43
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cerita rakyat atau folklor yang ada di dalam masyarakat merupakan suatu bentuk cerita dari mulut ke mulut yang sampai sekarang masih dipercaya oleh masyarakat setempat. Menurut James Danandjaya (1984:4), definisi folklor secara keseluruhan adalah: sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam benuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu mengingat. Umumnya cerita rakyat mempunyai makna dan amanat yang tersembunyi di balik cerita yang tersebar di masyarakat. Carita rakyat juga bertujuan untuk menghormati, memuja mohon keselamatan dan ucapan syukur kepada Tuhan melalui para leluhur dan peninggalannya. Mereka percaya bahwa keterbatasan yang dimiliki oleh manusia dapat diatasi dengan keterlibatan para leluhurnya dan peninggalannya, sehingga akhirnya mempercayai dan meyakini cerita rakyat tersebut. Cerita rakyat maupun folklor merupakan salah satu upaya manusia untuk melestarikan kebudayaan dan adat yang telah dibuat oleh leluhurnya dan diteruskan secara turun menurun kepada masyarakat. Diharapkan dengan cerita rakyat atau folklor tersebut manusia dapat mengetahui asal-usul ataupun kejadian dimana cerita rakyat itu diceritakan kepada masyarakat. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

  • Upload
    others

  • View
    27

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Cerita rakyat atau folklor yang ada di dalam masyarakat merupakan suatu

bentuk cerita dari mulut ke mulut yang sampai sekarang masih dipercaya oleh

masyarakat setempat. Menurut James Danandjaya (1984:4), definisi folklor secara

keseluruhan adalah: sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan

diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional

dalam versi yang berbeda, baik dalam benuk lisan maupun contoh yang disertai

dengan gerak isyarat atau alat pembantu mengingat. Umumnya cerita rakyat

mempunyai makna dan amanat yang tersembunyi di balik cerita yang tersebar di

masyarakat. Carita rakyat juga bertujuan untuk menghormati, memuja mohon

keselamatan dan ucapan syukur kepada Tuhan melalui para leluhur dan

peninggalannya. Mereka percaya bahwa keterbatasan yang dimiliki oleh manusia

dapat diatasi dengan keterlibatan para leluhurnya dan peninggalannya, sehingga

akhirnya mempercayai dan meyakini cerita rakyat tersebut.

Cerita rakyat maupun folklor merupakan salah satu upaya manusia untuk

melestarikan kebudayaan dan adat yang telah dibuat oleh leluhurnya dan

diteruskan secara turun menurun kepada masyarakat. Diharapkan dengan cerita

rakyat atau folklor tersebut manusia dapat mengetahui asal-usul ataupun kejadian

dimana cerita rakyat itu diceritakan kepada masyarakat.

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

2

Salah satu cerita rakyat yang masih eksis yaitu cerita rakyat Syeh Domba

yang terletak di Dukuh Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten

Klaten, Jawa Tengah.

Cerita rakyat Syeh Domba sudah mendarah daging bagi masyarakat Klaten

khususnya Desa Paseban. Hal ini tidak terlepas dari kehidupan orang Jawa pada

umumnya hal-hal yang berbau gaib dan mistis masih sangat kental sekali karena

termasuk juga dalam kebudayaan Jawa. Cerita-cerita mitos menurut kepercayaan

masyarakat sungguh-sungguh terjadi dan dalam arti tertentu menjadi keramat

(Keesing, 2004:106). Dengan anggapan seperti itulah kedudukan serta fungsi

cerita rakyat tersebut semakin kuat pengaruhnya bagi masyarakat. Mitos dianggap

memberi gambaran tentang kehidupan manusia yang bersifat baik dan buruk,

sehingga masyarakat Dukuh Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat,

Kabupaten Klaten, Jawa Tengah masih mengagungkan mitos yang ada, yaitu

mitos Syeh Domba.

Syeh Domba diyakini sebagai murid Sunan Pandanaran yang kemudian

diberi amanat membantu menyebarkan agama islam di daerah Paseban, Bayat.

Sebelum menjadi murid sunan Pandanaran dahulu kala Syeh Domba adalah

seorang begal yang berjuluk Sambang Dalan. Sambang dalan membegal sunan

Pandanaraan dan kemudian dikutuk menjadi domba (kepalanya domba badannya

manusia) dan akhirnya bertaubat dan ingin menjadi murid sunan Pandanaran.

Petilasan Syeh Domba merupakan salah satu tempat yang di anggap sakral

oleh masyarakat baik di daerah Bayat maupun luar daerah. Menurut cerita

masyarakat sekitar dahulu Syeh Domba adalah murid Sunan Pandanaran yang

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

3

turut berperan dalam siar agama Islam di daerah Bayat. Syeh Domba juga

berperan sebagai muadzin (orang yang mengumandangkan adzan) di Masjid Golo.

Kesaktian dan penanannya semasa hidup Syeh Domba dulu membuat

makam atau petilasan Syeh Domba dijadikan tempat untuk ngalap berkah sampai

sekarang. Banyak orang yang meyakini kalau bersemedi atau bertapa di petilasan

Syeh Domba maka keinginannya akan terkabul. Menurut masyarakat sekitar

maupun juru kunci, banyak orang yang datang ke makam Syeh Domba untuk

berbagai alasan. Tidak hanya untuk meminta keinginannya terkabul mlainkan juga

ada yang datang untuk meminta kesembuhan untuk sakit, dan ada juga yang

datang memang hanya untuk berziarah.

Banyaknya tujuan orang yang datang sangat membuat peneliti tertarik

untuk mengangkat objek Cerita Rakyat Syeh Domba sebagai penelitian. Dimana

peneliti akan mengumpulkan informasi dan mencari tau tujuan orang yang datang

ke petilasan Syeh Domba. Peneliti ingin mengetahui tujuan orang yang

berkunjung dan juga ingin menguak ritual-ritual apa saja yang biasa dilakukan di

petilasan Syeh Domba dan adakah keterkaitan petilasan Syeh Domba dengan

pesugihan tuyul yang banyak di bicarakan oleh orang yang belum tau

kebenarannya.

Banyak hal-hal yang menarik yang dapat diteliti dalam petilasan Syeh

Domba. Banyak ritual-ritual atau upacara adat yang diadakan di makam Syeh

Domba, di antaranya yaitu ritual persugihan tuyul yang belum tentu

kebenarannya, ritual puasa ngebleng, dan ritual pengobatan. Banyak ritual dan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

4

tujuan orang yang datang untuk ngalap berkah tersebut di atas, peneliti juga

tertarik untuk mengulas cerita atau kisah perjalanan hidup Syeh Domba.

Syeh Domba meninggal pada Selasa Kliwon tanggal 21 bulan Ramadan di

bukit Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Sampai sekarang setiap malam 21 bulan Puasa selalu diadakan ritual slametan dan

pengajian di makam Syeh Domba untuk mengenang atau menghormati baliau.

Selain itu makam ini juga banyak dikunjungi oleh peziarah dari berbagai wilayah,

paling jauh dari Palembang. Makam ini ramai dikunjungi pada setiap malam

Selasa Kliwon dan setiap malam Jum’at. Pengunjung makam Syeh Domba datang

dengan maksud dan tujuan yang berbeda-beda ,ada yang sekedar berziarah agar

mendapat berkah, ada yang datang untuk berobat, ada yang datang untuk meminta

penglaris, mencari wangsit, dan ada juga yang datang untuk mencari persugihan

tuyul.

Ritual slametan yang diadakan untuk memperingati wafatnya Syeh Domba

sangat sederhana dan tidak ada ritual atau proses yang mewah. Ritual yang

dilakukan hanyalah slametan yaitu membuat kenduri atau bancakan dengan

membuat nasi tumpeng, kemudian malam harinya diadakan pengajian yang

melibatkan ustad, warga masyarakat dukuh cakaran dan pengunjung atau

peziarah. Menurut juru kunci kenapa slametan yang diadakan untuk mengenang

Syeh Domba sangat sederhana, hal itu dikarenakan karena dulunya Syeh Domba

adalah orang kecil yang hidupnya sederhana, apa adanya dan penuh prihatin,

namun selalu bersyukur dengan keadaan dalam hidupnya. Menginggat hal itu

slametan yang diadakan juga sederhana tetapi bermanfaat.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

5

Makam Syeh Domba sering digunakan untuk bertapa atau puasa ngebleng

(tidak makan dan minum selama waktu yang dikehendaki) oleh pengunjung, hal

itu dilakukan untuk mencari berkah atau petunjuk. Pengunjung yang melakukan

puasa ngebleng harus lebih dahulu menemui juru kunci dan meminta ijin untuk

melakukan puasa ngebleng dan bertapa.

