Upload
ikadekyogautamaputra
View
63
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PJBL ATRESIA ANi
FUNDAMENTAL ATRESIA ANI
1. Definisi Atresia Ani
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar
(Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya
perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal(Suriadi,2001).
Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan
kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
Atresia ani (malformasi anorektal/anus imperforate) adalah bentuk kelainan bawaan yang
menunjukan keadaan tidak ada anus, atau tidak sempurnanya bentuk anus.
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputianus, rectum
atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002).
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan
bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata
atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001. RSCM).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna
L. Wong, 520 : 2003).
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan.Dalam
istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan
normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya
lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa
terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai
saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh,misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu
tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi
maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan
normalnya.
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
Page | 1
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari
peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
Klasifikasi Atresia Ani
Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang melewati ischii kelainan
disebut:
a. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus pubokoksigeus).
b. Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.
c. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus levator ani.
2. Etiologi Atresia Ani
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rectum bagian
distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan.
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan
anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot
dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi
penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang
sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom
genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani.
Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan
sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang
memisahkannya.
Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur
Page | 2
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan
3. Berkaitan dengan sindrom down
4.Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
5. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian
distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan.
Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan embrional dan fetal yang
dipengaruhi berbagai faktor seperti : faktor genetik,faktor kromosom,faktor mekanis,faktor
hormonal,faktor obat,faktor radiasi,faktor gizi dan gangguan pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik.Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum,sfingter dan otot-otot
dasar panggul.Namun demikian,pada agenesis anus,sfingter intern mungkin tidak memadai.Kelainan
bawaan rektum dan sinus urorektal ysehingga biasanya disertai gangguan perkembangan septum
urorektal yang memisahkan.
3. Epidemiologi Atresia Ani
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran.
Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.
Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi lakilaki, diikuti oleh
fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling banyak
ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal. Hasil penelitian
Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih
banyak ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.
4. Faktor Resiko Atresia Ani
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen
genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang
memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan
dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya
hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome).
Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat
Page | 3
menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi malformasi anorektal bersifat
multigenik.
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir, seperti :
1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada gastrointestinal.
2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.
5. Manifestasi Klinis Atresia Ani
Klasifikasi Atresia Ani
Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal adalah klasifikasi Wingspread
yang membagi malformasi anorektal menjadi letak tinggi, intermedia dan letak rendah. Akan tetapi,
untuk tujuan terapi dan prognosis digunakan klasifikasi yang dibuat berdasarkan jenis.
Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang melewati ischii kelainan
disebut:
a. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus pubokoksigeus).
b. Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.
c. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus levator ani.
Berdasarkan letaknya Atresia ani/anus imperforata dibagi menjadi beberapa tipe yaitu :
1. Transvelator ( anus imperforata rendah )
Rektum berakhir dibawah m. Levator ani sehingga jarak antara kulit dengan ujung rektum paling
jauh 1 cm. . Perempuan 50 % laki laki 10 %
2. Intermediate ( anus imperforata tengah )
Rektum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya. Atresia ani jenis ini jarang terjadi
3. Supralevator ( anus imperforata tinggi )
Rektum berakhir diatas M. Levator ani dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit
perineum > 1 cm. Perempuan 50 % dengan tipe ini, laki laki 90 %.
Gambaran malformasi anorektal pada laki-laki
Normal male anatomy
Page | 4
Recto urethral bulbar fistula (Low)
Recto bladder neck fistula (High)
Gambaran malformasi anorektal pada perempuan
Normal female anatomy
Vestibular fistul
High Imperforate anus
Typical Cloaca
Page | 5
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu
dapat berupa:
1. Perut kembung
2. Muntah
3. Tidak bisa buang air besar
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana
terdapat penyumbatan.
Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata letak rendah dimana rectum
berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya,
malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi
anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.
Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih abnormalitas yang mengenai
sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan
dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan,
akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan kardiovaskuler.
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi anorektal adalah:
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan yang paling banyak
ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan
vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum (1%-2%)
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti
hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang
sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada malformasi anorektal.
Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan malformasi anorektal letak
tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae,
Page | 6
Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal,
Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).
