28
SYOK HEMORAGIK Definisi Syok hemoragik adalah suatu sindrom yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh yang biasanya terjadi akibat perdarahan yang masif (hartanto, 2007). Etiologi Beberapa penyebab tersering pada syok hemoragik: (Udeani, 2010). Terapi antitrombosis Koagulopati Perdarahan saluran pencernaan o Varises esofagus o Ulkus peptikum dan duodenum o Ca gaster dan esofagus Obstetrik/ginekologi o Plasenta previa o Abruptio plasenta o Ruptur kehamilan ektopik o Ruptur kista ovarium Paru o Emboli pulmonal

Komplikasi varises esofagus

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Komplikasi varises esofagus

SYOK HEMORAGIK

Definisi

Syok hemoragik adalah suatu sindrom yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan

metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang

adekuat ke organ-organ vital tubuh yang biasanya terjadi akibat perdarahan yang masif

(hartanto, 2007).

Etiologi

Beberapa penyebab tersering pada syok hemoragik: (Udeani, 2010).

Terapi antitrombosis

Koagulopati

Perdarahan saluran pencernaan

o Varises esofagus

o Ulkus peptikum dan duodenum

o Ca gaster dan esofagus

Obstetrik/ginekologi

o Plasenta previa

o Abruptio plasenta

o Ruptur kehamilan ektopik

o Ruptur kista ovarium

Paru

o Emboli pulmonal

o Ca paru

o Penyakit paru yang berkavitas: TB, aspergillosis

Ruptur aneurisma

Perdarahan retroperitoneal

Trauma

o Laserasi

Page 2: Komplikasi varises esofagus

o Luka tembus pada abdomen dan toraks

o Ruptur pembuluh darah besar

Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi dan sebagai akibatnya akan

menurunkan aliran balik vena. Sebagai hasilnya, curah jantung menurun di bawah normal

dan timbul syok.

Klasifikasi

Sistem klasifikasi syok hemoragik berdasarkan dari American College of Surgeon

Committee on Trauma dibagi menjadi 4 kelas. Sistem ini berguna untuk memastikan tanda-

tanda dinisyok hemoragik (Hartanto, 2007).

Tabel 3. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita Semula

Parameter Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

Kehilangan

darah (ml)

<750 750 - 700 700 – 1100 >1100

Kehilangan

darah (%)

<7% 7% – 30% 30% - 40% >40%

Nadi (x/menit) <100 >100 >50 >30

Tekanan darah Normal Menurun Menurun Menurun

Frekuensi

pernapasan

(x/menit)

3 – 11 11 – 30 30 – 40 >35

Produksi urin

(ml/jam)

>30 11 – 30 5 – 7 Tidak berarti

Gejala pada

saraf pusat /

status mental

Normal Cemas Cemas,

bingung

Bingung, lesu

Penggantian

cairan (hukum

3:1)

Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan

darah

Kristaloid dan

darah

Page 3: Komplikasi varises esofagus

Gambar 4. Perubahan konsumsi O2

Patofisiologi

Perdarahan akut menyebabkan penurunan curah jantung dan tekanan nadi. Perubahan

ini dikenali oleh baroreseptor pada arkus aorta dan atrium. Dengan berkurangnya volume

darah yang beredar, terjadi peningkatan rangsang simpatis. Reaksi ini menimbulkan

peningkatan frekuensi nadi, vasokonstriksi, dan penurunan distribusi aliran darah pada

organ-organ nonvital, seperti kulit, saluran pencernaan, dan ginjal (Udeani, 2010).

Pada perdaharan, terjadi respon-respon hormonal. Corticotropin-releasing hormone

terstimulasi secara langsung. Hal ini menyebabkan pelepasan glukokortikoid dan beta-

endorphin. Kelenjar pituitari posterior akan melepas vasopressin, menyebabkan retensi air

Page 4: Komplikasi varises esofagus

pada tubulus distal. Renin dilepaskan oleh kompleks juxtamedularis sebagai respon dari

penurunan MAP (Mean Arerial Pressure), sehingga meningkatkan aldosteron dan berujung

resoprsi natrium dan air. Hiperglikemia sering didapatkan pada perdarahan akut karena

glukagon dan growth hormone meningkat pada gluconeogenesis dan glikogenosis.

