38
REFERAT Kejang Demam pada Anak Disusun oleh : Ramli Saibun Hasudungan Simanjuntak 11 2013 320 Pembimbing : dr. Elfrida Simatupang, SpA KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KESEHATAN ANAK 1

REFERAT KEJANG DEMAM PRINT.docx

  • Upload
    ramli-s

  • View
    282

  • Download
    18

Embed Size (px)

Citation preview

REFERAT

Kejang Demam pada Anak

Disusun oleh :

Ramli Saibun Hasudungan Simanjuntak

11 2013 320

Pembimbing :

dr. Elfrida Simatupang, SpA

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA. JAKARTA UTARA

PERIODE 30 Maret 6 Juni 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya sehingga Referat yang berjudul Kejang Demam pada Anak ini dapat diselesaikan. referat ini diajukan sebagai bagian dari kegiatan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Koja. Pada kesempatan ini, tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Elfrida Simatupang, Sp.A selaku pembimbing selama menjalankan kepaniteraan klinik di bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Koja.

Adapun makalah ini berisi mengenai penyakit kejang demam. Kejang demam sendiri merupakan salah satu kasus yang cukup sering ditemukan di Rumah Sakit Umum Daerah Koja. Dengan referat dalam makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami lebih jauh tentang penyakit kejang demam

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan sarandari semua pihakyang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu sampai selesainya makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi kita semua.

Jakarta, Mei 2015

Penyusun

\

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebelum memahami definisi mengenai kejang, perlu diketahui tentang seizure dan konvulsi. Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan aktivitas listrik abnormal yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf di otak yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu. Manifestasi dari seizure bisa bermacam-macam, dapat berupa penurunan kesadaran, gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik (kelojotan), konvulsi dan fenomena psikologis lainnya. Kumpulan gejala berulang dari seizure yang terjadi dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun disebut sebagai epilepsi (ayan). Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak dan serentak otot-otot yang tidak bisa dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh. Hal inilah yang lebih sering dikenal orang sebagai kejang. Jadi kejang hanyalah salah satu manifestasi dari seizure.

Kasus kejang merupakan 1 % dari kasus kegawatdaruratan. Kejang terjadi bila fungsi otak tidak normal, mengakibatkan perubahan dalam gerakan, perilaku atau kesadaran. Berbagai jenis kejang dapat terjadi di berbagai belahan otak dan dapat lokal (hanya mempengaruhi bagian tubuh) atau umum (mempengaruhi seluruh tubuh). Kejang dapat terjadi karena berbagai alasan, terutama pada anak-anak. Kejang pada bayi baru lahir bisa sangat berbeda dibandingkan dengan kejang pada anak-anak, anak-anak sekolah dan remaja. Kejang, terutama pada anak yang belum pernah mengalami kejang sebelumnya, bisa menakutkan orang tua atau penyedia layanan.

Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur pediatri dan terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang ini merupakan penyebab yang paling lazim untuk rujukan pada praktek neurologi anak. Adanya gangguan kejang tidak merupakan diagnosis tetapi gejala suatu gangguan sistem saraf sentral(SSS) yang mendasari dan memerlukan pengamatan menyeluruh dan rencana manajemen.

Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami lebih dalam tentang kejang demam, mengetahui manifestasi klinis dari kejang demam, mengetahui cara mendiagnosis dan jenis-jenis kejang demam, serta mengetahui penatalaksanan dari kejang demam.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Kejang Demam

Menurut National Institute of Health (NIH), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, yang biasanya terjadi pada usia 3 bulan sampai dengan 5 tahun, berhubungan dengan demam, namun tanpa bukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu dari kejang. Definisi ini mengeksklusi kejang dengan demam pada anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam.1

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam adalah bangkitan kejang yang berhubungan dengan demam, tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau ketidakseimbangan elektrolit akut, pada anak berusia lebih dari 1 bulan, yang tidak pernah mengalami kejang tanpa demam sebelumnya.1

Menurut Konsensus Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (UKK Neurologi IDAI ), kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Definisi ini mengeksklusi anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk dalam kejang demam.2

Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis, atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.2

Epidemiologi Kejang Demam

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan - 5 tahun.2 Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam, sedangkan 20% lainnya merupakan kejang demam kompleks.5 Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam, sedangkan kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.2 Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 1,4:1.