6. Patofisiologi Atresia Ani
Anus dan rektum berasal dari struktur embriologi yang disebut kloaka. Pertumbuhan ke dalam
sebelah lateral bangunan ini membentuk septum urorektum yang memisahkan rektum di sebelah
dorsal dari saluran kencing di sebelah ventral. Kedua sistem (rektum dan saluran kencing) menjadi
terpisah sempurna pada umur kehamilan minggu ke-7. Pada saat yang sama, bagian urogenital
yang berasal dari kloaka sudah mempunyai lubang eksterna, sedangkan bagian anus tertutup oleh
membran yang baru terbuka pada kehamilan minggu ke-8. Kelainan dalam perkembangan proses-
proses ini pada berbagai stase menimbulkan suatu spektrum anomali, kebanyakan membran
saluran usus bawah dan bangunan genitourinaria. Hubungan yang menetap antara bagian bawah
dan bagian rektum kloaka menimbulkan fistula. ( Behram,2000)
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan
distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir
melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia,
sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang.
Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada
perempuan, 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-
laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan
merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis).
7. Pemeriksaan Diagnostik Atresia Ani
X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus
Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu sistouretrogram
mikturasi akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius
Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
Page | 7
Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari
adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus
urinarius.
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.
Pada anamnesis dapat ditemukan :
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan adalah
letak rendah
Pena menggunakan cara sebagai berikut:
1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :
a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia letak
rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi
b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih dahulu,
setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif.
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari
kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi.
1. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.
2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.
Page | 8
Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa kolostomi. Bila fistel
rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Bila fistel (-) maka
dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital
anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel
perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan
adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar
usus terisi udara, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal
dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara
berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.
Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu menunjukkan gejala obstruksi
saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir
dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus. Mekonium
biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula rektoperineal hingga 16-24 jam.
Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium
harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan
bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga
rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi
tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk
menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan
colostomy atau anoplasty.
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan tidak adanya
garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang
sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan malformasi anorektal letak tinggi dan harus
dilakukan colostomy. Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi
anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag
yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya
mekonium).
8. Penatalaksanaan Medis Atresia Ani
Page | 9
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan
kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan
prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses
dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982memperkenalkan
metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah
muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong
rektum dan pemotongan fistel.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi
anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani
secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan
berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi
pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan
operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang
kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya
berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.
Leape (1987) menganjurkan pada :
a. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 –12
bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
b. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi
dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus
c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan
minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan
kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu.
Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal,
limited atau full postero sagital anorektoplasti.
Teknik Operasi
a. Dilakukan dengan general anestesi, dengan intubasi endotrakeal, dengan posisi pasien
tengkurap dan pelvis ditinggikan.
b. Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal dimple.
Page | 10
c. Insisi bagian tengah sakrum kearah bawah melewati pusat spingter dan berhenti 2 cm
didepannya.
d. Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle complex.
e. Os koksigeus dibelah sampai tampak muskulus levator, dan muskulus levator dibelah tampak
dinding belakang rektum.
f. Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya.
g. Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber.
h. Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.
Penatalaksanaan malformasi anorektal (pada gambar 1)
Gambar 1. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-laki
Page | 11
Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi anorektal pada 95% kasus
malformasi anorektal pada bayi perempuan. Prinsip penatalaksanaan malformasi anorektal pada
bayi perempuan hampir sama dengan bayi laki-laki.
Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan (gambar 2)
Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus perempuan9
Anoplasty
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan anorektal. Jika bayi tumbuh
dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada usia 3 bulan. Kontraindikasi dari PSARP adalah
tidak adanya kolon. Pada kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi
diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian juga pada pasien
kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.
Penatalaksanaan Post-operatif
Page | 12
Perawatan Pasca Operasi PSARP
a. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama 8- 10 hari.
b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2 kali sehari dan tiap
minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai mencapai ukuran yang
sesuai dengan umurnya. Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta tidak ada rasa nyeri
bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap
frekuensi diturunkan.
Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari. Sedangkan pada kasus
kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari. Drainase suprapubik diindikasikan pada
pasien persisten kloaka dengan saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3
hari, dan antibiotik topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali dilakukan oleh ahli bedah,
kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap
minggu lebar dilator ditambah 1 mm tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan
dua kali sehari sampai dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari
selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali seminggu dalam 1
bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan. Setelah ukuran yang diinginkan
tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.
Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena kulit perineum bayi
tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep tipikal yang mengandung vitamin A, D, aloe,
neomycin dan desitin dapat digunakan untuk mengobati eritema popok ini.
Prognosis
Hasil operasi kelainan anorektal meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya metode PSARP.
