56
STUDENT LEARNING OBJECTIVE 1. Mahasiswa mendiskusikan adaptasi normal fisik dan psikologis pada ibu post partum 2. Mahasiswa mendiskusikan tiap komplikasi post partum yang meliputi kasus – kasus perdarahan, infeksi dan gangguan psikologis, tiap – tiap komplikasi yang dibahas meliputi : a. Definisi b. Epidemiologi c. Patofisiologi d. faktor resiko e. manifestasi klinis f. pemeriksaan diagnostik g. penatalaksanaan medis 3. Mahasiswa mendiskusikan asuhan keperawatan pada ibu post partum normal 4. Mahasiswa mendiskusikan asuhan keperawatan pada ibu post partum yang mengalami tiap – tiap komplikasi. K3LN 2010 |ADAPTASI POST PARTUM NORMAL & KOMPLIKASINYA 1

PJBL 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

POST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUMPOST PARTUM

Citation preview

POST PARTUM NORMAL & KOMPLIKASI

STUDENT LEARNING OBJECTIVE

1. Mahasiswa mendiskusikan adaptasi normal fisik dan psikologis pada ibu post partum2. Mahasiswa mendiskusikan tiap komplikasi post partum yang meliputi kasus kasus perdarahan, infeksi dan gangguan psikologis, tiap tiap komplikasi yang dibahas meliputi :a. Definisib. Epidemiologic. Patofisiologid. faktor resikoe. manifestasi klinisf. pemeriksaan diagnostikg. penatalaksanaan medis3. Mahasiswa mendiskusikan asuhan keperawatan pada ibu post partum normal4. Mahasiswa mendiskusikan asuhan keperawatan pada ibu post partum yang mengalami tiap tiap komplikasi.

ADAPTASI NORMAL FISIK DAN PSIKOLOGIS PADA IBU POST PARTUM

1. DEFINISI Post partum adalah masa 6 minggu sejak janin lahir sampai organ organ reproduksi kembali ke kondisi sebelum hamil ( Bobak, 2005). Post Partum (puerpurium) adalah masa yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira kira setelah enam minggu, tetapi seluruh organ genitalia baru pulih kembali seperti sebelum hamil dalam waktu tiga bulan ( Winkjosastro, 2006). Post Partum (masa nifas) adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil ( Doengoes, 2001). Post partum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya organ organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan. Periode post partum (nifas) dibagi menjadi 3, yaitu :a) Puerperium dini yaitu Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri atau berjalan dan boleh bekerja setelah 40 hari.b) Puerpurium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat alat genetalia yang lamanya 6 8 minggu.c) Remote puerpurium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selain hamil/waktu mengalami komplikasi.

2. PATOFISIOLOGI(terlampir)

3. ADAPTASI FISIOLOGISA. Sistem Reproduksi1) Involusio UteriInvolusio adalah pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal setelah kelahiran bayi. (Bobak, Lowdermilk, dan Jensen, 2005).Involusio terjadi karena masing masing sel menjadi lebih kecil karena sitoplasma yang berlebihan dibuang. Involusio disebabkan oleh proses autolysis, dimana zat protein dinding rahim pecah, diabsorbsi dan kemudian dibuang sebagai air kencing.Tinggi fundus uteri menurut masa involusio :

2) Involusio Tempat Plasenta Pada permulaan nifas, bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh trombus. Biasanya luka yang demikian, sembuh dengan menjadi parut. Hal ini disebabkan karena dilepaskan dari dasar dengan pertumbuhan endometrium baru di bawah pemukaan luka. Rasa sakit yang disebut after pains (meriang atau mules mules) disebabkan kontraksi rahim biasanya berlangsung 3 4 hari pasca persalinan. (Cunningham, F Gary, Dkk, 2005).3) Lochea yaitu sekret dari kavum uteri dan vagina pada masa nifas. Lochia dapat dibagi menjadi beberapa jenis :

Lochea rubra/cruentaBerisi darah segar dan sisa sisa selaput ketuban, sel sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari pasca persalinan.

Lochea sanguinolentaBerwarna merah dan kuning berisi darah dan lendir, yang keluar pada hari ke 3 sampai ke 7 pasca persalinan. Lochea serosaDimulai dengan versi yang lebih pucat dari lochia rubra. Lochia ini berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke 7 sampai hari ke 14 pasca persalinan. Lochea albaDimulai dari hari ke 14 kemudian makin lama makin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai 1 atau 2 minggu berikutnya. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim serta terdiri atas leukosit dan sel sel desidua. Lochea purulentaTerjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk. LocheastatisLochea tidak lancar keluarnya.

4) ServiksSetelah persalinan, bentuk serviks akan menganga seperti corong berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang kadang terdapat perlukaan kecil. Setelah bayi lahir tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2 3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari. 5) Vagina dan perineumVagina dan lubang vagina pada permulaan puerpurium merupakan suatu saluran yang luas berdinding tipis. Secara berangsur angsur luasnya berkurang, tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran seorang nulipara. Rugae (lipatan lipatan atau kerutan kerutan) timbul kembali pada minggu ketiga. Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat dengan pemeriksaan spekulum. Pada perineum terjadi robekan pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik.

B. Sistem EndokrinSelama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon hormon yang berperan dalam proses tersebut. 1) Oksitosin Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal.2) ProlaktinMenurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui bayinya, tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14 21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol ovarium ke arah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi.3) Estrogen dan progesteronSelama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik yang mengikatkan volume darah. Di samping itu, progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina.

C. Sistem kardiovaskuler Pada dasarnya tekanan darah sedikit berubah atau tidak berubah sama sekali. Tapi biasanya terjadi penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg. Jika ada perubahan posisi, ini disebut dengan hipotensi orthostatik yang merupakan kompensasi kardiovaskuler terhadap penurunan resistensi di daerah panggul.D. Sistem UrinariaSelama proses persalinan, kandung kemih mengalami trauma yang dapat mengakibatkan edema dan menurunnya sensitifitas terhadap tekanan cairan, perubahan ini menyebabkan, tekanan yang berlebihan dan kekosongan kandung kemih yang tidak tuntas, hal ini bisa mengakibatkan terjadinya infeksi. Biasanya ibu mengalami kesulitan buang air kecil sampai 2 hari post partum.

E. Sistem GastrointestinalBiasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini disebabkan karena pada saat melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan, kurang makan, haemoroid, dan laserasi jalan lahir.

F. Sistem Muskuloskeletal 1) Ambulasi pada umumnya mulai 1 8 jam setelah ambulasi dini untuk mempercepat involusio rahim.2) Otot abdomen terus menerus terganggu selama kehamilan yang mengakibatkan berkurangnya tonus otot, yang tampak ada masa post partum dinding perut terasa lembek, lemah, dan kendor. Selama kehamilan otot abdomen terpisah disebut distensi recti abdominalis, mudah di palpasi melalui dinding abdomen bila ibu telentang. Latihan yang ringan seperti senam nifas akan membantu penyembuhan alamiah dan kembalinya otot pada kondisi normal.

