39
BAB I PENDAHULUAN Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh di atas 38 o C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. 1 Kejadian kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4 tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi. Namun, beberapa pasien masih dapat mengalami kejang demam sampai umur lebih dari 5-6 tahun. 1 Di Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2-5% pada anak umur kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi dan sekitar 80-90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Di Jepang angka kejadian kejang demam adalah 9-10%. 3 Kejang demam umumnya berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang 1

Kejang Demam + Faringitis Referat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kejang Demam + Faringitis Referat

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh di atas 38oC yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang

demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak biasanya terjadi antara umur 3

bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya

infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.1

Kejadian kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama

sebelum berumur 4 tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23 bulan. Hanya

sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau

setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang

demam lagi. Namun, beberapa pasien masih dapat mengalami kejang demam

sampai umur lebih dari 5-6 tahun.1

Di Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2-5% pada anak

umur kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih

tinggi dan sekitar 80-90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam

sederhana. Di Jepang angka kejadian kejang demam adalah 9-10%.3

Kejang demam umumnya berlangsung singkat, berupa serangan kejang

klonik atau tonik-klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah

kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah

beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar embali tanpa defisit

neurologis. Kejang demam kompleks dapat diikuti oleh hemiparesis sementara

(hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.1,3,4

Infeksi saluran pernafasan atas menyebabkan sebagian besar kunjungan

pasien ke dokter anak. Sekitar sepertiga dari penyakit tersebut ditandai dengan

nyeri tenggorokan sebagai gejala utama. Pemeriksaan pasien anak yang datang

dengan keluhan nyeri tenggorokan dapat mengungkapkan adanya tonsilitis,

tonsillopharyngitis, atau nasofaringitis. Tidak adanya peradangan faring atau

adanya rhinorrhea jauh lebih mungkin untuk dihubungkan dengan infeksi virus.

Namun, tidak ada temuan fisik yang jelas membedakan penebab streptokokus beta

1

Page 2: Kejang Demam + Faringitis Referat

hemolitik kelompok A (GABHS) dari virus, bakteri atau penyebab yang

noninfeksi lainnya.9,10

Perhatian utama untuk faringitis pada anak usia 2 tahun atau lebih adalah

bahwa faringitis GABHS yang tidak diobati selanjutnya dapat menyebabkan

demam rematik. Untuk mencegah hal tersebut, maka diberikan terapi antimikroba

yang memadai dalam 9 hari infeksi. Tes deteksi antigen rapid untuk GABHS

dapat mendiagnosis jika hasilnya positif karena spesifisitas tes tersebut adalah

sebesar 98-99 % (yaitu, hanya 1-2 % hasilnya yang positif palsu), namun

sensitivitasnya hanya 70 % (yaitu, 30 % hasilnya negatif palsu), yang memerlukan

kultul tindak lanjut untuk hasil yang negatif.10

Dalam referat ini akan dibahas tentang bagaimana tentang kejang demam

dan penyakit faringitis, dan akan dibahas mendalam tentang gejala klinis, faktor

risiko dan penatalaksanaan kedua penyakit ini.

2

Page 3: Kejang Demam + Faringitis Referat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KEJANG DEMAM

2.1.1 Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal >38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Menurut consensus statement on febrile seizures, kejang demam adalah suatu

kejadian pada bayi dan anak biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun

berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau

penyebab tertentu.1

Definisi kejang demam menurut International League Against Epilepsy

(ILAE) adalah kejang yang terjadi setelah usia 1 bulan yang berkaitan dengan

demam yang bukan disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, tanpa riwayat

kejang sebelumnya pada masa neonatus dan tidak memenuhi kriteria tipe kejang

akut lainnya misalnya karena keseimbangan elektrolit akut.5

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun.

Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang

didahului dengan demam pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi susunan

saraf pusat atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 1,2

Anak yang pernah kejang tanpa demam kemudian mengalami kejang

demam kembali dan bayi yang berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk

dalam definisi kejang demam. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup

untuk diagnosis kejang demam ialah 38 oC atau lebih, tetapi suhu sebenarnya saat

kejang berlangsung sering tidak diketahui.1,2

Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15

menit, fokal atau multipel (lebih daripada 1 kali kejang per episode demam)

sedangkan kejang demam sederhana ialah kejang demam yang berlangsung

singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang

berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal, kejang tidak berulang

dalam waktu 24 jam. Kejadian kejang demam sederhana yaitu 80% di antara

seluruh kejang demam. 1,2

3

Page 4: Kejang Demam + Faringitis Referat

2.1.2 Epidemiologi

Kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum

berumur 4 tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23 bulan. Hanya sedikit yang

mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah

berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam

lagi. Namun, beberapa pasien masih dapat mengalami kejang demam sampai

umur lebih dari 5-6 tahun.1

Di Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2-5% pada anak

umur kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih

tinggi dan sekitar 80-90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam

sederhana. Di Jepang angka kejadian kejang demam adalah 9-10%.3

Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna.

Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang

demam sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak

2-7%. Kejang demam juga dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta

penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik.4

2.1.3 Gejala Klinis

Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang

klonik atau tonik-klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah

kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah

beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar embali tanpa defisit

neurologis. Kejang demam kompleks dapat diikuti oleh hemiparesis sementara

(hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.1,3,4

Perbedaan kejang demam sederhana (KDS) dan kompleks (KDK) dapat

dilihat pada tabel berikut 4:

4

Page 5: Kejang Demam + Faringitis Referat

Tabel 2.1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks

2.1.4 Faktor Risiko

Terdapat enam faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam, yaitu:

demam, usia, riwayat keluarga, faktor prenatal (usia saat ibu hamil, riwayat pre-

eklamsi pada ibu, hamil primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor

perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir)

dan faktor paskanatal (kejang akibat toksik, trauma kepala).3,4

1. Faktor Demam

Demam ialah hasil pengukuran suhu tubuh di atas 37,8oC aksila atau di

atas 38,3oC rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang

tersering pada anak disebabkan oleh infeksi dan infeksi virus merupakan

penyebab terbanyak. Demam merupakan faktor utama timbulnya bangkitan

kejang. 4

Kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang dan

eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada kanal ion dan

metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat

celsius akan meningkatkan metabolisme karbohidrat sebesar 10-15%, sehingga

meningkatkan kebutuhan glukosa dan oksigen. 4

Demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk jaringan

otak. Pada keadaan hipoksia, otak akan kekurangan energi sehingga menggangu

fungsi normal pompa Na+. Permeabilitas membran sel terhadap ion Na+

meningkat, sehingga menurunkan nilai ambang kejang dan memudahkan

timbulnya bangkitan kejang. Demam juga dapat merusak neuron GABA-ergik

sehingga fungsi inhibisi terganggu. 4

5

Page 6: Kejang Demam + Faringitis Referat

Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh

berkisar 38,9°C-39,9°C (40 -56%). Bangkitan kejang terjadi pada suhu tubuh

37°C-38,9°C sebanyak 11% dan sebanyak 20% kejang demam terjadi pada suhu

tubuh di atas 40oC. 4

2. Faktor Usia

Tahap perkembangan otak dibagi 6 fase yaitu:4

1. Neurulasi

2. Perkembangan prosensefali

3. Proliferasi neuron

4. Migrasi neural

5. Organisasi

6. Mielinisasi.

Tahapan perkembangan otak intrauteri dimulai fase neurulasi sampai

migrasi neural. Fase perkembangan organisasi dan mielinisasi masih berlanjut

sampai tahun-tahun pertama paskanatal. Kejang demam terjadi pada fase

perkembangan tahap organisasi sampai mielinisasi. Fase perkembangan otak

merupakan fase yang rawan apabila mengalami bangkitan kejang, terutama fase

perkembangan organisasi.4

Pada keadaan otak belum matang (developmental window), reseptor untuk

asam glutamat sebagai reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor

GABA sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum matang eksitasi lebih