ANESTESI PADA ANAK DENGAN MALFORMASI ANOREKTAL
Anestesi pada bayi dan anak berbeda dengan anestesi pada orang dewasa. Permasalahan yang
perlu diperhatikan pada anestesi pediatrik antara lain:
Pre operatif
Respirasi
Frekuensi pernafasan pada bayi dan anak lebih cepat dibandingkan dengan orang dewasa.
Tipe pernafasan pada pada bayi adalah abdominal, lewat hidung, sehingga gangguan pada kedua
bagian ini memudahkan timbulnya kegawatan pernafasan.
Page | 13
Gangguan respirasi (contoh: dispnea, batuk, stridor, wheezing) bermanfaat sebagai studi
tambahan. Kemampuan posisi terlentang tanpa gangguan respirasi harus dijelaskan. Kompresi
trakea dan brokus dari tumor mungkin disebabkan oleh posisi.
Tes: foto toraks, supine-duduk/ volume loops (berguna untuk evaluasi lokasi dan tandatanda
obstruksi jalan nafas). AGD, pulse oxymetri, jika simptomatis, CT/MRI dada.
Kardiovaskuler
Frekuensi jantung/ nadi bayi dan anak berkisar antara 100-120 kali per menit. Hipoksia
menimbulkan bradikardi, karena parasimpatis yang lebih dominan. Gangguan massa mediastinum
mungkin termasuk sindroma vena kava superior. Gejala lain mungkin termasuk sinkop dan sakit
kepala (TTIK) menjadi lebih buruk pada posisi terlentang.
Tes: ekokardiografi, EKG, jika simptomatis.
Premedikasi
Manfaat dan kegunaan premedikasi masih menjadi perdebatan di antara para ahli.
Ada yang mengatakan bahwa premedikasi pada anak tidak diperlukan karena menimbulkan trauma
yang akan dibawa sampai dewasa. Terlepas perlu atau tidaknya premedikasi pada anak, maksud
dan tujuan premedikasi yang terpenting adalah:
1. untuk menghilangkan atau mengurangi rasa takut, cemas, dan gelisah, sehingga anak menjadi
tenang ketika masuk kamar operasi.
2. memudahkan dan melancarkan induksi anestesi.
3. mencegah terjadinya perubahan psikologis atau perilaku pasca anestesi/bedah.
4. mengurang sekret pada saluran nafas dan rongga mulut.
5. sebagai vagolitik. Mencegah timbulnya refleks vagal akibat obat anestesi, rangsangan fisik, atau
manipulasi pembedahan.
Jenis Obat Premedikasi
A. Golongan antikolinergik
a. Sulfas Atropin dan Skopolamin
Atropin lebih unggul dibanding skopolamin untuk mengendalikan bradikardi dan aritmia lainnya
terutama pada bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya bradikardi timbul karena manipulasi
pembedahan atau karena obat anestesi seperti halotan dosis tinggi. Dengan ditinggalkannya
pemakaian eter, maka tidak diperlukan lagi obat premedikasi untuk mengurangi sekresi air liur.
Atropin dan skopolamin sebaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan suhu tinggi dan takikardi.
b. Glikopirolat
Page | 14
Merupakan senyawa garam amonium kuartener dengan khasiat antikolinergik yang kuat. Panjang
efek sampingnya tidak begitu kuat dibanding sulfas atropin. Dosis 5-10 gr/kgBB intra vena.
B. Golongan hipnotik sedatif
a. Diazepam
Merupakan obat golongan sedatif yang banyak digunakan sebagai premedikasi untuk anak karena
berkhasiat menenangkan. Pada sekitar 80% kasus, tanpa mendepresi nafas dan sedikit sekali
menimbulkan muntah.
Dosis : Intravena (IV) atau intramuskular (IM) : 0,20 mg/kgBB
Per oral : 0,25-0,50 mg/kgBB
Per rektal : 0,40-0,50 mg/kgBB
b. Midazolam
Termasuk golongan benzodiazepin yang mudah larut dalam air. Waktu kerja sangat cepat, lama
kerja tidak terlalu lama. Dapat diberikan secara parenteral dan oral.
