Upload
operator-warnet-vast-raha
View
253
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Tugas: KMB II
Dosen : Musriani, S.Kep, Ns
Asuhan Keperawatan Pada Pasien
“ Rhinitis, Tonsilitis(Amandel) &Tinnitus“
Disusun Oleh :
Kelompok 5Rasap Jaseng Azhari
Sectya Nendya Sukarno Dwi Hardianti Sartika D.
LD. Rahmat L. Rosnawati
Muh. Aswin Yul Hirda
La Are Siti Narni
AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN MUNA
2011 / 2012
KATA PENGANTAR
“Syukur Alhamdulillah” ungkapan yang patutu dipanjatkan kehadirat Allah SWT
atas limpahan rahmat, kasih sayang dan pertolongan – Nya sehingga makalah yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN RHINITIS” ini dapat terselesaikan
sebagaimana yang diharapkan.Shalawat dan Taslim kepada Rasulullah SAW, keluarga, dan
pengikutnya hingga hari kiamat.
Adalah penting bagi manasiswa memahami serta menginterprestaikan mengenai
KMB mengenai Asuhan Keperawatan pada berbagai penyakit khuusnya Asuhan Keperawatan
Pada Pasien PPOK.Oleh karena itu, penyusun merasa perlu penyajian makalah yang dapat
mendukung salah satu indikator pembelajaran KMB.
Dengan segala kerendahan hati, penyusun menyampaikan bahwa makalah ini masih
banyak kekurang sehingga diperlukan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
penyempurnaan makalah ini.Namun terlepas dari kekurangan yang ada, semoga makalah ini
dapatbermanfaat bagi para penggunanya “Mahasiswa AKPER PEMKAB MUNA”.
Raha, Oktober 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar belakang …………………………………………….. 1
B. Permasalahan …………………………………………….. 1
C. Tujuan ………………………………………………………. 1
D. Metode Penulisan…………………………………………….
BAB II : TINJAUAN TEORITIS………………………………………...
A.Pengertian ……………………………..………………… 2
B.Anatomi & Fisiologi…………………………………………..
C.Etiologi..............................…………………………………. 2
D. Manifestasi Klinis…………………………………………….
E. Patofisiologi………………………………………………….
F. Komplikasi ............................................................................. 3
G.Pemerikasaan Penunjang……………………………………..
H.Penatalaksanaan Medis………………………………………
BAB III : KONSEP ASKEP PADA PASIEN RHINITIS………………………
A. Pengkajian ……………………………………………..……
B. Diagnosa……………………………………………………
C. Perencanaa………………………………………………….
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………
B. Saran……………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan
fungsional dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa hidung
(mukosa olfaktori). Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar pada rongga hidung
dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudo stratified columnar
ephitelium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet.
Alergi hidung adalah keadaan atopi yang aling sering dijumpai,
menyerang 20% dari populasi anak-anak dan dewasa muda di Amerika Utara dan Eropa
Barat. Di tempat lain, alergi hidung dan penyakit atopi lainnya kelihatannya lebih rendah,
terutama pada negara-negara yang kurang berkembang. Penderita Rhinitis alergika akan
mengalami hidung tersumbat berat, sekresi hidung yang berlebihan atau rhinore, dan
bersin yang terjadi berulang cepat.
Dalam makalah ini penulis membahas konsep teori anemia defisiensi besi
serta asuhan keperawatannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan
masalah yaitu sebagai berikut :
1. Apa Pengertian dari Rhinitis alergika?
2. Apa Etiologi dari Rhinitis alergika?
3. Apa saja klasifikasi Rhinitis alergika ?
4. Bagaimanakah patofisiologis pada Rhinitis alergika?
5. Apa saja manifestasi dari Rhinitis alergika?
6. Pemerikasaan diagnostik apa saja yang perlu ?
7. Bagaimankah penatalaksanaan nya ?
8. Bagaimana cara pencegahannya ?
9. Apa saja komplikasi nya ?
10. Bagaimnakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Rhinitis alergika?
C. Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas
Sistem Hematologi & Imunologi yang berjudul ” Askep Rhinitis alergika”. Tujuan
khusus penulisan makalah ini adalah menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan pada
rumusan masalah agar penulis ataupun pembaca tentang konsep skoliosis serta proses
keperawatan dan pengkajiannya.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini adalah dengan melakakan metode pustaka,
taitu dengan mencari reverensi – reverensi melalui buku – buku atau internet sebagai
acuan.
BAB II
PEMBAHASAN
“ ASKEP PADA PASIEN RHINITIS “
Konsep Penyakit
A. Pengertian
1. Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi atau
terpapar dengan allergen (zat/materi yang menyebabkan timbulnya alergi) yang sama
serta meliputi mekanisme pelepasan mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan
dengan allergen yang serupa (Von Pirquet, 1986).
2. Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-bersin,
keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung
terpapar dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh IgE (WHO ARIA
tahun 2001).Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di
hidung. (Dipiro, 2005 )
3. Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung ( Dorland, 2002 ).
4. Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi
alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman. (Dorland,2002 ).
5. Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan
dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung
yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari
yang ada di udara.
6. Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat dibedakan
menjadi dua:
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa
hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri.
Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali
terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan
musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang
disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis
vasomotor.
B. Etiologi
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap
sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
Immediate Phase Allergic Reaction
Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya
Late Phase Allergic Reaction
Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam
setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :
Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya
debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.
Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan
mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.
Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi
tiga tahap besar :
1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik
2. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system
humoral, system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut,
jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen
masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka
berlanjut ke respon tersier
3. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak menguntungkan.
C. Klasifikasi
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap
sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
Immediate Phase Allergic Reaction
Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya
Late Phase Allergic Reaction
Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam
setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :
Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu
rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.
Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan
mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.
Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi
tiga tahap besar :
1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik
2. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system
humoral, system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika
antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada,
karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier
3. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak menguntungkan.
Berdasarkan waktunya Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:
1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi.Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari
luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk
penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa
(tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah
misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang
menyengat.
D. Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan
pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada
individu individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi
imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya,
penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya
reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan
mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta
menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh
persiapan. (Behrman, 2000).
Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di
hidung.Histamine bekerja langsung pada reseptor histamine selular, dan secara tidak
langsung melalui refleks yang berperan pada bersin dan hipersekresi.Melalui saraf
otonom, histamin menimbulkan gejala bersin dan gatal, serta vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan gejala beringus encer dan edema
local reaksi ini timbul segera setelah beberapa menit pasca pajanan allergen.
Kurang lebih 50% Rhinitis alergik merupakan manifestasi reaksi
hipersensitifitas tipe I fase lambat, gejala Gejala rhinitis alergik fase lambat seperti
hidung tersumbat, kurangnya penciuman, dan hiperreaktivitas lebih diperankan ooleh
eosinofil.
E. Manifestasi Klinis
1. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin
lebih dari 6 kali).
2. Hidung tersumbat.
3. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya
bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-
kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
4. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
5. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.
Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-
ulang terutama pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan sejumlah debu.
Sebenarnya bersin adalah mekanisme normal dari hidung untuk membersihkan diri dari
benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari lima kali dalam satu kali serangan maka
dapat diduga ini adalah gejala rhinitis alergi. Gejala lainnya adalah keluar ingus (rinore)
yang encer dan banyak. Hidung tersumbat, mata gatal dan kadang-kadang disertai
dengan keluarnya air mata.
F. Pemeriksaan Diagnosis
Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik
dan uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan
riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas
atas merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan
fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah
pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan
eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal masih terbatas pada bidang
penelitian.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen
penyebab
2. Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang sering dipakai
sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi atau dengan kombinasi dekongestan
oral. Obat Kortikosteroid dipilih jika gejala utama sumbatan hidung akibat repon fase
lambat tidak berhasil diatasi oleh obat lain
3. Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan cara diatas
4. Penggunaan Imunoterapi.
Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal
antara lain :
1. Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.
2. Tidak menimbulkan takifilaksis.
3. Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal. Meskipun
demikian pilihan terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang lain.
4. Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan dengan
adanya efek samping sistemik.
H. Pencegahan
Beberapa langkah/tips berikut ini dapat membantu anda bahkan jika anda
tidak tahu jenis pollen apa yang membuat anda alergi. Jika anda tahu tipe pollen apa yang
membuat anda alergi itu lebih bagus lagi.
Tetaplah berada di dalam ruangan/rumah pada waktu pollen sangat banyak di
udara. Umumnya pollen sedikit di udara hanya beberapa saat setelah matahari
terbit. Mereka kemudian jumlahnya makin banyak dan paling banyak pada tengah
hari dan sepanjang siang. Jumlahnya kemudian berkurang menjelang matahari
terbenam.
Tutuplah jendela dan pintu, baik pada siang maupun malam hari. Gunakan AC
untuk membantu mengurangi jumlah pollen yang masuk ke dalam rumah anda.
Jangan gunakan kipas dengan buangan keluar (exhaust fan) karena dapat
membawa lebih banyak pollen masuk ke dalam rumah anda.
Potonglah rumput di halaman rumah sesering mungkin.
Cegah membawa pulang pollen masuk ke rumah setelah anda bepergian:
- Segeralah mandi dan ganti baju dan celana yang anda pakai di luar.
- Keringkan pakaian anda dengan mesin pengering, jangan jemur di luar.
Berliburlah ke tempat lain pada saat musim pollen sedang berlangsung di tempat
anda ke tempat di mana tanaman yang membuat anda alergi tidak tumbuh.
Jangan keluar rumah pada saat hujan atau hari berangin.
Hindari aktivitas yang membat anda terpapar dengan mold, seperti berkebun
(terutama saat bekerja dengan kompos), memotong rumput.
Buanglah jauh-jauh dari rumah anda daun-daun yang berguguran, potongan
rumput, dan kompos.
