1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Jadi hal tersebut menandakan bahwa segala urusan di Indonesia akan diselesaikan secara hukum. Hukum merupakan sesuatu yang tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Wirjono (2003:15) mengatakan bahwa hukum adalah “rangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat”. Hukum mengatur hubungan antar warga masyarakat untuk menciptakan tata kehidupan yang aman dan tertib. Setiap orang memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kepentingan yang berbeda-beda tersebut kadang-kadang menibulkan benturan yang dapat melahirkan konflik atau bahkan gangguan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Penyelesaian konflik dan benturan kepentingan yang terjadi dalam masyarakat tidak selalu dapat diatasi oleh orang perseorangan. Dengan kata lain, penyelesaian tersebut harus dilakukan oleh kekuasaan pemerintah melalui pemberlakuan hukum yang bersifat memaksa. Peraturan tersebut memberi petunjuk kepada masyarakat bagaimana harus bertingkah laku dan bertindak dalam
Text of PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia …
S_PKN_0705416_Chapter1Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut
tercermin dalam UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang
berbunyi
“Negara Indonesia adalah negara hukum”. Jadi hal tersebut
menandakan
bahwa segala urusan di Indonesia akan diselesaikan secara hukum.
Hukum
merupakan sesuatu yang tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat.
Seperti
yang dikemukakan oleh Wirjono (2003:15) mengatakan bahwa hukum
adalah
“rangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai
anggota
masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum adalah
mengadakan
keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat”.
Hukum mengatur hubungan antar warga masyarakat untuk
menciptakan tata kehidupan yang aman dan tertib. Setiap orang
memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Kepentingan yang berbeda-beda
tersebut
kadang-kadang menibulkan benturan yang dapat melahirkan konflik
atau
bahkan gangguan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.
Penyelesaian
konflik dan benturan kepentingan yang terjadi dalam masyarakat
tidak selalu
dapat diatasi oleh orang perseorangan. Dengan kata lain,
penyelesaian
tersebut harus dilakukan oleh kekuasaan pemerintah melalui
pemberlakuan
hukum yang bersifat memaksa. Peraturan tersebut memberi petunjuk
kepada
masyarakat bagaimana harus bertingkah laku dan bertindak
dalam
2
tindakan kriminal atau kejahatan.
tersebut dilakukan melalui pemberlakuan ancaman sanksi hukuman bagi
para
pelanggarnya. Dengan demikian, apabila terdapat anggota masyarakat
yang
melanggar kaidah hukum tersebut maka mereka dapat dikenakan
sanksi.
Sanksi yang diberikan terhadap pelanggar hukum akan dijatuhkan oleh
hakim
yang sesuai dengan tindakan pidana yang dilakukannya. Menurut
Wirjono
(1993:16) terdapat tiga jenis sanksi yang diberikan kepada
pelanggar hukum
yaitu “sanksi administrasi, sanksi perdata dan sanksi pidana”.
Sanksi-sanksi
tersebut dijatuhkan kepada pelanggar hukum sesuai dengan
bidang
hukumannya masing-masing.
warga negara yang melakukan tindak kejahatan atau tindak pidana.
Ketentuan
yang mengatur mengenai sanksi yang diberikan bagi mereka atau
warga
negara yang melakukan tindak kejahatan atau tindak pidana diatur
dalam
KUHP Pasal 10 yaitu terdiri dari: Pidana Pokok (Pidana mati, Pidana
penjara,
Kurungan dan denda), dan Pidana Tambahan (Pencabutan hak-hak
tertentu,
Perampasan barang-barang tertentu dan Pengumuman putusan
hakim)
Pidana penjara merupakan salah satu jenis pidana yang
terdapat
dalam system hukum pidana yang terdapat dalam sistem hukum pidana
di
Indonesia. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal
12
ayat (1) dinyatakan bahwa “pidana penjara ialah seumur hidup atau
selama
3
waktu tertentu”. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Roeslan Saleh
(1987:
62) bahwa “pidana penjara adalah pidana utama di antara pidana
kehilangan
kemerdekaan dan pidana penjara dapat dijatuhkan untuk seumur hidup
atau
sementara waktu”. Kehilangan kemerdekaan dari terpidana akan
menimbulkan akibat negatif seperti terampasnya kemerdekaan
bagi
kehidupannya dan terampasnya kehidupan seksual normal seseorang.
Selain
itu juga akan mendapatkan cap jahat (stigma) dari masyarakat yang
akan
tetap melekat pada dirinya dan akan menyebabkan terjadinya
penurunan
derajat dan harga diri manusia.
Menurut Nawawi Arief dalam Priyatno (2006:2) bahwa pidana
penjara merupakan salah satu jenis sanksi pidana yang paling
sering
digunakan sebagai sarana yang masih menjunjung HAM dan orang yang
telah
dijatuhi pidana penjara akan ditempatkan di Lembaga
Pemasyarakatan.
