60
ASUHAN KEPERAWATAN DEWASA DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: PAROTITIS DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 3 AJ-2 B18 1. Hairun Puspah 131511123016 2. Cicik Eka Irawati 131511123024 1

tgs sgd askep parotitis-final.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: tgs sgd askep parotitis-final.doc

ASUHAN KEPERAWATAN DEWASA DENGAN GANGGUAN SISTEM

PENCERNAAN: PAROTITIS

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 3 AJ-2 B18

1. Hairun Puspah 131511123016

2. Cicik Eka Irawati 131511123024

3. Auzan Muttaqin        131511123030

4. Novia S 131511123050

5. Muhammad Ali 131511123066

6. Lailatul Isnaini 131511123070

7. Muhammad Saelindra 131511123090

8. Kurnia Fidyastria 131511123092

1

Page 2: tgs sgd askep parotitis-final.doc

Program Studi Pendidikan Ners

Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

Surabaya

2016

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1DAFTAR ISI 2BAB I PENDAHULUAN 3

1.1. Latar Belakang 31.2. Tujuan 41.3. Rumusan Masalah 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 62.1. Anatomi Fisiologi Parotis 62.2. Definisi Parotitis 72.3. Etiologi 82.4. Faktor Resiko 82.5. Patofisiologi 92.6. WOC 112.7. Klasifikasi 122.8. Manifestasi Klinis 132.9. Pemeriksaan Diagnostik 142.10. Penatalaksanaan 152.11. Pencegahan 172.12. Komplikasi 182.13. Prognosis 212.14. Asuhan Keperawatan Dewasa dengan Parotitis 22

BAB III TINJAUAN KASUS 263.1. Pengkajian 263.2. Diagnosa Keperawatan 323.3. Interevensi Keperawatan 33

BAB IV PENUTUP 364.1. Kesimpulan 364.2. Penutup 36

DAFTAR PUSTAKA 37

2

Page 3: tgs sgd askep parotitis-final.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Parotitis Epidemika atau Mumps atau gondongan adalah suatu

penyakit menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus)

yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan

rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau

pipi bagian bawah (Obi, 2015).

Parotitis (Peradangan pada kelenjar parotis) adalah kondisi

inflamasi paling umum dari kelenjar saliva, namun infeksi dapat juga

terjadi pada kelenjar saliva lain. Lesi essensial dari mumps (parotitis

epidemik) adalah inflamasi kelenjar saliva (biasanya parotis) dan terutama

penyakit menular pediatrik yang disebabkan oleh virus. (Smeltzer, 2010)

Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis

epidemika merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak.

Insidens pada umur <15 tahun 85% dengan puncak insidens kelompok

umur 5-9 tahun. Setelah ditemukan vaksin parotitis, kejadian parotitis

epidemika menjadi sangat jarang. Parotitis jarang terjadi pada orang tua.

Di negara barat seperti Amerika dan Inggris, rata-rata didapat kurang dari

1.000 kasus per tahun. Demikian pula insidens parotitis bergeser pada

anak besar dan dewasa muda serta menyebabkan kejadian luar biasa di

tempat kuliah atau tempat kerja. (Marisa, 2009)

Masa inkubasi terjadinya parotitis antara 14-21 hari dan masa

inkubasi ini virus dapat dideteksi melalui saliva. Virus sangat infeksius

pada 1 sampai 3 hari sebelum pembengkakan sampai 2 minggu setelah

pembengkakan, sehingga dapat menimbulkan wabah di masyarakat.

(Maharani, 2009)

Berdasarkan hal tersebut,  maka penyakit Parotitis ini perlu

dipelajari khususnya dalam praktek Asuhan Keperawatan sistem

pencernaan. Melalui makalah ini akan kami bahas tentang parotitis yang

meliputi; anatomi fisiologi, definisi, etiologi, patofisiologi, WOC,

3

Page 4: tgs sgd askep parotitis-final.doc

klasifikasi, manifestasi parotitis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan,

pencegahan, komplikasi, dan prognosis, serta Asuhan keperawatan pada

pasien dengan parotitis.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apakah pengertian parotitis?

1.2.2. Apakah etiologi dari parotitis?

1.2.3. Apakah faktor resiko dari parotitis?

1.2.4. Apakah klasifikasi dari parotitis?

1.2.5. Bagaimana WOC dan patofiologis parotitis?

1.2.6. Apakah manifestasi klinis parotitis?

1.2.7. Bagaimana pemeriksaan dignostik pada parotitis?

1.2.8. Bagaimana  Penatalaksanaan pasien dengan parotitis?

1.2.9. Bagaimana pencegahan dari parotitis?

1.2.10. Apakah komplikasi parotitis?

1.2.11. Bagaimana prognosis parotis?

1.2.12. Bagaimana Asuhan keperawatan pasien dengan parotitis?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Setelah proses pembelajaran, diharapkan mahasiswa

mampu melakukan Asuhan keperawatan sistem pencernaan pada

klien dengan Parotiitis.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengertian parotitis

2. Mengetahui etiologi dari parotitis

3. Mengetahui klasifikasi dari parotitis

4. Mengetahui faktor resiko dari parotitis

5. Mengetahui WOC dan patofiologis parotitis

6. Mengetahui manifestasi klinis parotitis

7. Mengetahui pemeriksaan dignostik pada parotitis

8. Mengetahui penatalaksanaan pasien dengan parotitis

9. Mengetahui pencegahan dari parotitis

10. Mengetahui komplikasi parotitis

4

Page 5: tgs sgd askep parotitis-final.doc

11. Mengetahui prognosis parotis

12. Mengetahui Asuhan keperawatan pasien dengan parotitis

5

Page 6: tgs sgd askep parotitis-final.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Anatomi Fisiologi Kelenjar Ludah

Gambar 1: Kelenjar Ludah

Kelenjar ludah adalah kelenjar majemuk bertandan, yang berarti

terdiri atas gabungan kelompok alveoli bentuk kantong dan yang

membentuk lubang-lubang kecil. Saluran-saluran dari setiap alveolus

bersatu untuk membentuk saluran yang lebih besar dan yang mengantar

sekretnya ke saluran utama dan melalui ini secret dituangkan ke dalam

mulut. (Evelyn C. Pearce, 2006)

Kelenjar ludah terdiri dari sel-sel pensekresi saliva. Kelenjar ludah

(saliva) terletak di sekitar rongga mulut. Kelenjar ludah yang utama ialah

kelenjar parotis, submandibularis dan sublingualis.

Kelenjar parotis ialah yang terbesar. Satu disebelah kiri dan satu

disebelah kanan dan terletak dekat di depan agak ke bawah telinga.

Sekretnya dituangkan ke dalam mulut melalui saluran parotis atau saluran

Stensen, yang bermuara di pipi sebelah dalam, berhadapan dengan

geraham (molar) kedua atas. Ada dua struktur penting yang melintasi

kelenjar parotis, yaitu arteri karotis externa dan saraf cranial ketujuh (saraf

fasialis).

6

Page 7: tgs sgd askep parotitis-final.doc

Kelenjar Submandibularis nomer dua besarnya sesudah keleanjar

parotis. Terletak di bawah kedua sisi tulang rahang, dan berukuran kira-

kira sebesar buah kenari. Sekretnya dituangkan ke dalam mulut melalui

saluran submandibularis atau saluran Wharton, yang bermuara di dasar

mulut, dekat frenulum linguae.

