Upload
hoangnhi
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Setting penelitian
Penelitian ini dilakukan di tigaa Rumah Sakit di Salatiga,
yaitu: Rumah Sakit ini terdiri dari Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Salatiga, Rumah Sakit Puri Asih dan Rumah Bersalin
Bunda.
4.1.1. RS Puri Asih Salatiga
Rumah Sakit Puri Asih merupakan salah satu Rumah
Sakit Swasta yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman no.
169 Salatiga. Pertama kali didirikan dan mulai operasional
pada tahun 1992 dengan nama Rumah Sakit Bersalin Puri
Asih. Lalu pada tahun 2000 Rumah Sakit Bersalin Puri
Asih dikembangkan menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak
Puri Asih.
Pada tahun 2004 Yayasan Ashari Putra Utama
berubah menjadi PT. Ashari Putra Utama karena
menyesuaikan dengan instruksi Departemen Kesehatan
RI, dan sekaligus dikembangkan dari Rumah Sakit
Bersalin menjadi Rumah Sakit Umum Puri Asih tipe C
dengan perluasan gedung berlantai III.
42
Pada tahun 2013 telah dikembangkan gedung baru
Rumah Sakit Umum Puri Asih dengan luas bangunan 6620
m2 dan luas tanah 7000 m2.
4.1.2. RSUD Salatiga
Letak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga di
wilayah kelurahan Mangunsari Kecamatan sidomukti kota
Salatiga, yang dibatasi sebelah utara sungai andong,
sebelah Timur Stadion Kridanggo, sebelah Selatan Jalan
Stadion dan pertokoan dan sebelah Barat jalan Osamaliki.
Jalan Osamaliki merupakan jalur utama jalan Solo
Semarang dan kepadatannya cukup padat. Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Salatiga sangat mudah dijangkau baik
dengan kendaraan sendiri maupun umum karena yang
letaknya cukup strategis.
RSUD Kota Salatiga berdiri di atas tanah milik
Pemerintah Kota Salatiga seluas 33.600 m2 dengan
fasilitas bangunan induk + 9.500 m2, 6.500 M2
diantaranya merupakan paket Inpres Tahun 1984. RSUD
Kota Salatiga merupakan rumah sakit milik pemerintah
Kota Salatiga kelas C dan sejak 1 Aprik 1995 ditetapkan
sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Daerah. Kemudian
pada Tahun 2008 RSUD Kota Salatiga menjadi Kelas B
43
Pendidikan sampai sekarang. Pada tahun 1996/1997
RSUD Kota Salatiga telah mendapatkan pengakuan
akreditasi sebagai Rumah Sakit Sayang Bayi dari UNICEF
dan pada tahun 1997 telah mendapatkan Sertifikat
Akreditasi Penuh untuk 5 (lima) standar pelayanan dari
Departemen Kesehatan RI selama 3 (tiga) tahun. Dan
mendapat Sertifikat Akreditasi Penuh untuk 16 (enam
belas) standar pelayanan dari Departemen Kesehatan RI
selama 3 (tiga) tahun pada tahun 2008 serta RSUD
menjadi Badan Layanan Umum Daerah sejak awal tahun
2009.
4.1.3. RS Bersalin Mutiara Bunda Salatiga
Rumah Bersalin Mutiara Bunda didirikan pada bulan
Juli 2004 di bawah naungan Yayasan Nurul Iman yang
berkedudukan di Jakarta. Seiring dengan perkembangan
RB Mutiara Bunda dengan semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat terhadap pelayanan terutama
tindakan operasi yang selama ini dirujuk ke RSUD
Salatiga, maka pada awal tahun 2009 RB Mutiara Bunda
mengajukan izin menjadi Rumah Sakit Bersalin.
RB Mutiara Bunda berubah status menjadi Rumah
Sakit Bersalin Mutiara Bunda dengan mendapatkan izin
44
operasional sementara pada bulan Juli 2010. Satu tahun
kemudian, tepatnya pada bulan Juli 2011 RS Bersalin
Mutiara Bunda mendapatkan Izin Operasional Tetap. RS
Bersalin Mutiara Bunda Salatiga terletak di Jalan Merak
No. 8, Klaseman RT 04/ RW 09, Kelurahan Mangunsari,
Kecamatan Sidomukti, Salatiga. Selama tahun 2015 pada
Bulan Januari - Juli, pasien yang melahirkan secara sectio
caesarea berjumlah 85 orang dengan persentasi 94%.
4.1.4. Proses Pelaksanaan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti menyiapkan
beberapa hal untuk kelangsungan penelitian yaitu surat ijin
dari Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan dan Surat
Rekomendasi penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Kota Salatiga. Setelah itu peneliti menuju tempat
penelitian yaitu RSUD Salatiga, RS Puri Asih dan RS
Bersalin Mutiara Bunda.
Di tempat penelitian, peneliti memilih tujuh partisipan
sesuai kriteria (tiga partisipan dari RSUD Salatiga, dua
partisipan dari RS Puri Asih dan dua partisipan dari RS
Bersalin Mutiara Bunda).
Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara
mendalam terhadap partisipan dan keluarga yang
45
mendampingi untuk mendapatkan triangulasi data. Alat
yang digunaan saat wawancara yaitu perekam dari
Handphone , alat tulis untuk mencatat bagian yang penting
selama wawancara dan panduan wawancara. Proses
wawancara berlangsung dari tanggal 1 - 31 Mei 2016.
Untuk kendala dalam penelitian sendiri yaitu ada
beberapa calon partisipan yang tidak sesuai kriteria seperti
partisipan mempunyai riwayat sectio caesarea dan tidak
bersedia dilakukan wawancara. Lalu terdapat Rumah
Sakit tempat penelitian yang kurang membantu dalam
proses pengumpulan data dan proses perijinan penelitian.
4.1.5. Gambaran Partisipan
Pastisipan dalam penelitian ini berjumlah tujuh orang
yang terdiri dari pasien RSUD Salatiga (3 orang), pasien
RS Puri Asih (2 orang) dan pasien RS Bersalin Mutiara
Bunda (2 orang).
P1 merupakan warga Kecamatan Bringin Kabupaten
Semarang dan menjadi pasien di RS Puri Asih Salatiga.
P1 tidak mempunyai riwayat operasi sectio caesarea
karena ini merupakan kehamilan pertama. P1 diindikasi
melakukan sectio caesarea karena posisi janin yang
46
sungsang. Wawancara dengan P1 dilaksanakan pada Hari
Senin tanggal 2 Mei 2016 pada pukul 09.00 – 10.00.
P2 merupakan warga Kelurahan Noborejo, Salatiga
yang menjadi pasien di RS Puri Asih Salatiga. P2 tidak
mempunyai riwayat operasi sectio caesarea dan ini
merupakan kehamilan kedua. Dalam kehamilan pertama,
bayi P2 lahir secara tidak normal dan menyebabkan bayi
meninggal. P2 diindikasi melakukan operasi karena
kehamilannya mengalami plasenta pravio yaitu plasenta
yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan
lahir. Wawancara dilaksanakan pada Hari Selasa tanggal
3 Mei 2016 pada pukul 10.00 – 11.00.
P3 merupakan Dukuh Klaseman, Salatiga yang
menjadi pasien di RSUD Salatiga. Kehamilan
P3merupakan kehamilan pertama dan tidak ada riwayat
operasi sectio caesarea. P3 diindikasi melakukan
persalinan sectio caesarea karena memiliki varises di
vagina. Wawancara dilaksanakan pada Hari Senin tanggal
10 Mei 2016 pukul 08.00 – 09.00.
P4 merupakan Kecamatan Bringin, Kabupaten
Semarang menjadi pasien di RSUD Salatiga. P4 diindikasi
melahirkan secara section caesarea karena pembukaan
47
tidak menambah, lalu ketuban sudah mulai sedikit dan
bau. Wawancara dilaksanakan pada Hari Senin tanggal 10
Mei 2016 pukul 11.00 – 12.00.
P5 merupakan Dukuh Karangalit Salatiga yang
menjadi pasien di RSUD Salatiga. P5 diindikasi untuk
melahirkan secara section caesarea karena kehamilannya
sudah melebihi tanggal perkiraan lahir yaitu 2 Mei 2016.
Sampai dengan tanggal 9 Mei 2016, pembukaan jalan lahir
juga belum bertambah dan ketuban sudah mulai sedikit.
Wawancara dilaksanakan pada Hari Senin tanggal 10 Mei
2016 pukul 10.00 – 11.00.
P6 merupakan Desa Bancak, Kabupaten Semarang
yang menjadi pasien di RS Bersalin Mutiara Bunda. P6
tidak mempunyai riwayat section casaesarea. P6
diindikasi melahirkan secara sesar kerena pinggul sempit
dan janin terlalu besar. Wawancara dilaksanakan pada
Hari Senin tanggal 17 Mei 2016 pukul 14.00 – 15.00.
P7 merupakan warga Salatiga yang menjadi pasien di
RS Bersalin Mutiara Bunda. Kehamilan ini merupakan
kehamilan pertama. P7 diindikasi untuk dilakukan section
caesarea karena saat pembukaan ke tujuh P7 sudah tidak
kuat sehingga harus dilakukan operasi sesar. Wawancara
48
dilaksanakan pada Hari Senin tanggal 17 Mei 2016 pukul
15.00 – 16.00.
Tabel 4.1
Gambaran Umum Partisipan
Karakteristik
PARTISIPAN
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Nama Ibu Ny. N Ny. Y Ny. C Ny. M Ny. H Ny. E Ny. P
Usia 27 th 29 th 32 th 23 th 25 th 26 th 26 th
Pendidikan Sarjana SMA D3 SMP SMP D3 Sarjana
Pekerjaan
Ibu
Rumah
Tangga
Buruh
Pabrik
Ibu
Rumah
Tangga
Ibu
Rumah
Tangga
Ibu
Rumah
Tangga
Bidan Wirasw
asta
Status
Obstetri
G1P1
A0
G2P2
A1
G2P2
A0
G2P2
A0
G1P1
A0
G1P1
A0
G1P1
A0
Keterangan:
G: Jumlah Kelahiran
P: Jumlah Persalinan
A: Jumlah Aborsi
4.2. Hasil penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dari wawancara yang telah
dilakukan terdapat beberapa tema yang ditentukan oleh peneliti.
