Author
yohan-mahrum
View
107
Download
0
Embed Size (px)
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Djoko Saryono (2006: 42) pengalaman adalah segala sesuatau
yang telah dialami oleh manusia di dalam hidupnya. Sementara itu, dalam karya
sastra pengalaman merupakan aspek penting dalam dunia kepenulisan khususnya
puisi. Pengalaman menjadi modal awal, bagi seorang penulis untuk menuangkan
ide atau gagasan dalam karyanya.
Herwan FR (2005: 7) memaparkan, bahwa dalam penulisan puisi terdapat
dua jenis pengalaman yang dituangkan oleh seorang penyair, yakni 1) pengalaman
yang dapat terinderai (pengalaman empiris), misalnya melihat, mendengar,
mencium, meraba, dan merasa; 2) pengalaman kebatinan (pengalaman spiritual)
atau perasaan hati. Dengan kata lain, kita dapat merasakan pengalaman empiris
dan pengalaman spiritual dari seorang penyair, yakni dengan cara membaca
karyanya.
Cecep Syamsul Hari lahir di Bandung, 01 Mei 1967, adalah salah seorang
penyair, karya-karyanya telah dipublikasikan di berbagai media, antara lain di:
Kompas; Horison; The Jakarta Post; antologi Negeri Bayang-bayang (Surabaya:
Festival Seni Surabaya,1997); Utan Kayu Tafsir dalam Permainan (Jakarta:
TUK,1998) dan sebagainya. Selain karya-karya tersebut, beliau juga telah
membukukan kumpulan puisinya dalam buku Efrosina (Horison: 2005).
Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung, bahwa pengalaman
merupakan modal awal lahirnya suatu karya sastra. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka dapat diketahui, bahwa puisinya terlahir dari sebuah pengalaman,
dan dalam hal ini, pengalaman tersebut dapat ditengarai sebagai pengalaman
keterbacaan. Pengalaman keterbacaan adalah pengalaman yang diperoleh
seseorang berdasarkan hasil dari kegiatan membaca. Hal ini bersesuai dengan
pernyataan Sariban (2009: 214), bahwa penulis mendapat gagasan dalam
menciptakan karya sastra setelah ia meresapi teks-teks lain. Pendapat tersebut
memberi pemahaman, bahwa teks-teks karya sastra yang telah dibaca dapat
diserap sebagai gagasan untuk dipadukan menjadi karya sastra yang baru.
Persinggungan Cecep Syamsul Hari dengan kegiatan membaca
memungkinkannya untuk menghasilkan karya (puisi), yang tentunya memuat
pengalaman keterbacaannya tersebut. Hal ini senada dengan pernyataan Teeuw
(Rahmat Djoko Pradopo, 2005: 223) yang menyebutkan, bahwa karya sastra tidak
ditulis dari kekosongan budaya. Dengan kata lain, bahwa sebuah karya sastra
tercipta dari kebudayaan yang telah berkembang di masyarakat. Demikian pula
dengan beberapa puisi dalam kumpulan puisi Efrosina yang mengandung unsur
kebudayaan yang telah lebih dulu berkembang pada masanya.
Sementara itu, sebagai penyair yang telah lebih dulu melahirkan karya,
Chairil Anwar tentunya menjadi tokoh yang tidak terlewatkan dari sorotan
penyair-penyair setelahnya. Chairil Anwar telah memberi warna baru pada
perpuisian Indonesia pada masanya, yakni dengan aliran realisme dan
aksistensialismenya, sedangkan pada periode penyair sebelumnya masih begitu
kental dengan aliran romantik (Rahmat Djoko Pradopo, 2005: 94).
Salah satu buku yang memuat kumpulan puisinya adalah Aku Ini Binatang
Jalang, buku tersebut merupakan kumpulan puisi terlengkap karya Chairil Anwar
yang selama ini tersebar dalam beberapa buku, seperti Deru Campur Debu
(DCD), Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (KT), Tiga Menguak
Takdir (TMT), dan Chairil Anwar Pelopor angkatan 45 (P).
