43
PJBL I Blok Respiratori JK FK UB Kasus Tn. K, usia 65 tahun datang ke IRD RS dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang dengan ditemani oleh anaknya. Menurut cerita dari anaknya Tn. K satu hari yang lalu kehujanan setelah menengok cucunya yang ada diluar kota. Serangan sesak nafas yang dialami saat ini dirasakan sejak tadi malam jam 23.15, dan bertambah sesak sampai pagi ini sehingga keluarga memutuskan dibawa ke UGD RSSA.Tn. K mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi ngik-ngik bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat. Tn. K juga mengeluh batuk sejak 3 bulan yang lalu dan mengeluarkan banyak dahak berwarna putih kental. Pada saat dilakukan pengkajian saat ini Tn. K duduk dengan kedua tangan memegang tepi brankart, Menurut anaknya Tn. K pada waktu muda suka merokok dengan rata-rata 1 pak perhari selama 20 tahun. Serangan batuk yang saat ini dialami ayahnya sudah terjadi sejak 5 tahun yang lalu. Pasien dalam kondisi sadar, GCS 456, dan tampak gelisah. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil RR: 29 x/menit, ronki dan wheezing terdengar di kedua lapang paru, bentuk dada barrel chest, Pernafasan cuping hidung, terdapat penggunaan otot bantu pernafasan retraksi otot area supraklavikular dan sternocleidomastoideus, nadi: 115 x/menit, regular, tekanan darah: 145/100 mm Hg, Suhu: 37,5°C. akral dingin dan berkeringat, sianosis pada mukosa bibir, CTR 3“. Rongent

PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Project Based Learning Untuk memenuhi tugas individu Blok Respirasi. Klien Dengan PPOK.Ilmu Keperawatan 2011.

Citation preview

Page 1: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

PJBL I

Blok Respiratori JK FK UB

Kasus

Tn. K, usia 65 tahun datang ke IRD RS dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang dengan ditemani oleh

anaknya. Menurut cerita dari anaknya Tn. K satu hari yang lalu kehujanan setelah menengok

cucunya yang ada diluar kota. Serangan sesak nafas yang dialami saat ini dirasakan sejak tadi

malam jam 23.15, dan bertambah sesak sampai pagi ini sehingga keluarga memutuskan dibawa

ke UGD RSSA.Tn. K mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi ngik-ngik bertambah

sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat. Tn. K juga mengeluh

batuk sejak 3 bulan yang lalu dan mengeluarkan banyak dahak berwarna putih kental. Pada saat

dilakukan pengkajian saat ini Tn. K duduk dengan kedua tangan memegang tepi brankart,

Menurut anaknya Tn. K pada waktu muda suka merokok dengan rata-rata 1 pak perhari selama

20 tahun. Serangan batuk yang saat ini dialami ayahnya sudah terjadi sejak 5 tahun yang lalu.

Pasien dalam kondisi sadar, GCS 456, dan tampak gelisah. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik

didapatkan hasil RR: 29 x/menit, ronki dan wheezing terdengar di kedua lapang paru, bentuk

dada barrel chest, Pernafasan cuping hidung, terdapat penggunaan otot bantu pernafasan retraksi

otot area supraklavikular dan sternocleidomastoideus, nadi: 115 x/menit, regular, tekanan darah:

145/100 mm Hg, Suhu: 37,5°C. akral dingin dan berkeringat, sianosis pada mukosa bibir, CTR

3“. Rongent toraks: terdapat pelebaran antar iga, diafragma letak rendah, penumpukan udara

daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan peningkatan bentuk bronkovaskuler, jantung

tampak membesar. ECG: deviasi aksis kanan, gelombang P pada lead II, III tinggi dan lebih

panjang. Spirometri : FEV1/FVC 60%, BGA: Pa CO2: 52 mmHg, Pa O2: 70 mmHg, Sa O2:

79%, PH: 7,25, H CO3 -: 20 mEq/L, Therapi: IV Line Na Cl 0,9% : 20 tts/menit, Amofilin 250

mg IV (5 mg/kg BB), Metilpredisolon 260 mg IV (4 mg/kg BB), Nebulizer: Ventolin :

Bisolvon : Na CL 0,9% = 1:1:2, Venturi Masker 6 lpm.

