Upload
aqila-salsabilah
View
92
Download
15
Embed Size (px)
BAB I
KASUS
I.1 Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Usia : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Mutiara RT 03/02 Kel.Sumur Batu,
Kemayoran,
Jakarta Pusat
Masuk RS tanggal : 1 April 2011
No. Rekam Medis : 00725762
Anamnesis
Keluhan Utama :
Muntah darah sejak 6 jam SMRS
Keluhan Tambahan :
BAB berdarah, pusing, badan lemas, BB menurun.
Riwayat Penyakit Sekarang :
OS MRS dengan keluhan muntah darah warna kehitaman disertai gumpalan
seperti jeli jumlahnya sekitar satu gayung (±500 cc) sejak 6 jam SMRS, muntah
sebanyak 3 kali, muntah bersifat mendadak tanpa didahului mual dan nyeri pada
ulu hati, nyeri kepala dirasakan berputar dan OS sempat tidak sadarkan diri
selama 10 menit. OS merasa mulut terasa pahit, tidak ada nyeri menelan, tidak
ada nyeri ulu hati. BAB berdarah warna kehitaman disertai gumpalan seperti jeli
jumlahnya sekitar setengah gayung (±500 cc) sebanyak 2 kali. BAB bersifat
mendadak tanpa didahului dengan nyeri perut. Nafsu makan berkurang, lemas,
pucat. OS tidak mengeluh sulit tidur OS juga merasa terjadi penurunan berat
badan dari 65 kg menjadi 60 kg dalam waktu 2 bulan. Bengkak pada pipi, perut,
1
dan kaki disangkal. Demam, perut kembung, mimisan, perdarahan gusi dan sesak
disangkal. OS mengalami penyakit yang sama dua bulan yang lalu, tanpa dirawat.
Riwayat Penyakit Dahulu :
o Riwayat hepatitis disangkal
o Riwayat DM, hipertensi, sakit ginjal, jantung disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
o Riwayat hepatitis disangkal
o Riwayat DM, hipertensi, sakit ginjal, jantung disangkal.
Riwayat Alergi : Obat-obatan dan makanan disangkal
Riwayat Pengobatan :
OS mengkonsumsi teh rosella sejak bulan Oktober dengan pola minum yang
tidak teratur (satu hari 3 kali), seharusnya hanya 3 pucuk tapi 7 pucuk tanpa
makan terlebih dahulu. Teh juga tanpa dicampur dengan gula.
Riwayat Psikososial :
OS sering makan soto (seminggu 3x), jarang makan sayur dan buah, jarang
mengkonsumsi minuman bersoda dan tidak mengkonsumsi alkohol.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : tampak sakit sedang.
Kesadaran : kompos mentis dan kooperatif
b. TTV :
TD : 120/70 mmHg
N : 100x/menit (kuat, cukup, regular)
RR : 20x/menit
S : 36,5oC
Status gizi
BB : 55 kg
TB : 155 cm
IMT : 22,9 (Normal)
2
c. Status Generalis
Kepala : Normocephal, rambut hitam tidak rontok, distribusi merata.
Mata : Alis mata madarosis (-), bulu mata rontok (-), konjungtiva anemis
(+), sklera ikterik (-), refleks pupil (+), isokor kanan-kiri.
Kulit : Ikterik (-), eritem (-)
Hidung : deviasi septum (-), sekret (-), darah (-).
Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), otore (-/-), darah (-/-),
Mulut : Bibir kering (-), somatitis (-), lidah kotor (-),
dinding tonsil hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-)
Dada : Normochest
PARU-PARU
Inspeksi Statis : Simetris ka=ki, skar (-), retraksi otot
pernapasan (-), spider nevi (-)
Dinamis : Simetris ka=ki, skar (-), retraksi otot
pernapasan (-), spider nevi (-)
Palpasi : Vokal fremitus ka=ki normal, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada semua lapang paru, batas paru-hepar
setinggi ICS 5, midclavicularis dextra
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing(-/-)
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba, ICS 5 midclavicularis dextra
Perkusi : Batas kanan jantung linea sternalis dextra
Batas kiri jantung linea midclavikularis sinistra
Auskultasi : BJ 1 dan 2 reguler, Murmur(-), Gallop (-).
