36
REFERAT “ MENINGOENSEFALITIS “ Disusunoleh : WIDYA PUSPITA 1102009299 Pembimbing : Dr. M. Tri Wahyu Pamungkas, Sp.S, M.Kes FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 0

referat meningoensefalitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lil

Citation preview

Page 1: referat meningoensefalitis

REFERAT

“ MENINGOENSEFALITIS “

Disusunoleh :WIDYA PUSPITA 1102009299

Pembimbing :Dr. M. Tri Wahyu Pamungkas, Sp.S, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSIKEPANITERAAN ILMU KESEHATAN SARAF

BANDUNG2014

0

Page 2: referat meningoensefalitis

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan referat ini adalah:

1. Tujuan Umum

a. Untuk mengetahui anatomi organ terkait (meningens dan encephalon)

b. Untuk mengetahui definisi meningoencephalitis

c. Untuk mengetahui etiologi dari meningoencephalitis

d. Untuk mengetahui patofisiologi dari meningoencephalitis

e. Untuk mengetahui pendekatan diagnosis meningoencephalitis

f. Untuk mengetahui diagnosis banding meningoencephalitis

g. Untuk mengetahui penanganan meningoencephalitis

h. Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis meningoencephalitis

i. Untuk mengetahui pencegahan terjadinya meningoencephalitis

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penulisan referat ini adalah sebagai syarat ujian stase ilmu kesehatan

anak program pendidikan profesi dokter umum periode 38 Fakultas Kedokteran UMY.

1

Page 3: referat meningoensefalitis

BAB II

MENINGOENCEPHALITIS

A. ANATOMI ORGAN TERKAIT (MENINGENS DAN ENCEPHALON)

Dalam pembahasan anatomi meningoencephalitis akan dibahas dua bagian anatomi

yaitu meningens dan encephalon. Meningens merupakan selaput atau membran yang

terdiri atas jaringan ikat yang melapisi dan melindungi otak. Selaput otak atau meningens

terdiri dari tiga bagian yaitu:

1. Durameter

Durameter dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara konvensional durameter ini

terdiri atas dua lapis, yaitu endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat

dengan rapat, kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu, terpisah dan membentuk

sinus-sinus venosus. Lapisan endosteal sebenarnya merupakan lapisan periosteum

yang menutupi permukaan dalam tulang cranium. Lapisan meningeal merupakan

lapisan durameter yang sebenarnya, sering disebut dengan cranial durameter. Lapisan

meningeal ini terdiri atas jaringan fibrous padat dan kuat yang membungkus otak dan

melanjutkan menjadi durameter spinalis setelah melewati foramen magnum yang

berakhit sampai segmen kedua dari os sacrum.

Lapisan meningeal membentuk septum ke dalam, membagi rongga cranium menjadi

ruang-ruang yang saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-bagian

otak. Fungsi septum ini adalah untuk menahan pergeseran otak. Adapun empat septum

itu antara lain:

Falx cerebri adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang terletak pada

garis tengah diantara kedua hemisfer cerebri. Ujung bagian anterior melekat pada

crista galli. Bagian posterior melebar, menyatu dengan permukaan atas tentorium

cerebelli.

Tentorium cerebelli adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang menutupi

fossa crania posterior. Septum ini menutupi permukaan atas cerebellum dan

menopang lobus occipitalis cerebri.

2

Page 4: referat meningoensefalitis

Falx cerebelli adalah lipatan durameter yang melekat pada protuberantia occipitalis

interna.

Diapharma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari durameter, yang mmenutupi

sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis. Diafragma ini memisahkan

pituitary gland dari hypothalamus dan chiasma opticum. Pada bagian tengah

terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai hypophyse.

Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, terdapat sinus duramatris yang berisi

darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena pada otak

dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinus-sinus ini dibatasi oleh

endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior,

sinus transverses dan sinus sigmoidea. Sinus pada basis crania antara lain: sinus

occipitalis, sinus sphenoidalis, sinus cavernosus, dan sinus petrosus.

Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah yang

berasal dari arteri carotis interna, a. maxilaris, a.pharyngeus ascendens,a.occipitalis dan

a.vertebralis. Dari sudut klinis, yang terpenting adalah a. meningea media (cabang dari

a.maxillaris) karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis.

Pada durameter terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadapa

rgangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit

kepala yang hebat.

2. Arachnoid

Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi

otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini dipisahkan dari

durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum

subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid

space) merupakan suatu rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar

dan piameter pada bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh

mesothelial cell yang pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus

venosus membentuk villi arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat

perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah.

3

Page 5: referat meningoensefalitis

Arachnodi berhubungan dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa halus

yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dan ke

otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.

3. Piameter

Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang,

mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan banyak

pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui

pemmbuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.

Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end

feet dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia Selaput ini berfungsi untuk

mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan saraf pusat.

Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus dan

menyatu dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis,

tertius dan quartus.

Gambar 1. Penampang melintang lapisan pembungkus jaringan otak

4

Page 6: referat meningoensefalitis

Sedangkan encephalon adalah bagian sistem saraf pusat yang terdapat di dalam

cranium; terdiri atas proencephalon (disebut juga forebrain yaitu bagian dari otak yang

berkembang dari anterior tiga vesikel primer terdiri atas diensefalon dan telensefalon);

mesencephalon (disebut juga brainstem yaitu bagian dari otak yang berkembang dari

bagian tengah tiga vesikel primer, terdiri atas tektum dan pedunculus); dan

rhombencephalon (disebut juga hindbrain,terdiri atas metensefalon (serebelum dan pons)

dan mielensefalon (medulla oblongata).

Gambar 2. Skema pembagian jaringan otak (encephalon)

Gambar 3. jaringan otak (encephalon)

B. DEFINISI MENINGOENCEPHALITIS

5

Page 7: referat meningoensefalitis

Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon dan meningens.

Nama lain dari meningoencephalitis adalah cerebromeningitis, encephalomeningitis, dan

meningocerebritis.

C. ETIOLOGI MENINGOENCEPHALITIS

Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang

disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang

disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan gambaran yang sama yaitu

pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme disease, sifilis dan tuberculosis);

infeksi parameningeal (abses otak, abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan

zat kimia (obat NSAID, immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit

lainnya.

Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum ditemukannya vaksin

Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan meningitis neonatus

adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus.

Tabel 1. Bakteri penyebab meningitis

Golongan usia

Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis

Bakteri yang jarang menyebabkan meningitis

Neonatus Group B streptococcus Staphylococcus aureusEscherichia coli Coagulase-negative staphylococciKlebsiella Enterococcus faecalisEnterobacter Citrobacter diversus

SalmonellaListeria monocytogenesPseudomonas aeruginosaHaemophilus influenzae types a, b, c, d, e, f, dan nontypable

>1 bulan Streptococcus pneumonia H. influenzae type bNeisseria meningitides Group A streptococci

Gram-negatif bacilliL. monocytogenes

Virus yang menyebabkan meningitis pada prinsipnya adalah virus golongan

enterovirus dimana termasuk didalamnya adalah coxsackieviruses, echovirus dan pada

6

Page 8: referat meningoensefalitis

pasien yang tidak vaksinasi (poliovirus). Virus golongan enterovirus dan arbovirus (St.

Louis, LaCrosse, California vencephalitis viruses) adalah golongan virus yang paling

sering menyebabkan meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan

meningitis yaitu HSV, EBV, CMV lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus

mumps adalah virus yang paling sering menjadi penyebab pada pasien yang tidak

tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus yang jarang menyebabkan meningitis yaitu

Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae (cat-scratch virus), M. tuberculosis,

Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan coccidioides), dan parasit

(Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).

Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya

merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis,

penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection. Encephalitis merupakan hasil dari

inflamasi parenkim otak yang dapat menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri

dapat bersifat difus atau terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis

dengan satu dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak

atau (2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent immune-

mediated response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula pada beberapa hari

setelah munculnya manifestasi ekstraneural.

