Upload
others
View
25
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN TONSILEKTOMI DENGAN KUALITAS HIDUP PADA
ANAK DI RUMAH SAKIT DETASEMEN KESEHATAN TENTARA
BANDAR LAMPUNG TAHUN 2018
(Skripsi)
Oleh
ABIMANYU DARMAWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
HUBUNGAN TONSILEKTOMI DENGAN KUALITAS HIDUP PADA
ANAK DI RUMAH SAKIT DETASEMEN KESEHATAN TENTARA
BANDAR LAMPUNG TAHUN 2018
Oleh
ABIMANYU DARMAWAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
Judul Skripsi
NarnaMahasiswa
No. PokokMahasiswa
Program Studi
Fakuttas
HUBUNGAI{ TONSILEKTON{I I}ENGAIYKUALITAS HIDT'P PADA ANAK DI RUMAIISAKIT DETASEMEN KESEHATAI\I TENTARABAI\IDAR LAMPT]NG TAI{T]N 2O1E
Abimanyu Darmawan
151801 I 157
Pendidikm Dokter
Kedokteran
MEI\TYETUJTII
Komisi Pembimbing$dr. Mtktlh Inrnto, S.Ked.,ll{"Kcs., qFIUI-IO dr- Merry Indrh
NIP 197S0227 2003121 002 NIP 19830524
MENGETAITUI
Kedolseran
S.Ked.,Il{.Med. Edr22402
SKM., M,Kes
Tim Penguji
Ketua
MENGESAHKAI\I
: dn Mukhlis Imantoo S.Kd., ll{.Kes., Sp.IHT-KL
\J\
('$
lVardani, SKM., M.Kes
Tanggal Lulus UjianSkripsi : 04 Juli 2019
w9742 2 00t
LEMBAR PERNYATAAI\
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
l. Skripsi dengan judul *H[rBUNGAht TONSILEKTOI{I DENGAI\I
KUALITAS HIDT]P PADA ANAK DI RI]]T{AH SAKIT DETASEMEN
KESEHATAI\I TENTARA BAI\IDAR LAMPITNG TAHIIN 2018' adalah
hasil karya saya sendiri dan bukanmerupakan penjiplakan atau pengutipan atas
karyapenulis lain dengan cara yang tidak sesuai tata etika ilmiah yang berlaku
dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiarisme.
2. Hak intelektual abs karya ihniah ini diserahkan sepenuhnya kepada
Universitas Lampung.
Atas pemyataan ini, apabila di kemudian hari tnrryata ditemukan adanya
ketidakbenaran, syo bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan
kepada saya.
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Abimanyu Darmawan, dilahirkan di Pringsewu pada hari
Minggu tanggal 9 Desember 1996 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari
pasangan Bapak dr. Rahmat Sukoco, M.Kes dan Ibu Parti Ningsih Dewi, S.S.T.
Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) diselesaikan di TK Baitul Salam
Pringsewu pada tahun 2003. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD
Xaverius Pringsewu pada tahun 2009. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) diselesaikan di SMP Xaverius Pringsewu pada tahun 2012 dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 2 Pringsewu pada tahun
2015.
Pada tahun 2015, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SBMPTN).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai kepala divisi organisasi di
organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
Kupersembahkan karya sederhana ini
kepada keluargaku tercinta Papa,
Mama, Kakak dan Adikku
Kesuksesan seseorang tidak dapat dinilai dengan angka
SANWACANA
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang. Berkat limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda
Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarganya, para sahabatnya, dan
umatnya.
Skripsi dengan judul “Hubungan Tonsilektomi dengan Kualitas Hidup pada Anak
Di Rumah Sakit Detasemen Kesehatan Tentara Bandar Lampung Tahun 2018”
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang baik secara
langsung maupun tak langsung berperan dengan memberikan dukungan,
bimbingan, kritik, dan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, antara lain
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Dr. Dyah Wulan S.R. Wardani, SKM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung;
3. dr. Mukhlis Imanto, M. Kes., Sp. THT-KL., selaku Pembimbing I atas
kesediaannya meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk memberikan
bimbingan, ilmu, kritik, saran, nasihat serta memberikan dorongan kepada
peneliti selama penyelesaian skripsi ini;
4. dr. Merry Indah Sari, M. Med. Ed., selaku Pembimbing II atas kesediaannya
meluangkan waktu, tenaga, pikiran serta selalu memberikan masukan, kritik,
saran dan nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. Dr. dr. TA Larasati, M.Kes., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi ini yang
telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran serta memberikan ilmu,
masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
6. dr. A. Fauzi, M.Kes, Epid, Sp.OT., selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan saran akademik hingga akhir semester ini selama penulis
menjalankan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;
7. Seluruh dosen dan staf karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
yang telah membimbing dan berjasa selama penulis menjalankan studinya di
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;
8. Kedua orang tua saya yang tercinta; Ayahanda dr. Rahmat Sukoco, M.Kes.,
dan Ibunda Parti Ningsih Dewi, S.S.T. yang telah merawat saya dengan penuh
kasih sayang, memberikan pelajaran berharga, dan selalu sabar atas segala
perbuatan penulis. Terima kasih telah menjadi orang tua terbaik yang dimiliki
oleh penulis dan selalu menyebut nama penulis dalam doa yang tidak ada
hentinya hingga bisa sampai pada tahap ini;
9. Kakakku tercinta dr. Army Setia Kusuma, S.ked yang telah menjadi Kakak
yang baik dan bisa membantu penulis di berbagai macam situasi dalam
menyelesaikan studinya di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;
10. Seluruh keluarga besar lainnya yang mungkin tidak bisa penulis ucapkan satu
persatu, terima kasih selalu mendoakan dan memberikan dukungan dalam
berbagai macam hal kepada penulis;
11. Febri Nadyanti, yang selalu sabar dan mendoakan penulis agar sukses
kedepannya. Semoga selalu diberikan kesehatan oleh Allah SWT;
12. Seluruh responden Rumah Sakit Detasemen Kesehatan Tentara Bandar
Lampung yang telah membantu terselesaikannya penelitian penulis;
13. Agung Satria, yang telah membantu penulis melakukan penelitian;
14. Sukma, Andhikayuda, Kesumayuda, Thoriq, Reandy, Sany, Farhandika,
Ghalib, Mufid, Ndon, Aslam dan teman-teman lainnya yang telah menemani
hari-hari penulis selama masa perkuliahan;
15. Erwin, Dian, Hassan, Agung, Riski, Reynal, Havi, Tagor, Wisnu, Deska dan
teman-teman lainnya yang telah menemani hari-hari penulis di Sekolah
Menengah Atas;
16. Teman sejawat 2015, ENDOM15IUM yang tidak bias disebutkan satu persatu.
Terima kasih atas segala suka duka, motivasi dan kebersamaannya selama 3,5
tahun ini;
17. Seluruh keluarga Dewan Perwakilan Mahasiswa yang telah membantu
penyelesaian skripsi ini;
18. Dan semua pihak yang turut berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas segala
kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Akan tetapi, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Semoga segala perhatian, kebaikan, dan keikhlasan yang
diberikan selama ini mendapat balasan dari Allah SWT.
Bandar lampung, Juli 2019
Penulis,
Abimanyu Darmawan
ABSTRACT
RELATION OF TONSILLECTOMY WITH QUALITY OF LIFE IN
CHILDREN AT THE DETASEMEN KESEHATAN TENTARA
HOSPITAL BANDAR LAMPUNG IN 2018
By
ABIMANYU DARMAWAN
Background: An important requirement of medicine is the assessment of patient
benefit or change in health status resulting from medical or surgical intervention.
Tonsillectomy is a commonly performed surgery in children with chronic
tonsillitis. Its indications and benefits have been documented in the literature but
to the best of our knowledge, there have been no Bandar Lampung studies to
measure the quality of life in children with tonsillectomy.
Objective: The aim of this study is to determine the relationship of tonsillectomy
with quality of life in children at the Hospital Detasemen Kesehatan Tentara
Bandar lampung in 2018.
Methods: This study used 44 respondents who had tonsillectomy and no
tonsillectomy. Primary data was taken using PedsQL questionnaire to measure the
quality of life of children who had tonsillectomy and no tonsillectomy, then
secondary data were tonsillectomy and no tonsillectomy using medical records.
The data is processed and analyzed by the program in the computer.
