Author
lutfi-setyo
View
239
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
varises esofagus dan terapinya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hipertensi portal merupakan kelainan hemodinamik, yang berhubungan
dengan komplikasi sirosis yang palin berat, termasuk di antaranya asites,
ensefalopati hepatik, dan varises esofagus. Varises esofagus adalah penyakit
yang ditandai oleh pelebaran pembuluh darah vena di esofagus bagian bawah.
Varises esofagus terjadi jika adanya obstruksi aliran darah menuju hati.
Seringkali aliran darah diperlambat oleh jaringan parut pada hati yangdisebabkan
oleh penyakit hati. Karena resistensi pembuluh darah di sinusoid hati rendah,
peningkatan tekanan vena portal (> 10 mmHg) akan mendistensi venaproksimal
ke tempat blok dan meningkatkan tekanan kapiler pada organ yang dialiri oleh
pembuluh darah vena yang terobstruksi, salah satunya adalah esofagus. Tidak
imbangnya antara tekanan aliran darah dengan kemampuan pembuluh darah
mengakibatkan pembesaran pembuluh darah (varises). Dalam keadaan yang
demikian, terkadang vena bisa pecah dan berdarah.1
Perdarahan varises merupakan keadaan darurat medik, yang sering
diikuti dengan angka kematian, sekitar 20% terjadi dalam waktu 6 minggu,
meskipun telah dicapai banyak kemajuan dalam penatalaksanaannya. Penderita
varises esofagus yang telah mengalami perdarahan memiliki kesempatan 70%
mengalami perdarahan ulang, dan sekitar sepertiga dari episode
perdarahanlebih lanjut yang fatal.1
Selama beberapa tahun terakhir, sejumlah kemajuan telah dicapai dalam
penatalaksanaan perdarahan varises pada pasien sirosis, antara lain teknik
endoskopik yang lebih baik dengan adanya endoskopi video luas, teknik ligasi
varises, adanya obat-obatan baru seperti somatostatin dan analog vasopresin,
teknik operasi yang baik, serta terakhir adanya transjugular intrahepatic
portosystemic stent shunt (TIPSS).2
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai varises esofagus dan
berbagai macam terapi untuk mengatasi perdarahan varises esofagus mulai dari
profilaksis primer, penatalaksanaan pedarahan akut sampai pada profilaksis
sekunder untuk mencegah terjadinya perdarahan ulang pada varises esofagus.
1
1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
Mengetahui tentang varises esofagus serta faktor-faktor apa saja
yang dapat mempengaruhi terjadinya perdarahan varises.
Mengetahui penatalaksanaan perdarahan varises esofagus mulai
dari profilaksis primer, terapi perdarahan akut dan profilaksis
sekunder.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah dapat digunakan sebagai
penambah ilmu pengetahuan bagi para mahasiswa kedokteran dalam hal varises
esofagus serta penatalaksanaannya dan bagi para dokter sebagai tambahan
referensi dalam menangani kasus perdarahan esofagus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Varises Esofagus
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran
abnormal pembuluh darah vena di esofagus bagian bawah. Perdarahan varises
esofagus adalah, perdarahan dari varises esofagus atau lambung yang
ditemukan pada saat dilakukan endoskopi, atau adanya varises esofasus besar
dengan darah dalam lambung dan tidak ada penyebab perdarahan lain yang
dapat dikenali.1
Perdarahan secara klinis bermakna jika memerlukan transfusi sebanyak 2
unit darah atau lebih dalam waktu 24 jam dari saat pasien datang ke rumah sakit,
disertai dengan tekanan darah sistolik < 100 mmHg, atau ada perubahan
postural lebih dari 20 mmHg dan/atau frekuensi nadi > 100 x/menit.1
2.2 Patofisiologi Varises Esofagus
Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan dari tekanan darah
pada sistem vena porta. Tekanan porta secara tidak langsung diperkirakan
berasal dari gradient tekanan vena, yang merupakan gradient antara vena hepar
yang tersumbat dan vena hepar yang bebas dari sumbatan. Tekanan vena
normal pada hepar adalah kurang dari 5 mmHg.4
Hipertensi portal yang terjadi pada sirosis merupakan suatu akibat dari
peningkatan resistensi vascular hepar dan peningkatan aliran darah menuju
sistem vena porta. Berdasarkan hukum Ohm, tekanan vena portal (P) merupakan
suatu produk dari resistensi vaskular (R) dan aliran darah pada sistem vena porta
(Q) sehingga didapatkan persamaan P = R x Q.4
Peningkatan resistensi intra hepar diakibatkan karena dua macam
mekanisme, meliputi mekanisme mekanis dan dinamis. Komponen mekanis yang
mendasari peningkatan tekanan vena porta tersebut berasal dari pembentukan
fibrosis dari intra hepar. Terdapat berbagai mekanisme patologis yang diyakini
berkontribusi dalam peningkatan resistensi intrahepar tersebut pada level
mikrosirkulasi hepar (hipertensi portal sinusoid), antara lain meliputi distorsi
arsitektural dari hepar akibat pembentukan jaringan fibrotik, nodul regeneratif,
dan penumpukan kolagen pada space of Disse.4
Komponen dinamik yang menjadi penyebab dari peningkatan tekanan
3
vena porta dibentuk dari vasokontriksi pada venula porta yang terjadi secara