Menurut Priyatno (2006:82) “Efektivitas pidana penjara dapat
ditinjau dari
dua aspek pokok tujuan pemidanaan yaitu aspek perlindungan
masyarakat
dan aspek perbaikan si pelaku”. Aspek perlindungan masyarakat
bertujuan
untuk mencegah, mengurangi atau mengendalikan tindak pidana
dan
memulihkan keseimbangan masyarakat, sedangkan yang dimaksud
dengan
aspek perbaikan si pelaku bertujuan untuk melakukan rehabilitasi
dan
memasyarakatkan kembali si pelaku dan melindunginya dari
perlakuan
sewenang-wenangm di luar hukum. Pidana penjara dengan sistem
pemasyarakatan lebih berorientasi pada ide perlindungan/pembinaan
dan
perbaikan terpidana untuk di kembalikan lagi ke masyarakat.
4
pengayoman melalui pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi.
Sejalan dengan
asas tersebut maka petugas pemasyarakatan lebih menekankan
aspek
pembinaan melalui sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan
bertujuan
menjadikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga Negara yang
baik
dan bertanggung jawab agar dapat kembali kemasyarakat dan
melindungi
masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh
Warga
Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dari nilai-nilai
yang
terkandung dalam Pancasila. Agar mencapai sistem pembinaan yang
baik
maka partisipasi bukan hanya datang dari petugas pemasyarakatan,
tetapi juga
dari masyarakat di samping Narapidana itu sendiri. Seorang
petugas
pemasyarakatan dapat dikatakan berpartisipasi jika sanggup
menunjukan
sikap, tindakan dan kebijaksanaan dalam mencerminkan
pengayoman
terhadap masyarakat dan Warga Binaan Pemasyarakatan itu
sendiri.
Peningkatan kasus tindak pidana Narkoba yang meningkat tajam
mengakibatkan proporsi warga binaan lapas dengan kasus Narkoba
juga
makin meningkat. Penelitian BNN pada tahun 2004 menemukan bahwa
lebih
50% warga binaan lapas terkait dengan kasus narkotika dan
psikotropika
dimana sebesar 73% dari jumlah warga binaan dengan kasus
Narkoba
tersebut masuk kategori pengguna.
dalam beberapa kategori dengan tingkatan kasus yang berbeda
yaitu
pengguna, perantara, pengedar sampai dengan produsen. Untuk
kategori
5
bahwa sebenarnya mereka merupakan korban dari sindikat atau mata
rantai
peredaran dan perdagangan narkoba.
Narapidana kasus narkotika dari Kantor Wilayah Departemen
Kehakiman
DKI Jakarta dan Jawa Barat. Tujuan dasar dari pendirian Lapas
Narkotika
adalah adanya pemikiran bahwa Narapidana dengan kasus yang
berbeda
membutuhkan perlakuan (treatment) yang berbeda pula. Oleh karena
itu,
diperlukan pemisahan Narapidana dengan kasus yang berbeda.
Demikian
pula, pada Narapidana Narkoba dipisahkan pemidanaannya dengan
Narapidana non Narkoba, dengan perlakuan (treatment) dan pembinaan
yang
spesifik pula. Peningkatan kasus tindak pidana Narkoba yang
meningkat
6
Narkoba juga makin meningkat.
di Indonesia berdasarkan jenis Narkoba pada tahun 2003-2009:
Gambar 1.1
7
yang nyaris tidak pernah menunjukkan adanya penurunan untuk semua
jenis
Narkoba. Bahkan sejak 2003-2009, kenaikan jumlah kasus
Narkoba
berdasarkan penggolongan Narkoba naik sekitar 30.52%. Peningkatan
ini
tentu saja menunjukkan adanya perkembangan penyalahgunaan yang
semakin
menjadi-jadi di Indonesia. Angka peningkatan kasus kejahatan
Narkoba ini
tentu saja diiringi dengan angka peningkatan barang bukti yang
berhasil di
sita oleh aparat berwajib.
bagaimanakah model pembinaan moral yang dilakukan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Banceuy Kota Bandung terhadap para
Narapidana. Berdasarkan pada pemikiran tersebut, maka penulis
mencoba
melakukan suatu kajian untuk menyusun skripsi dengan judul sebagai
berikut:
“MODEL PEMBINAAN MORAL NARAPIDANA NARKOBA (Studi
Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Banceuy Kota
Bandung)
B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini
adalah
sebagai berikut:
Narapidana Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Banceuy
Kota Bandung?
8
2. Program apa saja yang di arahkan untuk pembinaan moral
Narapidana
Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banceuy Kota
Bandung?
