Upload
andreas-waani
View
273
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
free
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia memiliki kelenjar saliva yang terbagi menjadi kelenjar saliva
mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari sepasang
kelenjar parotis, submandibula dan sublingual. Kelenjar saliva minor berjumlah
ratusan dan terletak di rongga mulut. Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva
utama yang terbesar dan menempati ruangan di depan prosesus mastoideus dan
liang telinga luar. 1,2,3,4
Tumor glandula salivarius paling banyak terdapat pada glandula parotis
yaitu 85%, dan 75% merupakan tumor jinak. Sementara pada glandula salivarius
mayor yang lain seperti glandula salivarius submandibularis mempunyai isiden
50% sebagai tumor ganas/kanker, dan pada glandula sublingualis hampir
semuanya merupakan tumor ganas/kanker. Disebutkan bahwa adanya perbedaan
geografik dan suku bangsa pada orang Eskimo tumor ini lebih sering ditemukan
dengan penyebab yang belum diketahui.Sinar yang mengionisasi diduga sebagai
faktor etiologi.1,2,3,4
Keganasan pada kelenjar liur sebagian besar asimtomatik, tumbuhnya
lambat, dan berbentuk massa soliter. Rasa sakit didapatkan hanya pada 10-29%
pasien dengan keganasan pada kelenjar parotisnya.Rasa nyeri yang bersifat
episodik mengindikasikan adanya peradangan atau obstruksi akibat dari
keganasan itu sendiri. Massa pada kelenjar liur yang tidak nyeri dievaluasi dengan
aspirasi menggunakan jarum halus (Fine Needle Aspiration) atau biopsi.
Pemeriksaan radiologi menggunakan CT-Scan dan MRI sangat membantu
menegakkan diagnosis.Untuk tumor ganas, pengobatan dengan eksisi dan
radioterapi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar 50% bahkan pada
keganasan dengan derajat tertinggi.1,2,3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi, Histologi, Dan Fisiologi Kelenjar Parotis
2.1.1 Anatomi
Kelenjar parotis merupakan kelenjar terbesar dibandingkan kelenjar
saliva lainnya dengan berat sekitar 15-30 gram. Terletak di lateral wajah, yaitu
di preaurikula, sampai ke posterior mandibula. Dilewati oleh nervus fasialis
yang membaginya menjadi dua lobus, yaitu lobus profunda dan superfisial.
Lobus superficial terletak di superficial dari bagian posterior otot masseter, ke
atas, hingga ke arkus zigomatik, ke bawah mencapai margo inferior os
mandibular. Lobus profunda ke atas berbatasan dengan kartilago meatus
akustikus eksternal, terletak antara prosessus mastoideus tulang temporal dan
ramus mandibula.1- 4
Duktus Stensen dengan panjang lebih kurang 4- 7cm, muncul dari
anterior kelenjar. Duktus ini keluar dari permukaan lateral otot maseter,
menembus jaringan lemak pipi dan otot businator. Ujung saluran ini berada di
mukosa pipi rongga mulut, berhadapan dengan gigi molar kedua bagian atas.
Kelenjar parotis aksesorius dapat ditemukan di sepanjang bagian anterior
kelenjar dan pada duktus Stensen. Kelenjar ini dijumpai berkisar 20%.1-4
2
Gambar 1. Anatomi kelenjar parotis
Gambar 2. Percabangan nervus fasialis
3
Perdarahan kelenjar parotis berasal dari arteri karotis eksterna, dimana
arteri ini berjalan medial dari kelenjar parotis, kemudian mempercabangkan
arteri maksilaris dan arteri temporalis superior. Arteri temporalis superior
mempercabangkan arteri fasialis tranversalis yang berjalan di anterior zigoma
dan saluran parotis, kemudian memperdarahi kelenjar parotis, saluran parotis
dan otot maseter. Vena maksilaris dan vena temporalis superfisialis bersatu
membentuk vena retromandibuler yang berjalan di sebelah dalam saraf
fasialis, kemudian menyatu dengan vena jugularis eksterna. 4
Fungsi sekretomotorik dihantarkan melalui serabut saraf parasimpatis
lewat saraf glosofaringeus. Dalam perjalanan yang rumit serabut saraf ini
memasuki kelenjar parotis setelah melewati ganglion otik dan dihantarkan
melalui saraf aurikulotemporalis. 3
Lobus superfisial dari kelenjar parotis mengandung lebih kurang 3-20
kelenjar limfe, terletak diantara kelenjar parotis dengan kapsulnya. Kelenjar
limfe ini merupakan saluran dari kelenjar parotis, liang telinga luar, daun
telinga, kulit kepala, kelopak dan kelenjar air mata. Lapisan kedua terdapat
pada kelenjar parotis profunda dan merupakan saluran dari kelenjar parotis,
liang telinga luar, telinga tengah, nasofaring, dan palatum mole. Kedua sistem
ini mengalir ke sistem limfe servikal superfisialis dan profunda.3
Nervus fasialis sebenarnya terdiri dari serabut saraf motorik saja, namun
pada perjalanannya ke tepi, nervus intermedius bergabung dengannya. Nervus
intermedius ini tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula
salivatorius dan serabut yang menghantarkan impuls pengecap dari 2/3 bagian
depan lidah.
Sebagai saraf motorik mutlak nervus fasialis keluar dari foramen
stilomastoideum dan memberikan cabang-cabang kepada otot stilohioid dan
venter posterior muskulus digastrikus dan otot oksipitalis. Pangkal sisanya
menuju ke glandula parotis. Disitu ia bercabang cabang lagi untuk
mempersarafi otot wajah dan plastima. Cabang-cabang tersebut diantaranya
4
adalah cabang temporal, zigomatikus, bukalis, mandibularis dan cabang
servikalis.
2.1.2 Histologi
Kelenjar ini dibungkus oleh jaringan ikat padat dan mengandung sejumlah
besar enzim antara lain amylase, lisozim, fosfatase asam, aldolase, dan
kolinesterase. Kelenjar parotis adalah kelenjar tubuloasinosa kompleks, yang
pada manusia adalah serosa murni. Kelenjar ini dikelilingi oleh kapsula jaringan
ikat yang tebal, dari sini ada septa jaringan ikat termasuk kelenjar dan membagi
kelenjar menjadi lobulus yang kecil. Kelenjar parotis mempunyai sistem saluran
keluar yang rumit sekali dan hampir semua duktus ontralobularis adalah duktus
striata. Saluran keluar yang utama yaitu duktus parotidikius steensen terdiri dari
epitel berlapis semu, bermuara kedalam vestibulum rongga mulut berhadapan
dengan gigi molar kedua atas.1,3
Gambar 3. Histologi Kelenjar parotis
2.1.3 Fisiologi
Pada kondisi basal, sekitar 0,5 mililiter saliva, hampir seluruhnya dari tipe
mucus, disekresikan setiap detik sepanjang waktu kecuali selama tidur, saat
sekresi menjadi sangat sedikit. Sekresi ini sangat berperan penting dalam
mempertahankan kesehatan jaringan rongga mulut. Saliva membantu mencegah
proses kerusakan jaringan mulut yang dapat disebabkan oleh bakteri dengan cara
membantu membuang bakteri pathogen juga partikel-partikel makanan yang
5
memberi dukungan metabolic bagi bakteri dan saliva juga mengandung beberapa
factor yang menghancurkan bakteri, salah satunya adalah ion tiosianat dan lainnya
adalah enzim proteolitik terutama lizozim. Terakhir, saliva juga mengandung
sejumlah besar antibodi protein yang dapat menghancurkan bakteri rongga mulut,
termasuk yang menyebabkan karies gigi.3,5,6
Setiap hari satu sampai dua liter air liur diproduksi dan hampir semuanya
ditelan dan direabsorbsi. Proses sekresi dibawah kendali saraf otonom. Makanan
dalam mulut merangsang serabut saraf yang berakhir pada nukleus pada traktus
solitaries dan pada akhirnya merangsang nukleus saliva pada otak tengah.
