37
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Demam terjadi pada oral temperature >37,2°C. Demam biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, atau parasit), penyakit autoimun, keganasan, ataupun obat-obatan. Demam merupakan gejala yang paling umum dikeluhkan oleh setiap penderita dalam praktek sehari-hari, dan dianggap sebagai penanda adanya suatu gangguan dalam tubuh. Pada umumnya demam terjadi dalam waktu singkat yang terkadang menimbulkan rasa tidak enak atau tidak nyaman bagi penderita. 1,2 Sejak masa Hipocrates, demam sudah diketahui sebagai pertanda adanya suatu penyakit. Galileo pada abad pertengahan menciptakan alat pengukur suhu dan Santorio di Padua melaksanakan aplikasi pertama penemuan alat ini di lingkungan klinik. Tiga abad kemudian baru untuk pertama kali, dokter mulai memonitor suhu pasien demam di tahun 1850-an dan 1860-an, setelah Traube memperkenalkan termometer untuk bangsal rumah sakit dan Wunderlich menerbitkan sebuah analisis yang didasarkan pada pengamatan terhadap 20.000 subyek, yang meyakinkan dokter terhadap 1

referat demam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

demam

Citation preview

Page 1: referat demam

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang

berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Demam terjadi pada

oral temperature >37,2°C. Demam biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus,

jamur, atau parasit), penyakit autoimun, keganasan, ataupun obat-obatan.

Demam merupakan gejala yang paling umum dikeluhkan oleh setiap penderita

dalam praktek sehari-hari, dan dianggap sebagai penanda adanya suatu gangguan dalam

tubuh. Pada umumnya demam terjadi dalam waktu singkat yang terkadang menimbulkan

rasa tidak enak atau tidak nyaman bagi penderita. 1,2

Sejak masa Hipocrates, demam sudah diketahui sebagai pertanda adanya suatu

penyakit. Galileo pada abad pertengahan menciptakan alat pengukur suhu dan Santorio di

Padua melaksanakan aplikasi pertama penemuan alat ini di lingkungan klinik. Tiga abad

kemudian baru untuk pertama kali, dokter mulai memonitor suhu pasien demam di tahun

1850-an dan 1860-an, setelah Traube memperkenalkan termometer untuk bangsal rumah

sakit dan Wunderlich menerbitkan sebuah analisis yang didasarkan pada pengamatan

terhadap 20.000 subyek, yang meyakinkan dokter terhadap nilai grafik suhu dari waktu

ke waktu. Traube memperlihatkan sebuah kurva suhu secara menyeluruh yang dibuat di

sebuah klinik di Leipzig. Penggunaan kurva suhu semakin meluas setelah

dipublikasikannya pendapat Wunderlich pada tahun 1868, dimana beliau mengatakan

bahwa dengan semakin banyak pengalamannya dalam memakai alat pengukur suhu ini,

semakin bertambah keyakinannya mengenai manfaat pengukuran tersebut, khususnya

untuk mendapatkan informasi yang cukup akurat dan prediktif mengenai kondisi seorang

pasien.1,3

Demam dapat memberikan informasi penting tentang adanya gejala penyakit,

terutama infeksi, dan tentang perubahan status klinis pasien. Pola demam adalah hal

penting untuk membantu dalam diagnosis dan perkembangan terapi penyakit tertentu,

seperti demam malaria, thypus, dan juga malignansi .

1

Page 2: referat demam

Salah satu penanganan demam adalah dengan memberikan obat-obatan. Salah

satu diantara obat yang dapat mengatasi demam adalah parasetamol. Parasetamol atau

asetaminofen adalah metabolit fenasetin yang mempunyai efek antipiretik dan analgetik

lemah. Parasetamol merupakan salah satu analgetik yang tergolong sebagai obat bebas.

Terdapat banyak jenis nama dagang dari obat yang mengandung parasetamol yang

beredar dan telah dikenal oleh masyarakat sehingga penggunaannya sangat luas. Terdapat

lebih dari 300 nama dagang dari obat-obatan yang mengandung parasetamol.

2

Page 3: referat demam

BAB II

DEMAM

2.1 Definisi Demam

Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas variasi sirkadian yang normal sebagai

akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior.

Suhu tubuh normal rata-rata pada individu yang berusia 18-40 tahun adalah 36,8 ± 0,40 C.