Dosis : IM : 0,05 mg/kgBB
Per oral : 7,5-15 mg/kgBB
Per rektal : 0,35-0,45 mg/kgBB
c. Prometazin (phenergan)
Termasuk golongan antihistamin yang mempunyai efek sedasi cukup baik. Dapat diberikan per oral
dengan dosis 1 mg/kgBB. Dosis maksimal 30 mg.
d. Barbiturat
Terdapat 2 sediaan yang sering digunakan untuk premedikasi, yaitu pentobarbitone (nembutal) dan
quinalbarbitone (seconal). Diberikan per oral 1,5 jam pra bedah dengan dosis 2-5 mg/kgBB. Obat ini
tidak pernah diberikan pada bayi usia < 6 bulan, karena metabolismenya lama. Tidak dianjurkan
untuk diberikan secara IM karena akan menimbulkan rasa sakit, nekrosis, dan abses.
C. Golongan narkotik analgetik
Narkotik jarang diberikan sebagai obat premedikasi pada bayi/anak kecil karena sering
menimbulkan pusing, mual, muntah, sampai depresi nafas. Pemberian morfin biasanya atas
indikasi adanya cacat jantung bawaan yang sianotik dengan dosis 0,05-0,2 mg/kgBB intramuskuler,
1 jam prabedah. Meperidin (pethidin) merupakan obat golongan narkotik dengan sedasi ringan.
Sering menimbulkan muntah sehingga jarang digunakan untuk narkotik analgetik.
Cara Pemberian Premedikasi
Page | 15
Sampai saat ini belum ditemukan cara pemberian premedikasi pada bayi/anak yang dianggap ideal,
yaitu sederhana, efektif, dan tidak menimbulkan trauma psikis.
Metode yang lazim dipakai adalah:
1. Parenteral (IM/IV)
Masih sering digunakan, walaupun sering ditolak anak karena takut akan jarum dan sakit.
2. Per oral
Pemberian cara ini sebenarnya paling ideal diberikan pada bayi/anak yg masih kecil karena tidak
akan menimbulkan trauma atau rasa sakit. Agar pemberian oral lebih efektif, biasanya waktunya
lebih lama. Agar anak/bayi suka, biasanya dicampur dengan aroma obat lain agar terasa manis dan
disukai.
3. Per rektal
Pemberian premedikasi secara rektal sering disebut sebagai anestesi basal.
4. Per nasal
Metode pemberian secara nasal masih dalam penelitian dengan cara-cara yg paling baru. Obat
diberikan secara tetesan/semprotan (nose spray) ke dalam mukosa hidung. Selanjutnya obat akan
diserap lewat mukosa hidung dan masuk dengan cepat ke dalam sirkulasi darah karena mukosa
hidung kaya akan pembuluh darah.
Pemberian obat cara ini cepat memberikan efek, sehingga kadang-kadang disebut sebagai pra
induksi.
Jenis obat : Midazolam 0,2 mg/kgBB (untuk anak 1-5 tahun)
Sulfentanil 1,5-3 U gr/kgBB
Intra operatif
Teknik Anestesi
Dilakukan anestesi umum dengan pipa endotrakea, dengan gas hangat. Kamar operasi dengan suhu
20-25ºC. Pad hangat pada meja operasi.
Induksi
Pasang jalur IV sebelum induksi. Jika ada sindroma vena kava superior, penting jika akses intravena
pada ekstremitas bawah. Atropin (0,02 mg/kg IV) diberikan untuk mengurangi sekresi kelenjar dan
mencegah bradikardi dari efek induksi halotan yang dalam dari laringoskopi. Intubasi bangun pada
posisi duduk mungkin perlu. Suatu induksi memakai sungkup dengan halotan/ O2 pada posisi
semifowler mungkin tepat. Intubasi seharusnya dilakukan dengan ventilasi spontan. Gunakan pipa
Page | 16
endotrakeal dan evaluasi dari trakea/bronkus. Hindari penggunaan pelemas otot sampai pipa
endotrakeal terpasang. Dokter bedah segera hadir dengan persiapan bronkoskopi yang rigid saat
dilakukan induksi yang berakibat obstruksi jalan nafas akut. Perubahan posisi sederhana (misalnya:
dari posisi supine ke lateral atau duduk) mungkin mengakibatkan kolaps kardiorespirasi.
Induksi anestesi parenteral
a. Intramuskuler
Metode ini dipilih jika ada kesulitan mencari pembuluh darah vena atau cara induksi lain tidak
memungkinkan. Sebenarnya induksi anestesi cara ini lebih pasti dan praktis dibanding cara induksi
per rektal, dan dapat dilakukan pada saat bayi/anak sudah ada di meja operasi. Kerugian metode
ini adalah suntikan, yg sangat ditakuti bayi/anak dan volume yg diberikan cukup banyak.
