39
BAB I PENDAHULUAN Menurut kamus kedokteran Merriam Webster (1994), tumor didefinisikan sebagai pertumbuhan baru suatu jaringan atau massa yang bersifat jinak atau ganas yang bukan merupakan suatu jaringan inflamasi dan tidak mempunyai fungsi fisiologis. Tumor disebut juga dengan neoplasma. Neoplasma kelenjar ludah adalah neoplasma jinak atau ganas yang berasal dari sel epitel kelenjar ludah. (Albar, ZA., et al, 2003) Tumor jinak kelenjar ludah dapat terjadi pada kelenjar ludah mayor dan kelenjar ludah minor. Kelenjar ludah mayor yang paling sering mengalami tumor jinak adalah kelenjar parotis yaitu sekitar 67,7 %, kemudian kelenjar submandibula, dan kelenjar sublingual. Jenis tumor jinak yang paling sering ditemukan adalah pleomorfik adenoma, sekitar 53 % dari semua kasus. (Neville, 2002). Tumor jinak parotis jarang terjadi pada anak-anak. Massa pada kelenjar parotis pada anak-anak pada umumnya disebabkan oleh abnormal vasoformatif, kista, proses inflamasi, atau bahkan neoplasma walaupun jarang terjadi. Massa intraparotis yang sering terjadi adalah massa jinak dari modus limfatikus dikarenakan banyaknya

TumorJinak Parotis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Parotis

Citation preview

TUMOR KELENJAR LUDAH

PAGE

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut kamus kedokteran Merriam Webster (1994), tumor didefinisikan sebagai pertumbuhan baru suatu jaringan atau massa yang bersifat jinak atau ganas yang bukan merupakan suatu jaringan inflamasi dan tidak mempunyai fungsi fisiologis. Tumor disebut juga dengan neoplasma. Neoplasma kelenjar ludah adalah neoplasma jinak atau ganas yang berasal dari sel epitel kelenjar ludah. (Albar, ZA., et al, 2003)

Tumor jinak kelenjar ludah dapat terjadi pada kelenjar ludah mayor dan kelenjar ludah minor. Kelenjar ludah mayor yang paling sering mengalami tumor jinak adalah kelenjar parotis yaitu sekitar 67,7 %, kemudian kelenjar submandibula, dan kelenjar sublingual. Jenis tumor jinak yang paling sering ditemukan adalah pleomorfik adenoma, sekitar 53 % dari semua kasus. (Neville, 2002).Tumor jinak parotis jarang terjadi pada anak-anak. Massa pada kelenjar parotis pada anak-anak pada umumnya disebabkan oleh abnormal vasoformatif, kista, proses inflamasi, atau bahkan neoplasma walaupun jarang terjadi. Massa intraparotis yang sering terjadi adalah massa jinak dari modus limfatikus dikarenakan banyaknya nodus limfatikus yang terdapat di dalam parotis. (Dubner, 2008).Penyebab dari tumor jinak kelenjar ludah pada umumnya belum diketahui dengan pasti, ada beberapa faktor yang dikaitkan dengan terjadinya suatu tumor kelenjar ludah seperti iritasi kronis, diet, komsumsi alkohol dan tembakau, virus, bakteri dan faktor genetik. Perawatan dari tumor jinak kelenjar ludah pada umumnya dengan eksisi bedah, kadang-kadang dilakukan parotidektomi superfisial dengan tetap mempertahankan nervus yang terlibat. Prognosisnya baik karena tingkat rekurensi rendah hanya ada beberapa yang memiliki kecenderungan rekurensi seperti pleomorfik adenoma. (Neville, 2002; Regezi, et al, 2000).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi

Kelenjar ludah terbagi atas dua yaitu kelenjar ludah mayor dan kelenjar ludah minor. Kelenjar ludah mayor antara lain kelenjar parotis sebagai kelenjar ludah terbesar, kelenjar submandibula, dan kelenjar sub lingual. Kelenjar ludah minor terletak dalam membran mukosa mulut yang meliputi kelenjar labialis, bukalis, palatinalis, lingualis dan insisif.Duktus utama dari kelenjar parotis (Stensens Duct) bermuara di rongga mulut yaitu di sekitar molar kedua rahang atas. Duktus kelenjar submandibularis (Warthins duct) dan kelenjar sublingual (Bartholins duct) bermuara di dasar mulut.

Kelenjar parotis terletak di depan telinga dan meluas dari zigoma dan ke bawah menuju tengah-tengah sudut mandibula dan prosesus mastoideus. Bagian bawah ini disebut juga dengan ujung atau ekor dari kelenjar parotis. Batas anterior berhubungan dengan ramus mandibula (Gambar 1A).

