Upload
trian-agus-h
View
55
Download
7
Embed Size (px)
1. Definisi dan Klasifikasi
Definisi
Distosia adalah persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul akibat
berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima faktor persalinan. (Bobak, 2004 :
784)
Distosia adalah persalinan yang sulit. Distosia adalah kesulitan dalam jalannya
persalinan. (Rustam Mukhtar, 1994)
Klasifikasi
A. Persalinan Disfungsional (Distosia karena Kelainan Kekuatan)
Persalinan disfungsional adalah kontraksi uterus abnormal yang menghambat
kemajuan dilatasi serviks normal, kemajuan pendaftaran/effacement (kekuatan
primer), dan atau kemajuan penurunan (kekuatan sekunder). Gilbert (2007)
menyatakan beberapa faktor yang dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya
distosia uterus, sbb:
a) Bentuk tubuh (berat badan yang berlebihan, pendek)
b) Kondisi uterus yang tidak normal (malformasi konginetal, distensi yang
berlebihan, kehamilan ganda, atau hidramnion)
c) Kelainan bentuk dan posisi janin
d) Disproporsi cephalopelvic (CPD)
e) Overstimulasi oxytocin
f) Kelelahan, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, dan kecemasan
g) Pemberian analgesik dan anastetik yang tidak semestinya
Kontraksi uterus abnormal terdiri dari dsfungsi kontraksi uterus primer
(hipotonik) daqn disfungsi kontraksi uterus sekunder (hipertonik).
a) Disfungsi Hipotonik
Perempuan yang semula membuat kemajuan normal tahap kontraksi
persalinan aktif akan menjadi lemah dan tidak efisien, atau berhenti sama
sekali.
Uterus mudah “idented”, bahkan pada puncak kontraksi. Tekanan
intrauterin selama kontraksi (biasanya < 25 mmHg) idak mencukupi untuk
kemajuan penipiesan serviks dan dilatasi. CPD dan malposisi adalah
penyebab umum dari jenis disfungsi dari uterus.
His bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan
lebih dahulu daripada bagian lain, kelainannya terletak dalam hal bahwa
kontraksi uterus lebih aman, singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan
umum penderita biasanya baik dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama
ketuban masih utuh umumnya tidak benyak bahaya bagi ibu ataupun janin.
Apabila his terlapmapu kuat maka akan terjadi disfungsi hipertonik.
b) Disfungsi Hipertonik
Ibu yang mengalami kesakitan/nyeri dan frekuensi kontraksi tidak
efektif menyebabkan dilatasi servikal atau peningkatan effacement.
Kontraksi ini biasa terjadi pada tahap laten, yaitu dilatasi servikal kurang
dari 4cm dan tidak terkoordinasi. Kekuatan kontraksi pada bagian tengan
uterus lebih kuat daripada di fundus, karena uterus tidak mampu menekan
kebawah untuk mendorong sampai ke servik. Uterus mungkin mengalami
kekuatan diantara kontraksi (Gilbert, 2007).
Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada
serviks, misalnya karena jaringan parut atau karsinoma. Dengan his kuat
serviks bisa robek, dan robekan ini bisa menjalar ke bagian bawah uterus.
Oleh karena itu setiap wanita yang pernah mengalami operasi pada serviks
selalu diawasi persalinannya di rumah sakit. Kondisi distosia ini jarang
ditemukan kecuali pada wanita yang baik waktu persalinan.
B. Distosia karena Kelainan Jalan Lahir
Karena struktur pelvis
Distosia pelvis dapat terjadi bila ada kotraktur diameter pelvis yang
mengurangi kapasitas tulang panggul, termasuk pelvis inlet (pintu atas panggul),
pelvis bagian tengah, pelvis outlet (pintu bawah panggul), atau kombinasi
ketiganya.
Disproporsi pelvis merupakan penyebab umum dari distosia. Kontraktur
pelvis mungkin disebabkan oleh ketidaknormalan kongenital, malnutrisi
maternal, neoplasma atau kelainan tulang belakang. Ketidakmatangan ukuran
pembentukan pelvis pada beberapa ibu muda dapat menyebabkan distosia
pelvis.