Pengeluaran air liur juga dirangsang oleh penglihatan, penciuman melalui impuls
dari kerja korteks pada nukleus saliva batang otak. Aktivitas simpatis yang terus
menerus menghambat produksi air liur seperti pada kecemasan yang
menyebabkan mulut kering. Obat-obatan yang menghambat aktivitas parasimpatis
juga menghambat produksi air liur seperti obat antidepresan, tranquillizers, dan
obat analgesik opiate dapat menyebabkan mulut kering (Xerostomia).3,5,7
Saluran air liur relatif impermeabel terhadap air dan mensekresi kalium,
bikarbonat, kalsium, magnesium, ion fosfat dan air. Jadi produk akhir dari
kelenjar air liur adalah hipotonik, cairan yang bersifat basa yang kaya akan
kalsium dan fosfat. Komposisi ini penting untuk mencegah demineralisasi enamel
gigi.7
Kelenjar parotis menghasilkan suatu sekret yang kaya akan air yaitu
serous. Saliva pada manusia terdiri atas 25% sekresi kelenjar parotis.5
2.2 Tumor Parotis
2.2.1 Definisi
Tumor parotis adalah massa jaringan abnormal dengan perumbuhan
berlebihan dan tidak ada koordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal, yang
terjadi pada kelenjar parotis. Tumor parotis bisa jinak maupun ganas. Tumor
parotis akan muncul sebagai suatu massa berbentuk soliter yang berkembang
diantara sel-sel pada kelenjar yang terkena.8
6
2.2.2 Epidemiologi
Tumor pada kelenjar liur relative jarang terjadi, presentasinya
kurang 2-5% dari seluruh keganasan pada kepala dan leher. Dari tumor
kelenjar saliva, insidens tumor parotis paling tinggi, yaitu sekitar 80%,
tumor submandibular 10%, tumor sublingual 1%, tumor kelenjar saliva kecil
dalam mulut 1%.1
Sejak periode 2000-2008 angka kejadian lebih sering pada laki-laki
dengan insidensi sekitar 1.41 kasus per 100.000 laki-laki, dibandingkan
dengan perempuan yang hanya 1.00. bisa mengenai semua umur, namun
kebanyakan pasien didiagnosis pada usia >64 tahun.9
Sebagian besar tumor parotis adalah jinak. Tumor jinak yang
paling sering adalah mixed tumor / pleomorfik adenoma, dan Wartin’s
tumor. Hanya sekitar 20% tumor parotis yang ganas.9,10
Keganasan biasanya asimtomatik, tetapi tanda dan gejala yang
menunjukkan keganasan biasanya adalah pertumbuhan tumor yang cepat
membesar, nyeri, trismus, paralisis nervus fasialis atau yang lainnya.
Pemeriksaan penunjang yang sensitivitasnya 95% pada keganasan kelenjar
saliva adalah dengan FNAB. Semua pasien dengan massa di kelenjar saliva
nya harus dilakukan pemeriksaan FNAB untuk mengetahui diagnosis
histologinyadan untuk perencanaan terapi pembedahan. Pemeriksaan CT
Scan dan MRI juga sangat membantu untuk mengetahui apakah letak tumor
di lobus superfisial atau profunda. Keganasan lebih sering terjadi pada
tumor parotis yang mengenai lobus profunda. Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan didapatkan hasil bahwa tumor pada lobus profunda
sebanyak 35%nya adalah maligna, dan hanya 10% nya yang benigna.10
2.2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya tumor kelenjar parotis masih belum jelas
karena angka kejadiannya yang masih jarang. Paparan rokok dan konsumsi
alkohol tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan tumor parotis. Sejauh
7
ini, paparan radiasi ion sudah ditetapkan sebagai faktor resiko terjadinya
tumor parotis. Seseorang yang pernah mengalami terapi radiasi dan terapi
UV pada kepaladan leher meningkatkan faktor risiko. Penelitian terakhir
mengatakan bahwa terjadi peningkatan angka kejadian tumor parotis,
terutama di Israel dan Inggris. Terdapat hipotesis bahwa peningkatan angka
kejadian tumor parotis ini ada hubungannya dengan meningkatnya
penggunaan telepon genggam. Namun dari penelitian yang dilakukan oleh
Shu, dkk ini didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara peningkatan
penggunaan telepon genggam dengan peningkatan angka kejadian tumor
parotis. Faktor resiko lain yang mempengaruhi terjadinya karsinoma
kelenjar air liur adalah pekerjaan, nutrisi, dan genetik.9,11
2.2.4 Klasifikasi Tumor Parotis
WHO tahun 2005 mengklasifikasikan tumor kelenjar saliva
menjadi jinak dan ganas. Berdasarkan histopatologinya dibagi menjadi
epitelial dan non epitelial. Jenis epitelial sangat jarang terjadi, sekitar 2-5%
dari kasus tumor kelenjar saliva.
Tabel 1. Klasifikasi histopatologi WHO/AJCC
Tumor jinak Tumor ganas
plemorphic adenoma ( mixed
benign tumor)
monomorphic adenoma
papillarycystadenoma
lymphomatosum (Warthin’s
tumor)
mucoepidermoid carcinoma
acinic cell carcinoma
adenoid cystic carcinoma
adenocarcinoma
epidermoid carcinoma
small cell carcinoma
lymphoma
Malignant mixed tumor
Carcinoma ex pleomorphic adenoma
(carcinosarcoma)
a. Tumor jinak
8
1) Pleomorfik adenoma (mixed tumor jinak):
Tumor tersering pada kelenjar liur dan paling sering terjadi
pada kelenjar parotis. Dinamakan pleomorfik karena terbentuk dari
sel-sel epitel dan jaringan ikat. Pertumbuhan tumor ini lambat berupa
benjolan pada depan bawah daun telinga atau angulus mandibula
yang tidak memberikan gejala. Kondisi ini membuat luput dari
perhatian pasien, sehingga pasien datang untuk pemeriksaan ke
petugas kesehatan setelah muncul benjolan setidaknya 1 tahun. Pada
perabaan didapatkan massa berbentuk bulat, permukaan licin,
kadang berbenjol-benjol, dan konsistensinya lunak, berbatas tegas,
tampak berkapsul, dan ukuran terbesarnya jarang melebihi 6 cm,
tidak nyeri tekan dan dapat digerakkan.12,13
Secara histologi dikarakteristik dengan struktur yang
beraneka ragam.biasanya terlihat seperti gambaran lembaran, untaian
atau seperti pulau-pulau dari spindel atau stellata. Tumor ini, yang
umumnya terbentuk di parotis superfisial, menyebabkan
pembengkakan tak nyeri di sudut rahang dan mudah diraba sebagai
massa diskret. Tumor biasanya sudah ada selama beberapa tahun
sebelum dibawa ke dokter. Walaupun berkapsul, pemeriksaan
histologik sering memperlihatkan tempat tumor menembus kapsul.
Oleh karena itu, diperlukan batas reseksi yang adekuat untuk
mencegah kekambuhan. Hal ini mungkin memerlukan pengorbanan
saraf fasialis, yang berjalan melalui kelenjar parotis. Secara rerata,
sekitar 10% eksisi diikutioleh kekambuhan. Penatalaksanaanya yaitu
eksisi bedah dari kelenjar yang terkena. 2,12,13
9
Gambar 4. Gambaran histologi adenoma pleomorfik
Adenoma pleomorfik sering mengenai wanita pada dekade
umur ke-IV, namun pada laki-laki adenoma pleomorfik bisa terjadi
pada anak-anak dan orang tua. Sehingga dapat dikatakan bahwa
insidensi adenoma pleomorfik dapat terjadi pada semua umur, dan
kasus terbanyak terutama terjadi pada dekade IV - V. 2,12,13
Umur rata-rata penderita adenoma pleomorfik adalah 43
tahun, dan hampir 40% kasus yang dicatat AFIP mengenai penderita
berumur kurang dari 40 tahun. Adenoma pleomorfik 10 kali lebih
sering terjadi pada kelenjar liur mayor parotis daripada kelenjar
submandibuler, jarang terjadi pada kelenjar liur sublingual. 2,12,13
2) Warthin's tumor ( kistadenoma limfomatosum papiler, adenoma
kistik papiler).