Results: Data were tested by chi square, then the results were found that most of
tonsillectomy patients have good quality of life with a percentage of 77,3%
compared to those without tonsillectomy with a percentage of 31,8%. Statistically,
the result of bivariate analysis showed the variable had a relation with p
value=0,006 and Odds ratio (OR) 7,286 (CI 95% 1,905-27,861).
Conclusion: There was a relationship between tonsillectomy and quality of life in
children at the Hospital Detasemen Kesehatan Tentara Bandar lampung in 2018.
Keywords: tonsillitis chronic, tonsillectomy, quality of life.
ABSTRAK
HUBUNGAN TONSILEKTOMI DENGAN KUALITAS HIDUP PADA
ANAK DI RUMAH SAKIT DETASEMEN KESEHATAN TENTARA
BANDAR LAMPUNG TAHUN 2018
Oleh
ABIMANYU DARMAWAN
Latar belakang: Persyaratan terpenting dalam pengobatan yaitu penilaian
manfaat pasien atau perubahan status kesehatan yang dihasilkan dari intervensi
medis atau bedah. Tonsilektomi merupakan operasi yang biasa dilakukan pada
anak-anak dengan tonsilitis kronis. Indikasi dan manfaatnya telah di
dokumentasikan dalam literatur, tetapi sejauh pengetahuan peneliti belum ada
penelitian di Bandar Lampung untuk mengukur kualitas hidup pada anak dengan
tonsilektomi.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tonsilektomi
dengan kualitas hidup pada anak di Rumah Sakit Detasemen Kesehatan Tentara
Bandar Lampung Tahun 2018.
Metode: Penelitian ini menggunakan 44 responden yang telah dilakukan
tonsilektomi dan tidak tonsilektomi. Data primer diambil menggunakan kuesioner
PedsQL untuk mengukur kualitas hidup anak yang dilakukan tonsilektomi dan
tidak tonsilekomi, kemudian data sekunder yaitu tonsilektomi dan tidak
tonsilektomi menggunakan rekam medis. Data tersebut diolah dan dianalisis oleh
program di komputer.
Hasil: Data diuji dengan chi square, kemudian didapatkan hasil bahwa sebagian
besar anak yang dilakukan tonsilektomi mempunyai kualitas hidup baik dengan
persentase sebesar 77,3% dibandingkan yang tidak tonsilektomi dengan
persentase sebesar 31,8%. Secara statistik, hasil analisis bivariat menunjukkan
terdapat hubungan dengan p-value = 0,006 dan nilai Odds ratio (OR) adalah 7,286
(IK 95% 1,905-27,861).
Simpulan: Terdapat hubungan antara tonsilektomi dengan kualitas hidup pada
anak di Rumah Sakit Detasemen Kesehatan Tentara Bandar Lampung Tahun
2018.
Kata Kunci: kualitas hidup, tonsilektomi, tonsilitis kronis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................. 5
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5
1.4.1 Peneliti ............................................................................................. 5
1.4.2 Institusi ............................................................................................. 5
1.4.3 Masyarakat....................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7
2.1 Tonsil .......................................................................................................... 7
2.1.1 Anatomi Tonsil ................................................................................. 7
2.1.2 Imunologi Tonsil .............................................................................. 10
2.2 Tonsilitis ..................................................................................................... 12
2.2.1 Definisi Tonsilitis ............................................................................. 12
2.2.2 Etiologi ............................................................................................. 13
2.2.3 Patogenesis ....................................................................................... 14
2.2.4 Faktor Risiko Tonsilitis .................................................................... 15
2.2.5 Manifestasi Klinis Tonsilitis ............................................................ 16
2.3 Tonsilektomi ............................................................................................... 17
2.3.1 Definisi Tonsilektomi ....................................................................... 17
2.3.2 Indikasi Tonsilektomi ....................................................................... 18
2.3.3 Kontraindikasi Tonsilektomi ............................................................ 19
2.3.4 Komplikasi ....................................................................................... 20
2.4 Kualitas Hidup ............................................................................................ 20
2.4.1 Definisi Kualitas Hidup .................................................................... 20
2.4.2 Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQL) .................................. 21
2.5 Hubungan Tonsilektomi dengan Kualitas Hidup ....................................... 24
2.6 Kerangka Teori ........................................................................................... 25
2.7 Kerangka Konsep ....................................................................................... 26
2.8 Hipotesa ...................................................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 27
3.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 27
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 28
3.3 Subjek Penelitian ....................................................................................... 28
3.3.1 Populasi Penelitian ........................................................................... 28
3.3.2 Sampel Penelitian ............................................................................. 29
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian ................................................................. 31
3.3.1 Variabel Bebas ................................................................................. 31
3.3.2 Variabel Terikat ................................................................................ 31
3.5 Definisi Operasional .................................................................................. 31
3.6 Instrumen, Teknik Pengambilan Data, dan Alur Penelitian ...................... 32
3.6.1 Instrumen Penelitian ......................................................................... 32
3.6.2 Teknik Pengambilan Data ................................................................ 34
3.6.3 Alur Penelitian .................................................................................. 34
3.7 Pengolahan dan Analisis Data .................................................................... 35
3.7.1 Pengolahan Data ............................................................................... 35
3.7.2 Analisis Data .................................................................................... 36
3.8 Etika Penelitian ........................................................................................... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 38
4.1 Gambaran Umum Penelitian ..................................................................... 38
4.2 Hasil Penelitian .......................................................................................... 39
4.2.1 Analisis Univariat ............................................................................. 39
4.2.2 Analisis Bivariat ............................................................................... 41
4.3 Pembahasan ............................................................................................... 43
4.3.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia dan Jenis kelamin .............. 43
4.3.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kualitas Hidup ........................... 45
4.3.3 Hubungan Tonsilektomi Dengan Kualitas Hidup ............................ 47
4.4 Kelemahan................................................................................................. 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 52
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 52
5.2 Saran .......................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 54
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Definisi Operasional Variabel ........................................................................... 31
2. Distribusi Frekuensi Usia .................................................................................. 39
3. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin .................................................................. 39
4. Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup ................................................................. 40
5. Hubungan Tonsilektomi dengan Kualitas Hidup pada Anak ............................ 42
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Anatomi Tonsil ................................................................................................. 7
2. Kerangka Teori.................................................................................................. 25
3. Kerangka Konsep .............................................................................................. 26
4. Skema Alur Penelitian....................................................................................... 34
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Persetujuan Etik
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 Informed Consent
Lampiran 4 Lembar Kuesioner PedsQL
Lampiran 5 Data Penelitian
Lampiran 6 Hasil Analisis Data Penelitian
Lampiran 7 Dokumentasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tonsilitis kronis merupakan pembengkakan dan peradangan pada tonsil yang
disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A Streptococcus beta hemolitikus,
namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau infeksi virus.
Tonsilitis kronis terjadi pada pasien usia berapapun akan tetapi, banyak
ditemui pada anak-anak hingga remaja. Tonsilitis kronis menempati
peringkat kedua tertinggi untuk penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan di
Indonesia. Secara global, tonsilitis yang menjadi masalah kesehatan adalah
tonsilitis kronis yang dapat menyebabkan apneu obstruksi saat tidur dengan
hipoksia ringan sampai berat. Gejala yang dapat ditemui pada anak berupa
mengantuk di siang hari, perhatian kurang, kegelisahan, penurunan fungsi
intelektual, dan berkurangnya prestasi belajar. Hal ini disebabkan oleh infeksi
saluran nafas atas yang tidak mendapatkan terapi yang adekuat (Fakh,
Novialdi & Elmartis, 2016; Nizar, Qamariah & Muthmainah, 2016; Novialdi
& Pulungan, 2012).
Terapi yang sering dilakukan pada tonsilitis kronis adalah tindakan operasi
pengangkatan tonsil atau tonsilektomi yang dilakukan dalam kondisi anastesi
umum untuk mengangkat tonsil palatina secara keseluruhan termasuk
2
kapsulnya dengan cara diseksi ruang peritonsilar antara kapsul tonsil dan
dinding muskuler (Tanjung & Imanto, 2016). World Health Organization
memperkirakan sebanyak 287.000 anak berusia di bawah 15 tahun
mengalami tonsilektomi (operasi tonsil) dengan atau tanpa adenoidektomi
dan sebanyak 248.000 anak (86,4%) mengalami tonsiloadenoidektomi serta
39.000 lainnya (13,6%) menjalani tonsilektomi saja (Nadhilla & Sari, 2016).