Di daerah yang berudara lembab mold di dalam rumah dapat mencetuskan
serangan asthma, rhinitis alergika dan dermatitis alergika. Beberapa langkah berikut
dapat membantu:
Bersihkan kamar mandi, bathtubs, shower stalls, shower curtains, dan karet-karet
jendela paling sedikit sebulan sekali dengan disinfektan atau cairan pemutih.
Gunakan pemutih dengan hati-hati, karena dapat membuat hidung anda teriritasi.
Jika hidung anda teriritasi, gejala alergi anda dapat memburuk.
Rumah harus ada aliran udara yang baik dan kering.
Gunakan exhaust fan di kamar mandi dan dapur.
Jangan gunakan karpet.
Oleh karena orang dewasa menghabiskan 1/3 waktu mereka dan anak-anak
menghabiskan ½ dari waktu mereka di kamar tidur, maka penting agar tidak ada
alergen di kamar tidur. Jangan gunakan kasur, bantal dan guling yang diisi dengan
kapuk.
I.Komplikasi
1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip
hidung.
2. Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan
terutama kita temukan pada pasien anak-anak.
3. Sinusitis kronik
Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi
melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase.
Konsep Askep
A. Pengkajian
1) Pengumpulan Data
a. Identitas Klien
Nama : Ny. Z
Umur : 30 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Sudah kawin
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Muna
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : PNS / Guru
Alamat : Jln. S. Goldaria
b. Identitas Penanggung
Nama : Tn. X
Umur : 34 Thn
Jenis Kelamin : Laki - laki
Status : Sudah nikah
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Muna
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : PNS / Guru
Hub. Dengan Klien : Suami Pasien
Alamat : Jln. S. Goldaria
Data Demografi
Pada pasien ini di derita dimana saja, tidak berpengaruh pada tempat berdomosili wilayah
tertentu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan hidung gatal.
Pemerikasaan
1) Aktivitas / istirahat
Gejala :
Klien menegatakan susah tidur
Tanda :
klien susah tidur
klien terlihat bersin – bersin
Klien nampak sesak saat beraktivitas
2) Makanan dan cairan
Gejala :
KLien mengatakan berat badannya menurun
Klien mengatakan kurang nafsu makan
Tanda :
Porsi makan tidak dihabiskan
Badan tambah kurus
3) Pernapasan
Gejala :
Klien mengatakan sesak napas
Klien mengatakan bersin - bersin
Tanda :
Frekuensi napas cepat
Klien bernapas melalui mulut
Hidung meler
Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan nasoendoskopi
Pemeriksaan sitologi hidung
Hitung eosinofil pada darah tepi
2) Klasifikasi Data
Data Subyektif :
KLien mengatakan sesak napas
Klien mengatakan berat badannya menurun
Klien mengatakan kurang nafsu makan
Data Obyektif :
Frekuensi napas cepat
Klien bernapas melalui mulut
Klien nampak bersin – bersin
Klien nampak tidak ada nafsu makan
Porsi makan tidak dihabiskan
Badan tampak kurus
Berat badan menurun
Lapisan hidung membengkak, warna merah kebiruan
3) Analisa data
SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEMDS :
Klien mengatakan susah
bernapas
DO :
- hidung meler,
- bersin-bersin,
- klien bernafas melalui
mulut
- frekwensi napas cepat
Akumulasi mucus / secret
Pola napas tidak teratur
Pertukaran gas terganggu
Bersihan jalan napas tidak efektif
Bersihan jalan nafas tidak efektif
DO :
klien mengatakan susah tidur.
DO :
- Klien terlihat bersin-
bersin
Hidung meler dan
bersin - bersin
Susah tidur
Gangguan pola tidur
- hidung meler
- klien susah tidur
Gangguan pola tidur
DS :
klien mengatakan nafsu makan
menurun
Do :
- Klien terlihat kurang
nafsu makan
- Porsi makan tidak
dihabiskan
- BB menurun
Nafsu makan menurun
Pola makan tidak
teratur
Nutrisi kurang dari
kebutuhan
Nutrisi kurang dari
kebutuhan
4) Prioritas Masalah
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pola tidur
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektiif berhubungan dengan akumulasi mucus
2. Gangguan pola tidur / istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Nafsu makan menurun
C. Perencanaan
Tujuan Perencanaan
Intervensi Rasional
Tupan: Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 7
Bersihan jalan nafas kembali
efektif.
1. Auskultasi bunyi napas 1. Obstruksi jalan napas
dan dapat atau tak di
manevestasikan adanya
bunyi napas
Tupen : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3
hari menujukkan perilaku untuk
memperbaiki bersihan jalan
nafas atau berangsur – angsur
teratasi.
Dengan criteria hasil :
mengeluarkan sekret
2. Catat adanya bunyi
napas, mis ; mengi,
krekels, ronki dan
Kaji/pantau frekuensi
pernapasan.