Tumor ini tampak rata, lunak pada daerah parotis, memiliki
kapsul apabila terletak pada kelenjar parotis dan terdiri atas kista
multipel. Histologi Warthin's tumor yaitu : (1) lapisan epitel dua
deret yang melapisi rongga yang bercabag, kistik, atau mirip celah,
dan (2) jaringan limfoid didekatnya yang kadang-kadang membentuk
sentrum germinativum. Angka kekambuhan sekita 10% diperkirakan
disebabkan oleh eksisi yang tidak komplet, sifat multisentrik tumor,
atau adanya tumor primer kedua. Perubahan menjadi ganas tidak
10
pernah dilaporkan.Lebih sering ditemukan pada kelenjar mayor. 2,8,12,13
3) Tumor monomorphic
Tumor yang tumbuh lambat ini hanya berkisar kurang dari 5%
dari seluruh angka kejadian tumor kelenjar lidah. Monomorfik
adenoma dibedakan dari pleomorfik adenoma karena tumor ini
hanya memiliki satu morfologi sel. Monomorfik adenoma memiliki
subklasifikasi menjadi grup neoplasma epitelial dan mioepitelial
yang termasuk didalamnya yaitu basal cell adenomas, canalicular
adenomas, oncocytomas atau oxyphilic adenomas, dan
myoepitheliomas.2,
b. Tumor Jinak Nonepitelial
1) Hemangioma
Kebanyakan terajadi pada anak-anak biasnya pada kelenjar
parotis. Biasanya asimptomatik, unilateral dan massa yang
kompresibel. berwarna merah gelap, berlobus-lobus dan tidak
berkapsul. Penanganan dengan pemberian steroid 2-4
mg/kgBB/hari.40-60% hemengioma tidak berespon terhadap
steroid. 2
2) Limfangioma (higroma kistik)
Merupakan tumor bagian kepala dan leher yang paling sering
pada anak-anak, eksisi merupakan penanganan piliha bila tumor
terletak pada struktur yang vital.Limfangioma jarang menimbulkan
gejala-gejala obstruksi jalan napas dan eksisi biasanya untuk alasan
kosmetik. 2
c. Tumor Ganas Kelenjar Liur
1) Mukoepidermoid karsinoma
Kebanyakan berasal dari kelenjar parotis dan biasanya
memiliki gradasi yang rendah.2
11
Presentasi yang paling umum adalah adanya massa di
daerah pipi posterior tanpa rasa sakit dan tanpa gejala > 80%
pasien. Sekitar 30% dari pasien mengeluhkan rasa sakit yang
terkait dengan massa, meskipun keganasan kelenjar parotis
sebagian besar tidak sakit. Kemungkinan besar rasa sakit
menunjukkan adanya invasi perineural yang memungkinkan
adanya keganasan pada pasien dengan massa parotis.
Dari pasien dengan tumor ganas parotis, 70-20% terdapat
adanya kelemahan atau kelumpuhan saraf wajah, yang hampir
tidak pernah menyertai lesi jinak dan menunjukkan prognosis
buruk. Sekitar 80% dari pasien dengan kelumpuhan saraf wajah
telah terjadi metastasis nodul pada saat diagnosis. Pasien-pasien ini
memiliki kelangsungan hidup rata-rata 2,7 tahun dan selama 10
tahun sebesar 14-26%.
Aspek penting yang lain dari anamnesis meliputi lama
waktu timbulnya massa, riwayat lesi kulit sebelumnya atau eksisi
lesi parotis. Pertumbuhan massa yang relatif lambat cenderung
jinak. Riwayat adanya karsinoma sel skuamosa, melanoma ganas,
atau histiocytoma bersifat ganas menunjukkan metastasis
intraglandular atau metastasis ke kelenjar getah bening parotis.
Kemungkinan besar tumor parotis yang kambuh menunjukkan
reseksi awal yang tidak memadai.
Sebuah laporan adanya sakit pada telinga mungkin
menunjukkan perluasan tumor ke dalam saluran pendengaran.
Adanya keluhan mati rasa sering menunjukkan invasi saraf pada
cabang kedua atau ketiga dari saraf trigeminal.
Pada pasien dengan tumor kelenjar saliva, diindikasikan
pemeriksaan kepala dan leher secara cermat. Perhatian harus
langsung pada ukuran, lokasi dan mobilitas dari tumor. Ada atau
tidak ada penekanan dari tumor sebaiknya dicatat. Adanya paralisis
12
nervus fasialis seharusnya meningkatkan kecurigaan adanya suatu
keganasan pada pasien, walaupun jarang, tumor jinak dapat juga
menyebabkan paralisis nervus facialis.
2) Kista Adenoid karsinoma
Tumor ini merupakan suatu basaloid tumor yang terdiri dari
sel-sel epitel dan myoepitel dengan gambaran morfologi yang
bervariasi antara cribriform, tubular, dan solid. Tumor ini
merupakan neoplasma malignan yang jarang terjadi.1,21
Tumor ini dapat mengenai semua umur dengan insiden
paling tinggi pada usia pertengahan dan usia tua. Tidak ada
perbedaan insiden antara pria dan wanita. Pertumbuhannya lambat
dan kebanyakan memiliki gradasi yang rendah. dapat berulang
setelah dilakukan pembedahan, kadang-kadang beberapa bulan
setelah operasi.1,21
Gejala klinis yang terjadi pada tumor ini tergantung pada
ukuran tumor dan lokasi dari tumor. Pada lesi yang dini pada
kelenjar liur, tampak adanya massa dengan pertumbuhan yang
lambat tanpa rasa nyeri pada daerah mulut ataupun wajah. Pada lesi
yang sudah lanjut, gejala yang timbul disertai dengan rasa nyeri
dan adanya nervus paralyse oleh karena sel-sel tumor sudah
menginvasi saraf perifer.1,21
Pemeriksaan radiologi berupa MRI dan USG dapat
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa terutama pada
tumor yang sudah meluas ke organ-organ sekitarnya.1,21
13
Pada sediaan makroskopis karsinoma ini berbentuk bulat,
solid, dan tidak berkapsul. Warna coklat terang dan konsistensi
kenyal dengan ukuran yang bervariasi. Pada pemeriksaan
histopatologi, karsinoma ini mempunyai tiga gambaran utama:
tubular, cribriform, dan solid.1,21
Gambar 5. Histologi kista adenoma karsinoma
3) Adenokarsinoma
Terdapat beberapa tipe adenokarsinoma:
a) Karsinoma sel asinik
Paling banyak berasal dari kelenjar parotis dan
pertumbuhannya lambat
b) Adenokarsinoma polimorfik grade rendah
Kebanyakan berasal dari kelenjar minor
c) Adenokarsinoma yang tidak dispesifikasikan:
Bila dilihat di mikroskop tumor ini memiliki
penempakan yang cukup untuk disebut
adenokarsinoma, tetapi belim memiliki penampakan
14
untuk dispesifikasikan.sering berasal dari kelenjar
parotis dan kelenjar minor.
d) Adenokarsinoma yang jarang:
Contohnya seperti basal sel adenokarsinoma, clear cell
adenokarsinoma, kistadenokarsinoma, sebaceus
adenokarsinoma, musinous adenokarsinoma.8
d. Mixed tumor maligna
Terdiri atas 3 tipe yaitu, ex adenoma pleomorfik, karsinosarkoma
dan mixed tumor metastasis.kasrinoma ex pleomorfik adenoma
merupakan tipe yang paling banyak. Karsinoma ex pleomorfik adenoma
merupakan kanker yang berkembang dari mixed tumor jinak
(pleomorfik adenoma). Kebanyakan terjdi pada kelenjar liur mayor. 8
e. Kanker kelenjar liur lainnya yang jarang
squamous sel karsinoma: terutama pada laki-laki yang tua.