Saat ini di Indonesia belum terdapat data yang bersifat nasional mengenai
kejadian tonsilektomi dikarenakan banyaknya kontroversi dikalangan para
ahli mengenai prosedur tonsilektomi dibandingkan dengan prosedur operasi
pada bidang lain sehingga dibutuhkan penilaian kasus demi kasus untuk
setiap keadaan. Pilihan terapi dengan tonsilektomi dilakukan dengan indikasi
yang tepat sehingga mendapatkan keuntungan yang nyata, mengingat tonsil
sebagai bagian sistem pertahanan tubuh yang menjadi faktor penentu kualitas
hidup pasien tonsilitis terutama setelah melakukan terapi bedah dari
intervensi terapeutik dan pengembalian ke fungsi awal (Nadhilla & Sari,
2016; Tanjung & Imanto, 2016).
Menurut penelitian yang dilakukan di Poliklinik Telinga Hidung dan
Tenggorokan – Kepala Leher Rumah Sakit Umum Daerah Mangusada di
Kabupaten Badung dengan responden 32 orang anak yang berusia 5 sampai
12 tahun yang menderita tonsilitis kronis dan menjalani tonsilektomi lalu
dievaluasi kualitas hidupnya menggunakan instrumen PedsQL memperoleh
peningkatan fungsi aktivitas fisik, perasaan atau fungsi emosional, fungsi
anak di sekolah dan kualitas hidup yang signifikan berdasarkan skor PedsQL
3
pada anak-anak dengan tonsilitis kronis setelah menjalani prosedur
tonsilektomi (Putra, Rahayu & Limantara, 2017).
Kualitas hidup tonsilitis kronis yang di tonsilektomi lebih baik daripada
tonsilitis kronis yang tidak di tonsilektomi, hal ini didukung oleh peneliti
Goldstein dkk., (2008) di American Academy of Otolaryngology–Head and
Neck Surgery Foundation dengan sampel anak-anak dibawa umur 15 tahun
dengan menggunakan alat istrumen TASHI. Didapatkan hasil adanya
perubahan yang signifikan secara global pada kualitas hidup anak-anak
setelah tonsilektomi. Perubahan tersebut antara lain peningkatan jalan nafas,
penurun infeksi, pengurangan pemanfaatan perawatan kesehatan, peningkatan
makan dan menelan, penurunan biaya perawatan dan peningkatan tingkah
laku.
Tonsilektomi merupakan salah satu tindakan operatif yang sering dilakukan
pada kasus tonsilitis kronis. Studi yang ada menunjukkan bahwa tonsilektomi
dapat membawa manfaat yang signifikan pada kualitas hidup pasien dengan
tonsilitis kronis, dimana manfaat yang ada tampak semakin besar pada pasien
dengan keluhan yang semakin berat. Selain daripada itu, walaupun terjadi
perubahan pada sistem imun post operatif, tonsilektomi tidak memiliki efek
yang terlalu bermakna secara klinis terhadap sistem imun jangka panjang.
Namun, perlu diingat bahwa komplikasi perdarahan adalah komplikasi yang
cukup sering terjadi dan pada sebagian kecil pasien dapat menyebabkan
perlunya operasi ulangan. Maka dari itu, sebelum melakukan tindakan
operatif ini, penting bagi dokter untuk mengevaluasi efek tonsilitis rekuren
4
terhadap kualitas hidup pasien dan kemudian melakukan seleksi yang adekuat
untuk menentukan pasien mana yang akan mendapatkan manfaat lebih dari
tonsilektomi (Muhaimin, 2010).
Survei yang telah dilakukan dari Rumah Sakit tipe B dan C di Bandar
Lampung didapatkan bahwa jumlah penderita tonsilitis kronis dan
tonsilektomi pada anak terbanyak pada tahun 2018 berada di Rumah Sakit
Detasemen Kesehatan Tentara Bandar Lampung. Pada periode Januari –
Oktober 2018, terdapat 98 anak yang menderita tonsilitis kronis dan
diantaranya terdapat 32 anak yang diindikasikan melakukan tonsilektomi. Hal
ini didukung oleh program pemerintah yaitu Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan yang mengarahkan tindakan minor seperti operasi
tonsilektomi ke Rumah Sakit bertipe C sehingga sampel yang diperoleh
peneliti dapat tercapai.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan tonsilektomi dengan kualitas hidup pada
anak di Rumah Sakit Detasemen Kesehatan Tentara Bandar Lampung Tahun
2018”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan
tonsilektomi dengan kualitas hidup pada anak di Rumah Sakit Detasemen
Kesehatan Tentara Bandar Lampung Tahun 2018?
5
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tonsilektomi dengan kualitas hidup pada anak
di Rumah Sakit Detasemen Kesehatan Tentara Bandar Lampung
Tahun 2018.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui gambaran tonsilitis kronis pada anak di Rumah Sakit
Detasemen Kesehatan Tentara Bandar Lampung Tahun 2018.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
a. Dapat mengembangkan pengetahuan di bidang penelitian serta
meningkatkan pengetahuan mengenai hubungan tonsilektomi
dengan kualitas hidup pada anak di Rumah Sakit Detasemen
Kesehatan Tentara Bandar Lampung Tahun 2018.
b. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan acuan kepustakaan
untuk penelitian selanjutnya.
1.4.2 Bagi Institusi
Data dan informasi hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dan
masukan bagi institusi dalam upaya meningkatkan kualitas hidup
pada anak yang mengalami tonsilitis di Rumah Sakit Detasemen
Kesehatan Tentara Bandar Lampung.
6
1.4.3 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi serta meningkatkan pengetahuan kepada
masyarakat umum tentang hubungan tonsilektomi dengan kualitas
hidup pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tonsil
2.1.1 Anatomi Tonsil
Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla
tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran
nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin
Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi
melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer
menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada
umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi
atrofi pada masa pubertas (Paulsen & Waschke, 2013; Jácomo dkk.,
2010).
Gambar 1. Anatomi Cavitas Oris (Paulsen & Waschke, 2013).
8
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian
terpenting dari cincin waldeyer.Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil
lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini
tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring
posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (Paulsen &
Waschke, 2013).
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid
yang terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris.
Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya
yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannya tampak
berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam “Cryptae Tonsillares”
yang berjumlah 6-20 kripta. Pada bagian atas permukaan medial
tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral
tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut kapsula tonsilla
palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis (Moore &
Dalley, 2013).
Adapun struktur yang terdapat di sekitar tonsilla palatina adalah :
a. Anterior : arcus palatoglossus
b. Posterior : arcus palatopharyngeus
c. Superior : palatum mole
d. Inferior : 1/3 posterior lidah
e. Medial : ruang orofaring
9
f. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior
dan A. carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan lateral
tonsilla (Moore & Dalley, 2013).
Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfoepitelial berbentuk
triangular yang terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan
dengan kavum nasi dan sinus paranasalis pada bagian anterior,
kompleks tuba eustachius telinga tengah kavum mastoid pada bagian
lateral. Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis.
Adenoid akan terus bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun,
setelah itu akan mengalami regresi. Adenoid telah menjadi tempat
kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran adenoid beragam antara anak
yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maksimum adenoid
tercapai pada usia antara 3- 7 tahun. Pembesaran yang terjadi selama
usia kanak-kanak muncul sebagai respon multi antigen seperti virus,
bakteri, alergen, makanan dan iritasi lingkungan (Pandi dkk.,1998).
Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu
batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding
luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Pada bagian atas fossa
tonsil terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil. Ruangan ini
terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh fossa tonsil. Pada bagian
permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu membran jaringan
ikat,yang disebut kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari fasia
faringobasilar yang kemudian membentuk septa (Pandi dkk., 1998).
10
Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang arteri karotis eksterna
yaitu arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) yang mempunyai
cabang yaitu arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden, arteri
maksilaris interna dengan cabang arteri palatina desenden, serta arteri
lingualis dengan cabang arteri lingualis dorsal, dan arteri faringeal
asenden (Klarisa & Fardizza, 2014).