3. Kaji pasien untuk posisi
yang nyaman mis :
peninggian kepala
tempat tidur, duduk pada
persandaran tempat
tidur.
4. Tingkatkan masukan
caian 3000 /hari sesuai
jantung, memberikan air
hangat.
adventisius.
2. Adanya beberapa
derajat dan dapat
ditemukan pada
penerimaan atau selama
stres atau adanya
infeksi akut. Penafasan
dapat melambat dan
frekunsi ekspirasi
memanjaga inspirasi
memendek.
3. Peningian kepala
tempat tidur
mempermudah fungsi
pernapasan dengan
mengunakn grafitasi.
4. hidrasi membantu
menurunkan kekentalan
sekret, mempermudah
pengeluaran.
Tupan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 7
hari Gangguan pola tidur
teratasi.
Tupen :Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3
hari Gangguan pola
1.Tentukan kebiasan tidur
biasanya dan perubahan
yang terjadi.
2.Berikan tempat tidur
yang nyaman dan
beberapa milik pribadi
1.Mengakaji perlunya dan
mengidentifikasi
intervensi yang tepat.
2.Meningakatkkan
kenyamanan tidur serta
dukungan
tidurberangsu – angsur teratasi.
Dengan kriteria hasil :
- Pola tidur teratur
mis : bantal, guling.
3.Buat rutinitas tidur baru
yang dimasukkan dalam
pola lama dan
lingkungan baru.
4.Tingkatkan regimen
kenyamanan waktu tidur
- instruksikan
tindakan relaksasi
- Berikan sedative
sesuai indikasi.
fisiologis/psikologisbila
rutinitas
barumenggandung
aspek sebanyak
kebiasaan lama,stres
dan ansietas yang
berhubungan dapat
berkurang.
3.Meningkatkan efek
relaksasi.
4.Membantu menginduksi
tidur
- Membantu pasien
agar mudah
beristirahat.
Tupan :Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 4
hari Nutrisi terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan tubuh
teratasi
Tupen :Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2
hari kebutuhan nutrisi tubuh
berangsur – angsur teratasi.
Dengan criteria hasil :
- Nafsu makan meningkat
- Kebutuhan tubuh
1.Jelaskan tentang manfaat
makan bila dikaitkan
dengan kondisi klien
saat ini.
2.Anjurkan agar klien
memakan makanan
yang tersedia di RS.
3.Lakukan dan
ajarkanperawatan mulut
1. Dengan pemahaman
klien akan lebih
kooperatif mengikuti
aturan.
2. Untuk menghindari
makanan yang justru
dapat mengganggu
proses penyembuhan
klien.
3. Higiene oral yang
baik akan meningkatkan
terpenuhi. sebelum dan sesudah
makan serta sebelum
dan sesudah
intervensi/periksaan
peroral.
Tingkakan lingkungan
yang menenangkan
untuk makan dengan
teman jika
memungkinkan.
4. Berikan makanan dalam
keadaan hangatberikan
makanan selingan (mis;
keju, biskuit, sup, buah-
buahan)yang tersedia
dalam 24 jam.
5. Kolaborasi tentang
pemenuhan diet klien.
nafsu makan
klienmakanan adalah
bagian dari peristiwa
sosial, dan nafsu makan
dapat meningkat dengan
sosialisasi.
4. Makanan hangat
dapat meningkatkan
nafsu makan, membantu
memenuhi kebutuhan
dan meningkatkan
pemasukan.
5. Meningkatkan
pemenuhan sesuai
dengan kondisi klien.
“ AskepPada Pasien Tonsilitis(Amandel) “
Konsep Penyakit
A. Definisi Tonsilitis
Tonsilitis akut adalah peradangan pada tonsil yang masih bersifat ringan.
Radang tonsil pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga infeksi pada
faring biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai tonsilofaringitis.
( Ngastiyah,1997 )
B. EtiologiTonsilitis
Penyebab tonsilitis bermacam – macam, diantaranya adalah yang tersebut
dibawah ini yaitu :
a. Streptokokus Beta Hemolitikus
b. Streptokokus Viridans
c. Streptokokus Piogenes
d. Virus Influenza
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet
infections).
C. Proses PatologiTonsilitis
Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian
atas, akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui
sistem limfa ke tonsil.
Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya
proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar
masuknya udara.
Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta
ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan
timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia.
D. Manifestasi KlinisTonsilitis
Tanda dan gejala tonsilitis akut adalah :
1. Nyeri tenggorok
2. Nyeri telan
3. Sulit menelan
4. Demam
5. Mual
6. Anoreksia
7. Kelenjar limfa leher membengkak
8. Faring hiperemis
9. Edema faring
10. Pembesaran tonsil
11. Tonsil hiperemia
12. Mulut berbau
13. Otalgia (sakit di telinga)
14. Malaise
E. Pemeriksaan Penunjang Tonsilitis
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa
tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
1. Leukosit : terjadi peningkatan
2. Hemoglobin : terjadi penurunan
3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat.