Gambar 1. Anatomis kelenjar parotis (Wray D, et al, 2003)

Nervus fasialis terletak dekat dan melewati kelenjar parotis, membagi kelenjar parotis menjadi lobus superfisial yang keluar lateral nervus fasialis, serta lobus terdalam, yang terletak lebih dalam dari nervus ketujuh. Kelenjar parotis normal terdiri dari 80% lobus superfisial dan 20% lobus dalam. Nervus fasialis memasuki kelenjar parotis dari foramen stilomastoideus dan kemudian terbagi menjadi divisi atas dan bawah. Divisi atas menjadi cabang temporal menyuplai otot-otot di daerah dahi dan mata, dan cabang bukal menyuplai otot nostril dan bibir atas. Sedangkan divisi bawah menjadi cabang mandibular menyuplai otot-otot bibir bawah dan cabang servikal yang menyuplai platisma leher. Nervus fasialis mengontrol otot-otot ekspresi wajah (Gambar 1B). (Wray D, et al, 2003)

II.2 Etiologi

Pada hampir keseluruhan kasus tumor jinak kelenjar ludah, etiologi tumor jinak ini masih dipertanyakan. Terdapat dua teori yang terkenal yaitu :

a. Biseluler stem theory yaitu tumor berasal dari satu atau dua stem sel yang berdiferensiasi. Sebagai contoh duktus ekskretori reserve cell menyebabkan karsinoma mukoepidermoid.

b. Multiseluler stem theory bahwa tumor berasal dari diferensiasi sel-sel origin oleh kelenjar ludah.

Terdapat juga beberapa faktor predisposing yang bisa diidentifikasikan. Individu yang pernah mengalami paparan terhadap radiasi ionisasi didapati mempunyai tumor jinak kelenjar ludah, diantaranya adalah korban yang selamat dari ledakan bom atom di Hiroshima dan individual yang menjalani iridiasi dosis rendah pada daerah leher dan kepala di usia anak-anak. Bukti terbaru menemukan adanya hubungan antara Whartins tumour dengan kebiasaan merokok.(Montgomery, 2009)

II.3 Klasifikasi

Klasifikasi tumor jinak menurut WHO / AJCC berdasarkan histopatologisnya adalah sebagai berikut (Albar, ZA, et al, 2003; Montgomery, 2009):

1. Adenoma pleomorfik (mixed benign tumor)

2. Adenoma monomorfik

a. Adenoma sel basal

b. Onkositoma

c. Papillary cystadenoma lymphomatosum (Whartins tumor)

II.3.1. Adenoma pleomorfik (mixed benign tumor)

Adenoma pleomorfik merupakan tumor jinak yang sering mengenai kelenjar parotis sekitar (3% -77%) dari keseluruhan tumor parotis. (Michael 2003, Neville, 2002; Regezi, et al, 2000). Tumor ini disebut juga dengan mixed benign tumor karena pemeriksaan histopatologis menunjukkan adanya dua elemen yaitu elemen epitelial dan elemen mesenkim.

Gambaran Klinis

Adenoma pleomorfik secara khas muncul sebagai masa yang tidak menimbulkan rasa sakit dan tumbuh secara pelahan-lahan. Mungkin saja pasien sadar akan adanya benjolan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum dia memutuskan untuk diperiksa. Tumor ini dapat terjadi pada usia berapa pun, tetapi paling sering terjadi pada usia dewasa muda antara umur (30 50) tahun. Dimana ada sedikit kecenderungan bahwa kaum wanita lebih banyak menderita tumor ini dibanding kaum pria. (Regezi, et al, 2000)

Hampir semua adenoma pleomorfik kelenjar ludah terjadi pada lobus atas dan dengan gambaran klinik pembengkakan pada ramus mandibular di depan telinga (Gambar 2). Jika inferior kelenjar parotis yang terkena, tumor terlihat di bawah angulus mandibula dan anterior muskulus sternokleidomastoideus. Ukurannya berkisar dari beberapa milimeter hingga sentimeter dalam diameter dan jika dibiarkan, benjolan ini dapat tumbuh mencapai ukuran besar. Keriput dan rasa sakit di wajah jarang sekali terjadi. Awalnya, tumor ini dapat digerakkan, tetapi begitu pertumbuhannya semakin membesar, mobilitasnya menjadi melemah. (Regezi, et al, 2000)

Gambar 2. Adenoma pleomorfik kelenjar parotis

(Wray D, et al, 2003)

Gambaran Histopatologis dan Radiologis

Adenoma pleomorfik dibungkus leh psudokapsul (Gambar 3). (Elizabeth, 2002). Pada area yang tidak tertutup kapsul maka jaringan tumor melekat langsung dengan kelenjar ludah yang berdekatan sehingga rekurensi dapat terjadi.(Montgomery, 2009; Regezi et al, 2000)

Gambar 3. Adenoma pleomorfik. (Neville, 2002; Regezi, et al, 2000)

Gambaran histopatologis secara mikroskopis (Gambar 4) memperlihatkan adanya elemen epitel dan mesenkim dalam rasio yang hampir sama banyaknya. Komponen epitel terlihat seperti duktus, pita, dan lembaran solid, sedangkan komponen mesenkim terlihat sebagai miksoid, jaringan ikat hialin (Gambar 5) Secara imunohistokimia sel-sel tumor ini menunjukan tanda-tanda diferensiasi sel epitelial atau myoepitelial, atau berupa campuran keduanya. (Regezi, et al, 2000; Neville, 2002).