Tonsil merupakan bagian dari sistem limfatik yang berperan dalam
imunitas, bersama dengan tonsil lingual dan tonsil palatine membentuk
cincin Waldeyer selaku agregat limfoid pertama pada saluran
pernapasan. Tonsil akan menghasilkan limfosit dan aktif mensintesis
immunoglobulin saat terjadinya infeksi di tubuh. Tonsil akan
membengkak saat berespon terhadap infeksi (Klarisa & Fardizza,
2014).
2.1.2 Imunologi Tonsil
Tonsil selalu terpapar oleh mikrorganisme yang masuk melalui saluran
nafas dan saluran cerna. Tonsil berfungsi mematangkan sel limfosit B
serta menyebarluaskan sel B terstimulasi menuju jaringan mukosa dan
kelenjar sekretori di tubuh.Tonsil merupakan jaringan limfoid yang
mengandung sel limfosit 0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh
pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah
50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30% (Novialdi & Hafiz,
2011).
11
Aktivitas imunologi terbesar dari tonsil ditemukan pada usia 3-10
tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T
berkurang pada semua kompartemen tonsil.Pada tonsil terdapat sistim
imun kompleks yang terdiri atas sel membran, makrofag, sel dendrit
dan APCs (Antigen Presenting Cells) yang berperan dalam proses
transportasi antigen. Dalam tonsil tersebut juga terdapat sel limfosit B,
limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG.Tonsil merupakan organ
limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi. Tonsil
mempunyai 2 fungsi, yaitu:
a. Menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif
b. Sebagai tempat produksi antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma
yang berasal dari diferensiasi limfosit B (Novialdi & Hafiz, 2011).
Awal proses respon imun terjadi ketika antigen memasuki ruang
orofaring mengenai epitel kripti yang merupakan kompartemen tonsil
pertama sebagai barier imunologis. Sel limfoid yang ditemukan dalam
ruang epitel kripti tonsil disusun oleh sel limfosit B dan sel T. Sel T
intraepitel menghasilkan berbagai sitokin antara lain IL-2, IL-4, IL-6,
TNF-α, INF-γ dan TGF-ß (Maharyati & Pawarti, 2015).
Respon imun tonsil tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel
kripti dan mencapai daerah ekstrafolikuler atau folikel limfoid. Respon
imun berikutnya berupa migrasi limfosit. Migrasi limfosit ini
berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil dan kembali ke
sirkulasi melalui sistem limfe. Tonsil berperan tidak hanya sebagai
12
pintu masuk, tetapi juga sebagai pintu keluar limfosit, beberapa
kemokin dan sitokin. Kemokin yang dihasilkan kripti akan menarik sel
B untuk berperan di dalam kripti (Maharyati & Pawarti, 2015).
2.2 Tonsilitis
2.2.1 Definisi tonsilitis
Tonsilitis ialah penyakit yang paling sering terjadi diantara semua
penyakit tenggorok anak-anak maupun dewasa. Tonsilitis akut
disebabkan bakteri disebut peradangan lokal primer. Setelah terjadi
serangan tonsilitis akut, tonsil akan sembuh bahkan infeksi pada tonsil
tidak dapat kembali. Penyembuhan yang tidak adekuat menyebabkan
peradangan ringan pada tonsil. Peradangan dapat menyebabkan
keluhan tidak nyaman berupa rasa nyeri saat menelan karena sesuatu
yang ditelan menyentuh daerah yang mengalami peradangan (Fakh,
Novialdi & Elmartis, 2016).
Tonsilitis pada anak dan dewasa memiliki sedikit perbedaan, pada
anak paling sering terkena tonsilitis di bagian tonsil faringeal yang
merupakan jaringan di belakang hidung. Pembengkakan biasanya
terjadi setelah anak berusia dua tahun. tonsil faringeal akan
bermasalah ketika membengkak dan menutupi saluran pernapasan.
Dampaknya, tidur jadi tidak nyaman. Bisa juga terjadi susah bernapas
saat tidur. Itulah yang membuat mudah terbangun saat tidur.
Sedangkan pada dewasa umunya terkena tonsilitis di bagian tonsil
palatina dan tidak mungkin terkena tonsilitis pada tonsil faringeal di
13
karenakan tosil faringeal akan hilang pada anak yang beranjak dewasa,
salah satu faktor pemicu tonsilitis pada orang dewasa adalah merokok
dan pada orang dewasa lebih sering terjadi pembesaran tonsil yang di
akibatkan oleh keganasan (Fakh, Novialdi & Elmartis, 2016; Agren
dkk., 1995; Ramadhan, Sahrudin & Ibrahim, 2017).
Pada tonsilitis kronik juga terjadi penurunan fungsi imunitas dari
tonsil. Penurunan di tunjukan melalui peningkatan deposit antigen
persisten pada jaringan tonsil sehingga terjadi peningkatan regulasi sel-
sel imunokompeten berakibat peningkatan insiden sel yang
mengekspresikan TNF-α, IL-1β, IL-2, IL-6, IL-10, INF-γ, dan IL-8
(Agren dkk., 1995).
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari
semua penyakit tenggorok yang berulang. Tonsilitis kronis umumnya
terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat
terapi adekuat. Selain pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat,
faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis lain adalah higien mulut
yang buruk, kelelahan fisik dan beberapa jenis makanan (Tanjung &
Imanto, 2016).
2.2.2 Etiologi
Tonsilitis disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang
anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan tonsilitis
adalah Streptococcus pyogene (Group A beta- hemolitic streptococcus)
14
sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah fusobacterium
(Nizar, Qamariah & Muthmainah, 2016).
Kebanyakan tonsilitis diduga disebabkan karena kombinasi antara
organisme aerob, anaerob dan virus. Kuman aerob contohnya, Grup A
beta-hemolitik streptococci (GABHS) Group B, C, G streptococcus,
Hemophilus influenza (type b and nonty peable) Staphylococcus
aureus, Haemophilus parainfluenzae, Neisseria species, Mycobacteria
sp. Kuman Anaerob contohnya, Fusobacterium Peptostreptococcuse,
Streptococcus sp. Bacteroides. Virus contohnya, Eipsten-Barr
Adenovirus Influenza A dan B, Herpes simplex, Parainfluenza
(Marbun, 2016).
2.2.3 Patogenesis
Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil
tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian
bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari
tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan satu saat
kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat
keadaan umum tubuh menurun. Karena proses radang berulang yang
timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis,
sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh
jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta
melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses
berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya
15
menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris.
Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa
submandibula (Muzio, Barucco & Guerriero, 2016).
Tonsilitis kronis terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga
penyakit pasien menjadi kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan
kronisitas antara lain: terapi antibiotika yang tidak tepat dan adekuat,
gizi atau daya tahan tubuh yang rendah sehingga terapi medikamentosa
kurang optimal, dan jenis kuman yag tidak sama antara permukaan
tonsil dan jaringan tonsil (Pandi dkk., 1998)
2.2.4 Faktor Risiko Tonsilitis
a. Kebersihan mulut dan gigi yang buruk
Kebersihan mulut harus dijaga agar mulut tidak menjadi tempat
pembiakan kuman, apabila kebersihan mulut tidak dijaga dan
jarang gosok gigi, kuman streptococcus beta hemolitikus mudah
masuk melalui makanan dan minuman. Kebersihan mulut yang
buruk akan menimbulkan kekambuhan tonsilitis, agar gigi tetap
bersih dari sisa makanan dan bau mulut sebaiknya kebersihan
mulut dijaga dengan cara menggosok gigi pada waktu pagi, sore,
setiap habis makan dan malam hari sebelum tidur (Ramadhan,
Sahrudin & Ibrahim, 2017).
b. Makan tidak higienis
Makanan yang tidak diproses dengan bersih serta tempat
penyimpanan makanan yang terbuka dapat mejadi tempat hidup
16
oleh kuman. Apabila dikonsumsi terus menerus akan menjadikan
anak mengalami tonsilitis (Ramadhan, Sahrudin & Ibrahim, 2017).
c. Mengkonsumsi Minuman yang didinginkan
Minuman dingin lebih segar dari pada minuman biasa tetapi justru
minuman yang didinginkan malah akan menyebabkan terjadi
vasokonstriksi sehingga pembuluh darah mengecil dan jumlah sel
darah putih berkurang (Ramadhan, Sahrudin & Ibrahim, 2017).
d. Stres
Stres adalah kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang
dalam mencapai suatu hal. Hal ini akan membuat respon negatif
pada neuroendokrin yang mengakibatkan kegagalan fungsi sistem
imun. Sistem kekebalan tubuh sebagai proteksi tubuh dari unsur
luar berupa antigen. Selain itu juga menetralisir dan menyingkirkan
antigen dari tubuh. Tonsila palatine merupakan jaringan limfoepitel
yang berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh. Dimana
jika seseorang mengalami stres akan memicu timbulnya
peradangan pada tonsil (Kvestad dkk., 2005).