Dapat berkembang setelah terapi radiasi untuk kanker yang
lain pada area yang sama.
epitelial-mioepitelial karsinoma
anaplastik small sel karsinoma
karsinoma yang tidak berdiferensiasi
limfoma non hodgkin7
2.2.5 Prosedur Diagnostik
A. Pemeriksaan Klinis
1. Anamnesa
Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau
keluarganya tentang :
a.) Keluhan
1. Pada umumnya hanya berupa benjolan soliter, tidak nyeri,
di pre/infra/retro aurikula (tumor parotis), atau di
submandibula (tumor sumandibula), atau intraoral (tumor
kelenjar liur minor)
15
2. Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganasan parotis
atau submandibula)
3. Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan parotis)
4. Disfagia, sakit tenggorok, gangguan pendengaran (lobus
profundus parotis terlibat)
5. Paralisis n.glosofaringeus, vagus, asesorius, hipoglosus,
pleksus simpatikus (pada karsinoma parotis lanjut)
6. Pembesaran kelenjar getah bening leher (metastase)
b.) Perjalanan penyakit ( progresivitas penyakit)
c.) Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala leher, ekspos
radiasi)
d.) Pengobatan yang telah diberikan serta bagaimana hasil
pengobatannya
e.) Berapa lama kelambatan
Pada penelitian retrospective yang dilakukan pada 104 pasien dengan
tumor kelenjar parotis yang diterapi di ENT clinic timisoara pada
tahun 2001-2009 didapatkan gejala-gejala yang paling sering
dikeluhkan pasien, yaitu paling sering adalah konsistensi keras,
tumbuh cepat, fiksasi dalam, nyeri, nodus yang terpalpasi, keterlibatan
nervus fasialis, pembengkakan dinding faring lateral, dan keterlibatan
perubahan kulit.
2. Pemeriksaan fisik
a.) Status general
Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan :
1. penampilan (Karnofski / WHO)
2. keadaan umum
adakah anemia, ikterus, periksa T,N,R,t, kepala, toraks,
abdomen, ekstremitas,vertebra, pelvis
3. apakah ada tanda dan gejala ke arah metastase jauh (paru,
tulang tengkorak, dll)
b.) Satus lokal
16
1. Inspeksi (termasuk inraoral, adakah pedesakan tonsil/uvula)
2. Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai
konsistensi, permukaan, mobilitas terhadap jaringan
sekitar)
3. Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII karena lintasan
nervus-nervus tersebut dekat dengan kelenjar parotis.
Gambar 6. Lintasan nervus kranialis yang dekat dengan kelenjar
parotis
c.) Status regional
Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher
ipsilateral dan kontralaeral. Bila ada pembesaran tentukan
lokasinya, jumlahnya, ukuran terbesar, dan mobilitasnya.
17
Pemeriksaan nervus fasialis:
A. Dalam keadaan diam, perhatikan :
Asimetri muka (lipatan nasolabial)
gerakan-gerakan abnormal (tic fasialis, grimacing, kejang
tetanus/rhesus sardonicus, tremor, dsb)
B. Atas perintah pemeriksa
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dengan kiri.
2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri), kemudian
pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut (bandingkan
kekuatan kanan dan kiri).
3. Memperlihatkan gigi (asimetri).
4. Bersiul dan mencucu (asimetri/deviasi ujung bibir).
5. Meniup sekuatnya (bandingkan kekuatan udara dari pipi masing-
masing).
6. Menarik sudut mulut ke bawah (bandingkan konsistensi otot
platisma kanan dan kiri). Pada kelemahan ringan, kadang-kadang
tes ini dapat untuk mendeteksi kelemahan saraf fasialis pada
stadium dini.
3. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan
untuk penegakan diagnosis tumor parotis meliputi pemeriksaan
histopatologik dan pemeriksaan radiologik ( foto polos, sialografi, CT-
Scan, dan MRI)
a. Pemeriksaan Histopatologik
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine – Needle Aspiration Biopsy)
Biopsi Aspirasi Jarum halus merupakan alat yang sederhan
untuk diagnostic. Biopsi aspirasi jarum halus memiliki kelebihan
yaitu tingkat keakuratan yang cukup tinggi dengan sensitifitas 88-
98% dan spesifitas 94% pada tumor jinak. Biopsi aspirasi jarum
halus juga sensitive dalam mendeteksi keganasan sebesar 58-98 %
18
dengan spesifitas 71-88%. Suatu penelitian didapatkan diagnosis
sitologi tumor jinak negatif palsu sebanyak 4 dari 27 pasien
(14.8%). Kesalahan diagnosis ini bisa disebabkan oleh bias sampel
(sampelnya terlalu sedikit / tidak adekuat), dan bisa juga karena
kesalahan interpretasi (salah baca). Tekhnik ini sederhana, dapat
ditoleransi dengan komplikasi yang minimal. Selain untuk
menegakan diagnosis defenitif, pemeriksaan ini juga bermanfaat
untuk menentukan tindakan tepat selanjutnya dan untuk evaluasi
preoperative..17,18
Bedah Diagnostik
Biopsi pembedahan sebaiknya dihindari. Biopsi eksisional
dan enukleasi massa parotis berhubungan dengan peningkatan
rekurensi tumor, terutama pada adenoma pleiomorfik. Penanganan
bedah yang baik untuk tumor parotis adalah reseksi bedah komplit
melalui parotidektomi dengan identifikasi dan preservasi nervus
fasialis. Identifikasi nervus fasialis ditujukan agar dapat dilakukan
eksisi tumor yang adekuat dan mencegah cedera nervus fasialis.
Cara ini memastikan batas jaringan sehat yang adekuat disekeliling
tumor, sehingga pada kebanyakan kasus tidak hanya bersifat
diagnostic, tetapi juga kuratif. Pemeriksaan ini jarang dilakukan
dan biasanya dilakukan hanya pada pasien dengan keganasan yang
tidak dapat dioperasi. Pada kasus seperti ini, biopsy dengan insisi
terbuka berguna dalam diagnostic histopatologi dan terapi radiasi
paliatif atau kemoterapi.17
b. Pemeriksaan Radiologi
Sialografi
Teknik ini memerlukan suntikan bahan kontras yang larut
dalam air atau minyak langsung keduktus submandibula atau
parotis. Setelah pemakaian anastesi topical pada daerah duktus,
tekanan yang lembut dilakukan pada kelenjar, dan muara duktus
yang kecil diidentifikasi oleh adanya aliran air liur. Muara duktus
dilebarkan dengan menggunakan sonde lakrimal. Kateter ukuran
19
18, mirip dengan jenis yang digunakan untuk pemberian cairan
intravena, atau pipa polietilen secara lembut dimasukkan sekitar 2
cm kedalam duktus.. Kateter dipastikan pada sudut mulut. Tekhnik
ini sama untuk kelenjar parotis dan submandibula. Bagaimanapun
kanulasi duktus kelenjar submandibula, memebutuhkan kesabaran
dari pada pelebaran duktus parotis. Film biasa sinar X diperoleh
untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat substansi radioopak,
seperti batu dalam kelenjar. Antara 1,5 dan 2 ml media kontras
disuntikan secara lembut melalui kateter kedalam kelenjar sampai
penderita merasakan adanya tekanan tetapi tidak melewati tititk
ketika penderita mengeluh nyeri. Dilakukan foto lateral, lateral
oblik, oblik, dan anteriposterior. Ketika kateter diangkat penderita
dapat diberikan sedikit sari buah lemon. Dalam 5 sampai 10 menit
pengambilan foto ulang. Normal jika seluruh media kontras
dikeluarkan dalam waktu itu. Persistensi media kontras dalam
kelenjar 24 jam setelah test ini pasti abnormal.11,12
Terdapat keuntungan dan kerugian dari bahan kontras yang
dapat larut dalam air dan lemak. Sekarang ini Pantopaque dan
Lipidol merupakan bahan kontras yang paling popular.
Sialografi lebih berguna pada gangguan – gangguan kronis
kelenjar parotis seperti sialadenitis rekuren, sindrom sjorgen, atau
obstruksi duktus seperti striktur. sialografi tidak berguna untuk
membedakan massa jinak dari massa keganasan. Sialografi
merupakan kontra indikasi terdapatnya peradangan akut kelenjar
yang baru terjadi.12
CT-Scan
Pemeriksaan CT scan dengan kontras dapat mengetahui
letak tumor berada di lobus superfisial atau lobus profunda.
