Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam
meningkatkan pertumbuhan perekonomian secara berkelanjutan. Sistem keuangan pada
dasarnya adalah tatanan dalam perekonomian suatu negara yang memiliki peran,
terutama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa di bidang keuangan oleh lembaga-
lembaga keuangan dan lembaga-lembaga penunjang lainnya.1 Seiring dengan
perkembangan era globalisasi dewasa ini, segala macam aktivitas masyarakat tidak
terlepas dari bantuan teknologi. Kemajuan teknologi dalam perekonomian nasional
ditingkatkan untuk mencapai kesejahteraan rakyat demi mewujudkan kehidupan
perekonomian yang lebih baik.
Kemajuan teknologi dalam bidang keuangan saat ini ialah lahirnya Financial
Technolgy yang selanjutnya disebut dengan . Berkaitan dengan penggunaan teknologi
informasi dan inovasi di sektor jasa keuangan di Indonesia, beragam layanan keuangan
yang memanfaatkan teknologi informasi atau yang disebut sebagai Financial
Technology (Fintech) ini telah menjadi hal yang umum di masyarakat. Menurut The
National Digital Research Centre (NDRC), fintech merupakan suatu inovasi pada
sektor finansial sebagai sebuah inovasi layanan dalam lembaga keuangan non bank
yang memanfaatkan teknologi informasi sebagai alat untuk menjangkau konsumennya.
Salah satu jenis fintech adalah peer to peer lending yaitu penyelenggaraan layanan
jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman
1 Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman. 2016. Hukum Perbankan. Jakarta: Sinar Grafika. Hlm.39
2
dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam uang melalui sistim elektronik
dengan menggunakan jaringan internet. Layanan pinjam meminjam uang berbasis
fintech ini merupakan satu inovasi pada bidang keuangan dengan pemanfaatan teknologi
yang memungkinkan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman melakukan transaksi
pinjam meminjam tanpa harus bertemu langsung. Mekanisme transaksi pinjam
meminjam dilakukan melalui sistem yang telah disediakan oleh Penyelenggara, baik
melalui aplikasi maupun laman website.2 Layanan ini berkembang dengan pesat dan
dianggap berpotensi dapat mendorong perekonomian nasional kedepannya.
Dahulu apabila membutuhkan pinjaman dana baik untuk kebutuhan pribadi
maupun untuk kegiatan usaha, seseorang akan memilih lembaga keuangan resmi seperti
bank. Demikian pula, apabila seorang individu memiliki dana lebih untuk berinvestasi
maka akan cenderung memilih instrumen investasi seperti reksadana atau deposito
bank. Untuk dapat mengajukan pinjaman kepada bank, seseorang harus memiliki
jaminan sebagai syarat yang harus dipenuhi. Pengajuan pinjaman atau yang disebut juga
dengan kredit pada bank dapat tidak menggunakan jaminan, namun kredit tanpa
jaminan tersebut diberikan dengan melihat prospek usaha serta loyalitas atau nama baik
calon debitur, biasanya diberikan untuk perusahaan yang memang benar-benar bonafid
dan profesional, sehingga kemungkinan kredit tersebut macet sangat kecil.3 Syarat
jaminan dalam pengajuan pinjaman inilah yang tidak semua orang dapat memenuhinya,
terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). Sehingga bank bukanlah
pilihan paling tepat untuk individu atau pelaku usaha yang membutuhkan dana namun
tidak dapat memenuhi syarat berupa jaminan. Peer to peer lending atau layanan pinjam
2 https://ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/direktori/fintech/Documents/FAQ%20Fintech%20Lending.pdf, diakses 5 Juni 2020. 3 Kasmir,1999. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnnya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
3
meminjam berbasis online hadir dan menawarkan berbagai kemudahan-kemudahan
diantaranya ialah tidak adanya jaminan sebagai syarat yang dibutuhkan selain itu
layanan pinjam meminjam ini berbasis teknologi informasi dengan menggunakan
jaringan internet sehingga dapat mempermudah, orang tidak perlu lagi datang kesuatu
tempat dan mengantri melainkan cukup mengakses dengan jaringan internet. Adapun
beberapa kemudahan lain yang ditawarkan ialah :
1. Proses peminjaman yang cepat, peminjaman online ini menjadi pilihan yang tepat
apabila membutuhkan dana secara cepat. Dalam waktu tiga hingga lima hari kerja
maka dana bisa dicairkan.
