24
http://mogerr-bwubaloks.blogspot.com/2011/10/askep-pk-rumah-tangga- kdrt.html askep PK rumah tangga (KDRT) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kebudayaan masyarakat, membawa banyak perubahan dalam segala segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu baik yang sifatnya positif ataupun yang negatif dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental, dan sosial. Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan agar selalu sehat baik fisik, mental ataupun sosial. Manusia sebagai makluk biologi-psikologi-sosial-cultural mempunyai sejumlah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dan apabila mengalami kegagalan dalam mendapatkan keutuhan tersebut, maka akan terjadi ketidakseimbangan (Stuart and Sunnden,1991). Seseorang akan beradaptasi terhadap ketidakseimbangan melalui mekanisme penanganan yang dipelajari pada masa lampau. Apabila seseorang berhasil beradaptasi dimasa lampau, berarti ia telah mempelajari efektifitas mekanisme penangganan yang sangat berguna bagi dirinya pada saat ini dan dimasa yang akan datang dan sebaliknya, jika adaptasi dimasa lampau tak berhasil, maka ia tak punya mekanisme penanganan yang adekuat untuk beradaptasi terhadap kesulitan yang lebih komplek dimasa mendatang dan bisa menyebabkan terjadinya keadaan yang mempunyai pengaruh buruk terhadap kesehatan jiwa atau dengan kata lain adalah gangguan jiwa. Salah satu tanda dan gejala gangguan jiwa adalah ungkapan marah yang mal adaptif yang dilakukan seseorang karena gagal dalam beradaptasi dan tak punya mekanisme penanganan yang adekuat. Ungkapan marah yang mal adaptif, salah satunya adalah agresif, yang akan membahayakan karena dapat timbul dorongan untuk bertindak baik secara kontruktif maupun destruktif dan masih terkontrol. Marah agresif adalah suatu prilaku yang menyertai rasa marah dan merupakan dorongan untuk bertindak baik secara kontruktif maupun destruktif dan masih terkontrol. Pasien

Askep Kdrt

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Askep Kdrt

http://mogerr-bwubaloks.blogspot.com/2011/10/askep-pk-rumah-tangga-kdrt.html

askep PK rumah tangga (KDRT)BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Perkembangan kebudayaan masyarakat, membawa banyak perubahan dalam segala segi

kehidupan manusia.  Setiap perubahan situasi kehidupan individu baik yang sifatnya positif

ataupun yang negatif dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental, dan sosial.  Manusia

selalu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan agar selalu sehat baik fisik, mental

ataupun sosial.  Manusia sebagai makluk biologi-psikologi-sosial-cultural mempunyai sejumlah

kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dan apabila mengalami kegagalan dalam mendapatkan

keutuhan tersebut, maka akan terjadi ketidakseimbangan (Stuart and Sunnden,1991).

Seseorang akan beradaptasi terhadap ketidakseimbangan melalui mekanisme penanganan

yang dipelajari pada masa lampau.  Apabila seseorang berhasil beradaptasi dimasa lampau,

berarti ia telah mempelajari efektifitas mekanisme penangganan yang sangat berguna bagi

dirinya pada saat ini dan dimasa yang akan datang dan sebaliknya, jika adaptasi dimasa lampau

tak berhasil, maka ia tak punya mekanisme penanganan yang adekuat untuk beradaptasi terhadap

kesulitan yang lebih komplek dimasa mendatang dan bisa menyebabkan terjadinya keadaan yang

mempunyai pengaruh buruk terhadap kesehatan jiwa atau dengan kata lain adalah gangguan

jiwa.

Salah satu tanda dan gejala gangguan jiwa adalah ungkapan marah yang mal adaptif yang

dilakukan seseorang karena gagal dalam beradaptasi dan tak punya mekanisme penanganan yang

adekuat.  Ungkapan marah yang mal adaptif, salah satunya adalah agresif, yang akan

membahayakan karena dapat timbul dorongan untuk bertindak baik secara kontruktif maupun

destruktif dan masih terkontrol. Marah agresif adalah suatu prilaku yang menyertai rasa marah

dan merupakan dorongan untuk bertindak baik secara kontruktif maupun destruktif dan masih

terkontrol.  Pasien dengan marah agresif akan bersifat menentang, suka membantah, bersikap

kasar, kecenderungan menuntut secara terus-menerus, bertingkah laku kasar disertai

kekerasan  (Stuart and Sunden,1991).