Kata Juru kunci (Paiman) banyak yang ditemui oleh sosok makhluk yang

disinyalir itu adalah sosok utusan atau bahkan Syeh Domba sendiri seusai

melakukan Puasa ngebleng dan bertapa. Konon katanya sosok yang muncul

berbeda-beda, ada yang berwujud macam, burung puyuh, dan juga berwujud

manusia yang memakai jubah atau pun memakai sorban. Setelah selesai

melakukan puasa ngebleng tersebut menurut penuturan juru kunci banyak juga

yang permintaannya terkabul.

Pengunjung yang ingin melakukan ritual seperti itu terlebih dahulu harus

meminta ijin kepada juru kunci, setelah juru kunci berinteraksi atau memintakan

ijin pada yang menjaga makam itu barulah puasa ngebleng dan bertapa bisa

dimulai. Diawali dengan niat yang baik dan meminum air yang diberikan oleh

juru kunci yang diambil dari dekat makam Syeh Domba, dipercaya air itu bisa

menguatkan orang yang melakukan puasa ngebleng. Setelah meminum air itu

barulah dimulai puasa ngebleng dan bertapa.

Diceritakan juga oleh bapak Paiman bahwa pernah ada orang dari Jakarta

yang menderita sakit struk atau lumpuh yang datang dan bermaksud meminta

kesembuhan. Oleh bapak Paiman orang yang sakit tersebut diberi air yang diambil

dari dekat makam dan kemudian diberi doa atau rapalan dari juru kunci di depan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

6

makam Syeh Domba, kemudian disuruh minum secara rutin oleh orang yang sakit

tersebut dan ternyata orang itu berangsur-angsur pulih.

Selain berobat dan berziarah ada juga orang yang datang untuk mencari

penglaris dan pesugihan Tuyul. Untuk mencari penglaris biasanya terlebih dahulu

menyiapkan sesaji atau uba rampe yang berupa umbi-umbian, pisang kapok rebus

dan teh pait, kata juru kunci sesaji itulah yang paling disukai oleh Eyang Syeh

Domba. Setelah sesaji siap barulah dilakukan ritual oleh juru kunci dan orang

yang bersangkutan. Ritual penglaris di makam Syeh Domba berbeda dengan ritual

penglaris yang pada umumnya. Ritual penglaris atau pengasihan yang dilakukan

di makam Syeh Domba hanyalah menyiapkan sejen kemudian berdoa atas ijin

Allah SWT melalui makam Syeh Domba untuk meminta apa yang diinginkan

terkabul, namun juga tetap harus disertai dengan usaha dan doa.

Berbeda lagi dengan persugihan Tuyul yang sebenarnya sangat bertolak

belakang dengan Syeh Domba yang dikenal sebagai penyebar agama Islam.

Sebelum membahas lebih lanjut ditegaskan oleh juru kunci Bapak Paiman bahwa

makam Syeh Domba tidak ada kaitannya untuk pencarian pesugihan tuyul.

Mungkin karena letaknya yang satu lokasi dan berdekatan sehingga orang-orang

salah menafsirkan kalau makam Syeh Domba itu tempat untuk mencari tuyul.

Karena pada kenyataannya memang tidak ada ritual mencari tuyul di makan Syeh

Domba.

Kata bapak Paiman orang yang mencari Tuyul harus menyiapkan sesaji

sebagai mas kawin atau mahar, setelah mahar siap barulah dilakukan ritual dan

anggota keluarga yang ingin mencari tuyul harus memakan sesaji itu setelah ritual

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

7

usai, dimaksudkan bahwa sekeluarga tersebut telah sepakat memelihara tuyul.

Tuyul yang telah diambil harus diperlakukan seperti keluarga sendiri oleh yang

memelihara, kata juru kunci apabila orang itu melanggar pantangan maka tuyul itu

akan pulang dan mengadu kepada juru kunci dan tentunya orang yang memelihara

tuyul tersebut harus menanggung resiko yang telah disepakatinya.

Pesugihan tuyul adalah pesugihan memuja golongan jin yang berwujud

seperti bocah atau bayi, walaupun tubuhnya mungil tapi wajahnya banyak

kriputnya. Tuyul dipelihara oleh pemujanya untuk dirawat dan dituruti segala

keinginannya, namun sebagai imbal balik kepada pemujanya tuyul akan

membantu mencarikan uang dengan cara mencuri uang milik orang lain. Tuyul

adalah anak-anak makhluk halus , “anak-anak yang bukan manusia”.

Tuyul tidak mengganggu, menyakiti atau menakuti manusia, malah

sebaliknya tuyul disenangi oleh manusia yang memelihara tuyul karena membantu

mencari uang. Kalau orang ingin melihat tuyul maka harus berpuasa, bersemedi,

dan juga dengan ritual khusus maka tuyul dapat dilihat dan dapat direkrut sebagai

pekerja yang menghasilkan uang, dengan kensekuensi bagi yang memelihara

tuyul maka kelak ketika mengadapi maut akan dipersulit matinya, dengan kata

lain matinya secara perlahan dan tersiksa, juga arwahnya tidak akan diterima oleh

Tuhan.

Hal ini mungkin dianggap setimpal bagi pemelihara tuyul, karena

pemalihara hanya menyediakan tempat tidur dan menghidangkan bubur tiap

malam, yang merupakan makanan pokok tuyul, selain itu istri orang yang

memelihara tuyul harus menyusui tuyul tersebut. Bukan asi yang diminum oleh

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

8

tuyul melainkan darah orang yang menyusuinya jadi lama-kelamaan wanita itu

akan keriput.

Orang yang mencari Tuyul harus menyiapkan sesaji sebagai mahar,

setelah mahar siap barulah dilakukan ritual dan anggota keluarga yang ingin

mencari tuyul harus memakan sesaji itu setelah ritual usai, dimaksudkan bahwa

sekeluarga tersebut telah sepakat memelihara tuyul. Tuyul yang telah diambil

harus diperlakukan seperti keluarga sendiri oleh yang memelihara, kata juru kunci

apabila orang itu melanggar pantangan maka tuyul itu akan pulang dan mengadu

kepada juru kunci dan tentunya orang yang memelihara tuyul tersebut harus

menanggung resiko yang telah disepakatinya.

Banyak sekali mitos dan hal-hal yang janggal atau diluar nalar manusia

yang terdapat di makam Syeh Domba tersebut, oleh karana itu sangat menarik

untuk mengangkatnya sebagai penelitian.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini membatasi masalah pada profil masyarakat pendukung

cerita, bentuk, isi, dan ritual serta pengaruh cerita rakyat yang terdapat di Dukuh

Cakaran bagi masyarakat. Adapun langkah yang ditempuh yaitu mengkaji bentuk

dan isi cerita yang terkandung dalam cerita rakyat Syeh Domba di Dukuh

Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah

kemudian dilanjutkan dengan menganalisis ajaran yang terkandung dalam cerita

rakyat Syeh Domba.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

9

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam

penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok pembahasan suatu penelitian

yang akan dikaji. Hal ini dikarenakan agar penelitian dapat lebih terarah dan tidak

keluar dari tujuannya. perumusan masalah ini meliputi:

1. Bagaimana profil masyarakat Dukuh Cakaran, Desa Paseban,

Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah?

2. Bagaimana bentuk dan isi cerita serta mitos yang terdapat dalam cerita

rakyat Syeh Domba?

3. Adakah ritual-ritual yang diadakan dalam cerita rakyat Syeh Domba?

4. Bagaimana makna dan eksistensi mitos cerita rakyat Syeh Domba

terhadap masyarakat Dukuh Cakaran ?

D. Tujuan Masalah

Tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan jawaban atas

permasalahan tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai adalah:

1. Mendeskripsikan profil masyarakat Dukuh Cakaran, Desa Paseban

Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

2. Mendiskripsikan Bentuk dan isi cerita serta mitos yang terdapat dalam

cerita rakyat Syeh Domba.

3. Mengungkapkan ritual-ritual yang diadakan dalam cerita rakyat Syeh

Domba.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

10

4. Mendeskripsikan makna dan eksistensi mitos cerita rakyat Syeh Domba

terhadap masyarakat Dukuh Cakaran.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai oleh peneliti adalah agar kelak penalitian ini

berguna untuk kedepannya, untuk itu peneliti menuliskan pemikiranya dalam dua

bentuk manfaat, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Secara teoretis, manfaat yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui asal-

usul, isi dan bentuk, fungsi serta pengaruh cerita rakyat Syeh Domba bagi

masyarakat pendukungnya. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat

barmanfaat untuk mengungkap aspek-aspek kekuatan nilai budaya Jawa pada

sebuad sastra lisan. Dan juga untuk menambah wawasan mengenai pengetahuan

cerita lisan bagi perkembangan sastra dan dapat dijadikan sebagai sumber ilmu

bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai bahan

pertimbangan pemasukan daerah terkait dengan keberadaan petilasan Syeh

Domba, dan tradisi budaya yang berada di Kabupaten Klaten. Selain itu juga

untuk pendokumentasian cerita rakyat sebagai salah satu aset kekayaan lisan

Nusantara dan untuk kesempatan lain dapat digunakan sebagai bahan penelitian

lebih lanjut.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

11

F. Pengertian Foklor

Berdasarkan etimologisnya, kata folklor berasal dari bahasa Inggris yakni

folklore. Kata itu merupakan kata majemuk yang berasal dari dua buah kata yakni

folk dan lore. (Danandjaja, 1986: 1). Menurut Dundes dalam Danandjaya folk

adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan

kebudayaan, sehingga data dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri

pengenal itu antara lain dapat berwujud: warna kulit yang sama, bentuk rambut

yang sama, mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan

yang sama, dan agama yang sama. (Danandjaja, 1986: 1).

