Upload
ulvanatarabrillian
View
142
Download
18
Embed Size (px)
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN DEWASA DENGAN GANGGUAN SISTEM
PENCERNAAN: PAROTITIS
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3 AJ-2 B18
1. Hairun Puspah 131511123016
2. Cicik Eka Irawati 131511123024
3. Auzan Muttaqin 131511123030
4. Novia S 131511123050
5. Muhammad Ali 131511123066
6. Lailatul Isnaini 131511123070
7. Muhammad Saelindra 131511123090
8. Kurnia Fidyastria 131511123092
1
Program Studi Pendidikan Ners
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Surabaya
2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1DAFTAR ISI 2BAB I PENDAHULUAN 3
1.1. Latar Belakang 31.2. Tujuan 41.3. Rumusan Masalah 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 62.1. Anatomi Fisiologi Parotis 62.2. Definisi Parotitis 72.3. Etiologi 82.4. Faktor Resiko 82.5. Patofisiologi 92.6. WOC 112.7. Klasifikasi 122.8. Manifestasi Klinis 132.9. Pemeriksaan Diagnostik 142.10. Penatalaksanaan 152.11. Pencegahan 172.12. Komplikasi 182.13. Prognosis 212.14. Asuhan Keperawatan Dewasa dengan Parotitis 22
BAB III TINJAUAN KASUS 263.1. Pengkajian 263.2. Diagnosa Keperawatan 323.3. Interevensi Keperawatan 33
BAB IV PENUTUP 364.1. Kesimpulan 364.2. Penutup 36
DAFTAR PUSTAKA 37
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Parotitis Epidemika atau Mumps atau gondongan adalah suatu
penyakit menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus)
yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan
rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau
pipi bagian bawah (Obi, 2015).
Parotitis (Peradangan pada kelenjar parotis) adalah kondisi
inflamasi paling umum dari kelenjar saliva, namun infeksi dapat juga
terjadi pada kelenjar saliva lain. Lesi essensial dari mumps (parotitis
epidemik) adalah inflamasi kelenjar saliva (biasanya parotis) dan terutama
penyakit menular pediatrik yang disebabkan oleh virus. (Smeltzer, 2010)
Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis
epidemika merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak.
Insidens pada umur <15 tahun 85% dengan puncak insidens kelompok
umur 5-9 tahun. Setelah ditemukan vaksin parotitis, kejadian parotitis
epidemika menjadi sangat jarang. Parotitis jarang terjadi pada orang tua.
Di negara barat seperti Amerika dan Inggris, rata-rata didapat kurang dari
1.000 kasus per tahun. Demikian pula insidens parotitis bergeser pada
anak besar dan dewasa muda serta menyebabkan kejadian luar biasa di
tempat kuliah atau tempat kerja. (Marisa, 2009)
Masa inkubasi terjadinya parotitis antara 14-21 hari dan masa
inkubasi ini virus dapat dideteksi melalui saliva. Virus sangat infeksius
pada 1 sampai 3 hari sebelum pembengkakan sampai 2 minggu setelah
pembengkakan, sehingga dapat menimbulkan wabah di masyarakat.
(Maharani, 2009)
Berdasarkan hal tersebut, maka penyakit Parotitis ini perlu
dipelajari khususnya dalam praktek Asuhan Keperawatan sistem
pencernaan. Melalui makalah ini akan kami bahas tentang parotitis yang
meliputi; anatomi fisiologi, definisi, etiologi, patofisiologi, WOC,
3
klasifikasi, manifestasi parotitis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan,
pencegahan, komplikasi, dan prognosis, serta Asuhan keperawatan pada
pasien dengan parotitis.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah pengertian parotitis?
1.2.2. Apakah etiologi dari parotitis?
1.2.3. Apakah faktor resiko dari parotitis?
1.2.4. Apakah klasifikasi dari parotitis?
1.2.5. Bagaimana WOC dan patofiologis parotitis?
1.2.6. Apakah manifestasi klinis parotitis?
1.2.7. Bagaimana pemeriksaan dignostik pada parotitis?
1.2.8. Bagaimana Penatalaksanaan pasien dengan parotitis?
1.2.9. Bagaimana pencegahan dari parotitis?
1.2.10. Apakah komplikasi parotitis?
1.2.11. Bagaimana prognosis parotis?
1.2.12. Bagaimana Asuhan keperawatan pasien dengan parotitis?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Setelah proses pembelajaran, diharapkan mahasiswa
mampu melakukan Asuhan keperawatan sistem pencernaan pada
klien dengan Parotiitis.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian parotitis
2. Mengetahui etiologi dari parotitis
3. Mengetahui klasifikasi dari parotitis
4. Mengetahui faktor resiko dari parotitis
5. Mengetahui WOC dan patofiologis parotitis
6. Mengetahui manifestasi klinis parotitis
7. Mengetahui pemeriksaan dignostik pada parotitis
8. Mengetahui penatalaksanaan pasien dengan parotitis
9. Mengetahui pencegahan dari parotitis
10. Mengetahui komplikasi parotitis
4
11. Mengetahui prognosis parotis
12. Mengetahui Asuhan keperawatan pasien dengan parotitis
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Anatomi Fisiologi Kelenjar Ludah
Gambar 1: Kelenjar Ludah
Kelenjar ludah adalah kelenjar majemuk bertandan, yang berarti
terdiri atas gabungan kelompok alveoli bentuk kantong dan yang
membentuk lubang-lubang kecil. Saluran-saluran dari setiap alveolus
bersatu untuk membentuk saluran yang lebih besar dan yang mengantar
sekretnya ke saluran utama dan melalui ini secret dituangkan ke dalam
mulut. (Evelyn C. Pearce, 2006)
Kelenjar ludah terdiri dari sel-sel pensekresi saliva. Kelenjar ludah
(saliva) terletak di sekitar rongga mulut. Kelenjar ludah yang utama ialah
kelenjar parotis, submandibularis dan sublingualis.
Kelenjar parotis ialah yang terbesar. Satu disebelah kiri dan satu
disebelah kanan dan terletak dekat di depan agak ke bawah telinga.
Sekretnya dituangkan ke dalam mulut melalui saluran parotis atau saluran
Stensen, yang bermuara di pipi sebelah dalam, berhadapan dengan
geraham (molar) kedua atas. Ada dua struktur penting yang melintasi
kelenjar parotis, yaitu arteri karotis externa dan saraf cranial ketujuh (saraf
fasialis).
6
Kelenjar Submandibularis nomer dua besarnya sesudah keleanjar
parotis. Terletak di bawah kedua sisi tulang rahang, dan berukuran kira-
kira sebesar buah kenari. Sekretnya dituangkan ke dalam mulut melalui
saluran submandibularis atau saluran Wharton, yang bermuara di dasar
mulut, dekat frenulum linguae.
Kelenjar sublingualis adalah yang terkecil. Letaknya di bawah
lidah di kanan dan kiri frenulum linguae dan menuangkan sekretnya ke
dalam dasar mulut melalui beberapa muara kecil.