Gambar 4. Adenoma pleomorfik dengan komponen miksoid (kanan)

dan komponen fibrous/ epitel (Regezi, et al, 2000)

Gambar 5. Adenoma pleomorfik. Banyak saluran dan sel myoepitelial

dikelilingi oleh hialin (Neville, 2002)

Gambar 6. MRI pada lobus dalam terlihat datar

(Neville, 2002)

Terapi dan prognosis

Terapi pilihan untuk adenoma pleomorfik adalah eksisi. Enukleasi tidak dianjurkan karena risiko rekurensi karena penyebaran tumor disebabkan oleh rusaknya kapsul tumor. Pengangkatan tumor pada kelenjar parotis dapat menjadi komplikasi dikarenakan adanya nervus fasialis. Setiap tindakan pembedahan harus mempertimbangkan nervus fasialis. Parotidektomi superfisial (lobektomi lateral) dengan tetap mempertahankan nervus fasialis adalah terapi yang lebih dipilih. (Regezi, et al, 2000)

Prognosis adenoma pleomorfik adalah ad bonam jika dilakukan pengangkatan tumor secara adekuat, dan buruk jika tidak adekuat.

Komplikasi (Regezi, et al, 2000., Montgomery, 2009)

Jika tidak dilakukan pengangkatan tumor, tumor akan bertransformasi ke arah malignan (lebih kurang 25%) dalam tahunan atau dekade

Jika pengangkatan tumor tidak dilakukan dengan adekuat, maka rekurensi tumor ini akan terjadi, sering menjadi multipel dan multifokal. Lesi rekuren bisa pada daerah yang telah dioperasi sebelumnya dan dapat pula pada daerah skar akibat operasi. Kemudian ada juga kemungkinan transformasi lesi rekuren ke arah malignan.

Tindakan operasi selalu mengusahakan menjaga nervus fasialis yang tidak terkena. Jika nervus fasialis terkena maka harus dikorbankan sehingga dapat terjadi paralisis otot wajah setelah operasi.

II.3.2 Adenoma monomorfik

Tumor ini sering terjadi pada ujung / ekor kelenjar parotis, secara histologis berasal dari epitel duktus.(Wray D, et al, 2003). Adenoma monomorfik tersusun dari sel epitel isomorfik dan sangat sedikit element jaringan ikat, dimana jaringan ikat ini merupakan karakteristik dari tumor campuran. (Regezi et al, 2000). Awalnya dipergunakan untuk menggambarkan sekolompok tumor jinak kelenjar ludah yang menunjukkan gambaran histopatologi yang lebih sama / seragam dan tidak adanya stroma khondromiksoid dibandingkan dengan adenoma pleomorfik. Yang termasuk golongan tumor ini adalah adenoma sel basal, adenoma kanalikular, myoepitelioma, adenoma sebaseus, onkositoma dan papillari sistadenoma limpomatosum. (Regezi et al, 2000; Neville, 2002)

II.3.2.1. Adenoma sel basal

Basal sel adenoma adalah tumor jinak kelenjar ludah yang penamaannya diambil dari penampakan basaloid sel-sel tumor pada pemeriksaan histopatologis. Terutama terjadi dikelenjar parotis, dan sering terjadi pada wanita daripada pria dengan perbandingan 2 : 1. (Neville, 2002)

Gambaran Klinis

Basal sel adenoma cenderung terjadi pada lobus superfisial dan bebas bergerak sama dengan adenoma pleomorfik, diameter tumor kurang dari 3 cm, dan terjadi di lobus superfisial kelenjar parotis (Neville, 2002). Biasanya tumbuh lambat dan tidak terasa nyeri. Lesi terasa jelas saat palpasi, bisa multifokal dan multinodular. Terjadi pada pasien usia 35 tahun dan 80 tahun dengan usia rata-rata 60 tahun. Predileksi lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. (Regezi, et al, 2000). Karena tumor ini sering mempunyai persamaan histopatologis dengan tumor kulit, adenoma sel basal disebut juga dengan dermal analogue tumor .(Neville, 2002)

Gambaran histopatologis dan radiologis

Secara mikroskopis, adenoma sel basal tersusun dari sel-sel basal yang membentuk lapisan padat, bergerombol dan saluran yang tersebar dalam stroma yang sedikit fibrous. Tumor ini tersusun dari 2 tipe sel. Tipe pertama adalah sel-sel kecil yang berbentuk kuboidal atau kolumnar. Sel-sel ini biasanya berkelompok pada perifer dari massa sel dan umumnya menunjukan palisade. Tipe kedua yaitu sel-selnya lebih besar dan memiliki inti oval, sel-sel ini predominan dan membentuk sebagian besar pusat massa tumor. Basal sel adenoma diklasifikasikan kedalam beberapa subtipe berdasarkan pertumbuhan selulernya, yaitu solid; yang sering dijumpai (Gambar 7A), trabekula (Gambar 7B) dan tubular (Gambar 7C).( Regezi et al, 2000)

Tipe solid, jenis sel-selnya berbentuk lapisan solid dan berpulau-pulau. Tipe trabekular mirip dengan tipe solid, kecuali bentuk selnya yang berbentuk trabekular dan panjang tapi struktur salurannya merupakan gambaran utama dari tipe tubular. Membranous basal sel adenoma memiliki gambaran khas yaitu tersusun dari sekumpulan sel-sel yang solid dikelilingi oleh bahan hialin (membran) dengan eosinofil yang padat. Berbeda dengan tipe lainnya jenis membranous ini memiliki tingkat rekurensi yang tinggi. (Regezi et al, 2000).