sekunder akibat dari kontraksi aktif dari porta dan myofibroblas septum untuk
mengaktivasi sel hepatic stellates dan sel otot polos vaskular. Tonus vaskular
intra hepar dimodulasi oleh vasokontriktor endogen, seperti norepinefrin,
endothelin-1, angiotensin II, leukotrien, dan tromboxan A2. Selain itu, tonus
vascular tersebut juga diperkuat oleh vasodilator (nitric oxide). Pada sirosis,
peningkatan tekanan vena porta juga diakibatkan karena imbalans dari
komponen vasokontriktor dan vasodilator.5
Hipertensi portal ditandai dengan adanya peningkatan curah jantung dan
penurunan dari resistensi vascular sistemik yang dapat mengakibatkan adanya
suatu kondisi sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi pembuluh darah
splanik dan sistemik. Vasodilatasi arteri splanik mengakibatkan adanya
peningkatan aliran darah portal yang pada akhirnya justru mengakibatkan
terjadinya peningkatan tekanan portal yang lebih parah. Adanya vasodilatasi
arteri splanik tersebut diakibatkan karena adanya pelepasan vasodilator
endogen, seperti nitric oxide, glucagon, dan vasointestinal active peptide.5
Peningkatan gradient tekanan portokaval akan mengajibatkan terjadinya
pembentukan vena kolateral di sistemik sebagai usaha untukdekompresi sistem
vena porta. Varises esophagus merupakan salah satu produk kolateral yang
paling penting karena memiliki kemungkinan besar untuk berdarah. Varises
esofagus dapat terbentuk ketika tekanan gradien vena meningkat di atas 10
mmHg. Seluruh faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya pendarahan
varises antara lain adalah terjadinya perburukan dari penyakit hepar, intake
makanan, intake alkohol, ritme sirkardian, aktivitas fisik, dan peningkatan
tekanan intra abdominal. Beberapa obat ternyata juga ditemukan mampu
mempengaruhi keadaan dari dinding varises, antara lain adalah ASA dan NSAID
lainnya ternyata mampu meningkatkan risiko pendarahan. Infeksi bakteri dapat
meningkatkan risiko pendarahan awal dan kambuhannya juga.6
2.3 Faktor Risiko Perdarahan Varises
Faktor predisposisi dan pemicu perdarahan varises masih belum
sepenuhnya jelas. Dugaan bahwa esofagitis dapat memicu perdarahan varises
telah ditinggalkan. Faktor-faktor penting yang bertanggung jawab atas terjadinya
perdarahan varises adalah, tekanan portal, ukuran varises, dinding varises dan
tegangannya, dan tingkat keparahan penyakit hati.1
4
2.3.1 Tekanan Portal
Dalam semua keadaan, tekanan portal mencerminkan tekanan
intravarises. Gradien tekanan vena hepatik lebih dari 12 mmHg cukup untuk
menimbulkan varises dan perdarahan varises esofagus. Gradien tekanan vena
hepatik cenderung lebih tinggi pada penderita yang mengalami perdrahan dan
juga pada pasien dengan varises yang lebih besar. Grozmann dkk,
memperlihatkan bahwa perdarahan varises tidak terjadi jika gradien tekanan
portal dapat diturunkan sampai < 12 mmHg. Oleh karena itu, tekanan tersebut
diterima sebagai tujuan terapi farmakologis hipertensi portal.
2.3.2 Ukuran Varises
Ukuran varises paling baik dinilai menggunakan endoskopi. Banyak studi
yangtelah memperlihatkan bahwa risiko perdarahan varises meningkat sesuai
dengan ukuran varises.
Tabel 1 Klasifikasi Pembagian Besarnya Varises Esofagus1
Pembagian besarnya varises
Grade I Varises yang kolaps jika esofagus dikembangkan
dengan udara
Grade II Varises antara grade I dan III
Grade III Varises yang cukup besar untuk menutup lumen
2.3.3 Dinding Varises dan Tegangannya
Polio dan Drozmann dengan menggunakan model in vitro
memperlihatkan ruptur varises mempunyai hugungan dengan tegangan pada
dindingnya. Tegangan pada dinding varises tergantung pada radius varises,
peningkatan ukuran varises dan penurunan ketebalan dinding varises
menybabkan rupturnya varises. Pada dinding varises yang menegang terdapat
gambaran endoskopik yakni “red spot” dan “wale”, gambaran tersebut dianggap
penting dalam memprediksi perdarahan varises. Gambaran ini menandakan
perubahan pada struktur dinding dan tegangan yang berkaitan dengan
terbentuknya mikrotalangiektasia. Dalam sebuah studi dijelaskan bahwa 80%
pasien yang mempunyai varises biru atau cherry red spot mengalami perdarahan
varises.
5
2.3.4 Derajat Keparahan Penyakit Hati
Tingkat keparahan sirosis paling baik dinilai dengan skor Child-Pugh.
Bentuk skoring ini adalah jumlah dari skor tingkat keparahan untuk masing-
masing variabel
Tabel 2 Klasifikasi Beratnya Sirosis Hati Berdasarkan Child Pugh Score
Kategori 1 2 3
Ensefalopati 0 I/II III/IV
Asites Tidak ada Ringan-sedang Berat
Bilirubin (umol/L) <34 34-51 >51
Albumin (g/dl) >35 28-35 <28
INR atau <1,3 1,3-1,5 >1,5
PT meningkat 1-3 detik 4-6 detik > 6 detik
Child-Pugh Score membagi sirosis menjadi beberapa kelas, Child-Pugh
kelas A jika skor 6 atau kurang, kelas B jika skor 7-10, kelas C jika skor 10 atau
lebih.Pasien dengan kelas A yang merupakan kelas yang paling kecil
lemungkinan untuk meninggal akibat efek perdarahan varises sedangkan pasien
dengan kelas C paling besar kemunginannya untuk meninggal.
