14
TONSILEKTOMI Definisi Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina. Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal. Indikasi Indikasi Tonsilektomi Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yanglebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. Untuk keadaan emergensi seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudahtidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergensi dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi. Indikasi Absolut

TONSILEKTOMI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TONSILEKTOMI

TONSILEKTOMI

Definisi

Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina.

Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring

yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.

Indikasi

Indikasi Tonsilektomi

Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif

dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk

terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yanglebih utama adalah obstruksi saluran

napas dan hipertrofi tonsil.

Untuk keadaan emergensi seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi

sudahtidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada

keadaan non emergensi dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan.

Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan

tonsilektomi.

Indikasi Absolut

a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkanobstruksi saluran napas, disfagia berat,gangguan

tidur dan komplikasi kardiopulmoner.

b. Abses peritonsil yang tidak membaik denganpengobatan medis dan drainase.

c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.

d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi

Indikasi Relatif

Page 2: TONSILEKTOMI

a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil pertahun dengan terapi antibiotik adekuat.

b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis.

c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan

pemberian antibiotik β-laktamase resistenPada keadaan tertentu seperti pada

absesperitonsilar (Quinsy), tonsilektomi dapatdilaksanakan bersamaan dengan insisi

abses.

Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah

mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanyasebagai kandidat. Dugaan keganasan

dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi. Tetapi hanya

sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi tersebut,kebanyakan karena

infeksi kronik. Akan tetapi semua bentuk tonsilitis kronik tidak sama, gejala dapat sangat

sederhana seperti halitosis, debriskriptus dari tonsil (“cryptic tonsillitis”) dan pada keadaan

yang lebih berat dapat timbul gejala seperti nyeri telinga dan nyeri atau rasa tidak enak

ditenggorok yang menetap. Indikasi tonsilektomi mungkin dapat berdasarkan terdapat dan

beratnya satu atau lebih dari gejala tersebut dan pasien seperti ini harus dipertimbangkan

sebagai kandidat untuk tonsilektomi karena gejala tersebut dapat mempengaruhi kualitas

hidup walaupun tidak mengancam nyawa.

Kontraindikasi

Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila

sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang

“manfaat dan risiko”. Keadaan tersebut adalah:

1. Gangguan perdarahan

2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat.

3. Anemia

4. Infeksi akut yang berat

Teknik Operasi Tonsilektomi

Page 3: TONSILEKTOMI

Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan pada abad 1 Masehi oleh

Cornelius Celsus di Roma dengan menggunakan jari tangan. Selama bertahun-tahun, berbagai

teknik dan instrumen untuk tonsilektomi telah dikembangkan. Sampai saat ini teknik

tonsilektomi yang optimal dengan morbiditas yang rendah masih menjadi kontroversi, masing-

masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak seperti kebanyakan operasi dimana

luka sembuh perprimam, penyembuhan luka pada tonsilektomi terjadi per sekundam.

Diskusi terkini dalam memilih jenis teknik operasi difokuskan pada morbiditas seperti

nyeri, perdarahan perioperatif dan pascaoperatif serta durasi operasi. Selain itu juga ditentukan

oleh kemampuan dan pengalaman ahli bedah serta ketersediaan teknologi yang mendukung.

Beberapa teknik dan peralatan baru ditemukan dan dikembangkan di samping teknik

tonsilektomi standar.

Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik

Guillotine dan diseksi.

1. Guillotine

Tonsilektomi cara guillotine dikerjakan secara luassejak akhir abad ke 19, dan dikenal

sebagai teknik yang cepat dan praktis untuk mengangkat tonsil.Namun tidak ada literatur

yang menyebutkan kapan tepatnya metode ini mulai dikerjakan. Tonsilotomi modern atau

guillotine dan berbagai modifikasinya merupakan pengembangan dari sebuah alat yang

dinamakan uvulotome. Uvulotome merupakan alat yang dirancang untuk memotong

uvula yang edematosa atau elongasi.

Laporan operasi tonsilektomi pertama dilakukan oleh Celcus pada abad ke-1, kemudian

Albucassis diCordova membuat sebuah buku yang mengulas mengenai operasi dan

pengobatan secara lengkap dengan teknik tonsilektomi yang menggunakan pisau seperti

guillotine. Greenfield Sluder padasekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20

merupakan seorang ahli yang sangat merekomendasikan teknik Guillotine dalam

tonsilektomi. Beliau mempopulerkan alat Sluder yang merupakan modifikasi alat

Guillotin.