2.2.5 Manifestasi Klinik Tonsilitis
Gejala tonsilitis biasanya tidak terlalu berat. Pasien akan mengeluh
sakit yang menusuk saat menelan. Tonsilitis merupakan penyakit yang
paling sering dari semua radang tenggorokan, adapun gejala klinis
pada tonsilitis adalah sebagai berikut:
17
a. Gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok,
sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan.
b. Gejala sistemis, seperti rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri
kepala, demam subfebris, nyeri otot dan persendian.
c. Gejala klinis, seperti tonsil dengan debris di kriptanya (tonsilitis
folikularis kronik), tonsil fibrotis dan kecil (tonsilitis fibrotis
kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkan
kelenjar limfe regional (Pandi dkk., 1998).
2.3 Tonsilektomi
2.3.1 Definisi Tonsilektomi
Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh
tonsil palatina. Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis
dan aman, namun hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi
minor karena tetap memerlukan keterampilan dan ketelitian yang
tinggi dari operator dalam pelaksanaannya. Di Amerika Serikat, karena
kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi digolongkan pada operasi
mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang
karena durasi operasi pendek dan teknik tidak sulit (Kvestad dkk.,
2005).
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat
perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi
pada saat ini. Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis
18
kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama adalah
obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil (Nadhilla & Sari, 2016).
2.3.2 Indikasi Tonsilektomi
Operasi tonsilitis perlu dilakukan jika memenuhi syarat-syarat berikut:
Indikasi absolut:
a. Tonsil yang besar hingga mengakibatkan gangguan pernafasan,
nyeri telan yang berat, gangguan tidur atau sudah terjadi
komplikasi penyakit-penyakit kardiopulmonal.
b. Abses peritonsiler yang tidak menunjukkan perbaikan dengan
pengobatan.
c. Pembesaran tonsil yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan
wajah atau mulut yang terdokumentasi oleh dokter gigi bedah
mulut.
d. Tonsilitis yang mengakibatkan kejang demam.
e. Tonsil yang diperkirakan memerlukan biopsi jaringan untuk
menentukan gambaran patologis jaringan.
Indikasi relatif:
a. Jika mengalami tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun dan
tidak menunjukkan respon sesuai harapan dengan pengobatan
medikamentosa yang memadai.
b. Bau mulut atau bau nafas tak sedap yang menetap pada tonsilitis
kronis yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan.
19
c. Tonsilitis kronis atau tonsilitis berulang yang diduga sebagai
carrier kuman Streptokokus yang tidak menunjukkan repon positif
terhadap pengobatan dengan antibiotika.
d. Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai
berhubungan dengan neoplastik (Akgun dkk., 2009).
2.3.3 Kontraindikasi Tonsilektomi
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan
pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi
pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah
kelainan hematologi, kelainan alergi imunologi dan infeksi
akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi,
gangguan pada sistem hemostasis dan leukemia. Pada kelainan alergi-
imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya
tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan
kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil (Mu
dkk., 2013).
Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah
dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi
akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas.
Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 23 minggu
bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak
dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol
seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal (Mu dkk., 2013).
20
2.3.4 Komplikasi
Efek samping dari tonsilektomi adalah post tonsillectomy hemorrhage
(PTH). PTH primer dapat terjadi 24 jam setelah operasi disebabkan
oleh tidak adekuatnya penjahitan/ligasi arteri yang bersangkutan.
Sedangkan PTH sekunder dapat terjadi pada hari ke 5 sampai ke 10
post pembedahan (Nadhilla & Sari, 2016).
2.4 Kualitas Hidup
2.4.1 Definisi Kualitas Hidup
Kualitas hidup menurut World Health Organization (WHO) adalah
persepsi seseorang dalam konteks budaya dan norma yang sesuai
dengan tempat hidup orang tersebut serta berkaitan dengan tujuan,
harapan, standar dan kepedulian selama hidupnya. Kualitas hidup
seseorang merupakan fenomena yang multidimensional. Betapa
pentingnya berbagai dimensi tersebut tanpa melakukan evaluasi sulit
menentukan dimensi mana yang penting dari kualitas hidup seseorang.
Seseorang seringkali berpendapat semua aspek dari kualitas hidup
sama pentingnya. Secara umum terdapat 5 bidang (domains) yang
dipakai utuk mengukur kualitas hidup terkait kuesioner yang di
kembangkan WHO, bidang tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kesehatan fisik : kesehatan umum, nyeri, energi, dan vitalitas,
aktivitas seksual, tidur dan istirahat
b. Kesehatan psikologis: cara berpikir, belajar, memori dan kosentrasi
c. Tingkat aktivitas: mobilitas, aktivitas sehari-hari, komunikasi,
kemampuan kerja
21
d. Hubungan sosial: hubungan sosial, dukungan sosial
e. Lingkungan: keamanan, lingkungan rumah, kepuasan kerja (WHO,
2018).
Terdapat dua komponen dasar dari kualitas hidup yaitu subyektifitas
dan multidimensi. Subyektifitas mengandung arti bahwa kualitas hidup
hanya dapat ditentukan dari sudut pandang klien itu sendiri dan ini
hanya dapat diketahui dengan bertanya pada klien. Sedangkan
multidimensial bermakna bahwa kualitas hidup dipandang dari seluruh
aspek kehidupan seseorang secara holistik meliputi aspek biologi atau
fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan (Carolina dkk., 2018).
2.4.2 Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQL)
Kualias hidup adalah konsep tentang suatu kumpulan aktifitas fisik,
psikologik, sosial dan fungsional pada orang yang sehat atau sakit.
Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQL) merupakan salah satu
instrumen untuk mengukur kualitas hidup anak dan remaja. PedsQL
mempunyai 2 model yaitu generik dan spesifik. PedsQL didesain
untuk digunakan pada berbagai penyakit anak, instrumen ini
membedakan kualitas hidup anak sehat dengan anak yang menderita
suatu penyakit. Sedangkan PedsQL spesifik dikembangkan untuk
mengukur kualitas hidup spesifik suatu penyakit. Konsep PedsQL
generik adalah menilai kualitas hidup sesuai dengan persepsi penderita
terhadap dampak penyakit. Instrumen ini terdiri dari 23 pertanyaan,
yaitu :
22
a. Fisik terdiri dari 8 pertanyaan : kesulitan berjalan, kesulitan berlari,
kesulitan olahraga, kesulitan mengangkat benda berat, kesulitan
mandi sendiri, kesulitan mengerjakan pekerjaan di sekitar rumah,
mengalami nyeri atau kesakitan, merasa lemas
b. Emosi terdiri dari 5 pertanyaan : merasa takut atau sangat
ketakutan, merasa sedih, merasa marah, masalah tidur, khawatir
terhadap dirinya
c. Sekolah terdiri dari 5 pertanyaan : sulit kosentrasi, pelupa, susah
mengerjakan tugas sekolah, tidak masuk sekolah karena tidak enak
badan, tidak masuk sekolah karena harus ke dokter
d. Sosial terdiri dari 5 pertanyaan :sulit bergaul dengan teman, anak
lain tidak mau menjadi temannya, diejek oleh anak yang lain, tidak
dapat melakukan hal yang bisa di lakukan oleh temannya, sulit
mengimbangi permainan teman sebayanya.
Dalam kuesioner ini terdiri atas beberapa laporan sesuai kelompok
umur yaitu sebagai berikut:
a. Balita umur 2-4 tahun
b. Anak umur 5-7 tahun
c. Anak umur 8-12 tahun
d. Remaja umur 13-18 tahun
Skala tersebut yaitu sebagai berikut:
a. Skala 0 : tidak pernah
b. Skala 1 : Hampir tidak pernah
23
c. Skala 2 : Kadang-kadang
d. Skala 3 : Sering
e. Skala 4 : Hampir selalu
Anak yang lebih kecil (5-7 tahun) skala numerikal di ganti dengan
skala wajah terseyum. Orang tua diminta untuk membantu anak yang
lebih kecil (5-7 tahun) untuk mengisi kuesioner dengan memberikan
tanda pada waja tersenyum. Setiap skor yang di terima partisipan
dilakukan tranformasi ke skala 0-100 (0=100; 1=75; 2=50; 3=25; dan
4=0). Skor yang makin tinggi menunjukan kualitas hidupnya baik.