Jadi suhu tubuh pagi hari > 37,2C (98,9F) atau suhu tubuh sore hari >37,7C (99.9F)

disebut sebagai keadaan panas/demam/febris. Terdapat perbedaan pengukuran suhu di

oral, aksila dan rektal sekitar 0,50 C; suhu rektal > suhu oral > suhu aksila.9

Suhu tubuh normal dapat dipertahankan, walaupun ada perubahan suhu tubuh

lingkungan, karena adanya kemampuan pada pusat termoregulasi untuk mengatur

keseimbangan antara panas yang diproduksi oleh jaringan, khususnya oleh otot dan hati,

dengan panas yang hilang. Dalam keadaan demam, keseimbangan tersebut bergeser

hingga terjadi peningkatan suhu dalam tubuh.

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung

dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang,

misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan ransangan pirogenik lain. Bila

produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka

efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui

batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen

sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui.

2.2 Mekanisme Demam9,10,11

Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-

sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-

1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan INF

(interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan

patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan

bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan

menjadi 38,9° C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37° C

3

Page 4: referat demam

terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk

meningkatkan suhu tubuh.

Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh

berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi

berbagai rangsang. Rangsangan endogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi

leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1

dan TNFα, selain IL-6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat

tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian

medial dan lateral nukleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum.

Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin,

terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX-2

(cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam.

Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui

sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage

inflammatory protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik.

Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas,

sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi

pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian,

pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang

disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi.

2.3 Regulasi Suhu Tubuh10

Manusia dan binatang menyusui mempunyai kemampuan untuk memelihara suhu

tubuh relatif konstan dan berlawanan dengan suhu lingkungan. Kepentingan

dipertahankan suhu tubuh pada manusia adalah berhubungan dengan reaksi kimia di

dalam tubuh kita. Misal kenaikan suhu 100 C bisa mempercepat proses biologis 2-3

kalinya. Suhu inti (core temperature) manusia berfluktuasi +10 C dalam kegiatan sehari-

hari.

Konsep core temperature yaitu dianggap merupakan dua bagian dalam soal

pegaturan suhu yaitu: Bagian dalam inti suhu tubuh, yang benar- benar mempunyai suhu

4

Page 5: referat demam

rata-rata 370 C, yaitu diukur pada daerah (mulut, otot, membrane tympani, vagina,

esophagus).

Organ Pengatur Suhu Tubuh

Pusat pengatur panas dalam tubuh adalah Hypothalamus, Hipothalamus ini

dikenal sebagai thermostat yang berada dibawah otak. Hipothalamus anterior berfungsi

mengatur pembuangan panas. Hipothalamus posterior berfungsi mengatur upaya

penyimpanan panas.

Mekanisme pengaturan suhu

Kulit –> Reseptor ferifer –> hipotalamus (posterior dan anterior) –> Preoptika

hypotalamus –> Nervus eferent –> kehilangan/pembentukan panas

Sumber Panas

Metabolisme

Kegiatan metabolisme tubuh adalah sumber utama dan pembentukan/pemberian

panas tubuh. Pembentukan panas dari metabolisme dalam keadaan basal (BMR) +

70 kcal/jam sedang pada waktu kerja (kegiatan otot) naik sampai 20%.

Bila dalam keadaan dingin seseorang menggigil maka produksi panas akan

bertambah 5 kalinya.

Penglepasan Panas

1. Penguapan (evaporasi)

Penguapan dari tubuh merupakan salah satu jalan melepaskan panas.

Walau tidak berkeringat, melalui kulit selalu ada air berdifusi sehingga penguapan

dari permukaan tubuh kita selalu terjadi disebut inspiration perspiration

(berkeringat tidak terasa) atau biasa disebut IWL (insensible water loss).

Inspiration perspiration melepaskan panas + 10 kcal/jam dari permukaan panas

dari metabolisme dikeluarkan kulit. Dari jalan pernafasan + 7 kcal/jam dengan

cara evaporasi 20 - 25%.

5

Page 6: referat demam

2. Radiasi

Permukaan tubuh bila suhu disekitar lebih panas dari badan akan

menerima panas, bila disekitar dingin akan melepaskan panas. Proses ini terjadi

dalam bentuk gelombang elektromagnetik dengan kecepatan seperti cahaya

radiasi.