SLO

1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi PPOK

2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan pembagian derajat PPOK

3. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi PPOK

Page 2: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

4. Mahasiswa mampu menjelaskan factor risiko PPOK

5. Mahasiswa mampu menjelaskan patofiosiologi PPOK

6. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis PPOK

7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi PPOK

8. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostic PPOK

9. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan PPOK

a. Umum

b. Obat

c. Terapi O2

d. Rehabilitasi

e. Asuhan keperawatan

10. Mahasiswa mampu menyusun SAP PPOK

a. Pengertian

b. Etiologi

c. Pembagian derajat

d. Faktor risiko

e. Tanda dan gejala

f. Komplikasi

g. Penatalaksanaan

Page 3: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

(PPOK)

DEFINISI

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) ini memiliki berbagai nama antara lain Penyakit

Obstruksi Menahun (PPOM), empisema pulmonal akibat obstruksi kronik (chronic obstrukctive

pulmonary emphysema/COPE), sindroma pumlonal obstrukstif yang difus (diffuse obstructive

pulmonary syndrome/DOPS) (Tabrani Rab, 1998).

PPOK adalah penyakit kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran pernafasan

yang bersifat progresif secara lambat nonreversibel atau reversible parsial. PPOK terdiri dari

bronchitis kronik dan emfisemia atau gabungan dari keduanya. (Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia, 2003)

PPOK adalah gangguan yang memengaruhi pergerakan udara dari dan keluar paru (Black, 1993)

 

Etiologi dan Pembagian Derajat

Etiologi

Bronkitis Kronis

Gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus yang berlebih dalam bronkus

dan dimanifestasikan dalam bentuk batuk kronis serta membentuk sputum selama 3 bulan

dalam setahun, minimal 2 tahun berturut-turut.

Emfisema

Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal

bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

(Arif Mutaqin, 2008)

Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK

Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan. Perkumpulan Dokter Paru

Indonesia PDPI/Gold tahun 2005 sebagai berikut:

Page 4: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

1. PPOK ringan

Gejala klinis:

Dengan atau tanpa batuk

Dengan atau tanpa produksi sputum

Sesak napas derajat sesak 0 -1

Spirometri:

VEP1 ≥80% prediksi (normal spirometri) atau

VEP1/KVP <70%

2. PPOK Sedang

Gejala klinis:

Dengan atau tanpa batuk

Dengan atau tanpa produksi sputum

Sesak napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas)

Spirometri:

VEP1/KVP <70% atau

50% < VEP! <80% prediksi

3. PPOK Berat

Gejala klinis:

Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik

Ekserbasi lebih sering terjadi

Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan

Spirometri:

VEP1/KVP <70%

VEP1 <30% prediksi atau

VEP1 > 30% dengan gagal napa kronik

Gagal napas kronik pada PPOK ditinjukkan dengan hasil pemariksaan analisa gas darah,

dengan criteria:

Hipoksemia dengan normokapnia, atau

Hipoksemia dengan hiperkapnia

Page 5: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

Epidemiologi

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), emunjukkan bahwa pada tahun 1990 PPOK menempati

urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, sedangkan pada tahun 2002 telah

menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO, 2002). Hasil survey

penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di

Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun

2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang anka kesakitan (35%),

diikuti asma bronchial (33%) dan lainnya (2%) (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001, sebanyak 54,5%

penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan merupakan peroko, 92% dari perokok menyatakan

kebiasaan merokok di dalam rumah ketika bersama anggota keluarga, dengan demikian sebagian

besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif (BPS, 2001). Jumlah perokok yang

berisiko menderita PPOK atau Kanker paru berkisar antara 20-25%.

Faktor Risiko

Bertambahnya usia

Jenis kelamin, dimana pasien pria lebih banyak daripada wanita

Status social ekonomi, dimana pada status ekonomi yang rendah memungkinkan untuk

mendapatkan PPOK lebih tinggi

Infeksi bronkus yang berulang

Alergi maupun hipersensitifitas bronkus

Faktor genetic, dimana terdapat alfa2 protease inhibitor yang rendah (penghambat alfa2

protease) (Tabrani Rab, 1998). Faktor risiko genetic yang paling besar dan telah diteliti

lama adalah defisiensi alfa1 antitripsin, yang merupakan protease serin inhibitor,

contohnya pada emfisema paru.