49
Tema tersebut yaitu (1) Sumber kecemasan, (2) Bentuk
kecemasan dan (3) Dampak kecemasan.
4.2.1. Sumber Kecemasan
Selain itu hampir semua partisipan baru mengalami
operasi sectio caesarea pertama kali. P3 mengatakan
bahwa ia tidak menyangka akan dioperasi dan ini
pengalaman pertama kalinya.
“Ya pasti khawatir tu ada lah mbak. apalagi ini baru
pertama kali ya saya operasi. “ (P3, 68-69)
P4 dan P6 mengungkapkan bahwa ini terlalu
mendadak dan belum ada persiapan sehingga mereka
bingung harus mempersiapkan apa sebelum operasi
berlangsung.
“Ya gimana ya mbak. ini kan saya baru pertama kali
operasi, terus juga dikasih tahunya mendadak” (P4, 55-
57)
“Ya saya kaget lah mbak. Ini anak pertama saya tapi
malah harus di operasi” (P5, 24-26)
“Belum siap aja mbak tiba-tiba harus di operasi” (P5, 28-
29)
“La kan ini nggak ada persiapan sama sekali mbak. Baru
masuk sini terus disuruh operasi, belum ada persiapan
fisik apa mental gitu. Kan terlalu tiba-tiba gitu mbak” (P6,
38-42)
“Kaget saya mbak. Cemas gitu kan saya tidak tahu
sesar itu bagaimana. Ini kan juga baru pertama kali” (P7,
35-37)
50
Selain itu kecemasan yang partisipan alami timbul
karena kurangnya edukasi dan motivasi yang tidak
dilakukan oleh petugas kesehatan.
“Enggak sih mbak. Malah enggak dijelasin apa-apa” (P1,
185-186)
“Nggak ada sih mbak. Perawatnya cuma ngasih tahu
jadwal operasinya gitu aja mbak” (P2, 149-151)
“Enggak (dijelasin) sih mbak. Susternya tadi ya Cuma
nyuruh saya buat puasa” (P4, 145=46)
Salah seorang keluarga partisipan yang memiliki
kecemasan bisa membuat partisipan merasakan
kecemasan. Keluarga P1 yaitu ibu partisipan mengalami
kecemasan karena anaknya akan melahirkan secara
section caesarea sering menanyakan kepada partisipan
tentang keyakinan untuk dioperasi. Berikut
ungkapannya:
“Kalau suami saya itu malah santai-santai aja.
Pikirannya sudah positif. Ibu saya mbak malah yang
lebih bingung dari saya. Ibu itu jadi sering nanyain saya
yakin apa engga sama operasinya.” (P1, 152-154)
“Yang awalnya saya biasa aja sama operasinya ya jadi
ikut ketularan bingungnya ibu kan mba. Apa lagi ibu
udah tanya kayak gitu. Jadinya ya saya tanya ke diri
sendiri saya yakin apa engga sama operasinya ini” (P1,
157-162)
51
4.2.2. Bentuk Kecemasan
Penelitian ini mengungkapkan beberapa bentuk
kecemasan yang dialami oleh partisipan sebelum
dilaksanakannya operasi section caesarea. Kecemasan
yang dirasakan oleh empat partisipan dikarenakan oleh
luka operasi yang akan dialaminya setelah operasi
berlangsung. Seperti ungkapan dari P1, P2, P4 dan P5
yang mengungkapkan jika salah satu ketakutannya akan
dilakukan operasi dikarenakan luka bekas operasi. P1
khawatir jika luka operasi akan mengganggu aktivitasnya
untuk mengurus bayinya.
“Agak khawatir juga mbak kalau lukanya nanti malah
mengganggu aktivitas saya buat ngurus bayinya”. (P1,
81-84).
P2 dan P5 sama-sama mengungkapkan bahwa ia
khawatir jika kesembuhan luka jahitan akan memakan
waktu yang lama karena ia P2 berpendapat jika jahitan
tidak kencang, akan menimbulkan nanah dan luka tidak
cepat sembuh. Lalu P5 mengungkapkan bahwa ia takut
jika ada bekas luka setelah operasi dan kesembuhan
luka akan memakan waktu yang lama.
“Kalu sesar kan biasanya luka jahitannya nanti ada
nanahnya terus nggak sembuh-sembuh gitu” (P2, 77-
80)
52
“Itu lo mbak kan kalau habis operasi ada bekas lukanya,
nanti sembuhnya lebih lama dari lahir yang normal” (P5,
39-41)
Sedangkan P4 mengungkapkan jika ia takut merasa
nyeri pada luka jahitan setelah efek obat bius mulai
berkurang karena akan merasakan sakit.
“Ya takut lah mbak. Nanti kalau biusnya habis jahitannya
mesti sakit mbak. Paling takutnya ya itu kalau biusnya
hilang nyerinya kerasa” (P4, 131-133).
Hampir seluruh partisipan yang telah melakukan
wawancara, menunjukkan bahwa mereka mempunyai
kecemasan terhadap proses operasi yang akan
berlangsung. Proses operasi sectio caesarea
merupakan hal yang terpenting dari operasi. P1
mengungkapkan jika ia takut dengan pembiusan yang
merupakan salah satu dari proses operasi.