3. Konduksi

Perpindahan panas dari atom ke atom/ molekul ke molekul dengan jalan

pemindahan berturut turut dari energi kinetik. Pertukaran panas dari jalan ini dari

tubuh terjadi sedikit sekali (kecuali menyiram dengan air)

4. Konveksi

Perpindahan panas dengan perantaraan gerakan molekul, gas atau cairan.

Misalnya pada waktu dingin udara yang diikat/dilekat menjadi pada tubuh akan

dipanaskan (dengan melalui konduksi dan radiasi) kurang padat, naik dan diganti

udara yang lebih dingin. Biasanya ini kurang berperan dalam pertukaran panas.

Pengaturan Suhu Tubuh Pada Keadaan dingin

Ada dua mekanisme tubuh untuk keadaan dingin yaitu :

1. Secara fisik (prinsif-prinsif ilmu alam) yaitu pengaturan atau reaksi yang terdiri

dari perubahan sirkulasi dan tegaknya bulu-bulu badan (piloerektion) –> erector

villi

2. Secara kimia yaitu terdiri dari penambahan panas metabolisme.

Pengaturan secara fisik dilakukan dengan dua cara :

1. Vasokontriksi pembuluh darah (kutaneus vasokontriksi)

Pada reaksi dingin aliran darah pada jari-jari ini bias berkurang + 1% dari

pada dalam keadaan panas. Sehingga dengan mekanisme vasokontriksi maka

6

Page 7: referat demam

panas yang keluar dikurangi atau penambahan isolator yang sama dengan

memakai 1 rangkap pakaian lagi.

2. Limit blood flow slufts (perubahan aliran darah)

Pada prinsipnya yaitu panas/temperature inti tubuh terutama akan lebih

dihemat (dipertahankan) bila seluruh anggota badan didinginkan.

Pengaturan secara kimia

Pada keadaan dingin, penambahan panas dengan metabolisme akan terjadi baik

secara sengaja dengan melakukan kegiatan otot-otot ataupun dengan cara menggigil.

Menggigil adalah kontraksi otot secara kuat dan lalu lemah bergantian, secara sinkron

terjadi kontraksi pada grup-grup kecil motor unit alau seluruh otot. Pada menggigil

kadang terjadi kontraksi secara simultan sehingga seluruh badan kaku dan terjadi spasme.

Menggigil efektif untuk pembentukan panas, dengan menggigil pada suhu 50 C selama 60

menit produksi panas meningkat 2 kali dari basal, dengan batas maksimal 5 kali.

Pengaturan suhu tubuh dalam keadaan panas

1. Fisik

• Penambahan aliran darah permukaan tubuh

• Terjadi aliran darah maksimum pada anggota badan

• Perubahan (shift) dari venus return ke vena permukaan

2. Keringat

• Pada temperatur di atas 340 C, pengaturan sirkulasi panas tidak cukup dengan

radiasi, dimana pada kondisi ini tubuh mendapat panas dari radiasi. Mekanisme

panas yang dipakai dalam keadaan ini dengan cara penguapan (evaporasi).

• Gerakan kontraksi pada kelenjar keringat, berfungsi secara periodik memompa

tetesan cairan keringat dari lumen permukaan kulit merupakan mekanisme

pendingin yang paling efektif.

7

Page 8: referat demam

8

Page 9: referat demam

2.4 Etiologi Demam9,10

Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon normal

tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme

kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit, maupun

jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga disebabkan

oleh paparan panas yang berlebihan (overheating), dehidrasi atau kekurangan cairan,

alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun.

Gangguan otak atau akibat zat yang menimbulkan demam (pirogen) yang

menyebabkan perubahan “set point”. Zat pirogen ini bisa berupa protein, pecahan protein,

dan zat lain (terutama kompleks lipopolisakarida atau pirogen hasil dari degenerasi

jaringan tubuh yang menyebabkan demam selama keadaan sakit). Pirogen eksogen

merupakan bagian dari patogen, terutama kompleks lipopolisakarida (endotoksin) bakteri

gram (-) yang dilepas bakteri toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu.

Beberapa penyebab penting demam dan hipertermia

Infeksi : bakterial, viral, jamur, parasit, riketsia

Penyakit Autoimun : SLE, poliartritis nodosa, demam rematik, polimyalgia

rheumatika, giant cell arthritis, adult still’s disease, wegeners

granulamatosis,vaskulitis, relapsing polychondritis, dermatomyositis, adult

rheumatoid arthritis.

