43
FUNDAMENTAL ATRESIA ANI 1. Definisi Atresia Ani Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal(Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan. Atresia ani (malformasi anorektal/anus imperforate) adalah bentuk kelainan bawaan yang menunjukan keadaan tidak ada anus, atau tidak sempurnanya bentuk anus. Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputianus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002). Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001. RSCM). Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003). Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan.Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya Page | 1

PJBL ATRESIA ANI.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PJBL ATRESIA ANi

Citation preview

Page 1: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

FUNDAMENTAL ATRESIA ANI

1. Definisi Atresia Ani

Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar

(Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya

perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal(Suriadi,2001).

Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan

kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.

Atresia ani (malformasi anorektal/anus imperforate) adalah bentuk kelainan bawaan yang

menunjukan keadaan tidak ada anus, atau tidak sempurnanya bentuk anus.

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputianus, rectum

atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002).

Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan

bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata

atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung

dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001. RSCM).

Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna

L. Wong, 520 : 2003).

Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan.Dalam

istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan

normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya

lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa

terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai

saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh,misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu

tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi

maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan

normalnya.

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:

1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus

2. Membran anus yang menetap

Page | 1

Page 2: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari

peritoneum

4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung

Klasifikasi Atresia Ani

Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang melewati ischii kelainan

disebut:

a. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus pubokoksigeus).

b. Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.

c. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus levator ani.

2. Etiologi Atresia Ani

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang

dubur.

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rectum bagian

distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia

kehamilan.

Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan

anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan

embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot

dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.

Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi

penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang

sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom

genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani.

Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan

sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang

memisahkannya.

Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang

dubur

Page | 2

Page 3: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

2. Gangguan organogenesis dalam kandungan

3. Berkaitan dengan sindrom down

4.Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan

5. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian

distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia

kehamilan.

Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan embrional dan fetal yang

dipengaruhi berbagai faktor seperti : faktor genetik,faktor kromosom,faktor mekanis,faktor

hormonal,faktor obat,faktor radiasi,faktor gizi dan gangguan pembentukan anus dari tonjolan

embriogenik.Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum,sfingter dan otot-otot

dasar panggul.Namun demikian,pada agenesis anus,sfingter intern mungkin tidak memadai.Kelainan

bawaan rektum dan sinus urorektal ysehingga biasanya disertai gangguan perkembangan septum

urorektal yang memisahkan.

3. Epidemiologi Atresia Ani

Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran.

Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.

Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi lakilaki, diikuti oleh

fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling banyak

ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal. Hasil penelitian

Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih

banyak ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.

4. Faktor Resiko Atresia Ani

Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen

genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang

memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan

dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya

hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome).

Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat

Page | 3

Page 4: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi malformasi anorektal bersifat

multigenik.

Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir, seperti :

1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada gastrointestinal.

2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

5. Manifestasi Klinis Atresia Ani

Klasifikasi Atresia Ani

Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal adalah klasifikasi Wingspread

yang membagi malformasi anorektal menjadi letak tinggi, intermedia dan letak rendah. Akan tetapi,

untuk tujuan terapi dan prognosis digunakan klasifikasi yang dibuat berdasarkan jenis.

Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang melewati ischii kelainan

disebut:

a. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus pubokoksigeus).

b. Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.

c. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus levator ani.

Berdasarkan letaknya Atresia ani/anus imperforata dibagi menjadi beberapa tipe yaitu :

1. Transvelator ( anus imperforata rendah )

Rektum berakhir dibawah m. Levator ani sehingga jarak antara kulit dengan ujung rektum paling

jauh 1 cm. . Perempuan 50 % laki laki 10 %

2. Intermediate ( anus imperforata tengah )

Rektum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya. Atresia ani jenis ini jarang terjadi

3. Supralevator ( anus imperforata tinggi )

Rektum berakhir diatas M. Levator ani dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit

perineum > 1 cm. Perempuan 50 % dengan tipe ini, laki laki 90 %.

Gambaran malformasi anorektal pada laki-laki

Normal male anatomy

Page | 4

Page 5: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Recto urethral bulbar fistula (Low)

Recto bladder neck fistula (High)

Gambaran malformasi anorektal pada perempuan

Normal female anatomy

Vestibular fistul

High Imperforate anus

Typical Cloaca

Page | 5

Page 6: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu

dapat berupa:

1. Perut kembung

2. Muntah

3. Tidak bisa buang air besar

4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana

terdapat penyumbatan.

Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata letak rendah dimana rectum

berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya,

malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi

anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.

Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih abnormalitas yang mengenai

sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan

dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan,

akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan kardiovaskuler.