Obat yg digunakan biasanya ketamin dosis 6-10 mg/kgBB. Biasanya anak/bayi akan tidur setelah 3-
5 menit.
b. Intravena
Keuntungan cara ini adalah selain cepat, juga menyenangkan karena dapat berjalan mulus dan
cepat, terutama apabila telah terpasang infus. Kerugiannya biasanya sangat sukar memasang infus,
anak/bayi sering berontak, dan kesukaran mencari pembuluh vena.
Obat yang digunakan:
1. Penthotal
Dapat diberikan pada bayi/anak. Perlu diingat bahwa neonatus sangat peka terhadap obat ini,
danmetabolisme berlangsung lama. Dosis induksi bayi/anak 4-5 mg/kgBB.
2. Methohexital (brevital)
Untuk induksi digunakan larutan 1% dengan dosis 1,5 mg/kgBB. Sebagai pilihan alternatif
penthotal, biasanya pemulihan lebih cepat dibanding penthotal. Pada anak sering menimbulkan
twitching otot dan singultus apabila dosisnya tinggi.
3. Diazepam
Masa pemulihan lebih lama dari penthotal. Dosis 0,4 mg/kgBB.
4. Ketamin
Dosis 2 mg/kgBB. Dalam waktu 1-2 menit anak sudah tidur.
5. Propofol
Cukup efektif untuk anak, tapi sering menimbulkan rasa sakit dan terbakar sehingga cara
pemberiannya memerlukan teknik khusus. Dosis 2,5-3,5 mg/kgBB.
6. Midazolam
Page | 17
Tergolong benzodiazepin yang larut air, tidak menyebabkan rasa sakit pada pembuluh darah. Dosis
0,15 mg/kgBB.
Induksi anestesi inhalasi
Dari penelitian didapatkan bahwa penangkapan (uptake) gas anestesi pada paru anak/bayi lebih
cepat dibanding orang dewasa, karena proporsi jaringan pembuluh darahnya lebih banyak. Karena
itu, induksi inhalasi pada anak/bayi lebih cepat dibanding orang dewasa, dan ekskresinya pun lebih
cepat.
Oleh sebab itu, banyak ahli anestesi sering memakai teknik ini, tapi kerugian teknik ini adalah dapat
menimbulkan trauma psikis dan pengalaman yang buruk.
Untuk mengatasi kendala tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
_ Persiapan pre operatif harus lebih baik.
_ Masker diberi rasa dan warna yg menarik.
_ Pemasangan masker jangan langsung menutupi muka.
_ Bisa memakai teknik single breath.
Obat anestesi untuk inhalasi:
a. N2O/O2
Induksi dengan gas ini karena tidak berbau, tidak merangsang.
b. Eter
Karena baunya sangat merangsang dan tidak enak, sering menimbulkan sekresi yg berlebihan dan
saat ini sudah tidak dipergunakan lagi.
c. Halotan
Merupakan gas anestesi inhalasi yg sering digunakan untuk bayi/anak karena baunya tidak
merangsang, sehingga induksi bisa berjalan lancar. Gas ini sering menimbulkan kejadian drug
induced hepatitis pada pemakaian berulang, terutama pada anak usia > 14 tahun.
d. Isofluran
Koefisien kelarutan gas ini dalam darah sangat rendah dibanding halotan, sehingga secara teoritis
induksi anestesi dan pemulihan berlangsung sangat cepat. Gas ini hampir tidak mengalami
metabolisme dalam tubuh. Dikeluarkan lewat paru secara utuh dan sempurna. Induksi anestesi
dengan isofluran perlu pengalaman cukup dan penuh perhatian, karena baunya yg tidak sedap dan
merangsang jalan nafas dimana kadang-kadang bayi/anak akan menahan nafas.
Induksi anestesi per nasal
Page | 18
Merupakan cara induksi anestesi yg paling baru. Dikenal dengan istilah prainduksi karena
perubahan kesadaran yg timbul berbeda dengan akibat pemberian premedikasi secara oral atau
intramuskuler. Pemberian sufentanil lewat nasal dengan dosis 1,5-3 U gr/kgBB ternyata cukup
efektif sebagai pra induksi pada anak yg lebih besar. Cara ini tidak begitu menimbulkan efek yg
traumatis.
Rumatan
Ventilasi spontan/ ventilasi bantu dengan volatile dan O2 100% mungkin tepat.
Pengakhiran
Penderita harus sadar penuh sebelum dilakukan ekstubasi.