Kelenjar ludah mensekresi saliva sebagai respon terhadap
antisipasi makanan atau adanya makanan didalam mulut. Rangsangan
melalui saraf parasimpatis menghasilkan dilatasi pembuluh darah didalam
kelenjar dan mengalirkan saliva.
Saliva memiliki tiga fungsi, yaitu:
a. Memungkinkan makanan dikunyah oleh gigi dan dibentuk kedalam
bolus, gumpalan yang dapat ditelan.
b. Ptyalin, enzim dalam saliva mengubah karbohidrat menjadi maltosa.
c. Melembabkan lidah dan bagian dalam mulut, memungkinkan lidah
bergerak saat bicara.
2. 2 Definisi
Menurut Wong (2009), Parotitis adalah suatu peradangan pada
kelenjar parotis dan merupakan respons atas infeksi oleh virus
Paramyxovirus yang menyerang kelenjar ludah diantara telinga dan rahang
sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi
bagian bawah.
Penyakit parotitis atau gondongan adalah suatu penyakit menular
dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang
kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga
menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian
bawah (Obi, 2015).
Parotitis epidemika (gondongan) adalah suatu infeksi virus menular
yang menyebabkan pembengkakan unilateral (satu sisi) atau bilateral
(kedua sisi) pada kelenjar liur disertai nyeri. Pada saluran kelenjar ludah
7
terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan
penyumbatan saluran (Pudjiadi dan Hadinegoro, 2009).
2. 3 Etiologi
Penyebab mumps adalah virus jenis Ribonucleic Acid (RNA)
Paramyxovirus. (Maharani, 2009). Ukuran dari partikel paramyxovirus
sebesar 90 – 300 mµ. Virus telah diisolasi dari ludah, darah, urin, otak dan
jaringan terinfeksi lain. Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi
virus ini hanya dapat bertahan selama 4 hari pada suhu kamar .
Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 ºC, oleh formalin, eter, serta
pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. ( Maldonado, 2000, dalam
Suhardimansyah, 2013).
Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut. (Anggraeni
& Utama, 2012). Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas
kemudian menyebar ke kalenjar limfa lokal dan diikuti viremia umum
setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-5 hari.
Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium,
pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Masa penyebaran virus ini
adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, darah, urin, otak dan jaringan
terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum masuk
masa pembengkakan dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan pada
kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kalenjar
ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang. Dalam kondisi ini
pasien yang terinfeksi paramyxovirus ini menjadi viremia, kemudian
melibatkan kelenjar saliva, dan diikuti invasi dari limfosit yang meningkat,
sehingga menimbulkan pembengkakan dan rasa sakit. (maharani, 2009)
2. 4 Faktor resiko
Lansia, sakit akut, penurunaan imunitas, penurunan produksi saliva
akibat dehidrasi maupun penggunaan obat-obatan imunosupresan
merupakan faktor yang beresiko tinggi untuk terjadinya parotitis
(Smeltzer, 2010).
Menurut Suhardimansyah (2013) penyebab parotitis adalah :
8
1. Infeksi virus atau bakteri seperti : paramyxovirus (Mumps),
mycobacterium tuberculosis dan juga HIV
2. Penyakit autoimun : seperti Sindrom Sjögren Penyebabnya tidak
diketahui. Sindrom ini sering ditandai dengan kekeringan yang
berlebihan di mata, mulut, hidung, vagina, dan kulit
3. Penyumbatan saluran saliva : Penyumbatan mungkin disebabkan
oleh adanya batu saliva, plug lendir, atau, oleh tumor, biasanya jinak.
Batu saluran saliva, juga disebut kalkulus saluran air liur, biasanya
terbentuk dari susunan kalsium, tetapi tidak menunjukkan adanya jenis
gangguan kalsium
4. Penyebab lainya :Sarkoidosis, malnutrisi, pengobatan Radiasi kanker
kepala dan leher dapat menyebabkan peradangan kelenjar parotis,
Kondisi lain dapat menyebabkan kelenjar parotis untuk membesar,
tetapi tidak terinfeksi, termasuk: diabetes, alkoholisme, bulimia
2.5. Patofisiologi
Parotitis dapat terjadi pada semua usia. Tetapi paling sering terjadi
pada anak-anak berusia 5-15 tahun, yaitu 85% dari kasus parotitis terjadi
pada anak anak berusia dibawah 15 tahun. Dan jarang sekali terjadi pada
orang tua. Anak akan mendptkan kekebalan tubuh terhadap virus
Paromyxovirus dari ibunya sampai usia 12-15 bulan saja. Itupun jika ibu
pernah menderita gondongan atau mendapatkan imunisasi sebelumnya.
(Maharani, 2009; Anggraeni&Utama, 2012)
Penularan atau penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak
langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urine. Virus
masuk tubuh mungkin melalui hidung atau mulut. Proliferasis terjadi di
parotis atau epitel traktus respiratory kemudian terjadi viremia, dan
selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar atau saraf. Bagian yang
paling tersering terkena ialah glandula parotis.
Perjalanan penyakit klasik dimulai dengan demam, sakit kepala,
anorexia dan malaise. Dalam 24 jam anak mengeluh sakit telinga yang
bertambah dengan gerakan mengunyah. Esok harinya tampak glandula
9
parotis membesar yang cepat bertambah besar, mencapai ukuran maksimal
dalam 1-3 hari. Biasanya demam menghilang dalam 1-6 hari dan suhu
menjadi normal sebelum hilangnya pembengkakan kelenjar. Bagian bawah
daun telinga terangkat keatas dan keluar oleh pembengkakan kelenjar
parotis. Pembengkakan dapat disertai nyeri hebat. Nyeri mulai berkurang
setelah tercapai pembengkakan maksimal berlangsung kira-kira selama 6-
10 hari. Biasanya satu kelenjar parotis membesar kemudian diikuti yang
lainnya dalam beberapa hari. Adakalanya kanan dan kiri membesar
bersamaan. Parotitis unilateral ditemukan kira-kira 25%.
Adanya respon inflamasi sistemik memberikan manifestasi peningkatan
suhu tubuh, respon ketidaknyamanan sakit kepala dan anorexia
memberikan manifestasi ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi.
(Muttaqin&Sari, 2013)
Menurut Isselbacher, 1992, yang tertulis dalam jurnal FK
UNHALU (Suhardimansyah, 2013), menjelaskan bahwa Paramyxovirus
menyebabkan peningkatan IgG dan IgM yang dapat terdeteksi dengan
ELISA ( enzyme linked immunosorbent assay ). IgM meningkat pada
stadium awal infeksi ( hari kedua sakit ), mencapai puncaknya dalam
minggu pertama dan bertahan 5-6 bulan. Immunoglobulin G muncul pada
akhir minggu pertama, mencapai puncaknya hingga 3 minggu dana
bertahan seumur hidup. Imuglobulin A juga meningkat saat terjadinya
infeksi. Imunitas dihubungkan dengan adanya antibodi yang menetralkan.