Etiologi Kejang Demam

Etiologi kejang demam hingga kini belum diketahui. Demamnya sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, pneumonia, bronkopneumonia, bronkhitis, tonsilitis, dan infeksi saluran kemih.3

Kejang jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh asfiksia dan perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi kecil. Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah infeksi akut. Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, asfiksia, perdarahan intrakranial spontan serta trauma postnatal.

Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi DTP (pertusis) dan morbili (campak).4

Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otitis media akut (lihat tabel).

Penyebab demam

Jumlah penderita

Tonsilitis dan/atau faringitis

Otitis media akut (radang liang telinga tengah)

Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna)

Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi

Bronkitis (radang saiuran nafas)

Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran nafas)

Morbili (campak)

Varisela (cacar air)

Dengue (demam berdarah)

Tidak diketahui

100

91

22

44

17

38

12

1

1

66

Tabel 1. Penyebab demam pada 297 anak penderita kejang demam

Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian kejang demam pada Shigellosis dan Salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang dihasilkan kuman bersangkutan.4

Patofisiologi Kejang Demam

Sel dan organ otak memerlukan suatu energi yang didapat dari metabolism untuk mempertahankan hidupnya. Bahan baku terpenting untuk metabolism otak adalah glukosa.sumber energy otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sifat proses ini adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler.5

Sel memiliki suatu membrane dengan dua permukaan yaitu permukaan dalam dan permukaan luar oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energy dan bahan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.5,6

Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh adanya:

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya.

3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Dan pada kondisi demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolism basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium dari membrane tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membrane sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.5

Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, ini tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, dapat terjadi kejang pada suhu 38C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah; sehingga pada penanggulangannya perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Namun pada kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya terjadi apneu (henti napas), meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkpnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolism anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh semakin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas merupakan faktor penyebab sehingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler lalu timbul edema otak sehingga terjadi kerusakan sel neuron otak.5

Kerusakan di daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama; dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi, jelaslah bahwa kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.5

Awal (< 15 menit)

Lanjut (15-30 menit)

Berkepanjangan (>1jam)

Meningkatnya kecepatan denyut jantung

Menurunnya tekanan darah

Hipotensi disertai berkurangnya aliran darah serebrum sehingga terjadi hipotensi serebrum

Meningkatnya tekanan darah

Menurunnya gula darah

Meningkatnya kadar glukosa

Disritmia

Gangguan sawar darah otak yang menyebabkan edema serebrum

Meningkatnya suhu pusat tubuh

Edema paru non jantung

Meningkatnya sel darah putih

Tabel 2. Efek fisiologis kejang menurut lama terjadinya kejang

Keadaan

Kejang

Menyerupai kejang

1. Onset

2. Lama serangan

3. Kesadaran

4. Sianosis

5. Gerakan ekstremitas

6. Stereotipik serangan

7. Lidah tergigit atau luka lain

8. Gerakan abnormal bola mata

9. Fleksi pasif ekstremitas

10. Dapat diprovokasi

11. Tahanan terhadap gerakan pasif

12. Bingung pasca serangan

13. Iktal EEG abnormal

Detik/menit

Sering terganggu

Sering

Sinkron

Selalu

Sering

Selalu

Gerakan tetap ada

Jarang

Jarang

Hampir selalu

Selalu

Selalu

Mungkin gradual

Beberapa menit

Jarang terganggu

Jarang

Asinkron

Jarang

Sangat jarang

Jarang

Gerakan hilang

Hampir selalu

Selalu

Tidak pernah

Hampir tidak pernah

Jarang

Tabel 3. Perbedaan Kejang dan Menyerupai Kejang

Gambar 1. Klasifikasi kejang pada anak

Klasifikasi Kejang Demam2,7

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua:

a. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)

Berlangsung singkat

Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit

Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal

Tidak berulang dalam waktu 24 jam

b. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)

Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial

Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara bangkitan kejang.