Kebutuhan cairan dan darah
Biasanya kehilangan darah minimal. Jika ada mediatinoskopi kehilangan darah dapat diketahui
segera. Kebutuhan cairan 10-20 ml/kgBB IV.
Posisi
Jika obstruksi bertambah secara mendadak, ubah posisi ke dekubitus lateral yang memungkinkan
trakea terelevasi.
Komplikasi
Gagal nafas, gangguan jalan nafas, bronkospasme, laringospasme, hipotensi. Oleh karena itu perlu
memperhatikan ABC. Gunakan obat resusitasi (misalnya: efedrin 10μg/Kg).
Pengelolaan nyeri post op
Dapat diberikan ketorolac 0,9 mg/Kg IV, 6 kali 24 jam.
Perawatan Pasca Operasi PSARP
1. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari, salep antibiotik diberikan selama 8-10 hari.
2. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari tiap minggu
dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan ukuran sesuai dengan umurnya
FREKUENSI DILATASI
Tiap 1hari 1x dalam 1 bulan
Tiap 3hari lx dalam 1 bulan
Tiap 1minggu 2 x dalam 1 bulan
Tiap 1 bulan lx dalam 3 bulan
Page | 19
Evaluasi Pembedahan
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta tidak ada rasa nyeri
dilakukan 2x selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi
diturunkan.
Skoring Klotz
VARIABEL KONDISI SKOR
Defekasi 1-2 kali sehari 1
2 hari sekali 1
3 – 5 kali sehari 2
3 hari sekali 2
> 4 hari sekali 3
Kembung Tidakpernah 1
Kadang-kadang 2
Terus menerus 3
Konsistensi Normal 1
Lembek 2
Encer 3
Perasaan ingin BAB Terasa 1
Tidak terasa 3
Tidak pernah 1
Terjadi bersama flatus 2
Terus menerus 3
Soiling Tidak Pernah 1
Terjadi bersama flatus 2
Terus menerus 3
Kemampuan
menahan feses yang
akan keluar
> 1 menit 1
< 1 menit 2
Tidak bisa menahan 3
Komplikasi Tidak ada 1
Komplikasi minor 2
Page | 20
Komplikasi mayor 3
Penilaian hasil skoring :
Nilai skoring 7 – 21 7 = Sangat baik
8 – 10 = Baik
11-13 = Cukup
> 14 = Kurang
Pencegahan
Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati
terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani.
Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai
tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani. Hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan
tertimbun hingga mendesak paru-parunya
Page | 21
TRIGGER 3
IDENTITAS
By. Ny. Aisyah, jenis kelamin wanita, usia 6 hari
Masuk Rumah Sakit: 1 Maret 2012
Pengkajian
Keluhan utama
anak belum BAB, muntah dan perut kembung
Riwayat penyakit sekarang
Sejak lahir (24 Februari 2012) anak belum BAB. 4 hari sebelum masuk rumah sakit perut bayi tampak
kembung, 3 hari sebelum masuk rumah sakit bayi muntah-muntah, muntahan bayi berwarna hijau dan
kental, banyaknya muntahan @+ 5cc, muntah sekitar 5-6 kali/hari. 2 hari sebelum masuk rumah sakit
bayi dicoba minum susu formula namun bayi selalu memuntahkannya. 2 hari sebelum masuk rumah
sakit bayi demam. 1 hari sebelum masuk rumah sakit bayi ada BAK, air kencing yang dikeluarkan
berwarna kuning jernih dan tidak diketahui apakah ada ampas selain air kencing.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit ini pada masa kecilnya
Riwayat persalinan
bayi lahir melalui operasi atas indikasi letsu.