Mekanisme imun seluler diduga mendukung pathogenesis penyakit akut
dan kesembuhan. Seperti infeksi virus sistemik lainnya, parotitis dapat
menyebabkan supresi sementara hipersensitivitas jenis lambat terhadap
antigen yang telah dikenal sebelumnya, seperti protein tuberkulin
10
2.5. WOC
11
Viremia
PAROTITIS
Proses inflamasi kalenjar ludah
Pembengkakan kelenjar parotis
Nyeri rahang spontan, nyeri kepala,
nyeri otot terutama daerah leher
MK: Nyeri akut
Nyeri rahang belakang
Anoreksia
MK: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Demam, menggigil
Psikososial
Informasi (-)
Kurang pengetahuan
MK: Ansietas
Gelisah
Proses terjadinya penyakit
MK: Hipertermia
Penyebaran Anggota Paramyxovirus
Proliferasi di Parotis/epitel traktus respiratory
Etiologi dan Faktor Resiko:- Infeksi Karena Kuman Bakteri:
Paramyxovirus, staphilococcus aureus, Virus mumps, HIV
- Penyakit Autoimun: SLE- Penyumbatan : Tumor, kalkulus- Penyebab Lain: Malnutrisi,
pengobatan kanker- Lansia- Oral hygiene yang buruk- Tidak imunisasi mums
Respon inflamasi sistemik
Menekan reseptor nyeri
Invasi limfosit
Malaise
MK: Intoleransi aktivitas
MK: Defisit Pengetahuan
Kesulitan mengunyah dan menelan
Kesulitan berbicara
MK: Hambatan Komunikasi Verbal
Merangsang hipotalamus anterior
Penularan :- Kontak langsung dengan
saliva- Air droplet borne (bersin,
batuk)- Bahan muntah- Urin
Kenaikan Titer IgM&IgG
Hidung dan mulut
2.6. Klasifikasi
a. Parotitis Kambuhan
Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul
pada usia antara 1 bulan hingga akhir masa kanak-kanak.Kambuhan
berarti sebelumnya anak telah terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.
Menurut Nahlieli (2005) yang tertulis didalam buku gangguan
gangguan Gastrointestinal (Muttaqin&sari, 2013) menjelaskan bahwa
parotitis sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari
2 tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau
dilindungi oleh antibodi yang baik. Anak yang menderita parotitis akan
memiliki kekebalan seumur hidupnya.
Dimana kekebalan tubuh terhadap virus Paromyxovirus didapat
dari ibunya sampai usia 12-15 bulan saja. Itupun jika ibu pernah
menderita gondongan atau mendapatkan imunisasi sebelumnya.
(Maharani, 2009; Anggraeni&Utama, 2012)
b. Parotitis Akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan
dan pembengkakan pada daerah parotis.
12
2.7. Manifestasi Klinis
Gambar 2: Manifestasi Klinis Parotitis
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus
mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan
tanda-tanda sakit. Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya
yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit
tersebut. Masa inkubasi penyakit parotitis sekitar 12-25 hari dengan rata-
rata 17-18 hari. (Anggraeni&Utama, 2012).
Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan
berkembangnya masa inkubasi dapat digambarkan sebagai berikut:
(Maharani, 2009; Anggraeni&Utama, 2012)
a. Stadium Prodormal
Menurut Templer (2009), pada tahap awal (1-3 hari) parotitis
biasanya tiba-tiba, meskipun mungkin didahului oleh periode
prodromal seperti malaise, anoreksia, rasa menggigil, demam, nyeri
13
tenggorokan, dan nyeri pada rahang hingga bagian belakang. Penderita
parotitis mengalami gejala: demam (suhu tubuh 38,5 – 40o C)
Nyeri ketika mengunyah atau menelan, terutama jika menelan
cairan asam (menyebabkan iritasi kelenjar ludah). Jika kelenjar ludah
disentuh, maka akan timbul nyeri. Gejala parotitis muncul dalam
waktu 12 sampai 24 hari setelah terinfeksi .(Referat, 2010)
b. Stadium Pembengkakan
Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar parotis yang
diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua
kelenjar mengalami pembengkakan. Pembengkakan biasanya
berlangsung sekitar 3-7 hari kemudian berangsur mengempis. Pada 7-9
hari kulit diatas parotis mengalami eritema. Pembengkakan parotis
didaerah depan telinga. Diatas otot maseter dicekungan belakang
didepan liang telinga bagian bawah.. Kadang terjadi pembengkakan
pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan kelenjar di bawah
lidah (sublingual). Pada pria dewasa adalanya terjadi pembengkakan
buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah. Menurut
Tempeler (2009), pada sebagian besar pasien, keluhan utama adalah
kesulitan makan, menelan, dan berbicara.
2.8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Maharani&Hadi (2009), bahwa diagnosis klinis parotitis
bisa ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan manifestasi klinis.
Anggraeni dan Utama (2012) juga menambahkan bahwa menegakkan
diagnosis parotitis tidak perlu pemeriksaan laboratorium, kecuali jika
gejala klinis yang muncul tidak klasik untuk parotitis.
Menurut Pinne (1997) yang tertulis didalam buku gangguan
gangguan Gastrointestinal (Muttaqin&sari, 2013) menjelaskan bahwa
pemeriksaan diagnostik parotitis meliputi pemeriksaan laboratorium,
jumlah leukosit normal atau terdapat leukopenia dengan limfositosis
relatif. Sebagai pemeriksaan tambahan dapat dilakukan complementfixing
antibody test, neutralization test, isolasi virus, uji intradermal, dan
pengukuran kadar amylase dalam serum.
14
Diagnosis mumps didasarkan pada riwayat pajanan, dan
pembengkakan parotis dengan rasa nyeri. Penegasan laboratorium mumps
yang khas menjadi penting dalam suatu wabah dan dalam kasus-kasus
dengan gejala subklinis. Tes khusus meliputi isolasi virus dari cucian
tenggorokan atau hidung, titer IgG (hemaglutinasi inhibisi assay [HAI],
fiksasi komplemen assay, enzyme immunoassay), tes IgM, dan RT-PCR
testing. (Vikas, 2006).
Infeksi dikonfirmasi oleh isolasi virus atau asam nukleat dari
spesimen klinis. Pemeriksaan serologi menunjukkan peningkatan titer IgG
yang signifikan di antara spesimen akut dan konvalesen atau IgM antibodi
mumps positif. (Vikas, 2006).
Virus Parainfluenza 3 juga dapat menyebabkan parotitis dan dapat
menghasilkan respon antibodi heterolog yang dapat mempengaruhi tes
mumps HAI. Hal ini penting untuk menyingkirkan infeksi ini ketika
menggunakan tes HAI untuk mendiagnosa penyakit mumps. (Vikas, 2006)
2.9. Penatalaksanaan
a. Penderita rawat jalan
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan
umum cukup baik).