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan anak tidak sadar. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak yang mengalami kejang demam.3

Menurut Livingstone, membagi kejang demam menjadi dua :

1. Kejang demam sederhana

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun

Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit

Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 th tidak > 4 kali

Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan

2. Epilepsi yang diprovokasi demam

Kejang lama dan bersifat lokal

Umur lebih dari 6 tahun

Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun

EEG setelah tidak demam abnormal

Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu :

1. Kejang demam kompleks

Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun

Kejang berlangsung lebih dari 15 menit

Kejang bersifat fokal/multipel

Didapatkan kelainan neurologis

EEG abnormal

Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun

Temperatur kurang dari 39

2. Kejang demam sederhana

Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun

Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat

Kejang bersifat umum (tonik/klonik)

Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang

Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun

Temperatur lebih dari 39

3. Kejang demam berulang

Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara lain:

Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama

Riwayat kejang demam dalam keluarga

Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal

Riwayat demam yang sering

Kejang pertama adalah kejang demam kompleks

Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.

Secara umum, gejala klinis kejang demam adalah sebagai berikut6,8:

Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba)

Kejang tonik-klonik atau grand mal

Penurunan kesadaran yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam)

Postur tonik

Gerakan klonik

Lidah atau pipi tergigit

Gigi atau rahang terkatup rapat

Inkontinensia

Gangguan pernafasan

Apneu

Cyanosis

Setelah mengalami kejang biasanya:

Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih.

Terjadi amnesia dan sakit kepala.

Mengantuk

Linglung

Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan terjadinya cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.

Gambar 2. Kejang tonik klonik

Diagnosis

Langkah diagnostik untuk kejang demam adalah5,9:

Anamnesis

0. Adanya kejang, sifat kejang, bentuk kejang, kesadaran selama dan setelah kejang, durasi kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang, penyebab demam di luar susunan saraf pusat.

0. Riwayat demam sebelumnya (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun).

0. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau epilepsi).

0. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi).

0. Riwayat trauma kepala.

0. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.

0. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, dan lain-lain).

0. Singkirkan penyebab kejang lainnya.

Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah:

1. Tanda vital terutama suhu tubuh

1. Manifestasi kejang yang terjadi

1. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau molase kepala berlebihan

1. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam

1. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

1. Tanda infeksi di luar SSP

Pemeriksaan neurologis antara lain:

1. Tingkat kesadaran

1. Tanda rangsang meningeal

1. Tanda refleks patologis

Umumnya pada kejang demam tidak dijumpai adanya kelainan neurologis, termasuk tidak ada kelumpuhan nervi kranialis.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang demam, di antaranya:

5. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum, urinalisis, biakan darah, urin atau feses.Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab timbulnya demam.

5. Pungsi lumbal

Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk menyingkirkan meningitis, terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Berdasarkan penelitian, cairan serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang:

Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk)

Mengalami komplex partial seizure

Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya)

Kejang saat tiba di IGD

Keadaan post ictal(pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.

Kejang pertama setelah usia 3 tahun.

Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu lumbal pungsi sangat dianjurkan untuk dilakukan.1

Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Bayi < 12 bulan: diharuskan

2. Bayi antara 12 18 bulan: diannjurkan.

3. Bayi > 18 bulan: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.

Bila secara klinis yakin bukan meningitis, maka tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

Indikasi Pungsi Lumbal:

Jika ada kecurigaan klinis meningitis

Kejang demam pertama

Pasien telah mendapat antibiotik

Adanya paresis atau paralisis

5. Electroencephalography (EEG)

Electroencephalography dipertimbangkan pada kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal. EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan otak. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis.1,10

Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setalah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.2

5. Pencitraan

Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography Scan (CT-scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :

Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

Kemungkinan lesi struktural otak (mikrocephal, spastik)

Paresis nervus VI

Papil edema

Riwayat atau tanda klinis trauma

Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu setelah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

Diagnosis Banding

Diagnosis banding kejang demam antara lain penyakit infeksi pada sistem susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses otak.5

Klinis/Lab

Ensefalitis Herpes Simpleks

Meningitis Bacterial/ Purulenta

Meningitis Tuberkulosa

Meningitis Virus

Kejang Demam

Awitan

Akut

Akut

Kronik

Akut

Akut

Demam

< 7 hari

< 7 hari

>7 hari

< 7 hari

< 7 hari

Tipe kejang

Fokal/umum

Umum

Umum

Umum

Umum/fokal

Singkat/lama

Singkat

Singkat

Singkat

Lama>15 menit

Kesadaran

Sopor-koma

Apatis-somnolen

Somnolen-sopor

Sadar-apatis

Somnolen

Pemulihan kesadaran

Lama

Cepat

Lama

Cepat

Cepat

Tanda rangsang meningeal

-

++/-

++/-

+/-

-

Tekanan intrakranial

Sangat meningkat

Meningkat

Sangat meningkat+++

Normal

Normal

Paresis

+++/-

+/-

-

-

Pungsi lumbal

Jernih

Normal/limfo

Keruh/opalesen

Segmenter/limf

Jernih/xanto

Limfo/segmen

Jernih

Normal

Jernih

Normal

Etiologi

Virus HS

Bakteri

M.TuberculosisAnti TBC

Virus

Di luar SSP

Penyakit dasar

Terapi

Antivirus

Antibiotik

Simtomatik

Tabel 4. Diagnosis banding infeksi susunan saraf pusat.

Penatalaksanaan Kejang Demam

Dalam Penanggulangan Kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu :

1. Memberantas kejang secepat mungkin

2. Pengobatan penunjang

3. Memberikan pengobatan rumatan

4. Mencari dan mengobati penyebab

1. Memberantas kejang secepat mungkin4-5

Tatalaksana Penghentian kejang akut dilaksanakan sebagai berikut :

Dirumah/prehospital

Penanganan kejang dirumah dapat dilakukan oleh orangtua dengan pemberian diazepam per rektal dengan dosis 0,3-0,5mg/kgBB atau secara sederhana bila berat badan < 10kg : 5mg sedangkan berat badan >10kg : 10 mg. Pemberian dirumah maksimum 2kali dengan interval 5 menit. Bila kejang masih berlanjut bawalah pasien ke klinik/rumah sakit terdekat.

Dirumah sakit

Saat tiba diklinik/rumah sakit,bila belum terpasang cairan intravena,dapat diberikan diazepam per rektal ulangan 1 kali sebelum mencari akses vena. Sebelum dipasang cairan intravena sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah tepi,elektrolit dan gula darah sesuai indikasi. Bila terpasang cairan intravena, berikasn fenitoin IV dengan dosis 20mg/kgBB dilarutkan dalam NaCl 0,9% diperikan perlahan-lahan dengan kecepatan pemberian 50mg/menit. Bila kejang belum teratasi,dapat diberikan tambahan fenitoin IV 10mg/kg. Bila kejang teratasi,lanjutkan pemberian fenitoin IV setelah 12 jam kemudian dengan rumatan 5-7mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Bila kejang belum teratasi,berikan fenobarbital IV dengan dosis maksimum 15-20mg/kg dengan kecepatan pemberian 100mg/menit. Awasi dan atasi kelainan metabolik yang ada. Jika kejang berhenti,lanjutkan dengan pemberian fenobarbital IV rumatan 4-5 mg/kg/hari dalam 2 dosis 12 jam kemudian.