Permasalahan yang dihadapi dalam perawatan pasien dengan marah agresif adalah sikap

pasien yang tak kooperatif, membahayakan dirinya sendiri dan lingkungan serta masalah pasien

yang dapat menimbulkan dorongan agresifnya.

Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa.

Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawalan” oleh

sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan seperti memukul anggota

keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang

Page 2: Askep Kdrt

paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum

memadai sehingga selama perawatan klien setidaknya sekeluarga mendapat pendidikan

kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan). Asuhan keperawatan

yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan

perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu

asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan

pendidikan kesehatan tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat

dituangkan menjadi pendekatan proses keperawatan.

B.    Rumusan Masalah

1.      Bagaimana konsep dasar mengenai prilaku kekerasan pada keluerga?

2.      Bagaimana asuhan keperawatan jiwa prilaku kekerasan pada keluarga?

C.    Tujuan

1.      Tujuan Umum

Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan Asuhan keperawatan jiwa perilaku

kekerasan pada keluarga yang diharapkan akan mampu mengidentifikasikan seluruh masalah

yang terjadi sehubungan dengan Perilaku kekerasan.

2.      Tujuan Khusus.

-     Untuk mengetahui konsep dasar mengenai perilaku kekerasan.

-     Untuk mengetahui mengenai asuhan keperawatan klien perilaku kekerasan.

BAB II

PEMBAHASAN

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

A.   Pengertian

Perilaku kekerasan dalam keluarga adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap perempuan maupun  anak. Hal

tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan  kesal atau marah yang tidak konstruktif.

(Stuart dan Sundeen, 1995)

Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah

setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya

kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah

Page 3: Askep Kdrt

tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).

Kekerasan dalam keluarga mencakup penganiayaan fisik, emosonal dan seksual pada anak-

anak pengabaian anak, pemukulan pasangan, pemerkosaan terhadap suami atau istri dan

penganiayaan lansia. Perilaku penganiyaan dan prilaku kekerasan yang tidak akan dapat diterima

bila dilakukan oanng yang tidak dikenal sering kali di tolerannsi selama bertahun-tahun dalam

keluarga.  Dalam kekerasan keluarga, keluarga yang normalnya merupakan tempat yang aman

dan anggotanya merasa dicintai dan terlindung, dapat menjadi tempat palinng berbahaya bagi

korban.

B.   Rentang Respon Marah

Adaptif                                   

                                       Maladaptif                    Asertif         Frustasi              Pasif        Agresif          Amuk

Tindakan kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang

dapat membahayakan fisik, baik kepada diri sendiri maupun ornag lain. Sering disebut juga

gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan

gerkan motorik yang tidak dikontrol.

         Asertif   : Mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan

                     merasa lega.

         Frustasi  : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak

                      realistis.

         Pasif       : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan

  yang sedang dialami.

         Agresif   : Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol.

         Amuk     : Tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak terkontrol.

C.   Karakteristik Kekerasan Dalam Keluarga

1.      Isolasi sosial

Anggota keluarga merahasiakan kekerasan dan sering kali tidak mengundang orang lain

datanng kerumah mereka atau tidak mengatakan kepada orang lain apa yang terjadi. Anak dan

wanita yang mengalami penganiyaan sering kali diancam oleh penganiaya bahwa mereka akan

lebih disakiti jika mengungkapkan rahasia tersebut. Anak-anak mungkin diancam bahwa ibu,

saudara kandung atau hewan peliharaan mereka kan dibunuh jika oranng diluar keluarga

mengetahui penganiayaan tersebut. Mereka ditakuti agar mereka menyimpan  rahasia atau

mencegah orang lain mencampuri “ urusan keluarga yang pribadi

Page 4: Askep Kdrt

2.      Kekuasaan dan kontrol

Anggota keluarga yang mengalami penganiayaan hampir selalu berada dalam posisi

berkuasa daan memilki kendali terhadap korban, baik korban adalah anak, pasangan, atau lansia.

Penganiaya bukan hanya menggunakan kekuatan fisik terhadap korban, tetapi juga kontrol

ekonomi dan sosial. Penganiaya sering kali adalah satu-satunya anggota keluarga yang membuat

keputusan, mengeluarkan uang, atau diijinkan untuk meluangkan waktu diluar rumah dengan

orang lain. Penganiaya melakukan penganiayaan emosional dengan meremehkan atau

menyalahkan korban dan sering mengancam korban. Setiap indikasi kemandirian atau

ketidakpatuhan anggota keluarga, baik yang nyata atau dibayangkan, biasanya

menyebabkan peningkatan prilaku kekerasan (singer at al, 1995).