Tabel 2. Virus penyebab meningitis

Akut SubakutAdenoviruses HIV1. Amerika utara

Eastern equine encephalitis Western equine encephalitis St. Louis encephalitis California encephalitis West Nile encephalitis Colorado tick fever

2. Di luar amerika utara Venezuelan equine

encephalitis Japanese encephalitis

JC virusPrion-associated encephalopathies (Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)

7

Page 9: referat meningoensefalitis

Tick-borne encephalitis Murray Valley encephalitis

EnterovirusesHerpesviruses

Herpes simplex viruses Epstein-Barr virus Varicella-zoster virus Human herpesvirus-6 Human herpesvirus-7

HIVInfluenza virusesLymphocytic choriomeningitis virusMeasles virus (native atau vaccine)Mumps virus (native atau vaccine)Virus rabiesVirus rubella

Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut. Encephalitis juga dapat

merupakan hasil dari jenis lain seperti infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan

neoplastik. Penyebab yang paling sering menyebabkan encephalitis di U.S adalah

golongan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California, West nile encephalitis viruses),

enterovirus, dan herpesvirus. HIV adalah penyebab penting encephalitis pada anak dan

dewasa dan dapat berupa acute febrile illness.

D. PATOFISIOLOGI DARI MENINGOENCEPHALITIS

Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri, invasi

organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini berlangsung secara

hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam lokasi tersebut sering terjadi

kolonisasi bakteri. Walaupun jarang, penyebaran dapat terjadi secara langsung yaitu dari

fokus yang terinfeksi seperti (sinusitis, mastoiditism, dan otitis media) maupun fraktur

tulang kepala.

Penyebab paling sering pada meningitis yang mengenai pasien < 1 bulan adalah

Escherichia colli dan streptococcus group B. Infeksi Listeria monocytogenes juga dapat

terjadi pada usia < 1 bulan dengan frekuensi 5-10% kasus. Infeksi Neisseria meningitides

juga dapat menyerang pada golongan usia ini. Pada golongan usia 1-2 bulan, infeksi

golongan streptococcus grup B lebih sering terjadi sedangkan infeksi enterik karena

8

Page 10: referat meningoensefalitis

bakteri golongan gram negatif frekuensinya mulai menurun. Streptococcus pneumonia,

Haemophilus influenzae, dan N. Meningitidis akhir-akhir ini menyebabkan kebanyakan

kasus meningitis bakterial. H. influenzae dapat menginfeksi khususnya pada anak-anak

yang tidak divaksinasi Hib.

Organisme yang umum menyebabkan meningitis (seperti N.Meningitidis,

S.pneumoniae, H. influenzae) terdiri atas kapsul polisakarida yang memudahkannya

berkolonisasi pada nasofaring anak yang sehat tanpa reaksi sistemik atau lokal. Infeksi

virus dapat muncul secara sekunder akibat penetrasi epitel nasofaring oleh bakteri ini.

Selain itu melalui pembuluh darah, kapsul polisakarida menyebabkan bakteri tidak

mengalami proses opsonisasi oleh pathway komplemen klasik sehingga bakteri tidak

terfagosit.

Terdapat bakteri yang jarang menyebabkan meningitis yaitu pasteurella multocida,

yaitu bakteri yang diinfeksikan melalui gigitan anjing dan kucing. Walaupun kasus jarang

terjadi namun kasus yang sudah terjadi menunjukan morbiditas dan mortalitaas yang

tinggi. Salmonella meningitis dapat dicurigai menyebabkan meningitis pada bayi berumur

< 6 bulan. Infeksi bermula saat ibu sedang hamil.

Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase bakterial dimana pada

fase ini bakteri mulai berpenetrasi ke dalam cairan serebropsinal melalui pleksus choroid.

Cairan serebrospinal kurang baik dalam menanggapi infeksi karena kadar komplomen

yang rendah dan hanya antibody tertentu saja yang dapat menembus barier darah otak.

Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang dapat memacu

timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat patogen bakteri gram positif

dan lipopolisakarida atau endotoksin pada gram negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel

bakteri, zat-zat pathogen tersebut dibebaskan pada cairan serebrospinal.

Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari mediator dari respon

inflamasi. Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin (tumor necrosis factor,

interleukin 1, 6, 8 dan 10), platelet activating factor, nitric oxide, prostaglandin, dan

leukotrien. Mediator inflamasi ini menyebabkan terganggunya keseimbangan sawar darah

otak, vasodilatasi, neuronal toxicity, peradangan meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi

leukosit. Sel endotel kapiler pada daerah lokal terjadinya infeksi meningitis bacterial

mengalami peradangan (vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya agregasi vaskuler.

9

Page 11: referat meningoensefalitis

Konsekuensi pokok dari proses ini adalah rusaknya mekanisme sawar darah otak, edema

otak, hipoperfusi aliran darah otak, dan neuronal injury.

Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap infeksi, agen anti-

inflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk mengurangi morbiditas dan

mortalitas meningitis bakteri. Hanya deksametason yang telah terbukti efektif.

Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada sebagian besar

infeksi sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1 tahun. Enterovirus adalah agen

penyebab paling umum dan merupakan penyebab penyakit demam tersering pada anak.

Patogen virus lainnya termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza, rubella, dan

adenovirus. Meningitis dapat terjadi pada hampir setengah kejadian dari anak-anak < 3

bulan dengan infeksi enterovirus. infeksi enterovirus dapat terjadi setiap saat selama tahun

tetapi dikaitkan dengan epidemi di musim panas dan gugur. Infeksi virus menyebabkan

respon inflamasi tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan infeksi

bakteri. Kerusakan dari meningitis viral mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan

tekanan intrakranial meningkat.

Meningitis karena jamur jarang terjadi tetapi dapat terjadi pada pasien

immunocompromised; anak-anak dengan kanker, riwayat bedah saraf sebelumnya, atau

trauma kranial, atau bayi prematur dengan tingkat kelahiran rendah. Sebagian besar kasus

pada anak-anak yang menerima terapi antibiotik dan memiliki riwayat rawat inap. Etiologi

meningitis aseptik yang disebabkan oleh obat belum dipahami dengan baik. Namun jenis

meningitis ini jarang terjadi pada populasi anak-anak.

Ensefalitis adalah penyakit yang sama dari sistem saraf pusat. Penyakit ini adalah suatu

peradangan dari parenkim otak. Seringkali, terdapat agen virus yang bertanggung jawab

sebagai promotor. Masuknya virus terjadi melalui jalur hematogen atau neuronal.

Ensefalitis yang sering terjadi adalah ensefalitis yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan

kutu yang terinfeksi virus. Virus berasal dari, Flavivirus, dan Bunyavirus keluarga

Togavirus. Jenis ensefalitis yang paling umum terjadi di Amerika Serikat adalah La Crosse

virus, ensefalitis virus kuda timur, dan St Louis virus. Seringkali, penyebab ensefalitis ini

menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang sama. Konfirmasi dan diferensiasi berasal dari

pengujian laboratorium. Namun, manfaatnya terbatas pada sejumlah patogen

diidentifikasi.

10

Page 12: referat meningoensefalitis

Virus West Nile adalah menjadi penyebab utama ensefalitis, disebabkan oleh arbovirus

dari keluarga Flaviviridae. Nyamuk dan migrasi burung merupakan peantara dalam

penyebaran infeksi virus ini. Nyamuk menggigit manusia dan manusia adalah dead-end

host bagi virus. Sebagian besar manusia tidak menularkan infeksi ini. Sekitar 1 infeksi

bergejala berkembang untuk setiap 120-160 orang tanpa gejala. Namun pada orang dewasa

beresiko terkena penyakit bergejala. Hal ini telah menjadi masalah kesehatan publik yang

lebih besar, mengingat bahwa penyebaran terjadi karena migrasi burung. Kasus pertama

diidentifikasi di New York City pada tahun 1999, dengan kasus tambahan yang

diidentifikasi dalam tahun-tahun berikutnya di seluruh Amerika Serikat.

Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan rabies adalah

dua contoh, di mana penularan masing-masing terjadi melalui kontak langsung dan gigitan

mamalia. Dalam kasus ensefalitis herpes, terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi

intraneuronal sehingga menyebabkan ensefalitis.