Penyakit Sistem Saraf Pusat : perdarahan serebral, trauma kepala, tumor otak dan

spinal, penyakit degenerative sistem saraf pusat (misal : multiple sklerosis),

trauma medulla spinalis.

Penyakit Neoplasma Ganas : neoplasma primer (misal: kolon dan rectum, hepar,

ginjal, neuroblastoma), tumor metastase dari hepar

Penyakit darah : Limfoma, leukemia, anemia hemolitik

Penyakit Kardiovaskuler : infark miokard, tromboflebitis, emboli paru

Penyakit Gastrointestinal : penyakit bowel, abses hepar, hepatitis alkoholik,

hepatitis granulomatosa.

Penyakit Endokrin : Hipertiroid atau feokromositoma

Penyakit karena Agen Kimia : reaksi obat (termasuk serum sickness), sindroma

neuroleptik maligna, hipertermi maligna pada anestesi, sindroma serotonergik.

9

Page 10: referat demam

Penyakit Miscelaneous : sarkoidosis, demam mediterania, trauma jaringan lunak

dan hematoma.

2.5. Pola Demam

Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah

mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial

dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun

tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk

diagnosis yang berguna (Tabel 2.).1

Tabel 2. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik

Pola demam Penyakit

Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan

Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri

Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis

Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik

Quotidian Malaria karena P.vivax

Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis,

beberapa drug fever (contoh karbamazepin)

Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis

Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat

suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons

terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:1,2,6-8

Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu

tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam.

Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

10

Page 11: referat demam

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal

dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang

paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit

tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam

disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten

Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari,

dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam

terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten

Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan

perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam

yang terjadi setiap hari.

11

Page 12: referat demam

Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12

jam)

Gambar 4. Demam quotidian

Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap

tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam

melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi

saluran nafas atas.

Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada

satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau

sistem organ multipel.

Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda

(camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh

klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam

dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum

minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

Relapsing fever dan demam periodik:

o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval

regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari,

beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat

adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3,

kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.

12

Page 13: referat demam

Gambar 5. Pola demam malaria

o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang

disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh

kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-

tiba berlangsung selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan

durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-

borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia,

sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode

demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam

(6 – 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini

disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan oleh

antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis.

Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan

brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi

anafilaktik full-blown.

13

Page 14: referat demam

o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan

Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum

awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.

o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada

1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya

sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada,

sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang

berlangsung 3 – 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa.

Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan

atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

2.6. Klasifikasi Demam

Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah.2

Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau kronis,

dan dengan atau tanpa localizing signs.7 Tabel 3. dan Tabel 4. memperlihatkan tiga

kelompok utama demam yang ditemukan di praktek pediatrik beserta definisi istilah

yang digunakan.1

Tabel 3. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik

Klasifikasi Penyebab tersering Lama demam pada umumnya

Demam dengan localizing signs Infeksi saluran nafas atas <1 minggu

Demam tanpa localizing signs Infeksi virus, infeksi saluran kemih <1minggu

Fever of unknown origin Infeksi, juvenile idiopathic arthritis >1 minggu

14

Page 15: referat demam

Tabel 4. Definisi istilah yang digunakan

Istilah Definisi

Demam dengan localization Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Demam tanpa localization Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi dengan pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan sekitarnya

Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk, cyanosis, hipo atau hiperventilasi

Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat mengancam jiwa. Contohnya adalah meningitis, sepsis, infeksi tulang dan sendi, enteritis, infeksi saluran kemih, pneumonia

Bakteremia dan septikemia Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah, dibuktikan dengan biakan darah yang positif, septikemia menunjukkan adanya invasi bakteri ke jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan disfungsi organ

Demam dengan localizing signs

Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada

kategori ini (Tabel 5.). Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda

secara spontan atau karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik.