2.4 Diagnosis dan Diferensial Diagnosis
Esophagogastroduodenoscopy adalah gold standart untuk mendiagnosis
varises esofagus. Jika Esophagogastroduodenoscopy tidak tersedia, maka
langkah yang digunakan untuk mendiagnosis selanjutnya adalah USG Doppler
dari sirkulasi darah (bukan USG Endoscopy). Walaupun ini merupakan pilihan
kedua yang tidak begitu bagus tetapi ini dapat dengan pasti menentukan
keberadaan varises. Alternatif lainnya adalah radiografi dengan menggunakan
kontras barium, dan angiografi vena porta dan manometri.4
Sangat penting untuk menentukan lokasi (esofagus atau lambung) dan
ukuran dari varises, kemudian tanda apakah ini merupakan imminent, akut, atau
perdarahan yang berulang, dan juga penting untuk menentukan penyebab dan
keparahan dari penyakit livernya.4
6
GUIDELINE UNTUK MENDIAGNOSIS VARISES ESOFAGUS
1. Skrining dengan menggunakan esophagogastroduodenoscopy (EGD)
untuk mendiagnosis varises esofagus sangat direkomendasikan saat
diagnosis sirosis telah ditegakkan
2. Endoskopi berulang direkomendasikan berdasarkan level dari sirosis
dan berdasarkan adanya dan ukuran dari varises
Pasien dengan dan Pengulangan EGD
Sirosis terkompensasi tanpa varises setiap 2-3 tahun
Varises kecil setiap 1-2 tahun
Sirosis dekompensasi setiap tahun
3. Progresi dari varises dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi ukuran
saat dilakukannya EGD
Small< 5mm vena elevasi minimal di atas permukaan mukosa
esofagus
Medium vena yang berliku-liku menempati kurang dari sepertiga dari
lumen esofagus
Large> 5mm menempati lebih dari sepertiga lumen esofagus
4. Perdarahan varises terdiagnosis berdasarkan 1 dari beberapa temuan
ini pada endoskopi :
a. Perdarahan aktif dari varises
b. “white nipple” menyelimuti varises
c. Clot yang menyelimuti varises
d. Varises tanpa sumber lain yang potensial
Sedangkan untuk diferensial diagnosis varises esofagus dapat berasal dari
seluruh penyebab perdarahan saluran cerna atas, yaitu :
a. Schistosomiasis
b. Severe congestive heart failure
c. Hemochromatosis
d. Wilson Disease
e. Autoimmune hepatitis
f. Portal/sphlenic vein thrombosis
g. Sarcoidosis
h. Budd-Chiari syndrome
i. Chronic pancreatitis
7
j. Hep B, C
k. Alcoholic cirrhosis
l. Primary biliary cirrhosis (PBC)
m. Primary sclerosing cholangitis (PSC)
2.5 Penatalaksanaan Varises Esofagus
Penatalaksanaan varises esofagus meliputi profilaksis primer,
penatalaksanaan pada perdarahan akut serta profilakis sekunder. 1,2
Gambar 2.1 Patofisiologi dan Intervensi hipertensi portal2
8
2.5.1 Profilaksis Primer
Profilaksis primer merupakan merupakan suatu usaha yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya pendarahan awal pada seseorang yang memiliki
varises esofagus dan peningkatan tekanan vena porta. Oleh karena 30-50%
pasien hipertensi portal akan mengalami perdarahan varises dan sekitar 50%
nya meninggal akibat perdarahan pertama, maka logis bila dikembangkan suatu
tindakan profilaktik untuk mencegah terjadinya varises.1,2
Profilaksis primer tersebut dilakukan setelah ditegakkannya diagnosis
sirosis. Hal ini dikarenakan lebih dari 50% pasien yang terdiagnosis pada saat itu
ternyata sudah didapatkan adanya pembesaran varises esofagus. Setelah
penegakan diagnosis, hal selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan grading
atau pembagian derajat varises esofagus menggunakan endoskopi. Apabila tidak
didapatkan adanya varises, endoskopi dapat diulang 3-4 tahun lagi sedangkan
apabila didapatkan varises grade I maka endoskopi dapat diulang setelah 1
tahun lagi. Tindakan profilaksis dapat dilakukan ketika varises sudah mencapai
grade II atau III dimana tindakan yang dilakukan adalah dengan diberikannya
propanolol 80-160 mg/hari atau jika didapatkan adanya intoleransi maka dapat
dipertimbangkan untuk dilakukannya ligasi vena.