Kelenjar sublingualis adalah yang terkecil. Letaknya di bawah

lidah di kanan dan kiri frenulum linguae dan menuangkan sekretnya ke

dalam dasar mulut melalui beberapa muara kecil.

Kelenjar ludah mensekresi saliva sebagai respon terhadap

antisipasi makanan atau adanya makanan didalam mulut. Rangsangan

melalui saraf parasimpatis menghasilkan dilatasi pembuluh darah didalam

kelenjar dan mengalirkan saliva.

Saliva memiliki tiga fungsi, yaitu:

a. Memungkinkan makanan dikunyah oleh gigi dan dibentuk kedalam

bolus, gumpalan yang dapat ditelan.

b. Ptyalin, enzim dalam saliva mengubah karbohidrat menjadi maltosa.

c. Melembabkan lidah dan bagian dalam mulut, memungkinkan lidah

bergerak saat bicara.

2. 2 Definisi

Menurut Wong (2009), Parotitis adalah suatu peradangan pada

kelenjar parotis dan merupakan respons atas infeksi oleh virus

Paramyxovirus yang menyerang kelenjar ludah diantara telinga dan rahang

sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi

bagian bawah.

Penyakit parotitis atau gondongan adalah suatu penyakit menular

dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang

kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga

menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian

bawah (Obi, 2015).

Parotitis epidemika (gondongan) adalah suatu infeksi virus menular

yang menyebabkan pembengkakan unilateral (satu sisi) atau bilateral

(kedua sisi) pada kelenjar liur disertai nyeri. Pada saluran kelenjar ludah

7

Page 8: tgs sgd askep parotitis-final.doc

terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan

penyumbatan saluran (Pudjiadi dan Hadinegoro, 2009).

2. 3 Etiologi

Penyebab mumps adalah virus jenis Ribonucleic Acid (RNA)

Paramyxovirus. (Maharani, 2009). Ukuran dari partikel paramyxovirus

sebesar 90 – 300 mµ.  Virus telah diisolasi dari ludah, darah, urin, otak dan

jaringan terinfeksi lain. Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi

virus ini hanya dapat bertahan selama 4 hari pada suhu kamar .

Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 ºC, oleh formalin, eter, serta

pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. ( Maldonado, 2000, dalam

Suhardimansyah, 2013).

Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut. (Anggraeni

& Utama, 2012). Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas

kemudian menyebar ke kalenjar limfa lokal dan diikuti viremia umum

setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-5 hari.

Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium,

pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Masa penyebaran virus ini

adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, darah, urin, otak dan jaringan

terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum masuk

masa pembengkakan dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan pada

kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kalenjar

ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang. Dalam kondisi ini

pasien yang terinfeksi paramyxovirus ini menjadi viremia, kemudian

melibatkan kelenjar saliva, dan diikuti invasi dari limfosit yang meningkat,

sehingga menimbulkan pembengkakan dan rasa sakit. (maharani, 2009)

2. 4 Faktor resiko

Lansia, sakit akut, penurunaan imunitas, penurunan produksi saliva

akibat dehidrasi maupun penggunaan obat-obatan imunosupresan

merupakan faktor yang beresiko tinggi untuk terjadinya parotitis

(Smeltzer, 2010).

Menurut Suhardimansyah (2013) penyebab parotitis adalah :

8

Page 9: tgs sgd askep parotitis-final.doc

1. Infeksi virus atau bakteri seperti : paramyxovirus (Mumps),

mycobacterium tuberculosis dan juga HIV

2. Penyakit autoimun : seperti Sindrom Sjögren Penyebabnya tidak

diketahui. Sindrom ini sering ditandai dengan kekeringan yang

berlebihan di mata, mulut, hidung, vagina, dan kulit

3. Penyumbatan saluran saliva : Penyumbatan mungkin disebabkan

oleh adanya batu saliva, plug lendir, atau, oleh tumor, biasanya jinak.

Batu saluran saliva, juga disebut kalkulus saluran air liur, biasanya

terbentuk dari susunan kalsium, tetapi tidak menunjukkan adanya jenis

gangguan kalsium

4. Penyebab lainya :Sarkoidosis, malnutrisi, pengobatan Radiasi kanker

kepala dan leher dapat menyebabkan peradangan kelenjar parotis,

Kondisi lain dapat menyebabkan kelenjar parotis untuk membesar,

tetapi tidak terinfeksi, termasuk: diabetes, alkoholisme, bulimia

2.5. Patofisiologi

Parotitis dapat terjadi pada semua usia. Tetapi paling sering terjadi

pada anak-anak berusia 5-15 tahun, yaitu 85% dari kasus parotitis terjadi

pada anak anak berusia dibawah 15 tahun. Dan jarang sekali terjadi pada

orang tua. Anak akan mendptkan kekebalan tubuh terhadap virus

Paromyxovirus dari ibunya sampai usia 12-15 bulan saja. Itupun jika ibu

pernah menderita gondongan atau mendapatkan imunisasi sebelumnya.

(Maharani, 2009; Anggraeni&Utama, 2012)

Penularan atau penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak

langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urine. Virus

masuk tubuh mungkin melalui hidung atau mulut. Proliferasis terjadi di

parotis atau epitel traktus respiratory kemudian terjadi viremia, dan

selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar atau saraf. Bagian yang

paling tersering terkena ialah glandula parotis.

Perjalanan penyakit klasik dimulai dengan demam, sakit kepala,

anorexia dan malaise. Dalam 24 jam anak mengeluh sakit telinga yang

bertambah dengan gerakan mengunyah. Esok harinya tampak glandula

9

Page 10: tgs sgd askep parotitis-final.doc

parotis membesar yang cepat bertambah besar, mencapai ukuran maksimal

dalam 1-3 hari. Biasanya demam menghilang dalam 1-6 hari dan suhu

menjadi normal sebelum hilangnya pembengkakan kelenjar. Bagian bawah

daun telinga terangkat keatas dan keluar oleh pembengkakan kelenjar

parotis. Pembengkakan dapat disertai nyeri hebat. Nyeri mulai berkurang

setelah tercapai pembengkakan maksimal berlangsung kira-kira selama 6-

10 hari. Biasanya satu kelenjar parotis membesar kemudian diikuti yang

lainnya dalam beberapa hari. Adakalanya kanan dan kiri membesar

bersamaan. Parotitis unilateral ditemukan kira-kira 25%.

Adanya respon inflamasi sistemik memberikan manifestasi peningkatan

suhu tubuh, respon ketidaknyamanan sakit kepala dan anorexia

memberikan manifestasi ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi.

(Muttaqin&Sari, 2013)

Menurut Isselbacher, 1992, yang tertulis dalam jurnal FK

UNHALU (Suhardimansyah, 2013), menjelaskan bahwa Paramyxovirus

menyebabkan peningkatan IgG dan IgM yang dapat terdeteksi dengan

ELISA ( enzyme linked immunosorbent assay ). IgM meningkat pada

stadium awal infeksi ( hari kedua sakit ), mencapai puncaknya dalam

minggu pertama dan bertahan 5-6 bulan. Immunoglobulin G muncul pada

akhir minggu pertama, mencapai puncaknya hingga 3 minggu dana

bertahan seumur hidup. Imuglobulin A juga meningkat saat terjadinya

infeksi. Imunitas dihubungkan dengan adanya antibodi yang menetralkan.