Gambaran kalsifikasi dalam massa biasanya ditemukan pada
adenoma pleomorfik. Nervus fasialis dan duktus stensen sulit
dilihat dengan menggunakan CT scan. 12,17, 18
20
Gambar 7. Tumor Parotis Ganas. Gambar menunjukkan massa
berbatas tegas dalam kelenjar parotis kiri, yang telah terbukti sebagai
adenoma pleomorfik18
MRI lebih unggul daripada CT scan dalam memvisualisasikan tepi
tumor. Nervus fasialis dan duktus stensen dengan jelas dapat
terlihat. Bisa digunakan untuk mengetahui letak tumor parotis
berada dalam lobus superfisial atau profunda. Selain itu juga untuk
membedakan tumor jinak atau ganas. Lesi jinak biasanya tepinya
halus, dengan garis terang atau kapsul; tapi bagaimanapun juga,
banyak keganasan grade rendah yang memiliki pseudokapsul dan
gambaran seperti tumor jinak. Keganasan grade tinggi akan
menunjukkan gambaran tepi yang menginfiltrasi. 12,17,18
21
Gambar 8. Adenoma pleomorfik pada kelenjar parotis kanan potongan
axial leher11
CT-Scan dan MRI digunakan untuk menemukan tumor dan
menggambarkan luasnya. Sedangkan biopsi untuk menegaskan jenis sel.18
2.2.6 Staging Tumor Parotis
Tabel 2: Klasifikasi TNM The American Joint Committee on Cancer
(AJCC) 13
TN
M
Keterangan S
T
T N M
Tx Tumor primer tak dapat ditentukan I T1
T2
N0
N0
M0
M0
T0 Tidak ada tumor primer
T1 Tumor < 2cm, tidak ada ekstensi
ekstraparenkim
II T3 N0 M0
T2 Tumor >2cm-4cm, tidak ada ekstensi
ektraparenkim
III T1
T2
N1
N1
M0
M0
T3 Tumor >4cm-6cm, atau ada ekstensi
ekstraprenkim tanpa terlibat n.VII
IV T4 N0 M0
22
T3
T4
N1
N1
M0
M0
T4 Tumor >6cm, atau ada invasi ke n.VII/dasar
tengkorak
Tia
p T
Tia
p T
Tia
p T
N2
N3
Tia
p N
M0
M0
M1
Nx Metastase k.g.b tak dapat ditentukan
N0 Tidak ada metastase k.g.b
N1 Metastase k.g.b tunggal <3cm, ipsilateral
N2 Metastase k.g.b tunggal/multipel >3cm-6cm,
ipsilateral/bilateral/kontralateral
N2a Metastase k.g.b tunggal >3cm-6cm,
ipsilateral
N2b Metastase k.g.b multipel > 6cm, ipsilateral
N2c Metastase k.g.b > 6cm,
bilateral/kontralateral
N3 Metastase k.g.b >6cm
Mx Metastse jauh tak dapat ditentukan
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh
23
2.2.7 Penataksanaan Tumor Parotis15
Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar liur ialah pembedahan.
Radioterapi sebagai terapi ajuvan pasca bedah diberikan hanya atas indikasi, atau
diberikan pada karsinoma kelenjar liur yang inoperabel. Kemoterapi hanya
diberikan sebagai ajuvan, meskipun masih dalam penelitian, dan hasilnya masih
belum memuaskan.
1. Tumor operabel
a. Terapi utama ( pembedahan). Pilihan pengobatan untuk neoplasma
kelenjar parotis adalah melalui pembedahan. Sebagian besar tumor
parotis jinak dan ganas dapat diatasi dengan parotidektomi superfisial
atau total sesuai dengan lokasi tumor dengan preservasi nervus fasilis.
Parotidektomi superfisial. Parotidektomi superfisial adalah
tindakan pengangkatan massa tumor dengan kelenjar parotis
lobus superfisial. Dilakukan pada tumor jinak parotis lobus
superfisialis.
Parotidektomi total. Parotidektomi total adalah pengangkatan
massa tumor dengan seluruh bagian kelenjar parotis dilakukan
pada:
1. Tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi
ekstraparenkim dan n.VII
2. Tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus
Parotidektomi total diperluas, dilakukan pada: Tumor ganas
parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim atau n.VII
Deseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada: Ada metastase
k.g.b.leher yang masih operabel
b. Terapi tambahan
Meskipun terapi primer tumor ganas kelenjar liur adalah dengan
pembedahan, terapi radiasi juga dianjurkan karena memiliki efek
menguntungkan jika digabungkan dengan pembedahan yaitu
meningkatkan hasil terapi. Selain itu berperan sebagai terapi primer untuk
24
tumor yang sudah tidak dapat direseksi. Ada keadaan di mana terapi
radiasi merupakan indikasi, yaitu:
1. high grade malignancy
2. masih ada residu makroskopis atau mikroskopis
3. tumor menempel pada syaraf ( n.fasialis, n.lingualis,
n.hipoglosus, n. asesorius )
4. setiap T3,T4
5. karsinoma residif
6. karsinoma parotis lobus profundus
Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan
untuk memberikan penyembuhan luka operasi yang adekwat, terutama bila
telah dikerjakan alih tandur syaraf.
Radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi
meliputi bekas insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.
Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada
T3,T4, atau high grade malignancy
Baik konvensional dan neutron-beam terapi radiasi telah
dianjurkan sebagai single-modalitas pengobatan untuk T1 dan T2
neoplasma ganas kelenjar ludah. Pendekatan ini kontroversial, tetapi dapat
dipertimbangkan jika ada kontraindikasi nyata untuk operasi.14
2. Tumor inoperabel
a. Terapi utama
Radioterapi : 65 – 70 Gy dalam 7-8 minggu
b. Terapi tambahan
Kemoterapi : Indikasi untuk kemoterapi adalah pasien dengan
tumor yang inoperable. Respon parsial atau lengkap telah
dicapai pada hingga 50% pasien, yang biasanya berlangsung 5-
8 bulan dan mungkin termasuk kontrol nyeri yang signifikan.
Sebagian besar pasien memiliki karsinoma adenoid kistik,
karsinoma mucoepidermoid, atau adenokarsinoma. Saat ini,
25
paclitaxel adalah agen yang paling sering digunakan.
Meskipun kemoterapi saja tidak meningkatkan tingkat
ketahanan hidup, integrasi radiasi dan kemoterapi telah
terbukti meningkatkan kontrol lokal dan menunjukkan
perbaikan dalam pengelolaan keganasan kelenjar ludah.14
a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma,
adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell
carcinoma)
-adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
-5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1 diulang
tiap 3minggu
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
b. Untuk jenis karsinoma sel skuamous (squamous cell
carcinoma, mucoepidermoid carcinoma)
-methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7
diulang tiap 3 minggu
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
3. Metastase Kelenjar Getah Bening (N)
a. Terapi utama
Operabel : deseksi leher radikal (RND)
Inoperabel : radioterapi 40 Gy/+kemoterapi preoperatif,
kemudian dievaluasi
- menjadi operabel RND
- tetap inoperabel radioterapi dilanjutkan sampai
70Gy
b. Terapi tambahan
Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy
4. Metastase Jauh (M)
Terapi paliatif : kemoterapi
26
a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma,
adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell
carcinoma)
-adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
-5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1 diulang
tiap 3 minggu
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
b. Untuk jenis karsinoma sel skuamous (squamous cell carcinoma,
mucoepidermoid carcinoma)
-methotrexate 50mg/m2 iv pd hari ke 1 dan 7
diulang tiap 3 minggu
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
2.2.8 Komplikasi
Telah dilakukan penelitian selama 10 tahun antara 1996 Januari
sampai 2006 Januari pada pasien dengan tumor parotis yang telah
menjalani terapi bedah di University of Rome “La Sapienza”, Department
of Maxillo-Facial surgery. Didapatkan 135 pasien laki-laki dan 147 pasien
perempuan dengan usia antara 10 tahun sampai 85 tahun dan pasien usia
terbanyak adalah 49 tahun. Dari total 282 pasien, setelah dilakukan follow
up ±60 bulan didapatkan 26 pasien mengalami komplikasi post operasi
sebagai berikut:
27
Tabel 3. Komplikasi yang sering terjadi setelah parotidektomi
Nervus Fasialis
Nervus fasialis adalah nervus yang melintasi kelenjar
parotis dan membaginya menjadi lobus superfisialis dan profunda.