dominan dibanding inhibisi. 4

Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptid eksitator,

berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang kadar CRH di

hipokampus tinggi dan berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu

oleh demam. 4

Anak pada masa developmental window merupakan masa perkembangan

otak fase organisasi yaitu saat anak berusia kurang dari 2 tahun. Pada masa ini,

apabila anak mengalami stimulasi berupa demam, maka akan mudah terjadi

bangkitan kejang. 4

6

Page 7: Kejang Demam + Faringitis Referat

Sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam dan 90% kasus terjadi

pada anak antara usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun, dengan kejadian paling

sering pada anak usia 18 sampai dengan 24 bulan.4

3. Riwayat Keluarga

Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang

demam. Pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak ditemukan

sekitar 60-80%.

Apabila salah satu orang tua memiliki riwayat kejang demam maka

anaknya beresiko sebesar 20-22%. Apabila kedua orang tua mempunyai riwayat

pernah menderita kejang demam maka resikonya meningkat menjadi 59-64%.

Sebaliknya apabila kedua orangtuanya tidak mempunyai riwayat kejang demam

maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%. Pewarisan kejang demam lebih

banyak oleh ibu dibandingkan ayah yaitu 27% berbanding 7%.4

4. Faktor Prenatal dan Perinatal

Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat

mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan. Komplikasi

kehamilan diantaranya hipertensi dan eklamsia, sedangkan gangguan pada

persalinan diantaranya trauma persalinan. Hipertensi pada ibu dapat

menyebabkan aliran darah ke plasenta berkurang sehingga berakibat

keterlambatan pertumbuhan intrauterin, prematuritas dan BBLR. Komplikasi

persalinan diantaranya partus lama. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan janin

dengan asfiksia sehingga akan terjadi hipoksia dan iskemia. Hipoksia

mengakibatkan lesi pada daerah hipokampus, rusaknya faktor inhibisi dan atau

meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada

rangsangan yang memadai seperti demam.4

5. Faktor Postnatal

Risiko untuk perkembangan kejang akan menjadi lebih tinggi bila

serangan berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi sistem saraf pusat

seperti meningitis, ensefalitis, dan terjadinya abses serta infeksi lainnya.

7

Page 8: Kejang Demam + Faringitis Referat

Ensefalitis virus berat seringkali mengakibatkan terjadinya kejang. Di negara-

negara barat penyebab yang paling umum adalah virus Herpes simplex (tipe l)

yang menyerang lobus temporalis.4

Selain infeksi, ditemukan bukti bahwa cedera kepala memicu kejadian

kejang demam pada anak sebesar 20,6%.

2.1.5 Patogenesis Kejang Demam

Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan

listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron

tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi. Sel syaraf, seperti

juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial membran. Potensial membran

yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih negatif

dibandingkan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat potensial membran berkisar

antara 30-100 mV, selisih potensial membran ini akan tetap sama selama sel tidak

mendapatkan rangsangan.3,4

Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu:4

- Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K,

misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan

pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi

hipoksemia.

- Perubahan permeabilitas sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan

hipomagnesemia.

- Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan

dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang

berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat

akan menimbulkan kejang.

Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan

bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan

demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan

lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan

ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan

8

Page 9: Kejang Demam + Faringitis Referat

menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf

meningkat. 4

Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,

jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan

menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah.

Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial,

hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini

akan mengakibatkan iskemi neuron karena kegagalan metabolisme di otak.4

Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:4

- Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang

belum matang/immatur.

- Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang

menyebabkan gangguan permiabilitas membran sel.

- Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat

dan CO2 yang akan merusak neuron.

- Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta

meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan

gangguan aliran ion-ion keluar masuk sel.

Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya kejang demam

9

Page 10: Kejang Demam + Faringitis Referat

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain

dapat disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala,

ketidakseimbangan elektrolit, dan penyebab kejang akut lainnya. Dari beberapa

diagnosis banding tersebut, meningitis merupakan penyebab kejang yang lebih

mendapat perhatian. Angka kejadian meningitis pada kejang yang disertai demam

yaitu 2-5%. 6

Kejadian demam pada kejang demam biasanya dikarenakan adanya infeksi

pada sistem respirasi atas, otitis media, infeksi virus herpes termasuk roseola.

Lebih dari 50% kejadian kejang demam pada anak kurang dari 3 tahun

berhubungan dengan infeksi virus herpes (Human Herpes Virus 6 dan 7).6

Pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin tidak begitu bermanfaat

untuk dilakukan pada pasien dengan kejang demam sederhana kecuali jika

terdapat komplikasi atau penyakit lain yang mendasari seperti gangguan

keseimbangan elektrolit yang berkaitan dengan dehidrasi akibat infeksi saluran

gastrointestinal. Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan untuk mencari

penyebab demam diantaranya pemeriksaan kultur urin untuk melihat ada tidaknya

infeksi saluran kemih jika ternyata tidak ditemukan fokus infeksi dari

pemeriksaan fisik. Pemeriksaaan kadar elektrolit seperti kalsium, fosfor,

magnesium dan glukosa yang biasa dilakukan pada pasien kejang tanpa demam

juga kurang memberikan arti yang bermakna jika dilakukan pada pasien kejang

demam sederhana.7

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah EEG

(elektroensefalogram). EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah

belakang yang bilateral, sering asimetris kadang-kadang unilateral. Perlambatan

ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari kejang dan ditemukan

pada 33% pasien bila EEG dilakukan 3 sampai 7 hari setelah serangan kejang.

Namun, perlambatan EEG ini kurang mempunyai nilai prognostik dan kejadian

kejang berulang dikemudian hari atau perkembangan ke arah epilepsi. Saat ini

sudah tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan EEG pada pasien kejang

demam sederhana karena hasil pemeriksaan yang kurang bermakna.1,2

10

Page 11: Kejang Demam + Faringitis Referat

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada

bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis karena

manifestasi klinisnya tidak jelas, oleh karena itu pemeriksaan pungsi lumbal harus

dilakukan pada bayi berumur < 6-12 bulan, sangat dianjurkan pada bayi berumur

12-18 bulan dan tidak rutin dilakukan pada bayi berumur >18 tahun jika tidak

disertai riwayat dan gejala klinis yang mengarah ke meningitis.1,2,6

Pemeriksaan radiologi tidak begitu memberikan manfaat dalam evaluasi

kejang demam sederhana dan masih kontroversial untuk dilakukan pada kejang

demam kompleks sekalipun. Pemeriksaan radiologi misalnya Magnetic resonance

imaging (MRI) dapat dilakukan untuk mengevaluasi ada tidaknya kerusakan di

otak misalnya di daerah hipokampus jika penyebab kejang masih belum

diketahui.2

Pada kejang demam sederhana tidak diperlukan pemeriksaan penunjang

baik berupa pungsi lumbal, EEG, radiologi maupun biokimia darah karena kejang

demam sederhana didiagnosis berdasarkan gambaran klinis. Pemeriksaan

penunjang dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding kejang yang disertai

dengan demam seperi meningitis.8 Diagnosis kejang demam sederhana menurut

konsensus ikatan dokter anak Indonesia yaitu jika memenuhi kriteria sebagai

berikut:1

- Terjadi pada anak usia 6 bulan - 5 tahun

- Kejang berlangsung singkat, tidak melebihi 15 menit

- Kejang umumnya berhenti sendiri

- Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal

- Kejang tidak berulang dalam 24 jam

2.1.7 Penatalaksanaan

Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu:1,8

1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

11

Page 12: Kejang Demam + Faringitis Referat

Pada waktu pasien datang dalam keadaan kejang maka hal yang harus

dilakukan ialah membuka pakaian yang ketat dan posisi pasien dimiringkan

apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi

terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur, diberikan terapi oksigen dan

jika perlu dilakukan intubasi.1,8

Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan

dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat

dan pemberian antipiretik. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik

mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia

sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan ketika anak demam (> 38,5oC).