3. Bagaimana efektivitas model pembinaan moral yang dilakukan
terhadap
para Narapidana Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Banceuy
Kota Bandung?
4. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pembinaan
moral
para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banceuy
Kota
Bandung?
1. Untuk mengetahui model pembinaan moral yang dilakukan terhadap
para
Narapidana Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Banceuy
Kota Bandung
2. Untuk mengetahui Program yang di arahkan untuk pembinaan
moral
Narapidana Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Banceuy
Kota Bandung
Banceuy Kota Bandung
pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Banceuy
Kota Bandung
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat dari
dua
macam, yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat Secara Teoritis
moral para Narapidana Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I
IA
Banceuy Kota Bandung.
terhadap para Narapidana.
IIA Banceuy Kota Bandung.
Pemasyarakatan untuk mengkaji dan melakukan perbaikan model
pembinaan moral terhadap para Narapidana.
d. Sebagai literatur bagi pihak yang berminat meneliti lebih
lanjut.
E. DEFINISI OPERASIONAL
Pemasyarakatan dalam membentuk sikap, akhlak, susila serta budi
pekerti
terhadap tindak pidana agar mereka menjadi manusia seutuhnya
menyadari
kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga
dapat di terima kembali oleh lingkungan masyarakat.
10
2. Moral, adalah segala hal yang mengikat, membatasi, dan
menentukan
serta harus dianut, dijalankan karena hal tersebut dianut,
dilaksanakan atau
diharapkan dalam kehidupan dimana kita berada
3. Narapidana Narkoba, adalah terpidana yang menjalani pidana
kasus
Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif,
yaitu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati (Lexy.
J.Moleong, 2003:3). Selain itu juga penelitian kualitatif menurut
Nasution
(2003:18) disebut juga dengan penelitian naturalistik. Disebut
naturalistik
karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar,
sebagaimana
adanya tanpa dimanipulasi dan diatur dengan eksperimen atau
tes.
Dipilihnya pendekatan kualitatif dalam penelitian ini
didasarkan
pada dua alasan, pertama, permasalahan yang dikaji dalam penelitian
tentang
suatu kajian model pembinaan moral Narapidana ini membutuhkan
sejumlah
data lapangan yang sifatnya aktual dan kontekstual. Kedua,
pemilihan
pendekatan ini didasarkan pada keterkaitan masalah yang dikaji
dengan
sejumlah data primer dari subjek penelitian yang tidak dapat
dipisahkan dari
latar yang diamatinya.
peneliti pun memperhatikan pula metode yang digunakan agar hasilnya
sesuai
dengan yang diharapkan, maka penulis memilih metode penelitiannya
yang
dianggap tepat yakni studi kasus. Studi kasus memusatkan perhatian
pada
kasus secara intensif dan mendetail. Kasus dapat terbatas pada satu
orang,
satu lembaga, satu keluarga, satu peristiwa ataupun satu kelompok
manusia
dan kelompok objek-objek lain yang mencakup terbatas dipandang
sebagai
satu kesatuan. Dalam hal ini segala aspek kasus tersebut
mendapatkan
perhatian sepenuhnya dari penyidik dan itu ialah segala sesuatu
yang
mempunyai arti dalam riwayat kasus misalnya peristiwa
terjadinya,
perkembangannya, dan perubahan-perubahannya (Winarno
yang menyatakan bahwa: “Studi kasus adalah suatu penelitian yang
dilakukan
secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi,
lembaga atau
gejala tertentu”
Adapun kasus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
Bagaimana Model Pembinaan Moral Narapidana Narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Banceuy Kota Bandung. Kasus tersebut di
batasi
dalam satu Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Banceuy Kota
Bandung.
Dengan studi kasus tersebut, diharapkan dapat terungkap sekumpulan
temuan
mengenai kegiatan pembinaan moral yang dilakukan oleh Lembaga
12
tersebut.
Pada penelitian ini, di mana kedudukan peneliti sebagai alat
peneliti utama yang menyatu dengan sumber data yang di amati,
maka
proses pengumpulan data dalam penelitian studi kasus ini
menggunakan
beberapa teknik penelitian, yaitu:
(1998:129) berpendapat bahwa “observasi dilakukan oleh pengamat
dengan
menggunakan instrumen pengamatan maupun tanpa instrumen
pengamatan”.
II A Banceuy Kota Bandung ini meliputi :
a) Pengamatan terhadap pelaksanaan pembinaan moral yang
dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Banceuy
Kota
Bandung.
Pemasyarakatan Kelas II A Banceuy Kota Bandung
c) Pengamatan terhadap hasil dari pembinaan, seperti hasil
kerajinan dan
ketrampilan para Narapidana.
d) Pengamatan terhadap ucapan serta ekspresi muka serta gerak
tubuh
para Narapidana selama penulis melakukan interview, khusunya
terhadap pertanyaan-pertanyaan yang peka.
