12
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian secara berkelanjutan. Sistem keuangan pada dasarnya adalah tatanan dalam perekonomian suatu negara yang memiliki peran, terutama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa di bidang keuangan oleh lembaga- lembaga keuangan dan lembaga-lembaga penunjang lainnya. 1 Seiring dengan perkembangan era globalisasi dewasa ini, segala macam aktivitas masyarakat tidak terlepas dari bantuan teknologi. Kemajuan teknologi dalam perekonomian nasional ditingkatkan untuk mencapai kesejahteraan rakyat demi mewujudkan kehidupan perekonomian yang lebih baik. Kemajuan teknologi dalam bidang keuangan saat ini ialah lahirnya Financial Technolgy yang selanjutnya disebut dengan . Berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi dan inovasi di sektor jasa keuangan di Indonesia, beragam layanan keuangan yang memanfaatkan teknologi informasi atau yang disebut sebagai Financial Technology (Fintech) ini telah menjadi hal yang umum di masyarakat. Menurut The National Digital Research Centre (NDRC), fintech merupakan suatu inovasi pada sektor finansial sebagai sebuah inovasi layanan dalam lembaga keuangan non bank yang memanfaatkan teknologi informasi sebagai alat untuk menjangkau konsumennya. Salah satu jenis fintech adalah peer to peer lending yaitu penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman 1 Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman. 2016. Hukum Perbankan. Jakarta: Sinar Grafika. Hlm.39

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah · 2021. 3. 30. · 1 BAB I PENDAHULUAN . 1. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam meningkatkan

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah · 2021. 3. 30. · 1 BAB I PENDAHULUAN . 1. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam meningkatkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam

meningkatkan pertumbuhan perekonomian secara berkelanjutan. Sistem keuangan pada

dasarnya adalah tatanan dalam perekonomian suatu negara yang memiliki peran,

terutama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa di bidang keuangan oleh lembaga-

lembaga keuangan dan lembaga-lembaga penunjang lainnya.1 Seiring dengan

perkembangan era globalisasi dewasa ini, segala macam aktivitas masyarakat tidak

terlepas dari bantuan teknologi. Kemajuan teknologi dalam perekonomian nasional

ditingkatkan untuk mencapai kesejahteraan rakyat demi mewujudkan kehidupan

perekonomian yang lebih baik.

Kemajuan teknologi dalam bidang keuangan saat ini ialah lahirnya Financial

Technolgy yang selanjutnya disebut dengan . Berkaitan dengan penggunaan teknologi

informasi dan inovasi di sektor jasa keuangan di Indonesia, beragam layanan keuangan

yang memanfaatkan teknologi informasi atau yang disebut sebagai Financial

Technology (Fintech) ini telah menjadi hal yang umum di masyarakat. Menurut The

National Digital Research Centre (NDRC), fintech merupakan suatu inovasi pada

sektor finansial sebagai sebuah inovasi layanan dalam lembaga keuangan non bank

yang memanfaatkan teknologi informasi sebagai alat untuk menjangkau konsumennya.

Salah satu jenis fintech adalah peer to peer lending yaitu penyelenggaraan layanan

jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman

1 Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman. 2016. Hukum Perbankan. Jakarta: Sinar Grafika. Hlm.39

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah · 2021. 3. 30. · 1 BAB I PENDAHULUAN . 1. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam meningkatkan

2

dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam uang melalui sistim elektronik

dengan menggunakan jaringan internet. Layanan pinjam meminjam uang berbasis

fintech ini merupakan satu inovasi pada bidang keuangan dengan pemanfaatan teknologi

yang memungkinkan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman melakukan transaksi

pinjam meminjam tanpa harus bertemu langsung. Mekanisme transaksi pinjam

meminjam dilakukan melalui sistem yang telah disediakan oleh Penyelenggara, baik

melalui aplikasi maupun laman website.2 Layanan ini berkembang dengan pesat dan

dianggap berpotensi dapat mendorong perekonomian nasional kedepannya.

