun
TB paru terdapat banyak dikalangan masyarakat, untuk mendiagnosa TB tidak
mudah, harus disokong dengan data yang cukup .
8
KOMPLIKASI
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan meninbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
1. Komplikasi dini :
- Pleuritis
- Efusi pleura
- Empyema
- Laringitis TB
2. Komplikasi lanjut :
- Obstruksi jalan nafas → SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis)
- Kerusakan parenkim berat → SOPT/ Fibrosis paru, Kor pulmonale
- Amiloidosis
- Ca paru
- Sindroma gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan
kavitas TB.
PENATALAKSANAAN
1. Obat Anti Tuberculosa (OAT)
OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya 2 obat yang bersifat
bakterisid dangan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian OAT, antara lain :
Membuat konversi sputum BTA (+) menjadi (-) secepat mungkin melalui
kegiatan bakterisid.
Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dangan
kegiatan sterilisasi.
Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya
tahan imunologis
Maka pengobatan TB dilakukan melalui 2 fase, yaitu :
a. Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan
populasi kuman yang membelah dengan cepat.
9
b. Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka
pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional.
Jenis obat yang dipakai :
1. Obat primer (OAT tingkat I) : Rifampisin (R), Isoniazid (H),
Pirazinamid (P), Streptomisin (S) yang bersifat bakterisid dan
Etambutol (E) yang bersifat bakterostatik.
2. Obat sekunder (OAT tingkat II) : Quinolon (Siprofloksasin,
Norfloksasin, Ofloksasin), Kanamisin, PAS (Para Amino Salicylic
Acid), Etionamid, Sikloserin, Klofazimin.
Penilaian keberhasilan pengobatan didasarkan pada hasil pemeriksaan ,
bakteriologi radiologi, dan klinis. Kesembuhan TB paru yang baik akan
memperlihatkan sputum BTA (-), adanya perbaikan radiologi, dan
menghilangnya gejala.
2. Terapi pembedahan
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang.
Indikasi pembedahan dibedakan menjadi :
a. Indikasi mutlak
- Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap
positif.
- Pasien batuk darah masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
- Pasien dengan fistula bronkopleura dan empyema yang tidak dapat
diatasi secara konservatif.
b. Indikasi relatif
- Pasien dengan sputum negative dan batuk-batuk darah berulang
- Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan.
- Sisa kavitas yang menetap.
10
Tabel 1. OAT pada TB paru
Panduan OAT Klasifikasi dan Tipe
Penderita
Fase Awal/Fase Lanjutan
Kategori 1 Kasus baru
- BTA (+)
- BTA (-) dengan
kerusakan parenkim luas
- TB luar yang berat
2 RHZE/ 4RH
2RHZE/4R3H3
2RHZE/6HE
Kategori 2 Kasus Lama
- BTA (+)
- Kambuh, gagal
2RHZES+1RHZE/5RHE
2RHZES+1RHZE/5R3H3E3
Kategori 3 Kasus Baru
- BTA (-) dengan
kerusakan parenkim yang
tidak luas
- TB luar yang tidak berat
2RHZ/4RH
2RHZ/4R3H3
2RHZ/6HE
Sisipan : kategori 1 atau kategori 2 pada akhir fase awal intensif pemeriksaan BTA masih
positif
OAT sisipan RHEZ : diberikan setiap hari selama satu bulan (setelah 1 bulan BTA masih
+)
11
Tabel 2.Efek Samping OAT
Obat Dosis dewasa harian
yang lazim
Toksisitas utama
Rifampisin 600 mg Hepatitis, sindroma mirip
influenza, trombositopenia
(jarang)
Isoniazid 300 mg Hepatitis, neuropati perifer
Pirazinamid 1,5–2 g Hepatitis, Hiperurisemia
Etambutol 15 mg/kg Neuritis optik (sangat
jarang dengan dosis ini)
Streptomisin 0,75-1 g Tuli, penurunan fungsi
vestibuler & fungsi ginjal
Kanamisin 1 g Tuli, penurunan fungsi
vestibuler & fungsi ginjal
Etionamid 1 g Hepatitis
PAS 12 g Diare, hepatitis, reaksi
hipersensitivitas
PROGNOSIS
Tergantung dari luasnya proses, saat mulai pengobatan, patuh dan
tidaknya . Penderita mengikuti aturan pemakaian obat dan cara-cara pengobatan
yang dipergunakan.