Gambar 7. A. Tipe solid, B. Tipe trabekula, C. Tipe tubular

(Regezi, et al, 2000, Neville, 2002)

Gambar 8. Gambaran CT Scan Adenoma Sel Basal (AJNR, 2004)

Terapi dan prognosis

Terapi pilihan adalah eksisi konservatif dengan mengikutsertakan jaringan normal di sekitar tumor. Prognosis adenoma monomorfik baik karena jarang menjadi rekuren.(Regezi, et al, 2000)

II.3.2.2 Onkositoma

Onkositoma dapat juga disebut adenoma oksisifilik adalah tumor jinak kelenjar ludah yang jarang terjadi dengan gambaran mikroskopik yang khas yaitu tersusun dari sel-sel oksifilik yang kaya akan mitokondria disebut onkosites. Paling sering mengenai kelenjar ludah, dapat mengenai semua usia tapi lebih dominan pada usia tua, dan lebih sering mengenai wanita dibanding pria. Sekitar 80% terjadi di kelenjar parotis, jarang pada kelenjar ludah minor. (Neville, 2002)

Gambaran Klinis

Karakteristik klinis tumor ini mirip dengan tumor jinak kelenjar ludah lainnya. Tumbuhnya lambat, asimptomatik, umumnya berbentuk nodul pada lobus superfisial parotis, tumbuhnya tidak melebihi diameter 4 cm, massanya dapat digerakkan dari dasarnya, dan biasanya multifokal, dapat bilateral (Suen,1993) Menurut Regezi, et al, (2000) pada kelenjar ludah (lebih banyak pada parotis) perubahan metaplasia sel non neoplastik dari saluran kelenjar dan sel asinar sering terlihat seperti onkositosis sehingga kadang dianggap sebagai onkositoma.

Gambaran histopatologis

Secara mikroskopik, onkositoma biasanya memiliki batas yang tegas dan berkapsul, sangat jarang tumor ini dengan tepi irregular. Sel onkosit memiliki ukuran yang besar dan mengandung granular sitoplasmik eosinofil yang padat dan nukleus terletak di tengah (Gambar 9). Tumor ini terdiri dari kelompok-kelompok sel yang terpisah dan tanpa sitoplasma, atau dapat berbentuk massa fokal. Tumor dengan sel-sel yang tidak memiliki komponen secara menyolok disebut sebagai clear cell oncocytoma. (Regezi, et, al, 2000)

Gambar 9. Onkositoma dengan onkosit eosinofilik (Neville, 2002)

II.3.2.3. Papillary cystadenoma lymphomatosum (Whartins tumor)

Whartins tumor sering terjadi pada kelenjar parotis, timbul di dalam nodus limfatikus sebagai akibat dari terperangkapnya elemen kelenjar ludah pada masa perkembangannya. Whartins tumor adalah tumor jinak yang sering terjadi di kelenjar parotis, jarang terjadi pada kelenjar submandibula dan kelenjar minor lainnya. Insidensinya 7% dari tumor epitel kelenjar ludah. Pada umumnya di bagian bawah (tail) kelenjar parotis, di atas sudut mandibula. Tumor ini merupakan tumor terbanyak kedua setelah adenoma pleomorfik dari tumor parotis. Sering terjadi pada pria dibanding wanita karena sering dihubungkan dengan merokok, dan insidensi tertinggi usia 40-70 tahun. (Neville, 2002)

Gambaran klinis

Gambaran klinis menunjukan suatu massa yang nodular, asimptomatik, tumbuh lambat, berukuran dalam cm, konsistensi sedikit keras dan berbatas tegas, dan fluktuasi pada palpasi (Gambar 10). Salah satu keunikan dari tumor ini punya kecenderungan terjadi bilateral, yaitu sekitar 5-14%, dan kejadiannya tidak bersamaan tetapi terjadi pada waktu yang berlainan. (Neville, 2002) Menurut Regezi et al (2000) lesi ini dapat diidentifikasi dengan menggunakan technetium-99 yang sering disebut hot nodul

Gambar 10. Whartins tumor pada ujung / tail kelenjar parotis

(Neville, 2002)

Gambaran histopatologis dan radiologis

Gambaran histopatologinya sangat khas dan pathognomonik. Tumor tersusun dari limfoid matriks, mengandung epithelium, yang membatasi daerah kistik serta menunjukan sejumlah penonjolan papila (Gambar 11). Lumen dari rongga kistik seringkali terisi oleh material dengan granuler eosinofil homogen. Stroma limfoid sangat reaktif, sel-sel seringkali tersusun dalam folikel-folikel yang mengandung pusat germinal. Teori yang digunakan sebagai patogenesis dari Whartins tumor menyebutkan bahwa tumor tumbuh dari epithelium saluran parotis yang ada pada limfonodus di sekitar kelenjar parotis. (Regezi, et al, 2000)

Gambar 11. Whartins tumor terdiri dari onkosit dan jaringan limfoid

(Neville, 2002)

Gambar 12 CT scan Whartins Tumour

(http://www.ghorayeb.com/Whartins Tumour.html)

Terapi dan Prognosis

Terapi untuk Whartins tumor adalah enukleasi (berbeda dengan adenoma pleomorfik). Rekurensi jarang terjadi, dapat mengarah ke karsinoma walaupun sangat jarang terjadi. (Regezi, et al, 2000).