Mekanisme imun seluler diduga mendukung pathogenesis penyakit akut

dan kesembuhan. Seperti infeksi virus sistemik lainnya, parotitis dapat

menyebabkan supresi sementara hipersensitivitas jenis lambat terhadap

antigen yang telah dikenal sebelumnya, seperti protein tuberkulin

10

Page 11: tgs sgd askep parotitis-final.doc

2.5. WOC

11

Viremia

PAROTITIS

Proses inflamasi kalenjar ludah

Pembengkakan kelenjar parotis

Nyeri rahang spontan, nyeri kepala,

nyeri otot terutama daerah leher

MK: Nyeri akut

Nyeri rahang belakang

Anoreksia

MK: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Demam, menggigil

Psikososial

Informasi (-)

Kurang pengetahuan

MK: Ansietas

Gelisah

Proses terjadinya penyakit

MK: Hipertermia

Penyebaran Anggota Paramyxovirus

Proliferasi di Parotis/epitel traktus respiratory

Etiologi dan Faktor Resiko:- Infeksi Karena Kuman Bakteri:

Paramyxovirus, staphilococcus aureus, Virus mumps, HIV

- Penyakit Autoimun: SLE- Penyumbatan : Tumor, kalkulus- Penyebab Lain: Malnutrisi,

pengobatan kanker- Lansia- Oral hygiene yang buruk- Tidak imunisasi mums

Respon inflamasi sistemik

Menekan reseptor nyeri

Invasi limfosit

Malaise

MK: Intoleransi aktivitas

MK: Defisit Pengetahuan

Kesulitan mengunyah dan menelan

Kesulitan berbicara

MK: Hambatan Komunikasi Verbal

Merangsang hipotalamus anterior

Penularan :- Kontak langsung dengan

saliva- Air droplet borne (bersin,

batuk)- Bahan muntah- Urin

Kenaikan Titer IgM&IgG

Hidung dan mulut

Page 12: tgs sgd askep parotitis-final.doc

2.6. Klasifikasi

a. Parotitis Kambuhan

Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul

pada usia antara 1 bulan hingga akhir masa kanak-kanak.Kambuhan

berarti sebelumnya anak telah terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.

Menurut Nahlieli (2005) yang tertulis didalam buku gangguan

gangguan Gastrointestinal (Muttaqin&sari, 2013) menjelaskan bahwa

parotitis sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari

2 tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau

dilindungi oleh antibodi yang baik. Anak yang menderita parotitis akan

memiliki kekebalan seumur hidupnya.

Dimana kekebalan tubuh terhadap virus Paromyxovirus didapat

dari ibunya sampai usia 12-15 bulan saja. Itupun jika ibu pernah

menderita gondongan atau mendapatkan imunisasi sebelumnya.

(Maharani, 2009; Anggraeni&Utama, 2012)

b. Parotitis Akut

Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan

dan pembengkakan pada daerah parotis.

12

Page 13: tgs sgd askep parotitis-final.doc

2.7. Manifestasi Klinis

Gambar 2: Manifestasi Klinis Parotitis

Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus

mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan

tanda-tanda sakit. Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya

yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit

tersebut. Masa inkubasi penyakit parotitis sekitar 12-25 hari dengan rata-

rata 17-18  hari. (Anggraeni&Utama, 2012).

Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan

berkembangnya masa inkubasi dapat digambarkan sebagai berikut:

(Maharani, 2009; Anggraeni&Utama, 2012)

a. Stadium Prodormal

Menurut Templer (2009), pada tahap awal (1-3 hari) parotitis

biasanya tiba-tiba, meskipun mungkin didahului oleh periode

prodromal seperti malaise, anoreksia, rasa menggigil, demam, nyeri

13

Page 14: tgs sgd askep parotitis-final.doc

tenggorokan, dan nyeri pada rahang hingga bagian belakang. Penderita

parotitis mengalami gejala: demam (suhu tubuh 38,5 – 40o C)

Nyeri ketika mengunyah atau menelan, terutama jika menelan

cairan asam (menyebabkan iritasi kelenjar ludah). Jika kelenjar ludah

disentuh, maka akan timbul nyeri. Gejala parotitis muncul dalam

waktu 12 sampai 24 hari setelah terinfeksi .(Referat, 2010)

b. Stadium Pembengkakan

Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar parotis yang

diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua

kelenjar mengalami pembengkakan. Pembengkakan biasanya

berlangsung sekitar 3-7 hari kemudian berangsur mengempis. Pada 7-9

hari kulit diatas parotis mengalami eritema. Pembengkakan parotis

didaerah depan telinga. Diatas otot maseter dicekungan belakang

didepan liang telinga bagian bawah.. Kadang terjadi pembengkakan

pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan kelenjar di bawah

lidah (sublingual). Pada pria dewasa adalanya terjadi pembengkakan

buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah. Menurut

Tempeler (2009), pada sebagian besar pasien, keluhan utama adalah

kesulitan makan, menelan, dan berbicara.

2.8. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Maharani&Hadi (2009), bahwa diagnosis klinis parotitis

bisa ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan manifestasi klinis.

Anggraeni dan Utama (2012) juga menambahkan bahwa menegakkan

diagnosis parotitis tidak perlu pemeriksaan laboratorium, kecuali jika

gejala klinis yang muncul tidak klasik untuk parotitis.

Menurut Pinne (1997) yang tertulis didalam buku gangguan

gangguan Gastrointestinal (Muttaqin&sari, 2013) menjelaskan bahwa

pemeriksaan diagnostik parotitis meliputi pemeriksaan laboratorium,

jumlah leukosit normal atau terdapat leukopenia dengan limfositosis

relatif. Sebagai pemeriksaan tambahan dapat dilakukan complementfixing

antibody test, neutralization test, isolasi virus, uji intradermal, dan

pengukuran kadar amylase dalam serum.

14

Page 15: tgs sgd askep parotitis-final.doc

Diagnosis mumps didasarkan pada riwayat pajanan, dan

pembengkakan parotis dengan rasa nyeri. Penegasan laboratorium mumps

yang khas menjadi penting dalam suatu wabah dan dalam kasus-kasus

dengan gejala subklinis. Tes khusus meliputi isolasi virus dari cucian

tenggorokan atau hidung, titer IgG (hemaglutinasi inhibisi assay [HAI],

fiksasi komplemen assay, enzyme immunoassay), tes IgM, dan RT-PCR

testing. (Vikas, 2006).

Infeksi dikonfirmasi oleh isolasi virus atau asam nukleat dari

spesimen klinis. Pemeriksaan serologi menunjukkan peningkatan titer IgG

yang signifikan di antara spesimen akut dan konvalesen atau IgM antibodi

mumps positif. (Vikas, 2006).

Virus Parainfluenza 3 juga dapat menyebabkan parotitis dan dapat

menghasilkan respon antibodi heterolog yang dapat mempengaruhi tes

mumps HAI. Hal ini penting untuk menyingkirkan infeksi ini ketika

menggunakan tes HAI untuk mendiagnosa penyakit mumps. (Vikas, 2006)

2.9. Penatalaksanaan

a. Penderita rawat jalan

Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan

umum cukup baik).