Perawatan intensif-rumah sakit

Bila kejang belum berhenti,dilakukan intubasi dan perawatan diruang intensif. Dapat diberikan salah satu dibawah ini :

Midazolam 0,2mg/kg diberikan perlahan-lahan,diikuti infus midazolam 0,001-0,002 mg/kg/menit selama 12-24 jam

Propofol 1mg/kg selama 5 menit,dilanjutkan dengan 1-5mg/kg/jam diturunkan setelah 12-24 jam

Pentobarbital 5-15mg/kg dalam 1 jam, dilanjutkan dengan 0,5-5mg/kg/jam

(ALGORITME PENANGANAN KEJANG AKUT & STATUS KONVULSI 6,7,8)

(KEJANG)

(Diazepam 5-10mg/rektalMaks 2x jarak 5 menitm)

(prehospital) (0-10 mnt)

(10-20 menit) (Airway, Breathing, O2 circulation) (Hospital) (Diazepam0,25-0,5mg/kg/iv/io (Kecepatan 2mg/menit),max dosis 20mg)

(monitor)

(Note: jika DIAZ recktal 1x Prehospital boleh rektal 1x) (Tanda vital, EKG,gula darah,elektrolit serum (Na,K,Ca,Mg,cl), analisa gas darah,koreksi kelainan) (Midazolam o,2mg/kg/iv bolus)atau

(Lorazepam 0,05-0,1 mgkkg/iv(rate5-10min; max 1g))

(ICU) (refrakter)

(Propofol 1-5mg/kg/infusion) (Midazolam 0,2mg/kg/iv bolus dilanjut infus 0,02-0,4mg/kg/jam) (Pentotal-tiopental 5-8 mg/kg/iv)

Cara Pemberian obat antikonvulsan pada tatalaksana kejang:

Diazepam

Dosis maksimum pemberian diazepam rektal 10 mg,dapat diberikan 2 kali dengan interval 5-10 menit.

Sediaan IV tidak perlu diencerkan,maksimum sekali pemberian 10 mg dengan kecepatan makasimum 2mg/menit,dapat diberikan 2-3 kali dengan interval 5 menit.

Fenitoin

Dosis inisial maksimum adalah 1000mg (30mg/kgbb)

Sediaan IV diencerkan dengan NaCl 0,9% 10mg/1cc NaCl 0,9%

Kecepatan pemberian IV : 1 mg/kg/menit, maksimum 50mg/menit

Jangan encerkan dengan cairan yang mengandung dextrose,karena akan menggumpal

Sebagian besar kejang berhenti dalam waktu 15-20 menit setelah pemberian

Dosis rumatan : 12-24 jam setelah dosis inisial

Efek samping : aritmia, hipotensi, kolaps kardiovaskular pada pemberian IV yang terlalu cepat.

Fenobarbital

Sudah ada sediaan IV,sediaan IM tidak boleh diberikan IV

Dosis inisial maksimum 600mg (20mg/kgbb)

Kecepatan pemberian 1mg/kg/menit,maksimum 100mg/menit

Dosis rumat : 12-24 jam setelah dosis inisial

Efek samping : hipotensi dan depresi napas, terutama jika diberikan setelah obat golongan benzodiazepin

2. Pengobatan Penunjang

Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.

Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan.

Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.

Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.

3. Pengobatan Rumatan

Pengobatan rumatan diberikan jika kejang demam menunjukan ciri sebagai berikut (salah satu) :

Kejang lama > 15 menit

Kelainan neurologis yang nyata sebelum/sesudah kejang : hemiparesis, peresis Todd,palsi serebral, retradasi mental,hidrosefalus.

Kejang fokal

Atau pengobatan rumatan dipertimbangkan jika :

Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

Kejang demam >/= 4 kali per tahun.

Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:

Profilaksis intermitten

Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10- 15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

Profilaksis jangka panjang

Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:

0. Fenobarbital

Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.

0. Sodium valproat / asam valproat

Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.

0. Fenitoin

Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.

Obat rumatan yang diberikan selama perawatan adalah fenitoin dan fenobarbital. Jika pada tatalaksana kejang,kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkan rumatan dengan dosis 5-7 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Jika pada tatalaksana kejang, kejang berhenti dengan feobarbital, lanjutkan rumatan dengan dosis 4-5mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.