G. Sistem kelenjar mamae1) LaktasiPada hari kedua post partum sejumlah kolostrum, cairan yang disekresi payudara selama lima hari pertama setelah kelahiran bayi, dapat diperas dari putting susu.2) KolostrumDibanding dengan susu matur yang akhirnya disekresi oleh payudara, kolostrum mengandung lebih banyak protein, yang sebagian besar adalah globulin, dan lebih banyak mineral tetapi gula dan lemak lebih sedikit. Meskipun demikian kolostrum mengandung globul lemak agak besar di dalam yang disebut korpustel kolostrum, yang oleh beberapa ahli dianggap merupakan sel sel epitel yang telah mengalami degenerasi lemak dan oleh ahli lain dianggap sebagai fagosit mononuclear yang mengandung cukup banyak lemak. Sekresi kolostrum bertahan selama sekitar lima hari, dengan perubahan bertahap menjadi susu matur. Antibodi mudah ditemukan dalam kolostrum. Kandungan immunoglobulin A mungkin memberikan perlindungan pada neonatus melawan infeksi enterik. Faktor faktor kekebalan hospes lainnya, juga immunoglobulin immunoglobulin, terdapat di dalam kolostrum manusia dan air susu. Faktor ini meliputi komponen komplemen, makrofag, limfosit, laktoferin, laktoperoksidase, dan lisozim.3) Air susuKomponen utama air susu adalah protein, laktosa, air dan lemak. Air susu isotonik dengan plasma, dengan laktosa bertanggungjawab terhadap separuh tekanan osmotik. Protein utama di dalam air susu ibu disintesis di dalam retikulum endoplasmik kasar sel sekretorik alveoli. Asam amino esensial berasal dari darah, dan asam - asam amino non esensial sebagian berasal dari darah atau disintesis di dalam kelenjar mamae. Kebanyakan protein air susu adalah protein protein unik yang tidak ditemukan dimanapun. Juga prolaktin secara aktif disekresi ke dalam air susu. Perubahan besar yang terjadi 30 40 jam post partum antara lain peninggian mendadak konsentrasi laktosa. Sintesis laktosa dari glukosa di dalam sel sel sekretorik alveoli dikatalisis oleh lactose sintetase. Beberapa laktosa meluap masuk ke sirkulasi ibu dan mungkin disekresi oleh ginjal dan ditemukan di dalam urin kecuali kalau digunakan glukosa oksidase spesifik dalam pengujian glikosuria.Asam asam lemak disintetis di dalam alveoli dari glukosa. Butir butir lemak disekresi dengan proses semacam apokrin. Semua vitamin kecuali vitamin K ada di dalam susu manusia tetapi dalam jumlah yang berbeda. Kadar masing masing meninggi dengan pemberian makanan tambahan pada ibu. Karena ibu tidak menyediakan kebutuhan bayi akan vitamin K, pemberian vitamin K pada bayi segera setelah lahir ada manfaatnya untuk mencegah penyakit perdarahan pada neonatus.Air susu manusia mengandung konsentrasi rendah besi. Tetapi, besi di dalam air susu manusia absorpsinya lebih baik dari pada besi di dalam susu sapi. Simpanan besi ibu tampaknya tidak mempengaruhi jumlah besi di dalam air susu. Kelenjar mamae, seperti kelenjar tiroid, menghimpun iodium, yang muncul di dalam air susu. (Cunningham, F Gary, Dkk, 2005).

H. Sistem IntegumenPenurunan melanin setelah persalinan menyebabkan berkurangnya hiperpigmentasi kulit. Hiperpigmentasi pada aerola mammae dan linea nigra mungkin menghilang sempurna sesudah melahirkan.

4. ADAPTASI PSIKOLOGISMenurut Rubin dalam Varney (2007) adaptasi psikologi ibu post partum dibagi menjadi 3 fase yaitu :a) Fase Taking In (Fase mengambil)/ketergantunganFase ini dapat terjadi pada hari pertama sampai kedua post partum. Ibu sangat tergantung pada orang lain, adanya tuntutan akan kebutuhan makan dan tidur, ibu sangat membutuhkan perlindungan dan kenyamanan.b) Fase Taking Hold/ketergantungan mandiriFase ini terjadi pada hari ke 3 10 post partum, secara bertahap tenaga ibu mulai meningkat dan merasa nyaman, ibu sudah mulai mandiri namun masih memerlukan bantuan, ibu sudah mulai memperlihatkan perawatan diri dan keinginan untuk belajar merawat bayinya.c) Fase Letting Go/kemandirianFase ini terjadi pada hari ke 10 post partum, ibu sudah mampu merawat diri sendiri, ibu mulai sibuk dengan tanggung jawabnya.

Ada 3 fase perilaku pada ibu post partum menurut Bobak, Lowdermik, Jensen (2004) yaitu : Fase taking in (Fase Dependen)1. Selama 1 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.2. Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dalam tanggungjawab sebagai seorang ibu dan ia lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahat.3. Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan. Fase taking hold (Fase Independen)1. Ibu sudah mau menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu dengan memperlihatkan bayinya.2. Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.3. Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi diri dan bayinya. Fase letting go (Fase Interdependen)1. Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru. 2. Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih meningkat.3. Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya

4. KEBUTUHAN DASAR IBU POST PARTUMA. Nutrisi dan cairanPada masa postpartum masalah diet perlu mendapat perhatian serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu.Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan. Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi sebagai berikut yaitu mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari, pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi, setidaknya selama 40 hari pasca persalinan, minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan vitamin A kepada bayi melalui ASI (Saleha, Sitti, 2009).B. AmbulasiAmbulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar secepat mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari tempat tidurnya dan membinmbing ibu secepat mungkin untuk berjalan. Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu postpartum telentang ditempat tidurnya selama 7 14 hari setelah melahirkan. Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam waktu 24 48 jam postpartum.Keuntungan early ambulation adalah Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation, faal usus dan kandung kemih lebih baik, early ambulation memungkinkan kita mengajarkan ibu cara merawat anaknya selama ibu masih di rumah sakit. Misalnya memandikan, mengganti pakaian, dan memberi makan. Lebih sesuai dengan keadaan keadaan di Indonesia (sosial ekonomis). Menurut penelitian penelitian yang seksama, early ambulation tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal, tidak mempengaruhi penyembuhan luka episiotomi atau luka di perut, serta tidak memperbesar kemungkinan prolapsus atau retrotexto uteri.Early ambulation tentu tidak dibenarkan pada ibu postpartum dengan penyulit misalnya anemia, penyakit jantung, penyakit paru-paru, demam dan sebagainya. Penambahan kegiatan dengan early ambulation harus berangsur angsur, jadi bukan maksudnya ibu segera setelah bangun dibenarkan mencuci, memasak dan sebagainya.C. Eliminasi Buang air kecilIbu diminta untuk buang air kecil (miksi) 6 jam postpartum. Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali berkemih belum melebihi 100 cc,maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu 8 jam untuk kateterisasi.Berikut ini sebab sebab terjadinya kesulitan berkemih (retensio urine) pada ibu postpartum yaitu berkurangnya tekanan intraabdominal, otot otot perut masih lemah, edema pada uretra, dinding kandung kemih belum sensitif. Buang air besarBuang air besar pada ibu postpartum biasanya tertunda selama 2 3 hari, karena enema persalinan, diet cairan, obat obatan analgetik, dan perineum yang sangat sakit. Bila lebih dari 3 hari belum bisa buang air besar bisa diberikan obat laksantia. Ambulasi secara dini dan teratur akan membantu dalam regulasi buang air besar, asupan cairan yang adekuat dan diet tinggi serat sangat dianjurkan. D. Personal higiene Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga.Langkah langkah yang dapat dlakukan untuk menjaga kebersihan diri ibu postpartum adalah sebagai berikut yaitu anjurkan kebersihan seluruh tubuh, terutama perineum, mangajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan daerah vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehati ibu untuk membersihkan daerah vulva setiap kali selesai buang air kecil atau besar. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya 2x sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari dan setrika. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari dan menyentuh daerah tersebut.