3
ABDOMEN
Inspeksi : cembung, skar (-), caput medusa (-), spider nevi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), Hepatomegali (-), splenomegali (-),
Ballotement (-)
Perkusi : Timpani pada 4 kuadran, shifting dullness (-)
EXTREMITAS : Atas Bawah
Pucat : (+) (+)
Akral : Hangat Hangat
Edema : (-/-) (-/-)
Palmar eritem : (-/-) (-/-)
Luka : (-/-) (-/-)
Pemeriksaan Laboratorium :
I.2. Diagnosa Banding dan Diagnosa kerja
Diagnosa Banding : Gastritis Erosif Akut, Tukak lambung
Diagnosa Kerja : Varises Esofagus
I.3. Rencana penatalaksanaan
Terapi Non-Farmakologis
Edukasi Pasien:
Tirah Baring (sekurang-kurangnya 3 hari)
Puasa (sekurang-kurangnya 24 jam setelah perdarahan berhenti .
Setelah 24-48 jam dapat diberikan makanan cair .
4
Farmakologis
Infus Dekstrose 5%
Vitamin K
Vasopresin (24 jam diberikan 0,2 unit/cc/menit dimasukkan dalam cairan dekstrose 5
% selama 16 jam.
Octreotide
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Definisi
Pelebaran vena pada dinding esofagus yang biasanya terjadi sebagai akibat dari
hipertensi porta. Pada hipertensi porta biasanya terbentuk kolateral, diantaranya
vena di esophagus akan menjadi besar, sehingga timbul varises esofagus.
2.2. Klasifikasi
Dalam Kongres Dunia Perhimpunan Endoskopi di Stockholm tahun 1982, telah
dikeluarkan klasifikasi terbaru terhadap varises esofagus (Klasifikasi Omed) yang
didasarkan atas : besar, bentuk, dan ada tidaknya tanda perdarahan
Besarnya
Besarnya varises esofagus dibagi dalam 4 derajat, yaitu :
1. Penonjolan dinding dalam lumen yang minimal sekali
2. Penonjolan ke dalam lumen sampai ¼ lumen dengan pengertian bahwa
esofagus dalam keadaan relaksasi yang maksimal
3. Penonjolan ke dalam lumen sampai setengahnya
4. Penonjolan ke dalam lumen sampai lebih dari setengah lumen esofagus.
Bentuk
Dibedakan tiga macam bentuk Varises Esofagus yaitu :
1. Sederhana (simple), ialah penonjolan mukosa yang berwarna kebiru-biruan
dan berkelok-kelok dengan atau tanpa adanya kelainan pada mukosanya
2. Penekanan (congested), ialah penonjolan mukosa yang berwarna merah tua
disertai tanda-tanda pembengkakan mukosa dan dengan tanda-tanda
perdarahan
3. Varises yang berdarah, ialah varises yang mengeluarkan darah segar karena
adanya robekan pada permukaan varises tersebut
6
Varises dengan stigmata (tanda-tanda perdarahan)
Ialah terdapatnya bekuan atau pigmen darah di permukaan varises yang
menandakan telah terjadi perdarahan. Klasifikasi Omed ini belum banyak
digunakan meskipun sudah lebih baik daripada klasifikasi Dagradi atau Palmer &
Brick, karena dirasakan tidak praktis.
Klasifikasi Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Jepang
Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Jepang membuat klasifikasi
yang disebut Endoscopic Diagnosis and Classification of Esophagal Varices in
Japan. Klasifikasi ini didasarkan atas tanda-tanda yang dilihat pada pengamatan
pemeriksaan endoskopi yang dibedakan dalam 4 kategori, yaitu : warna (colour),
tanda warna merah (red colour sign), bentuk (form), dan lokalisasi.