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan

dengan pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan foto rontgen dada.1

Tabel 5. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs

Kelompok Penyakit

Infeksi saluran nafas atas ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis herpetika

Pulmonal Bronkiolitis, pneumoniaGastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendisitisSistem saraf pusat Meningitis, encephalitisEksantem Campak, cacar airKolagen Rheumathoid arthritis, penyakit KawasakiNeoplasma Leukemia, lymphomaTropis Kala azar, cickle cell anemia

15

Page 16: referat demam

Demam tanpa localizing signs

Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya

localizing signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama

terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan

hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia. Tabel 6.

menunjukan penyebab paling sering kelompok ini.1 Demam tanpa localizing signs

umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1 minggu, dan merupakan

sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak dalam merawat anak

berusia kurang dari 36 bulan.6

Tabel 6. Penyebab umum demam tanpa localizing signs

Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis

Infeksi Bakteremia/sepsis

Sebagian besar virus (HH-6)

Infeksi saluran kemih

Malaria

Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis

Tampak baik, CRP normal, leukosit normal

Dipstik urine

Di daerah malaria

PUO (persistent pyrexia of unknown origin) atau FUO

Juvenile idiopathic arthritis Pre-articular, ruam, splenomegali, antinuclear factor tinggi, CRP tinggi

Pasca vaksinasi Vaksinasi triple, campak Waktu demam terjadi berhubungan dengan waktu vaksinasi

Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis eksklusi

Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)

Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1

minggu dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi

penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever

of unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama

minimal 3 minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di

rumah sakit.1

16

Page 17: referat demam

2.7 Diagnosis & Penatalaksanaan Demam9,10

2.7.1 Anamnesis

Dalam menegakkan penyakit panas atau demam, ilmu dan seni kedokteran harus

disatukan. Tidak ada keadaan klinis lainnya dimana anamnesis riwayat medis lebih

penting, seperti kronologis gejala, penggunaan obat-obatan atau adanya penanganan lain

seperti tindakan pembedahan atau perawatan gigi. Dari anamnesis ini dapat diketahui

kapan mulai demam, tinggi suhu badan, apakah demam hilang timbul, adanya menggigil,

kelelahan atau sakit.

Dari anamnesis juga ditanyakan tentang riwayat pekerjaan, adanya kontak dengan

heawn, asap beracun, organisme yang potensial infeksius/zat yang dapat menjadi antigen,

kontak dengan penderita lain yang mengalami panas atau penyakit menular di rumah,

tempat kerja atau sekolah. Riwayat geografis tempat tinggal, riwayat perjalanan,

kecenderungan makan seperti daging mentah/yang tidak dimasak dengan baik. Riwayat

keluarga dengan penyakit tuberculosis, penyakit panas atau penyakit demam lainnya.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang teliti harus dilakukan secara regular. Semua tanda-tanda

vital merupakan petunjuk yang relevan. Suhu tubuh dapat diukur dengan menempatkan

thermometer ke dalam rektal, mulut, telinga dan ketiak. Penggunaan thermometer kaca

berisi merkuri tidak lagi dianjurkan karena dapat berbahaya dan juga meracuni

lingkungan.

Pengukuran suhu mulut aman untuk dilakukan. Pengukuran ini lebih akurat

dibandingkan dengan suhu ketiak (aksila). Pengukuran suhu aksila mudah dilakukan,

namun hanya menggambarkan suhu perifer tubuh yang sangat dipengaruhi oleh

vasokonstriksi pembuluh darah dan keringat sehingga kurang akurat. Pengukuran suhu

melalui anus atau rektal cukup akurat karena lebih mendekati suhu tubuh yang

sebenarnya dan paling sedikit terpengaruh suhu lingkungan, namun pemeriksaannya tidak

nyaman bagi penderita. Pengukuran suhu melalui telinga (infrared tympanic) tidak

dianjurkan karena dapat memberikan hasil yang tidak akurat sebab liang telinga sempit

dan basah.

Pemeriksaan suhu tubuh dengan perabaan tangan tidak dianjurkan karena tidak

17

Page 18: referat demam

akurat sehingga tidak dapat mengetahui dengan cepat jika suhu mencapai tingkat yang

membahayakan. Pengukuran suhu inti tubuh yang merupakan suhu tubuh yang

sebenarnya dapat dilakukan dengan mengukur suhu dalam tenggorokan atau pembuluh

arteri paru. Namun hal ini sangat jarang dilakukan karena terlalu invasif.

Kisaran nilai normal suhu tubuh adalah suhu oral antara 35,5°-37,5° C, suhu aksila antara

34,7°-37,3° C, suhu rektal antara 36,6°-37,9° C dan suhu telinga antara 35,5°-37,5° C.

Pemeriksaan fisik juga harus diperhatikan pada kulit, kelenjar limfe, mata, dasar

kuku, sistem kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem muskuloskletal dan sistem saraf.