Terapi dengan menggunakan β-blocker ternyata memiliki efektifitas yang
baik dalam mencegah perdarahan pertama dari varises esofagus pada berbagai
macam penelitian. Pada zaman dahulu, profilaksis primer ini merupakan
pemberian obat tersebut secara per oral dua kali sehari dan melakukan titrasi
dosis berdasarkan toleransi yang dimiliki oleh pasien. Akan tetapi, beberapa
penelitian terbaru membuktikan bahwa pemberian dosis tunggal satu kali sehari
dari long acting propanolol ternyata sudah cukup dan efektif untuk mencegah
terjadinya perdarahan awal varises esofagus (80 mg atau 160 mg tergantung
ketersediaan yang ada di masing-masing negara). Pemberian β-blocker ini harus
diberikan secara terus menerus khususnya pada pasien yang berisiko hal ini
dikarenakan penghentian terapi β-blocker ternyata dapat berpengaruh terhadap
kemunculan perdarahan varises esofagus.1,2
Berikut ini usulan algoritma surveilans dan profilaksis primer:
9
Diagnosis Sirosis
Endoskopi saluran cerna atas
Tidak ada varises Varises grade I Varises grade II atau III
Endoskopi ulang 3-4 tahun
Endoskopi ulang 1 tahun
Propanolol 80-160 mg/hari
Ligasi varises
intoleransi
Bagan 2.1 Algoritma surveilance dan profilaksis primer1,3
2.5.1 Terapi Farmakologis untuk Profilaksis Primer
Propanolol merupakan terapi profilaksis utama untuk profilaksis primer
perdarahan varises adalah propanolol yang telah memperlihatkan penurunan
gradien tekanan portal, penurunan aliran darah vena azigos dan tekanan varises.
Hal ini dicapai dengan membuat vasokonstriksi splanik dan penurunan curah
jantung. Tujuan dari terapi ini adalah menurunkan gradien tekanan vena hepatik
sampai < 12 mmHg. Dosis awal adalah 20 mg dua kali sehari, ditingkatkan
sampai 80 mg dua kali sehari jika perlu. Propanolol long acting baik dosis 80 atau
160 mg dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan minum obat.1,2
Terapi lain adalah dapat menggunakan isosorbid mononitrat (ISMN).
Mekanisme efek vasodilator dari nitrat yang dapat menurunkan tonus vaskular
dan menurunkan resistensi intrahepatik masih belum banyak diketahui. Hingga
saat ini mekanisme yang diyakini efek nitrat untuk menurunkan tekanan portal
adalah dengan pelepasan dari nitric oxide. ISMN merupakan satu-satunya nitrat
yang telah diuji melalui uji klinik yang dapat memberikan efek pada varises
esofagus.
Minat untuk menggunakan vasodilator seperti ISMN meningkat sejak obat
ini memperlihatkan penurunan tekanan portal seefektif propanolol. Suatu uji klinik
membandingkan ISMN dan propanolol memperlihatkan tidak ada perbedaan
10
bermakna di antara keduanya. Dosis dari ISMN adalah 20 mg dua kali sehari.
Tidak direkomendasikan pemakaian secara tunggal.1,2
Kombinasi nadolol dan ISMN telah dibandingkan dengan nadolol saja
dalam suatu uji klinik acak dengan pembanding. Terapi kombinasi ini
menurunkan frekuensi perdarahan secara bermakna tetapi tidak ada perbedaan
bermakna yang didapat dalam hal mortalitas.
2.5.2 Terapi Endoskopis untuk Profilaksis Primer
2.5.2.1 Skleroterapi
Terdapat sembilan belas uji klinik yang membandingkan skleroterapi
varises endoskopik dengan yang tanpa terapi. Penelitian ini meliputi 1.630 orang
pasien dan sangat heterogen. Sepuluh penelitian diantaranya hanya melibatkan
pasien dengan varises besar, sembilan lainnya melibatkan pasien dengan
varises ukuran berapa pun. Berbagai jenis sklerosan digunakan dengan dosis
yang berbeda dan diinjeksikan secara intra atau paravariseal. Hasil penelitian
penelitian ini bervariasi, dua penelitian memperlihatkan penurunan bermakna
perdarahan dan mortalitas, satu penelitian memperlihatkan penurunan morbiditas
tetapi tidak ada perubahan dalam hal perdarahan ulang, satu penelitian
memperlihatkan peningkatan risiko perdarahan yang bermakna, dan yang
lainnya menunjukkan mortalitas yang secara bermakna lebih besar. Oleh karena
beragamnya penelitian-penelitan tersebut, maka meta-analisis secara klinis tidak
cocok dibuat. Pada saat ini skleroterapi tidak dapat dianjurkan untuk profilaksis
perdarahan varises pada pasien dengan sirosis.1,3
Gambar 2.2 Skelroterapi pada varises esofagus3
11
2.5.2.2 Ligasi Varises
Sarin, et al membandingkan ligasi varises dengan yang tanpa terapi aktif
dalam suatu penelitian acak, dan memperlihatkan adanya penurunan bermakna
perdarahan varises pada pasien yang diterapi dengan ligasi varises. Tidak
ditemukan efek yang bermakna pada mortalitas. Observasi ini telah dikonfirmasi
dalam suatu penelitian terbaru yang melibatkan sekitar 120 orang pasien Ligasi
varises telah dibandingkan dengan propanolol dalam suatu uji klinik dengan
pembanding, dan memperlihatkan penurunan bermakna dalam hal frekuensi