F. Komplikasi Tonsilitis
Komplikasi yang dapat muncul bila tonsilitis akut tidak tertangani dengan
baik adalah :
1. Tonsilitis kronis
2. Otitis medis
G. Penatalaksanaan Tonsilitis
Penanganan pada klien dengan tonsilitis akut adalah
1. Penatalaksanaan medis
a. Antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin, amoksisilin,
eritromisin dll
b. Antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
c. Analgesik untuk meredakan nyeri
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Kompres dengan air hangat
b. Istirahat yang cukup
c. Pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat
d. Kumur dengan air hangat
e. Pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien.
Konsep Askep
A. Pengkajian
1) Pengumpulan Data
c. Identitas Klien
Nama : An. R
Umur : 13 thn
Jenis Kelamin : Laki - laki
Status Perkawinan : Anak Kandung
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Muna
Pendidikan : SD
Pekerjaan : -
Alamat : Desa Bone Balano
d. Identitas Penanggung
Nama : Tn. X
Umur : 34 Thn
Jenis Kelamin : Laki - laki
Status : Sudah nikah
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Muna
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : PNS / Guru
Hub. Dengan Klien : Ayah Pasien
Alamat : Desa Bone Balano
Data Demografi
Pada pasien ini di derita dimana saja, tidak berpengaruh pada tempat berdomosili wilayah
tertentu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll.
Riwayat Kesehatan Yang Lalu
1. Riwayat kelahiran
2. Riwayat imunisasi
3. Penyakit yang pernah diderita ( faringitis berulang, ISPA, otitis media )
4. Riwayat hospitalisasi
Pemerikasaan
1. Pengkajian umum
Usia, tingkat kesadaran, antopometri, tanda – tanda vital dll
2. Pernapasan
Kesulitan bernafas, batuk
Ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan :
T0 : bila sudah dioperasi
T1 : ukuran yang normal ada
T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
T3 : pembesaran mencapai garis tengah
T4 : pembesaran melewati garis tengah
3. Nutrisi
Sakit tenggorokan, nyeri telan, nafsu makan menurun, menolak makan dan
minum, turgor kurang.
4. Aktivitas / istirahat
Anak tampak lemah, letargi, iritabel, malaise
5. Keamanan / Kenyamanan
Kecemasan anak terhadap hospitalisasi.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Tonsilitis akut adalah :
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
3. Resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
adanya anoreksia
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
5. Gangguan persepsi sensori : pendengaran berhubungan dengan adanya obstruksi pada
tuba eustakii
C. Rencana Keperawatan
Tujuan Perencanaan
Intervensi Rasional
Tupan: Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 hari hipertermi
teratasi.
Tupen : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 hari
hipertermi berangsur –
angsur teratasi.
Dengan criteria hasil :
- Suhu badan turun.
1. Pantau suhu tubuh anak
( derajat dan pola ),
perhatikan menggigil atau
tidak.
2. Pantau suhu lingkungan.
3. Batasi penggunaan linen,
pakaian yang dikenakan
klien.
4. Berikan kompres hangat.
5. Berikan cairan yang
banyak ( 1500 – 2000
cc/hari ).
6. Kolaborasi pemberian
antipiretik.
1. Menentukan intervensi
selanjutnya.
2. Suhu lingkungan
mempengaruhi suhu
tubuh.
3. Agar badan klien terasa
hangat.
4. Kompres hangat akan
meringankan demam
yang terjadi dan sebagai
kompensasi tubuh.
5. Cairan menurunkan
resiko deficit cairan.
6. Anti pireutik dapat
meringankan rasa sakit
yang ada.
Tupan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 7 hari
Gangguan pola
1. Kaji Tanda-tanda Vital.
2. Pantau nyeri klien(skala,
intensitas, kedalaman,
1. Menentukan intervensi
selanjutnya.
2. Untuk menentukan
nyeri klien.
tidurteratasi.
Tupen :Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 hari Gangguan
pola tidur berangsu –
angsur teratasi. Dengan
kriteria hasil :
- Pola tidur teratur
frekuensi).
3. Berikan posisi yang
nyaman.
4. Berikan tehnik relaksasi
dengan tarik nafas panjang
melalui hidung dan
mengeluarkannya pelan –
pelan melalui mulut.
P : Nyeri
Q : Hilang timbul
R : Faring
S : 2 (0 – 5 ).
T : Saat makan dan
minum atau saat
menelan.
3. Posisi yang baik dapat
memberikan rasa
nyaman.
4. Dengan relaksasi dapat
meringankan rasa
nyeri.
Tupan :Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 4 hari Nutrisi
terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan tubuh.
Tupen :Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2 hari kebutuhan
nutrisi tubuh berangsur –
angsur teratasi. Dengan
criteria hasil :
- Nafsu makan
meningkat
- Kebutuhan tubuh
terpenuhi.
1. Timbang BB tiap hari.
2. Berikan makanan dalam
keadaan hangat.
3. Berikan makanan dalam
porsi sedikit tapi sering
sajikan makanan dalam
bentuk yang menarik.