12
EFUSI PLEURA
PENDAHULUAN
Pleura terdiri dari dua membran yaitu pleura parietalis yang menutup permukaan
paru dan pleura visceralis yang menutup dinding dada bagian dalam dan diafragma.
Keduanya akan bertemu bertemu di hilus paru. Pada domba ,binatang yang anatomi
pleuranya mirip manusia,permukaan pleura visceralis dari satu parunya,termasuk
invaginasi ke fissura paru,sama dengan pleura parietalis pada salah satu parunya,kurang
lebih seluas 1000 cm2 . Ruang antar pleura normal jaraknya akan berkisar antara 18-20
µm. Jadi rongga antar pleura betul2 ada dan kedua pleura tak saling bersentuhan.
FUNGSI RUANG PLEURA
Fungsi rongga antar pleura adalah supaya gerakan gerak paru relatif lebih besar
dari dinding dada. Apabila kedua pleura saling lekat maka gerak paru waktu inspirasi dan
ekspirasi tak akan bebas. Akan tetapi pada klinis dan penelitian perlekatan itu tak akan
banyak mempengaruhi faal paru. Sebagian besar peneliti membuktikan bahwa
pengarunya hanya pada satu sisi paru,hanya sebagian kecil yang membuktikan bahwa
perlekatan pleura pada satu sisi akan mempengaruhi faal paru yang kontra
lateral..Apabila didapat penebalan pleura pada perlekatan pleura ,kelainan paru lebih
terpengaruh oleh penebalan pleuranya dibanding dengan perlekatan pleura.
Pleura visceralis akan merupakan suport mekanis paru sehingga mempengaruhi
bentuk paru serta membatasi ekspansi paru serta membantu ekspirasi paru. Oleh karena
jaringan ikat dibawah mesotel berhubungan dengan parechim paru ,pleura visceralis
membantu distribusi tekanan negatip pleura keseluruh paru. Selain itu dihindari adanya
alveoli yang dekat pleura akan menjadi overdistended sehingga dicegah timbulnya
pnemotorak.
13
Ruang antar pleura merupakan jalan keluar dari edema paru. Pada penelitian
menujukkan bahwa pada kenaikan tekanan hidrostatik atau perubahan permiabilitas
membran ,edema parunya akan dicegah dengan adanya ruang antar pleura. Pada
dekompensasi jantung akan terjadi efusi pleura untuk mengeluarkan cairan dari edema
paru sehingga pengaruhnya pada faal paru lebih kecil.
EMBRIOLOGI DAN ANATOMI
Rongga pleura, rongga pericard, dan rongga peritonium terbentuk dari mesoderm
dimulai pada 3 minggu kehamilan. Yang menarik perhatian adalah membesarnya rongga
pleura tak tergantung dari pertumbuhan paru. Pada minggu ke 9 rongga pleura terpisah
dari rongga pericard dan rongga peritonium. Bisa terjadi kista ,divertikula dan defek pada
saat pemisahan rongga tadi. Pada waktu ini terjadi invaginasi dari lung bud ke pleura
visceralis sehingga nantinya paru tertutup pleura visceralis.
Membrane pleura akan menjadi penutup paru yang halus mengikuti gerakan paru..
Membran pleura terdiri dari selapis sel mesothel. Sel ini bisa berbentuk cuboidal atau
columnar tergantung dari penarikan jaringan dibawah mesothel. Sel mesothel ini
merupakan sel terbanyak di pleura dan memberikan peranan pada biologi pleura.