Dahulu apabila membutuhkan pinjaman dana baik untuk kebutuhan pribadi

maupun untuk kegiatan usaha, seseorang akan memilih lembaga keuangan resmi seperti

bank. Demikian pula, apabila seorang individu memiliki dana lebih untuk berinvestasi

maka akan cenderung memilih instrumen investasi seperti reksadana atau deposito

bank. Untuk dapat mengajukan pinjaman kepada bank, seseorang harus memiliki

jaminan sebagai syarat yang harus dipenuhi. Pengajuan pinjaman atau yang disebut juga

dengan kredit pada bank dapat tidak menggunakan jaminan, namun kredit tanpa

jaminan tersebut diberikan dengan melihat prospek usaha serta loyalitas atau nama baik

calon debitur, biasanya diberikan untuk perusahaan yang memang benar-benar bonafid

dan profesional, sehingga kemungkinan kredit tersebut macet sangat kecil.3 Syarat

jaminan dalam pengajuan pinjaman inilah yang tidak semua orang dapat memenuhinya,

terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). Sehingga bank bukanlah

pilihan paling tepat untuk individu atau pelaku usaha yang membutuhkan dana namun

tidak dapat memenuhi syarat berupa jaminan. Peer to peer lending atau layanan pinjam

2 https://ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/direktori/fintech/Documents/FAQ%20Fintech%20Lending.pdf, diakses 5 Juni 2020. 3 Kasmir,1999. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnnya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah · 2021. 3. 30. · 1 BAB I PENDAHULUAN . 1. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam meningkatkan

3

meminjam berbasis online hadir dan menawarkan berbagai kemudahan-kemudahan

diantaranya ialah tidak adanya jaminan sebagai syarat yang dibutuhkan selain itu

layanan pinjam meminjam ini berbasis teknologi informasi dengan menggunakan

jaringan internet sehingga dapat mempermudah, orang tidak perlu lagi datang kesuatu

tempat dan mengantri melainkan cukup mengakses dengan jaringan internet. Adapun

beberapa kemudahan lain yang ditawarkan ialah :

1. Proses peminjaman yang cepat, peminjaman online ini menjadi pilihan yang tepat

apabila membutuhkan dana secara cepat. Dalam waktu tiga hingga lima hari kerja

maka dana bisa dicairkan.

2. Persyaratan pengajuan sangat sederhana. Jika mengajukan pinjaman dibank, akan

terdapat serangkaian prosedur dan persyaratan yang cukup rumit dan panjang.

Berbeda dengan bank, layanan pinjam meminjam peer to peer lending tidak

memberi syarat agunan kepada peminjam. Umumnya persyaratan hanya berupa

KTP, NPWP serta memiliki rekening atas nama sendiri.

3. Akses yang sangat mudah. Cukup dengan smartphone dan koneksi internet,

sudah dapat mengakses fintech layanan pinjam meminjam ini sehingga tidak perlu

datang kekantor dan mengantri saat pengajuan peminjaman.

4. Besarnya keuntungan investasi yang didapat, diawal kemunculan fintech memberi

acuan bunga sebesar 5,57% namun saat ini bunga yang ditawarkan bisa mencapai

10% sampai dengan 35%.

Lahirnya perusahaan-perusahaan keuangan dalam bidang layanan pinjam

meminjam berbasis fintech mendorong regulator untuk mengatur lebih jauh terkait

kegiatan pinjam meminjam uang. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah · 2021. 3. 30. · 1 BAB I PENDAHULUAN . 1. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam meningkatkan

4

bergerak di sektor jasa keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan

terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuranisan, dana

pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya antara lain

melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan

tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/ penunjang kegiatan jasa

keuangan sebagaimana dimaksud dalam perundang-undangan di sektor jasa keuangan,

termasuk kewenangan perizinan kepada lembaga jasa keuangan4. Untuk mencapai

tujuan itu, OJK punya kewenangan yang luas, yaitu5:

1. Membuat peraturan di bidang jasa keuangan.

2. Memberi dan mencabut izin persetujuan dan lain-lain; memperoleh laporan

periodik dan informasi industri jasa keuangan.

3. Mengenakan sanksi administratif; melakukan pemeriksaan

4. Melakukan penyidikan atas pelanggaran undang-undang

5. Memberikan arahan atau perintah tertulis

6. Menunjuk pengelola statuter; mewajibkan pengalihan usaha demi menjaga

kepentingan nasabah

7. Mencegah kejahatan dibidang keuangan; dan mengatur pengendalian lembaga

keuangan.