Kelainan traktur genitalis
a) Vulva
Kelainan pada vulva yang menyebabkan distosia adalah edema,
stenosis, dan tumor. Edema biasanya timbul sebagai gejala preeklampsia
dan terkadang karena gangguan gizi. Pada persalinan jika ibu dibiarkan
mengejan terus dapat juga mengakibatkan edema. Stenosis pada vulva
terjadi akibat perlukaan dan peradangan menyebabkan ulkus dan sembuh
dengan parut-parut yang menimbulkan kesulitan. Tumor dalam neoplasma
jarang ditemukan. Yang sering ditemukan kondolimata akuminata, kista,
atau abses glandula bartholin.
b) Vagina
Yang sering ditemukan pada vagina adalah septum vagina, dimana
septum ini memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap dalam
bagian kan dan bagian kiri. Septum lengkap biasanya tidak menimbulkan
distosia karena bagian vagina yang satu umumnya cukup lebar, baik untuk
koitus maupun untuk lahirnya jania. Septum tidak lengkap kadang-kadang
menahan turunnya kepala janin pada persalinan dan harus dipotong
terlebih dahulu.
Stenosis vagina yang tetap kaku dalam kehamilan merupakan halangan
untuk lahirnya bayi, perlu dipertimbangkan seksio sesaria. Tumor vagina
dapat menjadi rintangan pada lahirnya janin pervaginam.
c) Serviks Uteri
Konglutinasio orivisii externi merupakan keadan dimana pada kala I
serviks uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga
merupakan lembaran kertas dibawah kepala janin. Karsinoma servisis uteri,
merupkan keadaan yang menyebabkan distosia.
d) Uterus
Mioma uteri merupakan tumor pada uteri yang dapat menyebabkan
distosia apabila mioma uteri menghalangi lahirnya janin pervaginam,
adanya kelainan letak janin yang berhubungan dengan mioma uteri, dan
inersia yang berhubungan dengan miomi uteri.
e) Ovarium
Distosia karena tumor ovarium terjadi apabila menghalangi lahirnya
janin pervaginam. Dimana tumor ini terletak pada cavum douglas.
Membiarkan persalinan berlangsung lama mengandung bahaya pecahnya
tumor atau ruptura uteri atau infeksi intrapartum.
C. Distosia karena Kelainan Letak dan Bentuk Janin
a. Kelainan letak, presentasi atau posisi
Posisi oksipitalis posterior persisten
Pada persalinan presentassi belakang kepala, kepala janin turun melalui
pintu atas panggul dengan sutura sagittalis melintang atau miring sehingga
ubun-ubun kecil dapat berada di kiri melintang, kanan melintang, kiri
depan, kanan depan, kiri belakang atau kanan belakang. Namun keadaan ini
pada umumnya tidak akan terjadi kesulitan perputarannya kedepan, yaitu
bila keadaan kepala janin dalam keadaan fleksi dan panggul mempunyai
bentuk serta ukuran normal.
Penyebab terjadinya posisi oksipitalis posterior persisten ialah usaha
penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul.
Presentasi puncak kepala
Kondisi ini kepala dalam keadaan defleksi. Berdaarkan derajat
defleksinya maka dapat terjadi presentasi puncak kepala, presentasi dahi
atau presentasi muka. Presentasi puncak kepala (presentasi sinsiput) terjadi
apabila derajat defleksinya ringan sehingga ubun-ubun besar berada
dibawah. Keadaan ini merupakan kedudukan sementara yang kemudian
berubah menjadi presentasi belakang kepala.
Presentasi muka
Presentasi muka terjadi bila derajat defleksi kepala maksimal sehingga
muka bagian terendah. Kondisi ini dapat terjadi pada anggul sempit atau
janin besar. Multiparitas dan perut gantung jga merupakan faktor yang
menyebabkan presentasi muka.
Presentasi dahi
Presentasi dahi adlah bila derajat defleksi kepalanya lebih berat,
shingga dahi merupakan bagian yang paling rendah. Kondisi ini merupakan
kedudukan yang berdifat sementara yang kemudian berubah menjdai
presentasi muka atau presentasi belakang kepala. Penyebab terjadinya
kondisi ini sama dengan presentasi muka.
Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala di fundus dan bokong berada dibawah cavum uteri.