Paparan partikel inhalasi:

Kebiasaan merokok. Pada perokok berat kemungkinan untuk mendapatkan PPOK

menjadi lebih tinggi. Selain itu dapat terjadi penurunan dari reflek batuk.

Paparan lain yang dianggap cukup mengganggu adalah debu-debu yang terkait dengan

pekerjaan (occupational ducts) dan bahan-bahan kimia.

Page 6: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

Polusi udara dalam ruangan yang dapat berupa kayu,-kayuan, kotoran hewan, sisa-sisa

serangga, batubara, asap dari kompor juga dapat menyebabkan peningkatan insidensi

PPOK khususnya wanita. Selain itu, polusi udara di luar ruangan seperti emisi bahan

bakar kendaraan dengan kadar sulfur oksida (SO2) dan nitrogen dioksida (NO2) juga

dapat memberikan sumbatan pada saluran nafas kecil (bronkiolitis).

Pertumbuhan dan perkembangan paru

Mengarah kepada status nutrisi bayi pada saat masih dalam kandungan, saat lahir dan

dalam masa pertumbuhannya.

Stres oksidatif

Paparan oksidan yang terus menerus menyebabkan keseimbangan antara anti oksidan dan

oksidan yang ada akan menyebabkan stress oksidasi pada paru-paru, hal ini memainkan

peran penting terhadap pathogenesis PPOK

Komorbiditas

Asma memeiliki faktor risiko terhadap kejadian PPOK, dimana di dapatkan dari suatu

penelitian pada Tucson Epidemiologi Study of Airway Obstructive Disease, bahwa orang

dengan asma akan mengalami 12kali lebih tinggi berisiko menderita PPOK

Page 7: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

Patofisiologi

Polusi bahan iritan(asap) atau rokok, riwayat kesehatan (ISPA)

Iritasi jalan nafas

Hipereksresi lendir dan inflamasi peradangan

Peningkatan sel – sel goblet

Penurunan silia

Peningkatan produksi sputum

PPOK

Bronkiolus menyempit dan tersumbat Penurunan nafsu makan

Penurunan BB drastis

Nafas pendek Obstruktif (kerusakan) alveoli

Gangguan pola nafas

Rentan terhadap Alveoli mengalami

infeksi pernafasan kolaps

Penurunan ventilasi paru

Kerusakan campuran gas

Ketidaksamaan ventilasi perfusi Hipoksemia

Gangguan pertukaran gas

Intoleransi aktivitas

Resiko tinggi infeksi

Pola nafas tidak efektif

Perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

ADL dibantu

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Batuk tidak efektif

Kelemahan

Page 8: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

Manifestasi Klinis

Dalam menilai gambaran klinis pada PPOK harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan,

b. Perkembangan gejala bersifat progresif lambat

c. Riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam ruangan, luar ruangan, dan

tempat kerja)

d. Sesak pada saat melakukan aktivitas

e. Hambatan aliran udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali normal).

Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus diperiksa dengan

teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan.

Batuk kronik

Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan

pengobatan yang diberikan

Berdahak kronik

Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk

Sesak nafas, terutama pada saat melakukan aktivitas Seringkali pasien sudah mengalami

adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak

dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak napas sesuai

skala sesak.

Skala Sesak Keluhan sesak berkaitan dengan aktivitas

0 Tidak ada sesak keciali dengan aktivitas berat

1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat

2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

3 Sesak timbul bila berjalan 100m atau setelah beberapa menit

4 Sesak bila mandi atau berpakaian

*sekala sesak

Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi pada

PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat

Page 9: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

sedang dan PPOK derajad berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan

bentuk anatomi toraks. Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai

berikut:

Inspeksi

Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong )

Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup )

Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas

Pelebaran sela iga

Perkusi

Auskultasi

Fremitus melemah,

Suara nafas vesikuler melemah atau normal

Ekspirasi memanjang

Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)

Ronki

Sepertiga penderita mengalami penurunan berat badan, karena setelah selesai makan

mereka sering mengalami sesak yang berat sehingga penderita menjadi malas makan.

Pembengkakan pada kaki sering terjadi karena adanya gagal jantung.

Pada stadium akhir dari penyakit, sesak nafas yang berat timbul bahkan pada saat

istirahat, yang merupakan petunjuk adanya kegagalan pernafasan akut.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :

1. Gagal napas

a. Gagal napas kronik

b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik

2. Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni

kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti

menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.