Pemeriksaan rektal memberikan manfaat yang cukup mengesankan untuk kasus-kasus

tertentu. Penis, prostat, skrotum, dan testis harus diperiksa dengan cermat, prepusium bila

pasien tidak disirkumsisi harus diretraksi. Pemeriksaan pelvis merupakan bagian dari

setiap pemeriksaan jasmani yang lengkap pada seorang perempuan.

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Salah satu pengukuran yang dapat dilakukan dalam tahap awal adalah

pemeriksaan hematologi, pada infeksi bakteri akut dapat menunjukkan pergeseran hitung

jenis ke kiri, dengan atau tanpa leukositosis. Pemeriksaan mencakup hitung darah

lengkap, hitung jenis yang dilakukan secara manual atau dengan menggunakan alat yang

sensitif untuk mengenali sel-sel eosinofil, bentuk sel darah yang muda, atau bentuk

batang, bentuk granulasi toksik dan badan dohle. Tiga bentuk sel darah yang terakhir ini

sugestif ke arah bakterial. Netropenia dapat terlihat pada sebagian infeksi virus

khususnya parvovirus B19, reaksi obat, SLE, penyakit tifoid, bruselosis, dan penyakit

infiltratif sumsum tulang, termasuk limfoma, leukimia, tuberkulosis serta histoplasmosis.

Limfositosis dapat terlihat pada penyakit infeksi virus, tifoid, bruselosis, tuberkulosis.

Limfosit atipikal terlihat banyak penyakit virus, termasuk EBV (Epstein-Bar),

Sitomegalovirus (CMV), HIV, dengue, rubella, morbilli, varisella, hepatitis virus, serum

sickness dan toksoplasmosis. Monositosis terdapat pada tifoid, tuberkulosis, bruselosis

dan limfoma. Eosinofilia dapat ditemukan pada reaksi obat hipersensitivitas, penyakit

Hodgkin, insufisiensi adrenal dan infeksi metazoa tertentu. Jika keadaan demam tampak

18

Page 19: referat demam

lama dan berat, sediaan apus harus diperiksa dengan cermat dan pemeriksaan LED harus

dilakukan.

Urinalisis dengan sedimen urine harus dilakukan. Cairan sendi harus diperiksa

untuk menemukan kristal. Biopsi sumsum tulang (bukan aspirasi biasa) untuk

pemeriksaan histopatologi (disamping pemeriksaan kultur) diperlukan kalau terdapat

kemungkinan infiltrasi sumsum tulang oleh kuman patogen atau sel tumor. Tinja harus

diperiksa untuk menemukan leukosit, telur cacing ataupun parasit. Pemeriksaan elektrolit,

gula darah, Blood Urea Nitrogen , dan kreatinin harus dilakukan. Tes faal hepar, SGOT,

SGPT, GGT dapat memberi petunjuk mengenai fungsi sel hati. Pemeriksaan biokimia

selanjutnya dapat membantu dengan mengukur kadar kalsium yang dapat meningkat pada

sarkoidosis dan karsinomatosis.

b. Mikrobiologi

Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks, dan vagina harus

dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum (pengecatan gram, BTA, kultur)

diperlukan untuk setiap pasien yang menderita demam dan batuk-batuk. Pemeriksaan

kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan kalau keadaan demam

tersebut lebih dari penyakit virus yang terjadi tanpa komplikasi. Cairan serebrospinal

harus diperiksa dan dikultur bila terdapat meningismus, nyeri kepala berat, atau

perubahan status mental.

c. Radiologi

Pembuatan foto toraks merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap penyakit

demam yang signifikan, seperti adanya gangguan pada paru.

2.7.4 Penatalaksanaan9,10

a. Non Farmakologis

Tindakan umum untuk menurunkan demam pada prinsipnya diusahakan untuk

beristirahat agar metabolisme tubuh menurun. Cukup cairan agar kadar elektrolit tidak

meningkat saat evaporasi terjadi. Aliran udara yang baik misalnya dengan kipas,

memaksa tubuh berkeringat, mengalirkan hawa panas ke tempat lain sehingga demam

19

Page 20: referat demam

turun. Jangan menggunakan aliran yang terlalu kuat, karena suhu kulit dapat turun

mendadak. Ventilasi/regulasi aliran udara penting di daerah tropik. Buka pakaian/selimut

yang tebal agar terjadi radiasi dan evaporasi. Lebarkan pembuluh darah perifer dengan

cara menyeka kulit dengan air hangat (tepid-sponging). Mendinginkan dengan air es atau

alkohol kurang bermanfaat (justru terjadi vasokonstriksi pembuluh darah), sehingga

panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi. Lagipula,

pengompresan dengan alkohol akan diserap oleh kulit dan dihirup pernafasan, dapat

menyebabkan koma.