Beberapa jenis letak sungsang yakni:
a. Presentasi bokong
Pada presentasi bokong, akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua
kaki terangkat keatas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu
atau kepala janin. Sehingga pada pemeriksaan dalam hanya dapat
diraba bokong.
b. Presentasi bokong kaki sempurna
Disamping bokong dapat diraba kedua kaki.
c. Presentasi bokong kaki tidak sempurna
Hanya terdapat satu kaki disamping bokong sedangkan kaki yang
lain terangkat keatas.
d. Presentasi kaki
Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua
kaki.
Letak lintang
Letak lintang ialah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam
uterus dengan kepala pada sisi yang satu yang satu sedangan bokong
berada pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih
tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas
panggul. Punggung janin berada di depan, dibelakang, di atas, atau di
bawah.
Presentasi ganda
Keadaan dimana disamping kepala janin di dala rongga panggul
dijumpai tangan, lengan/kaki, atau keadaan dimana disamping bokong janin
dijumpai tangan.
b. Kelainan bentuk janin
Pertumbuhan janin yang berlebihan
Yang dinamakan bayi besar ialah bila berat badannya lebih dari 4000
gram. Kepala dan bahu tidak mampu menyesuaikanyya ke pelvis, selain itu
distensi uterus oeh janin yang besar mengurangi kekuatan kontraksi selama
persalinan dan kelahirannya. Pada panggul normal, janin dengan berat
badan 4000-5000 gram pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam
melahirkan.
Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan
serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar sehingga
terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Hidrosefalus akan
menyebabkan disproporsi sefalopelvic.
Kelainan bentuk janin yang lain
a. Janin kembar melekat (double master)
Torakopagus (pelekatan pada dada) merupakan janin kembar melekat
yang paling sering menimbulkan kesukaran persalinan.
b. Janin dengan oerut besar
Pembesaran perut yang menebabkan distosia, akibat dari asites atau
tumor hati, limpa, ginjal dan ovarium jarang sekali dijumpai.
Prolaksus funikuli
Keadaan dimana tali pusat berada id samping atau melewati bagian
terendah janin didalam jalan lahir setelah ketuban pecah. Pada presentasi
kepala, prolaksus funikuli sangat berbahaya bagi janin, karena setiap saat
tali pusat dapat terjepit antara bagian terendah janin dengan jalan lahir
dengan akibat gangguan oksigenasi.
D. Distosia karena Respon Psikologis
Stress yang diakbatkan oleh hormon dan neurotransmitter (seperti
catecholamines) dapat menyebabkan distosia. Sumber stress pada setiap wanita
bervariasi, tetapi nyeri dan tidak adanya dukungan dari seseorang merupakan faktor
penyebab stress.
Cemas yang berlebihan dapat menghambat dilatasi serviks secara normal,
persalinan berlangsung lama, dan nyeri meningkat. Cmas juga menyebabkan
peningkatan level stress yang berkaitan dengan hormon (seperti: β endorphin,
adrenokortikotropik, kortisol, dan epinephrine). Hormon ini dapat menyebabkan
distosia karena penurunan kontraksi uterus.
2. Epidemiologi
Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180-200 jt kehamilan
setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian maternal akibat komplikasi
kehamilan dan pesalinan. Sebab kematian tersebut adalah perdarahan 24,8%, infeksi
dan sepsis 14,9%, hipertensi dan preeklampsia/eklampsia 12,9%, persalinan macet
(distosia) 6,9 %, abortus 12,9%, dan sebab langsung yang lain 7,9%. Seksio sesarea di AS
dilaporkan meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2002 terdapat 27,6% seksio sesarea
dari seluruh proses kelahiran. Dari angka tersebut, 19,1% merupakan seksio sesarea
primer. Laporan American College of Obstretician and Gynaecologist (ACOG)
menyatakan bahwa seksiao sesarea primer terbanyak pada rimigravida dengan fetus
tunggal, presentasi vertex, tanpa komplikasi. Indikasi primigravida tersebut untuk seksio
sesarea adalah presentasi bokong, preeklampsia, distosia, fetal distress, dan elektif.
Distosia merupakan indiasi terbanyak unutk seksio sesarean pada primigravida sebesar
66,7%. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan penelitian Gregory dkk pada
1985 dan 1994 masing-masing 49,7% dan 51,4% distosia menyebabkan seksio sesarea.