perdarahan pertama tetapi tidak mempengaruhi mortalitas.1,3
Gambar 2.3 Ligasi varises esofagus1,3
2.6 Penatalaksanaan Pendarahan Varises Esofagus Akut
Pendarahan varises esofagus akut merupakan tindakan yang dapat
mengancam nyawa seseorang, oleh karena itu penatalaksanaan pendarahan
varises esofagus akut harus benar-benar dipahami oleh seorang tenaga
kesehatan, khususnya oleh dokter. Langkah pertama yang terpenting dalam
penatalaksanaan perdarahan varises akut adalah resusitasi dini dan proteksi
jalan nafas untuk mencegah aspirasi. Pemberian transfusi darah harus diberikan
secara hati-hati dan secara konservatif dengan menggunakan plasma ekspander
untuk mempertahankan hemodinamik yang stabil, dan pemberian packed red cell
(PRC) juga dapat dipertimbangkan untuk mempertahankan Hb sekitar 8 g/dl atau
hematokrit sekitar 27 %. Apabila dimungkinkan, pemeriksaan endoskopi dini
dapat dilakukan untuk pemeriksaan saluran cerna atas dan diagnosis akurat
lokasi perdarahan serta keputusan penatalaksanaan. Hal ini dapat dilakukan
apabila terdapat fasilitas endoskopi yang dilakukan dalam waktu 24 jam setelah
12
masuk rumah sakit dan hemodinamik pasien stabil terutama pada pasien yang
diduga sirosis dengan perderahan yang secara klinis bermakna.1,3
Pemasangan selang nasogastrik atau nasogastric tube (NGT) juga dapat
dilakukan. Pemasangan NGT yang dilanjutkan dengan kumbah lambung ini
dapat berperan dalam berbagai hal, meliputi sebagai metode diagnostik letak
pendarahan saluran cerna, dekompresi, serta sebagai pembersihan saluran
cerna dari darah melalui kumbah lambung. Pasien yang mengalami pendarahan
aktif akibat pecahnya varises esofagus dapat dipertimbangkan untuk menjalani
puasa terlebih dahulu hingga pendarahan dapat dibuktikan telah berhenti.
Pasien yang mengalami perdarahan varises esofagus aktif harus
dipertimbangkan untuk dilakukan terapi baik terapi farmakologis, endoskopis,
maupun terapi lainnya. Kegagalan mengatasi perdarahan aktif juga harus
diperhatikan. Dalam hal perdarahan yang sulit diatasi, sebuah Sengstaken tube
harus dipasang sampai terapi endoskopik, TIPSS, atau tidakan bedah dapat
dikerjakan. Dalam hal ini diharapkan untuk mencari bantuan khusus dan perlu
dipertimbangkan untuk memindahkan pasien ke institusi yang lebih spesialistik.
Cara terapi lain, seperti tidakan bedah (misalnya transeksi esofagus) atau TIPSS
dapat dipikirkan dengan pertimbangan seberapa banyak teknik ini telah
dilakukan oleh Institusi dimana pasien nantinya akan dirawat.
Berikut ini merupakan skema umum penatalaksanaan perdarahan saluran cerna atas akibat pecahnya varises esofagus:
13
resusitasi
Perdarahan Sal Cerna Atas (SCA) Varises ?
Ada endoskopi ?
Endoskopi SCA
Vasoactive agent: SomatostatinOctreotide
Varises gastroesofageal
Perdarahan varises lambung Merujuk untuk endoskopi
Ligasi variseal/sklreroterapi
Perdarahan varises esofagus
Varises lambung terisolasi
Terapi seperti varises esofagus TIPSS
Tamponade balon Program eradikasi ligasi
TIPSS/bedah
Pertimbangkan merujuk untuk TIPSS atau bedah
Ya tidak
Tidak teratasi Teratasi
Eradikasi :Follow up 3 dan 6 bulan,kemudian setahun sekali
Kekambuhan perdarahan varises
Bagan 2.2 Algoritme penatalaksanaan perdarahan VE1
2.6.1 Terapi Farmakologis
Dua kelompok utama yang telah digunakan untuk mengatasi perdarahan
varises akut adalah vasopresin dan analognya (baik tunggal atau kombinasi
dengan nitrogliserin) dan somatostatin atau analognya. Bila ada perdarahan
obat-obatan vasoaktif harus diberikan secepat mungkin sebelum dikerjakan
14
diagnosis dengan endoskopi. Pengobatan ini harus dipertahankan selama 2 – 5
hari pada perdarahan varises.1,2
2.6.1.1 Vasopresin dan Analognya
Vasopresin bekerja dengan menurunkan aliran darah portal, aliran darah
kolateral sistemik portal dan tekanan varises. Namun obat ini memiliki efek
samping sistemik yang bermakna seperti peningkatan resistensi perifer dan
penurunan curah jantung, denyut jantung dan aliran darah koroner.
Dibandingkan tanpa terapi aktif, hasil yang dikumpulkan dari empat uji klinik acak
menunjukkan bahwa vasopresin ternyata mampu menurutkan kegagalan
mengatasi pendarahan varises akut meskipun mortalitas tidak terpengaruh.
Uji klinik yang membedakan skleroterapi dengan vasopresin telah
memperlihatkan bahwa tidak ada efek yang bermakna dalam hal penurunan
kegagalan mengatasi perdarahan ulang secara bermakna lebih rendah pada
pasien dengan skleroterapi. Akan tetapi, penggunaan vasopressin ini sudah tidak
digunakan lagi sejak 25 tahun yang lalu pada sebagian besar negara di dunia
dikarenakan adanya efek samping vaskular yang berat.