“Ya takut kalau biusnya habis nanti kena jarum yang
tajem” (P1, 88-89).
Sedangkan P2, P4, P5 mengungkapkan bahwa
mereka takut jika operasi tidak lancar, tidak berhasil dan
operasi ditunda. P5 juga mengungkapkan jika ia
mempunyai kerabat keluarga yang pernah melakukan
operasi dan operasi itu ditunda karena tanda-tanda
vitalnya belum stabil sehingga ia takut jika penundaan
operasi itu terjadi kepada partisipan Selain itu P5 juga
mengungkapkan bahwa sebelum operasi berlangsung,
53
dokter memberikan gambaran terhadap operasi itu
sendiri dan membuat ia semakin cemas.
Selain itu P3, P5 dan P6 juga sama-sama merasa
takut dengan pembedahan. Berikut ungkapan dari
partisipan:
“Takut lah mbak pokoknya apalagi harus dibedah-bedah
gitu” (P3, 53-54)
“Takut mau dioperasi mbak. Karena tadi dokter kan
udah jelaskan kalau operasi itu resikonya seperti ini
seperti ini” (P5, 34)
“Mikir antara takut sama operasinya, takut nanti bayi
saya kenapa-napa, takut opersinya gagal, tapi saya juga
sudah nggak sabar mau punya anak mbak sampai saya
nangis” (P6, 28-30)
Partisipan (P2, P4, P6 dan P7) mengungkapkan bahwa
kecemasannya dikarenakan takut dengan keadaan
bayinya. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan pertisipan
berikut ini:
“Walaupun orang-orang bilang kalau disesar itu lebih
enak lebih cepet tapi saya tetep takut kenapa-kenapa
sama bayi saya” (P2, 37-38)
“Khawatir banget lah mbak. saya takut bayinya kenapa-
kenapa.” (P4, 67-68)
“Mikir antara takut sama operasinya, takut nanti bayi
saya kenapa-napa, takut opersinya gagal, tapi saya juga
sudah nggak sabar mau punya anak mbak sampai saya
nangis” (P6, 28-30)
“Terus saya juga takut kalau bayi saya kenapa-kenapa”
(P7, 42-43)
54
Partisipan juga mengungkapkan kecemasannya
terhadap hasil operasi yang mungkin bisa
mengkhawatirkan keadaan bayinya atau malah hasil
operasi itu gagal atau akan terjadi pendarahan.
“takut nanti bayi saya kenapa-napa, takut opersinya
gagal, tapi saya juga sudah nggak sabar mau punya
anak mbak sampai saya nangis” (P6, 28-30)
“Saya takut kalau operasi gagal mbak. Terus saya juga
takut kalau bayi saya kenapa-kenapa, takut
pendarahan” (P7, 42-43)
P3 juga mengungkapkan bahwa operasi sesar
mempunyai resiko lebih besar dari pada persalinan
normal sehingga itu memicu ketakutan terhadap operasi
sesar itu sendiri
“Ya saya kok malah tambah takut ya sama sesar kan
katanya resikonya juga lebih besar dari pada normal.
Takut lah mbak pokoknya apalagi harus dibedah-bedah
gitu” (P3, 51-53)
P4 mengungkapkan bahwa biaya untuk operasi sesar
membuat ia kepikiran dan dapat memicu kecemasan
terhadap operasi sesar.
“La gimana mbak saya kan orang ndak punya, tapi
lahirnya harus sesar. Biaya sesar kan lebih mahal mbak
mesti. Kepikiran banget mbak” (P4, 87-88)
55
Hampir seluruh partisipan yaitu P1-P5 dan P7
mengalami ketakutan sebelum dilakukan operasi section
caesarea.
“Antara seneng, deg-deg an , cemas, takut pokoknya ya
campur-campur gitu sampai saya bingung mau
ngerasain gimananya” (P1, 108-112)
“Takut lah mbak. Kan dibedah gitu.” (P2, 34)
”Ya saya kok malah tambah takut ya sama sesar kan
katanya resikonya juga lebih besar dari pada normal.