Dari paparan di atas peneliti bermaksud untuk menganalisis hubungan
intertekstual pada beberapa puisi yang termuat dalam kumpulan puisi Efrosina
karya Cecep Syamsul Hari dan kumpulan puisi Aku Ini Binatang Jalang karya
Chairil Anwar.
Riffaterre (Rachmat Djoko Pradopo, 2005: 227) menyatakan, bahwa
prinsip intertekstual adalah mengetahui hubungan antara satu teks dengan teks
lainnya. Dengan demikian, untuk dapat memahami makna dari puisi-puisi Cecep
Syamsul Hari secara penuh, maka kita harus lebih dulu mengetahui hubungan
yang terdapat pada puisi-puisi Cecep Syamsul Hari dan puisi-puisi karya penyair
sebelumnya, dalam hal ini adalah puisi-puisi Chairil Anwar. Hubungan tersebut
ditandai dengan adanya persamaan dan perbedaan dari kedua karya sastra
tersebut. Terkait dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini penulis akan
menganalisis kumpulan puisi Efrosina dan Aku Ini Binatang Jalang karya Chairil
Anwar dengan kajian intertekstual.
Berdasarkan paparan di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian
dengan judul “Kajian Intertekstual Pada Kumpulan Puisi Efrosina Karya Cecep
Syamsul Hari dan Kumpulan Puisi Aku Ini Binatang Jalang karya Chairil Anwar
dan Rencana Pembelajaran Menulis di SMA”
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi masalah penelitian agar
penelitian ini menjadi terarah. Maka, penelitian ini akan dibatasi pada kajian
intertekstual pada beberapa puisi dalam kumpulan puisi Efrosina karya Cecep
Syamsul Hari dan Kumpulan Puisi Aku Ini Binatang Jalang karya Chairil Anwar
dan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Menulis di SMA.
C. Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Adakah keterkaitan antara isi puisi dengan tokoh mitologi Yunani
yang termuat di dalamnya?
2. Bagaimana pengaruh tokoh mitologi Yunani terhadap puisi yang
memuatnya?
3. Bagaimana menjadikan kumpulan puisi Efrosina karya Cecep Syamsul
Hari sebagai unsur dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Menulis di SMA?
D. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan penelitian yang dilakukan tentunya memiliki tujuan yang
ingin dicapai, demikian pula dengan penelitian ini. Adapun tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan keterkaitan antara isi puisi dengan tokoh mitologi
Yunani yang termuat di dalamnya.
2. Mendeskripsikan pengaruh tokoh mitologi Yunani terhadap puisi yang
memuatnya.
3. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Menulis di SMA
dengan menjadikan kumpulan puisi Efrosina karya Cecep Syamsul
Hari sebagai salah satu unsur penyusunnya.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi
pengembangan keilmuan sastra Indonesia terutama pada pengkajian
puisi dengan pendekatan intertakstual teori Riffaterre mengenai
peranan konsep hypogram.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pembelajar
intertekstual dalam memahi makna dari sebuah puisi secara
penuh.
b. Hasil penelitian ini dapat memerluas cakrawala apresiasi
pembaca sastra Indonesia terhadap kajian interteksual dalam
puisi.
F. Definisi Istilah
1. Kajian adalah penyelidikan terhadap sesuatu (teks karya sastra) untuk
mengetahui lebih dalam mengenai karya tersebut (KBBI, 2007: 58).
2. Intertekstual adalah sebuah teori yang digunakan untuk mengetahui
hubungan atau keterkaitan antara satu teks dengan teks lain yang telah
lebih dulu tercipta (Pradopo: 2005: 227).
3. Rachmat Djoko Pradopo (2005: 7) menjelaskan, bahwa puisi
merupakan salah satu bentuk dari karya sastra yang mengekspresikan
pemikiran, yang membangkitkan perasaan, dan merangsang imaji panca
indera dalam susunan yang berirama.
4. Menurut Mulyasa (2007: 212), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
merupakan komponen penting dari KTSP, yang pengembangannya
harus dilakukan secara profesional.