Sekitar 15-20% kasus (15-20 dalam 100 pasien) nervus fasialisnya
mengalami trauma sehingga terjadi kelemahan pada otot-otot
fasialis. Ini biasanya sembuh dalam 14 hari sampai 3 bulan setelah
operasi dan penyembuhan bisa lebih cepat dengan latihan terapi
bicara dan bahasa. Sebanyak 1% kasus terjadi kelemahan
permanen dari nervus fasialis. Beberapa pasien mengalami
kelemahan nervus fasialis cabang-cabang tertentu saja.
Frey’s Syndrome
Nama lain Frey’s syndrome adalah Baillarger’s syndrome,
Dupuy’s syndrome, auriculotemporal syndrome, atau Frey-
Baillarger syndrome Merupakan komplikasi tersering pada pasien
pasca operasi parotidektomi yaitu sebanyak 6 orang dari 26 pasien.
28
Frey’s syndrome adalah manifestasi klinik berupa kemerahan dan
berkeringat pada hemifasial setelah stimulus kelenjar saliva dan
mengunyah. Frey’s Syndrome ini biasanya terjadi setelah cedera
traumatik regio parotis seperti parotidektomi, fraktur kondilar,
trauma tumpul, insisi dan drainase abses. Sindrom ini bisa muncul
setelah beberapa minggu sampai beberapa tahun setelah trauma.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara tes pati-iodine. Iodine cair
dioleskan di atas kulit area preaurikular, tunggu sampai kering,
kemudian setelah itu ditaburkan pati jangung di atasnya. Minta
pasien untuk mengunyah makanan selama 5 menit untuk
merangsang gustatori. Akan tampak gambaran bercak biru
kehitaman yang berarti hasilnya positif, karena adanya kompleks
iodine-pati yang terdilusi oleh keringat.
Gambar 9. Tes pati – iodine
Patofisiologi Frey’s syndrome adalah karena regenerasi
saraf otonom yang salah arah setelah cedera area parotis. Setelah
cedera, serat saraf parasimpatis sekretomotor post ganglionik yang
seharusnyaberinervasi dengan kelenjar parotis, menjadi bergabung
dengan reseptor simpatis, dan berinervasi dengan kelenjar keringat
sehingga menyebabkan berkeringatnya gustatori. Dengan
demikian, seharusnya makanan merangsang kelenjar saliva,
29
menjadi merangsang kelenjar keringat. Meskipun Frey’s syndrome
tidak menyebabkan gangguan fisiologis yang berbahaya, namun
gejala kemerahan dan keringat berlebihan menyebabkan stres
psikologis dan sosial. 20
Hematoma
Hematoma mengenai 3 dari 26 pasien. Terjadi karena
blokade drainase sehingga pada pasien post parotidektomi
dipasang drain untuk mencegah terjadinya hematoma.
2.2.9 Prognosis
Prognosis pada tumor maligna sangat tergantung pada histologi,
perluasan lokal dan besarnya tumor dan jumlah metastasis kelenjar leher.
Jika sebelum penanganan tumor maligna telah ada kehilangan fungsi saraf,
maka prognosisnya lebih buruk. Untuk tumor maligna, pengobatan dengan
eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar 50%, bahkan
pada keganasan dengan derajat tertinggi. Ketahanan hidup 5 tahun kira-
kira 5%, namun hal ini masih tetap tergantung kepada histologinya.12,13,15
Faktor prognostik rendah termasuk keganasan kelas tinggi,
keterlibatan saraf, penyakit stadium lanjut, usia lanjut, rasa sakit yang
terkait, metastasis getah bening regional node, metastasis jauh, dan
akumulasi p53 atau-erbB2 c oncoproteins. Meskipun pernyataan
menyangkut kelangsungan hidup sulit dibuat karena berbagai macam jenis
histologis, 20% dari semua pasien akan berkembang menjadi metastasis
jauh. Metastasis jauh menandakan prognosis buruk, dengan kelangsungan
hidup rata-rata 4,3-7,3 bulan. Secara keseluruhan 5-tahun kelangsungan
hidup untuk semua tahap dan jenis histologis adalah sekitar 62%-72%.
Kelangsungan hidup 5 tahun secara keseluruhan untuk penyakit berulang
adalah sekitar 37%. Karena risiko kekambuhan, semua pasien yang
menderita tumor kelenjar ludah histologi yang terbukti ganas harus di
kontrol seumur hidup.12,13,15
2.2.10 Kontrol
30
Pengawasan harus terus tanpa batas waktu, sebagai kekambuhan lokal
atau metastasis jauh dapat menjadi jelas bertahun-tahun setelah pengobatan
awal. Pasien harus menjalani pemeriksaan fisik secara menyeluruh setiap 3
bulan selama 2 tahun, setiap 6 bulan selama 3 tahun, kemudian setiap tahun
setelahnya. Tes fungsi hati dan rontgen dada harus diperoleh setiap tahun.9,13,16
31
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama : Ny. NM
Umur : 41 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Bilalang 1
Agama : Kristen Protestan
Suku/Bangsa : Minahasa/Indonesia
B. Anamnesis
Keluhan Utama :
Benjolan di bawah telinga kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Penderita datang dengan keluhan terdapat benjolan di bawah telinga kiri.
Benjolan di bawah telinga kiri dialami penderita sejak kurang lebih 1
tahun sebelum masuk rumah sakit. Awalnya benjolan hanya sebesar biji
jagung, namun lama kelamaan benjolan mulai membesar sampai sebesar
telur ayam. Penderita mengaku tidak terasa nyeri, tidak merah, tidak terasa
hangat pada benjolan tersebut. Demam (-), mual (-), muntah (-), sulit
menelan (-), penurunan nafsu makan (-), buang air besar normal, buang air
kecil normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyatakan belum pernah mengalami gejala seperti ini
sebelumnya. Riwayat hipertensi, DM, ginjal, jantung, paru, asam urat,
kolestrol disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Hanya pasien yang menderita sakit seperti ini.
32
Riwayat Sosial
Riwayat alkohol dan merokok (-)
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : TD : 120/80 mmH
N : 78 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36,6 oC
2. Status Generalis
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-
Pupil kanan/kiri : bulat isokor, diameter 3mm/3mm
Lidah : beslag (-)
Gigi : caries (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Dada : simetris
Jantung : BJ I-II Normal, bising (-)
Paru-paru : Sp. vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : cembung, bunyi usus (+) normal, NT (-), hepar dan
lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
3. Status Lokalis
Regio Parotis Sinistra
o Inspeksi : tampak benjolan berbentuk oval dengan ukuran ± 4 cm x
5 cm, benjolan berwarna sama seperti kulit sekitar.
o Palpasi : nyeri tekan (-), konsistensi kenyal, terkesan mobile.
Intraoral
o Pendesakan tonsil/uvula (-)
33
Pemeriksaan N. VII
o Dalam batas normal
Gambar 10. Pasien Pre Operasi
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
MCH : 27,1
MCHC : 32,6
MCV : 83,2
Leukosit : 5.700
Eritrosit : 5,05
Hb : 13,7g/dl
Ht : 42%
Trombosit : 261.000
GDS : 91
Cr : 1
Ur : 14
SGOT : 18
SGPT : 14
34
Na : 145
K : 4,07
Cl : 110.9
2. FNAB
Hasil FNAB tanggal 18 Desember 2014 : Adenoma pleomorfik
kelenjar parotis.
E. Resume Masuk
Penderita perempuan umur 41 tahun masuk rumah sakit tanggal 20
Desember 2014, dengan keluhan benjolan di telinga kiri bawah sejak kira-
kira 1 tahun sebelum masuk Rumah Sakit. Benjolan perlahan-lahan
semakin membesar hingga sebesar telur ayam. Sampai saat ini penderita
tidak pernah merasa nyeri di benjolan tersebut baik saat ditekan maupun
tidak. Benjolan tidak merah dan tidak terasa hangat. Demam (-), mual (-),
muntah (-), sulit menelan (-), penurunan nafsu makan (-), buang air besar
normal, buang air kecil normal. Pada pemeriksaan fisik didapati keadaan
umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
78 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 36,6 oC. Status generalis dalam
batas normal. Status lokalis didapatkan pada regio parotis yaitu tampak
benjolan ukuran kira-kira 5x4cm di bawah telinga kiri, berwarna sama
seperti kulit sekitar. Benjolan tidak ada nyeri tekan, konsistensi kenyal,
kesan mobile. Pada pemeriksaan intraoral tidak tampak pendesakan
tonsil/uvula. Pemeriksaan N. VII dalam batas normal.