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi anorektal adalah:

1. Kelainan kardiovaskuler

Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan yang paling banyak

ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan

vebtrikular septal defect.

2. Kelainan gastrointestinal

Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum (1%-2%)

3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis

Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti

hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang

sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.

4. Kelainan traktus genitourinarius

Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada malformasi anorektal.

Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan malformasi anorektal letak

tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.

Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae,

Page | 6

Page 7: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal,

Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).

6. Patofisiologi Atresia Ani

Anus dan rektum berasal dari struktur embriologi yang disebut kloaka. Pertumbuhan ke dalam

sebelah lateral bangunan ini membentuk septum urorektum yang memisahkan rektum di sebelah

dorsal dari saluran kencing di sebelah ventral. Kedua sistem (rektum dan saluran kencing) menjadi

terpisah sempurna pada umur kehamilan minggu ke-7. Pada saat yang sama, bagian urogenital

yang berasal dari kloaka sudah mempunyai lubang eksterna, sedangkan bagian anus tertutup oleh

membran yang baru terbuka pada kehamilan minggu ke-8. Kelainan dalam perkembangan proses-

proses ini pada berbagai stase menimbulkan suatu spektrum anomali, kebanyakan membran

saluran usus bawah dan bangunan genitourinaria. Hubungan yang menetap antara bagian bawah

dan bagian rektum kloaka menimbulkan fistula. ( Behram,2000)

Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional.

Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan

distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir

melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia,

sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang.

Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada

perempuan, 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-

laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan

merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis).

7. Pemeriksaan Diagnostik Atresia Ani

X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus

Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu sistouretrogram

mikturasi akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius

Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

Pemeriksaan radiologis

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

Page | 7

Page 8: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak

pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.

Ultrasound terhadap abdomen

Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari

adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.

CT Scan

Digunakan untuk menentukan lesi.

Pyelografi intra vena

Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

Pemeriksaan fisik rectum

Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.

Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus

urinarius.

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.

Pada anamnesis dapat ditemukan :

a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir

b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula

c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan adalah

letak rendah

Pena menggunakan cara sebagai berikut:

1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :

a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia letak

rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi

b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih dahulu,

setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif.

Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari

kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi.

1. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.

2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.

Page | 8

Page 9: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa kolostomi. Bila fistel

rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Bila fistel (-) maka

dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital

anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu.

Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel

perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan

adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar

usus terisi udara, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal

dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara

berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.

Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu menunjukkan gejala obstruksi

saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir

dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus. Mekonium

biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula rektoperineal hingga 16-24 jam.

Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium

harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan

bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga

rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi

tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk

menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan

colostomy atau anoplasty.

Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan tidak adanya

garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang

sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan malformasi anorektal letak tinggi dan harus

dilakukan colostomy. Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi

anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag

yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya

mekonium).

8. Penatalaksanaan Medis Atresia Ani

Page | 9

Page 10: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan

kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan

prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses

dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982memperkenalkan

metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah

muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong

rektum dan pemotongan fistel.

Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi

anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani

secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan

berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi

pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan

operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang

kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya

berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.

Leape (1987) menganjurkan pada :

a. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 –12

bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)

b. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi

dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus

c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion

d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan

minimal PSARP tanpa kolostomi.

Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan

kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu.

Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal,

limited atau full postero sagital anorektoplasti.

Teknik Operasi

a. Dilakukan dengan general anestesi, dengan intubasi endotrakeal, dengan posisi pasien

tengkurap dan pelvis ditinggikan.

b. Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal dimple.

Page | 10

Page 11: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

c. Insisi bagian tengah sakrum kearah bawah melewati pusat spingter dan berhenti 2 cm

didepannya.

d. Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle complex.

e. Os koksigeus dibelah sampai tampak muskulus levator, dan muskulus levator dibelah tampak

dinding belakang rektum.

f. Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya.

g. Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber.

h. Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.

Penatalaksanaan malformasi anorektal (pada gambar 1)

Gambar 1. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-laki

Page | 11

Page 12: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi anorektal pada 95% kasus

malformasi anorektal pada bayi perempuan. Prinsip penatalaksanaan malformasi anorektal pada

bayi perempuan hampir sama dengan bayi laki-laki.

Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan (gambar 2)

Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus perempuan9

Anoplasty

PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan anorektal. Jika bayi tumbuh

dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada usia 3 bulan. Kontraindikasi dari PSARP adalah

tidak adanya kolon. Pada kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi

diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian juga pada pasien

kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.

Penatalaksanaan Post-operatif

Page | 12

Page 13: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Perawatan Pasca Operasi PSARP

a. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama 8- 10 hari.

b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2 kali sehari dan tiap

minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai mencapai ukuran yang

sesuai dengan umurnya. Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta tidak ada rasa nyeri

bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap

frekuensi diturunkan.

Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari. Sedangkan pada kasus

kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari. Drainase suprapubik diindikasikan pada

pasien persisten kloaka dengan saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3

hari, dan antibiotik topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.

Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali dilakukan oleh ahli bedah,

kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap

minggu lebar dilator ditambah 1 mm tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan

dua kali sehari sampai dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari

selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali seminggu dalam 1

bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan. Setelah ukuran yang diinginkan

tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.

Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena kulit perineum bayi

tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep tipikal yang mengandung vitamin A, D, aloe,

neomycin dan desitin dapat digunakan untuk mengobati eritema popok ini.

Prognosis

Hasil operasi kelainan anorektal meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya metode PSARP.

ANESTESI PADA ANAK DENGAN MALFORMASI ANOREKTAL

Anestesi pada bayi dan anak berbeda dengan anestesi pada orang dewasa. Permasalahan yang

perlu diperhatikan pada anestesi pediatrik antara lain:

Pre operatif

Respirasi

Frekuensi pernafasan pada bayi dan anak lebih cepat dibandingkan dengan orang dewasa.

Tipe pernafasan pada pada bayi adalah abdominal, lewat hidung, sehingga gangguan pada kedua

bagian ini memudahkan timbulnya kegawatan pernafasan.

Page | 13

Page 14: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Gangguan respirasi (contoh: dispnea, batuk, stridor, wheezing) bermanfaat sebagai studi

tambahan. Kemampuan posisi terlentang tanpa gangguan respirasi harus dijelaskan. Kompresi

trakea dan brokus dari tumor mungkin disebabkan oleh posisi.

Tes: foto toraks, supine-duduk/ volume loops (berguna untuk evaluasi lokasi dan tandatanda

obstruksi jalan nafas). AGD, pulse oxymetri, jika simptomatis, CT/MRI dada.

Kardiovaskuler

Frekuensi jantung/ nadi bayi dan anak berkisar antara 100-120 kali per menit. Hipoksia

menimbulkan bradikardi, karena parasimpatis yang lebih dominan. Gangguan massa mediastinum

mungkin termasuk sindroma vena kava superior. Gejala lain mungkin termasuk sinkop dan sakit

kepala (TTIK) menjadi lebih buruk pada posisi terlentang.

Tes: ekokardiografi, EKG, jika simptomatis.

Premedikasi

Manfaat dan kegunaan premedikasi masih menjadi perdebatan di antara para ahli.

Ada yang mengatakan bahwa premedikasi pada anak tidak diperlukan karena menimbulkan trauma

yang akan dibawa sampai dewasa. Terlepas perlu atau tidaknya premedikasi pada anak, maksud

dan tujuan premedikasi yang terpenting adalah:

1. untuk menghilangkan atau mengurangi rasa takut, cemas, dan gelisah, sehingga anak menjadi

tenang ketika masuk kamar operasi.

2. memudahkan dan melancarkan induksi anestesi.

3. mencegah terjadinya perubahan psikologis atau perilaku pasca anestesi/bedah.

4. mengurang sekret pada saluran nafas dan rongga mulut.

5. sebagai vagolitik. Mencegah timbulnya refleks vagal akibat obat anestesi, rangsangan fisik, atau

manipulasi pembedahan.

Jenis Obat Premedikasi

A. Golongan antikolinergik

a. Sulfas Atropin dan Skopolamin

Atropin lebih unggul dibanding skopolamin untuk mengendalikan bradikardi dan aritmia lainnya

terutama pada bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya bradikardi timbul karena manipulasi

pembedahan atau karena obat anestesi seperti halotan dosis tinggi. Dengan ditinggalkannya

pemakaian eter, maka tidak diperlukan lagi obat premedikasi untuk mengurangi sekresi air liur.

Atropin dan skopolamin sebaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan suhu tinggi dan takikardi.

b. Glikopirolat

Page | 14

Page 15: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Merupakan senyawa garam amonium kuartener dengan khasiat antikolinergik yang kuat. Panjang

efek sampingnya tidak begitu kuat dibanding sulfas atropin. Dosis 5-10 gr/kgBB intra vena.

B. Golongan hipnotik sedatif

a. Diazepam

Merupakan obat golongan sedatif yang banyak digunakan sebagai premedikasi untuk anak karena

berkhasiat menenangkan. Pada sekitar 80% kasus, tanpa mendepresi nafas dan sedikit sekali

menimbulkan muntah.