E. Istirahat dan tidurHal hal yang bisa dilakukan pada ibu untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur adalah sebagai berikut yaitu anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan kegiatan rumah tangga secara perlahan lahan, serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal yaitu mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.

5. ASUHAN KEPERAWATANPENGKAJIAN1. Data dasara. Identitas klien Identitas klien, meliputi : nama. Usia, status perkawinan, pekerjaan, agama, pendidikan, suku, bahasa yang digunakan, sumber biaya, tanggal dan jam MRS, tanggal pengkajian, alamat rumah. Identitas suami, meliputi : nama, usia, pekerjaan, agama, pendidikan, suku.b. Riwayat Keperawatan Riwayat kesehatan Riwayat kehamilan Riwayat melahirkan Data bayi, meliputi : jenis kelamin, BB bayi, apgar skor, dll. Pengkajian masa nifas atau post partumMeliputi : keadaan umum, tingkat aktivitas setelah melahirkan, gambaran lochea, keadaan perineum, abdomen, payudara, episiotomi, kebersihan menyusui dan respon orang terhadap bayi.c. Pemeriksaan fisikRambut, muka, mata, payudara, uterus, lochea, sistem perkemihan, parineum, ekstremitas bawah, TTV.

DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Nyeri akut berhubungan dengan laserasi atau trauma jalan lahir.2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya hemoragi atau perdarahan.3. Resiko infeksi b.d. invasi bakteri sekunder akibat trauma selama proses persalinan.4. Risiko ketidakefektifan menyusui b.d. tidak berpengalaman dan/atau payudara membengkak.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATANA) Nyeri berhubungan dengan laserasi atau trauma jalan lahir.Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam waktu 2 x 24 jam, nyeri pasien berkurang atau terkontrol.Kriteria hasil : Klien menyatakan nyeri berkurang Klien dapat beraktivitas tanpa merasa nyeri Ekspresi klien nyaman TTV normalINTERVENSIRASIONAL

1. Kaji karakteristik nyeri, tingkat nyeri, tempat nyeri, skala nyeri. 2. Inspeksi daerah perineum & daerah episiotomi. Perhatikan adanya edema, nyeri tekan lokal, purulen. 3. Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah melahirkan.4. Berikan kompres panas lembab (mis, rendam duduk/bak mandi) diantara 1000 dan 1050 F (38,00 - 43,20 C) selama 20 menit, 3 4 kali sehari, setelah 24 jam pertama.5. Kolaborasi pemberian analgetik.1. Mengetahui seberapa berat nyeri yang dialami pasien.2. Mengetahui apakah ada tanda tanda peradangan di daerah sekitar vulva.

3. Memberi anestesi lokal, meningkatkan vasokonstriksi, & mengurangi edema, serta vasodilatasi.4. Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi dan nutrisi pada jaringan, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.

5. Analgetik dapat mengurangi nyeri.

B) Risiko ketidakefektifan menyusui yang berhubungan dengan tidak berpengalaman dan/atau payudara membengkak.Tujuan : Pasien mengetahui tentang cara perawatan payudara bagi ibu menyusui, sehingga tidak terjadi resiko ketidakefektifan menyusui.Kriteria hasil : Klien mengetahui cara merawat payudara bagi ibu menyusui Asi keluar Payudara bersih, tidak bengkak dan tidak nyeri Bayi mau menyusuINTERVENSIRASIONAL

1. Kaji pengetahuan pasien mengenai manajemen laktasi dan perawatan payudara.2. Berikan informasi, verbal & tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan puting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan faktor faktor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui. 3. Kaji puting klien, anjurkan untuk melihat puting setiap habis menyusui.

4. Anjurkan klien untuk mengeringkan puting dengan udara selama 20 30 menit setelah menyusui. Instruksikan klien menghindari penggunaan sabun atau penggunaan bantalan bra berlapis plastik, dan mengganti pembalut bila basah atau lembab. 1. Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatan.2. Membantu menjamin suplai susu adekuat, mencegah puting pecah dan luka, memberikan kenyamanan, dan membuat ibu menyusui. Pamflet & buku buku menyediakan sumber yang dapat dirujuk klien sesuai kebutuhan.3. Identifikasi dan intervensi dini dapat mencegah/membatasi terjadinya luka atau pecah puting, yang dapat merusak proses menyusui.4. Pemajanan pada udara atau panas membantu mengencangkan puting, sedangkan sabun dapat menyebabkan kering. Mempertahankan puting pada media lembab meningkatkan pertumbuhan bakteri dan kerusakan kulit.

C) Resiko infeksi yang berhubungan dengan invasi bakteri sekunder akibat trauma selama proses persalinan.Tujuan: Tidak terjadi infeksi dan pengetahuan pasien bertambahKriteria hasil: Klien menyertakan perawatan bagi dirinya Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri Jahitan perineum besar Vulva bersih dan tidak infeksi, TTV dalam batas normalINTERVENSIRASIONAL

1. Pantau vital sign

2. Kaji daerah perineum dan vulva

3. Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post partum. 4. Ajarkan perawatan vulva bagi pasien.

5. Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah vulvanya.6. Lakukan perawatan hygiene.1. Peningkatan suhu dapat mengidentifikasikan adanya infeksi.2. Menentukan adakah tanda peradangan di daerah vulva dan perineum.3. Pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya.4. Pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya.5. Meminimalkan terjadinya infeksi

6. Mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa nyaman bagi pasien.

D) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya hemoragi atau perdarahan.Tujuan :Tidak terjadi kekurangan volume cairan, kebutuhan cairan pasien terpenuhi dan mencapai keseimbangan.Kriteria hasil : Intake dan output seimbang Tanda-tanda vital normalINTERVENSIRASIONAL

1. Monitor vital sign.

2. Kaji dan awasi turgor kulit.

3. Monitor intake dan output.

4. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan sedikitnya 8 gelas sehari.5. Kolaborasi pemberian cairan intravena jika diinstruksikan.1. Tanda vital dapat digunakan untuk mengidentifikasi perubahanperubahan yang terjadi pada keadaan umum pasien terutama untuk mengetahui adakah tanda tanda syok hipovolemik.2. CRT > 2 detik dapat mengidentifikasikan terjadinya dehidrasi.3. Membantu dalam menganalisa keseimbangan cairan dan derajat kekurangan cairan.4. Mengganti kehilangan cairan karena kelahiran dan diaforesis 5. Membantu kebutuhan cairan dalam tubuh.

PERDARAHAN POST PARTUM

1. DEFINISI Perdarahan post partum adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah melahirkan (Doengoes, 2001). Klasifikasi perdarahan :a) Perdarahan paska persalinan dini/early HPP/primary HPP adalah perdarahan berlebihan (600 ml/lebih) dari saluran genitalia yang terjadi 12-24 jam pertama setelah melahirkan.b) Perdarahan paska persalinan lambat / late HPP/ secondary HPP adalah perdarahan yang terjadi antara hari kedua sampai enam minggu paska persalinan.

2. EPIDEMIOLOGI Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%. Semua wanita hamil dengan umur kehamilan 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum. Data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post partum dan diperkirakan 100.000 kematian maternal tiap tahun (WHO, 2008).

3. PATOFISIOLOGI(terlampir) hal. 24

4. FAKTOR RESIKOBanyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage postpartum, faktor faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum diantaranya adalah :a) Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum.b) Jaringan : Retensio plasenta, sisa plasenta, plasenta acreta dan variasinya.c) Trauma Sekitar 20 % kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir. Ex : ruptur uterus, inversi uterus, perlukaan jalan lahir, vaginal hematom.

Faktor penyebab yang berdiri sendiri maupun bersama sama yang dapat menimbulkan postpartum adalah :1) Trauma jalan lahira. Episiotomi yang lebarb. Laserasi perineum, vagina dan serviksc. Ruptur uterus2) Kegiatan kompresi pembuluh darah tempat implantasi plasentaa. Miometrium hipotonia Anestesi umum (trauma dengan senyawa halogen eter). Perfusi miometrium yang kurang (hipotensi akibat perdarahan atau anetesi konduksi). Uterus yang terlalu menegang (janin yang besar, kehamilan multipel, hidramnion). Setelah persalinan yang lama Setelah persalinan yang terlalu cepat Setelah persalinan yang dirangsang dengan oksitoksin dalam jumlah yang besar. Paritas tinggi Perdarahan akibat atonia uteri pada persalinan sebelumnya. Infeksi uterusb. Retensi sisa plasenta Perlekatan yang abnormal (plasenta akreta dan perkreta). Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta senturia).c. Gangguan koagulasiBaik yang didapat maupun kongenital akan memperberat perdarahan akibat semua sebab di atas.

Dari semua penyebab di atas, 2 penyebab perdarahan post partum dini yang paling sering adalah sebagai berikut : Laserasi vagina serta serviks Miometrium yang hipotonia (atonia uteri)

5. MANIFESTASI KLINISTanda tanda yang mengkhawatirkan pada perdarahan post partum adalah :Tidak adanya perubahan nadi dan tekanan darah yang berarti sebelum terjadi perdarahan yang banyak.Tanda klinis perdarahan post partum antara lain : Hipovolemia yang berat, hipoksia, takipnea, dipsnea, asidosis, dan sianosis. Kehilangan darah dalam jumlah yang besar. Distensi kavum uterus

Menurut Mochtar (2001) gejala klinik berdasarkan penyebab ada 5, yaitu :a) Atonia UteriUterus berkontraksi lembek , terjadi perdarahan segera setelah lahir.b) Robekan jalan lahirTerjadi perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, konterksi uterus baik, plasenta baik. Gejala yang kadang kadang timbul pucat, lemah, menggigil.c) Retensio plasentaPlasenta belum lahir selama 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik.d) Tertinggalnya sisa plasentaSelaput yang mengandung pembuluh darah ada yang tertinggal, perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.e) Inversio uterusUterus tidak teraba, lumen vagina berisi massa, perdarahan segera, nyeri berat.

Tanda dan gejalaTerjadi perdarahan rembes atau mengucur, saat kontraksi uterus keras, darah berwarna merah muda, bila perdarahan hebat timbul syok, pada pemeriksaan inspekulo terdapat ronekan pada vagina, serviks atau varises pecah dan sisa plasenta tertinggal. (purwadianto, dkk, 2000).

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKa) Golongan darah, menentukan Rh, ABO, dan pencocokan silang.b) Jumlah darah lengkap menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putih (perpindahan ke kiri dan peningkatan laju sedimentasi menunjukkan infeksi).c) Kultur uterus dan vagina mengesampingkan infeksi postpartum.d) Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih.e) Profil koagulasi : peningkatan degradasi kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen masa tromboplastin parsial diaktivasi : masa tromboplastin partial (APTT/PTT) masa protrombin memanjang pada KID.f) Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

7. PENATALAKSANAAN MEDISDengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut.a) Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uterus. Bila perdarahan berlanjut, pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.b) Pemberia 20 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan RL atau normal saline sudah terbukti efektif bila diberikan perinfus IV kurang lebih 10 ml/menit bersama dengan mengurut uterus secara aktif.c) Bila cara tersebut tidak efektif, ergovine 0,2 mg yang diberikan secara IV dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan beretraksi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.

Bila penatalaksanaan di atas masih belum berhasil, maka segera lakukan tindakan :1. Lakukan kompresi uterus bimanual (tindakan ini akan mengatasi sebagian besar perdarahan).2. Transfusi darah. Golongan darah setiap ibu harus sudah diketahui sebelum persalinan.3. Lakukan eksplorasi kavum uterus secara manual untuk mencari sisa plasenta yang tertinggal.4. Lakukan pemeriksaan inspekulum pada serviks dan vagina.5. Pasang tambahan infus IV kedua dengan menggunakan kateter IV yang besar, sehingga oksitosin dapat diteruskan sambil membersihkan darah.6. Kecukupan output jantung pengisian arterial dapat dipantau melalui produksi kemih.

8. ASUHAN KEPERAWATANPENGKAJIAN1. Data dasara. Identitas klien Identitas klien, meliputi : nama. Usia, status perkawinan, pekerjaan, agama, pendidikan, suku, bahasa yang digunakan, sumber biaya, tanggal dan jam MRS, tanggal pengkajian, alamat rumah. Identitas suami, meliputi : nama, usia, pekerjaan, agama, pendidikan, suku.b. Riwayat Keperawatan Riwayat kesehatan Riwayat kehamilan Riwayat melahirkan Data bayiMeliputi : jenis kelamin, BB bayi, apgar skor, dll. Pengkajian masa nifas atau post partumMeliputi : keadaan umum, tingkat aktivitas setelah melahirkan, gambaran lochea, keadaan perineum, abdomen, payudara, episiotomi, kebersihan menyusui dan respon orang terhadap bayi.c. Pemeriksaan fisikRambut, muka, mata, payudara, uterus, lochea, sistem perkemihan, parineum, ekstremitas bawah, TTV.