II.4 Insidensi

Tumor jinak kelenjar ludah sering terjadi dibandingkan dengan tumor ganas kelenjar ludah, namun insidensi didata secara akurat karena tidak termasuk dalam registri data kanker. Kebanyakan tumor jinak terjadi pada kelenjar parotis (Gambar 13), diikuti dengan tumor kelenjar submandibula dan kelenjar ludah minor (Montgomery, 2009). Dari 2500 kasus tumor kelenjar ludah, 80% nya adalah tumor pada kelenjar parotis. Dan dari tumor kelenjar parotis 70 80% nya adalah tumor jinak. Karena kelenjar parotis letaknya jauh dari jaringan asal, maka kebanyakan tumor jinak kelenjar ludah adalah tumor dari kelenjar parotis. (Dubner, 2008; Montgomery, 2009)

Tumor jinak kelenjar parotis lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, kecuali untuk Whartins tumour. Lebih sering terjadi pada usia dekade kelima, dan lebih sering mengenai ras kaukasoid. (Dubner, 2008)

Gambar 13. Insidensi Tumor Kelenjar Ludah

Montgomery (2009)

II.5 Patofisiologi

Kelenjar ludah dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelenjar ludah mayor dan kelenjar ludah minor. Semua kelenjar ludah memulai perkembangannya sebagai pertumbuhan ke dalam yang solid dari epitelium rongga mulut. Pertumbuhan kedalam tersebut berlanjut menjadi tubula yang akhirnya akan menjadi sistem saluran (ductal system) yang menyediakan drainase sekresi saliva. Kelenjar ludah minor mulai berkembang sekitar hari keempat puluh intra uterus, sedangkan kelenjar yang lebih besar berkembang lebih awal, kira-kira hari ketiga puluh lima. Sekitar tujuh atau delapan bulan intra uterus sel sekresi yang disebut dengan asini mulai berkembang di sekitar sistem duktus. Sel-sel asinar kelenjar ludah dibedakan menjadi sel serous yang mensekresi cairan serous yang encer dan sel mukus yang memproduksi cairan yang lebih kental.

Kelenjar ludah minor berkembang dengan baik dan fungsional ketika bayi baru lahir. Asini kelenjar ludah minor terutama memproduksi sekresi mukus, walaupun beberapa memproduksi sekresi serous. Kelenjar ludah mayor adalah struktur yang berpasangan yaitu kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis yang kebanyakan berisi sel-sel mukus. Kelenjar ludah minor terletak dalam membran mukosa mulut yang meliputi kelenjar labialis, bukalis, palatinalis, lingualis dan kelenjar insisif. Seluruh kelenjar mengalirkan saliva ke dalam rongga mulut melalui duktus yang terbuka pada banyak tempat di rongga mulut yang berfungsi untuk membasahi makanan untuk proses pengunyahan dan penelanan. Duktus utama dari kelenjar parotis (Stensens Duct) bermuara di rongga mulut yaitu di sekitar molar kedua rahang atas. (Peterson, 2004; Regezi,et al, 2000)Untuk mengetahui patogenesis tumor kelenjar ludah, diperlukan pemahaman dan pengetahuan mengenai embriologi dan ultrastruktur dari kelenjar ludah normal. Kelenjar ludah yang matur mempunyai beberapa komponen yaitu daerah asinus, duktus interkalated, duktus striated dan duktus ekskretori (ekstralobular). Struktur asinus dilapisi oleh duktus interkalated yang mengeluarkan saliva ke duktus striated dan akhirnya disekresikan oleh duktus ekskretori. Beberapa peneliti berpendapat bahwa tumor kelenjar ludah berasal dari sel pada saluran kelenjar ludah, sedangkan yang lain berpendapat bahwa sel interkalated dan sel asinar memiliki kemampuan untuk terjadinya suatu tumor. Adanya sel myoepitel dalam komposisi dan pertumbuhan sejumlah epitel pada tumor kelenjar ludah lebih meyakinkan pendapat ini. Walaupun sel-sel ini bukan merupakan pertimbangan sebagai sel utama bagi asal-usul suatu tumor kelenjar ludah, kecuali pada myoepitelioma yang berperan terjadinya tumor pada pleomorfik adenoma, adenokistik karsinoma berasal dari duktus interkalated (Gambar 14, 15).Gambar 14. Komponen kelenjar ludah (Myers, EN, 2007)Gambar 15. Struktur Normal Kelenjar ludah (Regezi, et al, 2000)Kelenjar ludah merupakan kelenjar eksokrin yang terdiri dari bagian duktus dan asinar, menghasilkan cairan yang bersifat mukus dan serous. Dalam keadaan tidak normal, kelenjar sabasea memberikan ruangan tambahan pada sistem duktus kelenjar parotis dan submandibularis. Sel cadangan (reserve cell) duktus interkalated merupakan sumber regenerasi dari jaringan asiner dan bagian paling ujung dari sistem duktus diperkirakan menjadi progenitor setiap tumor kelenjar ludah. Telah disepakati bahwa sel luminal dan basal pada setiap tingkatan dari sistem duktus, dan juga sel asiner mampu membentuk DNA dan mitosis, sehingga berpotensi untuk terjadinya suatu tumor kelenjar ludah. (Regezi, et al, ,2000)Siklus sel terdiri dari: Fase mitotik (M) terdiri dari mitosis dan sitokinesis Interphase: pertumbuhan sel dan pengopian kromosom dalam persiapan pembelahan sel. Terdiri dari 90% siklus sel, dibagi menjadi sub fase yaitu: - Fase G1 (gap pertama) Fase S (sintesis) Fase G2 (gap kedua)Gambar 16. Siklus Sel (Dubner, 2008)Pada fase mitotik terjadi pembelahan sel yang diperlukan oleh tubuh. Namun karena adanya faktor predisposing tumor, fase ini menjadi terganggu sehingga terjadi pembelahan sel yang tidak diinginkan yang akhirnya menjadi sel tumor. (Dubner, 2008)II.6 Pemeriksaan Fisik (Dubner, 2008)Dalam pemeriksaan massa tumor parotis, perlu dilakukan pemeriksaan menyeluruh meliputi anamnesa dan pemeriksaan fisik. Tujuan utama dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan apakah massa tersebut jinak atau ganas. Anamnesa diperlukan untuk membedakan inflamasi dari masa neoplasma. Karakteristik inflamasi adalah onset yang cepat, nyeri, dan infeksi sistemik. Massa kelenjar parotis sering terdapat pada bagian inferior dan lobus superfisial kelenjar parotis.Pada pemeriksaan fisik terdapat massa yang padat dan soliter. Periksa kemungkinan tumor ke arah profunda dengan pemeriksaan intraoral yaitu fossa tonsil dan palatum mole. Periksa aliran saliva di duktus Stensen yaitu kejernihan saliva, konsistensi dan purulensi serta adakah kemerahan, pembengkakan atau iritasi orifis duktus. Evaluasi kulit, kavitas oral, orofaring, dan leher untuk kemungkinan lesi primer.II.7 Pemeriksaan Penunjang (Dubner, 2008)1. Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan hematologi dan serologis kurang memberikan informasi dalam mendiagnosa tumor kelenjar ludah.2. Pemeriksaan radiologis: Radiografi polos dapat membantu klinisi untuk mengecualikan adanya sumbatan (kalkuli) Sialografi jarang digunakan, jika digunakan membantu klinisi untuk mengetahui adanya disfungsi duktus atau abnormal anatomi CT scan hampir 100% sensitif dalam mendeteksi massa kelenjar ludah, tapi tidak bisa membedakan massa tersebut ganas atau jinak. Berguna untuk menentukan ukuran dan perluasan tumor MRI dapat memperlihatkan massa jinak tumor kelenjar parotis karena lebih kontras dari CT scan PET (positron emission tomografi) lebih berguna untuk tumor ganas yaitu untuk mengetahu metastasis adenopathy dan metastasis jauh3. FNA untuk diagnostik pre treatment dengan keakuratan lebih dari 96% dengan kesensitifan terhadap tumor jinak sebesar 88-98% dibandingkan dengan tumor ganas (58-96%). Frozen section akurat 93% saat pembedahan, tapi penggunaannya masih kontroversial karena hasil PA nya tergantung dari pengalaman ahli PA dalam mendiagnosa tumor jinak parotis.II.8 Diagnosa Banding