Peredaran katekolamin menghambat pelepasan dan aktivitas insulin secara relative

sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah (Udeani, 2010).

Semakin memburuknya hipovolemia dan hipoksia jaringan, terjadi peningkatan

ventilasi sebagai usaha kompensasi dan dapat menjadi asidosis metabolik dari karbon

dioksida yang diproduksi (Udeani, 2010).

Secara keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan perubahan spesifik

mengikuti kondisi tersebut. Terjadi proses autoregulasi yang luar biasa di otak dimana

pasokan aliran darah akan dipertahankan secara konstan melalui MAP. Ginjal juga

mentoleransi penuruunan aliran darah sampai 90% dalam waktu yang cepat dan pasokan

aliran darah pada saluran cerna akan turun karena mekanisme vasokonstriksi dari

splanknik. Pada kondisi tubuh seperti ini pemberian resusitasi awal dan tepat waktu bisa

mencegah kerusakan organ tubuh tertentu akibat kompensasinya dalam pertahanan tubuh.

(Udeani, 2010).

penatalaksanaan syok hemoragik

Prinsip pengelolaan dasar syok hemoragik ialah menghentikan perdarahan dan menggantikan

kehilangan volume darah (Hartanto, 2007).

Pemeriksaan jasmani

Hal penting yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat

kesadaran. Pemeriksaan pasien yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita

memungkinkan (Hartanto, 2007).

Airway dan Breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran

ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi

oksigen lebih dari 95% (Hartanto, 2007).

Circulation – kontrol perdarahan

Page 5: Komplikasi varises esofagus

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat,

memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari

luka di permukaan tubuh (eksternal) biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan

langsung pada tempat perdarahan(Hartanto, 2007).

Disability –pemeriksaan neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,

pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motoric dan sensorik. Informasi ini

bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi

dan meramalkan pemulihan (Hartanto, 2007).

Exposure – pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus

ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai bagian dari

mencari cedera. Pemakaian penghangat cairan, maupun cara-cara penghangatan

internal maupun eksternal sangat bermanfaat dalam mencegah hipotermia (Hartanto,

2007).

Dilatasi lambung – dekompresi

Dilatasi lambung sering terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak

dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tak dapat diterangkan,

biasanya berupa bradikardia dari stimulasi nervus vagus yang berlebihan. Distensi

lambung menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada pasien tidak sadar, distensi

lambung membesarkan risiko aspirasi isi lambung dan dapat menjadi suatu komplikasi

yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukkan NGT

(Hartanto, 2007).

Pemasangan kateter urin

Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria

dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin. Darah pada uretra atau

prostat dengan letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki

merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan kateter uretra sebelum ada

konfirmasi radiografis tentang uretra yang utuh (Hartanto, 2007).

Pengobatan dengan posisi kepala di bawah. Dengan menempatkan penderita dengan

kepala 5 inci lebih rendah daripada kaki akan sangat membantu dalam meningkatkan

Page 6: Komplikasi varises esofagus

alir balik vena dan dengan demikian menaikkan curah jantung. Posisi kepala di bawah

ini adalah tindakan pertama dalam pengobatan berbagai macam syok (Leksana, 2010).

Terapi awal cairan

Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan patokan berat

badan.Volume darah rata-rata pada orang dewasa kira-kira 7% dari berat badan.Bila

penderita gemuk maka volume darahnya diperkirakan berdasarkan berat badan ideal.

Volume darah anak-anak dihitung 8% - 9% dari berat badan (80-90 ml/kg) (Steven, 2004).

Lebih dahulu dihitung EBV (Estimated Blood Volume) penderita.Kehilangan sampai

10% EBV dapat ditolerir dengan baik.Kehilangan 10% - 30% EBV memerlukan cairan

lebih banyak dan lebih cepat.Kehilangan lebih dari 30% - 50% EBV masih dapat ditunjang

untuk sementara dengan cairan sampai darah transfusi tersedia. Total volume cairan yang

dibutuhkan pada kehilangan lebih dari 10% EBV berkisar antara 2-4 x volume yang hilang

(Leksana, 2010).