Mesothel mengeluarkan komponen makromolekul dari matrik diluar sel dan
mengorganisasinya menjadi matrik yang matang.Juga bisa melakukan
fagositosis,mengeluarkan fibrinolitik dan faktor procoagulan serta mengeluarkan faktor
chemotaktik untuk neutropil dan monosit yang menimbulkan reaksi radang di pleura.
Pada pleura permukaannya terdapat mikrovili yang distribusinya tak merata. Pada pleura
visceralis jumlahnya lebih banyak dibanding pada pleura parietalis,sedang di bagian
caudal lebih padat dari bagian cranial. Mikrovili akan membuat permukaan yang
berfungsi metabolik menjadi lebih luas ,akan tetapi fungsinya sendiri tak jelas. Mesothel
menghasilkan hyaluronan tapi bukan mucin,mikrofilamen nya menunjukkan
keratin,sedang pengecatan dengan epithelial spesific antibodies ( Ber-EP4,B72.3,Leu.M1
dan CEA) negatip, tanda ini berguna dalam pemeriksaan histochemical maupun
imunohistochemical sel yang didapat dalam cairan pleura.
14
Sel terletak pada basement membrane tipis penutup jaringan penghubung yang
terdiri dari collaagen dan elastin. Pleura parietalis tebalnya lebih rata dari pada pleura
visceralis. Pleura visceralis yang paling tipis didapat pada bagian craanial sedang yang
paling tebal didapat pada bagian caudal. Pada manusia pleura visceralis mendapat
peredaran darah dari percabangan arteri bronchialis. Pada pleura visceralis lebih banyak
mengandung collagen dibanding elastin.
Peredaran darah :
Pleura parietaaalis mendapaat peredaran darah dari arteri intercostalis,sedangkan
pleura visceralis mendapaat darah dari arteri bronchialis.
Saluran Lymphe :
Pemberian partikel karbon pada rongga pleura kambing akan menunjukkan bahwa
reabsobsinya kearah pleura parietalis. Pleura visceralis banyak mengandung saluran
lymphe tapi tak ada hubungan dengan rongga pleura. Hubungan antara rongga pleura
dengan pleura parietalis melewati stoma dengan garis tengah 8 – 10 μm yang terjadi
mesothelium dari pleura parietalis bersatu dengan endothel saluran lymphe. Stoma bisa
dilewati paartikel yang seukuran dengan sel darah merah. Dari stoma cairan akan masuk
ke lacunae (submesothel yaang berbentuk seperti laba laba) keemudiaan ke saluran
lymphe dibawaah costa dan seterusnya ke kelenjar lymphe para sternal dan periaaortic
sebelum maasuk ke pembuluh darah vena .
Sel lymphoid terletak sepanjang mediastinum berupa sel mesothel yaang
membentuk struktur yang disebut Kampmeier’s focci. Foci ini berfungsi dalam
imunologi.
Persarafan:Hanya pada pleura parietalis yang didapatkan saraf sensorik,berasal dari n.
intercostaliss dan n.phrenicus. Costa dan diafragma bagian tepi mendapat saraf dari
n.intercostalis, dan nyeri dari daerah ini akan menjalar ke dinding dada. Bagian tengah
diafragma mendapat saraf dari n.phrenicus sehingga nyeri dari daerah ini menjalar ke
pundak sisi yang sama.
Pleura visceralis tidak mengandung saraf sensorik.
15
FISIOLOGI RUANG PLEURA
Cairan pleura normal dan pertukaran protein
1.Tekanan dalam ruang pleura lebih rendah dari tekanan dari jaringan interstitial
pleura. Hal ini bisa menerangkan adanya aliran cairan kedalam rongga pleura.
2.Membran pleura menahan cairan dan protein . Permeabilitas terhadap protein
sangat rendah.