1. Istirahat yang cukup

2. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup

3. Kompres panas dingin bergantian

Penerapan kompres hangat dan dingin setiap 2-3 jam selama 10-15

menit akan bermanfaat. Menurut Berker (2004) yang tertulis

didalam buku gangguan gangguan Gastrointestinal (Muttaqin&sari,

2013) menjelaskan bahwa gejala simptomatik dapat diberikan

kompres panas atau dingin dan juga diberikan analgetika.

Menurut Muhlisin (2016) pemberian kompres dingin (es) pada

daerah yg bengkak dapat memberikan efek pati rasa sehingga dapat

mengurangi rasa sakit. Sedangkan pemberian kompres hangat pada

daerah yang bengkak dapat mengurangi bengkak dan nyeri

4. Medikamentosa

15

Page 16: tgs sgd askep parotitis-final.doc

a) Analgetik-antipiretik bila perlu

1) Metampiron : anak > 6 bulan 250 – 500 mg/hari

maksimum 2 g/hari

2) Parasetamol  : 7,5 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis

3) Hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian

aspirin berisiko menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah

penyakit langka namun mematikan. Obat-obatan anak yang

terdapat di apotik belum tentu bebas dari aspirin. Aspirin

seringkali disebut juga sebagai “salicylate“ atau

“acetylsalicylic acid“.

b) Multivitamin

c) Antibiotik

d) Tidak direkomendasikan pengobatan dengan antivirus (sebab

tidak ada antivirus yang spesifik untuk jenis paramyxovirus)

5. Tidak ada obat khusus. (Self Limiting Diseases)

(Maharani, 2009)

b. Penderita rawat inap

Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri

kepala hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi :

1. Diet lunak, cair dan TKTP

2. Analgetik-antipiretik

3. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi.

Menurut Volpato (2004) yang tertulis didalam buku gangguan

gangguan Gastrointestinal (Muttaqin&sari, 2013) menyebutkan

bahwa pemberian kortosteroid selama 2-4 hari dan 20 ml

convalescent gammaglobulin diperkirakan dapat mencegah

terjadinya orkitis. Setelah sembuh, testis yang terkena mungkin

akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen

sehingga terjadi kemandulan.

16

Page 17: tgs sgd askep parotitis-final.doc

2.10. Pencegahan

Menurut Spark (2014), pencegahan parotitis ini dapat dilakukan

dengan cara, yaitu:

a) Cuci tangan secara teratur dengan menggunakan sabun dan air

b) Tutup mulut saat batuk dan bersin

c) Mengurangi kontak dengan penderita

d) Tidak memakai barang-barang pribadi secara bersama-sama untuk

mengurangi penyebaran virus

e) Segera hubungi petugas kesehatan bila tanda dan gejala semakin

buruk

f) Vaksinasi MMR sangat efektif untuk mencegah parotitis

Menurut Maldonado (2000) yang tertulis dalam jurnal FK

UNHALU (Suhardimansyah, 2013), pencegahan terhadap parotitis

epidemika dapat dilakukan secara imunisasi pasif dan imunisasi aktif.

a. Pasif

Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau

mengurangi komplikasi.

e. Aktif

Pemberian rutin vaksin parotitis hidup yang dilemahkan. Anak yang

divaksinasi biasanya tidak mengalami demam atau reaksi klinis lain

yang dapat dideteksi, tidak mengekskresi virus, dan tidak menular

terhadap kontak yang rentan. Jarang parotitis dapat berkembang 7-10

hari sesudah vaksinasi. Vaksin memicu antibodi pada sekitar 96%

resipien seronegatif dan mempunyai kemanjran protekstif sekitar 97%

terhadap infeksi parotitis alamiah. Proteksi tampak berakhir lama. Pada

satu wabah parotitis, beberapa anak yang telah diimunisasi dengan

vaksin parotitis sebelumnya mengalami sakit yang ditandai dengan

demam, malaise, mal, dan ruam popular merah yang melibatkan badan

dan tungkai tetapi menyelamatkan telapak tangan dan kaki. Ruam

berakhir sekitar 24 jam. Tidak ada virus yang diisolasi dari anak ini,

tetapi kenaikan titer antibody parotitis ditunjukkan.

17

Page 18: tgs sgd askep parotitis-final.doc

2.11. Komplikasi

Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) dalam bentuk meningitis

aseptik (sel-sel inflamasi pada cairan serebrospinal) adalah yang paling

sering, terjadi tanpa gejala pada 50% sampai 60% pasien. Gejala

meningitis (sakit kepala, kaku kuduk) terjadi sampai 15% pasien dan

berubah tanpa sequelae 3 sampai 10 hari. Orang dewasa memiliki risiko

lebih tinggi untuk komplikasi ini dibandingkan anak-anak, dan laki-laki

lebih sering dibandingkan anak perempuan (dengan rasio 3:1). Parotitis

mungkin tidak ada di sebanyak 50% pasien demikian. Penyakit otak

adalah jarang (kurang dari 2 per 100,000 kasus mumps). (Wilders, et all,

2011. dalam Pinkbook, 2012)

1. Meningioensefalitis

Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada masa

anak. Insiden yang sebenarnya sukar diperkirakan karena infeksi

subklinis system saraf sentral, seperti dibuktikan oleh pleositasis cairan

serebrospinal, telah dilaporkan lebih dari 65% penderita dengan

parotitis. Manifestasi klinis terjadi pada lebih dari 10% penderita.

Insiden meningoensefalitis parotitis sekitar 250/100.000 kasus; 10%

dari kasus ini terjadi pada penderita lebih tua dari 20 tahun. Angka

mortalitas adaah sekitar 2%. Orang laki-laki terkena tiga sampai lima

kali lebih sering daripada wanita. Parotitis merupakan salah satu dari

penyebab meningitis aseptik yang paling sering. (Maldonado, 2000)

Patogenesis meningoensefalitis parotitis telah diuraikan

sebabagai (1) infeksi primer neuron dan (2) ensefalitis pascainfeksi

dengan demielinasi. Pada tipe pertama parotitis sering muncul

bersamaan atau menyertai ensefalitis. Pada tipe ke dua, ensefalitis

menyertai parotitis pada sekitar 10 hari. Parotitis mungkin pada

beberapa kasus tidak ada. Stenosis aqueduktus dan hidrosefalus telah

dihubungkan dengan infeksi parotitis. Menginjeksikan virus parotitis

ke dalam tpai pada umur menyusui telah menghasilkan lesi yang

serupa. (Maldonado, 2000)

18

Page 19: tgs sgd askep parotitis-final.doc

Meningoensefalitis parotitis secara klinis tidak dapat dibedakan

dari meningitis sebab lain. Ada kekakuan leher sedang, tetapi

pemeriksaan neorologis lain biasanya normal. Cairan serebrospinal

(CSS) biasanya berisi sel kurang dari 500 sel/mm3, walaupun kadang-

kadang jumlah sel dapat melebihi 2.000. selnya hamper selalu limfosit,

berbeda dengan meningitis aseptik enterovirus, dimana leukosit

polimorfonklear sering mendominasi pada awal penyakit. Virus

parotitis dapat diisolasi dari cairan serebrospinal pada awal penyakit.

(Maldonado, 2000)

2. Orkitis, Epididimitis

Orchitis (inflamasi testicular) adalah komplikasi paling umum

pada laki-laki setelah masa pubertas. Penyakit ini terjadi sebanyak

50% pada laki-laki setelah masa pubertas, biasanya setelah parotitis,

tapi penyakit ini mungkin mendahuluinya, terjadi secara serempak,

atau terjadi sendirian. (Wilders, 2011).