E. PENDEKATAN DIAGNOSIS MENINGOENCEPHALITIS

ANAMNESIS

1. Anamnesis pada meningitis bakterial

- Riwayat pada anak yang merupakan faktor resiko seperti: semakin muda anak semakin

kecil kemungkinan ia untuk menunjukan gejala klasik yaitu demam, sakit kepala, dan

meningeal; trauma kepala; splenektomi; penyakit kronis; dan anak dengan selulitis

wajah, selulitis periorbital, sinusitis, dan arthritis septic memiliki peningkatan risiko

meningitis.

- Meningitis pada periode neonatal dikaitkan dengan infeksi ibu atau pireksia saat proses

persalinan sedangkan meningitis pada anak < 3 bulan mungkin memiliki gejala yang

sangat spesifik, termasuk hipertermia atau hipotermia, perubahan kebiasaan tidur atau

makan, iritable atau kelesuan, muntah, menangis bernada tinggi, atau kejang.

- Setelah usia 3 bulan, anak dapat menampilkan gejala yang lebih sering dikaitkan

dengan meningitis bakteri, dengan demam, muntah , lekas marah, lesu, atau perubahan

perilaku

- Setelah usia 2-3 tahun, anak-anak mungkin mengeluh sakit kepala, leher kaku, dan

fotofobia

11

Page 13: referat meningoensefalitis

2. Anamnesis untuk meningoencephalitis viral

- Anak yang tidak mendapatkan imunisasi untuk campak, gondok dan rubella beresiko

mengalami meningoencephalitis viral

3. Anamnesis untuk meningitis akibat infeksi jamur

- pasien immunocompromised beresiko mengalami meningoencephalitis akibat infeksi

jamur

4. Anamnesis untuk meningitis aseptik

- Terdapat riwayat mengkonsumsi obat biasanya obat anti-inflammatory drugs

(NSAID), IVIG, dan antibiotik. Gejala mirip dengan meningitis virus. Gejala dapat

terjadi dalam beberapa menit menelan obat.

5. Anamnesis untuk ensefalitis

- Informasi seperti musim tahun, perjalanan, kegiatan, dan paparan dengan hewan

membantu diagnosis.

MANIFESTASI SECARA KLINIK

Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan pada usia dan organisme

penyebab infeksi. Penting untuk diingat bahwa anak muda, jarang menunjukan gejala

spesifik.

- Pada bayi muda temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:

a. Hipotermia atau mungkin bayi demam

b. Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan kaku

kuduk tapi biasanya temuan ini muncul lambat.

- Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.

a. tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda kernig

positif dan Brudzinski juga positif)

12

Page 14: referat meningoensefalitis

Gambar 4. Gambar pemeriksaan brudzinski dan kernig

b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang

berhubungan dengan prognosis yang buruk

c. Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri

d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan

lebih sering dengan meningitis pneumokokus.

- Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan mengeluhkan

sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis, saraf cerebral

keenam, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea adalah tanda-tanda

tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang terjadi,

kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak.

- Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari gejala

spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan perut,

yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan defisit

neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan ensefalitis juga

mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah, seperti fulminant coma,

transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like illness), atau peripheral

neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah

demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf

termasuk berubah status mental, fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan

ini dapat membantu mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat

infeksi virus West Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk

demam, malaise, nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat

13

Page 15: referat meningoensefalitis

beberapa temuan fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous;

kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis.

TEMUAN DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus dilakukan.

