Author
indah-angelica
View
226
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas
A. ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKEMIA (ALL)
1
B. THALASEMIA
1. Definisi
a. Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembluh darah sehingga umur erirosit
menjadi pendek ( kurang dari 100 hari ). Thalassemia merupakan penyakit
anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif, secara
molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara
klinis dibedakan menjadi thalassemia mayor dan minor ( Mansjoer, Kapita
Selekta Kedokteran, 2000 : 497 )
b. Thalassemia adalah kelainan darah yang diturunkan melalui keluarga
(diwariskan) di mana tubuh membuat bentuk abnormal hemoglobin,
protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen. Kelainan
mengakibatkan kerusakan berlebihan sel darah merah, yang mengarah ke
anemia. (University of Maryland Medical Center, 2011)
c. Thalassemia adalah kelainan darah yang diwariskan. "Warisan" berarti
bahwa gangguan ini diturunkan dari orang tua kepada anak-anak melalui
gen. Thalassemia menyebabkan tubuh kekurangan sel darah merah
sehingga jumlah hemoglobin kurang dari normal. (National Institutes of
Health - National Heart, Lung and Blood Institutes, 2012)
Ada beberapa jenis Thalassemia, yaitu:
a. Thalassemia alfa (α)
Terjadi jika adanya kelainan sintesis rantai globin α. Dikenal 4 macam
Thalassemia alfa berdasarkan banyaknya gen yang terganggu.
- Delesi 1 gen (silent carriers)
Kelainan hemoglobin sangat minimal dan tidak memberikan
gejala. Keadaan ini hanya dapat dilihat dari pemeriksaan
laboratorium secara molekuler.
- Delesei 2 gen (Thalasemia α trait)
Pada penyakit ini ditemukan adanya gejala anemia ringan atau
tanpa anemia.
Delesi 1 atau Delesi 2 gen disebut juga Thalassemia alfa minor.
2
- Delesei 3 gen (Penyakit HbH)
Bisa dideteksi setelah kelahiran, disertai anemia berat dan
pembesaran limpa
- Delesi 4 gen (hydrops fetalis)
Biasanya bayi akan meninggal dalam kandungan atau setelah
dilahirkan karena kadar hemoglobin normal tidak mungkin
terbentuk.
Delesi 3 atau Delesi 4 gen disebut juga Thalassemia alfa
mayor.
b. Thalassemia beta (β)
Paling banyak dijumpai di Indonesia berdasarkan banyaknya gen yang
bermutasi dikenal Thalassemia homozigot bila terdapat mutasi pada
kedua gen β dan Thalassemia heterozigot bila terdapat mutasi pada 1
gen β. Berdasarkan gambaran klinik, dikenal 3 macam Thalassemia β
yaitu Thalassemia β mayor, Thalassemia β minor dan bentuk antara
mayor dan minor yang disebut Thalassemia intermedia.
- Thalassemia β mayor
Pada Thalassemia β mayor terjadi mutasi pada kedua gen β.
Pasien memerlukan transfusi darah secara berkala, terdapat
pembesaran limpa yang makin lama makin besar sehingga
memerlukan tindakan pengangkatan limpa yang disebut
splenektomi. Selain itu pasien mengalami penumpukan zat besi
di dalam tubuh akibat transfusi berkurang dan penyerapan zat
besi yang berlebihan, sehingga diperlukan pengobatan
pengeluaran besi yang disebut kelasi.
- Thalassemia β minor
Pada Thalassemia beta minor didapatkan mutasi pada salah
satu dari 2 gen β, kelainan ini disebut juga Thalassemia β trait.
Pada keadaan ini didapatkan kadar hemoglobin normal atau
anemia ringan dan pasien tidak menunjukkan gejala klinik
- Thalassemia β Intermedia
3
Pasien dengan Thalassemia beta intermedia menunjukkan
kelainan antara Thalassemia mayor dan minor. Pasien biasanya
hidup normal tetapi dalam keadaan tertentu seperti infeksi berat
atau kehamilan memerlukan tindakan transfusi darah
2. Etiologi
Thalasemia disebabkan karena faktor genetik. Penjelasannya sebagai berikut:
- Hemoglobin (Hb) merupakan suatu zat di dalam sel darah merah (eritrosit)
yang berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan
tubuh dan memberi warna merah pada eritrosit. Dalam keadaan normal,
hemoglobin utama terdiri dari gugus heme dan mempunyai dua rantai alfa
(α) dan dua rantai beta (β).