3. Kor pulmonal

Page 10: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

Gagal napas kronik :

Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal,

penatalaksanaan :

- Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2

- Bronkodilator adekuat

- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur

- Antioksidan

- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :

- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

- Sputum bertambah dan purulen

- Demam

- Kesadaran menurun

Kor pulmonal :

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung

kanan

Pemeriksaan diagnostic

Tes fungsi paru

Tes fungsi paru menunjukkan obstruksi aliran napas dan menurunnya pertukaran udara

akibat destruksi jaringan paru. Kapasitas total paru bisa normal atau meingkat akibat

udara yang terperangkap. Dilakukan pemeriksaan reversibilitas karena 20% pasien

mengalami perbaikan dari pemberian bronkodilator.

Foto thorak

Bisa normal namun pada emfisema akan menunjukkan hiperinflasi disertai hilangnya

batas paru serta jantung tampak kecil.

Computed tomography

Untuk memastikan adanya bula enfisematosa

Analisa gas darah

Analias gas darah harus dilakukan jika ada kecurigaan gagal napas. Pada hipoksemia

kronis kadar hemoglobin bisa meningkat.

Page 11: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003):

Pemeriksaan rutin

1. Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).

Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya

PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter

walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau

variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

Uji bronkodilator

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, uji bronkodilator dilakukan pada

PPOK stabil

2. Darah rutin

Hb, Ht, leukosit

3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain

Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

1. Faal paru

2. Uji latih kardiopulmoner

a. Sepeda statis (ergocycle)

b. Jentera (treadmill)

c. Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

3. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat

hipereaktiviti

bronkus derajat ringan

4. Uji coba kortikosteroid

Page 12: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau

metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1

pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat

kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid

5. Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

a. Gagal napas kronik stabil

b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik

6. Radiologi

a. CT - Scan resolusi tinggi

b. Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang

tidak terdeteksi oleh foto toraks polos

c. Scan ventilasi perfusi

Mengetahui fungsi respirasi paru

7. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi

ventrikel kanan.

8. Ekokardiografi

Menilai funfsi jantung kanan

9. bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan

untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran

napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di

Indonesia.

10. Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),

defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

Penatalaksanaan

a. Umum

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

Page 13: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

2. Obat - obatan

3. Terapi oksigen

4. Ventilasi mekanik

5. Nutrisi

6. Rehabilitasi

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan

PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2) penatalaksanaan pada

eksaserbasi akut.

1. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.

Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit

kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan

aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih

bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi

atau tujuan pengobatan dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal

3. Mencapai aktiviti optimal

4. Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada

setiap

kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di

poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara

intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan

waktu

yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi

kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan

aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

kualiti hidup pasien PPOK.

Page 14: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat

pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK

2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

3. Cara pencegahan perburukan penyakit

4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5. Penyesuaian aktiviti

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti

bahan edukasi sebagai berikut :

1. Berhenti merokok

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan

2. Pengunaan obat - obatan

- Macam obat dan jenisnya

- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )

- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu saja )

- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

3. Penggunaan oksigen

- Kapan oksigen harus digunakan

- Berapa dosisnya

- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

Tanda eksaserbasi :

- Batuk atau sesak bertambah

- Sputum bertambah

- Sputum berubah warna

6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti

Page 15: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

b. Obat

Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan

klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak

dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat

lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).

Macam - macam bronkodilator :

o Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga

mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

o Golongan agonis beta - 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan

dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya

digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan

untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka

panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

o Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena

keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat

kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

o Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,

terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk

mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi

eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar

aminofilin darah.

Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi

menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk

inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu

Page 16: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

- Lini I : amoksisilin

makrolid

- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat

sefalosporin

kuinolon

makrolid baru

Perawatan di Rumah Sakit :

dapat dipilih

Amoksilin dan klavulanat

Sefalosporin generasi II & III injeksi

Kuinolon per oral

ditambah dengan yang anti pseudomonas

Aminoglikose per injeksi

Kuinolon per injeksi

Sefalosporin generasi IV per injeksi

Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein.

Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai

pemberian yang rutin

Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat

perbaikaneksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.

Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai

pemberian rutin.

Antitusif

Page 17: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

c. Terapi O2

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan

sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk

mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ -

organ lainnya.