Kasus distosia amat berariasi tergantung kriteria diagnosis yang digunakan. Sebagai
contoh, Gross dan rekan (1987) berhasil mengidentifikasi 0,9% dari hampir 11.000
persalinan ervaginam yang dikategorikan sebagai distpsia bahu di Toronto General
Hospital. Meski demikian, distosia sejati yang baru didiagnosis ketika diperlukan
manuver lain selain traksi ke bawah dan episiotomi untuk melahirkan bahu hanya
ditemukan pada 24 kelahiran (0,2%). Trauma nyata pada janin ditemukan hanya pada
distosia yang memerlukan manuver untuk melahirkan. Laporan-laporan terkini, yang
membatasi diagnosis distosia bahu pada pelahiran yang memerlukan manuver,
menyatakan insidensi yang bervariasi antara 0,6-4% (American College of Obstetricians
and Gynecologist, 2000; Baskettand Allen, 1995; McFarland et al, 1995; Nocon et al,
1993). Berkisar dari 1/1000 bayi dengan berat badan kurang dari 3,500 gr, sampai
6/1000 bayi yang lahir diatas 4000 gr. Di samping benyak studi untuk mengidentifikasi
faktor predisposisi distosia bahu, lebih dari 50% kasus terjadi tanpa adanya faktor
resiko.
3. Etiologi dan Faktor Resiko
Distosia dapat disebabkan oleh:
Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif tau akibat upaya
meneran (mengedan) ibu (kekuatan/power)
Perubahan struktur pelvis (jalan lahir/ passage)
Sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi/kelainan posisi, baayi besar, dan
jumlah bayi (passengger)
Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman,
persiapan, budaya, serta sistem pendukung.
Posisi ibu selama persalinan.
Faktor Resiko:
1. Maternal
Kelainan anatomi panggul
Diabetes Gestasional
Kehamilan postmatur
Riwayat distosia bahu
Tubuh ibu pendek
2. Fetal
Dugaan macrosomia
4. Patofisiologi
(Terlampir)
5. Manifestasi Klinis
a. Ibu:
Gelisah
Letih
Suhu tubuh meningkat
Nadi dan pernafasan cepat
Edema pada vulva dan serviks
Bisa jadi ketuban berbau
b. Janin:
DJJ cepat dan tidak teratur
Distress janin
Keracunan mekonium (Mitayani, 2011)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Inspeksi dilakukan untuk mengetahui keadaan ruas tulang belakang yang
pendek dan adanya skoliosis, kifosis, dan lain-lain mungkin menjadi salah satu
tanda adanya distosia. Kelainan-kelainan pada tulang belakang tersebut dapat
menjadi tanda adanya juga kelainan pada panggul. Kelainan-kelainan yang juga
ditemukan pada panggul luar ungkin mempengaruhi ukuran dari pintu atas
panggul. Pada pemeriksaan inspeksi, jika kepala terdepan belum masuk pintu
atas panggul kelihatan kontur seperti kepala menonjol di atas simfisis pubis.
Palpasi
Pada palpasi dapat dilakukan beberapa pemerisaan seperti metode Osborn,
metode Muller Munro Kerr dan metode Leopord. Pada metode Osborn untuk
menentukan kepala menonjol di atas simfisis atau tidak. Metode Muller Munro
Kerr untuk memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan simfisis. Metode
leopord digunakan untuk menentukan posisi kepala dan menentukan apakah
kepala sudah masuk pintu atas panggul atau belum.
b) Pemeriksaan radiologi
MRI
Menggunakan kekuatan magnet dan gelombang radio. Signal dari medan
magnet memantulkan gambaran tubuh dan mengirimnya ke komputer, dimana
yang kemudian akan ditampilkan dalam bentuk gambar. Tidak seperti X-Ray dan
CT-Scan yang menggunakan radiasi. Namun penggunaan MRI masih terbatas
karena biaya mahal, waktu pemeriksaan yang sulit dan lama, serta ketersediaan
alat.
Kegunaannya:
a. Pelvimetri yang akurat
b. Gambaran fetal lebih baik
c. Gambaran jaringan lunak di panggul yang dapat menyebabkan distosia
USG
Menggunakan gelombang suara yang dipantulkan untuk membentuk
gambaran bayi di layar komputer yang aman untuk bayi.