Meskipun layanan pinjam meminjam berbasis fintech ini bertujuan untuk

memudahkan dan memberi keuntungan bagi para pihak, adanya risiko merupakan

sesuatu yang tidak dapat dihindari. Risiko atau resicoleer adalah suatu ajaran yaitu

seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian jika ada suatu kejadian di luar

4 Zaitul amina, Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia: Melihat Dari

Pengalaman Di Negara Lain, Universitas Negeri Surabaya, 2012, hal 8 5 Ryan Kiryanto, OJK dan Kepentingannya, Kompas, (14 Juni 2003)

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah · 2021. 3. 30. · 1 BAB I PENDAHULUAN . 1. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam meningkatkan

5

kesalahan salah satu pihak, atau dengan bahasa yang sederhana risiko adalah kerugian

yang ditimbulkan di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda menjadi

objek perjanjian. Dalam penyelenggaraan layanan pinjam berbasis fintech ini, ada

berbagai risko yang dapat terjadi baik bagi pihak kreditur sebagai pemberi pinjaman

maupun debitur sebagai penerima pinjaman.

Sebelum membahas lebih jauh mengenai risiko yang ada dalam layanan pinjam

meminjam ini, penulis akan membahas terlebih dahulu beberapa tulisan yang berkaitan

dengan topik penulisan. Salah satu tulisan berbentuk skripsi oleh Muhammad Yusuf

dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Pada Layanan Pinjaman Uang

Berbasis Financial Technology”6 membahas lebih jauh mengenai kerugian yang dialami

debitur berupa penagihan pinjaman secara intimidatif sehingga dibutuhkannya

perlindungan hukum bagi debitur. Namun debitur bukanlah satu-satunya pihak yang

membutuhkan perlindungan, kreditur sebagai pihak yang terlibat juga memiliki risiko

yang dapat menimbulkan kerugian sehingga membutuhkan perlindungan. Oleh penulis

akan membahas perlindungan dari sisi kreditur dalam tulisan ini.

Selain itu skripsi lain dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Pinjaman

Dalam Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Financial Technology Berbasis

Peer To Peer Lending Di Indonesia” oleh Alfhica Rezita Sari7, dalam tulisannya

Alfhica membahas risiko bagi pihak kreditur apabila terjadi gagal bayar dan mengacu

kepada POJK sebagai peraturan yang dikeluarkan OJK. Dalam tulisan ini, penulis tidak

6 Muhammad Yusuf, 2019. “Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Pada Layanan Pinjaman

Uang Berbasis Financial Technology”. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,

Jakarta. 7 Alfhica Rezita Sari, 2018. “Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Pinjaman Dalam

Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Peer To Peer Lending Di Indonesia”. Skripsi.

Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah · 2021. 3. 30. · 1 BAB I PENDAHULUAN . 1. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam meningkatkan

6

hanya akan mengacu kepada POJK namun juga akan meninjau perlindungan terhadap

kreditur dalam hal terjadinya wanprestasi didalam KUHPerdata dan UU ITE.

Tidak hanya dalam bentuk skripsi, terdapat pula jurnal dengan judul “Pengawasan

OJK Dalam Rangka Mitigasi Risiko Pada Peer To Peer Lending” yang ditulis oleh

Mukhammad Tismandico Ilham Zulfikar dan Ajrina Yuka Ardhira8. Jurnal ini

membahas risiko-risiko yang dapat terjadi dalam layanan ini seperti fraud, gagal bayar,

resesi atau krisis ekonomi serta peran OJK dalam hal pengawasan sebagai lembaga yang

berwenang disektor jasa keuangan dalam rangka mitigasi risko-risiko dalam peer to

peer lending. Bahwa semua penyelenggara layanan pinjam meminjam berbasis fintech

ini harus terdaftar dan memperoleh izin dari OJK sehingga penyelenggara dalam

menjalankan transaksi pinjam meminjam ini selalu dalam pengawasan OJK. Berbeda

dengan jurnal ini yang fokus membahas peran OJK dalam hal pengawasan sebagai

bentuk perlindungan kepada semua pihak dalam layanan pinjam meminjam, penulis

dalam tulisan ini ingin memfokuskan perlindungan bagi pihak kreditur sebagai pemberi

pinjaman ditinjau dari regulasi-regulasi yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas.

Selain itu jurnal lain yang berkaitan dengan topik dengan judul “Perlindungan

Terhadap Pemberi Pinjaman Selaku Konsumen dan Tanggung Jawab Penyelenggara

Peer To Peer Lending Dalam kegiatan Peer To Peer Lending di Indonesia” oleh Adi

Setiadi Saputra9, dalam jurnal ini ini dimuat hubungan antar para pihak dalam peer to

8Mukhammad Tismandico Ilham Zulfikar dan Ajrina Yuka Ardhira. (2019). “Pengawasan OJK

Dalam Rangka Dalam Rangka Mitigasi Risiko Pada Peer To Peer Lending”. Jurnal Perspektif.