Dosis parasetamol yang digunakan ialah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali

sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali diberikan 3-

4 kali sehari.1,2,8

Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang

diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah

akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan secara intravena

dan dalam waktu 5 menit apabila diberikan secara intrarektal. Dosis diazepam

intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2

mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal 20 mg. Untuk

memudahkan orangtua di rumah dapat diberikan diazepam rektal dengan dosis:1,8

- 5 mg pada anak dengan berat badan < 10 kg

- 10 mg untuk berat badan anak > 10 kg

Buccal midazolam (0.5 mg/kg; dosis maximal 10 mg) dikatakan lebih

efektif daripada diazepam per rektal pada anak.2

Tabel 2.2 Dosis obat anti konvulsi untuk kejang demam2

12

Page 13: Kejang Demam + Faringitis Referat

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena sering

berulang dan menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada 2 cara profilaksis

yaitu proflaksis intermiten pada waktu demam dan profilaksis terus-menerus

dengan antikonvulsan setiap hari.1,2,8

Untuk profilaksis intermiten, antikonvulsan hanya diberikan pada waktu

pasien demam. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke

jaringan otak. Diazepam intermiten memberikan hasil lebih baik karena

penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam pada

kenaikan suhu mencapai 38,5oC atau lebih yaitu dengan dosis:1,2,8

- 5 mg untuk pasien dengan berat badan < 10 kg

- 10 mg untuk pasien dengan berat badan > 10 kg

Diazepam dapat pula diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari

dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam ialah

ataksia, mengantuk dan hipotonia.1,2,8

Untuk profilaksis terus-menerus dilakukan dengan pemberian fenobarbital

4-5mg/kgBB/hari dengan kadar obat dalam darah sebesar 16µg/ml menunjukkan

hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Efek samping

fenobarbital berupa kelainan watak yaitu iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif

ditemukan pada 30-50% pasien. Efek samping dapat dikurangi dengan

menurunkan dosis fenobarbital.8

Obat lain yang dapat digunakan yaitu asam valproat dengan dosis 15-40

mg/kgBB/hari. Fenitoin dan carbamazepin tidak efektif untuk pencegahan kejang

demam. Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun

setelah kejang terakhir kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.1,2,8

Adapun indikasi profilaksis terus-menerus yaitu sebagai berikut:1,8

- Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis

atau perkembangan

- Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara

kandung

- Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan

neurologis sementara dan menetap

13

Page 14: Kejang Demam + Faringitis Referat

- Kejang demam terjadi pada bayi berumur < 12 bulan atau terjadi

kejang multipel dalam satu episode demam

2.1.8 Prognosis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan. Kematian akibat kejang demam juga tidak pernah dilaporkan.

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang

memang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan

kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi

pada kasus kejang yang lama atau kejang berulang baik fokal atau kejang

umum.1,5

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko

berulangnya kejang yaitu riwayat kejang demam dalam keluarga, usia saat kejang

pertama < 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang (<40°C) dan timbulnya

kejang yang cepat setelah demam. Bila semua faktor tersebut terpenuhi maka

resiko berulangnya kejang demam 80 % sedangkan bila tidak terdapat faktor

tersebut resikonya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang paling besar pada

tahun pertama.1,5

14

Page 15: Kejang Demam + Faringitis Referat

2.2 FARINGITIS

2.2.1 Pendahuluan tentang Faringitis

Infeksi saluran pernafasan atas menyebabkan sebagian besar kunjungan

pasien ke dokter anak. Sekitar sepertiga dari penyakit tersebut ditandai dengan

nyeri tenggorokan sebagai gejala utama.9

Pemeriksaan pasien anak yang datang dengan keluhan nyeri tenggorokan

dapat mengungkapkan adanya tonsilitis, tonsillopharyngitis, atau nasofaringitis.