Pemasyarakatan Kelas II A Banceuy Kota Bandung dan tindakan
Narapidana dalam mengikuti pembinaan moral. Dari observasi ini,
peneliti
dapat mempelajari langsung tentang Model Pembinaan Moral
Narapidana
Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan dan lingkungan Lembaga
Pemasyarakatan sebagai lingkungan pembinaan bagi Narapidana.
2. Wawancara mendalam (Indepth Interviewing), merupakan
percakapan
antara peneliti dan responden. Dengan cara peneliti mengajukan
pertanyaan
kepada responden guna mendapatkan informasi baik bersifat verbal
maupun
non verbal. Wawancara yang digunakan adalah dengan
menggunakan
sistem wawancara terbuka yang berarti subjek tahu bahwa mereka
sedang
diwawancarai, dan mengerti maksud wawancara.
Wawancara dilakukan untuk melengkapi data yang diperoleh
lewat
observasi dan untuk melengkapi data yang tidak mungkin diperoleh
dari
kegiatan observasi dan studi dokumentasi. Melalui wawancara
peneliti dapat
mempelajari pengetahuan dan sikap (perasaan, keinginan dan
harapan)
informan.
14
data tentang kata-kata atau ungkapan Narapidana, yang telah lama
terlibat
dalam kegiatan Pembinaan Narapidana, pembimbing/petugas atau
instruktur
kegiatan pembinaan yang secara resmi diberi wewenang untuk
membina
Narapidana, baik mereka yang bertugas di bidang pendidikan
agama,
pendidikan umum, maupun yang berperan membina ketrampilan kerja
yang
berkaitan dengan Pembinaan Moral Narapidana Narkoba di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Banceuy Kota Bandung beserta
kendala-
kendalanya.
3. Studi Dokumentasi (Document of study), setiap bahan tertulis
ataupun film,
selain recorder yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan
seorang
penyidik. Semua itu guna menunjang perolehan data dari lapangan
sesuai
dengan tujuan penelitian.
Narapidana Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Banceuy
Kota
Bandung beserta kendala-kendalanya dari berbagai dokumen yang
bersifat
permanen dan tercatat agar data yang diperoleh lebih abash.
Dokumen-
dokumen yang ditelusuri adalah program pembinaan Narapidana dan
buku
catatan Narapidana.
studi dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang memuat
deskripsi
yang luas tentang Pembinaan Moral Narapidana Narkoba di
Lembaga
15
kendalanya. Pencatatan dilakukan secara selektif sesuai dengan
tujuan
penelitian, peneliti memilih fakta dan informasi mana yang
harus
diperhatikan/dicatat dan mana yang harus diabaikan, fakta dan
informasi
yang dicatat itulah yang dijadikan data.
4. Studi Literatur (Literature of study). Dalam penelitian ini
penulis
menggunakan peraturan perundangan yang terkait dengan lembaga
pemasyarakatan, serta putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum
tetap serta mempelajari sejumlah literatur buku, jurnal, surat
kabar, dan
sumber kepustakaan lainnya untuk memperoleh informasi-informasi
yang
menunjang bahan kajian khususnya yang berkaitan dengan
Pembinaan
Moral Narapidana Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Banceuy Kota Bandung beserta kendala-kendalanya.
H. LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banceuy Bandung terletak di
Jalan Soekarno Hatta No. 187 A Bandung, sebelumnya terletak di
Jalan
Banceuy No. 8 Bandung, nama Banceuy melekat pada nama Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Bandung di Jalan Soekarno Hatta No. 187
A
Bandung, karena nilai historis pada saat itu mantan presiden
Soekarno
pernah ditahan di LembagaPemasyarakatan Banceuy.
16
untuk diteliti oleh peneliti”. Dalam penelitian kualitatif, subjek
penelitian
dikatakan sebagai informan yaitu orang yang memberikan
informasi.
Penentuan responden sebagai subjek penelitian dilakukan dengan
cara
purposif, hal ini merujuk pada pendapat Nasution (2003: 11) bahwa
dalam
metode naturalistik tidak menggunakan sampling random atau acak
dan
tidak menggunakan populasi dan sample yang banyak. Sample
biasanya
sedikit dan dipilih menurut tujuan (purpose) penelitian.
Berdasarkan hal di atas, responden yang akan dijadikan subjek
penelitian berjumlah 6 orang dengan perincian sebagai
berikut:
a) Empat orang Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah menjalani
½
dari masa hukuman pidananya.
b) Dua orang petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Banceuy
Kota Bandung yaitu Kepala dan staf Bimbingan Kemasyarakatan
dan
Perawatan (BIMKEMASWAT).