Komplikasi ini jarang terjadi pada anak laki-laki prapubertas

tetapi sering (14-35%) pada remaja dan orang dewasa. Testis paling

sering terinfeksi dengan atau tanpa epididimitis; epididimitis dapat

juga terjadi sendirian. Jarang ada hidrokel. Orkitis biasanya menyertai

parotitis dalam 8 hari atau sekitarnya; orkitis dapat juga terjadi tanpa

bukti adanya infeksi kelenjar ludah. Pada sekitar 30% penderita keda

testis terkena. Mulainya biasanya mendadak, dengan kenaikan suhu,

menggigil, nyeri kepala, mual, dan nyeri perut bawah; bila testis kanan

terlibat, appendisitis dapat dikesankan sebagai kemungkinan

diagnostik. Testis yang terkena menjadi nyeri dan bengkak, dan kulit

yang berdekatan edema dan merah. Rata-rata lamanya adalah hari.

Sekitar 30-40% testis yang terkena atrofi. Gangguan fertilitas

diperkirakan sekitar 13%, tetapi infertilitas absolut mungkin jarang.

(Maldonado, 2000).

19

Page 20: tgs sgd askep parotitis-final.doc

3. Ooforitis

Nyeri pelvis dan kesakitan ditemukan pada sekitar 7% pada

penderita wanita pasca pubertas. Tidak ada bukti adanya gangguan

fertilitas. (Maldonado, 2000)

4. Nefritis

Viruria telah sering dilaporkan. Pada satu penelitian orang

dewasa, kelainan fungsi ginjal terjadi kadang-kadang pada setiap

penderita, dan virria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal

pada anak belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14

hari sesudah parotitis, telah dilaporkan. (Maldonado, 2000)

5. Prankreatitis

Pankreatitis adalah jarang, tapi adakalanya terjadi tanpa

parotitis; hyperglycemia adalah temporer dan bersifat reversibel.

(Wilders, 2011)

6. Miokarditis

Manifestasi jantung yang serius sangat jarang, tetapi infeksi

ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui.

Rekaman elektrokardigrafi menunjukkan perubahan-perubahan,

kebanyakan depresi segmen ST, pada 13% orang dewasa pada satu

seri. Keterlibatan demikian dapat menjelaskan nyeri prekordium,

bradikardia, dan kelelahan kadang-kadang ditemukan pada remaja dan

orang dewasa dengan parotitis. (Maldonado, 2000)

7. Mastitis

Komplikasi ini tidak lazim pada masing-masing jenis kelamin.

(Maldonado, 2000)

20

Page 21: tgs sgd askep parotitis-final.doc

8. Ketulian

Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral; walaupn

insidennya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli

saraf unilateral. Kehilangan pendengaran mungkin sementara atau

permanen. (Maldonado, 2000)

9. Komplikasi Okuler

Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang

nyeri, biasanya bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optic

(papillitis)dengan gejala-gejaa bervariasi dari kehilangan penglihatan

sampai kekaburan ringan dengan penyembuuhan dalam 10-20 hari;

uveokeratitis, biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata,

kehilangan penglihatan cepat dan penyembuhan dalam 20 hari;

skleritis, tendonitis, dengan akibat eksoftalmus; dan trobosis vena

sentral. (Maldonado, 2000)

10. Artritis

Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan kemerahan

sendi merupakan komplikasi yang jarang; biasanya penyembuhannya

sempurna. (Maldonado, 2000)

11. Embriopati Parotitis

Tidak ada bukti yang kuat bahwa infeksi ibu mencederai janin;

kemungkinan hubungan endokardial fibroelastosis belum ditegakkan.

Parotitis pada awal kehamilan menambah peluang abortus.

(Maldonado, 2000)

2.12. Prognosa

Prognosis keseluruhan mumps dengan tanpa komplikasi adalah

sangat baik. Prognosis pasien dengan ensefalitis umumnya baik, namun,

kerusakan neurologis dan kematian dapat terjadi. Dilaporkan angka

kejadian ensefalitis mumps sebesar 5 kasus per 1000 kasus mumps yang

dilaporkan. Sequelae permanen jarang terjadi, sedangkan laporan kasus

ensefalitis angka kematian rata-rata 1,4%. Myelitis sementara atau

polyneuritis jarang. Sekitar 10% dari semua pasien yang terinfeksi

21

Page 22: tgs sgd askep parotitis-final.doc

berkembang dalam bentuk meningitis ringan, yang sulit dibedakan dengan

meningitis bakteri. (Devendi, 2012)

2.13. Asuhan Keperawatan Dewasa dengan Gangguan Sistem Pencernaan:

Parotitis

a. Pengkajian

1. Identitas pasien

Data demografi, Parotitis dapat terdi pada semua usia, tetapi

cenderung menyerang anak-anak yang berumur 5-15 tahun, sangat

jarang ditemukan pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun

karena umumnya mereka masih memiliki/dilindungi oleh antibody

yang baik. Anak yang pernah menderita parotitis akan memiliki

kekebalan seumur hidupnya.

2. Keluhan utama

Biasanya klien akan mengeluh demam, sakit kepala, dan nyeri

rahang bagian belakang saat mengunyah.

3. Riwayat penyakit sekarang

Biasanya klien akan mengeluh demam, sakit kepala, nyeri rahang

bagian belakang saat mengunyah, pembekakan di submandibula

(rahang bagian belakang) dan adakalanya disertai kaku rahang

(sulit membuka mulut).

4. Riwayat penyakit sebelumnya

Apakah klien pernah menderita parotitis sebelumnya, adakah

penyakit lain seperti DM, HT, penyakit menular, dll.

5. Riwayat Keluarga

Adakah keluarga yang pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.

6. Riwayat lingkungan:

Adakah pasien parotitis di sekitar tempat tinggalnya

7. Pemeriksaan fisik:

a) Keadaan umum : biasanya klien tampak lemah

b) B1 Breathing

22

Page 23: tgs sgd askep parotitis-final.doc

Nafas normorespiratory, RR 12-20 x/menit, irama teratur, tidak

ada sesak nafas, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada

retraksi dinding dada, suara nafas normal.

c) B2 Blood

Biasanya klien akan mengalami takikardi karena efek dari nyeri

yang dirasakan, Perkusi: bunyi yang dihasilkan redup,

auskultasi: ditemukan bunyi jantung S1 dan S2 tunggal.

d) B3 Brain

Kesadaran Compos Mentis, GCS 4,5,6

e) B4 Bladder

Tidak ada gangguan, namun pada komplikasi orkitis

(peradanagn pada salah satu/kedua testis. Setelah sembuh testis

yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan

testis yang permanen sehingga menyebabkan kemandulan

(Volpaton, 2004).

f) B5 Bowel

Nyeri telan, nafsu makan menurun, Mulut tampak kering,

bising usus dalam batas normal (5-12 x/menit). Tidak teraba

skibala

g) B6 Bone

Tidak mengalami keterbatasan gerak, ROM aktif

h) Integument

Terdapat tanda-tanda inflamasi di area submandibula berupa

kemerahan pada kulit, perabaan panas, pembesaran area sekitar

dan nyeri tekan.

b. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan biological injury agent

(inflamation salivary gland).

2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme:

proses inflamasi.