2. Persyaratan pengajuan sangat sederhana. Jika mengajukan pinjaman dibank, akan
terdapat serangkaian prosedur dan persyaratan yang cukup rumit dan panjang.
Berbeda dengan bank, layanan pinjam meminjam peer to peer lending tidak
memberi syarat agunan kepada peminjam. Umumnya persyaratan hanya berupa
KTP, NPWP serta memiliki rekening atas nama sendiri.
3. Akses yang sangat mudah. Cukup dengan smartphone dan koneksi internet,
sudah dapat mengakses fintech layanan pinjam meminjam ini sehingga tidak perlu
datang kekantor dan mengantri saat pengajuan peminjaman.
4. Besarnya keuntungan investasi yang didapat, diawal kemunculan fintech memberi
acuan bunga sebesar 5,57% namun saat ini bunga yang ditawarkan bisa mencapai
10% sampai dengan 35%.
Lahirnya perusahaan-perusahaan keuangan dalam bidang layanan pinjam
meminjam berbasis fintech mendorong regulator untuk mengatur lebih jauh terkait
kegiatan pinjam meminjam uang. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang
4
bergerak di sektor jasa keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan
terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuranisan, dana
pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya antara lain
melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan
tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/ penunjang kegiatan jasa
keuangan sebagaimana dimaksud dalam perundang-undangan di sektor jasa keuangan,
termasuk kewenangan perizinan kepada lembaga jasa keuangan4. Untuk mencapai
tujuan itu, OJK punya kewenangan yang luas, yaitu5:
1. Membuat peraturan di bidang jasa keuangan.
2. Memberi dan mencabut izin persetujuan dan lain-lain; memperoleh laporan
periodik dan informasi industri jasa keuangan.
3. Mengenakan sanksi administratif; melakukan pemeriksaan
4. Melakukan penyidikan atas pelanggaran undang-undang
5. Memberikan arahan atau perintah tertulis
6. Menunjuk pengelola statuter; mewajibkan pengalihan usaha demi menjaga
kepentingan nasabah
7. Mencegah kejahatan dibidang keuangan; dan mengatur pengendalian lembaga
keuangan.
Meskipun layanan pinjam meminjam berbasis fintech ini bertujuan untuk
memudahkan dan memberi keuntungan bagi para pihak, adanya risiko merupakan
sesuatu yang tidak dapat dihindari. Risiko atau resicoleer adalah suatu ajaran yaitu
seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian jika ada suatu kejadian di luar
4 Zaitul amina, Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia: Melihat Dari
Pengalaman Di Negara Lain, Universitas Negeri Surabaya, 2012, hal 8 5 Ryan Kiryanto, OJK dan Kepentingannya, Kompas, (14 Juni 2003)
5
kesalahan salah satu pihak, atau dengan bahasa yang sederhana risiko adalah kerugian
yang ditimbulkan di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda menjadi
objek perjanjian. Dalam penyelenggaraan layanan pinjam berbasis fintech ini, ada
berbagai risko yang dapat terjadi baik bagi pihak kreditur sebagai pemberi pinjaman
maupun debitur sebagai penerima pinjaman.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai risiko yang ada dalam layanan pinjam
meminjam ini, penulis akan membahas terlebih dahulu beberapa tulisan yang berkaitan
dengan topik penulisan. Salah satu tulisan berbentuk skripsi oleh Muhammad Yusuf
dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Pada Layanan Pinjaman Uang
Berbasis Financial Technology”6 membahas lebih jauh mengenai kerugian yang dialami
debitur berupa penagihan pinjaman secara intimidatif sehingga dibutuhkannya
perlindungan hukum bagi debitur. Namun debitur bukanlah satu-satunya pihak yang
membutuhkan perlindungan, kreditur sebagai pihak yang terlibat juga memiliki risiko
yang dapat menimbulkan kerugian sehingga membutuhkan perlindungan. Oleh penulis
akan membahas perlindungan dari sisi kreditur dalam tulisan ini.