Takut lah mbak pokoknya apalagi harus dibedah-bedah
gitu” (P3, 50-53)
“Perasaan saya sih takut mbak. kan saya tidak tahu
nanti operasinya itu seperti apa” (P4, 47)
“Tapi ya tetep takut to mbak la wong mau dibedah gitu
kok.” (P4, 75)
“Takut mau dioperasi mbak. Karena tadi dokter kan
udah jelaskan kalau operasi itu resikonya seperti ini
seperti ini” (P5, 34)
“Saya takut kalau operasi gagal mbak. Terus saya juga
takut kalau bayi saya kenapa-kenapa, takut
pendarahan” (P7, 42)
Para partisipan mengalami bermacam-macam perasaan
yang berbeda. Partisipan mengalami perasaan yang
campur aduk. Perasaan yang campur aduk itu dapat
berupa seperti senang, deg-deg-an atau berdebar,
cemas dan takut. Untuk setiap partisipan, mereka
merasakan hal-hal yang berbeda-beda. Seperti pada P1,
56
ia merasakan tegang, was-was, deg-deg-an, cemas dan
takut. Berikut ungkapan dari P1:
“Ya tapi kan mbak kata nya tu waktu mau di suntik bius
itu gak boleh tegang. Waktu dikasih tau dokter gitu saya
malah tegang karena takut nanti waktu mau operasi
saya gitu” (P1, 94-96)
“Ya seneng sih mbak tapi was-was juga mbak. Tapi ya
nggak papa soalnya kan udah mau punya anak” (P1,
103-104)
“Ya agak deg-deg-an juga sih mbak. Pokoknya ya
campur aduk gitu perasaanya. Antara seneng, deg-deg
an , cemas, takut pokoknya ya campur-campur gitu
sampai saya bingung mau ngerasain gimananya” (P1,
107, 108-112)
“Kemarin itu sebenernya perasaan saya biasa-biasa aja
lo mbak tapi pas hari ini mau operasi kok malah campur
aduk nggak karuan.” (P1, 136-140)
“Mm kalau awalnya sih mungkin iya ya mbak. Tapi waktu
mau operasi gini malah enggak sih. Pikirannya masih
cemas aja” (P1, 178-179)
Sedangkan untuk P2, ia merasakan ketakutan, merasa
khawatir, dan perasaan yang campur aduk sebelum
dilakukan operasi sectio caesarea. Berikut ungkapan dari
partisipan tersebut:
“Takut lah mbak. Kan dibedah gitu.” (P2, 34)
“Yang jelas saya khawatir mbak. Khawatir keadaan bayi
saya. Takut nanti terjadi apa-apa terus operasinya
nggak lancar. Campur aduk lah mbak ini saya” (P2, 65-
66)
“Saya takut kalau operasinya enggak berhasil” (P2, 40)
57
“Perasaan saya udah campur aduk. Bingung mau mikir
apa lagi. Pengen cepet operasi biar nggak cemas kayak
gini” (P2, 105-106)
P3 mengalami kecemasan yang bermacam-macam
seperti merasa takut, khawatir, deg-deg-an dan resah.
Ungkapan dari P3 yaitu sebagai berikut:
”Ya saya kok malah tambah takut ya sama sesar kan
katanya resikonya juga lebih besar dari pada normal.
Takut lah mbak pokoknya apalagi harus dibedah-bedah
gitu” (P3, 50-53)
“Ya pasti khawatir tu ada lah mbak. apalagi ini baru
pertama kali ya saya operasi. Enggak nyangka juga
kalau beneran di operasi.Deg-degan. Khawatir sama
hasil operasinya. Pikirannya jadi jelek mbak kalau mau
operasi gini” (P3, 68,70)
Selain itu, peneliti juga mendapat informasi dari anggota
keluarga yaitu suami partisipan bahwa P3 merasa takut
dan terlihat resah. Ungkapan dari keluarga P3 yaitu
sebagai berikut:
“Ya kalau takut pasti ada mbak. Tadi pagi waktu
diberitahu dokter begitu dia langsung resah. Takut
begitu” (P3K, 121-123)
Sebelum dilakukan operasi sectio caesarea, P4
mengalami banyak kecemasan, yaitu seperti panik,
bingung, takut, kaget, cemas, khawatir dan deg-deg-an.
Berikut ungkapan dari P4:
“Ya panik sama bingung juga mbak karena sudah mau
sesar. Saya merasakan itu sih mbak. Dua duanya yang
menggangu” (P4, 35-38)
58
““Perasaan saya sih takut mbak. kan saya tidak tahu
nanti operasinya itu seperti apa” (P4, 47)
“Tapi ya tetep takut to mbak la wong mau dibedah gitu
kok” (P4, 70)
“Bikin kaget, cemas, takut. Operasi nantikan dibedah
perutnya” (P4, 57-58)
“Khawatir banget lah mbak. saya takut bayinya kenapa-
kenapa. Bingung mau nyiapin bagaimana kalau mau
sesar nanti.” (P4, 67)
“Terus ya takut, cemas kalau nanti ada apa-apa terus
operasinya nggak lancar.” (P4, 92)
“Deg-deg an mbak. Soale kan ndadak juga mbak
(soalnya kan mendadak juga mbak)” (P4, 111)
Sedangkan untuk P5, ia merasakan perasaan cemas,
takut, merasa ngeri khawatir dan deg-deg-an sebelum
operasi dilakukan. Berikut pernyataan dari P5:
“Cemas lah mbak.Takut mau dioperasi mbak. Karena
tadi dokter kan udah jelaskan kalau operasi itu
resikonya seperti ini seperti ini” (P5, 32)
“Takut mau dioperasi mbak. Karena tadi dokter kan
udah jelaskan kalau operasi itu resikonya seperti ini
seperti ini” (P5, 34)
“Iya sih mbak, tapi ya ngeri aja kalau harus di operasi”
(P5, 45-46)
“Saya khawatir mbak kalau nanti saat operasi apa hasil
operasinya itu ada masalahnya.” (P5, 49)
“Deg-deg an banget mbak. Saya udah berdoa terus
biar di tentramin hatinya” (P5, 76)
59
Perasaan tegang, campur aduk dan cemas juga dialami
oleh P6. Berikut ungkapan dari P6:
“Tegang mbak. Waktu mau masuk ke ruangan
perasaanya saya campur aduk banget” (P6, 33-35)
“Yang saya rasain itu cemas karena perut saya yang
sakit, terus ya tegang nya itu, takut sama operasinya.