23

Page 24: tgs sgd askep parotitis-final.doc

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan biological injury agent (inflamation salivary

gland), anoreksia

c. Intervensi

No. Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan dengan biological injury agent (inflamation salivary gland).

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jamNOC:- Paint control- Kepuasan pasien:

managemen nyeri

Kriteria hasil:1. Mampu mengontrol

nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non-farmakologi untuk mengurangi nyeri).

2. Melaporkan bahwanyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.

3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).

4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Managemen Nyeri (1400):1. Observasi nyeri klien secara

komprehensif termasuk skala, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

2. Monitor tanda-tanda vital klien.

3. Tingkatkan istirahat pasien.4. Kolaborasikan dengan dokter

dalam pemberian analgetik.

2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme: proses inflamasi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jamNOC:-  Penurunan suhu tubuh

Kriteria hasil:1. klien mampu

menjelaskan kembali pendidikan

1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurunkan suhu tubuh.

2. Anjurkan keluarga untuk membatasi aktifitas pasien.

3. Atur lingkungan yang kondusif.

4. Beri kompres dengan air dingin(air biasa) pada daerah aksila, lipat paha dan temporal

24

Page 25: tgs sgd askep parotitis-final.doc

kesehatan yang diberikan.

2. Mampu termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.

bila terjadi panas.5. Anjurkan keluarga untuk

memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun.

6. anjurkan keluarga untuk melakukan massage pada ektremitas menggunakan minyak kayu putih.

7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan, biological injury agent (inflamation salivary gland).

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jamNOC:Status nutrisi: intake makanan dan minuman

Kriteria hasil:intake makanan dan minuman peroral adequat

Terapi nutrisi (1120):1. Monitor  intake

makanan/minuman pasien dan hitung intake kalori per hari yang sesuai dengan pasien.

2. Tentuan makanan yang sesuai dengan budaya dan agama pasien

3. Tentukan makanan semisoft yang mudah ditelan bagi pasien.

4. Pilihkan suplemen nutrisi yang cocok.

5. Dorong intake makanan yang tinggi kalsium dan kalium (yang cocok bagi pasien).

6. Pastikan diit yang diberikan tinggi serat untuk cegah konstipasi.

7. Sajikan makanan yang menarik meliputi teksture, warna dan macamnya.

8. Lakukan oral hygiene sebelum makan dan sesuai kebutuhan

9. Monitor hasil laborat

d. Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan setelah mendapatkan intervensii adalah :

1. Perbaikan membrane mukosa oral.

2. Pemenuhan nutrisi optimal sesuai tingkat toleransi individu.

3. Terjadi penurunan respon nyeri.

4. Suhu tubuh kembali normal.

25

Page 26: tgs sgd askep parotitis-final.doc

BAB III

TINJAUAN KASUS

Tn “A” dirawat di ruang isolasi RSUA dengan keluhan sudah seminggu sebelum

MRS, badan demam, nyeri disekitar leher dan telinga kanan, nyeri saat menelan,

kepala pusing dan tidak nafsu makan. Tampak pada pipi sebelah kanan bengkak

dan kulit kemerahan. Pasien memberi warna biru pada pipinya yang bengkak.

Pasien mengatakan giginya tidak sakit. Pasien diantar oleh istrinya, 3 hari yang

lalu pasien sudah berobat kepuskesmas namun keluhan pasien tidak berkurang.

Hasil pemeriksaan vital sign: TD : 130 / 90 mmHg, suhu : 390C, HR : 100 x/

menit. RR : 22 kali / menit. BB sebelum sakit: 58 kg, BB sakit : 53 dan TB : 165

cm skala nyeri 5

3.1 Pengkajian

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LEMBAR PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Tanggal MRS : 25 Maret 2016 Jam Masuk : 16.00 WIBTanggal Pengkajian : 1 April 2016 No. RM : 123456Jam Pengkajian : 08.00 WIB Diagnosa Masuk : Parotitis Akut

IDENTITAS1. Nama Pasien : Tn. A Penanggung jawab Biaya : 2. Umur : 35 tahun Nama : Ny. S3. Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia Alamat :Mulyorejo

Surabaya4. Agama : Islam5. Pendidikan : SMA6. Pekerjaan : Kuli bangunan7. Alamat : Mulyorejo Surabaya

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG1. Keluhan Utama :

Nyeri disekitar leher dan telinga kiri, nyeri saat menelan, kepala pusing, dan tidak nafsu makan

2. Riwayat Penyakit Sekarang :Klien mengeluh sudah seminggu sebelum MRS, badan demam, nyeri disekitar

leher dan telinga kanan, nyeri saat menelan, kepala pusing dan tidak nafsu makan.

26

Page 27: tgs sgd askep parotitis-final.doc

Tampak pada pipi sebelah kanan bengkak dan kulit kemerahan. Pasien memberi warna biru pada pipinya yang bengkak. Pasien mengatakan giginya tidak sakit. Pasien diantar oleh istrinya, 3 hari yang lalu pasien sudah berobat kepuskesmas namun keluhan pasien tidak berkurang.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU1. Pernah dirawat : ya tidak kapan - diagnosa :…………2. Riwayat penyakit kronik dan menular ya tidak jenis……………………

Riwayat kontrol : -Riwayat penggunaan obat : Paracetamol

3. Riwayat alergi ya tidak jenis……………………4. Riwayat operasi ya tidak kapan……………………

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGAYa tidak jenis : Anak pasien (usia 5th) menderita parotitis 15 hari yang lalu

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK1. Tanda tanda vital

S : 390C N : 100x/menit T :130/90mmHg RR : 20x/menitKesadaran Compos Mentis Apatis Somnolen Sopor Koma

2. Sistem Pernafasana. Keluhan : sesak nyeri waktu nafas Batuk - produktif tidak produktif Sekret :…….. Konsistensi :...................... Warna :.......... Bau :..................................b. Irama nafas teratur tidak teraturc. Jenis Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes d. Suara nafas Vesikuler Bronko vesikuler

Ronki Wheezinge. Alat bantu napas ya tidak

Jenis................... Flow..............lpmLain-lain :

3. Sistem Kardio vaskulera. Keluhan nyeri dada ya tidakb. Irama jantung reguler ireguler S1/S2 tunggal ya tidak c. Suara jantung normal murmur

gallop lain-lain.....d. CRT : < 2 detike. Akral hangat panas dingin kering

basahf. JVP normal meningkat menurunLain-lain :

3. Sistem Persyarafana. GCS : 456b. Refleks fisiologis patella triceps bicepsc. Refleks patologis babinsky budzinsky kernigd. Keluhan pusing ya tidak

27

Masalah Keperawatan : Hipertermi

Masalah Keperawatan : -

Masalah Keperawatan : -

Masalah Keperawatan : Nyeri akut

Page 28: tgs sgd askep parotitis-final.doc

e. Pupil Isokor Anisokor Diameter……..f. Sclera/Konjunctiva anemis ikterusg. Gangguan pandangan ya tidak Jelaskan……..h. Gangguan pendengaran ya tidak Jelaskan……..i. Gangguan penciuman ya tidak Jelaskan……..j. Isitrahat/Tidur : 7. Jam/Hari Gangguan tidur : tidak

4. Sistem perkemihan a. Kebersihan Bersih Kotor

b. Keluhan Kencing Nokturi Inkontinensia Gross hematuri Poliuria

Disuria Oliguria Retensi Hesistensi Anuria

c. Produksi urine : 2000 ml/hari Warna : kuning jernih Bau : khasd. Kandung kemih : Membesar ya tidak