Kegunaan:
a. Menilai pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan.
b. Masalah dengan plasenta. USG dapat menilai kondisi plasenta dan
menilai adanya masalah-masalah seperti plasenta previa dsb.
c. Kehamilan ganda/kembar. USG dapat memastikan apakah ada 1 atau
lebih fetus di rahim.
d. Kelainan letak janin. Bukan saja kelainan letak janin dalam rahim tapi
juga banyak kelainan janin yang dapat diketahui dengan USG, seperti:
hidrosefalus, anesefali, sumbing, kelainan jantung, kelainan kromosom
(syndrome down), dll.
e. Dapat juga untuk menilai jenis kelamin bayi jika anda ingin
mengetahuinya.
7. Penatalaksanaan Medis
Penanganan Umum
a. Nilai dengan segera keadaan umum ibu dan janin
b. Lakukan penilaian kondisi janin : DJJ
c. Kolaborasi dalam pemberian:
- Infus RL dan larutan NaCl isotanik (IV)
- Berikan analgesia berupa tramandol/peptidin 25 mg (IM) atau morvin 10 mg
(IM)
d. Perbaiki keadaan umum
- Dukungan emosional dan perubahan posisi
- Berikan cairan
Penanganan Khusus
1. Kelainan His
- TD diukur tiap 4 jam
- DJJ tiap ½ jam pada kala I dan tingkatkan pada kala II
- Pemeriksaan dalam : VT
- Infus RL 5% dan larutan NaCl isotonik (IV)
- Berikan analgesik seperti petidin, morfin
- Pemberian oksitosin untuk memperbaiki his
2. Kelainan letak dan bentuk janin
- Pemeriksaan dalam
- Pemeriksaan luar
- MRI
- Jika sampai kala II tidak ada kemajuan dapat dilakukan seksio sesaria baik
primer pada awal persalinan maupun sekunder pada akhir persalinan
3. Kelainan jalan lahir
- Persalinan percobaan
Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada
hamil tua diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul
dalam semua bidang dan hubungan antara kepala janin dan panggul, dan
setelah dicapai kesimpulan bahwa ada harapan persalinan dapat
berlangsung pervaginam dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk
menyelenggarakan persalinan percobaan. Dengan demikian persalinan ini
merupakan suatu tes terhadap kekuatan his dan daya akomodasi, termasuk
moulage kepala janin. Kedua faktor ini tidak dapat diketahui sebelum
persalinan berlangsung selama beberapa waktu.
Pemilihan kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan
dengan crmat. Di atas sudah dibahas indikasi-indikasi untuk seksio sesaria
selektif; keadaan-keadaan seperti ini dengan sendirinya merupakan
kontraindikasi untuk persalinan percobaan. Selain itu, janin harus berada
dalam presentasi kepala dan tuanya kehamilan tidak lebih dari 42 minggu.
Karena kepala janin bertambah besar serta lebih sukar mengadakan
moulage, dan berhubung dengan kemungkinan adanya disfungsi plasenta,
janin mungkin kurang mampu mengatasi kesukaran yang timbul pada
persalinan percobaan. Perlu disadari pula bahwa kesempitan panggul dalam
satu bidang, seperti pada panggul picak, lebih menguntungkan daripada
kesempitan dalam beberapa bidang. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
- Pengawasan terhadap keadaan ibu dan janin. Pada ersalinan yang agak
lama perlu dijaga agar tidak terjadi dehodrasi atau asidosis.
- Pengawasan terhadap turunnya kepala janin dalam rongga panggul.
Karena kesempitan pada panggul tidak jarang dapat menyebabkan
gangguan pada embukaan serviks.
- Menentukan berapa lama partus percobaan dapat berlangsung.
- Simfisiotomi
Simfisiotomi ialah indakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari
tulang panggul kanan pada simfisis agar rongga panggul menjadi lebih luas.
Tindakan ini tidak banyak dilakukan karena terdesak oleh seksio sesaria.
Satu-satunya indikasi ialah apabila pada panggul sempit dan janin masih
hidup terdapat infeksi intrapartum berat, sehingga seksio sesarea dianggap
terlalu bahaya.