Vasopressin memiliki analog yang sering digunakan oleh berbagai negara
di dunia, yaitu Terlipressin. Terlipressin merupakan sebuah analog vasopressin
yang memiliki efek yang serupa, meliputi, penurunan gradien tekanan vena
porta, tekanan varises, dan aliran darah vena azygos. Terlipressin didapatkan
ternyata memiliki efek yang superior dibandingkan dengan plasebo dalam
mengkontrol perdarahan varises. Obat ini juga ditemukan ternyata dapat
menurunkan sistem vasokontriktor renal dan memperbaiki fungsi renal pada
pasien dengan sindroma hepatorenal.1,2
Akan tetapi, ditemukan ternyata Terlipressin ini ternyata justru dapat
menginduksi komplikasi iskemia, terutama pada pasien dengan syok hipovolemik
dan dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular (penyakit
arteri dengan obstruksi yang berat, insufisiensi jantung, aritmia, dan hipertensi).
2.6.1.2 Vasopresin dengan Nitrogliserin
Penambahan nitrogliserin meningkatkan efek vasopresin pada tekanan
portal dan menurunkan efek samping vaskuler. Ada tiga uji klinik yang
membandingkan vasopresin saja dengan vasopresin plus nitrogliserin. Kumpulan
dari ketiganya memperlihatkan bahwa kombinasi tersebut dapat menunjukkan
15
penurunan yang bermakna dalam hal kegagalan mengatasi perdarahan,
meskipun tidak ada manfaat dalam kelangsungan hidup.1,2
2.6.1.3 Glipresin dengan atau Tanpa Nitrogliserin
Glipresin adalah analog sintetik vasopresin yang mempunyai efek
vasokonstriksi sistemik segera dan diikuti efek hemodinamik portal akibat
konversi lambat menjadi vasopresin. Keampuhannya telah diteliti pada tiga uji
klinik dengan membandingkan plasebo dan secara bermakna terlihat dapat
menurunkan kegagalan mengatasi perdarahan dan juga memperbaiki
kelangsungan hidup. Glipresin secara bermakna menurunkan kegagalan
mengatasi perdarahan dibandingkan vasopresin saja atau sama baiknya dengan
kombinasi vasopresin dan nitrogliserin.1,2
2.6.1.4 Somatostatin dan Octreotide
Somatostatin menyebabkan vasokonstriksi splanknik selektif dan
menurunkan tekanan portal dan aliran darah portal. Akan tetapi, Somatostatin ini
ternyata hanya memiliki waktu paruh dan efek hemodinamik yang cukup singkat
sehingga penggunaanya juga diperlukan dalam bentuk infus secara terus
menerus. Somatostatin secara bermakna tampak menurunkan kegagalan
mengatasi perdarahan pada sebuah penelitian dan tidak memperlihatkan
perbedaan bermakna terhadap plasebo pada penelitian lainnya. Tujuh penelitian
membandingkan keampuhannya terhadap vasopresin dan memperlihatkan
bahwa somatostatin menurunkan kegagalan mengatasi perdarahan dan terkait
degan efek samping yang lebih sedikit. Somatostatin ternyata juga dibuktikan
memiliki efek yang serupa dalam keampuhannya mengatasi perdarahan
dibandingkan dengan Terlipressin.1,2
Ocreotide dan vapreotide memiliki waktu paruh yang lebih panjang
dibandingkan dengan somatostatin dan sangat bermanfaat dalam
penatalaksanaan menghadapi pendarahan varises esofagus akut. Ocreotide
dapat menurunkan gradien tekanan vena hepar dan aliran darah vena azigos
tetapi tidak menurunkan tekanan varises. Akan tetapi, efek dari Ocreotide ini
masih kontroversial. Obat ini mencegah peningkatan dari aliran darah hepar
setelah makan dan dikatakan memiliki efektivitas seperti Terlipressin pada
penatalaksanaan perdarahan varises esofagus dan meningkatkan efikasi dari
terapi endoskopi. Tidak didapatkan adanya efek samping maupun toksisitas yang
16
bermakna yang berkaitan dengan pemberian Somatostatin ataupun analognya
yaitu Ocreotide.
2.6.2 Terapi Endoskopi
2.6.2.1 Skleroterapi
Skleroterapi varises endoskopik didasarkan pada konsep bahwa
perdarahan varises dapat dihentikan oleh pembentukan trombus dalam varises
yang berdarah, sekunder akibat pemberian obat sklerosan yang diinjeksikan
intravariseal atau paravariseal. Empat uji klinik telah membandingkan
skleroterapi dengan tamponade balon dan dua di antaranya menunjukkan
pengendalian perdarahan yang secara bermakna lebih tinggi pada pasien yang
mendapat skleroterapi. Hasil pengendalian perdarahan pada pasien skleroterapi
sangat tinggi yaikni 95% dan 100%.1,3
Terdapat beberapa komplikasi yang sering muncul pada penggunaan
skleroterapi, meliputi nyeri retrosternal, disfagia, dan ulkus postskleroterapi.
Komplikasi lainnya yang lebih berat meliputi perforasi esofagus dan striktur
dimana hal tersebut juga pernah dilaporkan dalam suatu laporan kasus.
2.6.2.2 Ligasi Varises
Hingga saat ini, ligasi varises merupakan terapi pilihan pertama dari terapi
endoskopi untuk mengatasi varises esofagus. Teknik ini merupakan modifikasi
dari yang digunakan untuk ligasi hemoroid interna. Penggunaannya pada
manusia pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988 dan uji klinik acak
berikutnya membandingkan ligasi dengan skleroterapi memperlihatkan
penurunan bermakna dalam hal angka komplikasi dan perbaikan kelangsungan
hidup.