DIAGNOSA KEPERAWATAN1) Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan vaskuler berlebihan.2) Perubahan perfusi jaringan perifer b.d. hipovolemia.3) Resiko syok

RENCANA ASUHAN KEPERAWATANA. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan vaskuler berlebihan.Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam 2 x 24 jam, intake dan output cairan kembali adekuat.

Kriteria hasil :TTV dalam batas normal, CRT < 3 detik, sensorium tepat, input dan output cairan seimbang, serta berat jenis urin dalam batas normal.INTERVENSIRASIONAL

1. Kaji & catat jumlah, tipe & sisi perdarahan. Timbang dan hitung pembalut. Simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.

2. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan masase, penonjolan uterus dapat dialkukan dengan 1 tangan sambil menempatkan tangan kedua tepat di atas simfisis pubis.

3. Perhatikan hipotensi dan takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar buku, membran mukosa dan kapiler.4. Pantau masukan dan keluaran : perhatikan berat jenis urin.

5. Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis.6. Kolaborasi : Berikan transfusi whole blood (bila perlu).1. Perkirakan kehilangan darah, arteri vs. vena, dan adanya bekuan bekuan membantu membuat diagnosa banding serta menentukan kebutuhan penggantian (1gr peningkatan berat pembalut sama dengan -/+ kehilangan darah 1 ml).2. Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas moimetrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan 1 tangan di atas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.3. Tanda hipovolemik dan syok. Perubahan TD tidak dapat dideteksi sampai volume cairan turun hingga 30 50 %. Sianosis = tanda akhir hipoksia.4. Memperkirakan luas / signifikansi kehilangan cairan. Volume perfusi / sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan haluaran 3 50 ml/jam atau lebih besar.5. Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas, dan kebutuhan metabolik.6. Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

B. Perubahan perfusi jaringan perifer b.d. hipovolemia.Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam waktu 2 x 24 jam, jaringan perifer berangsur angsur menunjukkan keadekuatan.Kriteria hasil :TTV, Ht/Hb dalam batas normal; CRT < 3 detik; fungsi hormonal normal ditunjukkan dengan suplai ASI adekuat.INTERVENSIRASIONAL

1. Perhatikan Hb atau Ht sebelum & sesudah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi, dan BB.2. Pantau TTV, catat derajat, dan durasi episode hipovolemik.

3. Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan perilaku.

4. Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah seta perhatikan suhu kulit.5. Kaji payudara setiap hari, perhatikan ada atau tidaknya laktasi & perubahan ukuran payudara.1. Membantu menentukan beratnta kehilangan darah.

2. Luasnya keterlibatan hipofisi dapat dihubungkan dengan derajat & durasi hipotensi. Peningkatan frek. nafas menunjukkan upaya untuk mengatasi asidosis metabolik.3. Perubahan kesadaran merupakan indikator awal hipoksia, sianosis, tanda lanjut mungkin tidak nampak sampai kadar PO2 turun di bawah 50 mmHg.4. Sianosis terjadi karena penurunan sirkulasi pembuluh darah perifer.5. Kerusakan hipofisis anterior menurunkan kadar profilaktin, mengakibatkan tidak adanya produksi ASI.

C. Resiko syokTujuan:Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam waktu 1 x 24 jam, tidak terjadi syok hipovolemikKriteria hasil : Tidak terdapat tanda tanda syok Intake dan output cairan klien tercukupiINTERVENSIRASIONAL

1. Kaji tanda-tanda perubahan fungsi otak.

2. Kaji tingkat kesadaran klien.

3. Kaji adanya tanda eklamsi (hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi & respirasi, nyeri epigastrium dan oliguri).

4. Pertahankan perhatian terhadap timbulnya kejang.

5. Tutup kamar / ruangan, batasi pengunjung /perawat tingkatkan waktu istirahat.

6. Lakukan palpasi rahim untuk mengetahui adanya ketegangan, cek perdarahan pervaginam & catat adanya riwayat medis.

7. Monitor tanda tanda adanya persalinan atau adanya kontraksi uterus.

8. Lakukan pemeriksaan funduskopi.1. Edema selebral dan vasokontriksi dapat dievaluasi dari tanda subyektif, tingkah laku dan gangguan retina.2. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan sirkulasi otak.3. Edema keseluruhan dan vasokontriksi merupakan manifestasi dan perubahan pada SSP /otak, ginjal, jantung dan paru paru yang mendahului status kejang.4. Mempersiapkan pertolongan jika timbul gangguan/masalah pada klien terutama keselamatan/keamanan.5. Mengurangi rangsangan lingkungan yang dapat menstimulasi otak dan dapat menimbulkan kejang.6. Mengetahui adanya solusio plasenta terlebih jika dikaitkan dengan adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit ginjal, jantung yang disebabkan oleh hipertensi.7. Kejang dapat meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya persalinan.8. Untuk mengetahuia adanya perdarahan yang dapat dilihat dari retina.

TakipneaDispneaKETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFASTakikardiHipertropiTidak terkompensasiPENURUNAN CURAH JANTUNGVasokonstriksi GFROliguriaIntake O2 Hipoksia output urinGANGGUAN ELIMINASI URINHipovolemiKeterlambatan pengisian kapilerPucat, kulit dingin/lambatKETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN PERIFERSianosis respiratorikPerdarahanKehilangan vaskular yg berlebihanGangguan sirkulasiPeriferKompensasi jantungGinjal mengeluarkan eritropoetinParuGangguan koagulasiKegagalan kompresi pembuluh darahMiometrium hipotonusRetensi sisa plasentaTrauma jalan lahirEpisiotomi yg lebarLaserasi perineumVagina & serviksRuptur

Hematoma porsi atas vagina

Nyeri, kemerahan, edema

NYERIRESIKO INFEKSI

INFEKSI POST PARTUM

1. DEFINISI Infeksi postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman kuman ke dalam alat alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarwono Prawirohardjo, 2005). Infeksi postpartum (puerperalis) adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga mencapai 380 C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama. Infeksi postpartum (puerperalis) mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman atau bakteri ke dalam alat genitalia pada waktu persalinan dan nifas.Infeksi post partum dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :a) Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva vagina, serviks, dan endometrium.b) Penyebaran melalui vena, saluran limfe ()sistemik, dan melalui permukaan endometrium. Jenis jenis infeksi post partum :a) Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim.b) Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis.c) Septicemia dan piemia

2. EPIDEMIOLOGI AS, dalam sebuah studi oleh Yokoe et,al. pada tahun 2001, 5,5% dari kelahiran normal dan 7,4% dari kelahiran sesar mengakibatkan infeksi postpartum. Tingkat infeksi postpartum keseluruhan adalah 6,0%. Endometritis menyumbang hampir setengah dari infeksi pada pasien setelah kelahiran sesar (3,4% dari kelahiran sesar). Infeksi saluran kemih mastitis dan bersama sama menyumbang 5% dari kelahiran normal. Dalam banyaj ulasan, tingkat kematian ibu terkait dengan infeksi berkisar 4 8 %, atau sekitar 0,6 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Pada pengawasan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit menunjukkan infeksi menyumbang sekitar 11,6 % dari seluruh kematian setelah kehamilan yang menghasilkan kelahiran hidup, lahir mati, atau ektopik.

