Upload
fitri-ohp
View
44
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan PJBL
LAPORAN PROJECT BASED LEARNING (PJBL)
BLOK SISTEM GASTROINTESTINAL
“APPENDICITIS”
Oleh Kelompok 4/ IK Reg 1:
Fitri Octavia Hadi Putri 115070201111015
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya
2014
1. DEFINISI APPENDICITIS
Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki- laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki- laki
berusia antara 10 sampai 30 tahun (Arif Mansjoer dkk, 2001). Sedangkan
menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Apendisitis adalah penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang
tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling
umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak
suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi
Jadi, dapat disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi
pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling
sering terjadi.
2. KLASIFIKASI APPENDICITIS
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis
kronik (Sjamsuhidayat, 2005).
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastriumdisekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat
Apendisitis akut, dibagi atas:
a. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan
timbul striktur lokal.
b. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya:
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan
adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
Apendisitis kronis, dibagi atas:
a. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, yaitu setelah sembuh akan timbul
striktur lokal.
b. Apendisitis kronis obliteritiva, yaitu appendiks miring, biasanya
ditemukan pada usia tua.
1) Apendisitis Akut Katarhalis
Bila terjadi obstruksi, sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks,
terjadi peninggian tekanan dalam lumen, tekanan ini mengganggu aliran
limfe, mukosa apendiks jadi menebal, edem dan kemerahan. Pada
apendiks edema mukosa ini mulai terlihat dengan adanya luka-luka kecil
pada mukosa
2) Apedisitis Akut Purulenta
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah yang disertai edema,
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan
menimbulkan thrombus. Hal ini akan memperberat iskemik dan edema
pada apendiks. Bakteri yang dalam normal terdapat di daerah ini
berinvasi ke dalam dinding, menimbulkan infeksi serosa, sehingga serosa
jadi suram, karena dilapisi eksudat dan fibrin. Karena infeksi akan
terbentuk nanah terjadi peritonitis lokal.
3) Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu terutama bagian ante mesentrial yang peredarannya paling
minimal, hingga terjadi infrak dan ganggren.
4) Apendisitis Perforata
Bila apendiks yang sudah ganggren itu pecah, terjadilah perofasi.
5) Apedisitis Infiltrat yang Fixed
Perforasi yang terjadi pada daerah ganggren sehingga nanah dan
produksi infeksi mengalir ke dalam rongga perut dan menyebabkan
peritonitis generalisata serta abses sekunder. Bila mekanisme pertahanan
tubuh cukup baik, tubuh berusaha melokalisir tempat infeksi tersebut
dengan cara membentuk “walling off” oleh omentum, usus halus, sekum,
kolon dan peritoneum, yaitu membentuk gumpalan masa phlegmon yang
melekat erat satu dengan yang lainnya. Dalam keadaan ini tubuh berhasil
melokalisir daerah infeksi secara sempurna.
6) Apendisitis Abses
Bila masa lokal yang terbentuk berisi nanah.
7) Apendsitis Kronis
Jika apendisitis infiltrat menyembuh dengan adanya gejala hilang timbul.
Penjelasan lain mengenai klasifikasi Appendicitis:
a) Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut
pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh
proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan
intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin
tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus /
nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran
infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke
apendiks.
b) Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi
pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c) Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan
menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d) Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan
hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila
serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun,
apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis
dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen.
Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang
diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
e) Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa
jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi.
Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang
dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di
perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka
kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.
f) Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke
limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi
harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g) Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah
apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan
(flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare
ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel
tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau
hemikolektomi kanan.
3. EPIDEMIOLOGI APPENDICITIS
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara
berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun
secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi menjadi 52 tiap
100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan,
yaitu negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data
epidemologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada
pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an,
sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis
sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan
pada masa remaja dan dewasa muda rationya menjadi 3:2, kemudian angka
yang tinggi ini menurun pada pria.