Volume 24 Nomor 2 Tahun 2019. Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

9 Adi Setiadi Saputra, “Perlindungan Terhadap Pemberi Pinjaman Selaku Konsumen dan

Tanggung Jawab Penyelenggara Peer To Peer Lending Dalam Kegiatan Peer To Peer Lending Di

Indonesia . Jurnal VeJ. Vol 5 Nomor 1 Tahun 2018. Universitas Katolik Parahyangan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah · 2021. 3. 30. · 1 BAB I PENDAHULUAN . 1. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam meningkatkan

7

peer lending dan juga hadirnya UU Perlindungan konsumen sebagai penyeimbang

kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha bahwa semua pelaku usaha yang

menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia harus memiliki batasan berupa pengaturan

tanggung jawab dalam menjalankan usahanya untuk mencapai tujuan dari perlindungan

konsumen. Berbeda dengan tulisan ini, dimana penulis akan fokus membahas

perlindungan hukum terhadap kreditur dalam hal terjadinya wanprestasi berupa gagal

bayar oleh debitur.

Melalui penjelasan diatas telah dibahas beberapa tulisan baik berupa skripsi

maupun jurnal yang berhubungan dengan topik yang akan ditulis serta telah dijelaskan

juga apa yang menjadi perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.

Sehingga perlindungan hukum bagi kreditur dalam hal terjadi wanprestasi akibat gagal

bayar dalam layanan pinjam meminjam berbasis fintech ini menjadi penting untuk

dibahas.

Salah satu risiko yang dapat terjadi kepada kreditur dalam layanan pinjam

meminjam ini memiliki potensi untuk kehilangan seluruh investasinya, hal ini

memungkinkan karna pengajuan pinjaman oleh debitur adalah tanpa jaminan sehingga

wanprestasi akibat gagal bayar oleh debitur merupakan risiko yang dapat terjadi.

Adapun beberapa kasus wanprestasi berupa gagal bayar oleh debitur diantaranya ialah

kasus gagal bayar yang dilakukan seseorang setelah melakukan peminjaman ke 113

platfrom fintech.10 Kasus lain yakni terdapat kreditur yang mengidap kanker dan

membutuhkan uang dan melakukan peminjama kepada platform fintech, karna besar

10 https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190811132240-37-91172/ini-kisah-nyata-orang-ini-ngutang-ke-141-fintech-lending diakses 15 Desember 2020

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah · 2021. 3. 30. · 1 BAB I PENDAHULUAN . 1. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam meningkatkan

8

biaya yang dibutuhkan kreditur harus gali lubang turup lubang membayar utang

hingga akhirnya tidak lagi dapat membayar.11

Dalam hal terjadinya wanprestasi akibat gagal bayar oleh debitur (penerima

pinjaman) pada kegiatan pinjam meminjam berbasis fintech, maka penyelenggara pada

dasarnya tidak memiliki hubungan hukum secara langsung yang membuat risiko dapat

berpindah ke penyelenggara. Hal tersebut karena penyelenggara hanya sebagai

penerima kuasa yang bertindak untuk dan atas nama pemberi pinjaman. Sebagaimana

yang termaktub dalam POJK Nomor 77 / POJK.01/ 2016 pasal 37 Penyelenggara wajib

bertanggung jawab atas kerugian Pengguna yang timbul akibat kesalahan dan/atau

kelalaian, Direksi, dan/atau pegawai Penyelenggara.

Pada saat ini juga dapat kita lihat baik di website atau aplikasi layanan pinjam

meminjam berbasis fintech, terdapat disclaimer bagi pengguna berkaitan dengan risiko.

Adapun isi dari disclaimer diantaranya12:

Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi merupakan

kesepakatan perdata antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman,

sehingga segala risiko yang timbul dari kesepakatan tersebut ditanggung

sepenuhnya oleh masing-masing pihak.

Risiko kredit atau gagal bayar ditanggung sepenuhnya oleh pemberi pinjaman,

tidak ada lembaga atau otoritas negara yang bertanggung jawab atas risiko gagal

bayar ini.