Penghitungan skor dari 23 item adalah rerata dari semua jumlah
jawaban nilai item dibagi banyak item yang di jawab dari subskala fisis
dan psikososial. Skor fisis adalah rerata jumlah jawaban semua aspek.
Skor kesehatan psikososial dihitung dengan cara menjumlahkan nilai
item yang dijawab terkait dengan skala emosi, sosial, dan fungsi
sekolah yang dibagi dengan banyaknya item yang di jawab.
Didasarkan dari penilaian PedsQL sebelumnya, maka nilai yang baik
>70 (anak sehat memiliki skor sekitar 83 dengan nilai terendah 70),
sedangkan anak dengan penyakit memiliki skor <70 (rerata nilai 60
sampai dengan <70). Untuk analisis data jika lebih dari 50% item
dalam skala tidak diisi, skala skor tidak boleh dihitung sebaliknya jika
50% atau lebih item telah diisi skala skor boleh dihitung (Varni &
Emeritus 2017; Varni, Seid & Kurti, 2001).
24
2.5 Hubungan Tonsilektomi dengan Kualitas Hidup
Tonsil sebagai sumber infeksi (focal infection) dapat menyebabkan reaksi
atau gangguan fungsi pada organ lain. Hal ini dapat terjadi karena kripti
tonsil dapat menyimpan bakteri. Tonsil yang terpajan infeksi bakteri dan
virus dapat menjadi sumber autoantibodi terhadap sejumlah sistem organ.
Tonsilitis yang disebabkan oleh virus atau bakteri dapat menghasilkan
berbagai antigen yang dapat memacu imunitas seluler maupun imunitas
humoral (Darwin, 2006).
Penurunan fungsi imunitas pada tonsilitis berdampak pada status kesehatan
anak, hal ini dinyatakan oleh Serres dkk., (2000) bahwa anak yang menderita
tonsilitis kronik mempunyai status kesehatan yang lebih rendah daripada
anak yang sehat. Oleh karena itu, tindakan yang sering dilakukan untuk
menangani tonsilitis adalah operasi tonsilektomi. Tindakan ini dapat
menyebabkan perubahan pola kuman yang hidup di tenggorokan, yaitu
terjadinya penurunan jumlah kuman anaerob setelah tonsilektomi
dibandingkan dengan jumlah kuman aerob (Barrak, Nasir & Baker, 2010).
Selain itu, studi pengamatan sebelum dan sesudah operasi dibandingkan
dengan kontrol yang dilakukan oleh Goldstein dkk., tahun 2002, melaporkan
bahwa kelainan perilaku dan emosional yang ditemukan pada anak dengan
sleep disorder breathing preoperasi mengalami perbaikan setelah dilakukan
operasi. Pengamatan tersebut juga menunjukkan bahwa nilai dari pengukuran
standar perilaku mempunyai hubungan yang bermakna dengan nilai survei
kualitas hidup.
25
2.6 Kerangka Teori
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak di teliti
: Mempengaruhi
Gambar 2. Kerangka Teori Hubungan Tonsilektomi dengan Kualitas Hidup pada Anak
di Rumah Sakit Detasemen Kesehatan Tentara Bandar Lampung Tahun 2018 (Nizar,
Qamariah & Muthmainah, 2016; Ramadhan, Sahrudin & Ibrahim, 2017; WHO, 2018;
Kvestad dkk., 2005).
Fisik Emosi Sosial
Kulitas Hidup
Pendidikan
Tonsilektomi
Tonsilitis
Tonsilitis Kronis Tonsilitis Akut
Kualitas Hidup
26
2.7 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3. Kerangka Konsep Hubungan Tonsilektomi dengan Kualitas Hidup pada
Anak di Rumah Sakit Detasemen Kesehatan Tentara Bandar Lampung Tahun 2018.
2.8 Hipotesa
Berdasarkan kerangka penelitian di atas maka dapat diturunkan hipotesis
penelitian ini adalah terdapat hubungan tonsilektomi dengan kualitas hidup
pada anak di Rumah Sakit Detasemen Kesehatan Tentara Bandar Lampung
Tahun 2018.
Tonsilektomi Kualitas Hidup
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan observasi analitik dengan
rancangan case control. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif atau
menelusur ke belakang kejadian tonsilitis kronis dengan tonsilektomi dan
tonsilitis kronis tanpa tonsilektomi, dengan membandingkan antara kelompok
kejadian kasus (pasien dengan tonsilektomi) dan kelompok kontrol (pasien
tanpa tonsilektomi) berdasarkan kualitas hidupnya.
Tonsilitis
kronis dengan
tonsilektomi
Kualitas
hidup (+)
Kualitas
hidup (-)
Kualitas
hidup (+)
Kualitas
hidup (-)
Populasi
Tonsilitis
kronis tanpa
tonsilektomi
28
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Detasemen Kesehatan Tentara
Bandar Lampung pada bulan Desember 2018 - Januari 2019.
3.3 Subjek Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini yaitu pasien anak tonsilitis kronis yang
berkunjung di poli THT-KL Rumah Sakit Detasemen Kesehatan
Tentara Bandar Lampung pada bulan Januari 2018 – 30 November
2018.
Kriteria inklusi yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Pasien anak dengan tonsilitis kronis pada 1 Januari 2018 – 30
November 2018 di Rumah Sakit Detasemen Kesehatan Tentara
Bandar Lampung yang berdomisili di Bandar Lampung dan
Pringsewu.
b. Pasien yang sudah dilakukan tonsilektomi pada 1 Januari 2018- 30
November 2018 di Rumah Sakit Detasemen Kesehatan Tentara
Bandar Lampung yang berdomisili di Bandar Lampung dan
Pringsewu.
c. Usia 5-12 tahun.
29
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:
a. Riwayat pernah menderita abses peritonsil.
b. Pasien dengan pembesara tonsil yang dicurigai keganasan
(neoplastik).
c. Pasien anak dengan kelainan hematologi.
d. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden dan sulit dihubungi.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus
analitik kategorik tidak berpasangan. Rumus sebagai berikut:
√ √
Keterangan:
n1 = n2 = Besar sampel kasus dan kontrol
Zα = Derivat baku alpha = 1,96; dengan α = 5% atau 0,05
Zβ = Derivat baku beta = 0,84; dengan β = 20% atau 0,2
P1 = Proporsi terpapar pada kelompok kasus yang diteliti yaitu
0,571 (Gupta, Vaid & Singh, 2013).
P2 = Proporsi terpapar pada kelompok kontrol yang diteliti yaitu
0,171 (Gupta, Vaid & Singh, 2013).
Q2 = 1– P2
= 1 – 0, 171
= 0,829
30
P1-P2 = Selisih proporsi pajanan minimal yang dianggap bermakna,
ditetapkan sebesar 0,4
Q1 = 1 – P1
= 1 – 0,571
= 0,429
P = (P1 + P2)/2
= (0,429+ 0,571)/2
= 0,5
Q = 1 – P
= 1 – 0,5
= 0,5
Dengan memasukkan nilai-nilai di atas pada rumus, diperoleh:
√ √
√ √
Berdasarkan hasil perhitungan sampel minimal didapatkan sampel
sebesar 22 responden untuk masing-masing kelompok kasus dan
kontrol. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan
teknik Purposive Sampling dimana peneliti menentukan pengambilan
sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan
tujuan peneliti.
31
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu:
3.4.1 Variabel Bebas (Independen)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tonsilektomi.
3.4.2 Variabel Terikat (Dependen)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas hidup.
3.5 Definisi Operasional
Untuk memudahkan pelaksanan penelitian ini dan penelitian tidak terlalu luas
maka dibuat definisi operasional sebagai berikut:
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala
Tonsilektomi Operasi
pengangkatan
seluruh tonsil
palatina
(Kvestad
dkk., 2005).
Rekam
Medik
Analisis rekam
medik.