Dosis : Intravena (IV) atau intramuskular (IM) : 0,20 mg/kgBB

Per oral : 0,25-0,50 mg/kgBB

Per rektal : 0,40-0,50 mg/kgBB

b. Midazolam

Termasuk golongan benzodiazepin yang mudah larut dalam air. Waktu kerja sangat cepat, lama

kerja tidak terlalu lama. Dapat diberikan secara parenteral dan oral.

Dosis : IM : 0,05 mg/kgBB

Per oral : 7,5-15 mg/kgBB

Per rektal : 0,35-0,45 mg/kgBB

c. Prometazin (phenergan)

Termasuk golongan antihistamin yang mempunyai efek sedasi cukup baik. Dapat diberikan per oral

dengan dosis 1 mg/kgBB. Dosis maksimal 30 mg.

d. Barbiturat

Terdapat 2 sediaan yang sering digunakan untuk premedikasi, yaitu pentobarbitone (nembutal) dan

quinalbarbitone (seconal). Diberikan per oral 1,5 jam pra bedah dengan dosis 2-5 mg/kgBB. Obat ini

tidak pernah diberikan pada bayi usia < 6 bulan, karena metabolismenya lama. Tidak dianjurkan

untuk diberikan secara IM karena akan menimbulkan rasa sakit, nekrosis, dan abses.

C. Golongan narkotik analgetik

Narkotik jarang diberikan sebagai obat premedikasi pada bayi/anak kecil karena sering

menimbulkan pusing, mual, muntah, sampai depresi nafas. Pemberian morfin biasanya atas

indikasi adanya cacat jantung bawaan yang sianotik dengan dosis 0,05-0,2 mg/kgBB intramuskuler,

1 jam prabedah. Meperidin (pethidin) merupakan obat golongan narkotik dengan sedasi ringan.

Sering menimbulkan muntah sehingga jarang digunakan untuk narkotik analgetik.

Cara Pemberian Premedikasi

Page | 15

Page 16: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Sampai saat ini belum ditemukan cara pemberian premedikasi pada bayi/anak yang dianggap ideal,

yaitu sederhana, efektif, dan tidak menimbulkan trauma psikis.

Metode yang lazim dipakai adalah:

1. Parenteral (IM/IV)

Masih sering digunakan, walaupun sering ditolak anak karena takut akan jarum dan sakit.

2. Per oral

Pemberian cara ini sebenarnya paling ideal diberikan pada bayi/anak yg masih kecil karena tidak

akan menimbulkan trauma atau rasa sakit. Agar pemberian oral lebih efektif, biasanya waktunya

lebih lama. Agar anak/bayi suka, biasanya dicampur dengan aroma obat lain agar terasa manis dan

disukai.

3. Per rektal

Pemberian premedikasi secara rektal sering disebut sebagai anestesi basal.

4. Per nasal

Metode pemberian secara nasal masih dalam penelitian dengan cara-cara yg paling baru. Obat

diberikan secara tetesan/semprotan (nose spray) ke dalam mukosa hidung. Selanjutnya obat akan

diserap lewat mukosa hidung dan masuk dengan cepat ke dalam sirkulasi darah karena mukosa

hidung kaya akan pembuluh darah.

Pemberian obat cara ini cepat memberikan efek, sehingga kadang-kadang disebut sebagai pra

induksi.

Jenis obat : Midazolam 0,2 mg/kgBB (untuk anak 1-5 tahun)

Sulfentanil 1,5-3 U gr/kgBB

Intra operatif

Teknik Anestesi

Dilakukan anestesi umum dengan pipa endotrakea, dengan gas hangat. Kamar operasi dengan suhu

20-25ºC. Pad hangat pada meja operasi.

Induksi

Pasang jalur IV sebelum induksi. Jika ada sindroma vena kava superior, penting jika akses intravena

pada ekstremitas bawah. Atropin (0,02 mg/kg IV) diberikan untuk mengurangi sekresi kelenjar dan

mencegah bradikardi dari efek induksi halotan yang dalam dari laringoskopi. Intubasi bangun pada

posisi duduk mungkin perlu. Suatu induksi memakai sungkup dengan halotan/ O2 pada posisi

semifowler mungkin tepat. Intubasi seharusnya dilakukan dengan ventilasi spontan. Gunakan pipa

Page | 16

Page 17: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

endotrakeal dan evaluasi dari trakea/bronkus. Hindari penggunaan pelemas otot sampai pipa

endotrakeal terpasang. Dokter bedah segera hadir dengan persiapan bronkoskopi yang rigid saat

dilakukan induksi yang berakibat obstruksi jalan nafas akut. Perubahan posisi sederhana (misalnya:

dari posisi supine ke lateral atau duduk) mungkin mengakibatkan kolaps kardiorespirasi.