Hingga kini, di UK tonsilektomi cara guillotine masih banyak digunakan. Hingga

dikatakan bahwa teknik Guillotine merupakan teknik tonsilketomi tertua yang masih

aman untuk digunakan hingga sekarang. Negara-negara maju sudah jarang yang

Page 4: TONSILEKTOMI

melakukan cara ini, namun di beberapa rumah sakit masih tetap dikerjakan. Di Indonesia,

terutama didaerah masih lazim dilakukan cara ini dibandingkan cara diseksi.

Kepustakaan lama menyebutkan beberapa keuntungan teknik ini yaitu cepat,

komplikasi anestesi kecil, biaya kecil.

2. Diseksi

Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Hanya sedikit

ahli THT yang secara rutin melakukan tonsilektomi dengan teknik Sluder. Di negara-

negara Barat, terutama sejak para pakar bedah mengenal anestesi umum dengan

endotrakeal pada posisi Rose yang mempergunakan alat pembuka mulut Davis, mereka

lebih banyak mengerjakan tonsilektomi dengan cara diseksi. Car aini juga banyak

digunakan pada pasien anak.

Walaupun telah ada modifikasi teknik dan penemuan peralatan dengan desain

yang lebih baik untuk tonsilektomi, prinsip dasar teknik tonsilektomi tidak berubah.

Pasien menjalani anestesi umum (general endotracheal anesthesia ). Teknik operas

imeliputi: memegang tonsil, membawanya ke garis tengah, insisi membran mukosa,

mencari kapsultonsil, mengangkat dasar tonsil dan mengangkatny adari fossa dengan

manipulasi hati-hati. Lalu dilakukan hemostasis dengan elektokauter atau ikatan.

Selanjutnya dilakukan irigasi pada daerah tersebut dengan salin.

 Bagian penting selama tindakan adalah memposisikan pasien dengan benar

dengan mouth gag  pada tempatnya. Lampu kepala digunakan oleh ahli bedah dan harus

diposisikan serta dicek fungsinya sebelum tindakan dimulai. Mouth gag diselipkan dan

bilah diposisikan sehingga pipa endotrakeal terfiksasi aman diantara lidah dan bilah.

Mouth gag 

paling baik ditempatkan dengan caramembuka mulut menggunakan jempol dan 2

jaripertama tangan kiri, untuk mempertahankan pipaendotrakeal tetap di garis tengah

lidah.

Mouth gag diselipkan dan didorong ke inferior dengan hati-hati agar ujung bilah tidak

mengenai palatum superior sampai tonsil karena dapat menyebabkan perdarahan. Saat

bilah telah berada diposisinya dan pipa endotrakeal dan lidah di tengah, wire bail   untuk

gigi atas dikaitkan ke gigi dan mouth gag  dibuka. Tindakan ini harus dilakukan dengan

Page 5: TONSILEKTOMI

visualisasi langsung untuk menghindarkan kerusakan mukosa orofaringeal akibat ujung

bilah. Setelah mouth gag  dibuka dilakukan pemeriksaan secara hati-hati untuk

mengetahui apakah pipa endotrakeal terlindungi adekuat, bibir tidak terjepit,sebagian

besar dasar lidah ditutupi oleh bilah dankutub superior dan inferior tonsil terlihat. Kepala

diekstensikan dan mouth gag  dielevasikan. Sebelum memulai operasi, harus dilakukan

inspeksi tonsil, fosa tonsilar dan palatum durum dan molle. Mouth gag  yang dipakai

sebaiknya dengan bilah yang mempunyai alur garis tengah untuk tempat pipa endotrakeal

( ring blade ). Bilah mouth gag  tersedia dalam beberapa ukuran. Anak dan dewasa

(khususnya wanita) menggunakan bilah no. 3 dan laki-laki dewasa memerlukan bilah no.

4. Bilah no. 2 jarang digunakan kecuali pada anak yang kecil. Intubasi nasal trakea lebih

tepat dilakukan dan sering digunakan oleh banyak ahli bedah bila tidak dilakukan

adenoidektomi.

 Berbagai teknik diseksi baru telah ditemukan dan dikembangkan disamping teknik

diseksi standar,yaitu:

1. Electrosurgery (Bedah listrik)

 Awalnya, bedah listrik tidak bisa digunakan bersama anestesi umum, karena mudah

memicu terjadinya ledakan. Namun, dengan makin berkembangnya zat anestetik yang

nonflammable dan perbaikan peralatan operasi, maka penggunaan teknik bedah listrik

makin meluas. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik

(energi radiofrekuensi) untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang

digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0.1 hingga 4 MHz.

Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi

saraf atau jantung. Pada teknik ini elektroda tidak menjadi panas, panas

dalam jaringan terbentuk karena adanya aliran baru yang dibuat dari teknik ini.

Teknik ini menggunakan listrik 2 arah (AC) dan pasien termasuk dalam jalur

listrik (electrical pathway). Teknik bedah listrik yang paling paling umum adalah

monopolar blade, monopolar suction,bipolar dan prosedur dengan bantuan

mikroskop. Tenaga listrik dipasang pada kisaran 10 sampai 40W untuk memotong,

menyatukan atau untuk koagulasi. Bedah listrik merupakan satu-satunya teknik yang

dapat melakukan tindakan memotong dan hemostase dalam satu prosedur. Dapat pula

digunakan sebagai tambahan pada prosedur operasi lain.

Page 6: TONSILEKTOMI

2. Radiofrekuensi

Pada teknik radiofrekuensi, elektroda disisipkan langsung ke jaringan. Densitas baru

di sekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuat kerusakan bagian jaringan

melalui pembentukan panas.Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yangrusak

mengecil dan total volume jaringanberkurang. Pengurangan jaringan juga dapat

terjadibila energi radiofrekuensi diberikan pada medium penghantar seperti larutan

salin. Partikel yang terionisasi pada daerah ini dapat menerima cukup energi untuk

memecah ikatan kimia di jaringan. Karena proses ini terjadi pada suhu rendah (400C-

700C), mungkin lebih sedikit jaringan sekitar yang rusak.

Alat radiofrekuensi yang paling banyak tersedia yaitu alat Bovie, Elmed Surgitron

system (bekerjapada frekuensi 3,8 MHz), the Somnus somnoplasty system (bekerja

pada 460 kHz), the Arthro Carecoblation system dan Argon plasma coagulators.

Dengan alat ini, jaringan tonsil dapat dibuang seluruhnya, ablasi sebagian atau

berkurang volumenya. Penggunaan teknik radiofrekuensi dapat menurunkan

morbiditas tonsilektomi. Namun masih diperlukan studi yang lebih besar dengan

desain yang baik untuk mengevaluasi keuntungan dan analisa biaya dari teknik ini.

3. Skalpel harmonik 

Skalpel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan

mengkoagulasikan jaringan dengan kerusakan jaringan minimal. Teknik ini

menggunakan suhu yang lebih rendah dibandingkan elektrokauter dan laser. Dengan

elektrokauter atau laser, pemotongan dan koagulasi terjadi bila temperatur sel cukup

tinggi untuk tekanan gas dapat memecah sel tersebut (biasanya 1500C-4000C),

sedangkan dengan skalpel harmonik temperatur disebabkan oleh friksi jauh lebih

rendah (biasanya 500C -1000C). Sistim skalpel harmonik terdiri atas generator 110

Volt, handpiece  dengan kabel penyambung, pisau bedah dan pedal kaki. Alatnya

memiliki 2 mekanisme memotong yaitu oleh pisau tajam yang bergetar dengan

frekuensi 55,5 kHz sejauh lebih dari 80 µm (paling penting), dan hasil dari

pergerakan maju mundur yang cepat dari ujung pemotong saat kontak dengan

jaringan yang menyebabkan peningkatan dan penurunan tekanan jaringan internal,

sehingga menyebabkan fragmentasi berongga dan pemisahan jaringan. Koagulasi

Page 7: TONSILEKTOMI

muncul ketika energi mekanik ditransfer kejaringan, memecah ikatan hidrogen tersier

menjadi protein denaturasi dan melalui pembentukan panas dari friksi jaringan

internal akibat vibrasi frekuensi tinggi. Skalpel harmonik memiliki beberapa

keuntungan dibanding teknik bedah lain, yaitu:

Dibandingkan dengan elektrokauter atau laser, kerusakan akibat panas minimal

karena prosesp emotongan dan koagulasi terjadi pada temperatur lebih rendah dan

charring, desiccation  (pengeringan) dan asap juga lebihsedikit. Tidak seperti

elektrokauter, scalpel harmonik tidak memiliki energi listrik yang ditransfer ke atau

melalui pasien, sehingga tidak ada stray  energi (energi yang tersasar) yangdapat

menyebabkan shock atau luka bakar.Dibandingkan teknik skalpel, lapangan bedah

terlihat jelas karena lebih sedikit perdarahan, perdarahan pasca operasi juga minimal.