Bayi lahir tidak langsung menangis, warna kulit kebiruan, BBL 2750 gr.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : rewel dan tampak kembung
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital
- Nadi : 142 x/menit
- RR : 46 x/menit
- Suhu aksiler : 37,00C
Berat badan : 2350 gr
Kulit : ikterik (+), kremer I
Kepala dan Leher
- Kepala : simetris
Page | 22
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+), edema palpebrae (-/-)
- Telinga : simetris, deformitas (-)
- Hidung : simetris, pch (-), deformitas (-), epistaksis (-), tampak terpasang NGT
- Mulut : mukosa bibir kering, sianosis (-), tampak bekas muntahan berwarna hijau
- Leher : pulsasi vena jugularis tidak tampak, JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-),
pembesaran tiroid (-)
- Thorax:
• I : Simetris, retraksi
• P : Fremitus raba simetris
• P : Sonor/sonor
• A : Sn. Bronkhovesikuler, rh (-/-), wh (-/-)
- Abdomen :
• I : cembung
• P : H/L/M tidak teraba, distensi (+)
• P : timpani
• A : bising usus meningkat
- Ekstremitas : Akral hangat, edem (-), parese (-)
- Anus : (-)
Page | 23
-
PATHWAY
Page | 24
Gangg. pertumbuhan Fusi Pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik
Vistel rektovaginal
Feses masuk ke uretra
Mikroorganisme masuk saluran kemih
G3 Eliminasi
BAKG3 rasa nyaman Resti nyeri
Feses tidak keluar
Peningkatan tekanan intra abdominal
Reabsorbsi sisa metabolisme oleh tubuh
Mual, muntahKeracunan
Operasi:
Anoplasti, Colostomi
Perubahan defekasi
Pengeluaran tdk terkontrol
Trauma jaringan
Resiko nutrisi kurang dr kebthan
Resti kerusakan integritas kulit
Nyeri Perawatan tidak adekuat
Gngguan rasa nyaman
Resti Infeksi
PENGELOMPOKAN DATA
Data Subjektif:
- Ibu klien mengeluh anak belum BAB, muntah dan perut kembung
- Ibu klien mengatakan sejak lahir (24 Februari 2012) anak belum BAB. 4 hari sebelum masuk
rumah sakit perut bayi tampak kembung, 3 hari sebelum masuk rumah sakit bayi muntah-
muntah, muntahan bayi berwarna hijau dan kental, banyaknya muntahan @+ 5cc, muntah
sekitar 5-6 kali/hari. 2 hari sebelum masuk rumah sakit bayi dicoba minum susu formula namun
bayi selalu memuntahkannya. 2 hari sebelum masuk rumah sakit bayi demam. 1 hari sebelum
masuk rumah sakit bayi ada BAK, air kencing yang dikeluarkan berwarna kuning jernih dan tidak
diketahui apakah ada ampas selain air kencing.
- Ibu klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit ini pada masa
kecilnya
- Ibu klien mengatakan bayi lahir melalui operasi atas indikasi letsu.
Bayi lahir tidak langsung menangis, warna kulit kebiruan, BBL 2750 gr.
Data Objektif:
- Keadaan umum : rewel dan tampak kembung
Kesadaran : compos mentis
- Tanda-tanda vital
Nadi : 142 x/menit
RR : 46 x/menit
Suhu aksiler : 37,00C
Berat badan : 2350 gr
Kulit : ikterik (+), kremer I
- tampak terpasang NGT
- mukosa bibir kering, sianosis (-), tampak bekas muntahan berwarna hijau
- Abdomen :
• I : cembung
• P : H/L/M tidak teraba, distensi (+)
• P : timpani
• A : bising usus meningkat
- Ekstremitas : Akral hangat
- Anus : (-)
Page | 25
ANALISIS DATA
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS:
- Ibu klien mengeluh anak
belum BAB, muntah dan
perut kembung
DO:
- Keadaan umum : rewel
dan tampak kembung
- Tanda-tanda vital
Nadi : 142 x/menit
RR : 46 x/menit
- Suhu aksiler : 37,00C
- Anus (-)
Gangg. pertumbuhan
Fusi
Pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik tidak
terjadi
↓
Tidak terbentuk anus
↓
Gangguan eliminasi
Gangguan pola eliminasi
Page | 26
DS:
- Ibu klien mengeluh anak
belum BAB, muntah dan
perut kembung
- Ibu klien mengatakan 3
hari sebelum masuk
rumah sakit bayi
muntah-muntah,
muntahan bayi berwarna
hijau dan kental,
banyaknya muntahan
@+ 5cc, muntah sekitar
5-6 kali/hari. 2 hari
sebelum masuk rumah
sakit bayi dicoba minum
susu formula namun
bayi selalu
memuntahkannya. 2 hari
sebelum masuk rumah
sakit bayi demam. 1 hari
sebelum masuk rumah
sakit bayi ada BAK, air
kencing yang dikeluarkan
berwarna kuning jernih
dan tidak diketahui
apakah ada ampas selain
air kencing.