Selain itu skripsi lain dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Pinjaman
Dalam Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Financial Technology Berbasis
Peer To Peer Lending Di Indonesia” oleh Alfhica Rezita Sari7, dalam tulisannya
Alfhica membahas risiko bagi pihak kreditur apabila terjadi gagal bayar dan mengacu
kepada POJK sebagai peraturan yang dikeluarkan OJK. Dalam tulisan ini, penulis tidak
6 Muhammad Yusuf, 2019. “Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Pada Layanan Pinjaman
Uang Berbasis Financial Technology”. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta. 7 Alfhica Rezita Sari, 2018. “Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Pinjaman Dalam
Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Peer To Peer Lending Di Indonesia”. Skripsi.
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
6
hanya akan mengacu kepada POJK namun juga akan meninjau perlindungan terhadap
kreditur dalam hal terjadinya wanprestasi didalam KUHPerdata dan UU ITE.
Tidak hanya dalam bentuk skripsi, terdapat pula jurnal dengan judul “Pengawasan
OJK Dalam Rangka Mitigasi Risiko Pada Peer To Peer Lending” yang ditulis oleh
Mukhammad Tismandico Ilham Zulfikar dan Ajrina Yuka Ardhira8. Jurnal ini
membahas risiko-risiko yang dapat terjadi dalam layanan ini seperti fraud, gagal bayar,
resesi atau krisis ekonomi serta peran OJK dalam hal pengawasan sebagai lembaga yang
berwenang disektor jasa keuangan dalam rangka mitigasi risko-risiko dalam peer to
peer lending. Bahwa semua penyelenggara layanan pinjam meminjam berbasis fintech
ini harus terdaftar dan memperoleh izin dari OJK sehingga penyelenggara dalam
menjalankan transaksi pinjam meminjam ini selalu dalam pengawasan OJK. Berbeda
dengan jurnal ini yang fokus membahas peran OJK dalam hal pengawasan sebagai
bentuk perlindungan kepada semua pihak dalam layanan pinjam meminjam, penulis
dalam tulisan ini ingin memfokuskan perlindungan bagi pihak kreditur sebagai pemberi
pinjaman ditinjau dari regulasi-regulasi yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas.
Selain itu jurnal lain yang berkaitan dengan topik dengan judul “Perlindungan
Terhadap Pemberi Pinjaman Selaku Konsumen dan Tanggung Jawab Penyelenggara
Peer To Peer Lending Dalam kegiatan Peer To Peer Lending di Indonesia” oleh Adi
Setiadi Saputra9, dalam jurnal ini ini dimuat hubungan antar para pihak dalam peer to
8Mukhammad Tismandico Ilham Zulfikar dan Ajrina Yuka Ardhira. (2019). “Pengawasan OJK
Dalam Rangka Dalam Rangka Mitigasi Risiko Pada Peer To Peer Lending”. Jurnal Perspektif.
Volume 24 Nomor 2 Tahun 2019. Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
9 Adi Setiadi Saputra, “Perlindungan Terhadap Pemberi Pinjaman Selaku Konsumen dan
Tanggung Jawab Penyelenggara Peer To Peer Lending Dalam Kegiatan Peer To Peer Lending Di
Indonesia . Jurnal VeJ. Vol 5 Nomor 1 Tahun 2018. Universitas Katolik Parahyangan
7
peer lending dan juga hadirnya UU Perlindungan konsumen sebagai penyeimbang
kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha bahwa semua pelaku usaha yang
menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia harus memiliki batasan berupa pengaturan
tanggung jawab dalam menjalankan usahanya untuk mencapai tujuan dari perlindungan
konsumen. Berbeda dengan tulisan ini, dimana penulis akan fokus membahas
perlindungan hukum terhadap kreditur dalam hal terjadinya wanprestasi berupa gagal
bayar oleh debitur.