Mereka telah mempunyai suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah

mereka warisi turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang dapat mereka akui

sebagai milik bersama. Di samping itu, yang paling penting adalah bahwa mereka

sadar akan identitas kelompok mereka sendiri. (Danandjaja, 1986: 2). Berdasarkan

pengertian tersebut jadi folk adalah sinonim dengan kolektif, yang juga memiliki

ciri-ciri pengenal fisik atau kebudayaan yang sama, serta mempunyai kesadaran

kepribadian sebagai kesatuan masyarakat. (Danandjaja, 1986: 2). Sedangkan yang

dimaksud dengan lore adalah sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara

turun-temurun secara lisan atau melalui contoh yang disertai dengan gerak isyarat

atau alat pembantu pengingat (memoric device). (Danandjaja, 1986: 2).

Menurut Danandjaja (1986: 3) mengatakan secara keseluruhan defenisi

folklore adalah sebagai berikut: “Sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang

tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara

tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun cantoh

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

12

yang disertai dengangerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic

device)”.

Folklor merupakan sebuah wujud kebudayaan. Analisis kebudayaan

bukanlah pengetahuan eksperimental untuk mencari hukum-hukum, tetapi

pengetahuan interpretatif untuk menemukan makna (Geertz, 2000). Bagi Geertz,

memahami budaya sebagai jaringan yang kompleks dari tanda-tanda, simbol-

simbol, mitos-mitos, rutinitas, dan kebiasaan-kebiasaan yang membutuhkan

pendekatan hermeneutik.

Geertz menempuh metode hermeneutika tebal atau yang dikenal dengan

istilah anthropology interpretative. Metode Geertz ini mencoba untuk

memaparkan bagaimana membangun teori tafsir terhadap budaya. Semua hanya

bersifat prediktif. Begitupun dengan analisis mengenai mitos Syeh Domba. Mitos

Syech Domba merupakan sastra lisan, sehingga penafsiran-penafsiran dilakukan

untuk mengungkapnya.

G. Bentuk Folklor

James Dananjaya (1997:21-22) menyatakan bahwa yang termasuk folklore

meliputi:

1. Bahasa rakyat (folk speech), yakni bentuk folklore Indonesia yang

termasukdalam kelompok bahasa rakyat seperti logat, julukan, pangkat

tradisional, dan title kebangsawanan;

2. Ungkapan tradisional seperti, peribahasa(peribahasa yang sesungguhnya,

peribahasa tidak lengkap kalimatnya, peribahasa perumpamaan) dan

ungkapan (ungkapan-ungkapan yang mirip peribahasa);.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

13

3. Pertanyaan tradisional seperti teka-teki merupakankan pertanyaan yang

bersifat tradisional, dan yang mempunyai jawaban yang tradisional pula;

4. Sajak dan puisi rakyat yakni folklor lisan yang memiliki kekhususan,

kalimatnya tidak berbentuk bebas (free phrase) melainkan berbentuk terikat

(fix phrase). Sajak atau puisi rakyat adalah kesusastraan rakyat yang sudah

tertentu bentuknya, biasanya terjadi dari beberapa deret kalimat, ada yang

berdasarkan mantra, ada yang berdasarkan panjang pendek suku kata, lemah

tekanan suara, atau hanya berdasarkan irama. Puisi rakyat dapat berbentuk

ungkapan tradisional (peribahasa), pertanyaan tradisional (teka-teki), cerita

rakyat, dan kepercayaan rakyat yang berupa mantra-mantra.

5. Cerita prosa rakyat, cerita rakyat dibagi menjadi tiga golongan besar yaitu, 1).

Mite (myth), 2) Legenda(legend), dan 3) dongeng (Folktale)

6. Nyanyian rakyat adalah salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri dari

kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif

tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian.

Jenis-jenis folklor sebagai sastra lisan pun banyak, tidak jauh berbeda

dengan jenis sastra tulis. Menurut Hutomo (dalam Endraswara, 2003:151), bahan

sastra lisan dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Bahan yang bercorak ceritera: (a) cerita-cerita biasa (tales), (b) mitos (myths),

(c) legenda (legends), (d) epic (epics), (e) cerita tutur (ballads), (f) memori

(memorates,)

2. Bahan yang bercorak bukan cerita: (a) ungkapan (folk speech), (b) nyanyian

(songs), (c) peribahasa (proverbs), (d) teka-teki (riddles), (e) puisi lisan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

14

(rhymes), (f) nyanyian sedih pemakaman (dirge), (g) undang-undang atau

peraturan adat (law)

3. Bahan yang bercorak tingkah laku (drama): (a) drama panggung, dan (b)

drama arena.

Dalam perkembangannya, menurut Brunvand (dalam Danandjaja,

1986:21), bentuk folklor dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Folklor lisan,

2. Folklor sebagian lisan,

3. Folklor bukan lisan.

Cerita Syeh Domba termasuk ke dalam folklor sebagian lisan karena

bentuknya merupakan gabungan antara unsur lisan dan unsur bukan lisan. Unsur

lisan berasal dari warisan atau tradisi lisan yang turun temurun sedangkan unsur

bukan lisan karena memiliki bentuk atau bermateri yaitu diwujudkan dalam

berbagai ritual.

Fungsi folklor tidak dapat dilepaskan begitu saja dari kebudayaan secara

luas, dan juga dengan konteknya. Folklor milik seseorang dapat dimengerti

sepenuhnya hanya melalui pengetahuan yang mendalam dari kebudayaan orang

yang memilikinya. Fungsi folklor menurut Bascom (dalam Danandjaja, 1986:19),

yakni sebagai:

(1) sistem proyeksi (projective system)

(2) Alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan

(3) Alat pendidikan anak (pedagogical device), dan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

15

(4) Alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat dipatuhi oleh

kolektifnya.

Peringatan wafatnya Syeh Domba merupakan sebuah ritual tahunan yang

dinamakan dengan Ritual Slametan. Hal ini dilakukan karena telah menjadi adat

atau kebiasaan yang telah dilakukan secara turun temurun. Ritual ini yang

diulang-ulang merupakan realisasi daripada penghormatan kepada sastra lisan

atau mitos Syeh Domba yang ada di masyarakatnya.

Ciri sastra lisan antaralain belum mengenal sistem huruf dan nama

pengarang, sebab sastranya merupakan milik masyarakat bersama. Hal ini

menjelaskan bahwa sastra itu tidak semata-mata bersifat penghidangan atau

peniruan, melainkan juga merupakan tanggapan terhadap lingkungan, jaman, dan

sastra sebelumnya (Hardjana, 1981:11). Dapatlah kiranya dikatakan bahwa

munculnya sastra yang bersifat tanggapan itulah yang menyebabkan macam-

macam versi dari sebuah sastra lisan tertentu, meskipun kelemahan daya ingat

manusia juga dapat menyebabkan berubah-ubahnya suatu versi sastra lisan.

a. Ciri Pengenalan Foklor

Folklore memiliki sembilan ciri utama. Ciri prengenal folklore ini dapat

dijadikan pembeda folklore dari kebudayaan lainnya (Dananjaja, 1997: 3-4).

Kesembilan ciri pengenal itu adalah sebagai berikut,

1) Penyebaran dan pewarisnya biasanya dilakukan secara lisan yakni disebarkan

dari mulut ke mulut dari generasi ke generasi barikutnya;

2) Bersifat tradisional , disebarkan dalam bentuk relative tetap (standar);

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

16

3) Folklor exis dalam versi-versi bahkan dalam varian-varian yang berbeda

lantaran tersebar secara lisan dari mulut ke mulut;

4) Bersifat anonim, nama penciptanya tidak diketahui

5) Folklor biasanya memiliki bentuk berumus atau berpola memiliki formula

tertentu dan manfaatkan bentuk bahasa klise;

6) Folklor mempunyai fungsi dalam kehidupan bersama suatu kolektif (alat

pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan yang

terpendam);

7) Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai

dengan logika umum (ciri ini berlaku baik bagi folklore lisan maupun folklore

sebagian lisan);

8) Menjadi milik bersama dari kolektif tertentu, hal ini disebabkan oleh pencipta

pertama tidak diketahui lagi;

9) Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga seringkali kelihatan

kasar, terlalu spontan; hal demikian dapat dimengerti apabila mengingat

bahwa banyak folklore merupakan proyeksi emosi manusia-manusia yang

paling jujur manifestasinya.