E. Diagnosa Klinis
Tumor parotis sinistra
F. Terapi
Rencana superfisial parotidectomy
G. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia et bonam
Quo ad fungtionam : Bonam
35
Laporan Operasi 23 Desember 2014
Operasi terencana dilakukan pada tanggal 23 Desember 2014 di
kamar operasi Instalasi Bedah Sentral BLU RS.Prof.R.D.Kandou Manado
dengan operator dr. Nico Lumintang, SpB(K)-KL, asisten I dr. Billy,
asisten II dr. Fernando, asisten III dr. Sendi, ahli anestesi dr. Harold
Tambayong Sp.An, perawat instrumen brur Paris, perawat anestesi Brur
Hardi. Diagnosis pra-bedah adalah tumor parotis sinistra dan jenis operasi
yang dilakukan adalah parotidektomi superfisial. Operasi berlangsung
selama 4 jam 25 menit, muali jam 09.35 WITA sampai jam 14.00 WITA
Jalannya operasi :
- Pasien tidur terlentang dalam general anestesi, kepala miring ke kanan.
- Asepsis dan antisepsis lapangan operasi
- Insisi modified redon dari tepi anterior telinga kiri mengitari lobus
telinga, kemudian ke arah patero kaudal dan turun kearah superior
cervical crease 2 cm di bawah angulus mandibula lalu kearah cartilago
hioid lalu diperdalam sampai fascia parotideomaseterika, kemudian
dibuat flap ke medial dan lateral.
- Diidentifikasi N. aurikularis magnus, N Facialis
- Kemudian dilakukan eksisi tumor parotis lobus superficial, kontrol
perdarahan, cuci luka dengan NaCl 0,9%.
- Pasang reda drain.
- Luka dijahit lapis demi lapis sampai selesai
- Operasi selesai
36
Gambar 11. Pengangkatan tumor parotis di ruang operasi
Instruksi post operasi:
IVFD RL : D5% 1:4 28 gtt/menit
Cefazoline inj 2x1 gr IV (ST)
Ranitidin inj 2x1 amp IV
Ketorolac inj 3x1 amp IV
Cek DL 2 jam post OP
Setelah sadar penuh penderita boleh minum sedikit-sedikit
37
Gambar 12. Foto pasien setelah dioperasi
Follow up post operasi
24 Desember 2014
Anamnesis
Nyeri luka post operasi
38
Keluhan utama : Sadar penuh
Pemeriksaan Fisik
KU :
Kesadaran :
Tekanan darah :
Nadi :
Respirasi :
Suhu :
Drain:
Cukup
CM
125/73 mmHg
78 x/m
22 x/m
36,8 0C
25 cc / 8 jam
Diagnosis Post superficial parotidectomy ec tumor
parotis Hr 1
Terapi IVFD RL :D5% 2:2 = 28 gtt.mnt
Cefazolin 2x1 gr IV
Ketorolac 3x1 IV
Ranitidin 3x1 IV
Pertahankan drain
Boleh minum bertahap
25 Desember 2014
Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri luka post operasi
Pemeriksaan Fisik
KU :
Kesadaran :
Cukup
CM
39
Tekanan darah :
Nadi :
Respirasi :
Suhu :
Drain:
120/80 mmHg
80 x/m
22 x/m
36,6 0C
± 10 cc/24 jam
Diagnosis Post superficial parotidectomy ec tumor
parotis Hr 2
Terapi IVFD RL :D5% 2:2 = 28 gtt.mnt
Cefazolin 2x1 gr IV
Ketorolac 3x1 IV
Ranitidin 2x1 IV
Diet bubur
Pertahankan drain
Rawat luka
26 Desember 2014
Anamnesis
Keluhan utama :Nyeri luka post operasi ↓
Mengerutkan dahi (+)
Menutup kedua mata (+)
Menggembungkan pipi (+)
Pemeriksaan Fisik
KU :
Kesadaran :
Tekanan darah :
Nadi :
Cukup
CM7
120/80 mmHg
80 x/m
22 x/m
40
Respirasi :
Suhu :
36,5 0C
Diagnosis Post superficial parotidectomy ec tumor
parotis H 3
Terapi IVFD RL :D5% 2:2 = 28 gtt.mnt
Cefazolin 2x1 gr IV
Ketorolac 3x1 IV
Ranitidin 2x1 IV
Rawat luka
27 Desember 2014
Anamnesis
Keluhan utama :Tidak ada
Pemeriksaan Fisik
KU :
Kesadaran :
Tekanan darah :
Nadi :
Respirasi :
Suhu :
Cukup
CM7
120/80 mmHg
80 x/m
22 x/m
36,5 0C
Diagnosis Post superficial parotidectomy ec tumor
parotis H 4
Terapi Cefazolin 2x1 gr IV
Rawat luka
Diet bubur
41
28 Desember 2014
Anamnesis
Keluhan utama :Tidak ada
Pemeriksaan Fisik
KU :
Kesadaran :
Tekanan darah :
Nadi :
Respirasi :
Suhu :
Cukup
CM7
120/80 mmHg
80 x/m
22 x/m
36,4 0C
Diagnosis Post superficial parotidectomy ec tumor
parotis H 5
Terapi Cefixime 2x1
Rawat luka
Rawat jalan
42
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien berjenis kelamin perempuan berumur 41 tahun. Sesuai dengan
tinjauan pustaka insidensi perempuan 1.00 kasus per 100.000 perempuan
dibandingkan dengan laki-laki 1.41 per 100.000 laki-laki. Tumor parotis bisa
mengenai semua umur, namun kebanyakan pasien didiagnosis pada usia >64
tahun. Baik adenoma pleomorfik maupun adenoid kistik karsinoma, insiden
keduanya dapat terjadi pada semua umur.
Pasien datang dengan keluhan benjolan dibawah telinga kiri sejak ± 1
tahun SMRS yang semakin hari semakin membesar. Pada kasus ini, dicurigai
tumor berasal dari kelenjar parotis karena terletak di bawah telinga, dibawah
meatus akustik eksternus diantara mandibula dan otot sternokleidomastoideus.
Adenoma pleomorfik merupakan tumor tersering pada kelenjar liur dan paling
sering terjadi pada kelenjar parotis, sedangkan adenoid kistik karsinoma yang
jarang biasanya terjadi pada kelenjar liur mayor ataupun minor. Pasien tidak
mengeluh nyeri, nyeri biasanya dirasakan pada pasien yang mengalami keganasan
tumor parotis. Pada adenoid kistik karsinoma biasanya tidak ada keluhan nyeri
43
pada lesi yang dini karena pertumbuhannya yang lambat. Benjolan awalnya kecil,
kira-kira sebesar kelereng, makin lama makin membesar, menjadi sebesar telur
puyuh, menunjukkan bahwa adanya progresivitas dari sel tumor namun. Benjolan
tidak terasa hangat, tidak memerah, tidak demam, menunjukkan bahwa ini bukan
reaksi peradangan/inflamasi. Keluhan lain seperti bibir mencong, muka asimetris,
dan sulit menutup mata tidak ada, hal ini berarti tidak ada keterlibatan nervus
fasialis yang biasanya terjadi pada keganasan tumor parotis. Benjolan di leher dan
di tempat lain juga disangkal, hal ini menunjukkan tidak adanya metastasis ke
kelenjar limfe dan di organ jauh.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada regio parotis sinistra terdapat
benjolan, soliter, berwarna sama seperti kulit sekitar, ukuran 5x4cm, konsistensi
kenyal, tidak nyeri, kesan mobile. Tumor parotis pada umumnya hanya berupa
benjolan soliter. Konsistensinya kenyal padat/kistik, permukaan licin, berbatas
tegas, tampak berkapsul, tidak nyeri, dapat digerakkan, dan ukuran terbesarnya
jarang melebihi 6 cm merupakan ciri-ciri adenomapleomorfik. Dari pemeriksaan
neurologis tidak didapatkan parese nervus VII, VII, IX, X, XII, dan XII, hal ini
menunjukkan bahwa lobus profunda tidak terlibat.