1. Istirahat yang cukup
2. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
3. Kompres panas dingin bergantian
Penerapan kompres hangat dan dingin setiap 2-3 jam selama 10-15
menit akan bermanfaat. Menurut Berker (2004) yang tertulis
didalam buku gangguan gangguan Gastrointestinal (Muttaqin&sari,
2013) menjelaskan bahwa gejala simptomatik dapat diberikan
kompres panas atau dingin dan juga diberikan analgetika.
Menurut Muhlisin (2016) pemberian kompres dingin (es) pada
daerah yg bengkak dapat memberikan efek pati rasa sehingga dapat
mengurangi rasa sakit. Sedangkan pemberian kompres hangat pada
daerah yang bengkak dapat mengurangi bengkak dan nyeri
4. Medikamentosa
15
a) Analgetik-antipiretik bila perlu
1) Metampiron : anak > 6 bulan 250 – 500 mg/hari
maksimum 2 g/hari
2) Parasetamol : 7,5 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
3) Hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian
aspirin berisiko menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah
penyakit langka namun mematikan. Obat-obatan anak yang
terdapat di apotik belum tentu bebas dari aspirin. Aspirin
seringkali disebut juga sebagai “salicylate“ atau
“acetylsalicylic acid“.
b) Multivitamin
c) Antibiotik
d) Tidak direkomendasikan pengobatan dengan antivirus (sebab
tidak ada antivirus yang spesifik untuk jenis paramyxovirus)
5. Tidak ada obat khusus. (Self Limiting Diseases)
(Maharani, 2009)
b. Penderita rawat inap
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri
kepala hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi :
1. Diet lunak, cair dan TKTP
2. Analgetik-antipiretik
3. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi.
Menurut Volpato (2004) yang tertulis didalam buku gangguan
gangguan Gastrointestinal (Muttaqin&sari, 2013) menyebutkan
bahwa pemberian kortosteroid selama 2-4 hari dan 20 ml
convalescent gammaglobulin diperkirakan dapat mencegah
terjadinya orkitis. Setelah sembuh, testis yang terkena mungkin
akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen
sehingga terjadi kemandulan.
16
2.10. Pencegahan
Menurut Spark (2014), pencegahan parotitis ini dapat dilakukan
dengan cara, yaitu:
a) Cuci tangan secara teratur dengan menggunakan sabun dan air
b) Tutup mulut saat batuk dan bersin
c) Mengurangi kontak dengan penderita
d) Tidak memakai barang-barang pribadi secara bersama-sama untuk
mengurangi penyebaran virus
e) Segera hubungi petugas kesehatan bila tanda dan gejala semakin
buruk
f) Vaksinasi MMR sangat efektif untuk mencegah parotitis
Menurut Maldonado (2000) yang tertulis dalam jurnal FK
UNHALU (Suhardimansyah, 2013), pencegahan terhadap parotitis
epidemika dapat dilakukan secara imunisasi pasif dan imunisasi aktif.
a. Pasif
Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau
mengurangi komplikasi.
e. Aktif
Pemberian rutin vaksin parotitis hidup yang dilemahkan. Anak yang
divaksinasi biasanya tidak mengalami demam atau reaksi klinis lain
yang dapat dideteksi, tidak mengekskresi virus, dan tidak menular
terhadap kontak yang rentan. Jarang parotitis dapat berkembang 7-10
hari sesudah vaksinasi. Vaksin memicu antibodi pada sekitar 96%
resipien seronegatif dan mempunyai kemanjran protekstif sekitar 97%
terhadap infeksi parotitis alamiah. Proteksi tampak berakhir lama. Pada
satu wabah parotitis, beberapa anak yang telah diimunisasi dengan
vaksin parotitis sebelumnya mengalami sakit yang ditandai dengan
demam, malaise, mal, dan ruam popular merah yang melibatkan badan
dan tungkai tetapi menyelamatkan telapak tangan dan kaki. Ruam
berakhir sekitar 24 jam. Tidak ada virus yang diisolasi dari anak ini,
tetapi kenaikan titer antibody parotitis ditunjukkan.
17
2.11. Komplikasi
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) dalam bentuk meningitis
aseptik (sel-sel inflamasi pada cairan serebrospinal) adalah yang paling
sering, terjadi tanpa gejala pada 50% sampai 60% pasien. Gejala
meningitis (sakit kepala, kaku kuduk) terjadi sampai 15% pasien dan
berubah tanpa sequelae 3 sampai 10 hari. Orang dewasa memiliki risiko
lebih tinggi untuk komplikasi ini dibandingkan anak-anak, dan laki-laki
lebih sering dibandingkan anak perempuan (dengan rasio 3:1). Parotitis
mungkin tidak ada di sebanyak 50% pasien demikian. Penyakit otak
adalah jarang (kurang dari 2 per 100,000 kasus mumps). (Wilders, et all,
2011. dalam Pinkbook, 2012)
1. Meningioensefalitis
Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada masa
anak. Insiden yang sebenarnya sukar diperkirakan karena infeksi
subklinis system saraf sentral, seperti dibuktikan oleh pleositasis cairan
serebrospinal, telah dilaporkan lebih dari 65% penderita dengan
parotitis. Manifestasi klinis terjadi pada lebih dari 10% penderita.
Insiden meningoensefalitis parotitis sekitar 250/100.000 kasus; 10%
dari kasus ini terjadi pada penderita lebih tua dari 20 tahun. Angka
mortalitas adaah sekitar 2%. Orang laki-laki terkena tiga sampai lima
kali lebih sering daripada wanita. Parotitis merupakan salah satu dari
penyebab meningitis aseptik yang paling sering. (Maldonado, 2000)
Patogenesis meningoensefalitis parotitis telah diuraikan
sebabagai (1) infeksi primer neuron dan (2) ensefalitis pascainfeksi
dengan demielinasi. Pada tipe pertama parotitis sering muncul
bersamaan atau menyertai ensefalitis. Pada tipe ke dua, ensefalitis
menyertai parotitis pada sekitar 10 hari. Parotitis mungkin pada
beberapa kasus tidak ada. Stenosis aqueduktus dan hidrosefalus telah
dihubungkan dengan infeksi parotitis. Menginjeksikan virus parotitis
ke dalam tpai pada umur menyusui telah menghasilkan lesi yang
serupa. (Maldonado, 2000)
18
Meningoensefalitis parotitis secara klinis tidak dapat dibedakan
dari meningitis sebab lain. Ada kekakuan leher sedang, tetapi
pemeriksaan neorologis lain biasanya normal. Cairan serebrospinal
(CSS) biasanya berisi sel kurang dari 500 sel/mm3, walaupun kadang-
kadang jumlah sel dapat melebihi 2.000. selnya hamper selalu limfosit,
berbeda dengan meningitis aseptik enterovirus, dimana leukosit
polimorfonklear sering mendominasi pada awal penyakit. Virus
parotitis dapat diisolasi dari cairan serebrospinal pada awal penyakit.