H. Pengertian Cerita Rakyat

Menurut James Danandjaja (1984:4) cerita rakyat adalah suatu karya sastra

yang lahir dan berkembang dalam masyarakat tradisional dan disebarkan dalam

bentuk relatif tetap, atau dalam bentuk baku disebarkan diantara kolektif tertentu

dalam waktu yang cukup lama.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

17

Elli Konggas Maranda (dalam Yus Rusyana 1981: 10) berpendapat bahwa

cerita lisan sebagai bagian dari folklor merupakan bagian persediaan cerita yang

telah mengenal huruf atau belum. Perbedaannya dengan sastra tulis yaitu sastra

lisan tidak mempunyai naskah, jikapun sastra lisan dituliskan, naskah itu hanyalah

merupakan catatan dari sastra lisan itu, misalnya mengenai gunanya dan perilaku

yang menyertainya.

Sastra lisan atau dalam bahasa Inggris oral literature diartikan sebagai

unwritten literatur, yaitu bentuk-bentuk sastra yang hidup dan tersebar secara

tidak tertulis (Finnegan, 1992: 9; Rusyana, 1978:1; Teeuw, 1984: 279). Sastra

lisan sering dipertukarkan dengan istilah tradisi lisan. Tradisi merupakan budaya

yang berguna, cara untuk melakukan suatu hal, unik, berproses dalam hal

pekerjaan, ide, atau nilai, dan kadang-kadang berkonotasi kuno serta muncul

secara alami. Jadi, tradisi lisan adalah tradisi yang bersifat verbal atau tidak

tertulis, milik masyarakat (folk), dan memiliki nilai (Finnegan, 1992: 7). Jadi,

dapat disimpulkan bahwa cerita rakyat adalah cerita yang diceritakan secara lisan

dari generasi-kegenerasi dalam waktu yang cukup lama dan relatif sama dalam

kolektif tertentu.

1. Ciri-ciri cerita rakyat

James Danandjaja (1984:4) berpendapat bahwa cerita rakyat sebagai

folklor mempunyai beberapa ciri pengenal yang membedakan dari kesusastraan

secara tertulis, sebagai berikut :

a. Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan yaitu disebarkan dari

mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

18

b. Cerita rakyat memiliki versi yang berbeda-beda karena penyebarannya secara

lisan.

c. Cerita rakyat bersifat tradisional dan disebarkan dalam bentuk relatif tetap

atau dalam bentuk standar disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu

yang cukup lama.

d. Cerita rakyat anonym karena pengarangnya tidak diketahui lagi, maka cerita

rakyat telah menjadi milik masyarakat pendukungnya.

e. Cerita rakyat selalu menggunakan bentuk berpola yaitu menggunakan kata-

kata klise, ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan dan mempunyai

pembukuan dan penutupan yang baku. Gaya ini berlatar belakang kultus

terhadap peristiwa dan tokoh utamanya.

f. Cerita rakyat mempunyai kegunaan dalam kehidupan kolektif, yaitu sebagai

sarana pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan

terpendam.

g. Cerita rakyat mempunyai sifat-sifat prologis, dalam arti mempunyai logika

tersendiri, yaitu tentu saja lain dengan logika umum.

h. Cerita rakyat menjadi milik bersama dari suatu kolektif tertentu. Dasar

anggapan ini sebagai akibat sifatnya yang anonym.

i. Cerita rakyat bersifat polos dan lugu, sehingga sering kali kelihatan kasar,

terlalu spontan.

Rusyana (1981: 17) menyebutkan ada tiga ciri dasar sastra lisan yaitu:

a. Sastra lisan tergantung kepada penutur, pendengar, ruang dan waktu

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

19

b. Antara Penutur dan pendengar terjadi kontak fisik sarana komunikasi

dilengkapi paralinguistik

c. Bersifat anonim

2. Bentuk cerita rakyat

Cerita rakyat memiliki ciri-ciri seperti yang telah disebutkan diatas dan

William R. Boscom membagi bentuk-bentuk cerita rakyat seperti di bawah ini :

a. Mite mengandung tokoh-tokoh dewa atau setengah dewa. Tempat terjadinya

ditempat lain dan masa terjadinya jauh di masa purba.

b. Legenda adalah cerita yang mengandung ciri-ciri hampir sama dengan mite.

Tokoh dalam legenda tidak disakralkan oleh pendukungnya. Tokoh

merupakan manusia biasa yang mempunyai kekuatan-kekuatan gaip, tempat

terjadinya di dunia kita. Legenda tidak setua mite. Legenda menceritakan

terjadinya tempat, seperti : pulau, gunung, daerah/desa, danau/sungai, dan

sebagainya.

c. Dongeng adalah cerita yang dianggap tidak benar-benar terjadi dan tidak

terikat oleh ketentuan tentang pelaku, waktu dan tepat. Dongeng hanyalah

cerita khayalan belaka.

3. Fungsi cerita rakyat

Fungsi cerita rakyat menurut Finnegan (1992: 128-129), sebagai folklore

cerita rakyat mempunyai enam fungsi yaitu:

a. fungsi untuk mendasari atau mengesahkan eksistensi suatu tatanan sosial.

b. membentuk atau mempertahankan identitas dan alat pengesahan pengalaman.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

20

c. sebagai paradigma untuk memahami suatu komunitas dan menentukan serta

membentuk pandangan dan kepribadian seseorang dalam komunitas tersebut.

d. fungsi untuk menghibur.

e. untuk memahami bentuk-bentuk ideologi yang berbeda pada satu subjek

narasi yang bercerai berai namun tetap identik.

f. fungsi kognitif dan menyebarkan kaidah ritual dan pertunjukan.

Fungsi sastra lisan atau cerita rakyat akan selalu berubah sesuai dengan

kehendak masyarakat peneriamanya. Penghayatan seseorang tergantung pada

sikap individu itu sendiri, tergantung terhadap sikap individu dalam menerima

pengaruh dari luar dirinya.

I. Konsep Mitos

1. Pengertian Mitos

Mitos adalah suatu cerita yang benar-benar menjadi milik mereka yang

paling berharga, karena merupakan suatu yang suci, bermakna dan menjadi

contoh model bagi tindakan manusia. Mitos bukan hanya merupakan pemikiran

intelektual dan bukan hasil logika, tetapi terlebih dulu merupakan orientasi

spiritual dan mental yang berhubungan dengan illahi (Hari Susanto 1987: 9).

Mitos berpijak pada fungsi mitos tersebut dalam kehidupan manusia.

Mitos bukan sekedar cerita mengenai kehidupan dewa-dewa, namun mitos

merupakan cerita yang mampu memberikan arah dan pedoman tingkah laku

manusia sehingga bisa bersikap bijaksana (Van Peursen, 1976 :42).

Mitos merupakan cerita yang sanggup memberikan arah serta pedoman

dalam kehidupan, karena manusia tidak dapat dilepaskan dengan mitos begitu

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

21

saja. Meskipun kebenaran mitos belum menjamin dan dapat

dipertanggungjawabkan kebenaraanya.

Manusia dalam kehidupannya akan selalu berhadapan dengan berbagai

kejadian di alam sekitarnya. Mitos merupakan sesuatu yang sakral dan dilakukan

secara rutin, dilakukan secara perorangan maupun kolektif. Begitupun dengan

keberadaan mitos Syech Domba dalam Cerita Syeh Domba di Dukuh Cakarang

Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah yang

peringatan dalam bentuk ritual slametan yang diadakan untuk memperingati

wafatnya Syeh Domba serta Makam Syeh Domba sering digunakan untuk bertapa

atau puasa ngebleng (tidak makan dan minum selama waktu yang dikehendaki)

oleh pengunjung, hal itu dilakukan untuk mencari berkah atau petunjuk. Eliade

(2002:5) mengatakan bahwa apapun yang dilakukan oleh manusia telah dilakukan

sebelumnya karena hal tersebut merupakan pengulangan ritual yang terus-

menerus atas sikap yang diawali oleh orang lain. Lebih lanjut, Adorno dan

Horkheimer (dalam Cavallaro, 2004:79) menyatakan bahwa mitos cenderung

mengkristal dengan segera, menjadi kumpulan teladan, berjalan dari fase

pembentukan mitos sampai fase ritual, dan karenanya keluar dari sisi narator ke

dalam sisi institusi-institusi kesukuan yang bertanggung jawab atas pelestarian

dan perayaan mitos.