3.Mesothelium tak mempunyai beda potensial yang semestinya didapat apabila
ada transport aktif yang melewati. Cairan pleura lebih alkalis dengan
bicarbonat yang lebih tinggi dari pada plasma, perbedaan ini tak dipengaruhi
oleh mesothelium.
4.Masuknya cairan ke rongga pleura lambat 0.5 ml /jam pada manusia.
5.Kadar protein cairan pleura sangat rendah.
6.Cairan pleura keluar melewati stoma pada pleura parietalis dengan diameter 10-
12 μm dan kemudian masuk saluran lymphe pleura.
Tekanan rongga pleura:
Alat ukurnya adalah manometer terbuka air dengan pembagian skala 0.5 cm.
16
Tekanan rongga pleura dalam keadaan biasa (saat expirasi sampai functional
residual capacity / FRC ) 1 atm – 5 cm H2O dan kesepakatan hanya ditulis – 5
sedangkan pada saat inspirasi maksimal ( total lung capacity /TLC ) – 30.
PATOFISIOLOGI RUANG PLEURA
Efusi pleura:
Efusi pleura terjadi apabila produksi meningkat minimal 30 kali normal (melewati
kapasitas maksimum ekskresi ) dan atau adanya gangguan pada absorbsinya.
Cairan pleura :
1. Eksudat
2. Transudat
3. Chylus
Eksudat protein rasionya dengan plasma > 0.50 sedangkan lactate dehydrogenase
rasionya > 0.60. Sedangkan chylus warnanya putih seperti susu dan mengandung banyak
lemak . Eksudat disebabkan oleh karena adanya kerusakan pada capillary bed di paru
pleura dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini didapat pada keganasan ,infeksi maupun
inflamasi.
Transudat bisa disebabkan oleh karena tekanan hydrostatik yang meningkat atau tekanan
osmotik yang menurun. Keadaan ini didapatkan pada kegagalan jantung ,
kadar protein yang rendah atau vena cava superior syndrome.
Absorbsi terhambat oleh karena :
1.Obstruksi pada stomata
2.Gangguan kemampuan kontraksi saluran lymphe.
3.Infiltrasi pada kelenjar getah bening.
4.Kenaikan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran lymphe.
17
Efek cairan pleura pada faal paru:
Dalam keadaan jaringan paru normal volume paru akan berkurang sebanyak 1/3
volume cairan pleura sedangkan dinding thorak volumenya akan bertambah dengan 2/3
volume cairan.Sedangkan hypoxemia tak terjadi oleh karena ventilasi dan perfusinya
menurun seimbang. Hypoxemia kadang akan terjadi setelah dikeluarkan cairannya oleh
karena ada perbaikan perfusinya tapi ventilasinya tak membaik.
Keluhan yang sering ada adalah nyeri pleura, batuk dan sesak. Nyeri pleura
menunjukkan adanya keradangan pada pleura parietalis. Biasanya keadaan ini disertai
adanya friction rub yang didapat pada palpasi atau auskultasi.. Batuk disebabkan oleh
karena adanya distorsi paru,misalnya oleh karena adanya collaps paru pada pneumotorak.
Sesak disebabkan oleh karena otot nafas tidak efisien oleh karena otot nafas teregang
oleh pembesaran dinding dada dan otot diafragma yang rendah. Sesak nafas akan segera
hilang setelah pengambilan cairan meskipun penambahan volume paru dan oksigenasi
nya tak begitu meningkat.
PENATALAKSANAAN EFUSI PLEURA:
Efusi dicurigai pada foto torak yang menunjukkan adanya peningkatan densitas
paru dibagian bawah yang membentuk garis dari craniolaterak ke mediocaudal. Cairan
bebas akan menempati bagian paru yang terendah yaitu posterior costophrenic sulcus
apabila penderitanya berdiri.