Induksi anestesi parenteral

a. Intramuskuler

Metode ini dipilih jika ada kesulitan mencari pembuluh darah vena atau cara induksi lain tidak

memungkinkan. Sebenarnya induksi anestesi cara ini lebih pasti dan praktis dibanding cara induksi

per rektal, dan dapat dilakukan pada saat bayi/anak sudah ada di meja operasi. Kerugian metode

ini adalah suntikan, yg sangat ditakuti bayi/anak dan volume yg diberikan cukup banyak.

Obat yg digunakan biasanya ketamin dosis 6-10 mg/kgBB. Biasanya anak/bayi akan tidur setelah 3-

5 menit.

b. Intravena

Keuntungan cara ini adalah selain cepat, juga menyenangkan karena dapat berjalan mulus dan

cepat, terutama apabila telah terpasang infus. Kerugiannya biasanya sangat sukar memasang infus,

anak/bayi sering berontak, dan kesukaran mencari pembuluh vena.

Obat yang digunakan:

1. Penthotal

Dapat diberikan pada bayi/anak. Perlu diingat bahwa neonatus sangat peka terhadap obat ini,

danmetabolisme berlangsung lama. Dosis induksi bayi/anak 4-5 mg/kgBB.

2. Methohexital (brevital)

Untuk induksi digunakan larutan 1% dengan dosis 1,5 mg/kgBB. Sebagai pilihan alternatif

penthotal, biasanya pemulihan lebih cepat dibanding penthotal. Pada anak sering menimbulkan

twitching otot dan singultus apabila dosisnya tinggi.

3. Diazepam

Masa pemulihan lebih lama dari penthotal. Dosis 0,4 mg/kgBB.

4. Ketamin

Dosis 2 mg/kgBB. Dalam waktu 1-2 menit anak sudah tidur.

5. Propofol

Cukup efektif untuk anak, tapi sering menimbulkan rasa sakit dan terbakar sehingga cara

pemberiannya memerlukan teknik khusus. Dosis 2,5-3,5 mg/kgBB.

6. Midazolam

Page | 17

Page 18: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Tergolong benzodiazepin yang larut air, tidak menyebabkan rasa sakit pada pembuluh darah. Dosis

0,15 mg/kgBB.

Induksi anestesi inhalasi

Dari penelitian didapatkan bahwa penangkapan (uptake) gas anestesi pada paru anak/bayi lebih

cepat dibanding orang dewasa, karena proporsi jaringan pembuluh darahnya lebih banyak. Karena

itu, induksi inhalasi pada anak/bayi lebih cepat dibanding orang dewasa, dan ekskresinya pun lebih

cepat.

Oleh sebab itu, banyak ahli anestesi sering memakai teknik ini, tapi kerugian teknik ini adalah dapat

menimbulkan trauma psikis dan pengalaman yang buruk.

Untuk mengatasi kendala tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

_ Persiapan pre operatif harus lebih baik.

_ Masker diberi rasa dan warna yg menarik.

_ Pemasangan masker jangan langsung menutupi muka.

_ Bisa memakai teknik single breath.

Obat anestesi untuk inhalasi:

a. N2O/O2

Induksi dengan gas ini karena tidak berbau, tidak merangsang.

b. Eter

Karena baunya sangat merangsang dan tidak enak, sering menimbulkan sekresi yg berlebihan dan

saat ini sudah tidak dipergunakan lagi.

c. Halotan

Merupakan gas anestesi inhalasi yg sering digunakan untuk bayi/anak karena baunya tidak

merangsang, sehingga induksi bisa berjalan lancar. Gas ini sering menimbulkan kejadian drug

induced hepatitis pada pemakaian berulang, terutama pada anak usia > 14 tahun.

d. Isofluran

Koefisien kelarutan gas ini dalam darah sangat rendah dibanding halotan, sehingga secara teoritis

induksi anestesi dan pemulihan berlangsung sangat cepat. Gas ini hampir tidak mengalami

metabolisme dalam tubuh. Dikeluarkan lewat paru secara utuh dan sempurna. Induksi anestesi

dengan isofluran perlu pengalaman cukup dan penuh perhatian, karena baunya yg tidak sedap dan

merangsang jalan nafas dimana kadang-kadang bayi/anak akan menahan nafas.

Induksi anestesi per nasal

Page | 18

Page 19: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Merupakan cara induksi anestesi yg paling baru. Dikenal dengan istilah prainduksi karena

perubahan kesadaran yg timbul berbeda dengan akibat pemberian premedikasi secara oral atau

intramuskuler. Pemberian sufentanil lewat nasal dengan dosis 1,5-3 U gr/kgBB ternyata cukup

efektif sebagai pra induksi pada anak yg lebih besar. Cara ini tidak begitu menimbulkan efek yg

traumatis.