(0: Tonsilitis
kronis yang
tidak
tonsilektomi dan
1: tonsilitis
kronis yang
tonsilektomi).
0: Tidak
tonsilektomi
1:
tonsilektomi.
Kategorik
Kualitas
Hidup
Kualias
hidup adalah
konsep
tentang suatu
kumpulan
aktifitas fisik,
psikologik,
sosial dan
fungsional
pada orang
yang sehat
atau sakit
(Varni &
Emeritus
2017; Varni
dkk., 2001).
Kuesioner
PedsQL
Setiap jawaban
pada kuesioner
diberi skor yang
hasilnya dibagi
menjadi 2
kategori.
(0: kualitas
hidup kurang
baik) dan (1:
kualitas hidup
baik).
0-69:
kualitas
hidup
kurang baik.
70-100:
kualitas
hidup baik.
Kategorik
32
3.6 Instrumen, Teknik Pengambilan Data, dan Alur Penelitian
3.6.1 Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini digunakan alat-alat sebagai berikut:
a. Rekam Medis
b. Lembar informed consent
c. Kuesioner PedsQL Generik Core Scale Skor versi 4.0
Pada penelitian ini yang di gunakan kuesioner laporan anak,
instrumen kuesioner ini terdiri dari 23 pertanyaan, yaitu :
1. Fisik (8 pertanyaan)
2. Emosi (5 pertanyaan)
3. Sekolah (5 pertanyaan)
4. Sosial (5 pertanyaan)
Dalam kuesioner ini terdiri atas beberapa kelompok umur, yaitu :
1. Anak umur 5-7 tahun
Kuesioner ini ditanyakan kepada partisipan dan respon
berdasarkan 3 skala yang ditandai dengan besar nilai sesuai
dengan masalah dari masing-masing item yang dirasakan
responden, skala tersebut antara lain:
a. Skala wajah tersenyum : Sama sekali bukan masalah diberi
skor 100
b. Skala wajah datar : Kadang-kadang diberi skor 50
c. Skala wajah sedih : Masalah besar diberi skor 0
33
Kemudian skor dari setiap pertanyaan dijumlahkan dan dibagi
dengan 23 pertanyaan.
2. Anak umur 8-12 tahun
Kuesioner ditanyakan kepada partisipan dan respon
berdasarkan 5 skala yang ditandai dengan besar nilai sesuai
dengan masalah dari masing-masing item yang dirasakan
responden, skala tersebut antara lain:
a. Skala 0 : Tidak pernah diberi skor 100
b. Skala 1 : Hampir tidak pernah diberi skor 75
c. Skala 2 : Kadang-kadang diberi skor 50
d. Skala 3 : Sering diberi skor 25
e. Skala 4 : Hampir selalu diberi skor 0
Kemudian skor dari setiap pertanyaan dijumlahkan dan dibagi
dengan 23 pertanyaan. Interpretasi kuesioner untuk umur 5-7
tahun dan 8-12 tahun sama, maka nilai 70-100 menandakan
kualitas hidup yang baik sedangkan nilai 0-69 menandakan
kualitas hidup yang kurang baik (Varni & Emeritus, 2017;
Varni, Seid & Kurtin, 2001).
34
3.6.2 Teknik Pengambilan Data
a. Mendata penderita tonsilitis kronik dan tonsilektomi.
b. Memilih subjek berdasarkan kriteria inklusi kemudian sampel
c. ditentukan dengan metode purposive sampling.
d. Melakukan informed consent kepada subjek yang akan diteliti,
e. menjelaskan penelitian dan meminta izin.
f. Mewawancari subjek dengan kuesioner PedsQL Generic Core
Scale 4.0.
g. Mengumpulkan semua data yang telah diperoleh dari hasil
kuesioner.
h. Menganalisis data.
3.6.3 Alur Penelitian
Gambar 4. Skema Alur Penelitian.
Survei pendahuluan dan pembuatan proposal
Seminar proposal
Mengurus ethichal clearance
Perizinan dan pengambilan data di bagian
Poliklinik THT-KL Rumah Sakit Detasemen Kesehatan
Tentara
Pengolahan data
Interpretasi hasil penelitian
35
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diolah
dengan bantuan program statistik komputer melalui tahapan sebagai
berikut;
a. Editing
Kegiatan untuk memeriksa kembali kebenaran data yang sudah
diperoleh agar segera dilakukan perbaikan.
b. Coding
Kegiatan pemberian kode numerik (angka) atau mengkonversikan
data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam yang cocok
untuk keperluan analisis. Biasanya dalam pemberian kode dibuat
daftar kode dan artinya dalam satu buku untuk memudahkan
kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.
c. Entri data
Kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam
database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi
sederhana.
d. Tabulasi
Hasil pengolahan data dimasukkan ke dalam tabel distribusi.
e. Verifikasi
Pemeriksaan secara visual terhadap data yang dimasukkan ke
dalam komputer.
36
f. Output komputer
Hasil data yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.
3.7.2 Analisis Data
Analisis penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat.
a. Analisis univariat
Analisis univariat yang dilakukan pada tiap variabel bertujuan
untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel. Pada
umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi
frekuensi dari tiap variabel.
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan
menggunakan uji statistik. Uji statistik yang digunakan adalah uji
Chi Square tabel 2 x 2 yaitu uji non parametris karena data yang
digunakan adalah data kategorik. Uji ini terpenuhi dengan syarat
tidak ada nilai expected yang kurang dari lima, apabila tidak
memenuhi maka analisis yang digunakan adalah uji Fisher Exact
tabel 2 x 2. Kemaknaan perhitungan statistik menggunakan
program komputer dengan kesalahan tipe I yaitu sebesar 5%,
berarti jika p value ≤0,05 maka terdapat hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat.
37
3.8 Etika Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan setelah melalui persetujuan oleh Komisi Etik
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung dengan No: 253/UN26.18/PP.05.02.00/2019. Pelaksanaan di
lapangan dilakukan melalui informed consent mengenai kerahasiaan
informasi yang diberikan oleh responden dan semua tindakan yang dilakukan
dalam penelitian ini bersifat sukarela. Responden telah menandatangani
persetujuan menjadi responden dan dapat mengundurkan diri apabila tidak
bersedia menjadi responden.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Terdapat hubungan tonsilektomi dengan kualitas hidup pada anak di
Rumah Sakit Detesemen Kesehatan Tentara Bandar Lampung tahun 2018
dengan nilai p = 0,006.
b. Gambaran pasien tonsilitis kronis di Rumah Sakit Detasemen Kesehatan
Tentara Bandar Lampung Tahun 2018 mayoritas berusia 8-12 tahun
dengan proporsi (67%) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak
(56,8%). Sebagian besar pasien tonsilitis yang melakukan tonsilektomi
mempunyai kualitas hidup yang baik dengan proporsi (77,3%)
dibandingkan dengan yang tidak melakukan tonsilektomi (31,8%). Aspek
yang paling menonjol pada anak yang menjalani operasi tonsilektomi
untuk kualitas hidup yang baik yaitu aspek emosi sebanyak (95,5%).
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan yakni sebagai berikut:
53
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran orang tua
bahwa tonsilitis kronis yang dilakukan operasi tonsilektomi dapat
memperbaiki kualitas hidup pada anak menjadi lebih baik.
b. Disarankan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai aspek kualitas hidup terhadap tonsilektomi.
DAFTAR PUSTAKA
Agren, Anderson U, Nordlander B, Nord CE, Linde A, Ernberg, dkk. 1995.
Upregulated local cytokin productoin in reccurent tonsillitis compared with
tonsil hypertrophy. Otolaryngol. 115(5):689-696.
Akgun D, Seymour FK, Qayyum A, Crystal R, Frosh A. 2009. Assessment of
Clinical Improvement and Quality of Life Before and After Tonsillectomy.
The Journal of Laryngology & Otology. 12(3):199-202.
Barrak H, Nasir Z, Baker. 2010. The effect of tonsillectomy on the throat microba:
a comparative study of the pre and post operative throat swabs. EJENTAS.
11:26-30.
Carneiro LEP, Neto GCR, Camera MG. 2009. Adenotonsillectomy effect on the
life quality of children with adenotonsillar hyperplasia. Intl Arch
Otorhinolaryngol. 13(3):270-6.