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi

intravaskular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskular dengan cara

menggantikan kehilangan cairan ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Larutan ringer

laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua karena berpotensi

menyebabkan terjadinya asidosis hiperkhloremik. Kemungkinan ini bertambah besar jika

fungsi ginjal kurang baik (Leksana, 2010).

Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai bolus. Dosis awal

adalah 1-2 liter pada dewasa dan 11 ml/kg pada anak, diberikan dalam 30-60 menit

pertama. Jumlah cairan yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada awal

evaluasi penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volulme kristaloid yang secara

akut diperlukan adalah mengganti setiap millimeter darah yang hilang dengan 3 ml cairan

kristaloid, sehingga memungkinkan restitusi volume plasma yang hilang ke dalam ruang

interstitial dan intraseluler. Ini dikenal sebagai “hukum 3 untuk 1” (“3 for 1 rule”). Namun

lebih penting untuk menilai respon penderia kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan

oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya keluar urin, tingkat kesadaran dan perfusi

perifer (Leksana, 2010).

Page 7: Komplikasi varises esofagus

DAFTAR PUSTAKA

Leksana, Ery; 2010; Terapi Cairan dan Darah; Semarang; SMF/Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, RSUP Dr. Kariadi / Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Hartanto, Widya W; 2007; Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Udeani; John; 2010; Hemorrhagic Shock; New York: Department of Emergency Medicine, Charles Drew University/ UCLA School of Medicine.

Steven, Parks N; 2004; Advanced Trauma Life Support (ATLS) For Doctors; Jakarta : Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI).

Page 8: Komplikasi varises esofagus

SYOK HIPOVOLEMIK

Definisi

Syok adalah suatu sindromklinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik

ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke

organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius

seperti, perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark

miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok

septik), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respons imun (syok

anafilaktik) (Dooley, 2011).

Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan

dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi

yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Perdarahan adalah penyebab

syok yang paling umum setelah trauma, dan hampir semua penderita dengan trauma multiple ada

komponen hipovolemia (Wijaya, 2007).

Kehilangan darah dari luar yang akut akibat trauma tembus dan perdarahan gastrointestinal

yang berat merupakan dua penyebab yang paling sering pada syok hemoragik. Syok hemoragik

juga dapat merupakan akibat dari kehilangan darah yang akut secara signifikan dalam rongga

dada dan rongga abdomen (Wijaya, 2007).

Patofisiologi Syok

Jalur akhir dari syok adalah kematian sel. Begitu sejumlah besar sel dari organ vital telah

mencapai stadium ini, syok menjadi ireversibel dan kematian terjadi meskipun dilakukan koreksi

penyebab yang mendasari (Isselbacher, 2012).

Mekanisme patogenetik yang menyebabkan kematian sel tidak seluruhnya dimengerti. Satu

dari denomiator yang lazim dari ketiga bentuk syok adalah curah jantung rendah. Pada pasien

dengan syok hipovolemik, syok kardiogenik, dan syok obstruktif ekstrakardiak serta pada

sebagian kecil syok distributif, timbul penurunan curah jantung yang berat sehingga terjadi

penurunan perfusi organ vital. Pada awalnya, mekanisme kompensasi seperti vasokonstrikisi

Page 9: Komplikasi varises esofagus

dapat mempertahankan tekanan arteri pada tingkat yang mendekati normal. Bagaimanapun, jika

proses yang menyebabkan syok terus berlangsung, mekanisme kompensasi ini akhirnya gagal

dan menyebabkan manifestasi klinis sindroma syok. Jika syok tetap ada, kematian sel akan

terjadi dan menyebabkan syok ireversibel (Isselbacher, 2012).

Orang dewasa sehat dapat mengkompensasi kehilangan 10% volume darah total yang

medadak dengan menggunakan mekanisme vasokonstriksi yang diperantarai sistem simpatis.

Akan tetapi, jika 20 sampai 25 persen volume darah hilang dengan cepat, mekanisme

kompensasi biasanya mulai gagal dan terjadi sindroma klinis syok. Curah jantung menurun dan

terdapat hipotensi meskipun terjadi vasokonstriksi menyeluruh. Pengaturan aliran darah lokal

mempertahankan perfusi jantung dan otak sampai pada kematian sel jika mekanisme ini juga

gagal. Vasokonstriksi yang dimulai sebagai mekanisme kompensasi pada syok mungkin menjadi

berlebihan pada beberapa jaringan dan menyebabkan lesi destruktif seperti nekrosis iskemik

intestinal atau jari-jari. Faktor depresan miokard telah diidentifikasi pada anjing dengan syok

hemoragik tetapi faktor ini tidak dikaitkan secara jelas dengan gangguan fungsi miokard klinis.