3. PATOFISIOLOGI

4. FAKTOR RESIKOPenyebab dari infeksi postpartum ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan aerob patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus dan anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman kuman yang sering menyebabkan infeksi postpartum antara lain : a) Streptococcus haematilicus aerobicMasuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain, alat alat yang tidak steril, tangan penolong, dan sebagainya.b) Staphylococcus aurelisMasuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit.c) Escherichia coliSering berasal dari kandung kemih dan rectum, menyebabkan infeksi terbatas.d) Clostridium welchiiKuman anaerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.

Faktor predisposisi infeksi postpartum 1. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan, imunosupresi dan kurang gizi atau malnutrisi.2. Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.3. Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.4. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan dara.5. Anemia, higiene, kelelahan.6. Proses persalinan bermasalah : 7. Partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses pencegahan infeksi, manipulasi yang berlebihan, dapat berlanjut ke infeksi dalam masa nifas.

5. MANIFESTASI KLINISa. Peningkatan suhu b. Takikardie. c. Nyeri pada pelvis d. Demam tinggi e. Nyeri tekan pada uterus f. Lokhea berbau busuk/menyengat g. Penurunan uterus yang lambat h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomy

Infeksi nifas dibagi atas 2 golongan :1) Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks dan endometrium.a. Infeksi perineum, vulva dan serviksTanda dan gejala : Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria dengan atau tanpa distensi urine. Jahitan luka mudah lepas, merah dan bengkak. Bila getah radang bisa keluar, biasanya tidak berat, suhu sekitar 380 C, nadi < 100x/ menit. Bila luka terinfeksi tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa meningkat hingga 39 400 C, kadang kadang disertai menggigil.

b. Endometritis Kadang kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah sisa plasenta dan selaput ketuban yang disertai lokiametra. Pengeluaran lokia bisa banyak/sedikt, kadang kadang berbau/tidak. Lokia berwarna merah/coklat. Suhu badan meningkat mulai 48 jam postpartum, seringkali dengan pola gigi gergaji (38,5 400 C), menggigil, nadi biasanya sesuai dengan kurva tubuh. Sakit kepala, sulit tidur, dan anoreksia. Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek, his susulan biasanya sangat mengganggu. Leukositosis dapat berkisar antara 10.000 13.000/mm3.

2) Penyebaran dari tempat tempat infeksi melalui vena jalan limfe dan permukaan endometrium.a. Septikemia dan piemia Pada septikemia, dari permulaan ibu sudah sakit dan lemah sampai 3 hari postpartum suhu meningkat dengan cepat. Biasanya disertai menggigil dengan suhu 39 400 C. Keadaan umum cepat memburuk, nadi sekitar 140 160x/menit atau lebih, ibu juga dapat meninggal dalam 6 7 hari postpartum. Pada ibu dengan piemia, ciri khasnya adalah suhu tinggi disertai menggigil yang terjadi berulang ulang. Suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil, kemudian suhu turun dan lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia, dan pleuritis.b. Peritonitis Pada umumnya terjadi peningkatan suhu, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, serta ada defensif muskuler. Muka ibu mula mula kemerahan, kemudian menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin, serta terdapat facishipocratica. Pada peritonitis yang terdapt di daerah pelvis, gejal tidak seberat peritonitis umum, ibu demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Bisa terdapat pembentukan abses.

c. Selulitas pelvisBila suhu tinggi menetap lebih dari 1 minggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus. Dalam keadaan ini, suhu yang mula mula tinggi menetap menjadi naik turun disertai menggigil. Ibu tampak sakit, nadi cepat dan nyeri perut.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKa) Jumlah sel darah putih (SDP) : normal atau tinggi dengan pergeseran diferensial ke kiri.b) Laju endap darah (LED) dan jumlah sel darah merah (SDM) sangat meningkat dengan adanya infeksi.c) Hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht) mengalami penurunan pada keadaan anemia.d) Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus atau intraservikal atau drainase luka atau pewarnaan gram di uterus mengidentifikasi organisme penyebab.e) Urinalisis dan kultur mengesampingkan ISK.f) USG menentukan adanya fragmen fragmen plasenta yang tertahan melikalisasi abses perineum.g) Pemeriksaan bimanual : menentukan sifat dan lokasi nyeri pelvis, massa atau pembentukan abses, serta adanya vena vena dengan trombosis.

7. PENATALAKSANAAN MEDISPencegahan a) Selama kehamilan, bila ibu anemia diperbaiki. Berikan diet yang baik.b) Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang.c) Selam persalinan, batasi masuknya kuman di jalan lahir. Jaga persalinan agar tidak berlarut larut. Selesai persalinan dengan trauma sedikit mungkin. Cegah perdarahan yang banyak dan penularan penyakit dan petugas dalam kamar bersalin. Alat alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi tepat.d) Selama nifas, rawat hiegine perlukaan jalan lahir. Jangan merawat ibu dengan tanda tanda infeksi nifas bersama dengan wanita dalam nifas yang sehat.

Penanganan medisa) Suhu diukur dari mulut sedikitnya 4x sehari.b) Berikan terapi antibiotik prokain penisilin 1.2 2,4 juta unit 1 M penisilin G 500.000 satuan setiap 6 jam atau metisilin 1 gr setiap 6 jam 1 M ditambah dengan ampisilin kapsul 4 x 250 mg per oral.c) Perhatikan diet ibu : diet TKTP.d) Lakukan transfusi darah bila perlu.e) Hati hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk dalam rongga peritonium.

8. ASUHAN KEPERAWATANPENGKAJIAN1. Data dasara. Identitas klien Identitas klien, meliputi : nama. Usia, status perkawinan, pekerjaan, agama, pendidikan, suku, bahasa yang digunakan, sumber biaya, tanggal dan jam MRS, tanggal pengkajian, alamat rumah. Identitas suami, meliputi : nama, usia, pekerjaan, agama, pendidikan, suku.b. Riwayat Keperawatan Riwayat kesehatan Riwayat kehamilan Riwayat melahirkan Data bayiMeliputi : jenis kelamin, BB bayi, apgar skor, dll. Pengkajian masa nifas atau post partumMeliputi : keadaan umum, tingkat aktivitas setelah melahirkan, gambaran lochea, keadaan perineum, abdomen, payudara, episiotomi, kebersihan menyusui dan respon orang terhadap bayi.

c. Pemeriksaan fisikRambut, muka, mata, payudara, uterus, lochea, sistem perkemihan, parineum, ekstremitas bawah, TTV.

DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Nyeri akut b.d. respon tubuh pada agen tidak efektif, sifat infeksi (miksedema kulit atau jaringan, eritema).2. Hipertermia

RENCANA ASUHAN KEPERAWATANA. Nyeri akut b.d. respon tubuh pada agen tidak efektif, sifat infeksi (miksedema kulit atau jaringan, eritema).Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam waktu 2 x 24 jam, nyeri klien terkontrol.Kriteria hasil : Mampu mengidentifikasi/menggunakan tindakan yang tepat untuk mengatasi nyeri Klien melaporkan nyeri terkontrol Ekspresi wajah klien rileksINTERVENSIRASIONAL

1. Monitor lokasi dan sifat ketidaknyamanan atau nyeri.2. Berikan instruksi mengenai membantu mempertahankan kebersihan dan kehangatan.3. Instruksikan ibu dalam melakukan teknik relaksasi dengan memberikan aktivitas pengalihan seperti : radio, televisi atau bacaan.4. Anjurkan keseimbangan menyusui saat kondisi ibu memungkinkan. Karenanya anjurkan dan berikan instruksi dalam penggunaan pompa payudara listrik atau manual.5. Kolaborasi : pemberian analgesik atau antipiretik.6. Berikan kompres panas lokal dengan menggunakan lampu pemanas atau rendam duduk sesuai indikasi.1. Membantu dalam diagnosis banding keterlibatan jaringan dalam proses infeksi.2. Meningkatkan kesejahteraan umum dan pemulihan menghilangkan nyeri.

3. Memfokuskan kembali perhatian ibu serta meningkatkan perilaku yang positif dan kenyamanan.

4. Mencegah rasa nyeri atau tidak nyaman dari pembesaran payudara, meningkatkan keadekuatan suplai ASI pada ibu menyusui.

5. Menurunkan nyeri akibat infeksi.

6. Meningkatkan vasodilatasi, meningkatkan sirkulasi pada area yang nyeri, dan meningkatkan kenyamanan lokal.

B. Hipertermi berhubungan dengan Penyakit yang di deritaTujuan: Suhu tubuh klien dan TTV lainnya kembali dalam keadaan normal setelah pemberian intervensi dalam jangka 1 x 24 jam.Kriteria hasil: Suhu menjadi 36 - 37,50C Mukosa kembali lembabINTERVENSIRASIONAL

1. Berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.2. Berikan kompres dingin bukan es.3. Batasi aktivitas selama panas.

4. Berikan antipiretik dan pengobatan sesuai advis.5. Berikan ekstra cairan.

6. Monitor TTV dan Kejang.1. Proses konveksi oleh pakaian.

2. Perpindahan panas secara konduksi.3. Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.4. Menurunkan panas pada tempat hipotalamus dan sebagai propilaksis.5. Pada saat demam membuuhkan cairan yang berlebih.6. Mempertahankan kondisi stabil dari klien.

GANGGUAN PSIKOLOGIS PADA POST PARTUM

1. DEFINISI Depresi post partum adalah keadaan emosi yang ditandai oleh episode menangis ringan sesaat dan perasaan sedih selama 10 hari pertama melahirkan. Psikosa post partum adalah gangguan kepribadian derajat berat yang mengurangi kemampuan fungsi tanggungjawab ibu. Gejala gejala ini diklasifikasikan sebagai psikosis manik depresi, psikologis post partum, skizofrenia, dan kebingungan toksik (toksik confusion). Klasifikasi :a) Post partum blues adalah gangguan penyesuaian terhadap kehidupan baru (kelahiran). Ibu mengalami depresi selama masa transisi tersebut kurang dari 1 14 hari dengan puncak pada hari ke 5. Ini yang paling banyak dialami ibu pada masa post partum.b) Severe post partum depression. Terjadi singkat setelah kelahiran, tetapi mungkin tidak terdiagnosis untuk beberapa bulan post partum. Ibu akan mengalami pengalaman yang mendalam berupa perasaan kehilangan dan kesedihan yang menetap, diikuti oleh kecemasan, mudah tersinggung, gangguan tidur, kurang nafsu makan, dan perasaan bersalah.c) Women with borderline personalities gejalanya sama seperti di atas, tetapi ditambah dengan perasaan putus asa, hampa dan tak berguna. Perasaan ini bisa saja timbul sebelum kehamilan, tapi menonjol pada saat kelahiran.d) Post partum psychosis. Ibu dengan depresi psikotik kehilangan kontak dengan realita dan mengalami delusi dan disorientasi. Umumnya berhubungan dengan kesehatan bayi.

2. EPIDEMIOLOGIBerdasarkan hasil studi pendahuluan pada 5 ibu primipara terdapat 2 ibu primipara (40%) yang mengaku mendapat dukungan sosial dari suami dan 3 ibu primipara (60%) yang kurang mendapat dukungan sosial dari suami saat mengalami Postpartum blues. Dari penelitian sebelumnya di Semarang telah ditemukan 11 orang wanita (44%) yang mengalami Postpartum blues. Dan secara keseluruhan, di Indonesia angka kejadian Postpartum blues antara 50 70% dari wanita primipara. Sedangkan di luar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26 85%, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.

3. PATOFISIOLOGI

4. FAKTOR RESIKOPenyebab depresi post partum belum diketahui secara pasti, tetapi mungkin merupakan kombinasi dari aspek biologis, psikososial, dan stres situasional. Yang juga berhubungan dengan latar belakang depresi personal atau keluarga, dukungan sosial yang rendah, serta masalah selama kehamilan dan kelahiran.Faktor faktor yang dapat meningkatkan resiko gangguan :a) Fluktuasi hormon seiring dengan kelahiran.b) Latar belakang depresi, gangguan mental.c) Kesulitan berhubungan dengan orang terdekat.d) Kemarahan terhadap kehamilan.e) Perasaan terisolasi atau tidak ada dukungan dari keluarga.f) Kelelahan, kurang tidur, kekhawatiran finansial, dan melahirkan bayi cacat.g) Kehamilan yang tidak diinginkan.

5. MANIFESTASI KLINISa) Post partum bluesDepresi ringan, menangis, perasaan kehilangan, dan kelelahan konsentrasi menurun.b) Affective (neurotic) depressionMencakup tahap ansietas, fobia, ketakutan akan membahayakan bayi, berat, badan, insomnia, mudah tersinggung, persaan bersalah, bahkan apatis.c) Women with bordeline depression personalitiesBisa berfluktuasi dan neurotik depresi ke psikotik.d) Post partum psychosisDelusi, halusinasi, disorientasi, serta rasa marah terhadap diri sendiri dan bayi.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKSkrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan alat bantu. Endinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validasi yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pascasalin.