G. Teori Intertekstual
Interteks, berasal dari akar kata inter+teks. Perfiks ‘inter’ yang berarti (di)
antara dalam hubungan ini memiliki kesejajaran dengan prefiks ‘intra’, ‘trans’,
dan ‘para’. Teks, berasal dari kata textus (Latin), yang berarti tenunan, anyaman,
susunan, dan jalinan. Intertekstual dengan demikjian didefinisikan sebagai
huubungan atau jaringan antara satu teks dengan teks-teks lain. Sebagian varian,
intratekstual melibatkan hubungan antarteks dalam karya penulis tunggal,
transtekstual merupakan hubungan secara arsitektural, sedangkan paratekstual
melibatkan hubungan antara teks sastra dan teks sosial melalui judul, pembukaan,
kulit buku, ilustrasi, dan sebagainya (Nyoman Khutha Ratna, 2010: 211—212).
Pada awalnya konsep intertekstual dikemukakan oleh Mikhail Bakhtin.
Menurut Bakthin (Sariban, 2009: 214), karya sastra dilahirkan di antara teks yang
satu dengan teks yang lainnya. Di dalam setiap karya sastra, selalu terjadi dialog
antara teks dalaman, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra, dengan
teks luaran, yaitu teks kemasyarakatan atau sosial, atau unsur-unsur yang terkait
dengan kehidupan pengarang.
Kajian intertekstual dimaksudkan sebagai kajian terhadap sebuah atau juga
sejumlah teks (sastra), yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu,
misalnya untuk menemukan unsur-unsur intrinsik seperti ide atau gagasan yang
menjadi latar penciptanya, oleh Riffaterre disebut hypogram. Istilah hipogram
dapat diartikan sebagai latar atau dasar terciptanya sebuah karya yang dipengaruhi
oleh karya yang telah ada sebelumnya (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 50).
Menurut Teeuw (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 51) Wujud hipogram dapat
berupa penerusan konvensi, pemutarbalikan esensi dan amanat teks pada karya
sebelumnya.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dengan kata lain Intertekstual adalah
sebuah teori yang digunakan untuk menemukan adanya hubungan antara satu teks
dengan teks lain, yaitu dengan cara membandingkan sebuah atau sejumlah teks,
dengan teks yang menjadi latar penciptaan karya tersebut.
H. Pengertian Puisi
Menurut Altenbernd (Pradopo, 2005: 5—6), puisi adalah pendramaan
pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa berirama. Selanjutnya,
Pradopo (2005: 7) mengungkapkan, bahwa puisi merupakan salah satu bentuk
dari karya sastra yang mengekspresikan pemikiran, yang membangkitkan
perasaan, dan merangsang imaji panca indera dalam susunan yang berirama.
Kemudian menurut Leigh Hun (Herwan, 2005: 2), puisi adalah luapan perasaan
yang bersifat imajinatif.
Seorang penyair akan memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun
secara bsebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan
unsur lain sangat erat hubungannya. Selain itu, bunyi juga tidak luput dari
perhatian seorang penyair. bunyi merdu seperti musik adalah harapan bagi
penyair, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian
bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan menggunakan orkestra bunyi.
Jadi puisi itu bukan sekedar pernyataan perasaan yang bercampur baur, akan
tetapi merupakan pemikiran manusia secara konkrit dan artistik dalam bahasa
emosional serta berirama. Di sini, misalnya dengan kiasan, dengan citra-citra, dan
disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan katanya tepat, dan
sebagainya) dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik
(pergantian bunyi kata-katanya berturut-turut secara teratur).
I. Ciri-ciri Puisi
Ciri yang paling menonjol dalam puisi adalah bahasanya. Bahasa dalam
puisi penuh konotatif, bukan bahsa yang sebenarnya atau bahasa kiasan, dengan
disertai pilihan kata atau diksi dan gaya bahasa atau majas. Pada umumnya ciri
puisi adalah bentuk atau tipografinya. Bentuk tubuh puisi tidak seperti prosa fiksi.
Bentuk tubuh puisi cenderung berlarik dan berbait, walaupun dalam
perkembangan puisi modern bentuk tubuh puisi beragam, bahkan ada yang sangat
mirip dengan bentuk tubuh cerpen. Selain itu, puisi pada umumnya berbentuk
monolog. Di dalamnya banyak ditemukan “aku-lirik”, jarang puisi yang berisi
dialog-dialog , meski tentu ada pula penyair yang menulis puisi dengan
menyelipkan dialog-dialog.