Akhirnya, jika syok terus berlanjut, kerusakan organ akhir terjadi yang mencetuskan sindroma

distres respirasi dewasa, gagal ginjal akut, koagulasi intravaskuler diseminata, dan gagal

multiorgan yang menyebabkan kematian (Isselbacher, 2012).

Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan menurunkan

aliran darah balik ke jantung. Hal inlah yang menimbulkan penurunan curah jantung. Curah

jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa

organ: (Wijaya, 2007).

Mikrosirkulasi

Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk meningkatkan

tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi

jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi

untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu

tidak mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan

ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk

waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-

rata (mean arterial pressure/MAP) jatuhhingga <60 mmHg, maka aliran ke organ akan

turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu (Wijaya, 2007).

Page 10: Komplikasi varises esofagus

Neuroendokrin

Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan kemoreseptor

tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh yang mengatur perfusi

serta substrak lain (Wijaya, 2007).

Kardiovaskular

Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan ventrikel dan

kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung,

penentu utama dalam perfusi jaringan adalah hasil kali volume sekuncup dan frekuensi

jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya

menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat

namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah

jantung (Wijaya, 2007).

Gastrointestinal

Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan absorpsi

endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati di dalam usus. Hal ini

memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki

nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung (Wijaya, 2007).

Ginjal

Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi. Frekuensi terjadinya

sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak terjadi kini

adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang

nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal

mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di

ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi

glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab

terhadap menurunnya produksi (Wijaya, 2007).

Penatalaksanaan

Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (A =

air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B =

breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian

Page 11: Komplikasi varises esofagus

oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati

atau hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi

dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk

mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer.

Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk

mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan

yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk

kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka

mortalitas (WIjaya, 2007).

Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid,

dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik.Resusitasi cairan yang

adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18-24 jam sesudah cedera

luka bakar (Wolak, 2007).

Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi

kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan

demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan

dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah. Untuk perbaikan sirkulasi, langkah

utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus

Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan

laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test.Jika hemoglobin rendah maka

cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah. Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan

resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak

selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi (Wolak, 2007).

Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak

menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada

pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu

dicegah. Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk  penanganan awal syok hipovolemik dengan

hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang

paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar

kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan

sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara

Page 12: Komplikasi varises esofagus

untuk mengganti kehilangan cairan insensibel. Ringer asetat memiliki profil serupa dengan

Ringer Laktat (Wolak, 2007).

Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan

asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting.

Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan

gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan

Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi

bikarbonat. Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk

menggantikehilangan cairan akut dan rumatan mengganti kebutuhan harian (Wolak, 2007).

Penanganan di UGD terdapat tiga objektif yang ingin dicapai di UGD pada pasien syok

hipovolemik seperti berikut: (1) memaksimalkan pemberian oksigen-lengkap dengan

memastikan pemberian ventilasi yang adekuat, meningkatkan saturasi oksigen ke dalam darah

dan mengembalikan aliran darah, (2) mengontrol perdarahan lanjut, dan (3) pemberian resusitasi

cairan. Selain itu, desposisi pasien haruslah ditentukan secara cepat dan tepat (Isselbacher, 2012).

Pemantauan dilakukan terus menerus terhadap pernapasan, denyut nadi, tekanan darah,

suhu badan dan kesadaran (isselbacher, 2012).

Ketika syok hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus dilakukan adalah

menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi, menjaga jalur pernafasan dan diberikan

resusitasi cairan dengan cepat lewat akses intravena atau cara lain yang memungkinkan seperti

pemasangan kateter CVP (centralvenous pressure) atau jalur intraarterial. Cairan yang diberikan

adalah garam isotonus yang ditetes dengan cepat (hati-hati terhadap asidosis hiperkloremia) atau

dengan cairan garam seimbang seperti Ringer’s laktat (RL) dengan jarum infus yang terbesar.