Warna
Ialah warna yang dilihat dengan mata pada pengamatan endoskopi, oleh karana
warna pada foto akan berlainan, yang banyak tergantung dari pencahayaan dan
film yang dipakai. Mengenai warna dibedakan atas putih dan biru (CW dan CB)
Tanda warna merah (red colour sign /RCS)
Perubahan warna pada mukosa varises yang selalu menjadi merah merupakan
tanda perdarahan baru atau risiko tinggi untuk terjadinya perdarahan.
Ada 4 sub kategori yang masing-masing adalah :
1. Red Wall marking (RWM), ialah tanda pelebaran pembuluh darah pada
dinding varises yang memanjang dan menyerupai cambuk
2. Cherry Res\d Spot (CRS), ialah bintik-bintik merah yang banyak dengan
diameter lebih dari 2 mm, terdapat pada dinding varises
3. Hemato Cystic Spot (HCS), ialah tanda warna merah yang lebih besar, lebar,
dan kistik. Terdapat pada varises yang besar dan merupakan risiko tinggi
untuk terjadinya perdarahan
4. Diffuse Redness (DR), ialah warna merah yang difus pada mukosa varises,
tidak terdapat permukaan yang meninggi atau cekung seperti pada esofagitis.
Lokalisasi
7
Dimulai dari esophagogastric junction yang makin meluas ke oral. Lebih banyak
di 1/3 bagian esofagus distal.
Gejala-gejala klinik
Keluhan yang ditimbulkan oleh varises esofagus ssendiri sebetulnya tidak ada.
Seringkali, setelah timbulnya perforasi dan terjadi perdarahan massif, yaitu
hematemesis dan melena.
Diagnosis
Pada varises esofagus yang tidak menimbulkan perdarahan, biasanya tidak
memberikan keluhan, sukar dapat dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik.
Oleh karena itu perlu pemeriksaan rontgenologik dan endoskopik. Pada penderita
hematemesis sebagai akibat pecahnya varises esofagus, dapat segera dilakukan
pemeriksaan rontgenologik dan endoskopik guna menemukan lokalisasi
perdarahan dengan pasti.
a. Rontgenologik
Pemeriksaan rontgen harus dilakukan pada berbagai posisi dengan
memberikan bubur yang kental atau 150 %. Bila ditemukan adanya efek
pengisian bulat-bulat atau panjang pada 1/3 bagian bawah esofagus, maka
merupakan gambaran dari varises esofagus.
b. Esofagoskopik
Lebih banyak membantu menegakkan diagnosis, akan terlihat varises yang
berwarna keabu-abuan atau biru kemerah-merahan. Demikian dapat
ditentukan tingkatan klasifikasi dari varises. Pemeriksaan ini sebaiknya rutin
dilakukan pada setiap penderita hematemesis, apalagi ditemukan endoskop
serat optik yang lentur.
8
2.3. Terapi
Dapat dibagi atas beberapa tindakan :
a. Konservatif
Kepada penderita yang ditemukan menderita varises esofagus secara
kebetulan, maka sebaiknya diberikan diet lunak untuk menghindari pecahnya
varises tersebut. Selain itu juga perlu dicari kausa varises.
Bila ditemukan penderita dengan hematemesis dan melena yang disebabkan
oleh pecahnya varises, maka tindakan pertama yaitu :
1. Menghentikan perdarahan (temponade esofagus)
2. Menggantikan darah yang hilang dengan segera memberikan transfuse
darah yang hilang dengan memberikan transfuse darah secukupnya
dengan segera.
3. Menurunkan tekanan vena porta, dengan memberikan vasopressin dosis
rendah yang diberikan dalam infuse. Dosis vasopressin yang diberikan
yaitu 0,2 unit/cc/menit dimasukkan dalam cairan dextrose selama 16 jam.
Bila masih tetap terjadi perdarahan, infus vasopressin diteruskan selama 8
jam lagi dengan dosis yang sama.