Uji klinik lainnya membuktikan bahwa ligasi varises dapat mengatasi
perdarahan varises akut dan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal
mengendalikan perdarahan aktif antara ligasi dan skleroterapi. Lo dkk.
memperlihatkan bahwa perdarahan aktif lebih mudah diatasi dengan ligasi (94%)
dibandingkan dengan skleroterapi (80%).Komplikasi yang muncul pada ligasi ini
dilaporkan lebih sedikit dibandingkan dengan skleroterapi. Secara umum,
pendarahan setelah post ligasi juga jarang dilaporkan.1,3
17
2.6.2.3 Terapi Endoskopi Lainnya
Pengendalian perdarahan dengan memakai perekat jaringan atau glue
seperti sianoakrilat atau bukrilat juga telah dilaporkan pada sekitar 90% kasus.
Namun terdapat angka perdarahan ulang yang sama dibandingkan dengan
skleroterapi dan terjadi komplikasi yang bermakna dalam bentuk kejadian
serebrovaskular terkait injeksi perekat jaringan dan risiko kerusakan pada alat.
2.6.3 TIPSS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic Stent Shunt)
Transjugular Intrahepatic Portosystemic Stent Shunt (TIPSS) merupakan
suatu prosedur yang membuat suatu shunting atau hubungan melalui rute jugular
dan menghubungkannya dengan vena hepatika dan vena portal pada hepar.
Tujuan dari prosedur ini adalah untuk menurunkan tekanan portal dan mencegah
perdarahan varises esofagus. TIPSS berperan sebagai diversi aliran darah porta
dari hepar akan tetapi meningkatkan risiko terjadinya ensefalopati. Komplikasi
lain yang muncul dari prosedur TIPSS adalah trombosis dan stenosis.1,2
Gambar 2.3 Transjugular Intrahepatic Portosystemic Stent Shunt2
Tiga penelitian secara khusus menekankan peran TIPSS dalam
penatalaksanaan perdarahan varises yang tidak teratasi. Penelitian-penelitian
18
tersebut memperlihatkan bahwa TIPSS berhasil memberikan hasil yang
memuaskan dalam situasi ini, serta dapat mengendalikan perdarahan dengan
cepat. Dalam sebuah penelitian non acak, TIPSS memberikan kesan bahwa
pasien mungkin mendapat manfaat kelangsungan hidup jika TIPSS digunakan
dalam situasi perdarahan varises yang tidak teratasi pada pasien dengan sirosis
dibandingkan dengan kelompok kontrol terdahulu yang diterapi dengan transeksi
esofagus. Penelitian terbaru membandingkan TIPSS dengan pintasan portakaval
H-graft pada pasien yang gagal diatasi secara nonoperatif dan mengusulkan
bahwa H-graft merupakan metode yang bermanfaat untuk menurunkan tekanan
portal dan memiliki angka kegagalan yang secara bermakna lebih rendah
(p<0.02).
2.6.3 Tamponade Balon
Tamponade balon merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk
mengatasi suatu pendarahan yang masif dan tidak terkontrol. Tamponade balon
ini menyediakan suatu “jembatan” bagi terapi definitif perdarahan varises
esofagus, yaitu TIPSS atau portosystemic surgical shunt. Balon yang paling
sering digunakan dalam prosedur ini adalah balon 4 lumen yang dimodifikasi
dengan selang Sengstaken-Blakemore.1,3
Terapi ini sangat efektif dalam mengatasi perdarahan akut sampai 90%
pasien meskipun sekitar 50% nya mengalami perdarahan ulang ketika balon
dikempiskan. Namun cara ini dapat menimbulkan komplikasi yang serius seperti
ulserasi esofagus dan pneumonia aspirasi pada 15-20% pasien. Meskipun
begitu, cara ini mungkin dapat menjadi terapi penyelamat pada perdarahan
varises masif yang tidak terkendali, sebelum dapat diberikan bentuk terapi
lainnya.
19
Gambar 2.4 Tamponade balon 1,3
2.6.4 Transplantasi Hati
Cara ini mungkin hanya cocok untuk pasien yang mengalami perdarahan
ketika menunggu transplantasi hati meskipun penelitian dengan ligasi varises
atau perbandingan dengan TIPSS dalam situasi ini harus dilakukan. Namun
transplantasi hati merupakan pilihan yang sangat jarang bagi sebagian besar
pasien, baik karena prosedur tidak lazim ada dan karena sedikitnya atau
lamanya pencarian organ Tidak ada uji klinik transplantasi hati pada perdarahan
yang tidak teratasi atau perdarahan aktif.