Pungsi lumbal harus dihindari dengan adanya ketidakstabilan kardiovaskular atau tanda-

tanda tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal rutin termasuk

hitung WBC, diferensial, kadar protein dan glukosa, dan gram stain. Bakteri meningitis

ditandai dengan pleositosis neutrophilic, cukup dengan protein tinggi nyata, dan glukosa

rendah. Viral meningitis ditandai dengan protein pleositosis limfositik ringan sampai

sedang, normal atau sedikit lebih tinggi, dan glukosa normal. Sedangkan pada encephalitis

menunjukkan pleositosis limfositik, ketinggian sedikit kadar protein, dan kadar glukosa

normal. Peningkatan eritrosit dan protein CSF dapat terjadi dengan HSV. Extreme

peningkatan protein dan rendahnya kadar glukosa menunjukan infeksi tuberkulosis, infeksi

kriptokokus, atau carcinomatosis meningeal. Cairan serebrospinal harus dikultur untuk

mengetahui bakteri, jamur, virus, dan mikobakteri yang menginfeksi. PCR digunakan

untuk mendiagnosis enterovirus dan HSV karena lebih sensitif dan lebih cepat dari biakan

virus. Leukositosis adalah umum ditemukan. Kultur darah positif pada 90% kasus.

Pemeriksaan Electroencephalogram (EEG) dapat mengkonfirmasi komponen

ensefalitis. EEG adalah tes definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang lambat,

walaupun perubahan fokal mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin normal atau

mungkin menunjukkan pembengkakan otak difus parenkim atau kelainan fokal.

Serologi studi harus diperoleh untuk arbovirus, EBV, Mycoplasma pneumoniae, cat-

scratch disease, dan penyakit Lyme. Sebuah uji IgM serum atau CSF untuk infeksi virus

West Nile tersedia, tetapi reaktivitas silang dengan flaviviruses lain (St Louis ensefalitis)

dapat terjadi. pengujian serologi tambahan untuk patogen kurang umum harus dilakukan

seperti yang ditunjukkan oleh perjalanan, sosial, atau sejarah medis. Selain pengujian

serologi, sampel CSF dan tinja dan usap nasofaring harus diperoleh untuk biakan virus.

Dalam kebanyakan kasus ensefalitis virus, virus ini sulit untuk mengisolasi dari CSF.

Bahkan dengan pengujian ekstensif dan penggunaan tes PCR, penyebab ensefalitis masih

belum ditentukan di satu pertiga dari kasus.

14

Page 16: referat meningoensefalitis

Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis,

terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok untuk

pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika diagnosis

tetap tidak jelas. HSV, rabies ensefalitis, penyakit prion-terkait (Creutzfeldt-Jakob

penyakit dan kuru) dapat didiagnosis dengan pemeriksaan rutin kultur atau biopsi

patologis jaringan otak. Biopsi otak mungkin penting untuk mengidentifikasi arbovirus

dan infeksi Enterovirus, tuberkulosis, infeksi jamur, dan penyakit non-menular, terutama

primer SSP vasculopathies atau keganasan.

Tabel 3. Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal

pada beberapa gangguan sistem saraf pusat

F. DIAGNOSIS BANDING MENINGOENCEPHALITIS

Beberapa diagnosis banding untuk meningoencephalitis adalah

1. Kejang demam

2. Meningitis

3. Encephalitis

4. Intracranial abscess

5. Sekuele dari edema otak

6. Infark cerebral

7. Perdarahan cerebral

8. Vaskulitis

9. Measles

10. Mumps

15

Page 17: referat meningoensefalitis

G. PENANGANAN MENINGOENCEPHALITIS

Table 100-3. Initial Antimicrobial Therapy by Age for Presumed Bacterial MeningitisAge Recommended Treatment Alternative TreatmentsNewborns (0-28 days) Cefotaxime or ceftriaxone plus

ampicillin with or without gentamicinGentamicin plus ampicillin

    Ceftazidime plus ampicillin

Infants and toddlers (1 mo-4 yr)

Ceftriaxone or cefotaxime plus vancomycin

Cefotaxime or ceftriaxone plus rifampin

Children and adolescents (5-13 yr) and adults

Ceftriaxone or cefotaxime plus vancomycin

Ampicillin plus chloramphenicol

Penatalaksanaan

1. Perawatan umum

a. Penderita dirawat di rumah sakit.

b. Mula – mula cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup dan jangan

berlebihan.

c. Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital atau penenang.

d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika.

e. Panas diturunkan dengan :

Kompres es

Paracetamol

Asam salisilat

Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam secara oral

f. Kejang diatasi dengan :