Rumatan

Ventilasi spontan/ ventilasi bantu dengan volatile dan O2 100% mungkin tepat.

Pengakhiran

Penderita harus sadar penuh sebelum dilakukan ekstubasi.

Kebutuhan cairan dan darah

Biasanya kehilangan darah minimal. Jika ada mediatinoskopi kehilangan darah dapat diketahui

segera. Kebutuhan cairan 10-20 ml/kgBB IV.

Posisi

Jika obstruksi bertambah secara mendadak, ubah posisi ke dekubitus lateral yang memungkinkan

trakea terelevasi.

Komplikasi

Gagal nafas, gangguan jalan nafas, bronkospasme, laringospasme, hipotensi. Oleh karena itu perlu

memperhatikan ABC. Gunakan obat resusitasi (misalnya: efedrin 10μg/Kg).

Pengelolaan nyeri post op

Dapat diberikan ketorolac 0,9 mg/Kg IV, 6 kali 24 jam.

Perawatan Pasca Operasi PSARP

1. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari, salep antibiotik diberikan selama 8-10 hari.

2. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari tiap minggu

dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan ukuran sesuai dengan umurnya

FREKUENSI DILATASI

Tiap 1hari 1x dalam 1 bulan

Tiap 3hari lx dalam 1 bulan

Tiap 1minggu 2 x dalam 1 bulan

Tiap 1 bulan lx dalam 3 bulan

Page | 19

Page 20: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Evaluasi Pembedahan

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta tidak ada rasa nyeri

dilakukan 2x selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi

diturunkan.

Skoring Klotz

VARIABEL KONDISI SKOR

Defekasi 1-2 kali sehari 1

2 hari sekali 1

3 – 5 kali sehari 2

3 hari sekali 2

> 4 hari sekali 3

Kembung Tidakpernah 1

Kadang-kadang 2

Terus menerus 3

Konsistensi Normal 1

Lembek 2

Encer 3

Perasaan ingin BAB Terasa 1

Tidak terasa 3

Tidak pernah 1

Terjadi bersama flatus 2

Terus menerus 3

Soiling Tidak Pernah 1

Terjadi bersama flatus 2

Terus menerus 3

Kemampuan

menahan feses yang

akan keluar

> 1 menit 1

< 1 menit 2

Tidak bisa menahan 3

Komplikasi Tidak ada 1

Komplikasi minor 2

Page | 20

Page 21: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Komplikasi mayor 3

Penilaian hasil skoring :

Nilai skoring 7 – 21 7 = Sangat baik

8 – 10 = Baik

11-13 = Cukup

> 14 = Kurang

Pencegahan

Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati

terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani.

Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai

tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani. Hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan

tertimbun hingga mendesak paru-parunya

Page | 21

Page 22: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

TRIGGER 3

IDENTITAS

By. Ny. Aisyah, jenis kelamin wanita, usia 6 hari

Masuk Rumah Sakit: 1 Maret 2012

Pengkajian

Keluhan utama

anak belum BAB, muntah dan perut kembung

Riwayat penyakit sekarang

Sejak lahir (24 Februari 2012) anak belum BAB. 4 hari sebelum masuk rumah sakit perut bayi tampak

kembung, 3 hari sebelum masuk rumah sakit bayi muntah-muntah, muntahan bayi berwarna hijau dan

kental, banyaknya muntahan @+ 5cc, muntah sekitar 5-6 kali/hari. 2 hari sebelum masuk rumah sakit

bayi dicoba minum susu formula namun bayi selalu memuntahkannya. 2 hari sebelum masuk rumah

sakit bayi demam. 1 hari sebelum masuk rumah sakit bayi ada BAK, air kencing yang dikeluarkan

berwarna kuning jernih dan tidak diketahui apakah ada ampas selain air kencing.

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit ini pada masa kecilnya

Riwayat persalinan

bayi lahir melalui operasi atas indikasi letsu.

Bayi lahir tidak langsung menangis, warna kulit kebiruan, BBL 2750 gr.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : rewel dan tampak kembung

Kesadaran : compos mentis

Tanda-tanda vital

- Nadi : 142 x/menit

- RR : 46 x/menit

- Suhu aksiler : 37,00C

Berat badan : 2350 gr

Kulit : ikterik (+), kremer I

Kepala dan Leher

- Kepala : simetris

Page | 22

Page 23: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

- Mata : konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+), edema palpebrae (-/-)

- Telinga : simetris, deformitas (-)

- Hidung : simetris, pch (-), deformitas (-), epistaksis (-), tampak terpasang NGT

- Mulut : mukosa bibir kering, sianosis (-), tampak bekas muntahan berwarna hijau

- Leher : pulsasi vena jugularis tidak tampak, JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-),

pembesaran tiroid (-)