Keterikatan sebuah kata dalam puisi lebih cenderung kepada struktur
ritmik sebuah baris daripada struktur sintaktik sebuah kalimat seperti dalam prosa.
Jadi dalam puisi ada ritmenya, persamaan bunyi, dan metrum, tinggi rendahn ya
bunyi itu, walau banyak puisi modern yang hampir pasti tidak memiliki
persamaan bunyi.
Puisi, bagaimanapun merupakan sebuah totalitas, maka ia akan terdiri dari
berbagai lapis, seperti lapis bunyi, lapis arti fisik, lapis dunia yang terdiri atas
dunia dalam gambaran penyair dan dunia metafisis, dan lapis makna. Apabila
tidak mengandung berbabagai lapis tersebut, maka tidak bisa digolongkan ke
dalam puisi. (Herwan FR, 2005: 10).
J. Unsur-unsur Pembentuk Puisi
Puisi adalah hasil seni sastra yang kata-katanya tersusun menurut irama,
puisi dan kadang-kadang kata kiasan. Puisi memberikan kesan adanya suatu
makna yang baru dan luar biasa yang akrab dengan kita dan ditumbuhkan oleh
daya tafsir dalam puisi itu. Suasana yang akrab dan luar biasa itu diungkapkan
oleh adanya unsur yang digunakan untuk membangkitkan imaji
pembaca/pendengar.
Ungkapan perasaan dalam puisi akan menjadi utuh dan mengalir jika
dibangun oleh beberapa unsur yang saling berkaitan dan menunjang. Berbicara
tentang unsur-unsur pembangun puisi, ada beberapa pendapat yang menyatakan
unsur-unsur dalam puisi. Salah satu pendapat tersebut ialah menurut Majorie
Boulton (Herwan, 2005: 10). Dia membedakan dua hal penting yang membangun
sebuah puisi yaitu 1) Hakikat puisi (unsur metal): tema, urutan logis, pola
asosiasi, satuan arti yang dilambangkan, dan pola-pola citraan serta emosi; dan 2)
metode puisi (unsur fisik): penampilan puisi dalam bentuk nada dan lirik puisi,
termasuk rima, persamaan bunyi, intonasi, pengulangan, dan kebahasaan lainya.
K. Pengertian Pembelajaran
Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan
mengajar. Belajar, mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar
dapat terjadi tanpa guru dan tanpa kegiatan mengajar serta pembelajaran formal
lain. Sedangkan mengajar meliputi segala hal yang guru lakukan di dalam kelas.
Dalam kegiatan belajar mengajar terjadi suatu proses penyampaian
pengetahuan yaitu pembelajaran. Pengetahuan sangat penting bagi manusia.
Tanpa memiliki pengetahuan dan wawasan, kita tidak mengetahui apa-apa.
Agar proses belajar tersebut berjalan, maka guru harus merencanakan
dengan seksama dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan
perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan apa yang diharapkan. Peranan guru
dalam pembelajaran sangatlah penting. Tidak hanya itu, siswa serta aspek-aspek
lainnya pun ikut menentukan keberhasilan pembelajaran.
Berbicara tentang pembelajaran, beberapa ahli mengutarakan bahwa guru,
siswa, serta komponen-komponen dalam pembelajaran merupakan suatu kesatuan
yang membuat proses belajar berjalan dengan lancar. Dalam bukunya “Proses
Belajar Mengajar”, Hamalik (2001: 57) mengutarakan bahwa “pembelajaran
adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusia, material,
fasilititas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai
tujuan pembelajaran”. Unsur manusia merupakan komponen pembelajaran yang
berperan aktif dalam PBM yang di dalamnya mencakup siswa, guru, dan tenaga
lainnya.
Unsur material dalam pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
mendukung kelancaran belajar-mengajar. Misalnya penggunaan media
pembelajaran. Media yang dipilih harus disesuaikan dengan materi dan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Fasilitas dan perlengkapan pembelajaran pun
tidak dapat diabaikan begitu saja, begitu juga dengan prosedur pembelajaran yang
meliputi jadwal, metode, materi, evaluasi, dan sebagainya. Kombinasi unsur-
unsur tersebut tidak dapat dipisahkan. Salah satu unsur tidak terpenuhi maka
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya tidak dapat tercapai
dengan optimal.