“Banyak hal yang sulit dipercaya berlakunya, tetapi ternyata berlakunya

hanya penganutnya saja yang meyakini suatu mitos” (Junus, 1981:94). Sejalan

dengan hal itu, Cassirer (dalam Nuraidar, 2010:115) menyatakan bahwa mitos

merupakan hukum, norma-norma atau aturan-aturan yang menjadi acuan bagi

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

22

masyarakatnya untuk berperilaku, menilai, dan menentukan sesuatu yang

dianggap penting dan berharga bagi mereka. Mitos telah menjadi suatu pedoman

untuk menentukan dan mengarahkan kehidupan, baik sekarang atau yang akan

datang.

2. Fungsi Mitos

Keberadaan mitos secara tidak langsung telah memberi corak di

masyarakat terutama pandangan mengenai masa depan. Bascom (dalam

Danandjaja, 2001:157) mengemukakan bahwa mitos adalah cerita prosa rakyat

yang dianggap benar-benar terjadi serta dipandang suci oleh yang empunya cerita.

Van Peursen menganggap bahwa mitos bukan sekedar cerita tentang dewa-dewa,

tetapi mitos mampu memberikan pedoman dan arah terhadap tingkah laku

manusia agar lebih bijaksana.

Fungsi mitos menurut Van Peursen (1988:37) adalah:

(1) Menyadarkan manusia akan adanya kekuatan-kekuatan ajaib,

(2) Memberi jaminan bagi masa kini,

(3) Memberikan pengetahuan tentang dunia.

Fungsi mitos yang pertama adalah menyadarkan manusia bahwa kekuatan-

kekuatan ajaib, berarti mitos tersebut tidak memberikan bahan informasi

mengenai kekuatan-kekuatan itu, tetapi membantu manusia agar dapat menghayati

daya-daya itu sebagai kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam dan

kehidupan sukunya, missal adalah dongeng-dongeng dan upacara-upacara mistis.

Fungsi mitos yang kedua yaitu mitos memberikan jaminan masa kini.

Misalnya pada bulan Sura, dilakukan suatu ritual tertentu atau upacara-upacara

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

23

dengan berbagai tarian-tarian, seperti pada zaman dahulu, pada suatu kerajaan

bila tidak dilakukan suatu upacara ritual akan terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan. Cerita serupa itu dipentaskan atau akan menampilkan kembali

peristiwa yang telah terjadi. Sehingga usaha serupa pada zaman sekarang ini.

Fungsi ketiga adalah memberikan pengetahuan tentang dunia. Artinya

fungsi ini mirip dengan fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam alam

pemikiran modern, misalnya cerita-cerita terjadinya langit dan bumi.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa mitos merupakan cerita yang

sanggup memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang atau

para penghayatnya. Mitos benar karena dibuat benar oleh penganutnya, tetapi

sesudah kebenaran itu terbentuk, mitos diyakini sebagai sesuatu yang tercipta di

luar kemauan dan kuasa si penganutnya (Mardimin, 1994:138). Mitos yang ada

dianggap sebagai sesuatu yang sakral atau suci. Oleh karena itu, mitos endapatkan

legitimasi atau pengakuan dari penghayatnya.

J. Upacara Tradisional

1. Pengertian Upacara Tradisional

Upacara tradisional adalah adalah salah satu wujud peninggalan

kebudayaan yang melibatkan para warga masyarakat dalam usaha mencapai

tujuan keselamatan bersama yang di lakukan secara turun temurun. Upacara

tradisional itu akan mengalami kepunahan bila tidak memiliki fungsi sama sekali

di dalam kehidupan masyarakat pendukungnya.

Ada cara-cara mekanisme tertentu dalam masuarakat untuk memaksa

warganya agar mempelajari kebudayaan yang didalamnya terkandung nilai-nilai

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

24

serta norma-norma kehidupan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat yang

bersangkutan. Mematuhi norma serta menjunjung nilai-nilai penting bagi warga

masyarakat demi kelestarian hidup bermasyarakat. Dapat disimpulkan bahwa

upacara tradisional adalah kegiatan social masyarakat yang di lakukan secara

turun temurun dan di adakan dalam waktu-waktu tertentu untuk menyampaikan

pesan yang mengandung nilai-nilai kehidupan (Purwadi, 2005;1).

2. Unsur-Unsur Upacara Adat Tradisional

Menurut Koentjaraningrat (1967) ada beberapa unsur yang terkait dengan

pelaksanaan upacara adat di antaranya adalah:

a. Tempat berlangsungnya upacara

Tempat yang digunakan untuk melaksanakan suatu upacara biasanya

adalah tempat keramat atau bersifat sakral/suci, tidak setiap orang dapat

mengunjungi tempat itu. Tempat tersebut hanya digunakan oleh orang-orang yang

berkepentingan saja, dalam hal ini adalah orang yang terlibat dalam pelaksanaan

upacara seperti pemimpin upacara.

b. Saat berlangsungnya upacara/waktu pelaksanaan

Waktu pelaksanaan upacara adalah saat-saat tertentu yang dirasakan tepat

untuk melangsungkan upacara. Dalam upacara rutin yang diselenggarakan setiap

tahun biasanya ada patokan dari waktu pelaksanaan upacara yang lampau.

c. Benda-benda atau alat dalam upacara

Benda-benda atau alat dalam pelaksanaan upacara adalah sesuatu yang

harus ada macam sesaji yang berfungsi sebagai alat dalam pelaksanaan upacara

adat tersebut.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

25

d. Orang-orang yang terlibat didalamnya

Orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan upacara adalah mereka yang

bertindak sebagai pemimpin jalanya upacara dan beberapa orang yang paham

dalam ritual upacara adat (Koentjaraningrat, 1967: 241).

Unsur-unsur di atas merupakan kewajiban, oleh karena itu dalam setiap

melaksanakan upacara, keempat unsur di atas harus disertakan. Di dalam unsur-

unsur tersebut, terdapat beberapa unsur perbuatan yang terkait dengan

pelaksanaan upacara adat. Beberapa perbuatan yang berkenaan pada saat

berlangsungnya upacara seringkali dilakukan. Mereka menganggap bahwa

perbuatan tersebut sudah menjadi kebiasaan dan memang perlu dilakukan.

Adapun, kegiatan tersebut diantaranya adalah:

a. Bersesaji (Sesajen)

Bersesaji adalah perbuatan-perbuatan untuk menyajikan makan, benda-

benda, dan sebagainya yang ditujukan kepada dewa-dewa, ruh-ruh nenek moyang,

atau makhluk halus. Hal ini dianggap menjadi suatu perbuatan kebiasaan, dan

dianggap seolah-olah suatu aktivitas yang secara otomatis akan menghasilkan apa

yang dimaksud.

Sesaji merupakan makanan atau hidangan(makanan dan lauk pauk yang

telah disediakan di suatu tempat untuk dimakan) yang diperuntukan roh-roh atau

makhluk gaib. Bersesaji berarti mempersembahkan sajian dalam upacara ritual

yang dilakukan untuk berkomunikasi dengan makhluk gaib, dengan

mempersembahkan makanan dan benda-benda lain yang melambangkan maksud

dan tujuan yang ingin dicapai (Endraswara, 2003).

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

26

Untuk dapat memperoleh kekayaan seseorang harus melakukan ritual

tertentu. Ritual merupakan tata cara atau system yang harus dilakukan dalam

melakukan pemujaan kepada roh-roh. Ritual yang dilakukan oleh masyarakat

Jawa juga sangat kental dengan pemujaan kepada roh-roh. Dalam ritual tersebut

seseorang harus menyajikan sesajen (sajian) misalnya makanan, daging ayam,dan

sayur tertentu. Sesajen yang telah dipersiapkan adalah masakan matang yang

kemudian di bawa ketempat tertentu untuk diadakan doa. Sesajen merupakan

anggapan bahwa makanan tersebut disajikan kepada roh yang berkuasa ditempat

tersebut.

b. Berdo’a

Berdo’a adalah suatu unsur yang banyak terdapat dalam berbagai upacara.