2.7 Profilaksis Sekunder
Setiap pasien yang selamat dari episode perdarahan varises harus
mendapatkan suatu pengobatan tertentu untuk mencegah adanya episode
perdarahan ulangan. Profilaksis sekunder ini merupakan suatu bentuk terapi
yang ditujukan untuk mencegah berulangnya perdarahan varises. Sebagai terapi
lini pertama, terapi farmakologis dan endoskopis masih dapat digunakan sebagai
pencegah perdarahan varises esofagus ulangan. Terapi farmakologis
menggunakan β-blocker non-selektif masih menjadi pilihan utama. Akan tetapi,
penggunaan terapi kombinasi β-blocker dan ISMN sudah tidak direkomendasikan
kembali.1
Eradikasi varises dengan menggunakan prosedur endoskopis juga
terbukti efektif dalam mencegah perdarahan varises esofagus rekuren. Hanya
20
endoskopi skleroterapi saja yang telah dibandingkan dengan plasebo ternyata
memiliki efek yang signifikan dalam mengurangi perdarahan rekuren dan
mortalitas yang muncul. Ligasi endoskopis saat ini merupakan skleroterapi yang
paling direkomendasikan semenjak metode ini ditemukan ternyata mmemiliki
efektivitas yang lebih dalam mengurangi risiko perdarahan ulang dan insiden
terjadinya striktur esofagus.
Terapi kombinasi menggunakan dua prosedur endoskopi ternyata tidak
lebih efektif dibandingkan dengan endoskopi ligasi sendirian. Meskipun demikian,
skleroterapi endoskopis ternyata dibuktikan memiliki manfaat yang lebih ketika
ligasi tidak dapat dilakukan dalam suatu sarana pelayanan kesehatan. Salah
satu uji klinis dari ligasi endoskopis dengan atau tanpa terapi menggunakan
nadolol dan sukralfat untuk profilaksis sekunder menunjukkan bahwa terdapat
penurunan angka rekurensi perdarahan varises pada grup yang diberikan terapi
kombinasi.1
Apabila profilaksis sekunder menggunakan nonselektif β-blocker atau
ligasi endoskopi gagal untuk mencegah terjadinya perdarahan ulang, terapi
penyelamatan dapat segera dipikirkan. Terapi penyelamatan yang dapat
digunakan antara lain adalah TIPSS dan pembuatan jalur baru atau shunting
melalui tindakan pembedahan. TIPSS dibuktikan memiliki efektivitas yang lebih
baik dibandingkan dengan terapi endoskopis dan shunting juga dibuktikan lebih
efektif dibandingkan dengan skleroterapi endoskopis. Meskipun demikian, baik
TIPSS atau pembuatan shunting ternyata telah ditemukan memiliki risiko yang
tinggi terhadap ensefalopati.
Pencegahan sekunder atau profilaksis sekunder ini direkomendasikan
untuk dlakukan pada orang-orang yang tidak mendapatkan profilaksis primer.
Bagi orang yang tidak mendapatkan profilaksis primer, terapi dapat dilakukan
dengan cara memberikan β-blocker nonselektif atau dengan melakukan prosedur
ligasi varises. Bagi pasien yang pada awalnya sudah mendapatkan profilaksis
primer menggunakan β-blocker, pasien direkomendasikan untuk dievaluasi
apakah dosis yang diberikan sudah benar atau belum. Apabila pasien sudah
mendapatkan dosis yang sesuai, penggunaan β-blocker sebaiknya dihentikan
dan dilanjutkan dengan melakukan prosedur ligasi endoskopis. Akan tetapi,
apabila dosisnya masih belum terpenuhi, sebaiknya dosis β-blocker dinaikkan
hingga dosis optimal atau dilakukan ligasi endoskopis.
21
Pada pasien yang memiliki kontraindikasi atau tidak tahan terhadap
pemberian β-blocker sebaiknya segera dilakukan ligasi endoskopi. Jika ligasi
endoskopi gagal dalam profilaksis primer, TIPSS sebaiknya dilakukan untuk
mencegah terjadinya pendarahan. Pada keseluruhan kasus, prosedur
transplantasi hepar dapat direkomendasikan terutama pada pasien sirosis
dengan Child-Pugh kelas B atau C.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran
abnormal pembuluh darah vena di esofagus bagian bawah. Perdarahan varises
merupakan keadaan darurat medik, yang sering diikuti dengan angka kematian,
sekitar 20% yang terjadi dalam waktu 6 minggu. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perdarahan varises esofagus antara lain tekanan portal yang
tinggi, besarnya varises, dinding dan tegangan varises serta derajat keparahan
sirosis hepatis. Penatalaksanaannya meliputi profilaksis primer, penatalaksanaan
perdarahan akut dan profilaksis sekunder. Penatalaksanaan depat menggunakan
terapi farmakologi, terapi endoskopi sebagai tindakan definitif dan
dipertimbangkan tindakan pembedahan.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. Konsesus Nasional Perkumpulan
Gastroenterologi Indonesia : Panduan Penatalaksanaan Perdarahan
Varises pada Sirosih Hati. Surabaya : 2007.
2. Nina, Dibb. Current management of the complications of portal hypertension:
variceal bleeding and ascites. CMAJ.May 9, 2006:174(10).
3. Sarin N, Monga N, Adams PC. Time to endoscopy and outcomes in upper
gastrointestinal bleeding. Can J Gastroenterol. Jul 2009;23(7):489-93.
4. Kasper, Brauwald, Fauci et all. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th
ed. McGraw-Hill Medical Publishing Division. Ney York: 2005.
5. Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ, Sleisenger MH. Sleisenger and
Fordtran’s gastrointestinal and liver disease 7th ed. Saunders Elsevier.
Philadelphia:2002.
6. Dooley S, Lok ASF, Burrouck AK. Sherlock’s Diseases of the Liver and Biliary
System 12th ed. Willey-Blackwell. West Sussex: 2011.
24