Carolina A, Arias A, Alzate PJ, Javier H, Schmalbach E. 2018. Construct and
criterion validity of the pedsql 4.0 instrument (Pediatric Quality of Life
Inventory) in Colombia. International Journal of Preventive Medicine.
8(57):1-7.
Darwin E. 2006. Imunologi & infeksi. Padang: Andalas University Press. Fakh MI, Novialdi, Elmartis. 2016. Karakteristik pasien tonsilitis kronis pada
anak di bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas. 5(2):436-437.
Franco RA, Rosenfeld RM, Rao M. 2002. Quality of life for children with
obstructive sleep apnea. Otolaryngology Head and Neck Surgery.
123(1):11-16.
Ghiyasi S, Naderpour M, Raouf F, Sabermarouf B. 2014. Adenotonsillectomy and
its effect on the quality of life in adult patients. Advances in Bioscience and
Clinical Medicine. 2(2):77-83.
55
Goldstein NA, Fatima M, Campbell TF, Rosenfeld RM. 2002. Child behavior and
quality of life before and after tonsillectomy and adenoidectomy. Arch Oto
HNS. 128(7):770-5.
Goldstein NA, Stewart MG, Witsell DL, Hannley MT, Weaver EM, Yueh B, dkk.
2008. Quality of life after tonsillectomy in children with recurrent tonsillitis.
Otolaryngology Head and Neck Surgery.138(1):9 -16.
Gupta N, Vaid L, Singh PP. 2013. Impact of tonsillectomy on quality-of-life in
children: our experience. Indian Journal of Clinical Practice. 24(6):545-546
IDAI. 2013. Dampak Penyakit Kronis Terhadap Remaja. Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jacomo AL, Akamatsu FE, Andrade M, Margarido NF. 2010. Pharyngeal
Lymphatic Ring: Anatomical Review. Journal of Morphological Sciences.
27(1):47-49.
Kutluhan A, Bozdemir K, Ugras S. 2008. The treatment of tongue haemangioma
by plasma knife surgery. Singapore Med Journal. 49(11):312-314.
Klarisa C, Fardizza F. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 4. Jakarta:
Penerbit Media Aesculapius FKUI.
Kvestad E, Kvaerner KJ, Roysamb E, Tambs K, Harris JR, Magnus P. 2005.
Heritability of recurrent tonsilitis. Arch Otolaryngol Head Neck Surg.
131(5):383-387.
Maharyati R, Pawarti RD. 2015. Sistem Imun Mukosa Traktus Respiratorius Atas.
Journal UNAIR.
Marbun ME. 2016. Diagnosis, Tata Laksana dan Komplikasi Abses Peritonsil.
Journal Kedokteran Meditek. 22(60):110-120.
Mita DN. 2017. Analisis faktor risiko tonsillitis kronik [thesis]. Semarang:
Universitas Muhammadiyah Semarang.
Moore K, Dalley A. 2013. Anatomi berorientasi klinis edisi kelima jilid 3.
Dialihbahasakan oleh Hartanto H. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Muhaimin T. 2010. Mengukur kualitas hidup anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional. 5(2):51-58.
Mu CS, Cheng, Chiang YPR, Sung CT. 2013. Concise indications for
adenoidectomytonsillectomy in children with obstructive sleep apnea
syndrome. Journal Compilation. 20(3):132-137.
56
Muzio DF, Barucco M, Guerriero F. 2016. Diagnosis and treatment of acute
pharyngitis/tonsillitis: a preliminary observational study in General
Medicine. Journal Medical and Pharmacological Sciences. 45(4):140-147.
Nadhilla NF, Sari MI. 2016. Tonsilitis kronik eksaserbasi akut pada pasien
dewasa. J Medula Unila. 5(1):107-112.
Nizar M, Qamariah N , Muthmainah N. 2016. Identifikasi bakteri penyebab
tonsilitis kronik pada pasien anak di bagian THT RSUD Ulin Banjarmasin.
Jurnal Berkala Kedokteran UNLAM.12(2):197-204.
Novialdi N, Pulungan MR. 2012. Mikrobiologi tonsilitis kronis. Jurnal
Kesehatan Andalas. 15(5): 117-125.
Novialdi, Hafiz A. 2011. Pengaruh tonsilektomi terhadap kadar interferon-γ dan
tumor necrosis factor-α pada pasien tonsilitis kronis. Jurnal Kesehatan
Universitas Andalas [Internet] [diunduh 9 desember 2018]. Tersedia dari:
http://tht.fk.unand.ac.id.
Palandeng ACT, Tumbel REC, Dehoop J. Penderita tonsillitis di Poliklinik THT-
KL BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Januari 2010 – Desember
2012. Jurnal e-Clinic. 2(2):1-5.
Pandi PS, Iskandar N, Hendarmin H, Hadiwikarta A, Munir M, Soetirto I,
Rusmarjono, dkk. 1998. Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung
tenggorokan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit FKUI.
Paulsen F, Waschke J. 2013. Sobotta atlas anatomi manusia kepala, leher, dan
neuroanatomi Jilid 3. Edisi 23. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Putra AE, Rahayu L, Limantara E. 2017. Differences in pediatrics quality of life
(peds-ql) test in children before and after adenotonsillectomy in 2016.
Biomedical & Pharmacology Journal. 10(2):959-967.
Ramadhan F, Sahrudin, Ibrahim K. 2017. Analisis faktor risiko kejadian tonsilitis
kronis pada anak usia 5-11 tahun di wilayah kerja puskesmas puuwatu kota
kendari tahun 2017. JIMKESMAS. 2(6):1-8.
Randel A. 2011. AAO-HNS Guidelines for Tonsillectomy in Children and
Adolescents. American family physician. 84(4):566-573
Rusmarjono, Soepardi. 2011. Buku ajar telinga hidung tenggorokan. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit FKUI.
Serres LM, Derkay C, Astley S, Deyo RA, Rosenfeld RM, Gates GA. 2000.
Measuring quality of life in children with sleep disorders. Arch Otolaryngol
Head Neck Surg. 126:1423-9.
57
Seshamani M, Vogtmann E, Gatwood J, Gibson BT, Scanlon D.2014. Prevalence
of complications from adult tonsillectomy and impact on health care
expenditures. General Otolaryngology. 150(4):21-26.
Shah M, Imran A. 2008. Tonsillectomy: Quality-Of-Life Improvement In School
Going Children. Journal Professional Med. 34(2):155-159.
Shalihat AO, Novialdi, Irawati L. 2013. Hubungan umur, jenis kelamin dan
perlakuan penatalaksanaan dengan ukuran tonsil pada penderita tonsilitis
kronis di bagian tht-kl Rsup Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013. Jurnal
Kesehatan Andalas. 4(3):786-794.
Skevas T, Klingman C. 2010. Measurring quality of life in adult patient with
chronic tonsillitis. The Opo Otorinhology Journal University of Heidelberg
Germany. 10(4):34-39.
Sugiyono. 2009. Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Serpero LD, Gozal LK, Dayyat E, Goldman JL, Kim J, Gozal D. 2009. A mixed
cell culture model for assessment of proliferation in tonsillar tissues from
children with obstructive sleep apnea or recurrent tonsillitis. Rhinological
and Otological Society.199:1005-1010.
Tanjung FF , Imanto M. 2016. Indikasi Tonsilektomi pada laki‐laki usia 19 tahun
dengan tonsilitis kronis. Jurnal Medula Unila. 5(2):22-24.
Varni JW, Emeritus. 2017. Scaling and scoring of the pediatric qualitty of life
inventtory pedsql. Mapi Research Trust [Internet] [diunduh 20 oktober
2018]. Tersedia dari: https://www.pedsql.org.
Varni JW, Seid M, Kurti PS. 2001. PedsQL™ 4.0: Reliability and validity of the
pediatric quality of life inventory™ version 4.0 generic core scales in
healthy and patient populations. Medical Care. 39(8): 800-812.
Venekamp RP, Hearne BJ, Chandrasekharan D, Blackshaw H, Lim J, Schilder
AG. 2015. Tonsillectomy or adenotonsillectomy versus non-surgical
management for obstructive sleep-disordered breathing in children.
[Internet] [diunduh 24 Juni 2019]. Tersedia dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/.
WHO. 2018. WHOQOL : Measuring Quality of life. [internet]: World Health
Organization, [diunduh 14 Desember 2018]. Tersedia dari:
https://www.who.int/healthinfo/survey/whoqol-qualityoflife/en/.