Pokoknya campur aduk banget” (P6, 50-52)
“Gimana ya mbak ya. Pas mau dioperasi itu kan sakit
karena kencengnya itu bikin tambah cemas.” (P6, 47)
Selain itu P7 juga merasakan cemas, resah, takut, dan
tegang. Berikut ungkapan dari P7:
“Kaget saya mbak. Cemas gitu kan saya tidak tahu
sesar itu bagaimana.” (P7,35)
“Ya gimana ya mbak. Kayak rasanya tu resah begitu”
(P7, 39-40)
“Saya takut kalau operasi gagal mbak. Terus saya juga
takut kalau bayi saya kenapa-kenapa, takut
pendarahan” (P7, 42)
“Sedikit tegang juga sih mbak. Saya juga agak lupa-
lupa ingat karena prosesnya kan cepet ya mbak.” (P7,
47)
Lalu peneliti juga mendapatkan infomasi bahwa
partisipan (P1, P3, P4, P6, P7) mempunyai perasaan
yang tidak nyaman. Seperti berpikiran cemas, menjadi
60
sumpek didalam kamar, resah, takut, kaget, cemas,
pikiran dan perasaan yang tidak enak dan tegang.
Perasaan yang campur aduk juga dialami oleh P1.
P1 mengalami perasaan yang campur aduk seperti
deg-deg-an, cemas, takut, dan bingung serta merasa
senang karena akan dikaruniai seorang anak.
“Ya seneng sih mbak tapi was-was juga mbak. Tapi ya
nggak papa soalnya kan udah mau punya anak (P1,
104-105).
Takut dengan proses operasi juga salah satu
dampak yang partisipan rasakan sebelum operasi
berlangsung. P1 mengungkapkan bahwa ia takut
dengan pembiusan yang merupakan bagian dari proses
operasi karena jarum suntik adalah benda tajam yang
dapat melukai tubuh.
Lalu P3 mengalami hal yang sama dengan P1. Ia
mengatakan bahwa ia takut dengan pembedahan
karena resiko persalinan sectio caesarea lebih besar
dari pada persalinan normal. Berikut ungkapan dari P3:
“Ya saya kok malah tambah takut ya sama sesar kan
katanya resikonya juga lebih besar dari pada normal.
Takut lah mbak pokoknya apalagi harus dibedah-bedah
gitu” (P3, 53-54)
61
P5 juga mempunyai kekhawatiran terhadap proses
operasi sectio caesarea. Ia menyebutkan jika khawatir
kalau saat dilakukan operasi ada masalah. Berikut
ungkapan dari P5:
“Saya khawatir mbak kalau nanti saat operasi apa hasil
operasinya itu ada masalahnya” (P5, 49-51)
4.2.3. Dampak Kecemasan
Mengalami kecemasan ringan dapat membantu
seseorang menjadi lebih waspada dan focus dalam
menghadapi tantangan atau keadaan yang mengancam.
Bentuk-bentuk dari kecemasan yang disampaikan diatas
bisa dikatagorikan sebagai dampak dari kecemasan
karena perilaku atau perasaan yang ditunjukkan oleh
partisipan-partisipan diakibatkan karena kecemasan
yang mereka alami sebelum dilakukannya operasi sectio
caesarea.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa partisipan
mempunyai respon psikologis dan juga fisiologis. Respon
fisiologis tersebut yaitu perasaan takut, khawatir berlebih,
tegang dan perasaan campur aduk.
62
Sedangkan untuk respon fisiologis, tidak semua
partisipan mengalami perubahan fisik karena
kecemasan. Perubahan fisik hanya dialami oleh P1 - P5.
Pada P1 – P5 mengalami deg-deg-an atau jantung
yang berdebar karena akan dilakukan operasi. Lalu P2
mempunyai masalah dengan pola tidurnya. P2
mengungkapkan bahwa tidurnya tidak pulas sehingga
tidur menjadi tidak nyaman.
“Tapi tadi malem tidurku nggak pules. Apa karena mau
sesar ya mbak ya jadinya malah nggak nyaman tidurnya
“ (P2, 122 - 123).
P3 mengalami kepanikan dan kebingungan karena
cemas sehingga membuat ia merasa sumpek berada
didalam kamar.
“Saya jadi ngrasa sumpek kalau dikamar sini. Maunya
jalan-jalan dulu biar nggak panik pas mau di operasi”
(P3, 59 – 60).
P4 mengalami perubahan dalam pola makannya. Ia
merasa tidak ada napsu makan dan makan hanya
sedikit.
“Saya makan aja sampek ndak napsu lo mbak” (P4, 76-
77).
Sedangkan P5 mempunyai perubahan dalam
spiritualnya. Ia merasakan deg-deg-an atau berdebar
sehingga P5 berdoa terus menerus untuk menentramkan
hatinya.
63
“Deg-deg an banget mbak. Saya udah berdoa terus biar
di tentramin hatinya. “ (P5, 76 - 77).