Diazepam

Dewasa : dosisnya 10 – 20 mg IV

Anak : dosisnya 0,5 mg/kg BB IV

Fenobarbital

Dewasa : dosisnya 6 – 120 mg/hari secara oral

Anak : dosisnya 5 – 6 mg/kg BB/hari secara oral

Difenil hidantoin

16

Page 18: referat meningoensefalitis

Dewasa : dosisnya 300 mg/hari secara oral

Anak : dosisnya 5 – 9 mg/kg BB/hari secara oral

g. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas dengan obat –

obatan atau dengan operasi

h. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :

Manitol

Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 – 60 menit dan dapat diulangi

2 kali dengan jarak 4 jam

Kortikosteroid

Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis pertama 10 mg lalu

diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam. Kortikosteroid masih menimbulkan

pertentangan. Ada yang setuju untuk memakainya tetapi ada juga yang

mengatakan tidak ada gunanya.

Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan membersihkan jalan nafas.

i. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau (shunting).

j. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap hari selama 2 – 3 minggu,

bila gagal dilakukan operasi.

k. Fisiotherapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

2. Pemberian Antibiotika.

Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa menunggu hasil

biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika yang sesuai. Pada terapi

meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar daripada konsentrasi bakterisidal

minimal, oleh karena :

Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid berarti daya tahan

host telah menurun.

Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit dan fagositosis

tidak efektif.

Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan komplemen

dalam likuor rendah.

17

Page 19: referat meningoensefalitis

Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai spektrum luas baik

terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta dapat melewati sawar darah otak

(blood brain barier). Selanjutnya antibiotika diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas

menurut jenis bakteri.

Antibiotika yang sering dipakai untuk meningitis purulenta adalah :

a. Ampisilin

Diberikan secara intravena

Dosis : Neonatus : 50 – 100 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2 kali pemberian.

Umur 1 – 2 bulan : 100 – 200 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 3 kali pemberian.

Umur > 2 bulan : 300 – 400 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 4 kali pemberian.

Dewasa : 8 – 12 gram/hari

dibagi dalam 4 kali pemberian.

b. Gentamisin

Diberikan secara intravena

Dosis : Prematur : 5 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2 kali pemberian.

Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 3 kali pemberian.

Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 3 kali pemberian.

c. Kloramfenikol

Diberikan secara intravena

Dosis : Prematur : 25 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2 kali pemberian.

Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2 kali pemberian.

Anak : 100 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 4 kali pemberian.

18

Page 20: referat meningoensefalitis

Dewasa : 4 – 8 gram/hari

dibagi dalam 4 kali pemberian.

d. Sefalosporin

Diberikan secara intravena

Sefotaksim

Dosis : Prematur & neonatus : 50 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2 kali pemberian.

Bayi & anak : 50 – 200 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2–4 kali pemberian.

Dewasa : 2 gram tiap 4 – 6 jam.

Bila fungsi ginjal jelek, dosis diturunkan.

Sefuroksim

Dosis : Anak : 200 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 4 kali pemberian.

Dewasa : 2 gram tiap 6 jam

Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya antibiotika yang

digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini

Tabel 2.7: Pilihan antibiotik berdasakan kuman penyebab

No Kuman penyebab Pilihan pertama Alternatif lain

1. H. influenzae Ampisilin Cefotaksim

2. S. pneumoniae Penisillin G Kloramfenikol

3. N. meningitidis Penisillin G Kloramfenikol

4. S. aureus Nafosillin Vancomisin

5. S. epidermitis

Enterobacteriaceae

Sefotaksim Ampisillin bila

sensitif dan atau

ditambah

aminoglikosida

secara intrateca.

6. Pseudomonas Pipersillin + Sefotaksim

19

Page 21: referat meningoensefalitis

Tobramisin

7. Streptococcus

Group A / B

Penicillin G Vankomisin

8. Streptococcus

Group D

Ampisillin +

Gentamisin

9. L monocytogenes Ampisillin Trimetoprim

Sulfametoksasol

Terapi suportif melibatkan pengobatan dehidrasi dengan cairan pengganti

dan pengobatan shock, koagulasi intravaskular diseminata , patut sekresi hormon

antidiuretik , kejang , peningkatan tekanan intrakranial , apnea , aritmia , dan koma.Terapi

suportif juga melibatkan pemeliharaan perfusi serebral yang memadai dihadapan edema serebral .