3.        Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan yang lain

Ada hubungan antara penyalahgunaan zat, terutama alkohol, dengan kekerasan dalam

keluarga. Hal ini tidak menunjukkan sebab dan akibat-alkohol tidak menyebabkan individu

menjadi penganiaya sebalik, penganiaya juga cenderung menggunakan alkohol atau obat-obatan

lain. 50-90% pria yang memukul pasangannya dalam rumah tangga juga memiliki riwayat

penyalahgunaan zat. Jumah wanita yang mengalami penganiayaan dan mencari pelarian dengan

menggunakan alkohol mencapai 50 %. Akan tetapi, banyak peneliti yakin bahwa alkohol dapat

menguurangi inhibisi dan membuat perilaku kekerasan lebiih intens atau sering (denham, 1995).

Alkohol juga disebut sebagai faktor dalam kasus pemerkosaan terhadap pasangan kencan

atau pemerkosaan oleh orang yang dikenal. CDC’s division of violence prevention melaporkan

bahwa studi mengidentifikasi penggunaan alkohol atau obat yang berlebiihan yang dikaitkan

dengan penganiayaan seksual.

4.      Proses transmisi antargenerasi

Berarti bahwa pola prilaku kekerasan diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya

melalui model peran dan pembelajaran sosial (humphreeys, 1997;tyra, 1996). Transmisi

antargenerasi  menunjukkan bahwa kekerasan dalam keluarga merupakan suatu pola yang

dipelajari. Misalnya, anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam keluarga akan belajar dari

melihat orang tua mereka bahwa kekerasan ialah cara menyelesaikan konflik dan bagian integral

dalam suatu hubungan dekat. Akan tetapi tidaak semua orang menyaksikan kekerasan dalam

keluarga menjadi penganiayaa atau pelaku kekerasan ketika dewasa sehingga faktor tunggal ini

saja tidak menjelaskan prilku kekerasan yang terus ada.

D.   Faktor Presdiposisi

Faktor Psikologis

Page 5: Askep Kdrt

Psycoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat

dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia di pengaruhi oleh dua insting.

Pertama insting hidup yang dapat di ekspresikan dengan seksualitas; dan kedua, insting kematian

yang diekspresikan dengan agresivitas.

Frustation agression theory ; teori yang dikembangkan oleh pengikut Freud ini berawal

dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan

maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang

dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang

melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif.

Pandangan psikologi lainnya mengenai perilkau agresif, mendukung pentingnya peran

dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa

manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari

pengalaman tersebut :

         Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak mampu menyelesaikan secara efektif.

         Severe Emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-kanak, atau

seduction parental, yang mengkin telah merusak hubungan saling percaya (trust) dan harga diri.

         Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau mengobservasi

kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.

Faktor Sosial Budaya

Social Learning  Theory; teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977) ini

mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat di

pelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan makan

semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan merespon terhadap

keterbangkitaan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang di pelajarinya.

Pembelajaran ini bisa internal atau ekternal. Contoh internal; orang yang mengalami

keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi lebih agresif  dibandingkan mereka

yang tidak menonton film tersebut; seseorang anak yang marah karena tidak boleh beli es

kemudian ibunya memberinya es agar si anak mendapatkan apa yang dia inginkan. Contoh

eksternal; seorang anak menunjukan perilaku agresif setelah melihat seseorang dewasa

mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah boneka.

Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu

mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga

dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara asertif.

Faktor biologis

Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar

biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan

Page 6: Askep Kdrt

pada hipotalamus (yang berada di tengah sistem limbik binatang ternyata menimbulkan perilaku

agresif). Perangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat

menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, bulunya

berdiri

Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif adalah serotonin,

dopamin, norepinephrine, acetilkolin, dan asam amino GABA.

Faktor-faktor yang mendukung :

         Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan.

         Sering mengalami kegagalan.

         Kehidupan yang penuh tindakan agresif.

         Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat).

Faktor Presipitasi

Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya teramcam.

Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman

terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari

sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun

klien harus bersama-sama mengidentifikasikannya. Ancaman dapat berupa internal ataupun

eksternal. Contoh stressor eksternal yaitu serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang di

anggap bermakna dan adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan stressor dari internal yaitu

merasa gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintainya, dan ketakutan terhadap

penyakit yang diderita.

Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku

kekerasan terbagi dua, yaitu :

           Klien                  : Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang

  percaya diri.

           Lingkungan       : Ribut, kehilangan orang / objek yang berharga, konflik

                      interaksi sosial.