Tidak adanya peradangan faring atau adanya rhinorrhea jauh lebih mungkin untuk

dihubungkan dengan infeksi virus. Namun, tidak ada temuan fisik yang jelas

membedakan penebab streptokokus beta hemolitik kelompok A (GABHS) dari

virus, bakteri atau penyebab yang noninfeksi lainnya.10

Perhatian utama untuk faringitis pada anak usia 2 tahun atau lebih adalah

bahwa faringitis GABHS yang tidak diobati selanjutnya dapat menyebabkan

demam rematik. Untuk mencegah hal tersebut, maka diberikan terapi antimikroba

yang memadai dalam 9 hari infeksi. Tes deteksi antigen rapid untuk GABHS

dapat mendiagnosis jika hasilnya positif karena spesifisitas tes tersebut adalah

sebesar 98-99 % (yaitu, hanya 1-2 % hasilnya yang positif palsu), namun

sensitivitasnya hanya 70 % (yaitu, 30 % hasilnya negatif palsu), yang memerlukan

kultul tindak lanjut untuk hasil yang negatif.10

Obat pilihan untuk pengobatan faringitis GABHS masih tetap penisilin V,

meskipun banyak ahli merekomendasikan dosis yang lebih tinggi daripada yang

digunakan di masa lalu. Bakteri lain yang kadang-kadang menyebabkan faringitis

dan memerlukan terapi antimikroba termasuk gonococcus, Francisella tularensis,

streptokokus kelompok B, C, dan G, Arcanobacterium hemolyticum, dan

Treponema pallidum. Tidak ada pengobatan yang manfaat untuk faringitis

penyebab virus.10,11

15

Page 16: Kejang Demam + Faringitis Referat

Gambar 2.1 Faring posterior dengan petechiae dan eksudat pada seorang anak berusia 12 tahun. Tes deteksi antigen rapid dan kultur tenggorokan hasilnya

positif untuk streptokokus beta - hemolitik grup A.10

2.2.2 Epidemiologi

Infeksi saluran pernapasan atas virus terjadi paling sering pada musim

dingin dan musim semi dan ditularkan melalui kontak langsung yang dekat.

Faringitis streptokokus jarang terjadi sebelum usia 2-3 tahun. Insiden meningkat

di kalangan anak-anak dan kemudian menurun pada akhir masa remaja dan

dewasa. Penyakit ini terjadi sepanjang tahun tetapi dilaporkan paling sering

selama musim dingin dan musim semi. Penyakit ini sering menyebar pada saudara

kandung dan teman sekelas. Faringitis dari grup Streptococcus C dan A.

haemolyticum paling sering terjadi di kalangan remaja dan orang dewasa.10,12

2.2.3 Etiologi

Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan faringitis adalah virus

dan Streptococcus β-hemolitik grup A (GABHS). Organisme lain yang kadang-

kadang dikaitkan dengan faringitis termasuk kelompok Streptococcus C,

Arcanobacterium haemolyticum, Francisella tularensis, Mycoplasma

pneumoniae, Neisseria gonorrhoeae, dan Corynebacterium diphtheriae. Bakteri

lain, seperti Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae, didapatkan

pada kultur tenggorokan anak yang mengalami radang tenggorokan, tetapi peran

mikroba tersebut dalam menyebabkan faringitis belum diketahui.10,12

16

Page 17: Kejang Demam + Faringitis Referat

Beberapa mikroorganisme dapat menyebabkan iritasi dan radang faring.