Biasanya diiringi dengan gerak-gerak dan sikap-sikap tumbuh yang pada dasarnya

merupakan sikap dan gerak menghormat serta merendahkan diri terhadap para

leluhur, para dewata, ataupun terhadap Tuhan.

c. Makan bersama

Makan bersama merupakan suatu unsur yang amat penting dan selalu

dilaksanakan dalam banyak upacara.

d. Berprosesi

Berprosesi atau berpawai juga merupakan suatu perbuatan yang amat

umum dalam banyak religi di dunia. Pada prosesi sering dibawa benda-benda

keramat seperti patung dewa-dewa, lambang-lambang, totem, benda-benda yang

sakti dan sebagainya, dengan maksud supaya kesaktian yang memancar dari

benda-benda itu bisa memberi pengaruh kepada keadaan sekitar tempat tinggal

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

27

manusia, dan terutama pada tempat-tempat yang dilalui pawai itu. Upacara ini

sering juga mempunyai maksud yang pada dasarnya sama tetapi dilakukan dengan

cara yang lain yaitu mengusir makhluk halus, hantu dan segala kekuatan yang

menyebabkan penyakit serta bencana dari sekitar tempat tinggal manusia.

e. Berpuasa

Berpuasa sebagai suatu perbuatan keagamaan yang ada dalam hampir

semua religi dan agama diseluruh dunia, tidak membutuhkan suatu uraian yang

panjang lebar. Dasar pikiran yang ada dibelakang perbuatan ini bisa macam-

macam, misalnya membersihkan diri atau menguatkan batin pelaku.

f. Bersemedi

Bersemedi adalah macam perbuatan serba religi yang bertujuan

memusatkan perhatian si pelaku kepada maksudnya atau kepada hal-hal yang suci

(Koentjaraningrat, 1967: 257).

Rangkaian kegiatan adat di atas merupakan unsur pokok di dalam

melaksanakan upacara tradisional. Oleh karena itu, pada saat upacara tradisional

dilangsungkan akan terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan yang telah

disebutkan di atas. Namun tidak, semua kegiatan secara terperinci dilakukan pada

saat pelaksanaan upacara tradisional. Ada yang terdiri dari semua kegiatan yang

telah disebutkan di atas tetapi ada pula yang hanya melakukan beberapa dari

kegiatan tersebut karena disesuaikan dengan kebutuhan pada saat pelaksanaan

upacara tradisional.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

28

3. Tujuan upacara adat tradisional

Maksud dan tujuan penyelenggaraan upacara sebagai ungkapan rasa

syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta para leluhur yang telah

melimpahkan karunianya. Pelaksanaan upacara tradisional dilakukan sebagai

wujud penghormatan atas budaya warisan nenek moyang yang turun temurun

harus dilestarikan. Tanpa adanya usaha pelestarian dari masyarakat, maka budaya

nenek moyang yang berupa upacara tradisional itu akan punah dan tinggal cerita.

Sangat disayangkan apabila hal ini terjadi mengingat di zaman sekarang negeri ini

mengalami krisis moral yang sebenarnya dapat kita cegah dengan pelestarian

upacara tradisional.

Pelaksanaan upacara tradisional dapat memupuk rasa persaudaraan dan

menumbuhkan nilai-nilai luhur yang penting bagi masyarakat dan bangsa

Indosnesia. Tujuan umum dari upacara adat adalah untuk membentuk individu

dan masyarakat yang berbudi pekerti luhur. Secara khusus, upacara adat dilakukan

sebagai wujud penghormatan dan penghargaan kepada yang ghaib. Adanya rasa

cinta, hormat, dan bakti adalah pendorong bagi manusia untuk melakukan

berbagai perbuatan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib

(Koentjaraningrat, 1967: 240).

Upacara tradisional dimaksudkan untuk mencapai kehidupan yang tentram

dan sejahtera, diberi kemudahan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu,

upacara tradisional juga dimaksudkan untuk menghindari dari hal-hal yang tidak

diinginkan, dijauhkan dari malapetaka yang dikhawatirkan akan menimpa

masyarakat apabila tidak dilaksanakan (Koentjaraningrat, 1967: 241).

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

29

Menurut Koentjaraningrat (dalam Budiono Herusatoto, 1984: 98) nenek

moyang orang Jawa sudah beranggapan bahwa semua benda yang ada di

sekelilingnya itu bernyawa, dan semua yang bergerak dianggap hidup dan

mempunyai kekuatan ghaib atau mempunyai roh yang berwatak baik maupun

jahat. Dengan dasar demikian mereka membayangkan dalam angan-angan mereka

bahwa d isamping segala roh yang ada tentulah ada roh yang paling berkuasa dan

lebih kuat dari manusia. Untuk mrnghindari gangguan dari roh itu, maka mereka

memuja-mujanya dengan jalan mengadakan upacara. Roh yang bersifat baik

mereka minta berkah agar melindungi keluarga dan roh yang jahat mereka minta

agar jangan mengganggunya, pemujaan arwah nenek moyang adalah agama

mereka yang pertama, arwah nenek moyang yang pernah hidup sebelum mereka

telah banyak jasa dan pengalamannya, sehingga perlu dimintai berkah dan

petunjuk.

Pemujaan kepada arwah nenek moyang masih tetap dilakukan masyarakat

Jawa hingga saat ini, hanya saja berubah konsep menjadi menghargai orang yang

telah meninggal dunia. Upacara selamatan peringatan kematian dan pertunjukan

tari-tarian tradisional serta pertunjukan wayang adalah sisa-sisa tindakan simbolis

dalam religi orang Jawa peninggalan zaman Animisme. Sisa tindakan simbolis

lainnya adalah pemberian sesaji atau sesajen bagi “sing mbahureksa, mbahe atau

danyang” (leluhur) yang berdiam di pohon beringin atau pohon-pohon besar dan

telah berumur tua, di sendhang atau belik, tempat mata air, di kuburan-kuburan

tua dari tokoh yang terkenal pada masa lampau, atau tempat-tempat lainnya yang

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

30

dianggap keramat dan mengandung kekuatan ghaib atau angker dan wingit dan

berbahaya (Koentjaraningrat dalam Budiono Herusatoto, 1984: 99).

Pemujaan kepada arwah nenek moyang sebagai contoh konkret dari salah

satu bentuk religi yang telah dikemukakan di atas yaitu Dinamisme dan

Animisme. Dinamisme yang berarti menganggap bahwa semua benda yang ada di

sekelilingnya bernyawa atau menpunyai roh dan Animisme yang menanggap

bahwa arwah atau roh nenek moyang masih selalu memperhatikan setiap gerak-

gerik manusia sehingga harus dilakukan penghormatan. Penyelenggaraan upacara

tradisional ditujukan sebagai media untuk memperlancar komunikasi antar warga

agar terjalin rasa persatuan dan kesatuan. Upacara tradisional tersebut

mengandung nilai-nilai luhur yang sebenarnya ditujukan untuk menuntun

masyarakat agar menjadi pribadi yang beradab dan berbudaya, sehingga generasi

penerus bangsa yang baik untuk mewujudkan stabilitas nasional yang sehat dan

dinamis. Dalam semua hubungan itu, maka keseimbangan antara hak dan

kewajiban harus dijunjung tinggi. Artinya berupaya mengenal hak dan

menikmatinya secara wajar, mengetahui kewajibannya dalam menunaikan sebaik-

baiknya. Keseimbangan, terutama antara hak dan kewajiban merupakan inti dari

harmoni (Koentjaraningrat dalam Budiono Herusatoto, 1984: 100).

4. Konsep Yang Sakral (The Sacred) dalam Upacara Adat

The sacred atau yang sakral menurut Durkheim (Sutrisno & Putranto,

2005:89) adalah poros utama yang mencakup seluruh dinamika masyarakat.

Masyarakat selalu memiliki nilai-nilai yang disakralkan atau disucikan. The

sacred dapat berupa simbol utama, nilai-nilai, dan kepercayaan (belief) yang

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

31

menjadi inti sebuah masyarakat. Maka, the sacred bisa menjelma menjadi

ideologi atau yang lain yang menjadi utopia masyarakat. Hartoko (2002:85)

menyatakan bahwa yang sakral adalah sesuatu yang termasuk kedaulatan Tuhan

atau sesuatu yang dikhususkan misalnya untuk ibadat. Masyarakat penghayatnya

memiliki kepercayaan bahwa menjaga dan melestarikan warisan dari leluhur

merupakan ibadah. Oleh karena itu, ritual peringatan wafatnya Syech Dombah

dilakukan secara rutin tiap tahunnya. Kesakralan terwujud karena sikap mental

yang didukung oleh perasaan. Hal ini memiliki arti bahwa yang sakral itu adalah

sesuatu yang disisihkan dari sikap hormat terhadap hal-hal yang berguna bagi

kehidupan sehari-hari.

Kelompok masyarakat tertentu di manapun dapat dipastikan memiliki

nilai-nilai atau ideologi yang dikeramatkan dan disakralkan atau menjadi inti

sebuah unit yang disebut masyarakat. Nilai-nilai yang disepakati, berperan untuk

menjaga keutuhan dan ikatan sosial sebuah masyarakat serta secara normatif

mengendalikan gerak dinamika sebuah masyarakat. Anggota masyarakat tidak

diijinkan untuk melanggar nilai-nilai itu. Hal itu menjadi hukum utama dan

terutama dalam sebuah masyarakat yang juga sumber identitas kolektif.

Masyarakat menghidupi dirinya dengan bergerak dari dan ke the sacred.