- Thalassemia terjadi karena kelainan atau perubahan pada gen globin α atau
β yang mengatur produksi rantai α atau β. Berkurangnya atau tidak
terbentuk sama sekali rantai globin disebut sebagai Thalassemia. Keadaan
ini menyebabkan produksi hemoglobin terganggu dan umur eritrosit
memendek.
3. Faktor Resiko
- Ras Asia, China, Mediterania dan Afrika-Amerika
Thalassemia disebabkan oleh migrasi dan percampuran penduduk. Gen
pembawa sifat atau carrier Thalassemia tersebar di negara-negara
mediterania seperti Italia, Yunani, Malta, Sardinia, dan Cyprus sedangkan
di Asia seperti Cina, Malaysia, dan Indonesia.
Terdapat dua macam thalassemia yaitu, Alpha thalassemia yang banyak
terjadi di daerah Asia Tenggara, Timur Tengah, China dan Afrika. Hal ini
terjadi ketika gen yang berhubungan dengan alpha globin mengalami
kelainan atau mutasi. Sedangkan Beta thalassemia umumnya terjadi di
daerah China, beberapa tempat di Asia dan Amerika. Beta
thalassemiasendiri terjadi ketika gen yang berhubungan dengan beta
globin mengalami kelainan atau mutasi.
4
- Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama
Thalassemia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara
autosomal resesif berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada
anaknya. Penyakit ini terjadi akibat kelainan sintesis hemoglobin dimana
terjadi pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin yang
menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin. Pada
Thalassemia Alfa terjadi pengurangan sintesis rantai alfa dan Thalassemia
Beta terjadi pengurangan sintesis rantai beta. Rusaknya gen hemoglobin
yaitu komponen terpenting dari sel darah merah, hemoglobin sangat
dibutuhkan karena berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke
seluruh tubuh. Intinya sel darah merah penderita akan mengecil, tak
mampu mengangkut oksigen, dan sangat mudah pecah.
Penyakit ini meliputi gejala klinis yang paling ringan (heterozigot) disebut
Thalassemia Minor atau Trait dan yang paling berat (homozigot) disebut
Thalassemia Mayor. Bentuk heterozigot diturunkan salah satu orang tua
yang menderita. Penderita thalassemia minor tidak mengalami gejala
berarti namun bisa menurunkan penyakit thalassemia kepada anak
anaknya. Sedangkan Thalassemia bentuk homozigot diturunkan kedua
orang tua yang menderita Thalassemia
4. Epidemiologi
Thalasemia α0 ditemukan terutama di Asia Tenggara dan kepulauan
Mediterania, Thalasemia α+ tersebar di Afrika, Mediterania, Timur
Tengah, India dan Asia Tenggara. Angka kariernya mencapai 40-80%.
(Permono, & Ugrasena, 2006)
Thalasemia β memiliki distribusi sama dengan Thalasemia α. Dengan
kekecualian di beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di
Mediterania dan bervariasi di Timur Tengah, India dan Asia Tenggara.
HbE yang merupakan varian Thalasemia sangat banyak dijumpai di India,
Burma dan beberapa negara Asia Tenggara. Adanya interaksi HbE dan
Thalasemia β menyebabkan Thalasemia HbE sangat tinggi di wilayah ini.
5
Tingginya frekuensi Talasemia mempengaruhi kekebalan HbE ini
terhadap malaria plasmodium falsiparum yang berat. Hal ini membuktikan
penyakit ini disebabkan oleh mutasi baru dan penyebarannya dipengaruhi
oleh seleksi lokal oleh malaria. Kenyataan bahwa mutasi tersebut berbeda
di setiap populasi, menunjukkan seleksi ini baru terjadi dalam beberapa
ribu tahun (Permono, & Ugrasena, 2006).
Jenis thalassemia terbanyak yang ditemukan di Indonesia adalah
thalassemia beta mayor sebanyak 50% dan thalassemia β–HbE sebanyak
45%.3,4 Frekuensi pembawa sifat thalassemia untuk Indonesia ditemukan
berkisar antara 3-10%.5,6,7 Bila frekuensi gen thalassemia 5% dengan
angka kelahiran 23‰ dan jumlah populasi penduduk Indonesia sebanyak
240 juta, diperkirakan akan
lahir 3000 bayi pembawa gen thalassemia setiap tahunnya.