(Maldonado, 2000)
2. Orkitis, Epididimitis
Orchitis (inflamasi testicular) adalah komplikasi paling umum
pada laki-laki setelah masa pubertas. Penyakit ini terjadi sebanyak
50% pada laki-laki setelah masa pubertas, biasanya setelah parotitis,
tapi penyakit ini mungkin mendahuluinya, terjadi secara serempak,
atau terjadi sendirian. (Wilders, 2011).
Komplikasi ini jarang terjadi pada anak laki-laki prapubertas
tetapi sering (14-35%) pada remaja dan orang dewasa. Testis paling
sering terinfeksi dengan atau tanpa epididimitis; epididimitis dapat
juga terjadi sendirian. Jarang ada hidrokel. Orkitis biasanya menyertai
parotitis dalam 8 hari atau sekitarnya; orkitis dapat juga terjadi tanpa
bukti adanya infeksi kelenjar ludah. Pada sekitar 30% penderita keda
testis terkena. Mulainya biasanya mendadak, dengan kenaikan suhu,
menggigil, nyeri kepala, mual, dan nyeri perut bawah; bila testis kanan
terlibat, appendisitis dapat dikesankan sebagai kemungkinan
diagnostik. Testis yang terkena menjadi nyeri dan bengkak, dan kulit
yang berdekatan edema dan merah. Rata-rata lamanya adalah hari.
Sekitar 30-40% testis yang terkena atrofi. Gangguan fertilitas
diperkirakan sekitar 13%, tetapi infertilitas absolut mungkin jarang.
(Maldonado, 2000).
19
3. Ooforitis
Nyeri pelvis dan kesakitan ditemukan pada sekitar 7% pada
penderita wanita pasca pubertas. Tidak ada bukti adanya gangguan
fertilitas. (Maldonado, 2000)
4. Nefritis
Viruria telah sering dilaporkan. Pada satu penelitian orang
dewasa, kelainan fungsi ginjal terjadi kadang-kadang pada setiap
penderita, dan virria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal
pada anak belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14
hari sesudah parotitis, telah dilaporkan. (Maldonado, 2000)
5. Prankreatitis
Pankreatitis adalah jarang, tapi adakalanya terjadi tanpa
parotitis; hyperglycemia adalah temporer dan bersifat reversibel.
(Wilders, 2011)
6. Miokarditis
Manifestasi jantung yang serius sangat jarang, tetapi infeksi
ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui.
Rekaman elektrokardigrafi menunjukkan perubahan-perubahan,
kebanyakan depresi segmen ST, pada 13% orang dewasa pada satu
seri. Keterlibatan demikian dapat menjelaskan nyeri prekordium,
bradikardia, dan kelelahan kadang-kadang ditemukan pada remaja dan
orang dewasa dengan parotitis. (Maldonado, 2000)
7. Mastitis
Komplikasi ini tidak lazim pada masing-masing jenis kelamin.
(Maldonado, 2000)
20
8. Ketulian
Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral; walaupn
insidennya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli
saraf unilateral. Kehilangan pendengaran mungkin sementara atau
permanen. (Maldonado, 2000)
9. Komplikasi Okuler
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang
nyeri, biasanya bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optic
(papillitis)dengan gejala-gejaa bervariasi dari kehilangan penglihatan
sampai kekaburan ringan dengan penyembuuhan dalam 10-20 hari;
uveokeratitis, biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata,
kehilangan penglihatan cepat dan penyembuhan dalam 20 hari;
skleritis, tendonitis, dengan akibat eksoftalmus; dan trobosis vena
sentral. (Maldonado, 2000)
10. Artritis
Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan kemerahan
sendi merupakan komplikasi yang jarang; biasanya penyembuhannya
sempurna. (Maldonado, 2000)
11. Embriopati Parotitis
Tidak ada bukti yang kuat bahwa infeksi ibu mencederai janin;
kemungkinan hubungan endokardial fibroelastosis belum ditegakkan.
Parotitis pada awal kehamilan menambah peluang abortus.
(Maldonado, 2000)
2.12. Prognosa
Prognosis keseluruhan mumps dengan tanpa komplikasi adalah
sangat baik. Prognosis pasien dengan ensefalitis umumnya baik, namun,
kerusakan neurologis dan kematian dapat terjadi. Dilaporkan angka
kejadian ensefalitis mumps sebesar 5 kasus per 1000 kasus mumps yang
dilaporkan. Sequelae permanen jarang terjadi, sedangkan laporan kasus
ensefalitis angka kematian rata-rata 1,4%. Myelitis sementara atau
polyneuritis jarang. Sekitar 10% dari semua pasien yang terinfeksi
21
berkembang dalam bentuk meningitis ringan, yang sulit dibedakan dengan
meningitis bakteri. (Devendi, 2012)
2.13. Asuhan Keperawatan Dewasa dengan Gangguan Sistem Pencernaan:
Parotitis
a. Pengkajian
1. Identitas pasien
Data demografi, Parotitis dapat terdi pada semua usia, tetapi
cenderung menyerang anak-anak yang berumur 5-15 tahun, sangat
jarang ditemukan pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun
karena umumnya mereka masih memiliki/dilindungi oleh antibody
yang baik. Anak yang pernah menderita parotitis akan memiliki
kekebalan seumur hidupnya.
2. Keluhan utama
Biasanya klien akan mengeluh demam, sakit kepala, dan nyeri
rahang bagian belakang saat mengunyah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien akan mengeluh demam, sakit kepala, nyeri rahang
bagian belakang saat mengunyah, pembekakan di submandibula
(rahang bagian belakang) dan adakalanya disertai kaku rahang
(sulit membuka mulut).
4. Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah klien pernah menderita parotitis sebelumnya, adakah
penyakit lain seperti DM, HT, penyakit menular, dll.
5. Riwayat Keluarga
Adakah keluarga yang pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.
6. Riwayat lingkungan:
Adakah pasien parotitis di sekitar tempat tinggalnya
7. Pemeriksaan fisik:
a) Keadaan umum : biasanya klien tampak lemah
b) B1 Breathing
22
Nafas normorespiratory, RR 12-20 x/menit, irama teratur, tidak
ada sesak nafas, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada
retraksi dinding dada, suara nafas normal.
c) B2 Blood
Biasanya klien akan mengalami takikardi karena efek dari nyeri
yang dirasakan, Perkusi: bunyi yang dihasilkan redup,
auskultasi: ditemukan bunyi jantung S1 dan S2 tunggal.
d) B3 Brain
Kesadaran Compos Mentis, GCS 4,5,6
e) B4 Bladder
Tidak ada gangguan, namun pada komplikasi orkitis
(peradanagn pada salah satu/kedua testis. Setelah sembuh testis
yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan
testis yang permanen sehingga menyebabkan kemandulan
(Volpaton, 2004).
f) B5 Bowel
Nyeri telan, nafsu makan menurun, Mulut tampak kering,
bising usus dalam batas normal (5-12 x/menit). Tidak teraba
skibala
g) B6 Bone
Tidak mengalami keterbatasan gerak, ROM aktif
h) Integument
Terdapat tanda-tanda inflamasi di area submandibula berupa
kemerahan pada kulit, perabaan panas, pembesaran area sekitar
dan nyeri tekan.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan biological injury agent
(inflamation salivary gland).