4. Gastro Cooling, Pendinginan intragastrik yag diintrodusir dengan alat
Shampaine Wangensteen Machine sangat efektif. Cara yang sederhana
yaitu dengan memberikan bilas dengan air es. Selama 48 jam setelah
perdarahan berhenti, jangan diberikan makanan atau minuman apapun,
selain diberikan batu es.
b. Skleroterapi
Dikenal dua macam, yaitu :
1. Skleroterapi Endoskopik, yaitu intravaskuler (menyuntik ke dalam
intima) dan perivaskuler (menyuntik diantara kedua varises untuk
memberikan kompresi). Bila penderita yang masih memperlihatkan
perdarahan aktif, maka dianjurkan untuk melakukan sklerosing
9
intravaskuler, atau dilakukan penyuntikan gabungan intra dan
perivaskuler.
2. Skleroterapi Transhepatik
Dengan melakukan perkuatan lewat hati (Precutaneous Transhepatic
Portography= PTC), dimasukkan kateter ke dalam vena porta intra
hepatik, selanjutnya diarahkan ke vena koronaria gastrika kemudian
dimasukkan kontras media. Setelah diketahui pasti tempat varises
esofagus yang besar, baru disuntikkan 30-50 ml glukosa 50% diikuti
dengan penyuntikkan thrombin. Untuk membuat bekuan trombus
yang sudah terbentuk menjadi lebih stabil dapat ditambahkan dengan
gelatin foam atau otolein, atau bucrylate. Cara ini dilakukan bila
pengobatan konservatif ataupun pembedahan tidak dapat dilakukan.
c. Pembedahan
Perlu dipertimbangkan , terlebih kepada penderita yang pernah mengalami
perdarahan masif yang bertujuan untuk menghentikan perdarahan varises
esofagus yang tidak berhasil dihentikan dengan cara konservatif,
mencegah terjadinya peerdarahan ulang.
Macam-macam operasi, diantaranya :
1. Porta-caval shunt atau portal systemic shunt
- End to side porta caval shunt
- Side to side porta caval shunt
- End to side spleno renal shunt
- Superior mensenteric-caval shunt
2. Ligasi varises esofagus
Untuk mengatasi perdarahan. Ada yang melakukan dengan disertai
splenektomi, ada pula yang tanpa disertai splenektomi.
3. Reseksi esofagus dengan cara ligasi menurut Boerma
Esofagus diikat tepat di atas kardia dengan meletakkan suatu tabung di
dalam lumen esofagus dengan maksud untuk memutuskan vena di
permukaan maupun mukosa esofagus.Kerugiannya, sering terjadi
kebocoran dari bekas ikatan sehingga terjadi mediastinitis dan
empiema.
10
Tindakan Pengelolaan
Pengelolaan perdarahan SCBA, secara garis besar :
Resusitasi
1. Jumlah perdarahan
Bila perdarahan kurang dari 500 cc, biasanya jarang disertai dengan gejala
sistemik, kecuali pada orang tua atau mereka yang sebelumnya sudah ada
anemi, dengan perdarahan yang sedikit sudah menimbulkan perubahan
hemodinamik. Perlu mengawasi tensi, nadi, suhu, dan kesadaran penderita.
Perlu diperiksa Hb dan Ht secara berkala, untuk menentukan perlu tidaknya
pemberian transfusi darah, terutama pada penderita yang masih mengalami
perdarahan sedikit demi sedikit.
Pada penderita dengan perdarahan sekitar 500-1000 cc, segera dipasang
infus larutan dekstrose 5 %, atau Ringer Laktat atau NaCl 0,9 %. Penderita
dengan sirosis hati dengan asites/edema, sebaiknya tidak memberikan cairan
NaCl 0,9 %.
Penderita yang mengalami perdarahan masif (lebih dari 1000 cc, Hb
kurang dari h gr%, atau Ht kurang dari dari 30 %) atau penderita yang datang
dengan tanda-tanda hipotensi/presyok, maka pemberian infuse tetesan
dipercepat, segera disediakan darah atau plasma expander. Sebaiknya
dilakukan pengukuran tekanan vena sentral.