Dengan pengecualian dari HSV dan HIV , tidak ada terapi spesifik untuk

virusensefalitis . Manajemen mendukung dan sering membutuhkan masuk ICU ,

yangmemungkinkan terapi agresif untuk kejang , deteksi tepat waktu kelainan

elektrolit ,dan , bila perlu , pemantauan jalan napas dan perlindungan dan

pengurangan peningkatan tekanan intrakranial .IV asiklovir adalah pilihan perawatan

untuk infeksi HSV . Infeksi HIV dapat diobatidengan kombinasi ARV . Infeksi M.

pneumoniae dapat diobati dengan doksisiklin ,eritromisin , azitromisin , klaritromisin

atau , meskipun nilai mengobati penyakitmikoplasma SSP dengan agen ini masih diperdebatkan.

Perawatan pendukung sangat penting untuk menurunkan

tekanan intrakranial dan untuk mempertahankan tekanan perkusi serebral yang memadai

dan oksigenasi.

2.7.10 Prognosis

Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :

1. Umur : Anak Makin muda makin baguS prognosisnya

Dewasa Makin tua makin jelek prognosisnya

2. Kuman penyebab

3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika

20

Page 22: referat meningoensefalitis

4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan

5. penyakit yang menjadi faktor predisposisi.

Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh sempurna

walaupun proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama. Sedangkan pada kasus

yang berat, dapat terjadi kerusakan otak dan saraf secara permanen, dan biasanya

memerlukan terapi jangka panjang

21

Page 23: referat meningoensefalitis

BAB III

KESIMPULAN

Meningoensefalitis berarti peradangan pada otak (encephalon) dan

selaput pembungkusnya (meningen). Bakteri, jamur, dan proses autoimun dapat

menyebabkan ensefalitis, tetapi pada kebanyakan kasus etiologinya adalah virus. Virus

herpes simpleks (HSV) menjadi penyebab tersering dari ensefalitis. Gejala umum yang

terjadi adalah lemah, malaise, demam, sakit kepala, pusing, mual-muntah, fotofobia,

nyeri ekstermitas, tanda nasofaringitis, halusinasi, kejang, gangguan kesadaran.

Penatalaksaan pada meningoensefalitis adalah dengan menggilangkan gejala-gejala yang

ada dan memberikan obat sesuai faktor penyebab, yaitu antibakteri atau antivirus. Pada

banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh sempurna walaupun proses

penyembuhan memerlukan waktu yang lama. Sedangkan pada kasus yang berat, dapat

terjadi kerusakan otak dan saraf secara permanen, dan biasanya memerlukan terapi

jangka panjang.

22

Page 24: referat meningoensefalitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL :

http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm

2. Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library

URL:http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi23.pdf

3. Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The New

England Journal of Medicine. 336 : 708-16 URL

:http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf

4. Cambell W, DeJong’s The Neurologic Examination Sixth edition, Lippincott Williams

and Wilkins, Philadelpia, 2005;19-20,37-40,97-277

5. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, FKUI, Jakarta,

2004; 7-111

6. Juwono T, Pemeriksaan Klinik Neurologi dalam Praktek. EGC, Jakarta; 5-53

7. Posner JB, Schiff ND, Saper CB, Plum F, Plum and Posner Diagnosis of Stupor and

Coma fourth edition, Oxford University Press, Oxford, 2007; 38-42

8. Markam S, Penuntun Neurologi, Binarupa Aksara, Jakarta; 18-50

9. Chusid JG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional Bagian Satu, Gajah Mada

University Press, Jogjakarta, 1990; 150-190

10. Duus Peter, Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala edisi II,

EGC, Jakarta; 78-127

11. Fitzgerald MJ, Gruener G, Mtui E, Clinical Neuroanatomy and Neuroscience Fifth

edition International edition, Saunders Elsevier, British, 2007; 225-257

12. Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006. Lumbar

Puncture. The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL

:http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf

23