- Kraniotomi
Pada persalinan yang dibiarkan berlarut-larut dan dengan janin sudah
meniggal, sebaiknya persalinan diselesaikan dengan kraniotomi dan
kranioklasi. Hanya jika panggul demikian sempitnya sehingga janin tidak
dapat dilahirkan dengan kraniotomi, terpaksa dilakukan seksio sesarea.
- Seksio sesaria
Seksio sesarea dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni
sebelum persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder,
yakni sesudah persalinan berlangsung selama beberapa waktu.
Seksio sesarea elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada
kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup berat, atau
karena terdapat disproporsi sefalopelvik yang nyata. Selain itu seksio
tersebut diselenggarakn pada kesempitan ringan apabila ada faktor-faktor
lain yang merupakan komplikasi, seperti primigravida tua, kelainan letak
janin yang tidak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita yang mengalami
masa infertilitas yang lama, penyakit jantung dan lain-lain.
Seksio sesarea sekunder karena ersalinan percobaan dianggap gagal,
atau karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas
mungkin, sedang syarat-syarat untuk persalinan pervaginam tidak atau
belum dipenuhi.
8. Komplikasi
Komplikasi Maternal
a. Perdarahan pasca persalinan
b. Robekan perineum derajat III atau IV
c. Rupture Uteri
Komplikasi Fetal
a. Frakture Clavicle
b. Kematian janin
c. Hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan neurologis permanen
d. Fraktura humerus
9. Askep
A. Pengkajian
1. Identitas Klien: nama, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, jenis kelamin,
suku/bangsa
2. Keluhan utama: proses persalinan yang lama menyebabkan adanya keluhan
nyeri dan cemas
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Yang perlu dikaji pada klien, biasanya klien mengalami distosia sebelumnya,
biasanya ada penyulit persalinan sebelumnya seperti hipertensi, anemia,
panggul sempit, biasanya ada riwayat DM, biasanya ada riwayat kembar dll.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya dalam kehamilan sekarang ada kelainan seperti: Kelainan letak
janin (lintang, sungsang, dll) apa yang menjadi presentasi, dll.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakan dalam keluarga ada yang menderita penyakit kelainan darah, DM,
eklamsi dan preeklamsi.
4. Pengkajian Fungsional
Aktivitas/istirahat
Melaporkan keletihan, kurang energi, letargi, penurunan penampilan.
Sirkulasi
Tekanan darah dapat meningkat, mungkin menerima magnesium sulfat
untuk hipertensi karena kehamilan.
Eliminasi
Distensi usus atau kandung kemih yang mungkin menyertai.
Integritas ego
Mungkin sangat cemas dan ketakutan
Nyeri stau ketidaknyamanan
Mungkin menerima narkotika atau anastesi pada awal proses kehamilan,
kontraksi jarang, dengan intensias ringan sampai sedang, dapat terjadi
sebelum awitan persalinan atau sesudah persalinan terjadi, fase laten dapat
memanjang.
Keamanan
Serviks mungkin kaku atau tidak siap, pemeriksaan vagina dapat
menunjukkan janin dalam malposisi, penurunan janin mungkin kurang dari
1cm/jam pada nulipara atau kurang dari 2cm/jam pada mutipara bahkan
tidak ada kemajuan. Dapat mengalami versi eksternal setelah gestasi 34
minggu dalam upaya untuk mengubah presentasi bokong menjadi
presentasi kepala.
Seksualitas
Dapat primigravida atau grand multipara, uterus mungkin distensi
berlebihan karena hidramnion, gestasi multipel, janin besar atau grand
multiparis.
5. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Rambut tidak rontok, kulit kepala bersih tidak ada ketombe.
Mata
Biasanya konjungtiva anemis.
Thorak
Inspeksi pernafasan : frekuensi, kedalaman, jenis pernafasan, biasanya ada
bagian paru yang tertinggal saat pernafasan.
Abdomen
Kaji his (kekuatan, frekuensi, lama); biasanya his kurang semenjak awal
persalinan atau menurun saat persalinan; biasanya posisi, letak, presentasi
dan sikap anak normal atau tidak; raba fundus keras atau lembek; biasanya
anak kembar/tidak; lakukan perabaan pada simpisis biasanya blas
penuh/tidak untuk mengetahui adanya distensi usus dan akndung kemih.