2. Tekanan Darah
Bila ditemukan TD menurun di bawah 90 mmHg disertai tanda-tanda
kegagalan sirkulasi perifer, infuse dipercepat; 1000 cc dalam satu jam.
Bila tekanan darah tetap kurang dari 100 mmHg, sambil menunggu darah
untuk transfuse, perlu ditambah plasma ekspander. Sebaiknya perlu
diberikan transfuse darah biasa (Whole blood). Jumlah dan kecepatan
transfuse yang harus diberikan bergantung pada respons hemodinamik
terhadap perdarahan, yaitu dapat dilihat pada : CVP yang stabil dan
normal merupakan tanda-tanda vital yang baik, dieresis cukup dengan Ht
lebih besar dari 30% biasanya diperoleh sesudah transfusi darah yang
memadai ditambah infus larutan kristaloid yag diberikan bersamaan pada
dua tempat yang berbeda. Cara ini diberikan terutama kepada penderita
yang perdarahannya sulit diatasi dan terus terjadi (setiap pemberian dua
11
labu transfuse darah, diberikan 1 ampul 10 ml kalsium glukonas
intravena, untuk mencegah keracunan asam sitrat). Disamping itu
diberikan O2 melalui kateter hidung dengan kecepatan 5 liter/menit. Posisi
penderita diletakkan telentang tanpa bantal kepala miring ke samping.
Kuras Lambung
Setelah resusitasi berhasil baik dan keadaan penderita stabil, segera
pasang nasogastric tube. Lakukan kuras lambung memakai air es (10-150C) 1500
cc setiap 2,4, atau 6 jam tergantung dari perdarahnnya. Bila hasil kuras lambung
terlihat merah muda jernih (perdarahan minimal atau berhenti) lakukan endoskopi
SCBA.
Tetapi bila hasil kuras lambung masih memperlihatkan perdarahan terus
berlangsung, lakukan evaluasi sifat/ macam perdarahan sambil dicoba untuk
melakukan endoskopi SCBA.
1. Perdarahan minimal tetapi terus-menerus, dan usia penderita lebih dari 70
tahun atau ada kelainan EKG, dan perdarahan yang timbul sebagai akibat
pecahnya varises atau bukan, kuras lambung dengan air es tetap diteruskan
dengan ditambah vasopresor intragastrikn (nor-adrenalin 2 ampul dalam 50 cc
air atau aramine 2-4 mg dalam 50 cc air )
2. Perdarahan minimal tetapi terus-menerus, dan usia penderita kurang dari 70
tahun dengan EKG yang normal, untuk penderita karena pecahnya varises
esofagus perlu diberikan infus vasopresin, sedangkan untuk penderita
perdarahan karena tukak peptic diberikan suntikan 200 cimetidin 3 kali sehari
atau ranitidin 50 mg tiga kali selama 3 hari.
Panendoskopi
Untuk menentukan sumber perdarahan SCBA perlu melakukan
panendeoskopi dini dalam waktu 1-48 jam setelah penderita dirawat di RS.
Kelainan endoskopi pada penderita dengan varises esofagus tampak jelas dengan
gambaran varises yang berkelok-kelok sebagian besar dipertengahan esofagus
berwarna keabu-abuan, atau kemerah-merahan.
12
Pengobatan
Pengobatan terhadap perdarahan SCBA dapat dibagi dua, yaitu :
pengobatan umum dan khusus, yaitu :
a. Pengobatan Umum
Infus/Transfusi Darah
Penderita dengan perdarahan sekitar 500-1000 cc, perlu segera diberikan
cairan infuse, yaitu : dekstrose 5 %, atau Ringer Laktat, atau NaCl 0,9%.
Hanya kepada penderita sirosis hati dengan asites/edema sebaiknya jangan
memberikan NaCl 0,9 %. Selain daripada itu perlu dipersiapkan
kemungkinannya untuk memberikan transfusi darah. Apalagi bagi penderita
yang memperlihatkan perdarahan masif atau jatuh dalam syok, maka
pemberian transfusi darah perlu dipertimbangkan.