Perayaan-perayaan, festival, dan acara-acara budaya dalam masyarakat dapat

disebut sebagai bentuk-bentuk ritus. Ritus menjadi mediasi anggota masyarakat

untuk tetap berakar pada the sacred. The sacred atau yang sakral lebih mudah

diterima, tidak dipertanyakan, jika sudah dijadikan sebagai mitos. Dalam

pemikiran Durkheim, mitos berperan untuk terus memutar dinamika masyarakat.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

32

Mitos mempengaruhi masyarakat kolektif dalam pola pikir hidupnya. Melalui

mitos, the sacred menjadi entitas metafisik atau yang berasal dari „dunia lain‟

sehingga lebih dipercaya keberadaannya di masyarakat. Hal ini menyebabkan

mistifikasi mitos menjadi abadi.

Mitos Syeh Domba yang hidup di tengah-tengah masyarakat masih

dipercaya keberadaannya. Kepercayaan ini menyebabkan mitos yang hidup di

masyarakat masih dijaga dan dilestarikan sampai sekarang. Peninggalan-

pningglan Syeh Domba serta ritual-ritualnya masih terpeliharan dengan baik.

Salah satu peninggalan Syeh Domba adalah Petilasan Syeh Domba merupakan

salah satu tempat yang di anggap sakral oleh masyarakat baik di daerah Bayat

maupun luar daerah..Kesaktian dan penanannya semasa hidup Syeh Domba dulu

membuat makam atau petilasan Syeh Domba dijadikan tempat untuk ngalap

berkah sampai sekarang. Banyak orang yang meyakini kalau bersemedi atau

bertapa di petilasan Syeh Domba maka keinginannya akan terkabul. Banyak

ritual-ritual atau upacara adat yang diadakan di makam Syeh Domba, di antaranya

yaitu ritual persugihan tuyul yang belum tentu kebenarannya, ritual puasa

ngebleng, dan ritual pengobatan. Ritual slametan yang diadakan untuk

memperingati wafatnya Syech Domba sangat sederhana dan tidak ada ritual atau

proses yang mewah. Ritual yang dilakukan hanyalah slametan yaitu membuat

kenduri atau bancakan dengan membuat nasi tumpeng, kemudian malam harinya

diadakan pengajian yang melibatkan ustad, warga masyarakat dukuh cakaran dan

pengunjung atau peziarah. Makam Syeh Domba sering digunakan untuk bertapa

atau puasa ngebleng (tidak makan dan minum selama waktu yang dikehendaki)

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

33

oleh pengunjung, hal itu dilakukan untuk mencari berkah atau petunjuk.

Pengunjung yang melakukan puasa ngebleng harus lebih dahulu menemui juru

kunci dan meminta ijin untuk melakukan puasa ngebleng dan bertapa.

Banyak sekali mitos dan hal-hal yang janggal atau diluar nalar manusia

yang terdapat di makam Syeh Domba tersebut. Hal tersebut memang menjadi

budaya masyakat Jawa. Masyarakat Jawa masih banyak yang percaya akan

kehadiran lelhurnya. Masyarakat penghayatnya mempercayai bahwa leluhur

mereka akan melindungi dari bahaya yang mengancam. Dalam pola pikir Jawa,

masyarakat meyakini adanya jagad cilik (mikrokosmos) dan jagad gedhe

(makrokosmos). Keduanya harus hidup dengan selaras karena perilaku normatif

Jawa menganjurkan untuk menghindari konflik. Selain itu, perilaku masyarakat

yang mempercayai mitos dianggap sebagai jembatan penghubung ke „dunia lain‟.

Oleh karena itu, mitos menjadi simpul kolektif yang kokoh dalam masyarakat.

Secara sosiologis folklor dapat digunakan untuk memperoleh gambaran

mengenai cara-cara manusia menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Dalam

konteks sosiologis, sebuah ritual merupakan manifestasi dari apa yang disebut

oleh Durkheim sebagai “alat memperkuat solidaritas sosial” melalui performa dan

pengabdian. Dalam hal ini ritual pemujaan terhadap Syech Domba merupakan

contoh paling konkret dari ritual jenis ini sebagai alat untuk memperkuat

keseimbangan masyarakat (social equilibrium).

Kebudayaan folk adalah kebudayaan rakyat umum yang berbeda dengan

kebudayaan-kebudayaan primitif. Kebudayaan folk dianggap oleh Redfield (dalam

Koentjaraningrat, 2007:137) berada dalam masyarakat petani pedesaan pada

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

34

umumnya, tetapi juga pada penduduk kota yang bersifat rakyat umum, yaitu

penduduk yang tidak termasuk ‟golongan elit‟ atau yang berkedudukan tinggi.

Kebudayaan folk dirumuskan memiliki empat tipe, yaitu;

1) kota,

2) kota kecil,

3) desa petani, dan

4) desa terisolasi.

Cara menerangkan masyarakat folk dengan cara membandingkan atau

komparatif. Sifat komparatif tersebut dapat diringkas menjadi tiga ciri, yaitu:

1) pengenduran adat-istiadat,

2) sekularisasi,

3) individualisasi.

Masyarakat folk dapat diselidiki sebaik-baiknya dalam bentuk masyarakat

yang disebut ”komuniti kecil”. Komuniti kecil mempunyai identitas yang khas.

Komuniti kecil terdiri dari penduduk dengan jumlah yang cukup terbatas sehingga

masih saling mengenal sebagai individu yang berkepribadian. Masyarakat Dusun

Brijo Lor dapat dikatakan sebagai komuniti kecil. Untuk mengetahui tentang

tahap perkembangan kehidupan masyarakat, Van Peursen (1988:18)

mengemukakan melalui tiga tahap; yaitu tahap mitis, tahap ontologis, dan tahap

fungsional.

Cerita mitos Syeh Domba merupakan sebuah dokumen sosiobudaya yang

dimiliki oleh masyarakat Klaten dan sekitarnya Cerita mitos Syeh Domba tentu

saja memiliki makna dibaliknya. Menurut para pakar struktural, masyarakat

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

35

primitif menyimpan nilai intelektual di dalam setiap pemetaan pemikiran

abstraknya. Untuk itu, perlu diupayakan untuk menganalisisnya. Pendekatan yang

melihat karya sastra sebagai dokumen sosiobudaya termasuk dalam wilayah

sosiologi sastra. Karya sastra merupakan dokumen sosiobudaya yang mencatat

kenyataan sosiobudaya suatu masyarakat pada suatu masa tertentu. Karya sastra

tidak dipahami selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan atau

kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya. Karya sastra dipelajari

dalam konteks seluas-luasnya, dan tidak hanya dirinya sendiri. Setiap karya sastra

adalah hasil pengaruh timbal balik yang rumit antara faktor-faktor sosial dan

kultural, dan karya itu sendiri merupakan objek kultural yang rumit.

Bagaimanapun karya sastra bukanlah gejala tersendiri (Damono dalam

Endraswara, 2003: 92).

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan sosio-budaya, karena

menganggap keberadaan mitos Syech Domba dianggap masih keramat dan mistis

dalam masyarakat sehingga analisis mitos digunakan untuk mengungkap sisi

dalam dari mitos itu sendiri.

K. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini berhubungan langsung dengan tempat dimana cerita

itu berada yaitu di Dusun Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten

Klaten, Jawa Tengah. Dimana di dalamnya terdapat sebuah petilasan (makam).

Petilasan ini banyak dikunjungi oleh para peziarah baik masyarakat sekitar

ataupun dari luar daerah dan bahkan dari luar Jawa. Letak petilasan (makam)

berada di atas bukit yang lumayan jauh dari jalan raya. Untuk akses menuju

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

36

makan cukup sulit karena peziarah harus berjalan kaki cukup jauh dengan jalan

yang terjal dan menanjak.

L. Jenis dan Bentuk Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian folklor, yang menggunakan

metode kualitatif. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu

pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Metode kualitatif digunakan

karena beberapa pertimbangan, pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih

mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini

menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden

Moleong (2010: 9-10).

Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (1986:9, dalam

Moleong, 2010: 2) pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang

dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif. Pengamatan kuantitatif

melibatkan diri pada perhitungan atau angka atau kuantitas. Sedangkan pihak lain

kualitatif menunjuk segi alamiah yang dipertentangkan dengan kuantum atau

jumlah tersebut. Atas dasar pertimbangan itulah maka kemudian penelitian

kualitatif diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.

Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data

(Moleong, 2010: 281). Sedangkan menurut Sangidu (2004:7) bahwa penelitian

kualitatif sifatnya alamiah dan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang, perilaku, atau data-data lain yang dapat di

amati oleh peneliti.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

37

Penelitian folklor terdiri atas tiga tahap antara lain melalui tahap

pengumpulan, penggolongan (pengklasifikasian), dan tahap penganalisaan (James

Danandjaja, 1994:191). Dengan jenis penelitian lapangan (penelitian folklore)

dan bentuk penelitian deskriptif kualitatif di harapkan dapat memperoleh

informasi yang akurat dalam penelitian tentang cerita yang berhubungan dengan

Makam Syech Domba di Dukuh Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat,

Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

M. Sumber Data dan Data

1. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah orang atau

informan, tempat (Dukuh Cakaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten

Klaten, Jawa Tengah), dan peristiwa (upacara dan ritual yang diadakan di

petilasan Syeh Domba). Orang yang diperkirakan mengetahui Cerita Rakyat Syeh

Domba adalah juru kunci, masyarakat setempat atau pendatang, pengunjung serta

tokoh-tokoh masyarakat. Alasan pemilihan informan mengacu pada informan

yang mengetahui Cerita Rakyat Syeh Domba, jarak tempat tinggal informan

dengan petilasan Syeh Domba, dan umur informan ±15-60 tahun yang mengetahui

CeritaRakyat Syeh Domba. Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara

kepada:

1. Juru Kunci Makam

2. Penduduk sekitar

3. Tokoh-tokoh masyarakat

4. Peziarah

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

38

Sumber data yang lain dalam penelitian ini adalah foto-foto dan dokumen

berupa buku yang terkait dengan Cerita Rakyat Syeh Domba.

2. Data penelitian

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data dari hasil wawancara

yang berupa informasi dan kata-kata yang diucapkan oleh informan yaitu juru

kunci, penduduk sekitar, tokoh masyarakat, dan peziarah. Data yang lain yaitu

foto-foto yang memberikan informasi tentang Cerita Rakyat Syeh Domba.

N. Populasi dan Sampel

Persoalan populasi dan sampel dalam suatu penelitian merupakan abstraksi

dari kegiatan yang menentukan data penelitian. Populasi berarti sekelompok

orang, benda, atau hal yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan

dengan penelitian, KBBI (dalam Rachmad Djoko Pradopo,(2001:39). Apa yang

dimaksud dengan sampel, Koentjaraningrat (dalam Rachmad Djoko

Pradopo,2001:39) adalah bagian-bagian dari keseluruhan yang menjadi objek

sesungguhnya bagi suatu penelitian Metodologi untuk menyeleksi individu-

individu masuk dalam sampel yang representatife itulah yang di sebut sampling.

Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat di Desa

Cakaran Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah sebagai pemilik

cerita rakyat atau sejarah Syeh Domba yang mengetahui dan memahami cerita

tersebut.

O. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai

berikut:

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

39

1. Wawancara

Wawancara adalah suatu cara mendapatkan informasi dengan cara bertanya

langsung kepada responden. Pembicaraan dalam bab ini akan dibatasi pada

masalah wawancara tatap muka dengan menggunakan daftar pertanyaan,

(Singarimbun dan Efendi, 1989:192). Menurut Moleong (2010:186) wawancara

adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara dan terwawancara atau yang diwawancarai.

Ada dua macam wawancara yaitu wawancara terstruktur dan wawancara

bebas atau tidak berstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang

pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang

akan diajukan. Wawancara tak berstruktur adalah wawancara yang berbeda

dengan yang berstruktur dalam hal waktu bertanya dan cara memberikan

respons,yaitu jenis ini jauh lebih bebas iramanya. Pembicaraan mengalir seperti

dalam percakapan sehari-hari.

Proses wawancara ini dilakukan secara barulang-ulang sesuai dengan

kebutuhan peneliti. Teknik yang dilakukan tidak terstruktur, melainkan dengan

percakapan yang bersifat bebas karena dimaksudkan agar peneliti mendapatkan

informasi yang jauh lebih lengkap dan mendalam. Wawancara dilakukan kepada

beberapa responden atau informan antara lain juru kunci makam Syeh Domba,

tokoh masyarakat Desa Cakaran (Kepala Desa), instansi pemerintah yang

berwenang(dinas pariwisata Kabupaten Klaten), para pengunjung, dan masyarakat

setempat yang benar-benar mamahami sejarah Syech Domba.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

40

2. Observasi Langsung

Observasi adalah salah satu cara mendapatkan informasi dengan cara

langsung mendatangi dan melihat fenomena yang terdapat di lokasi penelitian.

Untuk mengamati fenomena yang ada di luar diungkapkan secara tepat. Pengamat

menggunakan alat indra secara langsung dan alat bantu misalnya perekam :

kamera atau video. Hal ini memudahkan pengamatan karena dapat dilihat atau

diputar kembali.

Observasi dapat dilakukan secara formal dan informal. Secara formal

maksudnya adalah peneliti harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari lembaga

yang berwenang, sedangkan informal peneliti tidak harus mendapat izin.

P. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori, dan suatu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong,

2005: 280).

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data,

reduksi(penggolongan) data, penyajian data, penganalisaan dan penarikan

kesimpulan.

1. Pengumpulan data

Mengumpulkan data-data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, dan

buku-buku atau dokumen yang berkaitan dengan cerita atau sejarah Syech

Domba.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

41

2. Reduksi data

Setelah data-data terkumpul dilakukan proses seleksi atau penyaringan dari

data yang telah diperoleh. Dilakukan dengan memilah-milahkan data yang sesuai

dan yang tidak sesuai dengan penelitian, dimaksudkan agar memperoleh data

yang benar-benar berbobot dan sesuai dengan tujuan penelitian.

Dalam penelitian ini ada satu ritual yang direduksi yaitu ritual pesugihan

tuyul. Ritual persugihan tuyul yang berada di lokasi makam Syeh Domba sangat

bertolak belakang dengan sosok Syeh Domba yang dikenal sebagai murid Sunan

Padang Aran yang juga turut serta membantu menyebarkan agama Islam di daerah

Bayat. Selain bertolak belakang dengan sosok Syeh Domba yang berperan sebagai

penyebar agama islam di Bayat, proses ritual persugihan tuyul juga merupan

sbuah ritual yang sangat intim dan sangat pribadi sekali.

Fakto narasumber adalah hal utama yang menyebabkan ritual persugihan

tuyul ini di reduksi. Menginggat pribadinya ritual ini maka sang juru kunci dan si

pencari tuyul sudah melakukan perjanjian untuk merahasiakan identitas pencari

persugihan tuyul. Sebuah kede etik yang tidak boleh dilanggar antara pencari

persugihan dan yang mencarikan.

Juru kuci atau orang yang mencarikan tuyul hanya bisa menunjukkan atau

mengutarakan proses ritual seperti apa, sajen yang disiapkan, cara memelihara

tuyul, rapalan atau mantra yang di baca saat ritual, dan perjanjian yang harus di

sepakati antara si pencari dan tuyul yang akan di boyong pulang.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

42

3. Penyajian data

Penyajian data merupakan kegiatan manampilkan atan manyusun data-data

yang telah dipilih atau telah direduksi. Hal ini berguna untuk analisis karya atau

proses yang selanjutnya.

4. Analisis data

Analisa data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih

mudah dibaca dan diinterpretasikan. Proses ini merupakan proses mengaitkan data

satu ke data yang lain berdasarkan pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan

foklor, yang nantinya sebagai penelitian lapangan.

5. Penarikan kesimpulan

Data yang telah relevan dan telah dianalisis kemudian dirumuskan agar

mendapatkan kajian yang kuat, yaitu dengan cara mereduksi dengan cermat dan

menyimpulkan setelah data diperoleh.

Q. Validitas data

Dalam suatu penelitian dituntut untuk ke apsahan data yang dikumpulkan,

oleh karena itu peneliti harus berusaha untuk menguatkan atau memantapkan data

yang digunakan dalam penelitian. Untuk menguatkan atau membuat data itu

menjadi sah, maka dalam penalitian ini menerapkan tiga hal, yaitu yang pertama,

membandingkan hasil informasi dari juru kunci dengan kenyataan fenomena yang

terdapat dilokasi, apakah dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya atau hanya

sekedar pengetahuan juru kunci. Hal yang kedua, membandingkan bergai

pendapat atau informasi dari masyarakat sekitar dengan data yang telah diperoleh,

dan yang ketiga membandingkan hasil wawancara atau informasi dengan

dokumen atau buku-buku yang berkaitan dengan cerita sejarah Syech Domba,

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok

43

apakah hasil informasi atau wawancara sesuai dengan dokumen-dokumen yang

ada atau tidak. Dengan ketiga hal diatas dalam penalitian ini akan mendapatkan

data yang valid.

R. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, batasan masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pengertian

foklor, bentuk foklor, pengertian cerita rakyat, konsep mitos, upacara

tradisional, lokasi penelitian, jenis dan bentuk penelitian, sumber data

dan data, populasi dan sampel, teknik pengumpulan tata, teknik analisis

data, validitas data, sistematika penelitian

BAB II : PEMBAHASAN

Pembahasan meliputi deskripsi dan analisis.

BAB III : PENUTUP

Penutup meliputi kesimpulan dan saran.