Selain itu, peneliti menemukan bahwa dampak dari
beberapa partisipan berbeda-beda. P1-P6 mempunyai
perubahan dalam cara berfikir. Mereka mulai berpikiran
buruk atau negatif tentang operasi yang akan mereka
jalani karena ketakutan akan operasi tersebut. Seperti
ungkapan dari P1 yang mengungkapkan bahwa ia
mempunyai pikiran tentang operasi sectio caesarea
yang aneh dan tidak lancar. Berikut pernyataan dari P1:
“Saya mikir nanti kalau saya tiba-tiba tegang gimana,
kalau operasinya nggak lancar gimana” (P1, 96-99)
“Insya Allah nggak ada mbak. Tapi waktu denger temen
cerita terus waktu dokter jelasin tadi itu ya pikirannya jadi
aneh sedikit gitu. Takut ini takut itu.” (P1, 119-122)
Selalu mengulang-ulang pertanyaan dialami oleh P7.
Ia mengungkapkan bahwa ia terus-menerus
menanyakan pertanyaan tentang prosedur dan proses
operasi kepada petugas kesehatan.
“Ya saya kan awalnya tidak tahu operasi sesar itu
seperti apa, jadi seperti penasaran karena saya banyak
ketakutannya itu kan mbak. Kadi saya tanya terus
seperti apa operasinya, nanti bagaimana, terus
resikonya apa saja begitu” (P7, 70-75).
Partisipan P4, P5 dan P6 mengungkapkan bahwa
mereka menjadi tidak bisa berpikir secara jernih. P4
64
mengatakan bahwa ia melupakan perkataan dokter
karena pikirannya teralihkan oleh operasi sesar yang
semakin dekat.
“saya sampai lupa dokter tadi ngomong apa karena ya
kaget gitu tiba-tiba harus operasi” (P4, 44-46).
Sedangkan P5 mengungkapkan bahwa ia tidak bisa
berpikir karena terlalu fokus terhadap operasi.
“Mungkin ya jadi nggak bisa berpikir jernih giut lo. Pikiran
saya jadi fokusnya ke operasi nanti” (P5, 83-84).
Lalu P6 tidak bisa berpikir secara jernih karena
pikirannya terlalu fokus terhadap perut yang terasa sakit
dan operasinya sehingga ia tidak bisa berpikir apa-apa.
“Ganggu banget lah mbak. Saya jadi nggak bisa mikir
apa-apa karena pikirannya terlalu fokus ke sakit sama
operasinya. Rasanya pengen operasinya cepet selesai
karena sudah tidak tahan” (P6, 56-59).
4.3. Pembahasan
Hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara terhadap
tujuh partisipan menunjukkan gambaran kecemasan pada
pasien pre sectio caesarea di 3 (tiga) Rumah Sakit Kota Salatiga.
Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak
enak, khawatir dan gelisah.
Kecemasan juga didapatkan karena situasi yang bisa
mengancam dirinya seperti pembedahan dalam persalinan.
Pembedahan bisa disebut sebagai situasi yang mengancam diri
65
karena tindakan tersebut merupakan tindakan yang melukai
tubuh atau diri.
Keadaan emosi tanpa objek yang spesifik, dialami secara
subyektif dipacu oleh ketidaktahuan yang didahului oleh
pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal (Stuart dkk, 2006).
Seluruh pasien yang menjadi partisipan dalam penelitian
belum ada riwayat sectio caesarea. Ditinjau dari ungkapan
Stuart diatas, partisipan lewat kekhawatiran/ kecemasan yang
disebabkan oleh kurangnya perngetahuan mereka terkait
dengan pertama kalinya partisipan menjalani operasi, sehingga
dari pengalaman yang baru itu, mereka tidak tahu harus
melakukan apa untuk mengatasi ketakutan terkait dengan
ketidaktahuan tentang proses pembedahan karena belum ada
pengalaman.
Saat wawancara dengan partisipan peneliti menanyakan
tentang edukasi dari petugas kesehatan yang bertugas. Hampir
semua partisipan menceritakan bahwa tidak ada penjelasan
informasi tentang pembedahan maupun pembiusan. Beberapa
partisipan diberikan penjelasan hanya secara umum oleh dokter
yang merawat. Tetapi partisipan tersebut mengalami
peningkatan kecemasan karena informasi yang kurang sehingga
66
partisipan merasa tidak yakin dengan penjelasan yang diberikan
oleh dokter.
Ada satu partisipan yaitu P7 yang mempunyai inisiatif
sendiri untuk bertanya kepada petugas kesehatan tentang
prosedur operasi karena partisipan belum mempunyai
pengalaman sectio caesarea. Karena keaktifannya bertanya
itulah partisipan merasa sedikit tenang menghadapi operasi.
Keaktifan dalam bertanya itu menurut peneliti merupakan
kemampuan partisipan (P7) dalam menyelesaikan masalahnya.
Masalah yang dimaksud oleh peneliti yaitu kecemasan yang ia
alami sebelum operasi. Kecemasan yang mengganggu
membuat ia menjadi aktif dalam mengahadapi stres.
Menurut Sulistyowati (2008) dalam penelitian Sri Mulyani
dkk (2008) menyatakan bahwa klien yang mempunyai
pengetahuan untuk menurunkan kecemasan lebih mampu
mengatasi kecemasannya.
Kurangnya informasi mengenai operasi sectio caesarea
bisa menyebabkan peningkatan kecemasan karena partisipan
atau pasien tidak mempunyai gambaran operasi yang cukup.