4. FAKTOR RISIKO APPENDICITIS
Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks,
diantaranya:
a. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%)
yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia
jaringan limfoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda
asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-
macam apendisitis akut diantaranya; fekalith ditemukan 40% pada kasus
apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa
tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.
b. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis
akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi
memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi
feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan
adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus,
lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman
yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan
aerob.
c. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari
organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan
kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat
dapat memudahkan terjadinya fekalith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
d. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai risiko
lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat
sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola
makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang
dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat,
memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi.
e. Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi
influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun,
hati-hati karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan
seperti gejala permulaan apendisitis
ETIOLOGI APPENDICITIS
Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,
tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005).
Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-
faktor prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah obtruksi
lumen.
1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk appendiks.
5. Appendik yang terlalu panjang.
6. Appendiks yang pendek.
7. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
8. Kelainan katup di pangkal appendiks.
5. PATOFISIOLOGI APPENDICITIS
(terlampir)
6. MANIFESTASI KLINIS APPENDICITIS
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang
lainnya. 3 anamnesa penting yakni:
1) Anoreksia biasanya tanda pertama.
2) Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian
menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri
punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
3) Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya:
1) Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)
Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, Demam
bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah,
buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua
orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang,
atau mual-muntah saja.
2) Penyakit Radang Usus Buntu kronik
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana
terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam
yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang
muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan
tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney
(titik tengah antara umbilicus dan Krista iliaka kanan).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu
itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh
saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik
saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus
buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur
atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin
tidak spesifik. (Anonim, 2008)
Gejala yang sering timbul pada penyakit apendisitis menurut Smeltzer & Bare,
2001 adalah :
a. Nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri di daerah epigastrium
di sekitar umbilicus, adanya keluhan mual dan muntah
b. Nafsu makan menurun
c. Nyeri tekan local pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan
d. Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut,tetapi
paling terasa nyeri pada titik Mc Burney
e. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga
penderita merasa memerlukan obat pencahar.
f. Demam biasanya ringan 37,50C – 38,50C
g. Nyeri timbul saat berjalan
h. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK APPENDICITIS
Karakter klinis dari appendisitis dapat bervariasi, namun umumnya
ditampikan dengan riwayat sakit perut yang samar-samar, dimana dirasakan
pertama kali di ulu hati. Mungkin diikuti mual dan muntah, demam ringan. Nyeri
biasanya berpindah dari fossa ilaka kanan setelah beberapa jam, sampai
dengan 24 jam. Titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga dari umblikus ke
fossa ilaka kanan, itu disebut titik Mc Burney. Nyeri biasanya tajam dan
diperburuk dengan gerakan (seperti batuk dan berjalan). Nyeri pada titik Mc
Burney juga dirasakan pada penekanan iliaka kiri, yang biasa disebut tanda
Rovsing. Posisi pasien dipengaruhi oleh posisi dari apendiks. Jika apendiks
ditemukan di posisi retrosekal (terpapar antara sekum dan otot psoas) nyeri
tidak terasa di titik Mc Burney, namun ditemukan lebih ke lateral pinggang. Jika
apendiks terletak retrosekal nyeri jika ilaka kiri ditekan tidak terasa. Ketika
apendiks dekat dengan otot psoas, pasien datang dengan pinggul tertekuk dan
jika kita coba meluruskan maka akan terjadi nyeri pada lokasi apendiks (tanda
psoas). Ketika apendiks terletak retrosekal maka bisa menyebabkan iritasi pada
ureter sehingga darah dan protein dapat ditemukan dalam urinalisis. Jika
apendiks terletak di pelvis, maka tanda klinik sangat sedikit, sehingga harus
dilakukan pemeriksaan rektal, menemukan nyeri dan bengkak pada kanan
pemeriksaan. Jika apendiks terletak di dekat otot obturator internus, rotasi dari
pinggang meningkatkan nyeri pada pasien (tanda obturator). Hiperestesia
kutaneus pada daerah yang dipersarafi oleh saraf spinal kanan T10,T11 dan
T12 biasanya juga mengikuti kejadian appendisitis akut. Jika apendiks terletak di
depan ileum terminal dekat dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas.
Jika apendiks terletak di belakang ileum terminal maka diagnosa sangat sulit,
tanda-tanda yang ada samar dan nyeri terletak tinggi di abdomen.