Manfaat oksigen

Mengurangi sesak

Memperbaiki aktiviti

Mengurangi hipertensi pulmonal

Mengurangi vasokonstriksi

Mengurangi hematokrit

Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

Meningkatkan kualiti hidup

Indikasi

Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P

pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain

Macam terapi oksigen :

Pemberian oksigen jangka panjang

Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah

diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di

rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat

ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :

Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )

Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

Page 18: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur

atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul

1- 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi

bila penderita tidur.

Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan

kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri.

Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.

Alat bantu pemberian oksigen

Nasal kanul

Sungkup venturi

Sungkup rebreathing

Sungkup nonrebreathing

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah

pada waktu tersebut

d. Rehabilitasi

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup

penderita PPOK

Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah

mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :

Simptom pernapasan berat

Beberapa kali masuk ruang gawat darurat

Kualiti hidup yang menurun

Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang

terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.

Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan

pernapasan.

1. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan

fisis yang baik akan menghasilkan :

Peningkatan VO2 max

Page 19: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik

Peningkatan cardiac output dan stroke volume

Peningkatan efisiensi distribusi darah

Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery

Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan

a. Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan

Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot

pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk

melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot pernapasan

akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimum, memperbaiki kualiti

hidup dan mengurangi sesak napas.

Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan

ini akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh

penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK

bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan

otot pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan

ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan.

b.Endurance exercise

Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK. Bertambahnya

cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar pada orang sehat.

Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi latihan karena

meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan rendahnya

konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan resultante dari efisiensinya pemakaian

oksigen di jaringan dari toleransi terhadap asam laktat. Sesak napas bukan satu-satunya keluhan

yang menyebabkan penderita PPOMJ menghenikan latihannya, faktor lain yang mempengaruhi

ialah kelelahan otot kaki. Pada penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor

yang dominan untuk menghentikan latihannya.

Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan menyebabkan penurunan fungsi otot skeletal.

Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu akan menyebabkan penurunan kekuatan otot, diameter serat

Page 20: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

otot, penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik. Berbaring ditempat tidur dalam jangka

waktu yang lama menyebabkan menurunnya oxygen uptake dan control kardiovaskuler.

Latihan fisis bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat :

• Di rumah

Latihan dinamik

Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan, joging, sepeda

• Rumah sakit

o Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu. Tipe latihan

diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat.

Pernyataan keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting daripada hasil pemeriksaan

subyektif atau obyektif. Pemeriksaan ulang setelah 6-8 minggu di laboratorium dapat

memberikan informasi yang obyektif tentang beban latihan yang sudah dilaksanakan.

o Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk penderita di rumah adalah

ergometri dan walking-jogging. Ergometri lebih baik daripada walkingjogging. Begitu

jenis latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3 menit, yang cukup untuk

menaikkan denyut nadi sebesar 40% maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai

mencapai denyut jantung 60%-70% maksimal selama 10 menit. Selanjutnya diikuti

dengan 2-4 menit istirahat. Setelah beberapa minggu latihan ditambah sampai 20-30

menit/hari selama 5 hari perminggu. Denyut nadi maksimal adalah 220 - umur dalam

tahun.

o Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk penderita dapat diperkecil.

walaupun demikan latihan jasmani secara potensial akan dapat berakibat kelainan fatal,

dalam bentuk aritmia atau iskemi jantung.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :

Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan

Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan

Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi atau

pusing latihan segera dihentikan

Pakaian longgar dan ringan

2. Psikososial

Page 21: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat diberikan

obat

3. Latihan Pernapasan

Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan meliputi

pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot

abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot

ekstrimiti.

Penatalaksanaan PPOK stabil

Kriteria PPOK stabil adalah :

Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik

Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah

menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg

Dahak jernih tidak berwarna

Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri)

Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan

Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan

Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :

Mempertahankan fungsi paru

Meningkatkan kualiti hidup

Mencegah eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah

untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi

Penatalaksanaan di rumah

Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa hal

yang harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun oleh keluarganya.

Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi penderita PPOK berat yang harus menggunakan

oksigen atau ventilasi mekanik.