Diagnosa banding:
Penyebab efusi pleura sangat banyak lihat daftar dibawah:
Efusi transudat :
• Congestif Heart Failure
• Pericardia disease
• Cirrhosis hepatis
• Nephrotic syndrome
• Peritoneal dialisis
• Myxedema
• Pulmonary emboli
18
• Sarcoidosis
Efusi eksudat:
• Neoplastic disease
• Infectious disease :
• Pyogenic bactery infection
• Tuberculosis
• Actinomycosis and nocrdiosis
• Fungal infection
• Viral infection
• Parasitic infection
• Pulmonary embolism
• Gastrointestinal disease :
• Esophageal perforation
• Pancreatic disease
• Abscess (intra abdomen)
• Diaphragmatic hernia
• Post abdominal surgical
• Postendosc variceal sclerotheraphy
• Collagen vascular dis :
• Rheumatoid pleuritis
• SLE
• Drug induced lupus
• Imm.lymphadenopthy
• Sjorgren’s syndrome
• Churg Strauss syndrome
• Wegener’s gr.tosis
• Post pericardiectomy
• Post myocard infarct
• Asbestosis
• Sarcoidosis
• Uremia
19
• Meigs syndrome
• drug induced pleural diseases:
• Nitrofurantoin
• Dantrolene
• Methylsergid
• Bromocriptine
• Procarbacine
• Amiodarone
• Radiotheraphy
• hemothorax/chylothrx
• Yellow nail syndrom
• Trapped lung
• Electric burn
• Urinary tract obstruction
• Iatrogenic injury
DD antara transudat dan eksudat:
Pada penderita dengan gagal jantung evaluasi cairan pleura dikerjakan setelah
gagal jantungnya teratasi. Sedangkan pada febris,nyeri dada atau cairan kanan dan kiri
tak sama jumlahnya harus segera dievaluasi cairan pleuranya.
Pertanyaan yang harus terjawab pertama kali adalah apakah cairan pleura tersebut
eksudat atau transudat. Eksudat harus memenuhi paling sedikit satu kriteria :
1. protein cairan pleura / plasma > 0.50
2. LDH cairan pleura / plasma >0.60
3. LDH cairan pleura > 2/3 nilai tertinggi LDH serum tertinggi.
4. Dalam keadaan yang meragukan bisa diukur perbedaan antara protein plasma
cairan pleura dan serum . Apabila melebihi 1.2 g% maka cairannya transudat.
5. Cholesterol dan bilirubin hasilnya tak lebih baik dari kriteria diatas.
Kriteria 1 dan 2 biasanya sudah cukup untuk membedakan antara transudat dan eksudat.
20
Evaluasi efusi pleura jenis eksudat:
Sifat cairan pleura eksudat:
Apabila cairan eksudat berbau busuk kemungkinan penyebabnya adalah infeksi
kuman ( mungkin anaerob ). Apabila baunya seperti urine kemungkinan ada urinothorak.
Eksudat yang kemerahan harus diperiksa hematokrit nya dan bila >50%
kesimpulannya adalah hematotorak. Apabila hematokrit kuraang dari 1% arti klinisnya
tak ada,sedangkan apabila > 1% kemungkinan adalah keganasan,emboli paru atau efusi
pleura oleh karena trauma.
Supernatan cairan pleura harus diperiksa apabila ada kekeruhaan,cairaan seperti susu
atau mengandung darah. Kekeruhan yang hilaang setelah centrifuge disebabkan oleh
adanya sel atau jaringan rusak. Apabila dengan sentrifuge tetap keruh cairannya adalah
chylothorax atau pseudochylothorax. Cylothorax proses penyakitnya akut,pleura tak
menebal,tak didapat kristal kolesterol serta kadar trigliserid nya melebihi 110 mg%.
Pseudochylothorax proses penyakitnya kronis,pleura menebal,bis didapaat kristal
kolesterol serta trigliseridn pleuranya tak meningkat.