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan
tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul
nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau
Obraztsova’s sign
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
dilakukan ekstensi dari panggul kanan.
Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul.
Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium
atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi
lembut pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s
sign
Nyeri pada awalnya pada daerah
epigastrium atau sekitar pusat, kemudian
berpindah ke kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy
(Rosenstein)’s
sign
Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien
dibaringkan pada sisi kiri
Bartomier-
Michelson’s sign
Nyeri yang semakin bertambah pada
kuadran kanan bawah pada pasien
dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan
dengan posisi terlentang
Aure-Rozanova’s
sign
Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi
pada kuadran kanan bawah kemudian
dilepaskan tiba-tiba
Tabel 1. Sign of Appendicitis
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan
skor Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis
apendisitis.
Tabel 2. The Modified Alvarado score
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
The Modified Alvarado Score Skor
Gejala Perpindahan nyeri dari ulu
hati ke perut kanan bawah
1
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 ° C 1
Pemeriksaan
Lab
Leukositosis 2
Hitung jenis leukosit shift to
the left
1
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut
2. Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana
merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
3. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
4. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
5. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang
lagi adanya radang usus buntu.
6. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan
tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks
terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum akan lebih menonjol
Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-
20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat.
2) Pemeriksaan darah
Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut
terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED
akan meningkat.
3) Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis
yang hampir sama dengan appendisitis.
4) Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks
yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
5) Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
6) USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya.
7) Barium enema
Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui
anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis
banding.
8) Laparoscopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini
dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan
tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga
dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS APPENDICITIS
Penatalaksanaan Medis
a. Sebelum operasi
Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendisitis
sering kali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif
tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya appendisitis atau bentuk peritonitis
lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah ( leukosit
dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen tegak dilakukan
untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus,
diagnosis dilakukan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12
jam setelah timbulnya keluhan.
Intubasi bila perlu
Medikamentosa(ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindomisin)
Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa
analgetik dan antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat.
Pasien apendisitis seringkali datang dengan kondisi yang tidak stabil karena
nyeri hebat sehingga analgetik perlu diberikan. Antibiotik diberikan untuk
profilaksis, dengan cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya.
Antibiotik yang umum diberikan adalah cephalosporin generasi 2 / generasi 3
dan Metronidazole. Hal ini secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi
terjadinya komplikasi post operasi seperti infeksi luka dan pembentukan
abses intraabdominal.
Pilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam
klavulanat, imipenem, aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu pemberian
antibiotik juga masih diteliti. Akan tetapi beberapa protokol mengajukan
apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis dengan
perforasi memerlukan administrasi antibiotik 7-10 hari.
b. Operasi appendiktomi
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi
dapat dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal dengan
insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi yang merupakan metode
terbaru yang sangat efektif.
Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi
yang diterapkan adalah segera setelah diagnosis ditegakkan karena
merupakan suatu kasus gawat-darurat. Beberapa penelitian retrospektif yang
dilakukan sebenarnya menemukan operasi yang dilakukan dini (kurang dari
12 jam setelah nyeri dirasakan) tidak bermakna menurunkan komplikasi post-
operasi dibanding yang dilakukan biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan
bahwa setiap penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat penambahan risiko
5% terjadinya perforasi.
Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka, dan (2)
dengan Laparoskopi. Operasi terbuka dilakukan dengan insisi pada titik
McBurney yang dilakukan tegak lurus terhadap garis khayalan antara SIAS
dan umbilikus. Di bawah pengaruh anestesi, dapat dilakukan palpasi untuk
menemukan massa yang membesar. Setelah dilakukan insiis, pemebdahan
dilakukan dengan identiifkasi sekum kemudian dilakukan palpasi ke arah
posteromedial untuk menemukan apendisitis posisi pelvik. Mesoapendiks
diligasi dan dipisahkan. Basis apendiks kemudian dilakukan ligasi dan
transeksi.
Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat
ini walaupun belum ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini
memberikan hasil operasi dan pengurangan kejadian komplikasi post-
operasi. Apendekotmi laparoskopi harus dilakukan apabila diagnosis masih
belum yakin ditegakkan karena laparoskopi dapat sekaligus menjadi
prosedur diagnostik. Sampai saat ini penelitian-penelitian yang dilakukan
masih mengatakan keunggulan dari metode ini adalah meningkatkan kualitas
hidup pasien. Perbaikan nfeksi luka tidak terlalu berpengaruh karena insisi
pada operasi terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat minimal. 2,3,4
c. Pasca operasi
Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah terjadinya infeksi luka
dan abses inttraabdomen. Infeksi luka umumnya sudah dapat dicegah
dengan pemberian antibiotik perioperatif. Abses intra-abdomen dapat muncul
akibat kontaminasi rongga peritoneum.
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan didalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat
sonde lambing bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi Fowler. Pasien dapat dikatakan baik bila
dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,
puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur
selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar
kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Penatalaksanaan Keperawatan
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang pernah dialami dalam hal
appendiktomi tidak ada tata laksana keperawatan khusus yang diberikan pada
pasien apendisitis.adapun tindakan non medis yang diberikan adalah persiapan
pasien untuk apendiktomi diantaranya perawat memastikan kepada dokter
bahwa tes darah,cek urin, rontgen, dan puasa sudah dilaksanakan.
Kemudian tindakan keperawatan yang dapat diberikan post-op adalah
perawatan luka jahitan dan mobilisasi pasien secara teratur untuk mencegah
dekubitus.
9. KOMPLIKASI APPENDICITIS
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan
sehingga berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk
usus.
1) Perforasi
Perforasi disebabkan keterlambatan penanganan terhadap paslen apendisitis
akut. Perforasi disertai dengan nyeri yang lebih hebat dan demam tinggi
(sekitar 38,3 0C). Biasanya perforasi tidak terjadi pada 12 jam pertama. Pada
apendiktektomi yang dilakukan pada pasien usia kurang dari 10 tahun dan
lebih dari 50 tahun, ditemukan 50 % nya telah mengalami perforasi . Akibat
perforasi ini sangat bervariasi mulai dari peritonitis umum, sampai hanya
berupa abses kecil yang tidak akan mempengaruhi manifestasi kliniknya.
2) Peritonitis
Peritonitis lokal dapat disebabkan oleh mikroperforasi sementara peritonitis
umum dikarenakan telah terjadinya perforasi yang nyata. Bertambahnya
nyeri dan kekakuan otot, ketegangan abdomen dan adinamic ileus dapat
ditemui pada pasien apendisitis dengan perforasi.
3) Apendikal abses (massa apendikal)
Perforasi yang bersifat lokal dapat terjadi saat infeksi periapendikal diliputi
oleh omentum dan viseral yang berdekatan . Manifestasi kliniknya sarna
dengan apendisitis biasa disertai dengan ditemukannya massa di kwadran
kanan bawah. Pemeriksaan USG dan CT scan bermanfaat untuk menegakan
diagnosis.
4) Pielofleblitis
Pielofleblitis adalah trombofleblitis yang bersifat supuratif pada sistem vena
portal. Dernam tinggi, menggigil, ikterus yang samar-samar, dan nantinya
dapat ditemukan abses hepar, merupakan pertanda telah tetjadinya
komplikasi ini. Pemeriksaan untuk menemukan trombosis dan udara di vena
portal yang paling baik adalah CT scan.
DAFTAR PUSTAKA
Chapter II. Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/19162/4/Chapter%20II.pdf Diakses tanggal 26 Februari 2014
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. Jakarta: EGC.
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi, edisi 2. Jakarta: EGC.
Craig Sandy, Lober Williams. Appendicitis, Acute. Diakses dari www.emedicine.com,
tanggal 26 Februari 2014.
Katz S Michael, Tucker Jeffry. Appendicitis. Diakses dari: www.emedicine.com,
tanggal 26 Februari 2014.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Price, Sylvia Anderson. 2005. PATOFISIOLOGI : konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta : EGC.
R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, volume 2.
Jakarta: EGC.
Sylvia A Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, edisi 4 buku. Jakarta: EGC.
______, 2007, apendisitis, terdapat pada:www. harnawatiarjwordpress.com diakses
tanggal 26 Februari 2014..