4. Tingkatkan kenyamanan
lingkungan saat makan.
5. Kolaborasi pemberian
vitamin penambah nafsu
1. Pengukuran BB untuk
menilai perkembagna
dan terpenuhinya
kebutuhan.
2. Makanan yang hangat
membuat pembuluh
darah melebar.
3. Makanan yang menarik
bentuknya akan
menambah selera
amakan klien.
4. Lingkungan yang bersih
memberi rasa nyaman
dan meningkatkan.
keinginan makan.
5. Vitamin dapat
meningkatkan daya
makan. tahan tubuh.
Tupan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 7 hari
intoleransi teratasi.
Tupen :Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 hari intoleransi
aktivitas berangsu –
angsur teratasi. Dengan
kriteria hasil :
Klien beraktivitas dapat
beraktivitas sesuai tingkat
toleransinya.
1. Kaji tingkat toleransi
aktivitas klien.
2. Observasi adanya kelelahan
dalam melakukan aktifitas.
3. Monitor Tanda-tanda Vital
sebelum, selama dan
sesudah melakukan
aktifitas.
4. Berikan lingkungan yang
tenang.
5. Tingkatkan aktifitas sesuai
toleransi klien
1. Untuk melakukan
intervensi selanjutnya.
2. Kelelahan dapat
mengakibatkan tingkat
aktivitas terbatas.
3. Pemantauan TTV untuk
mengukur sejauh mana
perkembangan
kesehatan.
4. Lingkungan yang
tenang dapat
merilekskan tubuh.
5. Melakukan aktivitas
dapat meningkatkan
ketahanan dalam
melakukan kegiatan.
Tupan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 7 hari
gangguan persepsi sensori
teratasi.
Tupen :Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 hari gangguan
persepsi sensori aktivitas
berangsu – angsur teratasi.
Dengan kriteria hasil :
Klien dapat mendengar
dengan normal.
1. Kaji ulang gangguan
pendengaran yang dialami
klien.
2. Lakukan irigasi telinga.
3. Berbicaralah dengan jelas
dan pelan.
4. Gunakan papan tulis /
kertas untuk berkomunikasi
jika terdapat kesulitan
dalam berkomunikasi
5. Kolaborasi pemberian tetes
1. Untuk menentukan
tingkat keparahan
pendengaran.
2. Irigasi dapat
meningkatkan
pengeluaran kotorang
(serumen).
3. Untuk melatih
pendengaran.
4. Agar komunikasi dapat
berjalan.
5. Obat tetets telinga dapat
telinga menyembuhkan
obstruksi dan
membersihkan serumen.
“ Askep Pada Pasien Tinnitus “
Konsep Penyakit
A. Pengertian
Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan
mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar.Keluhannya bisa berupa bunyi
mendenging, menderu, mendesis, atau berbagai macam bunyi lainnya. Gejalanya bisa
timbul terus menrus atau hilang timbul.(Putri Amalia dalam artikel Gangguan
Pendengaran ”Tinnitus”.FK Universitas Islam Indonesia)
Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu
mendengar bunyi, namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut
berasal dari tubuh penderita itu sendiri, meski demikian tinnitus hanya merupakan gejala,
bukan penyakit, sehingga harus di ketahui penyebabnya.(dr. Antonius HW SpTHT dalam
artikel Suara Keras Sebabkan Telinga Mendenging . Indopos Online)
B. Etiologi
Penyebab terjadinya tinnitus sangat beragam, beberapa penyebabnya
anatara lain:
1. Kotoran yang ada di lubang telinga, yang apabila sudah di bersihkan rasa
berdenging akan hilang
2. Infeksi telinga tengah dan telinga dalam
3. Gangguan darah
4. Tekanan darah yang tinggi atau rendah, dimana hal tersebut merangsang saraf
pendengaran
5. Penyakit meniere’s Syndrome, dimana tekanan cairan dalam rumah siput
meningkat, menyebabkan pendengaran menurun, vertigo, dan tinnitus
6. Keracunan obat
7. Penggunaan obat golongan aspirin.
C. Patofisiologi
Menurut frekuensi getarannya, tinnitus terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Tinnitus Frekuensi rendah (low tone) seperti bergemuruh
2. Tinnitus frekuensi tinggi (high tone)seperti berdenging
Tinnitus biasanya di hubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga
terjadi karena gangguan konduksi, yang biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika
di sertai dengan inflamasi, bunyi dengung akan terasa berdenyut (tinnitus pulsasi) dan
biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga, tumor, otitis media, dll.
Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinnitus subjektif nada tinggi
(4000Hz).Terjadi dalam rongga telinga dalam ketika gelombang suara berenergi tinggi
merambat melalui cairan telinga, merangsang dan membunuh sel-sel rambut pendengaran
maka telinga tidak dapat berespon lagi terhadap frekuensi suara. Namun jika suara keras
tersebut hanya merusak sel-sel rambut tadi maka akan terjadi tinnitus, yaitu dengungan
keras pada telinga yang di alami oleh penerita.(penatalaksanaan penyakit dan kelainan
THT edisi 2 thn 2000 hal 100). Susunan telinga kita terdiri atas liang telinga, gendang
telinga, tulang-tulang pendengaran, dan rumah siput. Ketika terjadi bising dengan suara
yang melebihi ambang batas, telinga dapat berdenging, suara berdenging itu akibat
rambut getar yang ada di dalam rumah siput tidak bisa berhenti bergetar.Kemudian
getaran itu di terima saraf pendengaran dan diteruskan ke otak yang merespon dengan
timbulnya denging.
Kepekaan setiap orang terhadap bising berbeda-beda, tetapi hampir setiap
orang akan mengalami ketulian jika telinganya mengalami bising dalam waktu yag cukup
lama. Setiap bising yang berkekuatan 85dB bisa menyebabkan kerusakan.Oleh karena itu
di Indonesia telah di tetapkan nilai ambang batas yangn di perbolehkan dalam bidang
industri yaitu sebesar 89dB untuk jangka waktu maksimal 8 jam.Tetapi memang
implementasinya belum merata.Makin tinggi paparan bising, makin berkurang paparan
waktu yang aman bagi telinga.
D. Gejala
Pendengaran yang terganggu biasanya di tandai dengan mudah marah,
pusing, mual dan mudah lelah.Kemudian pada kasus tinnitus sendiri terdapat gejala
berupa telinga berdenging yang dapat terus menerus terjadi atau bahkan hilang timbul.
Denging tersebut dapat terjadi sebagai tinnitus bernada rendah atau
tinggi.Sumber bunyi di ataranya berasal dari denyut nadi, otot-otot dala rongga tellinga
yang berkontraksi, dan juga akibat gangguan saraf pendengaran.
E. Diagnosis
Tinnitus merupakan suatu gejala klinik penyakit telinga, sehingga untuk
memberikan pengobatannya perlu di tegakkan diagnosa yang tepat sesuai dengan
penyebab, dan biasanya memanng cukup sulit untuk di ketahui.
Untuk memastikan diagnosis perlu di tanyakan riwayat terjadinya
kebisingan, perlu pemerikasaan audio-metri nada murni (pure tone audiometry). Pada
pemeriksaan nada murni gamabaran khas berupa takik (notch) pada frekuensi 4kHz.
Anamnesis merupakan hal utama dan terpenting dalam menegakkan diagnosa tinnitus.
Hal yang perlu di gali adalah seperti kualitas dan kauantitas tinnitus,
apakah ada gejala lain yangmenyertai, seperti vertigo, gangguan pendengaran, atau gejala
neurologik.Pemeriksaan fisik THT dan otoskopi harus secara rutin di lakukan, dan juga
pemeriksaan penala, audiometri nada murni, audiometri tutur, dan bila perlu lakkukan
ENG.
F. Pencegahan
Pencegahan terhadap tinnitus adalah sebagai berikut:
a. Hindari suara-suara yang bising, jangan terlalu sering mendengarkan suara
bising(misalnya diskotik, konser musik, walkman, loudspeaker, telpon genggam)
b. Batasi pemakaian walkman, jangan mendengar dengan volume amat maksimal
c. Gunakan pelindung telinga jika berada di tempat bising.
d. Makanlah makanan yang sehat dan rendah garam
e. Minumlah vitamin yang berguna bagi saraf untuk melakukan perbaikan, seperti
ginkogiloba, vit A dan E.
G. Pengobatan
Pada umumnya pengobatan gejala tinnitus dibagi dalam 4 cara, yaitu :
1. Elektrofisiologik, yaitu memberi stimulus elektroakustik (rangsangan bunyi)
dengan intensitas suara yang lebih keras dari tinnitusnya, dapat dengan alat bantu
dengar atau tinnitus masker.
2. Psikologik, yaitu dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan
pasien bahwa penyakitnya tidakmembahayakan dan bisa disembuhkan, serta
mengajarkan relaksasi dengan bunyi yang harus didengarnya setiap saat.
3. Terapi medikametosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas
diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea, transquilizer, antidepresan
sedatif, neurotonik, vitamin dan mineral.
4. Tindakan bedah, dilakukan pada tumor akustik neuroma. Namun, sedapat
mungkin tindakan ini menjadi pilihan terakhir, apabila gangguan denging yang
diderita benar-benar parah.
Pasien juga di berikan obat penenang atau obat tidur, untuk membantu
memenuhi kebutuhan istirahat, karena penderita tinnitus biasanya tidurnya sangat
terganggu oleh tinnitus itu sendiri, sehingga perlu di tangani, juga perlu di jelaskan
bahwa gangguat tersebut sulit di tanangi, sehingga pasien di anjurkan untuk beradaptasi
dengan keadaan tersebut, karena penggunaan obat penenang juga tidak terlalu baik dan
hanya dapat di gunakan dalam waktu singkat.