Nyeri tekan ya tidake. Intake cairan oral : 2000 cc/hari parenteral : 1000 cc/harif. Alat bantu kateter ya tidak

Jenis :............. Sejak tanggal : .........Lain-lain :

5. Sistem pencernaana. Mulut bersih kotor berbaub. Mukosa lembab kering stomatitisc. Tenggorokan sakit menelan kesulitan menelan

pembesaran tonsil nyeri tekand. Abdomen tegang kembung ascites Nyeri tekan ya tidak Luka operasi ada tidak Tanggal operasi : ............. Jenis operasi :.............. Lokasi : ................ Keadaan : Drain ada tidak

Jumlah :........... Warna :...................Kondisi area sekitar insersi :...............

e. Peristaltik :6-10x/menit f. BAB : 1 x/hari Terakhir tanggal : 1 April 2016 Konsistensi keras lunak cair lendir/darah

g. Diet padat lunak cairh. Nafsu makan baik menurun Frekuensi: 2x/harivi. Porsi makan habis tidak habis Keterangan : ¼ porsiLain-lain:

6. Sistem muskulo skeletal dan integumena. Pergerakan sendi bebas terbatasb. Kekuatan otot

c. Kelainan ekstremitas ya tidakd. Kelainan tulang belakang ya tidake. Fraktur ya tidakf. Traksi / spalk /gips ya tidakg. Kompartemen syndrome ya tidakh. Kulit ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi

28

Masalah Keperawatan :-

Masalah Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

Masalah Keperawatan : -

5 5

5 5

Page 29: tgs sgd askep parotitis-final.doc

i. Turgor baik kurang jelekj. Luka tidak ada luas : ......... bersih kotorLain-lain:

7. Sistem EndokrinPembesaran kelenjat tyroid ya tidakPembesaran Kelenjar getah bening ya tidakHipoglikemia ya tidakHiperglikemia ya tidakLuka gangren ya tidakLain-lain: pembesaran kelenjar parotis, kemerahan pada area submandibula, perabaan

panas, dan nyeri tekan

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL a. Persepsi klien terhadap penyakitnya

Cobaan Tuhan hukuman lainnya b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya

Murung/diam gelisah tegang marah/menangisc. Reaksi saat interaksi kooperatif tidak kooperatif curigad. Gangguan konsep diri ya tidakLain-lain: -

PERSONAL HYGIENE & KEBIASAANa. Mandi : 1 x/hari f. Ganti pakaian : 2 x/harib. Keramas :.3 hari sekali g. Sikat gigi : 1 x/haric. Memotong kuku : 2minggu sekalid. Merokok : ya tidake. Alkohol : ya tidak

PENGKAJIAN SPIRITUALKebiasaan beribadah a. Sebelum sakit sering kadang- kadang tidak pernahb. Selama sakit sering kadang- kadang tidak pernah

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium,Radiologi, EKG, USG )Lab : Hb 12g/dlWBC 12.000PCV 40%Trombosit 200.000IgM Anti body Mumps positifEKG : Normal Sinus RitmeBB sebelum sakit : 58 kg (BMI : 21,3), BB sakit : 53 kg (BMI : 19,4)

TERAPIInfus RL 1000c/24jamInjeksi Antrain 3x1ampulInjeksi Ceftriaxon 2x1 grPO :Paracetamol 3x1 tabetBecom C 1x1 tabletDATA TAMBAHAN LAIN : -TINDAKAN OPERASI : -

29

Masalah Keperawatan : Nyeri Akut

Masalah keperawatan : -

Masalah Keperawatan : -

Masalah Keperawatan : -

Page 30: tgs sgd askep parotitis-final.doc

Surabaya, 1 April 2016

( Nurse Y )

30

Page 31: tgs sgd askep parotitis-final.doc

Analisa Data

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DS:Pasien mengeluh nyeri disekitar leher dan telinga kanan, nyeri saat menelan, kepala pusing.DO:- Tampak inflamasi dan

kemerahan pada pipi bagian kanan bawah.

- Nyeri tekan pada daerah inflamasi dengan skala nyeri 5.

- Kulit teraba hangat

Biological injury agent (inflamation salivary gland)

Nyeri akut

2 DS:Pasien mengeluh tidak nafsu makan, nyeri saat menelanDO:- Tampak inflamasi dan

kemerahan pada pipi bagian kanan bawah.

- BB sebelum sakit : 58 kg, BB sakit : 53kg dan TB : 165 cm

- BMI sakit : 19,4 (under wight)

- Makan 2x/hari- Penurunan asupan makanan

(1/4 porsi).

Ketidakmampuan menelan makanan, biological injury agent (inflamation salivary gland).

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. DS:Pasien mengeluh demam sudah seminggu yang lalu.DO :- Suhu : 390 C- TD 130/90 mmHg- Nadi 100x/menit- Badan teraba hangat.- WBC: 12.000

peningkatan laju metabolisme: proses inflamasi.

Hipertermi

31

Page 32: tgs sgd askep parotitis-final.doc

3.2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarrkan analisa data diatas, muncul diagnosa keperawatan berdasarkan

urutan prioritas keperawatan yaitu:

a.Nyeri akut berhubungan dengan biological injury agent (inflamation

salivary gland)

b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme: proses

inflamasi.

c.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan Ketidakmampuan menelan makanan, biological injury agent

(inflamation salivary gland).

32

Page 33: tgs sgd askep parotitis-final.doc

3.3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan dengan biological injury agent (inflamation salivary gland), ditandai dengan:DS:Pasien mengeluh nyeri disekitar leher dan telinga kanan, nyeri saat menelan, kepala pusing.DO:- Tampak inflamasi dan

kemerahan pada pipi bagian kanan bawah.

- Nyeri tekan pada daerah inflamasi dengan skor nyeri 4-5.

- Kulit teraba hangat

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jamNOC:- Paint control- Kepuasan

pasien: managemen nyeri

Kriteria hasil:1. Mampu

mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non-farmakologi untuk mengurangi nyeri).

2. Melaporkan bahwanyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.

3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).

4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Managemen Nyeri (1400):1. Observasi nyeri

klien secara komprehensif termasuk skala, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

2. Monitor tanda-tanda vital klien

3. Tingkatkan istirahat pasien.

4. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian analgetik.

2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme: proses

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurunkan

33

Page 34: tgs sgd askep parotitis-final.doc

inflamasi, yang ditandai dengan :DS:Pasien mengeluh demam sudah seminggu yang lalu.DO :- Suhu : 390 C- TD 130/90 mmHg- Nadi 100x/menit- Badan teraba hangat.- WBC: 12.000

1 x 24 jamNOC:Penurunan suhu tubuh

Kriteria hasil:1. klien mampu

menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.

2. Mampu termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.

suhu tubuh.2. Anjurkan keluarga

untuk membatasi aktifitas pasien.

3. Atur lingkungan yang kondusif.

4. Beri kompres dengan air dingin(air biasa) pada daerah aksila, lipat paha dan temporal bila terjadi panas.

5. Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun.

6. anjurkan keluarga untuk melakukan massage pada ektremitas menggunakan minyak kayu putih.