Psikoterapi
Sebagai akibat dari perdarahan yang banyak sekali penderita menjadi
gelisah.
Istirahat Mutlak
Sangat dianjurkan, sekurang-kurangnya selama 3 hari setelah perdarahan
berhenti. Tetapi pada umumnya selama kurang lebih 2 minggu.
Diet
Dianjurkan berpuasa, sekurang-kurangnya sampai 24 jam setelah
perdarahan berhenti. Selama waktu ini dapat diberikan batu es, selain untuk
menjaga agar mulut jangan kering, dapat juga membantu menghentikan
perdarahan. Setelah 24-48 jam perdarahan berhenti, dapat diberikan makanan
cair.
Obat-obatan
Pemberian koagulansia perlu dipertimbangkan. Untuk penderita akibat
pecahnya varises esofagus dianjurkan pemberia vitamin K. Sebagai akibat
perdarahan akan kehilangan besi, sehingga timbul anemi. Setelah perdarahan
berhenti, sebaiknya diberikan preparat besi.
13
b. Pengobatan Khusus
Pengobatan terhadap pecahnya varises esofagus. Bila telah diketahui dengan
pasti sebagai penyebab perdarahan SCBA adalah pecahnya varises esofagus.
1. Vasopresin
Langkah pertama dianjurkan untuk memberikan vasopressin dengan dosis
rendah secara terus-menerus. Caranya selama 24 jam diberikan 0,2
unit/cc/menit vasopressin dimasukkan dalam cairan dekstrose 5% selama
16 jam. Bila perdarahan masih tetap ada, infuse vasopressin diteruskan
untuk 8 jam lagi dengan dosis 0,1 unit/cc/menit. Dasar pengobatan
vasopressin adalah, obat ini mempunyai efek kontraksi otot polos seluruh
sistem vaskuler, sehingga terjadi penurunan aliran darah splanknik
koroner.
2. Somatostatin
Untuk membantu menghentikan perdarahan varises esofagus,
karena obat ini dapat menurunkan aliran darah splanknik, dan penurunan
tekanan portal, tanpa efek samping yang berarti. Somatostatin diisolasi
dari hipotalamus, hormon ini tersebar di seluruh tubuh dalam konsentrasi
tinggi terutama pada susunan saraf pusat, saluran makan, dan pankreas,
selain menghambat pelepasan hormon-hormon saluran makanan, bahan
ini mempunyai efek hambatan terhadap sekresi lambung dan pankreas.
Somatostatin suatu peptida asam amino mempunyai efek menurunkan
aliran darah splanknik dan tekanan portal, serta menghambat sekresi
lambung, tanpa mempengaruhi tekanan darah arteri, mempunyai waktu
paruh yang pendek (1-2 menit) dan tidak stabil dalam larutan.
3. Octreotide
Obat sintetik octapeptide analog dari hormone alamiah
somatostatin, mempunyai waktu paruh yang lebih lama 45-60 menit di
dalam plasma, dan stabil di dalam larutan. Efek hemodinamiknya sama
dengan somatostatin yang murni, yaitu menurunkan aliran darah
splanknik dan tekanan portal. Obat ini berpotensi 70 kali lebih kuat
dibanding somatostatin dengan efek samping rendah.
14
4. Tamponade Balon
Bila masih belum bisa diatasi, maka dapat dipasang temponade
balon yang bertujuan untuk menekan langsung pada varises di esofagus
dan fundus lambung. Pemasangan temponade ini dibatasi sampai 48 jam.
Bila tidak berhasil, maka dipetimbangkan persiapan tindakan bedah.
5. Pembedahan
Bila perdarahan dapat diatasi, maka untuk mencegah timbulnya
perdarahan ulang, dianjurkan untuk dilakukan tindakan pembedahan,
antara lain ligasi varises.
6. Skleroterapi
Skleroterapi Endoskopik
Obat yang dipakai asethoxysclerol 3 % dengan menggunakan
Olympus GIF tipe K2 atau Q. Penyuntikan diulang seminggu sekali. Rata-
rata tiga kali suntikan sudah tidak terlihat lagi adanya varises secara
endoskopik.