Dari pemeriksaan FNAB didapatkan hasil adenoma pleomorfik. Sesuai
dengan kepustakaan, kelainan ini paling sering pada daerah parotis, dimana
tampak sebagai pembengkakan tanpa nyeri yang bertahan untuk waktu lama di
daerah depan telinga atau daerah kaudal kelenjar parotis.11
Kemudian pasien direncanakan terapi operatif berupa parotidektomi, saat
intraoperatif didapatkan tumor berasal dari lobus superfisial sehingga akhirnya
dilakukan parotidektomi superfisial. Lalu dipasang drain untuk mengalirkan darah
dan cairan post op. Prognosis adenoma pleomorfik adalah sempurna, dengan
angka kesembuhan mencapai 96 %
Pada follow up tidak didapatkan gangguan motorik pada pasien. Hal ini
menunjukkan pasien tidak mengalami komplikasi. Hasil pemeriksaan patologi
anatomi juga menunjukkan adenoma pleomorfik. Hal ini sesuai dengan
pemeriksaan sebelumnya dengan menggunakan FNAB.
44
BAB V
KESIMPULAN
Kelenjar parotis adalah kelenjar liur yang berpasangan, berjumlah
2.Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur yang terbesar.Tumor pada ini relatif
jarang terjadi, persentasenya kurang dari 3% dari seluruh keganasan pada kepala
dan leher.Keganasan pada tumor kelenajar liur berkaitan dengan paparan radiasi,
faktor genetik, dan karsinoma pada dada. Sebagian besar tumor pada kelenjar liur
terjadi pada kelenjar parotis, dimana 75% - 85% dari seluruh tumor berasal dari
parotis dan 80% dari tumor ini adalah adenoma pleomorphic jinak (benign
pleomorphic adenomas).
Tumor kelenjar parotis baik itu jinak atau ganas akan muncul sebagai
suatu massa berbentuk soliter, berkembang diantara sel-sel pada kelenjar yang
terkena. Pertumbuhan yang cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan
dengan perubahan ke arah keganasan, tetapi bukan sebagai alat diagnostik.
Keterlibatan saraf fasialis (N.VII) umumnya sebagai indikator dari
keganasan,walaupun gejala ini hanya nampak pada 3% dari seluruh tumor parotis
dan prognosisnya buruk.
45
Keganasan pada kelenjar liur sebagian besar asimtomatik, tumbuhnya
lambat, dan berbentuk massa soliter. Rasa sakit didapatkan hanya 10-29% pasien
dengan keganasan pada kelenjar parotisnya.Rasa nyeri yang bersifat episodik
mengindikasikan adanya peradangan atau obstruksi daripada akibat dari
keganasan itu sendiri.Massa pada kelenjar liur yang tidak nyeri dievaluasi dengan
aspirasi menggunakan jarum halus (Fine Needle Aspiration) atau
biopsi.Pencitraan menggunakan CT-Scan dan MRI dapat membantu.Untuk tumor
ganas, pengobatan dengan eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan
sekitar 50%, bahkan pada keganasan dengan derajat tertinggi.
Untuk terapi dilakukan reseksi tergantung dari stadiumnya.Terapi
tambahan berupa radiasi pasca operasi atau kemoterapi dapat diberikan dengan
mempertimbangkan resiko-resiko yang harus dihadapi nantinya.Untuk tumor
maligna, pengobatan dengan eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan
sekitar 50%, bahkan pada keganasan dengan derajat tertinggi.Untuk prognosis
sesudah terapi adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal kurang dari 1%
kasus.Namun, jika tumor benigna tidak diangkat secara luas, sering timbul residif
lokal.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong W. Tumor Kelenjar Liur. Dalam : R Samsuhidajat, Warko
Karnadihardja, Theddeus OH Prasetyono, Reno Rudiman, editor. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2007. h. 469-70.
2. F Christopher Holsinger, Dana T Bui. Anatomy, Function, and
Evaluation of Salivary Glands. In: Myers EN, Ferris RL editors.
Salivary Gland Disorders. Springer: Berlin; 2007. h 1-14.
3. Susan, Standring. Grays Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical
Practise. USA: Elsevier; 2005. h. 515-18.
4. Arthur C Guyton, John E Hall. Fungsi Sekresi dari Saluran Pencernaan.
Dalam : Luqman Yanur Rachman, Huriawati hartanto, Andita Novrianti,
Nanda Wulandari, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2007. h. 1013-14.
5. William F Ganong. Fungsi Endokrin Pankreas & Pengaturan
Metabolisme Karbohidrat. Dalam: M Djauhari Widjajakusumah, editor.
47
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta; 2002. h. 320-39.
6. Satish Keshav. In: The Gastrointestinal System At A Glance. Australia:
Blackwell Science Ltd; 2004. h. 14-15.
7. Vinay Kumar, Ramzi S Cotran, Stanley L Robbins. Pankreas. Dalam:
Huriawati Hartanto, Nurwani Darwaniah, Nanda Wulandari, editor.
Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta; 2007. h. 711-16.
8. Kimberley Ho, Helen Lin, David K Ann, Peiguo G Chu, Yun Yen. An
Overview of The Rare Parotid Gland Cancer. Head & Neck Onconlogy
2011. h. 1-7.
9. Mulholland dkk. Greenfield's Surgery: Scientific Principles and
Practice. Edisi 4. Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
10. Shu, Xiaochen; Ahlbom, Anders; Feychting, Maria. Incidence Trends of
Malignant Parotid Gland Tumors in Swedish and Nordic Adults 1970 to
2009.Epidemiology: September 2012. Volume 2. h. 766-67.
11. C Ungari, F Paparo, W Colangeli, G Iannetti. Parotid Glands Tumours:
Overview Of A 10-Years Experience With 282 Patients, Focusing On
231 Benign Epithelial Neoplasms. European Review for Medical and
Pharmacological Sciences 2008; 12: h. 321-325.
12. Claudia-Patricia Mejía-Velázquez, Marco-Antonio Durán-Padilla, Erick
Gómez-Apo, Daniel Quezada- Rivera, Luis-Alberto Gaitán-Cepeda.
Tumors of the salivary gland in Mexicans. A re-trospective study of 360
cases. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2012 Mar 1;17 (2): h. 183-9.
13. Edge SB, Byrd DR, Compton CC, et al., eds.: AJCC Cancer Staging
Manual. 7th ed. New York: Springer; 2010. h. 79-86.
14. A Mag, S Cotulbea, S Lupescu, H tefãnescu, C Doros, et al. Parotid
Gland Tumors. Journal of Experimental Medical and Surgical Research
2010; 4: 259-63.
15. Albar, Zafiral Azdi. Protokol PERABOI 2003 edisi 1 Cetakan 1.
Bandung : 2004
48
16. Ali SN, et al. diagnostic accuracy of fine needle aspiration cytology in
parotid lesion. International Scholarly Research Network. Volume 2011.
17. Moonis G. Et al. Imaging Characteristic of Recurrent Pleomorphic
Adenoma of the Parotid Gland. Am J Neuroradiol 2007; 105: h. 1532-
36. `
18. Scott, Vanderheiden. ed. Malignant Parotid Tumor Imaging. Emedicine
2011 may 27.
19. Jeannon JP, Calman F, Gleeson M, et al; Management of advanced
parotid cancer. A systematic review. Eur J Surg Oncol 2008 Nov 20.
20. Samson NG, Cathy Torjek, Allan Hovan. Management of Frey
Syndrome Using Botulinum Neurotoxin: A Case Report. CJDA
November 2009; 75: h. 651-54.
21. Lumongga F. Temuan Kasus-kasus Yang Didiagnosa Secara
Histopatologi Sebagai Cylindroma Sejak 1 Januari 1997-31 Oktober
2007. 2008. (diakses 22 Mei 2013). Tersedia
dari
:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2046/1/09E01468.pdf
49
50
LAMPIRAN
HASIL PATOLOGI ANATOMI DARI TUMOR PAROTIS
51