Protein cairan pleura:
Peningkatan protein pada efusi pleura kadarnya sangat bervariasi akan tetapi tak bisa
dipakai sebagai pedoman diagnostik penyebabnya. Akan tetapi apaabila kadarnya
melebihi 5 g% kemungkinan kemungkinan tuberkulosa lebih besar. Kadar protein yang
kurang dari 0.5 g% kemungkinan didapat pada urinothorak,peritoneal diaalysis, atau efusi
pleura yang timbul oleh karena kesalahan pemasangan intavascular catheter.
Lactate Dehydrogenase ( LDH ) cairan pleura :
LDH menggambarkan permiabilitas membran yang bisa dipakai pedoman untuk
Melihat tingkat inflamasi dari membran tersebut. Dengan kata lain LDH bisa dipakai
sebagai sarana evaluasi aktifitaas penyakitnya. Meskipun demikian LDH tak bisa dipakai
sebagai pedoman untuk diagnostik penyebabnya.
21
Glukosa cairan pleura:
Kadar glukosa yang rendah disebabkan oleh karena adanya penebalan pleura atau
kenaikan metabolisme di caairan pleura. Kadar gula < 60 mg% bisa didapatkan pada
efusi parapnemoni, keganasan, tuberkulosa, rheuma, hematothorak, paragonimiasis,atau
Churg –Straauss syndrome. Pada penderita parapnemoni efusi pleura yang kadar gulanya
dibawah 40 mg% harus dipasang tube thoraaakostomi. Kebanyakan penderita rheuma
kadar gula cairaan pleuranya dibawah 30 mg%. Akan tetapi pada penderita SLE kadar
gula pleuraanya lebih besar dari 90 mg%. Pada penderita dengan efusi pleura ganas dan
kadar glukosa cairan pleuranya rendah, biasanya sel ganas dicairan pleura positip dan
atau hasil biopsi pleuranya didapat sel ganas. Pada penderita tersebut biasanya mean
survival nya dibawaah 2 bulan.
Amylase cairan pleura:
Pemeriksaan amylase sangat berguna untuk mengetaahui penyebab efussi pleura
eksudat. Peningkatan amylase didapat pada perforasi esophaguss, penyaaakit pankreas
dan kegaanasan. Peningkatan amylase terjadi 2 jam setelah adanya ruptur esophagus.
Didapat efusi pleura sampai 50% pada pankreatitis akut. Pada umumnya gejala
utama pankreatitis akut adalah sesak nafas dan nyeri pleura. Pada beberapa kasus terjadi
hubungan antara pseudo kista di pankreas dengan rongga antarpleura sehingga
menimbulkan efusi pleura kronis tanpa gejala abdomen. Pada efusi pleura tersebut sering
dianggap oleh karena malignansi. Kadar amylasenya bisa sangat tinggi yaaaitu > 4000
IU/ml.
Sel darah putih dan hitung jenisnya pada cairan pleura:
Jumlaah sel darah putih pada cairaan pleura mempunyaaai arti diagnosstik yang
terbatas. Apaabila jumlaah sel darah putihnya kurang dari 1000/μl cairaannya adalah
transudat dan bila lebih biasanya cairannya eksudate. Apaabila lebih dari 10000/ μl
cairannya empyema dan efusi para pnemoni akan tetaapi bisa juga didapat pada
pancreaatitis, emboli paaru serta penyakit kolagen pembuluh darah dan kadang bisa
didaaapat pada keganasan serta tuberkulosa.
Hitung jenis sel darah putih lebih berarti dibanding dengan jumlah sel darah putih
cairaan pleura. Kelainan akut yaitu pnemoni, emboli paru, pancreatitis, abscess abdomen,
dan tb paru tahap awal akan menunjukkan PMN yang dominan,sedangkan pada kelainan
22
kronis misal tb paru akan menunjukkan mononuclear sel yang dominan. Eosinophyl ≥ 10
% lebih sering disebabkan oleh karena radang akut tapi tidak bisa menyingkirkan adanya
proses tb atau keganasan. Sebagian besar cairan pleura dengan banyak eosinophyl
biasanya juga didapat darah atau udara. Apabila pada pemeriksaan awal tak didapat
eosinophyl tapi pada pemeriksaan berikutnya jadi banyak, kemungkinan disebabkan oleh
adanya minimal pnemotorak pada waktu punksi.