- Thorax:

• I : Simetris, retraksi

• P : Fremitus raba simetris

• P : Sonor/sonor

• A : Sn. Bronkhovesikuler, rh (-/-), wh (-/-)

- Abdomen :

• I : cembung

• P : H/L/M tidak teraba, distensi (+)

• P : timpani

• A : bising usus meningkat

- Ekstremitas : Akral hangat, edem (-), parese (-)

- Anus : (-)

Page | 23

Page 24: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

-

PATHWAY

Page | 24

Gangg. pertumbuhan Fusi Pembentukan anus dari tonjolan

embriogenik

Vistel rektovaginal

Feses masuk ke uretra

Mikroorganisme masuk saluran kemih

G3 Eliminasi

BAKG3 rasa nyaman Resti nyeri

Feses tidak keluar

Peningkatan tekanan intra abdominal

Reabsorbsi sisa metabolisme oleh tubuh

Mual, muntahKeracunan

Operasi:

Anoplasti, Colostomi

Perubahan defekasi

Pengeluaran tdk terkontrol

Trauma jaringan

Resiko nutrisi kurang dr kebthan

Resti kerusakan integritas kulit

Nyeri Perawatan tidak adekuat

Gngguan rasa nyaman

Resti Infeksi

Page 25: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

PENGELOMPOKAN DATA

Data Subjektif:

- Ibu klien mengeluh anak belum BAB, muntah dan perut kembung

- Ibu klien mengatakan sejak lahir (24 Februari 2012) anak belum BAB. 4 hari sebelum masuk

rumah sakit perut bayi tampak kembung, 3 hari sebelum masuk rumah sakit bayi muntah-

muntah, muntahan bayi berwarna hijau dan kental, banyaknya muntahan @+ 5cc, muntah

sekitar 5-6 kali/hari. 2 hari sebelum masuk rumah sakit bayi dicoba minum susu formula namun

bayi selalu memuntahkannya. 2 hari sebelum masuk rumah sakit bayi demam. 1 hari sebelum

masuk rumah sakit bayi ada BAK, air kencing yang dikeluarkan berwarna kuning jernih dan tidak

diketahui apakah ada ampas selain air kencing.

- Ibu klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit ini pada masa

kecilnya

- Ibu klien mengatakan bayi lahir melalui operasi atas indikasi letsu.

Bayi lahir tidak langsung menangis, warna kulit kebiruan, BBL 2750 gr.

Data Objektif:

- Keadaan umum : rewel dan tampak kembung

Kesadaran : compos mentis

- Tanda-tanda vital

Nadi : 142 x/menit

RR : 46 x/menit

Suhu aksiler : 37,00C

Berat badan : 2350 gr

Kulit : ikterik (+), kremer I

- tampak terpasang NGT

- mukosa bibir kering, sianosis (-), tampak bekas muntahan berwarna hijau

- Abdomen :

• I : cembung

• P : H/L/M tidak teraba, distensi (+)

• P : timpani

• A : bising usus meningkat

- Ekstremitas : Akral hangat

- Anus : (-)

Page | 25

Page 26: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

ANALISIS DATA

Data Etiologi Masalah Keperawatan

DS:

- Ibu klien mengeluh anak

belum BAB, muntah dan

perut kembung

DO:

- Keadaan umum : rewel

dan tampak kembung

- Tanda-tanda vital

Nadi : 142 x/menit

RR : 46 x/menit

- Suhu aksiler : 37,00C

- Anus (-)

Gangg. pertumbuhan

Fusi

Pembentukan anus dari

tonjolan embriogenik tidak

terjadi

Tidak terbentuk anus

Gangguan eliminasi

Gangguan pola eliminasi

Page | 26

Page 27: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

DS:

- Ibu klien mengeluh anak

belum BAB, muntah dan

perut kembung

- Ibu klien mengatakan 3

hari sebelum masuk

rumah sakit bayi

muntah-muntah,

muntahan bayi berwarna

hijau dan kental,

banyaknya muntahan

@+ 5cc, muntah sekitar

5-6 kali/hari. 2 hari

sebelum masuk rumah

sakit bayi dicoba minum

susu formula namun

bayi selalu

memuntahkannya. 2 hari

sebelum masuk rumah

sakit bayi demam. 1 hari

sebelum masuk rumah

sakit bayi ada BAK, air

kencing yang dikeluarkan

berwarna kuning jernih

dan tidak diketahui

apakah ada ampas selain

air kencing.