Pembelajaran merupakan suatu proses belajar yang dilakukan guru dan
siswa. Hal ini serupa dengan pendapat Sudjana (2000: 6) yang menyatakan bahwa
pembelajaran adalah upaya seorang guru dalam membantu siswa melakukan
kegiatan belajar. Dalam pembelajaran terjadi proses pengaruh-mempengaruhi.
Bukan hanya guru yang mempengaruhi siswa, tetapi siswa juga dapat
mempengaruhi guru. Maksud saling mempengaruhi di sini adalah dalam proses
belajar mengajar, siswa memberikan kontribusi atau perilaku-perilaku yang
memungkinkan guru mengambil sikap-sikap tertentu untuk mengahadapi atau
menyelesaikan perilaku siswa. Perilaku tersebut bisa berupa rendahnya motivasi
siswa dalam belajar. Di sinilah guru diharapkan dapat membangkitkan semangat
siswa untuk belajar baik dari penggunaan metode, materi yang disampaikan,
maupun sumber belajar yang akan digunakan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, dalam pembelajaran tidak akan
terlepas dari unsur-unsur pembelajaran, baik unsur material, manusia, fasilitas,
perlengkapan, maupun prosedur pembelajaran. Semua unsur tersebut merupakan
satu kesatuan yang harus dipenuhi dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, bahwa dalam pembelajaran
terjadi suatu proses penyampaian pengetahuan atau informasi dari siswa ke guru
atau pun sebaliknya. Hal ini didukung oleh Sagala (2005: 61) yang
mengemukakan bahwa “pembelajaran merupakan suatu proses komunikasi dua
arah. Mengajar dilakukan oleh pihak guru, sedangkan belajar dilakukan oleh
peserta didik”. Guru dan siswa merupakan inti dalam pembelajaran. Ada guru
tanpa siswa, proses belajar mengajar pun tidak akan berjalan, begitu juga
sebaliknya. Meskipun guru dan siswa adalah inti dalam pembelajaran, kehadiran
unsur-unsur pembelajaran yang lainnya bukan berarti tidak penting. Unsur-unsur
tersebut ikut menunjang kelancaran proses komunikasi dan proses belajar
sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya dapat tercapai.
Pembelajaran sebagai suatu sistem merupakan suatu pendekatan mengajar
yang menekankan hubungan sistemik antara berbagai komponen atau unsur dalam
pembelajaran. Hubungan sistemik ini mempunyai arti komponen yang terpadu
dalam pembelajaran sesuai dengan fungsinya saling berhubungan satu sama lain
dan membentuk satu kesatuan.
Berdasarkan paparan di atas, pembelajaran merupakan suatu sistem yang
dirancang oleh guru untuk membantu proses belajar siswa dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Rancangan pembelajaran tersebut
berupa peristiwa, kondisi atau situasi belajar yang memungkinkan terjadinya
proses belajar siswa.
L. Pengertian Menulis
Banyak orang yang memberikan definisi tentang menulis. Dalam
memberikan argumennya, terkadang para ahli memiliki persamaan dan perbedaan.
Hal itu terjadi karena bedanya pemahaman di antara mereka tentang pengertian
menulis. Ada ahli yang menyamakan menulis dengan mengarang. Produk akhir
dari kegiatan mengarang adalah sebuah karya berupa tulisan. Atas dasar itulah
istilah menulis disamakan dengan istilah mengarang.
Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik
yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga
orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka
memahami bahasa dan grafik tersebut (Tarigan, 1994:21). Lambang-lambang
grafik yang dimaksud adalah simbol-simbol bermakna berupa tulisan atau
rangkaian kalimat yang memiliki makna tersirat. Di sinilah diperlukan
kemampuan pemahaman pembaca sehingga maksud penulis dapat dipahami dan
dimengerti. Dengan demikan, menulis adalah salah satu jenis keterampilan
berbahasa yang dimiliki dan digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi
tidak langsung.