Jika pada tatalaksana kejang, kejang berhenti dengan diazepam, tergantung dengan etiologi yang dapat dikoreksi secara cepat (hipoglikemia, kelainan elektrolit, hipoksia) mungkin tidak memerlukan terapi rumatan.

Jika penyebab infeksi SSP (ensefalitis dan meningitis), perdarahan intrakranial,mungkin diperlukan terapi rumat selama perawatan. Dapat diberikan fenobarbital dengan dosis awal 8-10mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, dilanjutkan dengan dosis 4-5mg/kgBB/hari sampai resiko berulangnya kejang tidak ada. Jika etiologinya epilepsi, lanjutkan obat antiepilepsi dengan menaikan dosis. Lanjutan pengobatan ini tergantung daripada kondisi pasien.

4. Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.

Indikasi Rawat Inap:

Pasien kejang demam dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut:

1. Kejang demam kompleks

1. Hiperpireksia

1. Usia di bawah 6 bulan

1. Kejang demam pertama

1. Dijumpai kelainan neurologis

Edukasi Pada Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :

Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

Memberitahukan cara penanganan kejang

Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

Pemberian obat untu mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

Tetap tenang dan tidak panik

Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.

Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang

Tetap bersama pasien selama kejang

Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti

Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Prognosis Kejang Demam

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.

Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah:

Riwayat kejang demam dalam keluarga

Usia kurang dari 12 bulan

Temperatur yang rendah saat kejang

Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor resiko terjadinya epilepsi

Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :

Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama

Kejang demam kompleks

Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkianan epilepsi mejadi 10-49% (level II-2). Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemebrian obat rumat pada kejang demam.

BAB III

PENUTUP

Kejang demam (menurut UKK Neurologi IDAI) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Definisi ini mengeksklusi anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk dalam kejang demam. Berdasarkan Konsensus UKK Neurologi IDAI, kejang demam diklasifikasikan menjadi kejang demam sederhana (simple febrile seizure) dan kejang demam kompleks (complex febrile seizure).

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan - 5 tahun. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam, sedangkan 20% lainnya merupakan kejang demam kompleks. Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 1,4:1.

Kejang demam umumnya disebabkan oleh infeksi dan vaksinasi yang mempresipitasi terjadinya demam. Faktor genetik juga berkontribusi terhadap terjadinya kejang demam. Kejang demam terjadi akibat lepasnya muatan listrik secara berlebihan sebagai akibat perubahan membran potensial. Perubahan ini diakibatkan oleh meningkatnya metabolisme basal dan kebutuhan oksigen karena demam.

Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Tatalaksana kejang yaitu memberantas kejang secepat mungkin, pengobatan penunjang,memberikan pengobatan rumatan dan mencari dan mengobati penyebab. Prognosis kejang demam umumnya baik. Kecacatan atau kelainan neurologis dan kematian tidak pernah dilaporkan. Kemungkinan berulangnya kejang demam adalah sebesar 10-15%.Kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari sebesar 5%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kundu G, Rabin F, Nandi E, Sheikh N, Akhter S. Etiology and Risk Factors of Febrile Seizure An Update. Bangladesh Journal Child Health 2010; 34(3): 103-112.

2. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Indonesia 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI); 2006.

3. Staf Pengajar IKA FKUI. 2005. Kejang Demam. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian IKA FKUI.

4. Soetomenggolo, S. Kejang Demam. Dalam Buku Neurologi UI. Jakarta: Penerbit FKUI. 2005.

5. Lumbantobing,S.M. Kejang Demam.Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.

6. Haslam Robert H.A Sistem Saraf, Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol.3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 2006.

7. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi. Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,2005

8. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediateric II : Kejang Pada Anak. Cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2007.

9. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta 2007.

10. Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setyowulan.Kapita Selekta Kedokteran : kejang Demam. Edisi ke3 Jilid 2. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2006.

7