DO:

- Keadaan umum : rewel

dan tampak kembung

- tampak terpasang NGT

- Tanda-tanda vital

Gangg. pertumbuhan

Fusi

Pembentukan anus dari

tonjolan embriogenik tidak

terjadi

Tidak terbentuk anus

Feses tidak keluar

Peningkatan tekanan intra

abdominal

Mual, muntah

Ketidakseimbangan nutrisi

Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan

Page | 27

Page 28: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Nadi : 142 x/menit

RR : 46 x/menit

- Suhu aksiler : 37,00C

- mukosa bibir kering,

sianosis (-), tampak

bekas muntahan

berwarna hijau

- Anus (-)

DS:

- Ibu klien mengeluh anak

belum BAB, muntah dan

perut kembung

- Ibu klien mengatakan

tidak ada anggota

keluarga yang pernah

menderita penyakit ini

pada masa kecilnya

DO:

- Keadaan umum : rewel

dan tampak kembung

- mukosa bibir kering,

sianosis (-), tampak

bekas muntahan

berwarna hijau

- Anus (-)

Gangg. pertumbuhan

Fusi

Pembentukan anus dari

tonjolan embriogenik tidak

terjadi

Tidak terbentuk anus pada

anaknya

Anak tidak bisa BAB, muntah-

muntah, tidak pernah ada

anggota keluarga sakit seperti ini

Kurang pengetahuan

Kurang pengetahuan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan tidak terbentuknya anus.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan status kesehatan anak.

RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN

Page | 28

Page 29: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

1. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan tidak terbentuknya anus.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan x24 jam(sampai direncanakan operasi), klien

dapat menunjukkan pola eliminasi yang normal melalui anus.

Kriteria hasil : klien bisa BAB

Intervensi :

1. Lakukan pemeriksaan fisik, terutama pada daerah anus

2. Tentukan jenis kelainan abnormal

3. Kaji adanya pertumbuhan abnormal lainnya

4. Tentukan penatalaksanaan yang tepat (kolaborasi dengan dokter)

5. Berikan pengetahuan tentang proses penyakit

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan x24 jam, klien menunjukkan nutrisi yang

seimbang.

Kriteria hasil : klien tidak mengalami penurunan BB, atau penurunannya masih dalam batas

normal(7-10% dari berat lahirnya hingga usia 3-4 hari dan akan kembali ke BB lahir pada usia 10-

14 hari).

klien tidak mual muntah

mukosa bibir klien lembab

Intervensi :

1. Kaji KU klien

2. Pertahankan kebutuhan tubuh.

3. Catat frekuensi mual muntah klien.

4. Catat masukan nutrisi klien.

5. Monitor berat badan.

6. Kolaborasi dengan tim medis dalam

rencana pembedahan dengan persiapan sebagai berikut :

Kaji adanya distensi abdomen

dengan mengukur lingkar

perut

Observasi tanda vital setiap 4

jam

Page | 29

Page 30: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

Lakukan monitoring bising

usus, bila mulai kedengaran

berikan cairan

Pantau respon bayi terhadap

evakuasi anus

Gunakan NGT untuk

dekompresi lambung

Pertahankan cairan

(parenteral)

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan status kesehatan anak.

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1X24 jam, ibu atau keluarga klien

akan memahami kondisi anaknya.

Kriteria hasil : Ibu klien mengungkapkan pemahaman terhadap kondisi anaknya dan turut

berpartisipasi dalam proses penyembuhan anaknya.

Intervensi :

1. Kaji sejauh mana kurangnya informasi yang dibutuhkan.

2. Jelaskan tentang prosedur, persiapan operasi dan proses, serta hal-hal yang harus

dilakukan setelah operasi pembedahan.

3. Kaji kemampuan koping keluaga dalam menghadapi pembedahan yang dilakukan

pada anak.

Page | 30

Page 31: PJBL  ATRESIA  ANI.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 1 April 2009].

2. Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition. Philadelphia:

Mosby elseivier, 2006; 1566-99.

3. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric Surgery

Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1395-1434

4. Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and Associated

Anomalies. Archives of Disease in Childhood, 1987, 62, 576-579.

http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1778456&blobtype=pdf [diakses 1

April 2009]

5. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006. [diakses 1

April 2009]

6. Latief SA, Suntoro A. Anestesi Peditrik dalam: Anestesiologi. Muhiman M, Thaib M,

Sunatrio S, Dahlan M (eds). Jakarta: Bagian Anestesi dan Terapi Intensif FKUI. 1989, 115-

119.

7. Soerasdi E, Husaeni H, Kadarsah RK. Petunjuk Teknis Prosedur Tetap Anestesia. Bandung:

Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK UNPAD. 2004. 498-501.

8. Nelson, waldo. Ilmu kesehatan anak. 2000. Jakarta : EGC

9.Hidayat, aziz alimul. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. 2006. Jakarta : salemba medika.

10. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu bedah. 2003. Jakarta : EGC

Page | 31