Melalui penjelasan diatas telah dibahas beberapa tulisan baik berupa skripsi
maupun jurnal yang berhubungan dengan topik yang akan ditulis serta telah dijelaskan
juga apa yang menjadi perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
Sehingga perlindungan hukum bagi kreditur dalam hal terjadi wanprestasi akibat gagal
bayar dalam layanan pinjam meminjam berbasis fintech ini menjadi penting untuk
dibahas.
Salah satu risiko yang dapat terjadi kepada kreditur dalam layanan pinjam
meminjam ini memiliki potensi untuk kehilangan seluruh investasinya, hal ini
memungkinkan karna pengajuan pinjaman oleh debitur adalah tanpa jaminan sehingga
wanprestasi akibat gagal bayar oleh debitur merupakan risiko yang dapat terjadi.
Adapun beberapa kasus wanprestasi berupa gagal bayar oleh debitur diantaranya ialah
kasus gagal bayar yang dilakukan seseorang setelah melakukan peminjaman ke 113
platfrom fintech.10 Kasus lain yakni terdapat kreditur yang mengidap kanker dan
membutuhkan uang dan melakukan peminjama kepada platform fintech, karna besar
10 https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190811132240-37-91172/ini-kisah-nyata-orang-ini-ngutang-ke-141-fintech-lending diakses 15 Desember 2020
8
biaya yang dibutuhkan kreditur harus gali lubang turup lubang membayar utang
hingga akhirnya tidak lagi dapat membayar.11
Dalam hal terjadinya wanprestasi akibat gagal bayar oleh debitur (penerima
pinjaman) pada kegiatan pinjam meminjam berbasis fintech, maka penyelenggara pada
dasarnya tidak memiliki hubungan hukum secara langsung yang membuat risiko dapat
berpindah ke penyelenggara. Hal tersebut karena penyelenggara hanya sebagai
penerima kuasa yang bertindak untuk dan atas nama pemberi pinjaman. Sebagaimana
yang termaktub dalam POJK Nomor 77 / POJK.01/ 2016 pasal 37 Penyelenggara wajib
bertanggung jawab atas kerugian Pengguna yang timbul akibat kesalahan dan/atau
kelalaian, Direksi, dan/atau pegawai Penyelenggara.
Pada saat ini juga dapat kita lihat baik di website atau aplikasi layanan pinjam
meminjam berbasis fintech, terdapat disclaimer bagi pengguna berkaitan dengan risiko.
Adapun isi dari disclaimer diantaranya12:
Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi merupakan
kesepakatan perdata antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman,
sehingga segala risiko yang timbul dari kesepakatan tersebut ditanggung
sepenuhnya oleh masing-masing pihak.
Risiko kredit atau gagal bayar ditanggung sepenuhnya oleh pemberi pinjaman,
tidak ada lembaga atau otoritas negara yang bertanggung jawab atas risiko gagal
bayar ini.
11 https://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/pr-01333316/curhat-buruh-terlilit-utang-di-20-aplikasi-pinjaman-online-berawal-dari-butuh-mendadak-hingga-gali-lubang-tutup-lubang?page=2 diakses 6 Januari 2021. 12 https://koinworks.com/id/education-center/risiko-umum, diakses 5 Juni 2020.