Komunikasi dapat terjadi secara tidak langsung melaui perantara, salah
satunya melalui media tulis berupa tulisan. Dalam bukunya “Ihwal Menulis”,
Hasani (2005: 2) mengemukakan bahwa menulis adalah proses mengutarakan
pikiran, perasaan, pengindraan, khayalan, kemauan, keyakinan, dan pengalaman
yang disusun dengan lambang-lambang grafik secara tertulis untuk tujuan
komunikasi. Menulis merupakan kegiatan ekspresif yang memerlukan daya nalar
dan daya khayal yang diungkapkan dalam tulisan sebagai sarana komunikasi tidak
langsung antara pembaca dan penulis.
Dari beberapa pendapat di atas, pada intinya menulis sama dengan
mengarang, yang berbeda hanya penggunaan istilah saja. Menulis adalah kegiatan
mengungkapkan pikiran, perasaan, khayalan dan emosional yang disusun dengan
lambang-lambang grafik secara teratur dan jelas. Hal tersebut bertujuan agar
orang lain dapat memahami dan mengerti apa yang dipikirkan penulis. Karena
dalam kegiatan menulis karya yang dihasilkannya adalah tulisan, maka dengan
tulisan itulah komunikasi terjadi.
M. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara atau alat yang dipakai dalam penelitian;
dengan demikian, nmetode merupakan sebuah strategi dalam melakukan
penelitian (Semi, 2002: 241). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode deskriptif
yaitu metode yang digunakan untuk memecahkan masalah atau menjawab
permasalahan yang dihadapi pada situasi sekarang atau masalah yang aktual
dengan jalan mengumpulkan, menyusun, mengklarifikasi, menganalisis, dan
menginterpretasi. Penelitian ini memberikan gambaran secara obyektif mengenai
keterkaitan puisi Efrosina karya Cecep Syamsul Hari dengan Kumpulan Puisi Aku
Ini Binatang Jalang karya Chairil Anwar. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif yang menganalisis keterkaitan puisi
Efrosina karya Cecep Syamsul Hari dengan Kumpulan Puisi Aku Ini Binatang
Jalang karya Chairil Anwar, yakni dengan menggunakan analisis intertekstual
teori Riffaterre mengenai peranan konsep hypogram.
N. Teknik Penelitian
1. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah kegeiatan mencari dan mengumpulkan bahan-bahan
informasi yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti atau dengan
cara mencari, mempelajari, menelaah berbagai aspek yang berhubungan dengan
masalah.
2. Analisis Data
Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola,
menyintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain
(Bogdan dan Biklen dalam Moelong, 2008; 248). Dalam teknik ini, penulis
mengkaji intertekstual pada kumpulan puisi Efrosina karya Cecep Syamsul Hari
dan kumpulan puisi Aku Ini Binatang Jalang karya Chairil Anwar.
O. Sumber Data
Menurut Lofland (Moelong, 2005; 157) sumber data utama dalam penelitian
kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain. Sedangkan menurut Arikunto (2002; 107) sumber data
dalam penelitian adalah subyek dari data penelitian yang diperoleh. Penelitian ini
akan meninjau intertekstual pada beberapa puisi yang terdapat dalam kumpulan
puisi Efrosina karya Cecep Syamsul Hari dan kumpulan puisi Aku Ini Binatang
Jalang karya Chairil Anwar.
Daftar Pustaka
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Sastra dan Culturan Studies Representasi Foiksi
dan Fakta. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Sariban. 2009. Teori dan Penerapan Penelitian Sastra. Surabaya: Lentera Cendia
Surabaya.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Pengkajian Puisi. Yogjakarta: Gajah Mada
University Press.
Saryono, Djoko. 2006. Apresiasi Sastra Indonesia. Sidoarjo: PT. Alfath Putra.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogjakarta: Gajah Mada
University Press.
FR, Herwan. 2005. Apresiasi dan Kajian Puisi. Serang: GERAGE Budaya.
Semi, M. Attar. 1993. Rencana Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Bandung: Angkasa.
Moelong, Lexy. J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rusdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Hari, Cecep Syamsul. 2005. Pilihan Puisi Efrosina. Jakarta Timur: Majalah Sastra
Horison.