2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme:
proses inflamasi.
23
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan biological injury agent (inflamation salivary
gland), anoreksia
c. Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan biological injury agent (inflamation salivary gland).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jamNOC:- Paint control- Kepuasan pasien:
managemen nyeri
Kriteria hasil:1. Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non-farmakologi untuk mengurangi nyeri).
2. Melaporkan bahwanyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Managemen Nyeri (1400):1. Observasi nyeri klien secara
komprehensif termasuk skala, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Monitor tanda-tanda vital klien.
3. Tingkatkan istirahat pasien.4. Kolaborasikan dengan dokter
dalam pemberian analgetik.
2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme: proses inflamasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jamNOC:- Penurunan suhu tubuh
Kriteria hasil:1. klien mampu
menjelaskan kembali pendidikan
1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurunkan suhu tubuh.
2. Anjurkan keluarga untuk membatasi aktifitas pasien.
3. Atur lingkungan yang kondusif.
4. Beri kompres dengan air dingin(air biasa) pada daerah aksila, lipat paha dan temporal
24
kesehatan yang diberikan.
2. Mampu termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.
bila terjadi panas.5. Anjurkan keluarga untuk
memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun.
6. anjurkan keluarga untuk melakukan massage pada ektremitas menggunakan minyak kayu putih.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan, biological injury agent (inflamation salivary gland).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jamNOC:Status nutrisi: intake makanan dan minuman
Kriteria hasil:intake makanan dan minuman peroral adequat
Terapi nutrisi (1120):1. Monitor intake
makanan/minuman pasien dan hitung intake kalori per hari yang sesuai dengan pasien.
2. Tentuan makanan yang sesuai dengan budaya dan agama pasien
3. Tentukan makanan semisoft yang mudah ditelan bagi pasien.
4. Pilihkan suplemen nutrisi yang cocok.
5. Dorong intake makanan yang tinggi kalsium dan kalium (yang cocok bagi pasien).
6. Pastikan diit yang diberikan tinggi serat untuk cegah konstipasi.
7. Sajikan makanan yang menarik meliputi teksture, warna dan macamnya.
8. Lakukan oral hygiene sebelum makan dan sesuai kebutuhan
9. Monitor hasil laborat
d. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan setelah mendapatkan intervensii adalah :
1. Perbaikan membrane mukosa oral.
2. Pemenuhan nutrisi optimal sesuai tingkat toleransi individu.
3. Terjadi penurunan respon nyeri.
4. Suhu tubuh kembali normal.
25
BAB III
TINJAUAN KASUS
Tn “A” dirawat di ruang isolasi RSUA dengan keluhan sudah seminggu sebelum
MRS, badan demam, nyeri disekitar leher dan telinga kanan, nyeri saat menelan,
kepala pusing dan tidak nafsu makan. Tampak pada pipi sebelah kanan bengkak
dan kulit kemerahan. Pasien memberi warna biru pada pipinya yang bengkak.
Pasien mengatakan giginya tidak sakit. Pasien diantar oleh istrinya, 3 hari yang
lalu pasien sudah berobat kepuskesmas namun keluhan pasien tidak berkurang.
Hasil pemeriksaan vital sign: TD : 130 / 90 mmHg, suhu : 390C, HR : 100 x/
menit. RR : 22 kali / menit. BB sebelum sakit: 58 kg, BB sakit : 53 dan TB : 165
cm skala nyeri 5
3.1 Pengkajian
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LEMBAR PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tanggal MRS : 25 Maret 2016 Jam Masuk : 16.00 WIBTanggal Pengkajian : 1 April 2016 No. RM : 123456Jam Pengkajian : 08.00 WIB Diagnosa Masuk : Parotitis Akut
IDENTITAS1. Nama Pasien : Tn. A Penanggung jawab Biaya : 2. Umur : 35 tahun Nama : Ny. S3. Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia Alamat :Mulyorejo
Surabaya4. Agama : Islam5. Pendidikan : SMA6. Pekerjaan : Kuli bangunan7. Alamat : Mulyorejo Surabaya
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG1. Keluhan Utama :
Nyeri disekitar leher dan telinga kiri, nyeri saat menelan, kepala pusing, dan tidak nafsu makan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :Klien mengeluh sudah seminggu sebelum MRS, badan demam, nyeri disekitar
leher dan telinga kanan, nyeri saat menelan, kepala pusing dan tidak nafsu makan.
26
Tampak pada pipi sebelah kanan bengkak dan kulit kemerahan. Pasien memberi warna biru pada pipinya yang bengkak. Pasien mengatakan giginya tidak sakit. Pasien diantar oleh istrinya, 3 hari yang lalu pasien sudah berobat kepuskesmas namun keluhan pasien tidak berkurang.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU1. Pernah dirawat : ya tidak kapan - diagnosa :…………2. Riwayat penyakit kronik dan menular ya tidak jenis……………………
Riwayat kontrol : -Riwayat penggunaan obat : Paracetamol
3. Riwayat alergi ya tidak jenis……………………4. Riwayat operasi ya tidak kapan……………………
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGAYa tidak jenis : Anak pasien (usia 5th) menderita parotitis 15 hari yang lalu
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK1. Tanda tanda vital
S : 390C N : 100x/menit T :130/90mmHg RR : 20x/menitKesadaran Compos Mentis Apatis Somnolen Sopor Koma
2. Sistem Pernafasana. Keluhan : sesak nyeri waktu nafas Batuk - produktif tidak produktif Sekret :…….. Konsistensi :...................... Warna :.......... Bau :..................................b. Irama nafas teratur tidak teraturc. Jenis Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes d. Suara nafas Vesikuler Bronko vesikuler
Ronki Wheezinge. Alat bantu napas ya tidak
Jenis................... Flow..............lpmLain-lain :
3. Sistem Kardio vaskulera. Keluhan nyeri dada ya tidakb. Irama jantung reguler ireguler S1/S2 tunggal ya tidak c. Suara jantung normal murmur
gallop lain-lain.....d. CRT : < 2 detike. Akral hangat panas dingin kering
basahf. JVP normal meningkat menurunLain-lain :
3. Sistem Persyarafana. GCS : 456b. Refleks fisiologis patella triceps bicepsc. Refleks patologis babinsky budzinsky kernigd. Keluhan pusing ya tidak
27
Masalah Keperawatan : Hipertermi
Masalah Keperawatan : -
Masalah Keperawatan : -
Masalah Keperawatan : Nyeri akut
e. Pupil Isokor Anisokor Diameter……..f. Sclera/Konjunctiva anemis ikterusg. Gangguan pandangan ya tidak Jelaskan……..h. Gangguan pendengaran ya tidak Jelaskan……..i. Gangguan penciuman ya tidak Jelaskan……..j. Isitrahat/Tidur : 7. Jam/Hari Gangguan tidur : tidak
4. Sistem perkemihan a. Kebersihan Bersih Kotor
b. Keluhan Kencing Nokturi Inkontinensia Gross hematuri Poliuria
Disuria Oliguria Retensi Hesistensi Anuria
c. Produksi urine : 2000 ml/hari Warna : kuning jernih Bau : khasd. Kandung kemih : Membesar ya tidak
Nyeri tekan ya tidake. Intake cairan oral : 2000 cc/hari parenteral : 1000 cc/harif. Alat bantu kateter ya tidak
Jenis :............. Sejak tanggal : .........Lain-lain :
5. Sistem pencernaana. Mulut bersih kotor berbaub. Mukosa lembab kering stomatitisc. Tenggorokan sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekand. Abdomen tegang kembung ascites Nyeri tekan ya tidak Luka operasi ada tidak Tanggal operasi : ............. Jenis operasi :.............. Lokasi : ................ Keadaan : Drain ada tidak
Jumlah :........... Warna :...................Kondisi area sekitar insersi :...............