Tujuan penatalaksanaan di rumah :

a. Menjaga PPOK tetap stabil

Page 22: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

b. Melaksanakan pengobatan pemeliharaan

c. Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini

d. Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan

e. Menjaga penggunaan ventilasi mekanik

f. Meningkatkan kualiti hidup

Penatalaksanaan di rumah meliputi :

1. Penggunakan obat-obatan dengan tepat.

Obat-obatan sesuai klasifikasi (tabel 2). Pemilihan obat dalam bentuk dishaler, nebuhaler atau

tubuhaler karena penderita PPOK biasanya berusia lanjut, koordinasi neurologis dan kekuatan

otot sudah berkurang. Penggunaan bentuk MDI menjadi kurang efektif. Nebuliser sebaiknya

tidak digunakan secara terus menerus. Penggunaan nebuliser di rumah sebaiknya bila timbul

eksaserbasi, penggunaan terus menerus, hanya jika timbul eksaserbasi.

2. Terapi oksigen

Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya

digunakan bila timbul sesak yang disebabkan pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat

yang terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam terutama

pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter

3. Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya. Beberapa penderita PPOK dapat

menggunakan mesin bantu napas di rumah (lihat hal 25)

4. Rehabilitasi

Penyesuaian aktiviti

Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough)

"Pursed-lips breathing"

Latihan ekstremiti atas dan otot bantu napas

5. Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada :

Tanda eksaserbasi

Efek samping obat

Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen

e. Asuhan keperawatan

Page 23: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

Pengkajian (terlampir)

Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah Keperawatan

1. DS: mengeluh sesak napas,

mengeluh bertambah sesak

jika melakukan pekerjaan

DO: RR: 29 x/menit, nadi

115x/mnt, tampak gelisah,

Pernafasan cuping hidung,

sianosis pada mukosa bibir,

CTR 3“,penumpukan udara

daerah retrosternal, tampak

penurunan vaskuler dan

peningkatan bentuk

bronkovaskuler, Spirometri

: FEV1/FVC 60%, BGA:

Pa CO2: 52 mmHg, Pa O2:

70 mmHg, Sa O2: 79%,

PH: 7,25, H CO3 -: 20

mEq/L

Gangguan pergerakan

udara kedalam dan keluar

paru

Peningkatan usaha dan

frekuensi pernapasan,

penggunaan otot bantu

pernapasan

Peningkatan kerja

pernapasan, hipoksemia

secara reversible

Gangguan pertukaran gas

Gangguan pertukaran

gas

2. DS: -mengeluh batuk sejak

3bln

-mengeluh sesak nafas

DO:     - terlihat gelisah

-batuk

-mengeluarkan banyak

dahak putih kental

-merokok 1pak/hari selama

20th

- ronki dan wheezing

terdengar di kedua lapang

Penyempitan jalan nafas

Serangan paroksimal

Dispnea, wheezing,

batuk, sputum

Infeksi bersihan jalan

nafas

Bersihan jalan nafas

tidak efektif

Page 24: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

paru

- penggunaan otot bantu

pernafasan retraksi otot

area supraklavikular dan

sternocleidomastoideus

3. DS: -klien mengeluh

sesak nafas

-nafas sesak dan berbunyi

ngikngik

-mengeluh bertambah sesak

jika melakukan pekerjaan

DO: -ronki dan wheezing

terdengar dikedua lapang

paru

-bentuk dada barrel chest

-pernafasan cuping hidung

-penggunaan otot bantu

pernapasan

Infeksi saluran

pernafasan

Inflamasi, sekresi,

bronchospasme, edema

mukosa

 

Penyempitan jalan nafas

Pola nafas tidak efektif

pola nafas tidak efektif

Intervensi

Gangguan pertukaran gas

Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi pertukaran gas membaik

Kriteria evaluasi : frekuensi napas 16-20x/mnt, frekuensi nadi 70-90x/mnt dan warna kulit

kembali normal dan GDA dalam batas normal

Intervensi :

Rencana Intervensi Rasional

Kaji keefektifan jalan napas Brokospasme dideteksi ketika terdengar

mengi saat diauskultasi dengan stetoskop.

Peningkatan pembentukan mucus sejalan

dengan penurunan aksi mukosiliar menunjang

penurunan lebih lanjut diameter bronki dan

Page 25: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

mengakibatkan penurunan aliran udara serta

penurunan aliran pertukaran gas, yang

diperburuk oleh kehilangan daya elastisitas

Kolaborasi untuk pemberian bronkodilator

secara aerosol

Terapi aerosol dapat membantu

mengencerkan sekresi sehingga dapat

dibuang.