11 https://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/pr-01333316/curhat-buruh-terlilit-utang-di-20-aplikasi-pinjaman-online-berawal-dari-butuh-mendadak-hingga-gali-lubang-tutup-lubang?page=2 diakses 6 Januari 2021. 12 https://koinworks.com/id/education-center/risiko-umum, diakses 5 Juni 2020.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah · 2021. 3. 30. · 1 BAB I PENDAHULUAN . 1. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam meningkatkan

9

Melalui penjelasan diatas, dapat kita lihat bahwa kreditur adalah pihak utama yang

akan dirugikan apabila terjadi wanprestasi oleh debitur. Hal ini juga dapat dilihat

melalui website PAPITUPI Syariah sebagai salah satu penyelenggara layanan pinjam

meminjam berbasis fintech. Dalam mekanisme penyelenggaraan layanannya apabila

terjadi wanprestasi akibat gagal bayar oleh debitur, Maka pihak penyelenggara akan

melakukan penagihan melalui unit penagihan pihak ketiga dengan upaya-upaya

yang sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Meskipun demikian, PAPITUPI

Syariah tidak dapat menjamin kesuksesan dari Pihak Ketiga atau upaya-upaya

hukum untuk menagihkan sisa pembiayaan sehingga kreditur tetap dapat

mengalami kerugian sepenuhnya dari pendanaan yang ditanamkan.13

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa adanya keterbatasan tanggung

jawab dari pihak penyelenggara dimana kreditur tetap dapat mengalami kerugian

sepenuhnya dari pendanaan yang ditanamkan. Indonesia sebagai negara hukum sudah

sepatutnya memberikan perlindungan bagi seluruh warganya dalam sektor jasa

keuangan termasuk bagi kreditur sebagai salah satu peengguna jasa keuangan dalam

layanan pinjam meminjam berbasis fintech. Berdasarkan latar belakang penulis

mengangkat judul penelitian “Tinjauan Yuridis Perlindungan Bagi Kreditur Dalam Hal

Terjadi Wanprestasi Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Fintech” yang akan

penulis uraikan pada penelitian ini.

13 https://www.papitupisyariah.com/know-your-risks, diakses 5 Juni 2020.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah · 2021. 3. 30. · 1 BAB I PENDAHULUAN . 1. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam meningkatkan

10

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana bentuk wanprestasi dalam perjanjian pinjam meminjam uang berbasis

fintech?

b. Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan bagi kreditur terhadap wanprestasi

dalam perjanjian pinjam meminjam uang berbasis fintech?

3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bentuk wanprestasi dalam perjanjian pinjam meminjam uang

berbasis fintech dan mengetahui perlindungan hukum bagi kreditur terhadap

wanprestasi dalam perjanjian pinjam meminjam uang berbasis fintech.

4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoretis

Mengembangkan Ilmu Hukum pada umumnya dan Hukum Perdata khususnya

dibidang lembaga keuangan.

b. Manfaat Praktis

Memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait dengan perlindungan hukum

kepada kreditur apabila terjadi wanprestasi oleh debitur dalam penyelenggaraan

layanan pinjam meminjam berbasis fintech.

5. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Berkaitan dengan topik Tinjauan Yuridis Perlindungan Bagi Kreditur Dalam Hal

Terjadi Wanprestasi Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Fintech maka jenis

penelitian yang dipilih adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif

yaitu penelitian hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah · 2021. 3. 30. · 1 BAB I PENDAHULUAN . 1. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam meningkatkan

11

dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang14. Oleh sebab itu dalam

penelitian ini peneliti hanya akan mengkaji norma-norma hukum positif yang

berkaitan dengan Tinjauan Yuridis Perlindungan Bagi Kreditur Dalam Hal Terjadi

Wanprestasi Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Fintech.

b. Pendekatan Penelitian

1. Pendekatan perundang-undangan adalah Pendekatan perundang-undangan adalah

pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi

yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani15.

2. Pendekatan konseptual, pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan

doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pendekatan ini menjadi

penting sebab pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang berkembang dalam

ilmu hukum dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum ketika

menyelesaikan isu hukum yang dihadapi. Pandangan/doktrin akan memperjelas

ide-ide dengan memberikan pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas

hukum yang relevan dengan permasalahan.

c. Bahan Hukum

1. Bahan Hukum Primer

a) KUHPerdata

b) Undang Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang

Undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

c) POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang

Berbasis Teknologi Informasi.

14 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya, Bandung, , 2004, h. 57 15 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi revisi, Prenada Media Group, Jakarta, 2017, h. 133.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah · 2021. 3. 30. · 1 BAB I PENDAHULUAN . 1. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan dalam suatu negara memainkan peran penting dalam meningkatkan

12

2. Bahan Hukum Sekunder

Yakni bahan bukum yang menjelaskan lebih lanjut mengenai bahan hukum

primer. Menurut Peter Mahmud Marzuki bahan hukum sekunder yang terutama

adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan

jurnal-jurnal hukum.

d. Teknik Analisis

Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis kualitatif terhadap bahan-

bahan hukum yang diteliti.