e. Peristaltik :6-10x/menit f. BAB : 1 x/hari Terakhir tanggal : 1 April 2016 Konsistensi keras lunak cair lendir/darah
g. Diet padat lunak cairh. Nafsu makan baik menurun Frekuensi: 2x/harivi. Porsi makan habis tidak habis Keterangan : ¼ porsiLain-lain:
6. Sistem muskulo skeletal dan integumena. Pergerakan sendi bebas terbatasb. Kekuatan otot
c. Kelainan ekstremitas ya tidakd. Kelainan tulang belakang ya tidake. Fraktur ya tidakf. Traksi / spalk /gips ya tidakg. Kompartemen syndrome ya tidakh. Kulit ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi
28
Masalah Keperawatan :-
Masalah Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
Masalah Keperawatan : -
5 5
5 5
i. Turgor baik kurang jelekj. Luka tidak ada luas : ......... bersih kotorLain-lain:
7. Sistem EndokrinPembesaran kelenjat tyroid ya tidakPembesaran Kelenjar getah bening ya tidakHipoglikemia ya tidakHiperglikemia ya tidakLuka gangren ya tidakLain-lain: pembesaran kelenjar parotis, kemerahan pada area submandibula, perabaan
panas, dan nyeri tekan
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL a. Persepsi klien terhadap penyakitnya
Cobaan Tuhan hukuman lainnya b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya
Murung/diam gelisah tegang marah/menangisc. Reaksi saat interaksi kooperatif tidak kooperatif curigad. Gangguan konsep diri ya tidakLain-lain: -
PERSONAL HYGIENE & KEBIASAANa. Mandi : 1 x/hari f. Ganti pakaian : 2 x/harib. Keramas :.3 hari sekali g. Sikat gigi : 1 x/haric. Memotong kuku : 2minggu sekalid. Merokok : ya tidake. Alkohol : ya tidak
PENGKAJIAN SPIRITUALKebiasaan beribadah a. Sebelum sakit sering kadang- kadang tidak pernahb. Selama sakit sering kadang- kadang tidak pernah
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium,Radiologi, EKG, USG )Lab : Hb 12g/dlWBC 12.000PCV 40%Trombosit 200.000IgM Anti body Mumps positifEKG : Normal Sinus RitmeBB sebelum sakit : 58 kg (BMI : 21,3), BB sakit : 53 kg (BMI : 19,4)
TERAPIInfus RL 1000c/24jamInjeksi Antrain 3x1ampulInjeksi Ceftriaxon 2x1 grPO :Paracetamol 3x1 tabetBecom C 1x1 tabletDATA TAMBAHAN LAIN : -TINDAKAN OPERASI : -
29
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut
Masalah keperawatan : -
Masalah Keperawatan : -
Masalah Keperawatan : -
Surabaya, 1 April 2016
( Nurse Y )
30
Analisa Data
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS:Pasien mengeluh nyeri disekitar leher dan telinga kanan, nyeri saat menelan, kepala pusing.DO:- Tampak inflamasi dan
kemerahan pada pipi bagian kanan bawah.
- Nyeri tekan pada daerah inflamasi dengan skala nyeri 5.
- Kulit teraba hangat
Biological injury agent (inflamation salivary gland)
Nyeri akut
2 DS:Pasien mengeluh tidak nafsu makan, nyeri saat menelanDO:- Tampak inflamasi dan
kemerahan pada pipi bagian kanan bawah.
- BB sebelum sakit : 58 kg, BB sakit : 53kg dan TB : 165 cm
- BMI sakit : 19,4 (under wight)
- Makan 2x/hari- Penurunan asupan makanan
(1/4 porsi).
Ketidakmampuan menelan makanan, biological injury agent (inflamation salivary gland).
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. DS:Pasien mengeluh demam sudah seminggu yang lalu.DO :- Suhu : 390 C- TD 130/90 mmHg- Nadi 100x/menit- Badan teraba hangat.- WBC: 12.000
peningkatan laju metabolisme: proses inflamasi.
Hipertermi
31
3.2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarrkan analisa data diatas, muncul diagnosa keperawatan berdasarkan
urutan prioritas keperawatan yaitu:
a.Nyeri akut berhubungan dengan biological injury agent (inflamation
salivary gland)
b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme: proses
inflamasi.
c.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan Ketidakmampuan menelan makanan, biological injury agent
(inflamation salivary gland).
32
3.3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan biological injury agent (inflamation salivary gland), ditandai dengan:DS:Pasien mengeluh nyeri disekitar leher dan telinga kanan, nyeri saat menelan, kepala pusing.DO:- Tampak inflamasi dan
kemerahan pada pipi bagian kanan bawah.
- Nyeri tekan pada daerah inflamasi dengan skor nyeri 4-5.
- Kulit teraba hangat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jamNOC:- Paint control- Kepuasan
pasien: managemen nyeri
Kriteria hasil:1. Mampu
mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non-farmakologi untuk mengurangi nyeri).
2. Melaporkan bahwanyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Managemen Nyeri (1400):1. Observasi nyeri
klien secara komprehensif termasuk skala, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Monitor tanda-tanda vital klien
3. Tingkatkan istirahat pasien.
4. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian analgetik.
2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme: proses
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurunkan
33
inflamasi, yang ditandai dengan :DS:Pasien mengeluh demam sudah seminggu yang lalu.DO :- Suhu : 390 C- TD 130/90 mmHg- Nadi 100x/menit- Badan teraba hangat.- WBC: 12.000
1 x 24 jamNOC:Penurunan suhu tubuh
Kriteria hasil:1. klien mampu
menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
2. Mampu termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.
suhu tubuh.2. Anjurkan keluarga
untuk membatasi aktifitas pasien.
3. Atur lingkungan yang kondusif.
4. Beri kompres dengan air dingin(air biasa) pada daerah aksila, lipat paha dan temporal bila terjadi panas.
5. Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun.