Konsep Askep
A. Pengkajian
1. Aktivitas
- Gangguan keseimbangan tubuh
- Mudah lelah
2. Sirkulasi
- Hipotensi , hipertensi, pucat (menandakan adanya stress)
3. Nutrisi
- Mual
4. Sistem pendengaran
- Adanya suara abnormal(dengung)
5. Pola istirahat
- Gangguan tidur/ Kesulitan tidur.
B. Diagnosa
1. Ansietas atau Cemas b/d kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran
(tinnitus).
2. Gangguan istirahat dan tidur b/d gangguan pendengaran.
3. Resiko kerusakan interaksi sosial b/d hambatan komunikasi.
C. Perencanaan
Tujuan Perencanaan
Intervensi Rasional
Tupan: Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
4 hari ansietas
1. Kaji tingkat pengetahuan
klien tentang gangguan
yang di alaminya.
2. Beri kesempatan klien
untuk mengekspresikan
1. Untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
2. Diharapakan dapat
memberikan gambaran
teratasi.
Tupen : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
2 hari ansietas
berangsur – angsur
teratasi.
Dengan criteria hasil
:
Tidak terjadi
kecemasan,
pengetahuan klien
terhadap penyakit
meningkat
perasaannya.
3. Jelaskan pada klien
tentang penyakit dan
prosedur pengobatannya.
4. Yakinkan dan support
klien bahwa penyakitnya
dapat di sembuhkan.
5. Anjurkan klien untuk
rileks, dan menghindari
stress.
sejauh mana klien
mengetahui tentang
penyakitnya.
3. Agar klien mengetahui
penyakit dan prosedur.
4. Dengan support dapat
meningkatkan keinginan
klien untuk sembuh.
5. Rileks dapat membuat klien
tenang.
Tupan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
7 hari Gangguan
pola tidur teratasi.
Tupen :Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
3 hari Gangguan
pola tidur berangsu –
angsur teratasi.
Dengan kriteria hasil
:
Pola tidur teratur
6. Tentukan kebiasan tidur
biasanya dan perubahan
yang terjadi.
7. Berikan tempat tidur yang
nyaman dan beberapa milik
pribadi mis : bantal, guling.
8. Buat rutinitas tidur baru
yang dimasukkan dalam
pola lama dan lingkungan
baru.
10. Mengakaji perlunya dan
mengidentifikasi intervensi
yang tepat.
11. Meningakatkkan
kenyamanan tidur serta
dukungan
fisiologis/psikologis bila
rutinitas baru
menggandung aspek
sebanyak kebiasaan lama,
stres dan ansietas yang
berhubungan dapat
berkurang.
12. Meningkatkan efek
relaksasi.
4. Membantu menginduksi tidur
9. Tingkatkan regimen
kenyamanan waktu tidur
- instruksikan tindakan
relaksasi
- Berikan sedative sesuai
indikasi.
- Membantu pasien agar
mudah beristirahat.
Tupan :Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
4 hari gangguan
istrahat / tidur
teratasi
Tupen :Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
2 hari gangguan
istrahat / tidur
berangsur – angsur
teratasi. Dengan
criteria hasil :
Gangguan tidur
dapat teratasi atau
teradaptasi
1. Kaji tingkat kesulitan
tidur.
2. Kolaborasi dalam
pemberian obat penenang/
obat tidur.
3. Anjurkan klien untuk
beradaptasi dengan
gangguan tersebut.
1. Untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
2. Obat tidur dapat
meningkatkan kualitas
istrahat klien.
3. Adaptasi membuat klien
akan biasa atau tidak
merasa mengganggu
istrahat klien.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi atau
terpapar dengan allergen (zat/materi yang menyebabkan timbulnya alergi) yang sama
serta meliputi mekanisme pelepasan mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan
dengan allergen yang serupa (Von Pirquet, 1986). Diagnosa atau masalah
keperawatan Rhinitis adalah :
- Bersihan jalan nafas tidak efektiif berhubungan dengan akumulasi mucus
- Gangguan pola tidur / istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada
hidung
- Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Nafsu makan
menurun
2. Tonsilitis akut adalah peradangan pada tonsil yang masih bersifat ringan. Diagnosa
atau masalah keperawatannya :
- Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil
- Nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
- Resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan adanya anoreksia
- Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
- Gangguan persepsi sensori : pendengaran berhubungan dengan adanya
obstruksi pada tuba eustakii
3. Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar
bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya bisa berupa bunyi mendenging,
menderu, mendesis, atau berbagai macam bunyi lainnya. Gejalanya bisa timbul terus
menrus atau hilang timbul. Diagnosa atau masalah keperawatan penyakit tinnitus :
- Ansietas atau Cemas b/d kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran
(tinnitus).
- Gangguan istirahat dan tidur b/d gangguan pendengaran.
- Resiko kerusakan interaksi sosial b/d hambatan komunikasi.
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini,
agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis Edisi 9.
Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta :
EGC;1999
Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC
R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ; 1997
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8