Tumor pada kelenjar parotis ini dapat didiagnosa banding dengan Mumps, Necrotising Sialometaplasia, Actynomicosis, Tuberculosis, Sarcoidosis. Tumor Kelenjar Parotis ini sering didiagnosa banding dengan kelainan diatas karena secara klinis hampir mempunyai penampakan yang sama

II.9 Terapi

Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar ludah ialah eksisi atau ekstirpasi, kadang-kadang diperlukan parotidektomi superfisial jika tumor mengenai lobus superfisial; dan paratidektomi total jika lobus profunda telah terkena. (Albar, et al., 2004). Tindakan bedah diusahakan untuk mempertahankan nervus fasialis yang tidak terkena. Radioterapi dapat diberikan sebagai usaha untuk tidak mengorbankan nervus fasialis. (Montgomery, 2009).

II.9 Komplikasi Pre dan Post Operasi

Komplikasi yang dapat terjadi akibat operasi pada daerah kelenjar ludah mayor secara umum dapat mengakibatkan :

1. Cederanya nervus fasialis (temporer atau permanen) dan menyebabkan paralisis.

2. Rekurensi dari tumor jinak, pleomorfik adenoma harus diangkat total pada operasi primer karena bila terjadi rekurensi tumor dapat berbentuk multifokal.

3. Adenoma pleomorfik dapat berubah menjadi ganas 2- 4% dan mempunyai prognosis yang buruk

4. Sekuela yang dapat terjadi: salivary fistula, seroma, hematoma dan infeksi.

5. Sindrom Frey: regenerasi serat saraf aurikulotemporal pada kelenjar keringat di kulit, hasilnya menyebabkan berkeringat pada sisi yang terkena selama mastikasi. Dicegah dengan selapis alograft pada permukaan kelenjar parotis sebelum menutup insisi.

II.10 Evaluasi

Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut:

1) Dalam 3 tahun pertama : setiap 3 bulan

2) Dalam 3-5 tahun : setiap 6 bulan

3) Setelah 5 tahun : setiap tahun sekali untuk seumur hidup

Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X-foto toraks, USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita betul bebas dari tumor atau tidak.

Pada follow up ditentukan:

1) Lama hidup dalam tahun dan bulan

2) Lama interval bebas tumor dalam tahun dan bulan

3) Keluhan penderita

4) Status umum dan penampilan

5) Status penyakit :

- Bebas kanker

- Residif

- Metastase

- Timbul kanker atau penyakit baru

6) Komplikasi terapi

7) Tindakan atau terapi yang diberikan

II.11 Rehabilitasi Post Operasi

Penderita kanker yang menjadi cacat karena komplikasi penyakitnya atau karena pengobatan kankernya perlu direhabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan atau fungsi organ yang cacat supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di masyarakat.