Darah di cairan pleura biasanya dikaitkan dengan adanya eosinophyl pleura. Pada
hemotorak oleh karena trauma eosinophyl didapat pada minggu ke 2. Keadaan tersebut
disebabkan oleh karena produksi IL-5 oleh CD4+ T sel di rongga pleura. Eosinophyl di
cairan pleura oleh karena hematotorak ada hubungan dengan eosinophyl di darah. Cairan
pleura mengandung darah yang timbul oleh karena emboli paru sangat banyak
mengandung eosinophyl.
Penyebab lain dari eosinophyl di pleura adalah asbestosis ( 52% ), reaksi obat
nitrofurantoin atau dantrolene,paragonimiasis ( khas disertai glukosa rendah,pH rendah
dan LDH tinggi),serta Churg Strauss syndrome.
Mesothel jarang sekali didapat pada efusi pleura oleh karena tb hanya 1 dari 65
penderita didapat 1 mesothel dalam 1000 sel. Mesothel juga jarang didapat pada keadaan
pleura ditutup oleh fibrin misal pada prapnemoni.
Apabila lebih dari 50% sel darah putihnya adalah lymphocyt penyebabnya adalah tb.
( 94 % dari 94 kasus ). Apabila didapat lymphocyte lebih dari 50 % sel diagnosa tb bisa
dipastikan dengan biopsi pleura. Membedakan T dan B lymphocyte di pleura tak banyak
mempunyai arti diagnostik sebab biasanya cairan pleura sel lymphocyte nya 70 % T, 10%
B dan 20% nul sel. Hanya pada chronic lymphocytic leukemia atau lymphoma
mempunyai arti diagnostik oleh karena pada keduanya tipe selnya sama.
Sitologi pada cairan pleura:
Pemeriksaan sitologi dilakukan apabila dengan pemeriksaan lain tetap tak bisa tegak
diagnosanya. Sekali pemeriksaan pada keganasan akan mendapatkan sel ganas pada 60%
kasus sedang apabila pemeriksaannya diulang beberapa kali bisa meningkat menjadi
90%. Pada malignant pleural efusion didapatkan 40-87% penyebabnya adalah
keganasan. Angka ini dipengaruhi oleh tipe sel. Hodgkin’s disease hanya 25% positip.
23
Sel ganas tak hanya didapat pada efusi pleura, pada tumor paru stadium 1 yang
dilakukan lavage rongga pleura 14 % nya didapat sel ganas. Hal ini memperjelas survival
rate yang rendah pada operasi tumor paru meskipun stadiumnya rendah.
Cara diagnostik lain pada cairan pleura:
PH dan PCO2
Test untuk penyakit Collagen pembuluh darah
Adenosin deaminase
MRI
CT angiography
Test invasive untuk menegakkan diagnosa efusi pleura:
FNAB
Bronchoscopy
Thoracoscopy
Open biopsi pleura.
24
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
NAMA : Sdr. MS
UMUR : 14 th
JENIS KELAMIN : Laki-laki
ALAMAT : Jl. Ir. Rais IX/133
PEKERJAAN : Siswa SD
AGAMA : Islam
STATUS : Belum menikah
PEMERIKSAAN : 31-8-2012
II. ANAMNESA
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang : Demam sejak 9 hari lalu, naik turun, tidak pernah
sampai normal turunnya. Batuk dahak, putih, tidak kental, selama 5 hari dan 2 hari
yang lalu berhenti. Sering ngos-ngosan biarpun tidak beraktifitas sejak 9 hari lalu.