E.   Etiologi

Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas,

tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya

kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak

terpenuhi.

Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan / keinginan yang

diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak

Page 7: Askep Kdrt

mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan

keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.

Hilangnya harga diri; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk

dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa

rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.

Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk

mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.

F.    Tanda dan Gejala          

Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan,

tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang

timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah:

         Perubahan fisiologi

Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot

meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon

tinggi.

         Perubahan Emosional

Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk

kehilangan kontrol diri.

         Perubahan Perilaku

Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.

         Menyerang atau menghindar (fight of flight)

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap

sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil

melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva

meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang

terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.

         Menyatakan Secara Asertif (Assertiveness)

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan

perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk

mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti

orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk

pengembangan diri klien.

           Memberontak (acting out)

Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik

perhatian orang lain.

Page 8: Askep Kdrt

           Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun

lingkungan

D.    Lingkup Rumah Tangga

Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1):

1.      Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri)

2.      Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam

huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang

menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau

3.      Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja

Rumah Tangga)

E.     Bentuk-Bentuk KDRT

1.      Kekerasan fisik

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat

(Pasal 6).

2.      Kekerasan psikis

Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya

diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat

pada seseorang (pasal 7)

3.      Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual,

pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan

hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Kekerasan seksual meliputi (pasal 8):

a.         Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup

rumah tangga tersebut;

b.        Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan

orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

4.      Penelantaran Rumah Tangga

Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup

rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau

perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan

Page 9: Askep Kdrt

ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di

luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9)

F.     Siklus Penganiayaan Dan Kekerasan

Alasan lain  yanng sering diajukan menngapa wanita sulit meninggalkan hubungan yanng

abusive ialah siklus kekerasan atau penganiayaan.

G.    Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,

termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan

untuk melindungi diri.(Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33).

Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :

(Maramis, 1998, hal 83)

          Sublimasi

Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu

dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang

sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue,

meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa

marah.

         Proyeksi

Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik.

Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual

terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,

mencumbunya.

         Represi

Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya

seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut

ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang

tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat

melupakannya.

         Reaksi formasi

Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan

perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang

tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

         Displacement

Page 10: Askep Kdrt

Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu

berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia

4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di

dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

H.    Psikopatologi

Depkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah merupakan bagian

kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan

kecemasan yan g menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat

menimbulkan kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan. Respon terhadap marah dapat

diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat berupa perilaku

kekerasan sedangkan secara internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik.

Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata

yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan memberikan perasaan lega,

menu runkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat diatasi (Depkes, 2000). Apabila

perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan, biasanya dilakukan individu karena ia

merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan menyelesaikan masalah bahkan dapat

menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif,

seperti tindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang lain maupun lingkungan.

Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah dilakukan individu karena merasa tidak

kuat. Individu akan pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya sehingga rasa

marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama

dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri sendiri

(Depkes, 2000).

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian

1.      Pengumpulan data.

a.      Aspek biologis

Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi

epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar,

pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya

kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks

cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.

Page 11: Askep Kdrt

b.      Aspek emosional

Salah satu anggota yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,

frustasi, dendam, ingin memukul anggota yang lain , mengamuk, bermusuhan dan sakit hati,

menyalahkan dan menuntut.

c.       Aspek intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran

panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam

proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,

mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan

diintegrasikan.

d.      Aspek sosial

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah

sering merangsang kemarahan anggota keluarga yang lain lain. Individu seringkali menyalurkan

kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga anggota keluarga yang lain

merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.

Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak

mengikuti aturan

e.       Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal

yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang

dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Dari uraian tersebut di atas jelaslah

bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi,

intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut : Aspek fisik

terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik,

penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman,

dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.

aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

2.      Klasifikasi data

Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data

subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien

dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga.

Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau

pemeriksaan langsung oleh perawat.

3.      Analisa data

Page 12: Askep Kdrt

Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang

dihadapi keluarga dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai

pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa

keperawatan.

4.      Aspek Fisik

Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat,

berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak

adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme,

berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara

komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat

dapat dilukiskan sebagai berikut.