6
Eritropoiesis kurang efektif
Hemoglobin post natal (Hb A)
Rantai α Rantai β
Defisiensi rantai β
thalasemia β
Sintesa rantai α berlebihan
Kerusakan pembentuka Hb
SDM rusak
hemolisis
Anemia berat
Pembentukan eritrosit oleh
sumsum tulang disuplai
hemosiderosis
limpa
splenomegali
pankreas
Diabetes
Kantung empedu
kolelitiasis
liver
sirosis
jantung
Gagal jantung
Gangguan endokrin
Hiperaktivitas sumsum tulang
Deformitas tulang
Maturasi seksual
pertumbuhan terganggu
Keterlambatan pertumbuhan & perkembangan
Eritropoiesis ekstrameduler
Splenomegali limfadenopati
hemokromatosis
fibrosis
Defisiensi rantai α
thalasemia α
Sintesa rantai β berlebihan
Pembentukan tetramer
hemolisis
hipoksia
Anemia berat
Pembentukan eritrosit oleh
sumsum tulang disuplai
Fe meningkat
5. Patofisiologi
7
ulkus
Gangguang integritas
jaringan/kulit
Penurunan curah jantung
Kulit kecoklatan
Retraksi fungsi paru
Gangguan citra tubuhGangguan
pola napas
6. Tanda dan Gejala
Kelainan genotip Thalassemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi,
dan tidak jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).
Semua Thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi,
tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya
(mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan,
khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2009).
Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru
ditentukan, yakni (1) Talasemia-β minor atau heterozigot yaitu anemia
hemolitik mikrositik hipokrom. (2) Talasemia-β mayor atau homozigot yaitu
anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. (3) Talasemia-β
intermedia: gejala di antara Talasemia β mayor dan minor. Terakhir merupakan
pembawa sifat tersembunyi Talasemia-β (silent carrier) (Atmakusuma, 2009).
Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α, bergantung pada
nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi.
Keempat sindrom tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia-α
(silent carrier), Talasemia-α trait (Talasemia-α minor), HbH diseases dan
Talasemia-α homozigot (hydrops fetalis) (Atmakusuma, 2009). Pada
Thalassemia Beta tidak didapatkan HbA, hanya HbF dan HbA2.Thalassemia
Alfa biasanya asimtomatis, didapatkan anemia hipokromik ringan dengan
penurunan MCH dan MCV yang bermakna. Hasil Hb elektroforesis normal
dan anak hanya bisa didiagnosis dengan analisis DNA.
Pada Thalassemia mayor biasanya bersifat homozigot (sinonim : anemia
Colley). Gejala klinisnya adalah muka mongoloid, pertumbuhan badan kurang
sempurna (pendek), pembesaran hati dan limpa, perubahan pada tulang karena
8
hiperaktifitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan terutama
pada kasus yang tidak mendapat transfusi darah. Deformasi tulang, disamping
mengakibatkan mongoloid dapat pula menyebabkan pertumbuhan berlebihan
tulang frontal dan zigomatik serta maksila. Pada penderita Thalassemia mayor,
mengalami pertumbuhan gigi yang buruk, sering disertai rarefaksi tulang
rahang. Sinusitas (terutama maksilaris) sering kambuh akibat kurang lancarnya
drainase. Pertumbuhan intelektual dan berbicara biasanya tidak terganggu, IQ
kurang baik apabila tidak mendapat transfusi darah secara teratur untuk
mengoreksi anemianya. Sumsum tulang menjadi hiperaktif terutama seri
eritrosit, kadar besi dalam serum normal atau meninggi. SGOT dan SGPT
dapat meninggi karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderositas.