Jika petugas kesehatan memberikan edukasi tentang prosedur
operasi dengan lengkap terhadap pasien sebelum dilakukan
operasi, pasien akan mempunyai cara untuk mengatasi
kecemasan.
67
Menurut Hetty (2015) seorang petugas kesehatan harus
memberikan konseling atau edukasi sebelum pasien
menjalankan operasi sebab dapat menurunkan kecemasan
yang pada akhirnya bermanfaat untuk keselamatan ibu dan bayi.
Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Jawait, et al (2007),
bahwa kecemasan yang terjadi akan berkurang bila diberikan
penjelasan yang rinci tentang operasi (anastesi dan
pembedahan).
Selain pengetahuian yang cukup, motivasi yang diberikan
petugas kesehatan untuk mengurangi kecemasan juga
diperlukan. P6 yang merupakan seorang bidan mempunyai
pengetahuan yang cukup terhadap operasi sectio caesarea
mempunyai kecemasan karena tidak adanya motivasi yang
diberikan petugas kesehatan. Motivasi diberikan agar partisipan
dapat meminimalkan tingkat kecemasan serta menghadapi
kecemasan secara efektif.
Dari hasil wawancara, seluruh partisipan mengalami
ketakutan dan kekhawatiran sebelum dilakukannya operasi
sectio caesarea. Dampak dari kecemasan ini merupakan respon
yang normal bagi pasien pre operatif.
Kecemasan yang dalami oleh partisipan dapat
mempengaruhi respon fisiologis dan psikologisnya. Menurut
Stuart (2005), respon terhadap kecemasan ada dua yaitu respon
68
fisiologi dan respon psikologis. Respon fisiologis yaitu
perubahan pada sistem tubuh sehingga menyebabkan
perubahan pada fisik sedangkan respon psikologis merupakan
perubahan pada mental atau kejiwaan seseorang.
Respon psikologis yang dialami oleh partisipan adalah
ketakutan, kekhawatiran, tegang dan juga perasaan campur
aduk antara cemas dan senang karena akan mempunyai
seorang anak. Respon-respon itu yang paling dirasakan oleh
semua partisipan.
Kecemasan ini dapat membuat partisipan mempunyai
pikiran yang buruk atau negatif. Pikiran-pikiran buruk itu seperti
mempunyai pikiran jika operasi tidak berhasil, gagal, operasi
ditunda, operasi ada masalah, khawatir dengan keadaan bayi
dan takut terjadi pendarahan.
Operasi sectio caesarea mempunyai tiga tahapan yaitu pra
operasi, intra operasi dan post operasi. Beberapa partisipan
mempunyai kecemasan dan kekhawatiran terhadap proses dan
hasil operasi yang merupakan bahaya dari luar partisipan.
Mereka khawatir dengan proses pembiusan, bekas operasi
dan hasil dari operasi. Hasil penelitian ini sependapat dengan
penelitian oleh Hidayat (2012) yang menyebutkan bahwa alasan
yang melatar belakangi kecemasan yaitu cemas menghadapi
pembiusan, takut mati, cemas menghadapi body image yang
69
berupa cacat yang akan menggangu fungsi peran pasien dan
cemas masalah biaya perawatan. Salah seorang dari partisipan
juga mengungkapkan bahwa alasan ia takut dengan operasi
karena biaya operasi yang mahal seperti.
Selain respon psikologis, partisipan juga mengalami respon
fisiologis yaitu jantung berdebar, insomnia (susah tidur) dan
tidak nafsu makan. Menurut Nigussie dkk (2014), peningkatan
kecemasan sebelum operasi terkait respon fisiologis seperti
hipertensi dan disritmia. Sedangkan pendapat yang
dikemukakan oleh Sjamsuhidayat & Jong (2005) yaitu pasien
yang mengalami kecemasan menunjukkan gejala susah tidur,
mudah menangis dan nafsu makan turun sama dengan hasil
penelitian.
Tipe kecemasan pada penelitian ini bisa dimasukan dalam
tipe kecemasan realitas. Tipe kecemasan realitas merupakan
ketakutan karena bahaya dari dunia luar (Freud dalam Hall dan
Lindzey (2009). Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan
realitas kerena partisipan mempunyai ketakutan dan
kekhawatiran terhadap operasi yang merupakan bagian bahaya
dari luar tubuhnya.
Persiapan pre operatif merupakan tahapan yang penting
dari perawatan perioperatif. Keberhasilan tindakan pembedahan
secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini
70
disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan
untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang
dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap
berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien
meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan
untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi. Persiapan
yang baik selama periode operasi membantu menurunkan
resiko operasi dan meningkatkan pemulihan pasca bedah.
Dengan demikian pemberian informasi dan motivasi
terhadap pasien tentang proses operasi sebelum dilakukan
operasi sangatlah penting bagi pasien itu sendiri. Pemberikan
informasi dan motivasi yang cukup dapat membantu pasien
dalam menghadapi kecemasan yang dialami. Peran tenaga
kesehatan seperti dokter, perawat dan bidan seperti membantu
dalam penyampaian informasi dan motivasi agar pasien dapat
menyikapi operasi yang akan dilaluinya.