9
Melalui penjelasan diatas, dapat kita lihat bahwa kreditur adalah pihak utama yang
akan dirugikan apabila terjadi wanprestasi oleh debitur. Hal ini juga dapat dilihat
melalui website PAPITUPI Syariah sebagai salah satu penyelenggara layanan pinjam
meminjam berbasis fintech. Dalam mekanisme penyelenggaraan layanannya apabila
terjadi wanprestasi akibat gagal bayar oleh debitur, Maka pihak penyelenggara akan
melakukan penagihan melalui unit penagihan pihak ketiga dengan upaya-upaya
yang sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Meskipun demikian, PAPITUPI
Syariah tidak dapat menjamin kesuksesan dari Pihak Ketiga atau upaya-upaya
hukum untuk menagihkan sisa pembiayaan sehingga kreditur tetap dapat
mengalami kerugian sepenuhnya dari pendanaan yang ditanamkan.13
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa adanya keterbatasan tanggung
jawab dari pihak penyelenggara dimana kreditur tetap dapat mengalami kerugian
sepenuhnya dari pendanaan yang ditanamkan. Indonesia sebagai negara hukum sudah
sepatutnya memberikan perlindungan bagi seluruh warganya dalam sektor jasa
keuangan termasuk bagi kreditur sebagai salah satu peengguna jasa keuangan dalam
layanan pinjam meminjam berbasis fintech. Berdasarkan latar belakang penulis
mengangkat judul penelitian “Tinjauan Yuridis Perlindungan Bagi Kreditur Dalam Hal
Terjadi Wanprestasi Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Fintech” yang akan
penulis uraikan pada penelitian ini.
13 https://www.papitupisyariah.com/know-your-risks, diakses 5 Juni 2020.
10
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana bentuk wanprestasi dalam perjanjian pinjam meminjam uang berbasis
fintech?
b. Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan bagi kreditur terhadap wanprestasi
dalam perjanjian pinjam meminjam uang berbasis fintech?
3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bentuk wanprestasi dalam perjanjian pinjam meminjam uang
berbasis fintech dan mengetahui perlindungan hukum bagi kreditur terhadap
wanprestasi dalam perjanjian pinjam meminjam uang berbasis fintech.
4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoretis
Mengembangkan Ilmu Hukum pada umumnya dan Hukum Perdata khususnya
dibidang lembaga keuangan.
b. Manfaat Praktis
Memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait dengan perlindungan hukum
kepada kreditur apabila terjadi wanprestasi oleh debitur dalam penyelenggaraan
layanan pinjam meminjam berbasis fintech.
5. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Berkaitan dengan topik Tinjauan Yuridis Perlindungan Bagi Kreditur Dalam Hal
Terjadi Wanprestasi Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Fintech maka jenis
penelitian yang dipilih adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif
yaitu penelitian hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku
11
dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang14. Oleh sebab itu dalam
penelitian ini peneliti hanya akan mengkaji norma-norma hukum positif yang
berkaitan dengan Tinjauan Yuridis Perlindungan Bagi Kreditur Dalam Hal Terjadi
Wanprestasi Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Fintech.
b. Pendekatan Penelitian
1. Pendekatan perundang-undangan adalah Pendekatan perundang-undangan adalah
pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi
yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani15.
2. Pendekatan konseptual, pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pendekatan ini menjadi
penting sebab pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang berkembang dalam
ilmu hukum dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum ketika
menyelesaikan isu hukum yang dihadapi. Pandangan/doktrin akan memperjelas
ide-ide dengan memberikan pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas
hukum yang relevan dengan permasalahan.
c. Bahan Hukum
1. Bahan Hukum Primer
a) KUHPerdata
b) Undang Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang
Undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
c) POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi.
14 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya, Bandung, , 2004, h. 57 15 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi revisi, Prenada Media Group, Jakarta, 2017, h. 133.
12
2. Bahan Hukum Sekunder
Yakni bahan bukum yang menjelaskan lebih lanjut mengenai bahan hukum
primer. Menurut Peter Mahmud Marzuki bahan hukum sekunder yang terutama
adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan
jurnal-jurnal hukum.
d. Teknik Analisis
Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis kualitatif terhadap bahan-
bahan hukum yang diteliti.