b. Farmakologis

Demam merupakan suatu keadaan yang sering menimbulkan kecemasan, stres, dan

fobia tersendiri bagi penderita. Oleh karena itu, ketika seseorang seringkali melakukan

upaya-upaya untuk menurunkan demam. Salah satunya adalah dengan pemberian obat

penurun panas/antipiretik seperti parasetamol, ibuprofen, dan aspirin. Antipiretik yang

banyak digunakan dan dianjurkan adalah parasetamol, ibuprofen, dan aspirin (asetosal)

Parasetamol (Asetaminofen)

Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik

yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek anti inflamasi parasetamol hampir

tidak ada. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan nama parasetamol, dan

tersedia sebagai obat bebas, misalnya Panadol®, Bodrex®, INZA®, dan Termorex® .

Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau

mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan

mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral. Parasetamol merupakan

penghambat prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak

terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa.

Parasetamol diberikan secara oral. Penyerapan dihubungkan dengan tingkat

pengosongan perut, konsentrasi darah puncak biasanya tercapai dalam 30- 60 menit.

Parasetamol sedikit terikat pada protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim

mikrosomal hati dan diubah menjadi sulfat dan glikoronida asetaminofen, yang secara

farmakologis tidak aktif. Kurang dari 5% diekskresikan dalam keadaan tidak berubah.

20

Page 21: referat demam

Metabolit minor tetapi sangat aktif (N-acetyl-p-benzoquinone) adalah penting dalam

dosis besar karena efek toksiknya terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh asetaminofen

adalah 2-3 jam dan relatif tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal. Dengan kuantitas toksik

atau penyakit hati, waktu paruhnya dapat meningkat dua kali lipat atau lebih.

Reaksi alergi terhadap parasetamol jarang terjadi. Manifestasinya berupa eritema

atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa.

Ibuprofen

Ibuprofen adalah turunan sederhana dari asam fenilpropionat. Obat ini bersifat

analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama

seperti aspirin. Efek antiinflamasinya terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari.

Absorpsi ibuprofen dengan cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam

plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. 99% ibuprofen

terikat dalam protein plasma. Ibuprofen dimetabolisme secara ekstensif via CYP2C8

(cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 8) dan CYP2C9 (cytochrome

P450, family 2, subfamily C, polypeptide 9) di dalam hati dan sedikit diekskresikan dalam

keadaan tak berubah. Kira- kira 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui

urin sebagai metabolit/konjugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan

karboksilasi.

Ibuprofen merupakan turunan asam propionat yang berkhasiat sebagai

antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Efek antiinflamasi dan analgetiknya melalui

mekanisme pengurangan sintesis prostaglandin. Efek ibuprofen terhadap saluran cerna

lebih ringan dibandingkan aspirin, indometasin atau naproksen. Efek lainnya yang jarang

seperti eritema kulit, sakit kepala, trombositopenia, dan ambliopia toksik yang reversibel.

Dosis sebagai analgesik 4 kali 400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis optimal pada

tiap orang ditentukan secara individual. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita

hamil dan menyusui.

Aspirin

Aspirin atau asam asetilsalisilat adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang

21

Page 22: referat demam

sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri), antipiretik (terhadap

demam), dan antiinflamasi. Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan digunakan

dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Beberapa

contoh aspirin yang beredar di Indonesia ialah Bodrexin® dan Inzana®.

Efek-efek antipiretik dari aspirin adalah menurunkan suhu yang meningkat, hal ini

diperantarai oleh hambatan kedua COX (cyclooxygenase) dalam sistem saraf pusat dan

hambatan IL-1 (yang dirilis dari makrofag selama proses inflamasi). Turunnya suhu,

dikaitkan dengan meningkatnya panas yang hilang karena vasodilatasi dari pembuluh

darah permukaan atau superfisial dan disertai keluarnya keringat yang banyak.