Tak ada bukti medis tentang kelebihan pemberian cairan koloid pada syok hipovolemik.

Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan dapat mengembalikan keadaan hemodinamik.

9Isselbacher, 2012).

Guna mengetahui cairan sudah memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan tekanan

pengisian ventrikel dapat dilakukan pemeriksaan tekanan baji paru dengan menggunakan kateter

Swan-Ganz. Bila hemodinamik tetap tak stabil, berarti perdarahan atau kehilangan cairan belum

teratasi. Kehilangan darah yang berlanjut dengan kadar hemoglobin ≤ 10 g/dL perlu

penggantian darah dengan transfusi. Jenis darah transfusi tergantung kebutuhan. Disarankan

Page 13: Komplikasi varises esofagus

agar darah yang digunakan telah menjalani tes cross-match (uji silang), bila sangat darurat maka

dapat digunakan Packed red cells tipe darah yang sesuai atau O-negatif (Isselbacher, 2012).

Pada keadaaan yang berat atau hipovolemia yang berkepanjangan, dukungan inotropik

dengan dopamin, vasopressin atau dobutamin dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan

kekuatan ventrikel yang cukup setelah volume darah dicukupi dahulu. Pemberian norepinefrin

infus tidak banyak memberikan manfaat pada hipovolemik. Pemberian nalokson bolus 30

mcg/kg dalam 3 -5 menit dilanjutkan 60 mcg/kg dalam 1 jam dalam dekstros 5% dapat

membantu meningkatkan MAP (Isselbacher, 2012).

Daftar Pustaka

Dooley JS, Lok ASF, Burroughs AK, Heathcote EJ. 2011. Sherlock’s diseases of the liver and

biliary system. 12th Edition. UK: Wiley Blackwell Publishing.1

Wijaya IP.2007. Syok hipovolemik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,

Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Keempat. Jakarta:

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. 2012. Harrison:

prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. EGC.

Page 14: Komplikasi varises esofagus

ENSEFALOPATI

DEFINISIEnsefalopati adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kelainan fungsi otak

menyeluruh yang dapat akut atau kronik, progresif atau statis. Ensefalopati adalah disfungsi

kortikal umum yang memiliki karakteristik perjalanan akut hingga sub akut (jam hingga

beberapa hari), secara nyata terdapat fluktuasi dari tingkat kesadaran, atensi minimal,

halusinasi dan delusi yang sering dan perubahan tingkat aktifitas psikomotor (secara umum

meingkat, akan tetapi dapat menurun). Penggunaan istilah ensefalopati menggambarkan

perubahan umum pada fungsi otak, yang bermanifestasi pada gangguan atensi baik berupa

agitasi hiperalert hingga koma (Lewis, 2012).

ETIOLOGI

Secara klinis, diagnosis ensefalopati digunakan untuk menggambarkan disfungsi otak

difuse yang disebabkan oleh gangguan faktor sistemik, metabolik, atau toksik.(8) Etiologi

ensefalopati pada anak meliputi penyebab infeksi, toksis (misalnya karbon monoksida, obat,

timah hitam), metabolik dan iskemik (DiCarlo, 2004).

PATOFISIOLOGI

Hipoksia merujuk pada kadar oksigen arteria yang kurang dari normal, dan iskemia merujuk

pada aliran darah ke sel atau organ tidak mencukupi untuk mempertahankan fungsi normalnya.

Penyebab terjadinya keadaan hipoksia dapat dibagi menjadi dua yaitu saat di dalam kandungan

dan setelah dilahirkan. Penyebab saat di dalam kandungan terdiri dari : (DiCarlo, 2004).

1) Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi,

penyakit jantung sianosis, gagal pernapasan, atau keracunan karbon monoksida

2) Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi yang dapat merupakan komplikasi

anestesi spinal atau akibat kompresi vena kaca dan aorta pada uterus gravid

Page 15: Komplikasi varises esofagus

3) Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat adanya tetani

uterus yang disebabkan oleh pemberian oksitosin berlebihan

4) Pemisahan plasenta premature

5) Sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat adanya kompresi atau

pembentukan simpul pada tali pusat

6) vasokonstriksi pembuluh darah uterus oleh kokain

7) insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan pasca maturitas.