6. anjurkan keluarga untuk melakukan massage pada ektremitas menggunakan minyak kayu putih.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan faktor resiko ketidakmampuan menelan makanan, biological injury agent (inflamation salivary gland), ditandai dengan:
DS:Pasien mengeluh tidak nafsu makan, nyeri saat menelan.
DO:- Tampak inflamasi dan
kemerahan pada pipi bagian kanan bawah.
- \BB : 68 kg, TB : 165
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jamNOC:Status nutrisi: intake makanan dan minuman
Kriteria hasil:intake makanan dan minuman peroral adequat
Terapi nutrisi (1120):1. Monitor intake
makanan/minuman pasien dan hitung intake kalori per hari yang sesuai dengan pasien.
2. Tentuan makanan yang sesuai dengan budaya dan agama pasien
3. Tentukan makanan semisoft yang mudah ditelan bagi pasien
4. pilihkan suplemen nutrisi yang cocok
5. dorong intake
34
cm makanan yang tinggi kalsium dan kalium (yang cocok bagi pasien)
6. Pastikan diit yang diberikan tinggi serat untuk cegah konstipasi
7. sajikan makanan yang menarik meliputi teksture, warna dan macamnya.
8. Lakukan oral hygiene sebelum makan dan sesuai kebutuhan
9. Monitor hasil laborat
35
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Penyakit parotitis atau yang biasa disebut gondongan (mumps)
merupakan suatu penyakit menular dimana seseorang terinfeksi oleh virus
(Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara
telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian
atas atau pipi bagian bawah. Gejala yang ditimbulkan berupa
pembengkakan, rasa sakit, kemerahan, dan kelembutan pada saluran kelenjar
ludah, namun juga terjadi kelainan berupa pelebaran dan penyumbatan
saluran. Gangguan parotitis cenderung menyerang anak-anak dibawah usia
15 tahun (sekitar 85% kasus). Dahulu keadaan ini sering terlihat pada pasien
yang mendapat perawatan dari operasi abdomen, tetapi sekarang khasus ini
telah jarang terlihat, hanya kadang-kadang terlihat pada parotitis kronis
rekuren, tetapi tidak sesering yang diperkirakan.
4.2. Saran
Banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh peradangan kelenjar
saliva ini sehingga harus sedini mungkin penanganan diawali dengan
berbagai tes laboratorium, disusul pada pemberian antibiotik, penambahan
volume cairan dalam tubuh, hingga akhirnya diadakan operasi.
36
DAFTAR PUSTAKA
Andareto, Obi. (2015). Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta:Pustaka Ilmu
Semesta
Anggraeni&utama. (2012). Gondongan (Mumps atau Parotitis). Denpasar: PPDS
IKA FK UNUD Diakses tgl 3 maret 2016 jam 22:17. Tersedia di link:
http://ppdsikafkunud.com/gondongan-mumps-atau-parotitis.
Anggraeni, Melisa, Dwi Lingga Utama, I Md Gd. Gondongan (Mumps atau
Parotitis). Bag/SMF IKA FK UNUD-RSUP Sanglah Denpasar. Diakses
dari http://ppdsikafkunud.com/gondongan-mumps-atau-parotitis pada
bulan april 2016
Anonimous. (2010). Mumps (Parotitis Epidemika). Kumpulan Referat dan Karya
Tulis Kedokteran.
Berker M. et.al. (2004). Acute Parotitis Following Sitting Position Neurosurgical
Procedures: Review of Five Cases. J Neurosurg Anesthesiol. 16(1):29-
31/Januari 2004
Bulecheck, Butcher & Dochterman. (2013). Nursing Intervention Classification
(NIC). 6th Edition. USA: Elsevier Mosby Centers for Disease Control and
Prevention (CDC). (2015), Mumps.
http://www.cdc.gov/mumps/vaccination.html. Diakses tgl 19 maret 2016.
Defendi, Germaine L. (2012). Mumps. In: Russell W Steele, Chieff Editor:
Medscape Reference. Diakses dari http://emedicine.medscape.com pada
bulan April 2016
Depkes RI. (2008). Mumps (parotitis Epidemika). Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas; 2007. Jakarta Depkes RI.
Gibson, John. (2008). Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran, EGC : Jakarta.
Herdman & Kamitsura. (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definition and Classification, 2015-2017. 10th edition. Oxford: Wiley
Blackwell
37
Isselbacher, dkk. Harrison, (1999). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
EGC.
Maharani&Hadi. (2009). Mumps Unilateral Pada Pasien Remaja. Oral Medicine
Dental Journal. Vol. 1 No.2 June-Dec 2009;1-5.Surabaya: Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Diakses tanggal 3 Maret 2016
jam 23:33. Tersedia di link:
http://dentj.fkg.unair.ac.id/account/doc_fullpaper/OM-1-2-2009-0745-
fp.pdf
Maldonado, Yvonne. (2000). Parotitis Epidemika. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan
Anak. p.1075-1077.
Marissa Tania Stephanie Pudjiadi, Sri Rezeki S. (2009). Orkitis pada Infeksi
Parotitis Epidemika: laporan kasus. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 1, Juni
2009. p 47-51
Moorhead etc. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), Measurement of
Health Outcomes. 5th Edition. USA: Elsevier Mosby
Mumps, Pinkbook. (2012). Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable
Diseases, 12th Edition Second Printing Revised May 2012
Muhlisin, Ahmad. (2016). Mumps-Gondongan. diakses tanggal 3 April 2016 jam
22:40. Tersedia di link http://mediskus.com/penyakit/mumps-gondongan
Muttaqin&Sari. (2013) Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Pearce, C. Evelyn. (2006). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT. Gramedia
: Jakarta.
Priyatno, Agus dan Sri Lestari. (2008). Endoskopi Gastrointestinal. Salemba
Medika : Jakarta.
Smeltzer. (2010). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing.
12th ed. USA: Lippincott William & Wilkins
Snow&Michelle. (2006). Mumps Makes a Comeback. Nursing 2016. 36(10):18-
19.Diakses tgl 04 April 2016 jam 1:14. Available in link:
http://journals.lww.com/nursing/pages/default.aspx
Sparks, Dana. (2014). When There’s a Mumps Outbreak it Travels Quickly. Mayo
Clinic News Network.Diakses tgl 04 April 2016 jam 0:50 Tersedia di
38
link: http://newsnetwork.mayoclinic.org/discussion/when-theres-a-
mumps-outbreak-it-travels-quickly/.
Suhardimansyah. 2013. Referat Mups April 2013. Kendari: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Haluoleo
Templer,JW,dkk. (2009). Parotitis/Mumps. Web MD Professional.
Vikas S. Kancherla, I. Celine Hanson.(2006). Mumps resurgence in the United
States. The Journal of Allergy and Clinical Immunology Volume 118,;.
p.938-941. Diakses dari http://www.jacionline.org /article/S0091-
6749(06)01582-X/fulltext
Volpato, Marcia Paschoalina (2004). Submandibular Sialadentis/Sialadenosis.
HONcode Principles of the Health On the Net Foundation. eMedicine
Specialties. Otalaryngology and Facial Plastic Surgery
39