POHON MASALAH

 

 

 

Sresiko mencidrai diri

sendiri, orang lain dan lingkungan

Resiko Prilaku

Kekerasangg.

komonikasi

verbal

HALUSINASIDifissit

perawatan

diriISOS

HDRKoping individu tiak

epektif

Page 13: Askep Kdrt

B.     Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan utama pada klien marah dengan masalah utama perilaku

kekerasan adalah sebagai berikut :

1.    Resiko Prilaku Kekerasan

C.    INTERVENSItgl No

DxDiagnose keperawatan

Rencana keperawatan

Tujuan intervensi RasionalResiko Prilaku kekerasan

TUM:klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain

TUK:

1.   Klien dapat membina

hubungan saling

percaya.

2.   Klien dapat

mengidentifikasi

penyebab perilaku

kekerasan.

3.   Klien dapat

mengidentifikasi tanda-

tanda perilaku

kekerasan.

4.   Klien dapat

mengidentifikasi

1.    Bina hubungan saling percaya.

      Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.

2.    Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

      Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.

      Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal

3.    Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

      Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.

1.           Hubungan saling

percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.

2.         Informasi dari klien

penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.

    pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.

3.           Pengungkapan

kekesalan secara

Marah,

frustasi.cemas,

dendam, sakit

hati, tidak

enak,

Page 14: Askep Kdrt

perilaku kekekerasan

yang biasa dilakukan.

5.   Klien dapat

mengidentifikasi akibat

perilaku kekerasan.

6.   Klien dapat melakukan

cara berespons terhadap

kemarahan secara

konstruktif.

7.   Klien dapat

mendemonstrasikan

sikap perilaku

kekerasan.

8.   Klien dapat dukungan

keluarga dalam

mengontrol perilaku

kekerasan.

9.   Klien dapat

menggunakan obat yang

benar.

      Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.

      Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.

4.    Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.

      Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

      Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

      Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.

5.    Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

      Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.

      Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.

6.    Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.

      Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.

      Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.

      Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.

-   Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.

-   Secara verbal : katakan

konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.

    mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.

    memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.

4.           memudahkan dalam

pemberian tindakan kepada klien.

    mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.

    membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.

5.           mencari metode koping

yang tepat dan konstruktif.

    mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.

6.           menambah pengetahuan

klien tentang koping yang konstruktif.

    mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.

    dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.

7.           memotivasi klien dalam

mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku

Page 15: Askep Kdrt

bahwa anda sering jengkel / kesal.

-   Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.

-   Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.

7.    Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.

      Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.

      Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.

      Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.

      Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.

      Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.

8.    Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.

      Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.

      Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

      Jelaskan cara-cara merawat klien.

-   Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif

-   Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.

-   Bantu keluarga mengenal

kekerasan.    mengetahui respon klien

terhadap cara yang diberikan.

    mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.

    meningkatkan harga diri klien.

    mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.

8.           memotivasi keluarga

dalam memberikan perawatan kepada klien.

    menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku klien.

    meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara bersama.

    mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.

    mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.

9.           menambah pengetahuan

klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya.memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan

Page 16: Askep Kdrt

penyebab marah.      Bantu keluarga

mendemonstrasikan cara merawat klien.

      Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.

9.    Klien dapat menggunakan obat yang benar

      Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ, haloperidol, Artame.

      Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Harga Diri

Rendah

PasienSP Ip

1.      Mengidentifikasi penyebab PK2.      Mengidentifikasi tanda dan gejala PK3.      Mengidentifikasi PK yang dilakukan4.      Mengidentifikasi akibat PK5.      Menyebutkan cara mengontrol PK6.      Membantu pasien mempraktekkan latihan

cara mengontrol fisik I7.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam

kegiatan harian 

SP IIp1.      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien2.      Melatih pasien  mengontrol PK dengan

cara fisik II3.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian 

SP IIIp1.      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien

KeluargaSP I k

1.        Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien

2.        Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala, serta proses terjadinya PK

3.        Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK

SP II k1.    Melatih keluarga mempraktekkan

cara merawat pasien dengan PK2.    Melatih keluarga melakukan cara

merawat langsung kepada pasien PK

SP III k1.        Membantu keluarga membuat jadual

aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning)Menjelaskan  follow up pasien setelah pulang

Page 17: Askep Kdrt

2.      Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal

3.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP IVp1.      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien2.      Melatih pasien mengontrol PK dengan cara

spiritual3.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian

SP Vp1.      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien2.      Menjelaskan  cara mengontrol PK dengan

minum obat3.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian

BAB IV

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Perilaku kekerasan dalam keluarga adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap perempuan maupun  anak. Hal

tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan  kesal atau marah yang tidak konstruktif.

(Stuart dan Sundeen, 1995)

Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah

setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya

kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah

tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).

DAFTAR PUSTAKA

1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995 

Page 18: Askep Kdrt

2.  Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 19993. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999 4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 20035. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000