Dibandingkan dengan teknik diseksi standar dan elektrokauter, teknik ini mengurangi

nyeri pascaoperasi.Teknik ini juga menguntungkan bagi pasien terutama yang tidak

bisa mentolerans ikehilangan darah seperti pada anak-anak,pasien dengan anemia

atau defisiensi faktor VIII dan pasien yang mendapatkan terapi antikoagulan.

4. Coblation

Teknik coblation juga dikenal dengan nama plasma- mediated tonsillar ablation,

ionised field tonsillar ablation; radiofrequency tonsillar ablation;

bipolar radiofrequency ablation; cold tonsillar ablation. Teknik ini menggunakan

bipolar electrical probe  untuk menghasilkan listrik radiofrekuensi (radiofrequency

electrical ) baru melalui larutan natrium klorida. Keadaan ini akan menghasilkan

aliran ion sodium yang dapat merusak jaringan sekitar. Coblation probe memanaskan

jaringan sekitar lebih rendah dibandingkan probe  diatermi standar (suhu 600C (45-

850C) dibanding lebih dari1000C).

National Institute for clinical excellence  menyatakan bahwa efikasi teknik coblation

sama dengan teknik tonsilektomi standar tetapi teknik ini bermakna mengurangi rasa

nyeri, tetapi komplikasi utama adalah perdarahan.

5. Intracapsular partial tonsillectomy 

Intracapsular tonsillectomy merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan

menggunakan mikrodebrider endoskopi. Meskipun mikrodebrider endoskopi bukan

merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat

Page 8: TONSILEKTOMI

lainyang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan

jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya. Pada tonsilektomi intrakapsular, kapsul

tonsil disisakan untuk menghindari terlukanya otot-otot faring akibat tindakan operasi

dan memberikan lapisan “pelindung biologis” bagi otot dari sekret. Hal ini akan

mencegah terjadinya perlukaan jaringan dan mencegah terjadinya peradangan lokal

yang menimbulkan nyeri, sehingga mengurangi nyeri pasca operasi dan mempercepat

waktu pemulihan. Jaringan tonsil yang tersisa akan meningkatkan insiden tonsillar

regrowth. Tonsillar regrowth  dan tonsilitis kronis merupakan hal yang perlu

mendapatperhatian khusus dalam teknik tonsilektomiintrakapsuler.

Tonsilitis kronis dikontraindikasikan untuk teknik ini. Keuntungan teknik ini

angka kejadian nyeri dan perdarahan pasca operasi lebih rendah disbanding

tonsilektomi standar. Tetapi masih diperlukan studi dengan desain yang baik untuk

menilai keuntungan teknik ini.

6. Laser (CO2-KTP)

Laser tonsil ablation  (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl

Phospote ) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Teknik ini

mengurangi volume tonsil. LTA dilakukan selama 15-20 menit dan dapat dilakukan

di poliklinik dengan anestesi lokal. Dengan teknik ini nyeri pascaoperasi minimal,

morbiditas menurun dan kebutuhan analgesia pascaoperasi berkurang. Tekhnik ini

direkomendasikan untuk tonsilitis kronik dan rekuren, sore throat  kronik, halitosis

berat atau obstruksi jalan nafas yang disebabkan pembesaran tonsil.

Penyulit

Berikut ini keadaan-keadaan yang memerlukan pertimbangan khusus dalam melakukan

tonsilektomi maupun tonsiloadenoidektomi pada anak dan dewasa:

 

1. Kelainan anatomi:

o Submucosal cleft palate (jika adenoidektomi dilakukan)

o Kelainan maksilofasial dan dentofasial

 

Page 9: TONSILEKTOMI

2. Kelainan pada komponen darah:

o Hemoglobin < 10 g/100 dl

o Hematokrit < 30 g%

o Kelainan perdarahan dan pembekuan(Hemofilia)

3. Infeksi saluran nafas atas, asma, penyakit paru lain

4. Penyakit jantung kongenital dan didapat (MSI)

5. Multiple Allergy

6. Penyakit lain, seperti

o Diabetes melitus dan penyulit metabolik lain

o Hipertensi dan penyakit kardiovaskular

o Obesitas, kejang demam, epilepsi