Skleroterapi Varises Transhepatik
Dengan cara perkutan lewat hati (transhepatik) dimasukkan kateter
ke dalam vena porta intrahepatik. Selanjutnya dengan bantuan fluoroskopi
kateter tersebut di dorong terus ke dalam vena koronaria gastrika. Dengan
memasukkan media kontras akan dapat dilihat varises gastroesofageal.
Setlah diketahui pasti, tempat varises yang besar, kemudian disuntikkan
30-50 ml glukosa 50% diikuti dengan suntikan trombin. Untuk membuat
bekuan trombus yang sudah terbentuk menjadi lebih stabil dapat
ditambahkan gelatinfoam atau otolein, atau bucrylate. Dengan cara ini
dapat dilakukan sklerosis pada varises esofagus. Indikasi utama cara ini
adalah pada penderita sirosis hati yang tidak dapat diobati dengan cara
pengobatan konservatif ataupun tindakan pembedahan.
15
7. Non-selektif Beta blocker
Bila penderita menolak operasi, dapat diberikan non-selektif beta-blocker,
yang harus diperhatikan efek samping antara lain : peninggian kadar
amoniak. Dosis propanolol 20 mg sehari 2 kali selama 3 hari. Kemudian
dosis dinaikkan sampai denyut jantung menurun 25% daripada
sebelumnya, yaitu 40 mg sehari 2 x. Dosis ini dipertahankan , pengobatan
ini diberikan 10-14 hari setelah perdarahan berhenti, dan dilanjutkan
sambil berobat jalan. Dengan pemberian propanolol secara oral terus-
menerus akan menyebabkan pengurangan cardiac output, sehingga aliran
darah ke hati akan berkurang yang berakibat pula penurunan tekanan vena
porta yang menetap, dapat mencegah timbulnya perdarahan ulang sebagai
akibat pecahnya varises esofagus.
8. Sterilisasi Usus
Mengingat penderita sirosis hati dengan komplikasi perdarahan akibat
pecahnya varises esofagus, kemungkinan besar akan timbul koma
hepatikum, selain melakukan pengobatan tata cara tersebut. Sebaiknya
dilakukan sterilisasi usus dengan tujuan untuk menekan pemecahan
protein dari darah yang sudah terlanjur masuk ke dalam usus halus, dan
mengeluarkan dari badan secepatnya. Caranya dengan memberikan
neomisin atau kanamisin sirup 4 x 1 gr/hari. Maksud pemberian antibiotik
ini adalah untuk membunuh bakteri yang mengandung urease, sehingga
pembuatan amoniak berkurang. Dianjurkan pula pemberian
16
BAB III
ANALISA
3.1. Dasar diagnosa
Diagnosa ditegakkan
Berdasarkan hasil anamnesis :
Ny. R 32 tahun datang dengan keluhan muntah darah warna kehitaman
sejak 6 jam SMRS, muntah mendadak dan masif, tanpa didahului rasa nyeri di
epigastrium, BAB berdarah warna kehitaman, badan terasa lemas,
pucat, pusing, anoreksia, nyeri ulu hati (-).
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik :
konjungtiva anemis (+), ekstremitas atas dan bawah pucat
Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang
17
Pemeriksaan endoskopik
Tampak varises esofagus gr. III pada tengah distal
Gaster : fundus dan kardia mukosa udem hiperemis, corpus mukosa udem
hiperemis
3.2. Alasan rencana penatalaksanaan
Terapi Farmakologis
o Perdarahan sekitar 500-1000 cc, segera di pasang infus larutan dextrose 5
% dilakukan untuk resusitasi.
o
3.3 Komplikasi dan prognosa
Komplikasi :
Infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang
menimbulkan keluhan miksi, di antaranya: karsinoma buli-buli in situ atau
striktura uretra.
Prognosa
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera
ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker
18
prostat. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2
pada pria setelah kanker paru-paru. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan
berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi penderita.
19