Nyeri dada tengah saat menarik nafas dalam, bukan menusuk-nusuk atau berat sejak 9
hari lalu. Saat menarik nafas dalam batuk tidak berdahak. Keringat dingin selama 2
hari seminggu yang lalu. Lemas sejak 5 hari lalu. Nyeri perut bagian kiri atas sejak 9
hari lalu. Kejang 10 hari yang lalu, selama 3-4 menit. BAB lancar, sehari sekali. BAK
sekitar ±1.500 cc per hari, kuning, lancar, 9 hari lalu pernah berwarna merah ± 500
cc. Bentuk badan tidak banyak berubah
Riwayat Penyakit Dahulu : HT dan DM disangkal, Epilepsi sejak kecil
Riwayat Penyakit Keluarga : HT, DM, dan Epilepsi disangkal
Riwayat Pemakaian Obat : Phenytoin, piracetam, clobazam, vit b6
25
III. PEMERIKSAAN
a. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaaan Umum : Tampak sakit ringan
Gizi : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 4/5/6
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 120x/mnt, regular, kuat, equal
Suhu : 38,9°C Axilla
RR : 48x/mnt, pola pernafasan abdominal
Kepala / Leher :
Konjungtiva palpebra inferior tidak pucat
Sklera tidak ikterik
Pupil isokor
Ada pernafasan cuping hidung
Bibir tidak sianosis
Trakea ditengah
JVP tidak meningkat (R – 2)
Turgor normal
Thorax :
Cor : Inspeksi : tidak terlihat ictus cordis
Palpasi : thrill tidak teraba
Perkusi : sulit untuk dievaluasi
Batas kanan atas : ICS II sternum line dextra
Batas kanan bawah : ICS VI mid parasternalis
line dextra
Auskultasi : S1, S2 tunggal regular. Tidak ada suara
tambahan
Pulmo : Inspeksi : Bentuk : simetris
Pergerakan : dada kiri tertinggal
Palpasi : Fremitus raba : dada kiri tertinggal
26
Fremitus suara : menurun pada dada
kiri
Perkusi : redup pada dada kiri mulai ICS 1
Auskultasi : suara nafas menurun pada paru kiri, tidak
diketemukan suara nafas tambahan (rhonki
(-), wheezing (-))
Abdomen : Inspeksi : bentuk perut datar
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : undulasi (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Ekstremitas: oedema (-), akral dingin (-)
IV. DIAGNOSA KERJA
- Susp. TB paru
- Efusi Pleura
a. PEMERIKSAAN PENUNJANG
27
- Radiologis :
27-8-2012
1-9-2012
28
- Laboratorium :
29
BTA SPS : - - -
30
V. DIAGNOSIS KERJA
Efusi Pleura e.c. TB paru
TB paru kategori 3
VI. PERENCANAAN
1. IPDX : DL, LED, Thorax foto, sitologi cairan pleura
2. IPTX : - 2 RHZ setiap hari (selama 28 hari) dilanjutkan 6 HE 3 kali /
minggu (sampai 6 bulan)
- Paracetamol 500 mg 3x1 (bila perlu)
31
PEMBAHASAN
Dari anamnesa didapatkan demam, batuk, sesak, nyeri dada saat inspirasi, batuk
saat menarik nafas dalam, keringat dingin, lemas, nyeri perut hipokondrium kiri. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan nafas tertinggal pada paru kiri, penurunan fremitus suara di
paru kiri, perkusi redup pada paru kiri, suara nafas menurun pada paru kiri. Dari
pemeriksaan penunjang didapatkan gambaran TB pada foto thorax, BTA (-).
Disimpulkan bahwa pasien menderita Efusi pleura sinistra e.c. TB paru kategori 3
Diberikan terapi 2 RHZ setiap hari (selama 28 hari) dilanjutkan 6 HE 3 kali /
minggu (sampai 6 bulan) untuk mengobati TB kategori 3, sedangkan paracetamol
diberikan pada saat demam saja.
32