Ada beberapa macam rehabilitasi yang dapat dilakukan yaitu :

1. Rehabilitasi fisik

2. Rehabilitasi Mental

3. Rehabilitasi Pekerjaan

4. Rehabilitasi Sosial

BAB III

LAPORAN KASUS

Unusual Presentation Of More Common Disease/Injury

Canalicular Adenoma: A Case Report Of An Unusual Parotid Lesion

(Butler C., BMJ Case Report 2009)

Ringkasan: Laporan saat ini menjelaskan kasus dari perempuan 85 tahun yang menjalani eksisi biopsi lesi di preauricular dan kemudian meluas ke zygoma serta palsy wajah tanpa sebab. Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan adenoma canalicular dari kelenjar parotis.

Latar Belakang: Tumor jinak canalicular adenoma adalah tumor jinak yang jarang terjadi pada kelenjar ludah, lebih sering sebagai neoplasma intraoral. Canalicular adenoma parotis sangat langka dan sepanjang pengetahuan, hanya lima laporan yang ada dalam literatur. Kami melaporkan kasus ini untuk menyorot histologis dan imunohistokimia fitur dan mendiskusikan diagnosa diferensial tumor langka ini.

Pemeriksaan: Lesi tersebut diperkirakan menjadi fokus metastasis dan FNA dilakukan. Histopatologi awal menunjukkan lesi jaringan fibrofatty dan dipantau selama 6 bulan. Pada tindak lanjut lesi telah meningkat dalam ukuran dan biopsi eksisional diatur. Pada operasi dipotong lesi ukuran 1.3 1,7 1,0 cm berwarna cokelat. Ini dilakukan oleh karena pascaoperasi langsung terjadi palsy wajah yang dianggap sebagai sekunder neuropraxia.

Diagnosa Banding: gambaran histopatologi kedua dengan pewarnaan imunohistokimia didapatkan biopsi adenoma canalicular dari kelenjar parotis yang dimungkinkan karena tidak adekuatnya eksisi. Hematoksilin dan pewarnaan mikroskopis, yang menunjukkan kolumnar monomorphic cuboidal dan sel-sel eosinofilik sitoplasma dengan jumlah yang sedang tanpa bukti mitosis (gambar 1).

Gambar 1

Photomicrograph dari pewarnaan hematoksilin dan Eosin,

menunjukkan monomorphic kolumnar-sel cuboidal diatur dalam canaliculi.

Diagnosis mencakup pleomorphic adenoma dan adenoma sel basal. Pleomorphic tumor dapat dibedakan oleh komponen chondromyxoid nya dan kecenderungan untuk pewarnaan untuk protein asam. Adenoma sel basal adalah tumor dengan fitur dan ultrastructural spesifik

Perawatan: Pasien dirujuk ke telinga, hidung dan tenggorokan (THT) untuk pengelolaan massa dan palsy N VII lebih lanjut. Pada konsultasi awal ditemukan pasien memiliki bekas luka linier sembuh dengan massa konsisten sebagai sisa tumor. Pemeriksaan saraf wajah House-Brackmann palsy kelas VI dengan keterlibatan cabang frontal. Setelah diperiksa tim multidisipliner, lesi telah dikonfirmasi merupakan canalicular adenoma dari kelenjar parotis tanpa bukti keganasan. Sebuah parotidektomi superfisial direkomendasikan namun pasien tidak memilih intervensi bedah dan hanya "melihat dan menunggu".

Hasil dan follow up: Pada 3 tahun follow up pasien, ternyata fungsi nervus fasialis belum pulih dan lesi tidak berlanjut.

Diskusi: Canalicular adenoma adalah tumor jinak kelenjar ludah, hampir secara eksklusif ditemukan di bibir atas dan memiliki tendensi multifokal. Klasifikasi awalnya dianggap sebagai monomorpic adenoma. Istilah "canalicular adenoma" pertama kali diciptakan oleh McFarland pada tahun 1942, dan analisis histopathological telah mengkonfirmasi bahwa lesi mempunyai ultrastruktural dan morfologi unik. Dengan kemajuan dalam penandaan imunohistokimia telah didefinisikan sebagai identitas berbeda oleh World Health Organization (WHO)

Diskusi: Canalicular adenoma mewakili kurang dari 1% dari semua tumor kelenjar ludah dan lebih sering dilihat sebagai tumor intraoral. Penelitian demografis dengan insiden 10% sampai 25% dari semua tumor jinak kelenjar ludah yang intraoral dengan terbanyak pada bibir atas. Tumor ini ditemukan di mukosa bukal dan palatum, dan kadang-kadang multifokal. Parotid canalicular adenoma sangat langka dan pengetahuan kami hanya ada lima laporan dalam literature dan merupakan kasus kedelapan dalam literatur. Neoplasma ini biasanya berkembang lambat, massa mobile, yang ditemukan pada pasien usia lebih dari 50 tahun, rasio jenis kelamin yang sama, tetapi studi lebih baru yang sedikit lebih tinggi perempuan daripada laki-laki. Ada juga laporan juga kedua ras Kaukasia dan Afro-Karibia lebih sering terkena.