DO:
- Keadaan umum : rewel
dan tampak kembung
- tampak terpasang NGT
- Tanda-tanda vital
Gangg. pertumbuhan
Fusi
Pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik tidak
terjadi
↓
Tidak terbentuk anus
↓
Feses tidak keluar
↓
Peningkatan tekanan intra
abdominal
↓
Mual, muntah
↓
Ketidakseimbangan nutrisi
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Page | 27
Nadi : 142 x/menit
RR : 46 x/menit
- Suhu aksiler : 37,00C
- mukosa bibir kering,
sianosis (-), tampak
bekas muntahan
berwarna hijau
- Anus (-)
DS:
- Ibu klien mengeluh anak
belum BAB, muntah dan
perut kembung
- Ibu klien mengatakan
tidak ada anggota
keluarga yang pernah
menderita penyakit ini
pada masa kecilnya
DO:
- Keadaan umum : rewel
dan tampak kembung
- mukosa bibir kering,
sianosis (-), tampak
bekas muntahan
berwarna hijau
- Anus (-)
Gangg. pertumbuhan
Fusi
Pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik tidak
terjadi
↓
Tidak terbentuk anus pada
anaknya
↓
Anak tidak bisa BAB, muntah-
muntah, tidak pernah ada
anggota keluarga sakit seperti ini
↓
Kurang pengetahuan
Kurang pengetahuan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan tidak terbentuknya anus.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan status kesehatan anak.
RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
Page | 28
1. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan tidak terbentuknya anus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan x24 jam(sampai direncanakan operasi), klien
dapat menunjukkan pola eliminasi yang normal melalui anus.
Kriteria hasil : klien bisa BAB
Intervensi :
1. Lakukan pemeriksaan fisik, terutama pada daerah anus
2. Tentukan jenis kelainan abnormal
3. Kaji adanya pertumbuhan abnormal lainnya
4. Tentukan penatalaksanaan yang tepat (kolaborasi dengan dokter)
5. Berikan pengetahuan tentang proses penyakit
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan x24 jam, klien menunjukkan nutrisi yang
seimbang.
Kriteria hasil : klien tidak mengalami penurunan BB, atau penurunannya masih dalam batas
normal(7-10% dari berat lahirnya hingga usia 3-4 hari dan akan kembali ke BB lahir pada usia 10-
14 hari).
klien tidak mual muntah
mukosa bibir klien lembab
Intervensi :
1. Kaji KU klien
2. Pertahankan kebutuhan tubuh.
3. Catat frekuensi mual muntah klien.
4. Catat masukan nutrisi klien.
5. Monitor berat badan.
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam
rencana pembedahan dengan persiapan sebagai berikut :
Kaji adanya distensi abdomen
dengan mengukur lingkar
perut
Observasi tanda vital setiap 4
jam
Page | 29
Lakukan monitoring bising
usus, bila mulai kedengaran
berikan cairan
Pantau respon bayi terhadap
evakuasi anus
Gunakan NGT untuk
dekompresi lambung
Pertahankan cairan
(parenteral)
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan status kesehatan anak.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1X24 jam, ibu atau keluarga klien
akan memahami kondisi anaknya.
Kriteria hasil : Ibu klien mengungkapkan pemahaman terhadap kondisi anaknya dan turut
berpartisipasi dalam proses penyembuhan anaknya.
Intervensi :
1. Kaji sejauh mana kurangnya informasi yang dibutuhkan.
2. Jelaskan tentang prosedur, persiapan operasi dan proses, serta hal-hal yang harus
dilakukan setelah operasi pembedahan.
3. Kaji kemampuan koping keluaga dalam menghadapi pembedahan yang dilakukan
pada anak.
Page | 30
DAFTAR PUSTAKA
1. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 1 April 2009].
2. Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition. Philadelphia:
Mosby elseivier, 2006; 1566-99.
3. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric Surgery
Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1395-1434
4. Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and Associated
Anomalies. Archives of Disease in Childhood, 1987, 62, 576-579.
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1778456&blobtype=pdf [diakses 1
April 2009]
5. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006. [diakses 1
April 2009]
6. Latief SA, Suntoro A. Anestesi Peditrik dalam: Anestesiologi. Muhiman M, Thaib M,
Sunatrio S, Dahlan M (eds). Jakarta: Bagian Anestesi dan Terapi Intensif FKUI. 1989, 115-
119.
7. Soerasdi E, Husaeni H, Kadarsah RK. Petunjuk Teknis Prosedur Tetap Anestesia. Bandung:
Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK UNPAD. 2004. 498-501.
8. Nelson, waldo. Ilmu kesehatan anak. 2000. Jakarta : EGC
9.Hidayat, aziz alimul. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. 2006. Jakarta : salemba medika.
10. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu bedah. 2003. Jakarta : EGC
Page | 31