Thalassemia β mayor biasanya ditemukan pada anak berusia 6 bulan sampai
dengan 2 tahun dengan klinis anemia berat, Bila anak tersebut tidak diobati
dengan hipertransfusi (transfusi darah yang bertujuan mencapai kadar Hb yang
tinggi) akan terjadi peningkatan hepatosplenomegali, ikterus, perubahan tulang
yang nyata karena rongga sumsum tulang mengalami ekspansi akibat
hyperplasia eritroid yang ekstrim, pucat, gangguan pertumbuhan dan
perkembangan, penurunan nafsu makan, jaundice, dan pembesaran organ (hati,
limpa, jantung). Pada anak yang lebih besar, dapat juga ditemukan adanya
pubertas yang terlambat
Pada Thalassemia intermedia dan minor sesuai dengan arti katanya didapatkan
variasi berat dan jenis gejala klinis. Thalassemia intermedia fenotipik adalah
Thalassemia mayor tanpa adanya kerusakan gen. Keadaan klinisnya lebih baik
dan gejala lebih ringan daripada Thalassemia mayor. Thalassemia intermedita
dan minor, muatan besi berlebih dijumpai, walaupun tidak mendapatkan
transfusi darah.Eritropoiesis nyata meningkat, namun tidak efektif sehingga
menyebabkan peningkatan turnover besi dalam plasma yang dapat merangsang
penyerapan besi pada via saluran cerna. Komplikasi jantung dan endokrin
dapat muncul 10 – 20 tahun kemudian pada penderita Thalassemia intermedita
dan minor yang tidak mendapatkan transfusi darah.
9
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hematologi rutin : Untuk mengetahui nilai MCV-volume hemoglobin
dalam sel darah merah dan MCH-konsentrasi hemoglobin di dalam sel
darah merah. MCV dan MCH normal adalah 80-100 femtoliter (MCV) dan
27-31 (pictogram/cell). Pada penderita thalasemia
b. Evaluasi sediaan hapus darah tepi : Untuk melihat morfologi eritrosit
(bentuk/gambaran sel darah merah). Thalasemia merupakan penyakit yang
menyebabkan bentuk sel darah merah tidak beraturan. Akibatnya, daya
ikat sel darah merah terhadap oksigen dan karbon dioksida menjadi
berkuarang.
c. Feritin : Untuk mengetahui apakah anemia disebabkan oleh defisiensi /
kekurangan zat besi, penyakit kronik atau thalassemia
d. Analisis hemoglobin : dapat mengukur jumlah komponen Hb normal yang
dibentuk dan mendeteksi adanya pembentukan Hb yang tidak normal.
Penderita thalassemia akan memiliki jumlah sel darah merah yang sehat
dan kandungan Hb yang lebih sedikit dari nilai normal
e. Bila diperlukan pemeriksaan DNA/sitogenetika : Mengingat thalassemia
merupakan penyakit keturunan, maka anamnesis mengenai riwayat
keluarga penderita thalassemia sangat perlu dilakukan untuk membantu
diagnosa thalassemia. Bila memang ada riwayat keluarga penderita
thalassemia dan menginginkan untuk memiliki anak, ada baiknya untuk
berkonsultasi ke dokter guna menentukan seberapa besar risiko
menurunkan penyakit tersebut pada anak yang akan dilahirkan nantinya.
8. Penatalaksanaan
Pengobatan yang paling optimal adalah transfusi darah seumur hidup. Dengan
melakukan transfusi maka mampu mempertahankan kadar hemoglobin normal
dan menekan produksi sel darah merah abnormal.
a. Thalasemia beta mayor:
Melakukan transfuse darah terus menerus sejak diketahui melalui
diagnose, mesipun sejak bayi.
10
b. Thalasemia beta minor:
Tidak memerlukan transfusi darah, cukup dengan menjaga pola makan
yang banyak mengandung zat besi serta kalsium.
c. Thalasemia beta intermedia:
Transfusi darah sewaktu-waktu jika diperlukan dilihat dari parah tidaknya
thalasemia yang dideritadan kebutuhannya untuk menambah darah.
d. Thalasemia alfa mayor:
umumnya terjadi pada bayi sejak dalam kandungan. Oleh karena itu bayi
harus mendapatkan transfusi darah sejak dalam kandungan dan setelah
lahir agar tetap sehat.
e. Thalasemia alfa minor:
Tidak memerlukan transfusi darah, hanya disarankan untuk banyak
mengkonsumsi nilai gizi yang seimbang untuk menunjang kesehatan tubuh
dan pengoptimalan sel darah merah yang sehat dari berbagai sumber
makann yang bayak mengandung zat besi kalsium, magnesium dsb.