Vulva dan Vagina
Lakukan VT : biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edema pada
vulva/serviks, biasanya teraba promantorium, ada/tidaknya kemajuan
persalinan, biasanya teraba jaringan plasenta untuk mengidentifikasi
adanya plasenta previa.
Panggul
Lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk panggul
dan kelainan tulang belakang.
B. Diagnosa
1. Nyeri akut b/d tekanan kepala pada serviks, partus lama, kontraksi tidak efektif
2. Resiko tinggi cedera terhadap maternal (ibu) b/d penurunan tonus otot/poa
kontraksi otot, obstruksi mekanis pada penurunan janin, keletihan maternal.
3. Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama,
CPD.
4. Ansietas b/d persalinan lama
C. Intervensi
1. Neri akut b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak efektif
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, nyeri
berkurang
KH:
- Klien tampak rileks
- Klien tidak merasakan nyeri lagi
- Kontraksi uterus efektif
- Kemajuan persalinan baik
Intervensi:
a. Tentukan sifat, lokasi dan dursai nyeri kaji kontraksi utersu, hemiragic dan
nyeri tekan abdomen.
b. Kaji intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri (1-10).
c. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang dan aktivitas untuk mengalihkan
nyeri.
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
2. Resiko tinggi cedera terhadap maternal (ibu) b/d penurunan tonus otot/poa
kontraksi otot, obstruksi mekanis pada penurunan janin, keletihan maternal.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi
cedera pada ibu.
KH:
- Tidak ada laserasi derajat 3 atau 4
- Tidak ada ruptur
Intervensi:
a. Tinjau ulang tiwayat persalinan, awitan dan durasi
b. Catat waktu/jenis obat; hindari pemberian narkotik dan anastesi blok
epidurial sampai serviks dilatasi 4 cm.
c. Evaluasi tingkat keletihan yang menyertai, serta aktifitas dan istirahat,
sebelum awitan persalinan lama.
d. Kaji pola kontraksi uterus secara manual atau secara elektronik.
e. Catat kondisi serviks; pantau tanda amnionitis; catat penigkatan suhu atau
jumlah sel darah putih; catat bau dan rabas vagina.
f. Catat penonjolan, posisi dan presentasi janin
g. Anjurkan klien berkemih setiap 1-2 jam; kaji terhadap penuhan kandung
kemih diatas simfisis pubis.
h. Tempatkan klien pada posisi rekumben lateral dan anjurkan tirah baring
atau ambulasi sesuai toleransi.
3. Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama,
CPD.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam cedera janin
dapat dihindari.
KH:
- DJJ dalam rentang normal (120-160)
- Kemajuan persalinan baik
Intervensi:
a. Lakukan manuver Leopold untuk menentukan posisi dan presentasi janin.
b. Dapatkan data dasar DJJ secara manual atau elektronik, pantau dan
perhatikan variasi DJJ dan perubahan periodik pada respon terhadap
kontraksi uterus.
c. Catat kemajuan persalinan
d. Inspeksi perineum ibu terhadap kutil vagina, lesi herpes atau rabas
klamidial.
e. Catat DJJ bila ketuban pecah setiap 15 menit.
4. Ansietas b/d persalinan lama
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, ansietas
berkurang.
KH:
- Klien tampak tenang
Intervensi:
a. Identifikasi tingkat ansietas.
b. Berikan rasa nyaman pada klien.
c. Gunakan musik yang lembut.
d. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.
e. Demonstrasikan dan praktikan teknik relaksasi pada klien.
f. Family support.
References:
Mochlar, rustam. 1990. Synopsis Obstetric. Jakarta : EGC.
FKUI Universitas Padjajaran. 1983. Uji Diri Obstetric dan Ginekologi. Bandung :
Eleman.
Wiknojosatro, Hanifa. 1992. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo.
Chandranita, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetris untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta : EGC.
Farrer, Helen. 2001. Perawatan Mternitas Edisi II. Jakarta : EGC.
http://cms.cnr.edu.bt/cms/files/docs/File/penjor/VSY/Dystocia2.pdf
http://www.aafp.org/dam/AAFP/documents/cme/also/ChapterI20120327.pdf