Lakukan fisioterapi dada Setelah inhalasi bronkodilator nebulizer, klien

disarankan untuk meminum air putih untuk

mengencerkan sekresi. Kemudian

membatukkan dengan ekspulsi atau postural

drainase akan membantu dalam pengeluaran

sektresi.

kolaborasi untuk pemantauan analias gas

darah

Sebagai bahan evaluasi setelah melakukan

intervensi

Kolaborasi untuk memantau pemberian

oksigen via nasal

Oksigen diberikan ketika terjadi hipoksemia.

Perawat haru memantau kemanjuran terapi

oksigen dan memastikan bahwa klien patuh

dalam menggunakan alat pemberian oksigen

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi jalan napas kembali efektif

ditandai dengan berkurangnya kuantitas dan viskositas sputum untuk memperbaiki ventilasi

paru dan pertukaran gas.

Kriteria hasil : klien dapat menyatakan dan mendemonstrasikan batuk efektif, tidak ada

suara napas tambahan, wheezing (-) dan oernapasan klien normal (16-20)/x/menit) tanpa

adanya otot bantu pernapasan.

Intervensi :

Rencana Intervensi Rasional

Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat

ringannya obstuksi

Atur posisi semifowler Meningkatkan ekspansi paru

Page 26: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

Ajarkan cara batuk efektif Batuk yg terkontrol dpt memudahkn

pengeluaran & secret yg melekat di jalan napas

Bantu klien latihan napas dalam Ventilasi maksimal membuka lumen jalan

napas dan meningkatkan gerakan secret ke

dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan

Pertahankan intake cairan sedikitnya

2500ml/hari kecuali diindikasikan

Hidrasi yang adekuat membantu

mengencerkan secret dan mengefektifkan

pembersihan jalan napas

Kolaborasi pemberian obat:

Bronkodilator

Nebulizer (via inhalasi) dgn golongan

terbutaline 0,25mg, fenoterol HBr 0,1%

solution, orciprenaline sulfur 0,75mg

Agen mukolit dan ekspetoran

kortikosteroid

Pembarian bronkodilator via inhalasi akan

langsung menuju area bronchus yang

mengalami spasme sehingga lebih cepat

berdilatasi.

Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan

perlengketan secret.

Kortikosteroid berguna dgn keterkibatan luas

pada hipoksemia dan menurunkan reaksi

inflamasi akibat edema mukosa dan dinding

bronkus.

Ketidakefektifan pola pernafas

tujuan : dalam waktu 3x24jam setelah diberikan intervensi pola napas kembali efektif

criteria evaluasi: klien mampu melakukan batuk efektif, irama, frekuensi dan kedalaman

pernapasan dalam batas normal.

Intervensi :

Rencana Intervensi Rasional

Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan

pernapasan, dispnea, sianosis dan perubahan

TTV

Dengan mengidentifikasi penyebab, kita

dapat mengambil tindakan yang tepat.

Auskultasi bunyi paru Bunyi napas dapat menurun/tak ada pada area

Page 27: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

kolaps yang meliputi satu lobus, segmen paru,

atau seluruh are paru.

Kaji pengembangan dada dan posisi trakea Ekspansi paru menurun pada area kolaps

Berikan posisi semi fowler/fowler tinggi dan

miring pada sisi yang sakit, bantu klien

latihan napas dalam dan batuk efektif

Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru

dan menurunkan upaya bernapas. Ventilasi

maksimal membuka area etelektasis dan

meningkatkan gerakan secret ke jalan napas

besar untuk dikeluarkan

Page 28: PJBL PPOK Untuk Tugas Individu Blok Respirasi

Daftar Pustaka

Djojodibroto, Darmanto. 2007. Repirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC

Mutaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Rab, Tabrani. 1998. Agenda Gawat Darurat. Bandung: Alumni

Somantri, Irman. 2007. Asuhan keperawatan pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.

Jakarta: Salemba Medika.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Pedoman

Diagnosa & Penatalaksanaan di Indonesia.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/SK/XI/2008 tentang

Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik

http://medicastore.com/penyakit/455/Penyakit_Paru_Obstruktif_Menahun_PPOM.html di akses

pada senin, 27 Febuari 2012 pukul 19.17 WIB

http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/copd.pdf di akses pada Senin, 27

Febuari 2012 pada pukul 19.45 WIB