7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan faktor resiko ketidakmampuan menelan makanan, biological injury agent (inflamation salivary gland), ditandai dengan:

DS:Pasien mengeluh tidak nafsu makan, nyeri saat menelan.

DO:- Tampak inflamasi dan

kemerahan pada pipi bagian kanan bawah.

- \BB :  68 kg, TB : 165

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jamNOC:Status nutrisi: intake makanan dan minuman

Kriteria hasil:intake makanan dan minuman peroral adequat

Terapi nutrisi (1120):1. Monitor  intake

makanan/minuman pasien dan hitung intake kalori per hari yang sesuai dengan pasien.

2. Tentuan makanan yang sesuai dengan budaya dan agama pasien

3. Tentukan makanan semisoft yang mudah ditelan bagi pasien

4. pilihkan suplemen nutrisi yang cocok

5. dorong intake

34

Page 35: tgs sgd askep parotitis-final.doc

cm makanan yang tinggi kalsium dan kalium (yang cocok bagi pasien)

6. Pastikan diit yang diberikan tinggi serat untuk cegah konstipasi

7. sajikan makanan yang menarik meliputi teksture, warna dan macamnya.

8. Lakukan oral hygiene sebelum makan dan sesuai kebutuhan

9. Monitor hasil laborat

35

Page 36: tgs sgd askep parotitis-final.doc

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Penyakit parotitis atau yang biasa disebut gondongan (mumps)

merupakan suatu penyakit menular dimana seseorang terinfeksi oleh virus

(Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara

telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian

atas atau pipi bagian bawah. Gejala yang ditimbulkan berupa

pembengkakan, rasa sakit, kemerahan, dan kelembutan pada saluran kelenjar

ludah, namun juga terjadi kelainan berupa pelebaran dan penyumbatan

saluran. Gangguan parotitis cenderung menyerang anak-anak  dibawah usia

15 tahun (sekitar 85% kasus). Dahulu keadaan ini sering terlihat pada pasien

yang mendapat perawatan dari operasi abdomen, tetapi sekarang khasus ini

telah jarang terlihat, hanya kadang-kadang terlihat pada parotitis kronis

rekuren, tetapi tidak sesering yang diperkirakan.

4.2. Saran

Banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh peradangan kelenjar

saliva ini  sehingga harus sedini mungkin penanganan diawali dengan

berbagai tes laboratorium, disusul pada pemberian antibiotik, penambahan

volume cairan dalam tubuh, hingga akhirnya diadakan operasi.

 

 

36

Page 37: tgs sgd askep parotitis-final.doc

DAFTAR PUSTAKA

Andareto, Obi. (2015). Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta:Pustaka Ilmu

Semesta

Anggraeni&utama. (2012). Gondongan (Mumps atau Parotitis). Denpasar: PPDS

IKA FK UNUD Diakses tgl 3 maret 2016 jam 22:17. Tersedia di link:

http://ppdsikafkunud.com/gondongan-mumps-atau-parotitis.

Anggraeni, Melisa, Dwi Lingga Utama, I Md Gd. Gondongan (Mumps atau

Parotitis). Bag/SMF IKA FK UNUD-RSUP Sanglah Denpasar. Diakses

dari http://ppdsikafkunud.com/gondongan-mumps-atau-parotitis pada

bulan april 2016

Anonimous. (2010). Mumps (Parotitis Epidemika). Kumpulan Referat dan Karya

Tulis Kedokteran.

Berker M. et.al. (2004). Acute Parotitis Following Sitting Position Neurosurgical

Procedures: Review of Five Cases. J Neurosurg Anesthesiol. 16(1):29-

31/Januari 2004

Bulecheck, Butcher & Dochterman. (2013). Nursing Intervention Classification

(NIC). 6th Edition. USA: Elsevier Mosby Centers for Disease Control and

Prevention (CDC). (2015), Mumps.

http://www.cdc.gov/mumps/vaccination.html. Diakses tgl 19 maret 2016.

Defendi, Germaine L. (2012). Mumps. In: Russell W Steele, Chieff Editor:

Medscape Reference. Diakses dari http://emedicine.medscape.com pada

bulan April 2016

Depkes RI. (2008). Mumps (parotitis Epidemika). Pedoman Pengobatan Dasar di

Puskesmas; 2007. Jakarta Depkes RI.

Gibson, John. (2008). Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2.

Penerbit Buku Kedokteran, EGC : Jakarta.

Herdman & Kamitsura. (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:

Definition and Classification, 2015-2017. 10th edition. Oxford: Wiley

Blackwell

37

Page 38: tgs sgd askep parotitis-final.doc

Isselbacher, dkk. Harrison, (1999). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

EGC.

Maharani&Hadi. (2009). Mumps Unilateral Pada Pasien Remaja. Oral Medicine

Dental Journal. Vol. 1 No.2 June-Dec 2009;1-5.Surabaya: Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Diakses tanggal 3 Maret 2016

jam 23:33. Tersedia di link:

http://dentj.fkg.unair.ac.id/account/doc_fullpaper/OM-1-2-2009-0745-

fp.pdf

Maldonado, Yvonne. (2000). Parotitis Epidemika. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan

Anak. p.1075-1077.

Marissa Tania Stephanie Pudjiadi, Sri Rezeki S. (2009). Orkitis pada Infeksi

Parotitis Epidemika: laporan kasus. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 1, Juni

2009. p 47-51

Moorhead etc. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), Measurement of

Health Outcomes. 5th Edition. USA: Elsevier Mosby

Mumps, Pinkbook. (2012). Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable

Diseases, 12th Edition Second Printing Revised May 2012

Muhlisin, Ahmad. (2016). Mumps-Gondongan. diakses tanggal 3 April 2016 jam

22:40. Tersedia di link http://mediskus.com/penyakit/mumps-gondongan

Muttaqin&Sari. (2013) Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan

Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika

Pearce, C. Evelyn. (2006). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT. Gramedia

: Jakarta.

Priyatno, Agus dan Sri Lestari. (2008). Endoskopi Gastrointestinal. Salemba

Medika : Jakarta.

Smeltzer. (2010). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing.

12th ed. USA: Lippincott William & Wilkins

Snow&Michelle. (2006). Mumps Makes a Comeback. Nursing 2016. 36(10):18-

19.Diakses tgl 04 April 2016 jam 1:14. Available in link:

http://journals.lww.com/nursing/pages/default.aspx

Sparks, Dana. (2014). When There’s a Mumps Outbreak it Travels Quickly. Mayo

Clinic News Network.Diakses tgl 04 April 2016 jam 0:50 Tersedia di

38

Page 39: tgs sgd askep parotitis-final.doc

link: http://newsnetwork.mayoclinic.org/discussion/when-theres-a-

mumps-outbreak-it-travels-quickly/.

Suhardimansyah. 2013. Referat Mups April 2013. Kendari: Bagian Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Haluoleo

Templer,JW,dkk. (2009). Parotitis/Mumps. Web MD Professional.

Vikas S. Kancherla, I. Celine Hanson.(2006). Mumps resurgence in the United

States. The Journal of Allergy and Clinical Immunology Volume 118,;.

p.938-941. Diakses dari http://www.jacionline.org /article/S0091-

6749(06)01582-X/fulltext

Volpato, Marcia Paschoalina (2004). Submandibular Sialadentis/Sialadenosis.

HONcode Principles of the Health On the Net Foundation. eMedicine

Specialties. Otalaryngology and Facial Plastic Surgery

39