Aspirin merupakan obat yang efektif untuk mengurangi demam, namun tidak

direkomendasikan pada anak. Aspirin, karena efek sampingnya merangsang lambung dan

dapat mengakibatkan perdarahan usus maka tidak dianjurkan untuk demam ringan. Efek

samping seperti rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan saluran cerna biasanya

dapat dihindarkan bila dosis per hari lebih dari 325 mg. Penggunaan bersama antasid atau

antagonis H2 dapat mengurangi efek tersebut.

Aspirin juga dapat menghambat aktivitas trombosit (berfungsi dalam pembekuan

darah) dan dapat memicu risiko perdarahan sehingga tidak dianjurkan untuk menurunkan

suhu tubuh pada demam berdarah dengue. Pemberian aspirin pada anak dengan infeksi

virus terbukti meningkatkan risiko Sindroma Reye.

22

Page 23: referat demam

BAB III

KESIMPULAN

Demam merupakan keadaan terjadinya suhu tubuh di atas variasi sirkadian yang

normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam

hipotalamus anterior. Suhu pada pagi hari > 37,2C (98,9F) atau suhu pada sore hari

>37,7C (99.9F) didefinisikan sebagai demam. Hipertermia merupakan kenaikan suhu

tubuh diatas titik penyetelan (set point) hipotalamus (>41,2C) sebagai akibat kehilangan

dari panas yang tidak memadai (misalnya yang terlihat pada waktu latihan jasmani,

minum obat yang menghambat perspirasi, lingkungan yang panas,dan lain-lain)

Substansi pirogen dapat berasal dari eksogen maupun endogen, yang merupakan

penyebab demam. Pada mulanya yang dianggap sebagai pemicu reaksi demam adalah

infeksi dan produknya disebut pirogen eksogen, tetapi dalam perkembangan selanjutnya

ternyata beberapa molekul endogen seperti komplek antigen-antibodi, komplemen,

produk limfosit, dan inflammation bile acids juga dapat merangsang pelepasan pirogen

sitokin.

Tipe demam dapat dihubungkan dengan suatu penyakit tertentu, demam

intermitten seperti pada malaria, demam remitten seperti pada thypoid, demam kontinyu

seperti pada pneumonia. Penyebab demam selain infeksi, penyakit autoimun, penyakit

darah, dapat juga disebabkan oleh keadaan toksemia karena keganasan atau reaksi

terhadap pemakaian obat, juga gangguan pada pusat regulasi suhu sentral seperti pada

heat stroke, perdarahan otak, koma atau gangguan sentral lainnya.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik dan cermat sangat membantu dalam

menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium, radiologi, mikrobiologi merupakan

bagian dari pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.

Terapi non farmakologis dan farmakologis dapat diterapkan dalam melakukan

penatalaksanaan demam. Secara non farmakologi, bahwa prinsip dari metode fisik adalah

memfasilitasi penglepasan panas yang lebih besar dari tubuh, dapat dipergunakan sebagai

upaya tambahan untuk menurunkan demam. Terapi farmakologi umumnya seperti

parasetamol, ibuprofen dan aspirin hingga saat ini masih digunakan sebagai antipiretik

yang cukup bermakna serta memuaskan.

23

Page 24: referat demam

Daftar Pustaka

1. El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J,

Klein N, penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin:

Springer-Verlag; 2009.h.1-24.

2. Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG,

penyunting. Moffet’s Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach.

Edisi ke-4. New York: Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.

3. El-Radhi AS, Barry W. Thermometry in paediatric practice. Arch Dis Child

2006;91:351-6.

4. Avner JR. Acute Fever. Pediatr Rev 2009;30:5-13.

5. Del Bene VE. Temperature. Dalam: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, penyunting.

Clinical methods: The history, physical, and laboratory examinations. Edisi ke-

3. :Butterworths;1990.h.990-3.

6. Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,

penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders

Elsevier; 2007.h.

7. Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North Am

1996;10:33-44

8. Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA,

penyunting. Fever: Basic mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia:

Lippincott-Raven;1997.h.215-36

9. Nelwan R.H.H. Demam. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,

Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilild III. Edisi V. Jakarta: Pusat

Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.p.2767-72

10. Nainggolan L, Widodo D. Demam, Patofisiologi dan Penatalaksanaan. Dalam:

Widodo D, Pohan HT, editors. Bunga Rampai Penyakit Infeksi. Jakarta: Pusat

Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2004.p.1-10

24