9. Pencegahan
Penyebaran thalasemia hanya bisa dicegah dengan mencegah mereka yang
memiliki gen carier thalasemia sebaiknya tidak menikah dengan sesame
pembawa sifat penyakit (Carier). Selanjutnya upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan memperbanyak pemberian konseling dan pemahaman kepada
masyarakat mengenai pentingnya memeriksakan diri apakah memiliki gen
pembawa thalasemia atau tidak.
10. Komplikasi
Thalasemia β dapat menyebabkan infeksi yang berulang dan hemosiderosis
yang dapat mengganggu fungsi organ lain:
- Kegagalan hati
- Gagal jantung
- Diabetes mellitus
- Hipotiroid
- hipertiroid
11
Thalasemia β intermedia:
- perubahan tulang
- osteoporosis progresif hingga fraktur spontan
- luka di kaki
- defisisiensi asam folat
- hipersplenisme
- anemia progresif
- hemosiderosis
selain itu juga komplikasi yang terjadi pada thalasemia:
- infeksi, dapat disebabkan karena pengobatan dan penyakit thalasemianya
sendiri
- stroke, terutama pada Hb SS dan Hb-β0
- sindrom dada akut (acute chest syndrome, ACS), penyebab utama
morbiditas dan mortalitas para penderita penyakit sel sabit.
- Episode vaso-oklusif (EVO) atau episode nyeri, terutama nyeri pada
muskuloskeletal
- Sekuestrasi limpa, penyabab utama kematian pada anak-anak
- Priapismus, ereksi penis yang berlangsung lama dan terasa sakit. Dapat
terjadi pada anak-anak penderita sel sabit pada segala usia.
- Krisis aplastik, terhentinya eritropoiesis yang bersifat sementara
- Krisis hiperhemolitik, meningkatnya hemolisis yang berkaitan dengan
infeksi
12
DAFTAR PUSTAKA
Athirah, Nur. 2010. Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Angkatan Tahun 2005 dan 2006 Tentang Program
Penapisan (Screening) Talasemia sebagai Persiapan Pra Nikah. Fakultas
Kedokteran. USU. Medan.
Bulan, Sandra. 2009. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KUALITAS HIDUP ANAK THALASSEMIA BETA MAYOR. Masters tesis.
Biomedical Science. Universitas Diponegoro. Semarang.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Gatot, Djajadiman dkk Divisi Hematologi Onkologi FKUI. 2007. Pendekatan
Mutakhir Kelasi Besi pada Thalassemia. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/8-
4-2s.pdf. diakses pada 18 September 2013.
Herlambang, Erwan. 2013. Pendeteksian Thalasemia.
http://www.klinikherbaldunia.com/about/. Diakses tanggal 21 september
2013.
Karmana Oman. 2007. Cerdas Belajar Biologi. Jakarta: Grafindo Media Pratama.
National Heart Lung and Blood Institutes-National Institutes of Health. 2012.
What are Thalassemias?.
http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/thalassemia/. diakses
pada 18 September 2013.
Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.
Soeparman.1998. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Sudoyo, W.. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : InternaPublishing.
Thalasemia. 2013. Thalassemia. http://thalasemia.org/. diakses pada 18 September
2013.
13
University of Maryland Medical Center. 2011. Definition of Thalassemia.
http://umm.edu/health/medical/ency/articles/thalassemia diakses pada 18
September 2013.
Universitas Sumatera Utara. 2012. Thalassemia.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28803/3/Chapter%20II.pdf.
diakses pada 18 September 2013.
Verry. 2010. Diagnosa: Thalasemia, Bisa Dicegah?. Prodia Kalimantan.
http://www.prodiakalimantan.com/artikel-kesehatan/59-diagnosa-
thalassemia-bisakah-dicegah.html. diakses 21 september 2013.
Yunanda, Yuki. 2008. Thalasemia. Fakultas Kedokteran. USU. Medan.
Wahyuni, Masyitah Sri. 2010. Perbandingan Kualitas Hidup AnakPenderita
Talasemia dengan Saudara Penderita Talasemia yang Normal. Tesis.
Fakultas Kedokteran. USU. Medan.
Universitas Sumatera Utara.
Http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28803/3/chapter
%2011.pdf. diakses tanggal 20 September 2013.
Thalasemia. http://thalasemia.org/. diakses pada 21 september 2013.
14