Histologis ditandai dengan kolom-kolom sel kolumnar - kuboid monomorfik diatur dalam anastomosis lembaran berlapis dua, yang kadang-kadang membentuk saluran yang panjang dengan lumen pusat dan jaringan pendukung longgar stroma tanpa fibroblas. Inti oval dan monomorfik, tanpa bukti adanya komponen miksoid dan komponen chondroid. Secara histokimiawi dengan pewarnaan protein S100, cytokeratin (CK) 7, CK13, dan bukan untuk berhubung dgn urat saraf glial asam protein aktin otot polos, atau CK14. Fitur histologis dapat dengan mudah akan terjawab pada FNA.

Gambar 2

Photomicrograph dengan pewarnaan cytokeratin (CK) 7

Dinyatakan dalam struktur sel-sel basal seperti duktus

Gambar 3

Photomicrograph dengan pewarnaan S100

Gambar 4

Photomicrograph dengan aktin otot polos (SMA). Sel-sel basal tanpa warna.

Tingkat kekambuhan canalicular adenomas tidak jelas, tetapi berkisar antara 2 bulan hingga 11 tahun. Tinjauan oleh Gardner et al. dari 73 kasus canalicular adenoma (3 kasus yang terletak di parotis) melaporkan tidak ada rekurensi setelah 7 tahun setelah eksisi lengkap. Studi-studi lain telah melaporkan rekuren pada 10 dan 11 tahun, namun ini didasarkan pada asumsi bahwa histopatologi salah ditafsirkan. Variasi tingkat rekurensi juga dapat dijelaskan dengan sifat multifokal. Beberapa gambaran mikroskopis terlihat proliferasi adenomatosa dalam spesimen. Rekurensi mungkin karena lesi primer tidak diangkat secara adekuat.

Kasus-kasus sebelumnya terletak di parotis telah diterapi dengan pembedahan parotidektomi superfisial, perbaikannya cukup bagus. Belum diketahui apa hasil pada tindak lanjut jangka panjang. Kasus kami juga menyoroti resiko biosi eksisi sederhana pada kelenjar parotis dan komplikasi karena kedekatan dengan nervus fasialis. Kami akan menganjurkan parotidektomi superfisial setelah identifikasi nervus fasialis untuk merawat parotid canalicular adenomas dan tindak lanjut jangka panjang, namun pasien menolak eksisi dan tetap stabil di 3 tahun berikutnya.. Tidak ada laporan transformasi menjadi ganas. Kami mengusulkan kebijakan "melihat dan menunggu" sebagai strategi yang cocok pada pasien usia lanjut.

Learning point: Biopsi eksisi sederhana kelenjar parotis harus selalu dihindari karena resiko kerusakan pada nervus fasialis.

Canalicular adenoma adalah tumor jinak yang jarang jarang ditemukan pada kelenjar parotis.

Parotidectomi superfisial direkomendasikan sebagai andalan perawatan bedah.

BAB 1V

KESIMPULAN

Tumor jinak kelenjar ludah sangat sering ditemukan di klinik. Untuk mengetahui patogenesis dari tumor ini diperlukan pemahaman dan pengetahuan mengenai embriologi dan ultrastruktur dari kelenjar ludah normal. Tumor jinak ini lebih sering terjadi pada kelenjar ludah mayor terutama kelenjar parotis.

Perawatan dari tumor ini pada umumnya bedah eksisi atau ekstirpasi karena sifatnya jinak dan tidak infiltratif, tetapi pada beberapa jenis tumor ini memiliki tingkat rekurensi yang tinggi terutama pelomorfik adenoma. Terapi lainnya yang dapat dilakukan adalah paratidektomi superfisial jika tumor terjadi pada lobus superfisial dan berusaha mempertahankan nervus fasialis yang tidak terkena. Radioterapi merupakan tambahan terapi sebagai usaha jika tidak mengorbankan nervus fasialis.

DAFTAR PUSTAKA

Albar, ZA, et al. Protokol Peraboi 2003. Cetakan 2004. Peraboi. Bandung

Butler, C. Unusual Presentation of More Common Disease/Injury Canalicular Adenoma: a Case Report of an Unusual Parotid Lesion. BMJ Case Report 5 Maret 2009. www.casereports.bmj.com/content/2009.

Dubner, S., Parotid Tumors, Benign. 2008. http://www.emedicine.com.

Elizabeth J.R, MD.2002, Salivary Gland Neoplasms. Dept. of Otolaryngology,

http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/Salivary-020626/Salivary-020626.htm

Michael MJ,MD, 2003. Salivary Gland Neoplasms, Copyright 2004, eMedicine.com, Inc. http://www.emedicine.com/ent/topic679.htm

Montgomery, PQ. 2009. Principles and Practice of Head and Neck Surgery and Oncology. 2nd ed. Informa UK Ltd.

Neville BW. 2002. Oral and Maxillofacial Pathology. 2nded. Philadhelpia. WB Saunders Company. p : 406-414

Peterson. Salivary Gland Disease and Tumor. 2004. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd. Hamilton

Regezi, et al, 2000, Oral Pathology : Clinical Pathology Correlation, 4thed, WB Saunders, p: 238-269

Wray, D., et al. Textbook of General and Oral Surgery. 2003. Elsevier Science Ltd.

A

B

A

B

C

PAGE

2