Hipoksia yang tejadi sesudah lahir, dapat merupakan akibat dari : (DiCarlo, 2004).

1) Anemia cukup berat, yang sampai menurunkan kandungan oksigen darah ke tingkat

kritis, akibat perdarahan berat atau penyakit hemolitik

2) Syok cukup berat, yang sampai mengganggu pengangkutan oksigen ke sel sel vital,

akibat perdarahan adrenal, perdarahan intraventrikular, infeksi yang berlebihan atau

kehilangan darah yang masif.

3) Kurangnya saturasi oksigen arteria disebabkan gagal terjadinya pernapasan yang

adekuat pada pasca lahir, akibat cacat, nekrosis atau jejas pada otak

4) Kegagalan oksigenasi sejumlah darah yang adekuat akibat adanya bentuk penyakit

jantung kongenital sianosis atau defisiensi fungsi paru yang berat.

Janin yang mengalami hipoksik iskemik kronis dapat mengalami retardasi

pertumbuhan intrauteri tanpa tanda tanda tradisional gawat janin (misalnya bradikardi).

Velosimetri bentuk gelombang umbilikalis melalui Doppler (memperlihatkan kenaikan

tahanan vascular janin) dan kordosintesis (memperlihatkan hipoksia janin) dapat

mengidentifikasi bayi hipoksik kronis. Selanjutnya kontraksi uterus mengurangi oksigen

umbilikalis, menekan kardiovaskular janin dan sistem saraf pusat, menghasilkan skor

APGAR rendah dan hipoksia pasca lahir dalam kamar bersalin (DiCarlo, 2004).

Keadaan dimana terjadi penurunan aliran darah uteroplasenter atau keadaan yang

mengganggu proses respirasi spontan sehingga menyebabkan hipoksia perinatal,

asidosis laktat dan jika cukup berat maka akan menurunkan cardiac output atau

menyebabkan cardiac arrest, dan iskemia (Gowen, 2007).

Respons awal sirkulasi janin adalah menambah shunt melalui duktus venosus,

duktus arteriosus, dan foramen ovale dengan rumatan perfusi sementara ke otak, jantung

dan adrenal lebih diutamakan daripada paru (karena adanya vasokonstriksi pulmonal),

Page 16: Komplikasi varises esofagus

hati, ginjal dan usus. Hipoksi intrauteri yang lama dapat menyebabkan terjadinya LPV,

dan hyperplasia otot polos arteriol, membuat bayi cenderung mangalami hipertensi

pulmonal. Apabila kegawatan janin menyebabkan janin terengah engah maka akan

menyebabkan kandungan cairan amnion (mekonium, skuama rambut, lanugo)

teraspirasi ke dalam trakea atau paru paru (DiCarlo, 2004).

Kombinasi berkurangnya persediaan oksigen untuk otak yang menyebabkan

hipoksia dan kurangnya atau tidak adanya aliran darah yang menyebabkan iskemia

dapat menyebabkan berkurangnya glukosa untuk metabolisme dan akumulasi laktat

yang menghasilkan asidosis pada jaringan lokal. Setelah terjadi reperfusi, hipoksia

iskemik juga dapat menimbulkan komplikasi nekrosis sel dan edema endotel vaskular,

menurunkan aliran darah pembuluh darah distal (Gowen, 2007).

GEJALA KLINIS

Secara khas, ensefalopati hipoksia iskemik pada neonatus memiliki karakteristik edema

serebral, nekrosis kortikal, dan keterlibatan ganglia basalis, sedangkan pada neonatus

preterm, memiliki karakteristik periventrikular leukomalasia. Kedua lesi dapat

menyebabkan atropi kortikal, retardasi mental dan kuadriplegi atau diplegi spastika.(20)

Sesudah lahir, kombinasi hipoksia janin kronis dan jejas hipoksik iskemik

mengakibatkan neuropatologi spesifik sesuai umur kehamilan. Bayi cukup bulan

memperlihatkan nekrosis neuron korteks (nantinya atrofi korteks) dan jejas iskemia

parasagital. Bayi preterm memperagakan LPV (nantinya diplegia spastik), status

marmoratus ganglia basalis, dan PIV. Bayi cukup bulan, lebih sering dari pada bayi

preter, memperlihatkan infark korteks setempat atau multifocal yang menghasilkan

kejang kejang setempat (fokal) dan hemiplegia. Perangsangan asam amino dapat

memainkan peranan penting dalam pathogenesis asfiksia jejas otak (DiCarlo, 2004).