7. PENATALAKSANAAN MEDISa) Terapi terbaik dari depresi tersebut adalah kombinasi dari psikoterapi, dukungan sosial, dan medikasi. Beberapa wanita mungkin membutuhkan ECT. Psikoterapi mungkin lebih berguna dalam membantu ibu untuk perubahan hidup mereka. Pasangan dan keluarga terdekat harus ikut dalam sesi konseling, sehingga bisa memahami apa yang mereka butuhkan.b) Pengobatan psikoterapi, obat obatan penenang, dan peningkatan suasana hati atau gabungan dapat diindikasikan. Terapi spesifik tergantung pada sifat gangguan yang terdapat pada ibu.c) Antidepresan sering digunakan pada depresi post partum dan mungkin diteruskan selama 6 bulan atau lebih. Jika ibu ingin melanjutkan pemberian ASI, obat obatan yang digunakan harus aman selama laktasi, karena hal ini dapat mempengaruhi proses bonding.d) Rawat inap mungkin diperlukan untuk mencegah cedera diri atau kekejaman terhadap janin, atau mungkin bila ada ansietas yang tidak tertahankan atau kelainan tingkah laku yang tidak dapat dikontrol.

8. ASUHAN KEPERAWATANPENGKAJIAN2. Data dasard. Identitas klien Identitas klien, meliputi : nama. Usia, status perkawinan, pekerjaan, agama, pendidikan, suku, bahasa yang digunakan, sumber biaya, tanggal dan jam MRS, tanggal pengkajian, alamat rumah. Identitas suami, meliputi : nama, usia, pekerjaan, agama, pendidikan, suku.e. Riwayat Keperawatan Riwayat kesehatan Riwayat kehamilan Riwayat melahirkan Data bayiMeliputi : jenis kelamin, BB bayi, apgar skor, dll. Pengkajian masa nifas atau post partumMeliputi : keadaan umum, tingkat aktivitas setelah melahirkan, gambaran lochea, keadaan perineum, abdomen, payudara, episiotomi, kebersihan menyusui dan respon orang terhadap bayi.f. Pemeriksaan fisikRambut, muka, mata, payudara, uterus, lochea, sistem perkemihan, parineum, ekstremitas bawah, TTV.

A. Ketidakefektifan koping b.d. stres kelahiran, konsep diri negatif, sistem pendukung yang tidak adekuat.Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan selam 2 x 24 jam, ibu berangsur angsur menunjukkan keefektifan terhadap koping.Kriteria hasil : Ibu menunjukkan kewaspadaan dari koping. Ibu menunjukkan kemampuan menyelesaikan masalah. Ibu menunjukkan kemampuan memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis serta ekspresi perasaan. Ibu menunjukkan kemampauan mengambil keputusan dan kepuasan terhadap pilihan.INTERVENSIRASIONAL

1. Tetapkan hubungan terapeutik perawat ibu.2. Monitor munculnya kemampuan koping positif, mis. Teknik relaksasi, keinginan untuk mngekspresikan perasaan.

3. Monitor tindakan orang terdekat sekarang ini dan bagaiman mereka diterima ibu.

4. Sertakan orang terdekat dalam pemberian informasi, pemecahan masalah & perawatan ibu sesuai dengan kemampuan.

5. Dorong pencarian bantuan sesuai dengan kebutuhan memberikan informasi mengenai orang & institusi yang tersedia bagi mereka.1. Ibu mungkin merasa lebih bebas dalam konteks hubungan ini.2. Jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil dilakukan pada masa lampau mungkin dapat digunakan sekarang untuk mengatasi ketegangan dan kontrol individu.3. Sebagai orang terdekat mungkin berusaha membantu, namun tidak dipersepsikan sebagi bantuan oleh ibu.4. Informasi dapat mengurangi perasaan tanpa harapan dan tidak berguna. Keikutsertaan dalam perawatan akan meningkatkan perasaan kontrol & harga diri.5. Ijin untuk mencari bantuan sesuai kebutuhan dan membuat mereka memilih untuk mengambil keuntungan dari apa yang tersedia.

B. Risiko ketidakmampuan menjadi orang tuaTujuan:Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam tidak terjadi ketidakmampuan menjadi orang tua.Kriteria hasil :Ibu mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua, mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realistis, dan secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat.INTERVENSIRASIONAL

1. Monitor kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan sumber pendukung dan latar belakang budaya.

2. Perhatikan respon klien / pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orangtua.

3. Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang pernah dialami klien/pengalaman selama kanak-kanak.4. Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan, adanya komplikasi dan peran pasangan pada persalinan.

5. Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini & kejadian komplikasi prenatal, intranatal dan postnatal.

6. Evaluasi kondisi bayi : komunikasikan dgn staf perawatan sesuai dengan indikasi.7. Pantau & dokumentasikan interaksi klien / pasangan dengan bayi.

8. Anjurkan pasangan untuk mengunjungi & mengendong bayi & berpartisipasi thd aktifitas perawatan bayi sesuai izin.9. Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko tinggi terhadap masalah menjadi orangtua atau bila ikatan positif diantara klien / pasangan & bayi tidak terjadi. 1. Mengidentifikasi faktor faktor resiko dan sumber sumber pendukung, yang mempengaruhi kemampuan klien/ pasangan untuk menerima tantangan peran menjadi orang tua.2. Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi orangtua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat.3. Peran menjadi orangtua dipelajari, dan individu memakai peran orangtua mereka sendiri menjadi model peran.4. Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara menurunkan energi fisik dan emosional yang perlu untuk mempelajari peran menjadi ibu & dapat secara negatif mempengaruhi menyusui.5. Kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi, atau adanya komplikasi ibu dapat mempengaruhi kondisi psikologis klien.6. Ibu sering mengalami kesedihan karena bayinya tidak seperti yang diharapkan.7. Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih sayang bermakna pada pertama kali, selanjutnya mereka dikenalkan pada bayi secara bertahap.8. Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus asa.

9. Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan ketidakefektifan koping memerlukan perbaikan melalui konseling, pemeliharaan atau bahkan psikoterapi yang lama.

DAFTAR PUSTAKA

Sarwono Prawiraharjo, Hanifa Wiknjosastro. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina pustakaCarpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGCMansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius.NANDA International. 2012 2014. Nursing Diagnosis Classification. USAMarylin E. D. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.Prawirohardjo, Sarwono. 2005. ILMU KEBIDANAN. Tridasa Printer : JakartaSmeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8 Volume 2. Jakarta : EGC.Bobak dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGCCunningham, F Gary dkk. 2006. Obstetri Williams Ed. 21, Vol. 2. Jakarta: EGCManuaba, Ida Bagus Gde. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi-Ed.2. Jakarta: EGCPrice, Sylvia A., Wilson, Loraine M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Buku 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGCMitaya.2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medikahttp://emedicine.medscape.com/article/796892-overview diakses tanggal 30 September 2012 pukul 19.15

K3LN 2010 |ADAPTASI POST PARTUM NORMAL & KOMPLIKASINYA23