Gejala klinis dan karakteristik ensefalopati hipoksik iskemik sangat bermacam

macam bergantung pada beratnya cedera yang ditimbulkan. Pucat, sianosis, apnea,

frekuensi denyut jantung lambat dan tidak memberikan respons terhadap rangsangan

merupakan beberapa tanda umum terjadinya ensefalopati hipoksik iskemik. Neonatus

dengan ensefalopati hipoksik iskemik derajat keparahan 3 biasanya hipotonus,

walaupun awalnya terlihat hipertonus dan kewaspadaan yang meningkat sesaat setelah

dilahirkan. Seiring berkembangnya edema serebral, fungsi otak menurun, depresi

Page 17: Komplikasi varises esofagus

kortikal menyebabkan koma, dan depresi batang otak menyebabkan apneu. Seiring

berkembangnya edema serebri, akan terjadi kejang yang dimulai saat 12-24 jam setelah

lahir. Neonatus juga tidak memiliki tanda respirasi spontan, hipotonus, dan menurun

atau tidak adanya reflek tendon (Gowen, 2007).

Tabel . Gejala klinis ensefalopati hipoksik iskemik pada neonatus

Tanda Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3Tingkat kesadaran

Hiperalert Letargik Stupor

Tonus otot Normal Hipotonus FlaksidRefleks tendon/ klonus

Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada

Reflek moro Kuat Lemah Tidak adaPupil Midriasis Miosis Anisokor, reflek

cahaya minimalKejang Tidak ada Ada DesereberasiEEG Normal Perubahan voltase

rendah hingga aktifitas kejang

Banyak supresi hingga isoelektrik

Durasi <24jam jika ada kemajuan lain mungkin tetap normal

24jam -14 hari Hari-minggu

(Gowen, 2007)

PENATALAKSANAAN

Pencegahan dan pengobatan nantinya diarahkan pada keadaan dasar yang

menyebabkannya, kematian dan ketidakmampuan kadang kadang dapat dicegah melalui

pengobatan terhadap gejala yang timbul dengan memberikan oksigen atau pernafasan

buatan dan koreksi disfungsi multiorgan terkait (DiCarlo, 2004).

Edema otak dapat timbul pada 24 jam berikutnya dan mengakibatkan depresi batang

otak yang berat. Selama waktu ini dapat terjadi aktivitas kejang yang mungkin berat dan

kejang ini refrakter terjadap dosis biasa antikonvulsi. Lorazepam (0,05-0,1 mg/kgBB,

iv) dapat digunakan selama kejang akut, sedangkan untuk mensupresi kejang secara

terus menerus mungkin memerlukan dosis pembebanan i.v. 20-25mg/kgBB fenobarbital

atau 20mg/kgBB fenitoin. Walaupun sebagian besar kejang sering merupakan akibat

dari ensefalopati hipoksik iskemik, kejang pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia

dapat juga disebabkan oleh hipokalsemi atau hipoglikemia.(6) Pada keadaan hipoksik

Page 18: Komplikasi varises esofagus

iskemik terjadi turunnya suhu berkisar 20C. Terapi hipotermia lebih bermaksud pada

resusitasi dibandingkan dnegan neuroprotektor. Pada bayi dengan respon minimal pada

resusitasi konvensional, ditempatkan pada tempat berisi air dingin berkisar 23-300C, dan

didiamkan hinggan ia menangis (DiCarlo, 2004).

DAFTAR PUSTAKA

DiCarlo JV, Frankel LR. 2004. Neurologic Stabilization. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson

HB. (eds.) Nelson TextBook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia: Saunders An Imprint of

Elsevier Science.

Lewis SL. 2012. Encephalopaty dalam Emergency Neurology. USA: Spingerlink.

Gowen CW.2007. Assessment of the Mother, Fetus and Newborn. In: Kliegman RM, Marcdante

KJ, Jenson HB, Behrman RE. (eds.) Essential of Pediatrics. 5th ed. Philadelphia: Saunders

An Imprint of Elsevier Science.