Pada anak-anak, penyebab dapat disebabkan oleh virus (misalnya, adenovirus,

enterovirus, dan virus Epstein-Barr [EBV]), yang sering hanya memerlukan terapi

suportif, untuk bakteri patogen (misalnya, GABHS), membutuhkan terapi

antibiotik. Untuk semua kasus faringitis pediatrik, apakah yang berasal dari

bakteri atau virus, diperlukan perawatan suportif untuk mencegah gejala yang

terkait seperti dehidrasi.10

Bakteri patogen utama yang menyebabkan sekitar 30 % dari semua kasus

faringitis pada anak-anak meliputi:10

• GABHS (sering)

• Streptokokus Grup C (jarang)

• Streptokokus Grup G (jarang)

• Neisseria gonorrhoeae (jarang)

• Corynebacterium diphtheriae (jarang)

• Corynebacterium hemolyticum (sangat jarang)

Tidak ada patogen yang terisolasi pada hampir 30 % kasus, dan virus yang

terisolasi pada sekitar 40 % kasus. Kemungkinan kopatogen lain pada anak-anak

meliputi:2

• Staphylococcus aureus

• Haemophilus influenzae

• Moraxella (Branhamella) catarrhalis

• Bacteroides fragilis

• Bacteroides oralis

• Bacteroides melaninogenicus

• Spesies Fusobacterium

• Spesies Peptostreptococcus

• Chlamydia trachomatis (jarang)

• Mycoplasma pneumoniae (jarang)

GABHS adalah organisme utama yang menjadi perhatian pada

kebanyakan kasus faringitis pediatrik karena terapi antibiotik yang tepat akan

efektif dan dapat menghilangkan komplikasi jantung demam rematik. Lebih dari

17

Page 18: Kejang Demam + Faringitis Referat

80 jenis protein M dari GABHS telah diisolasi. Serotipe 1, 3, 5, 6, 18, 19, dan 24

berhubungan dengan demam rematik (dan dengan demikian disebut sebagai

bentuk rheumatogenik), sedangkan yang lain, seperti serotipe 49, 55, dan 57,

berhubungan dengan pioderma dan akut glomerulonefritis poststreptococcal.10

Faringitis GABHS menyebar melalui droplet pernapasan melalui kontak

yang dekat. Bakteri ini memiliki masa inkubasi selama 2-5 hari.10,12

Virus yang dapat menyebabkan faringitis virus akut adalah sebagai

berikut:10

• Rhinovirus

• Adenovirus

• Virus parainfluenza

• Coxsackievirus

• Coronavirus

• Echovirus

• EBV (mononukleosis)

• Cytomegalovirus (CMV)

Penyebab faringitis kronis (biasanya tidak menular) meliputi:10

• Iritasi dari postnasal discharge rhinitis alergi kronis

• Iritasi bahan kimia

• Neoplasma dan vaskulitis

2.2.4 Patogenesis

Kolonisasi GABHS pada faring dapat mengakibatkan keadaan

asimptomatik maupun infeksi akut. Protein M adalah faktor virulensi utama dari

GABHS dan memfasilitasi resistensi terhadap fagositosis oleh neutrofil

polimorfonuklear. Imunitas tipe spesifik berkembang selama infeksi dan

memberikan kekebalan protektif terhadap infeksi berikutnya dengan serotipe M

tertentu.9,12

Demam scarlet yang disebabkan oleh GABHS mengakibatkan salah satu

dari tiga eksotoksin pirogenik streptokokus (SPE) --A, B, dan C-- dapat

menyebabkan ruam papular. SPE-A tampaknya paling kuat terkait dengan demam

18

Page 19: Kejang Demam + Faringitis Referat

scarlet. Paparan SPE hanya menghasilkan kekebalan khusus untuk toksin

tersebut, dan karenanya demam scarlet dapat terjadi sampai tiga kali.9

2.2.5 Manifestasi Klinis

Terjadinya faringitis streptokokus sering cepat dengan ditandai oleh gejala

nyeri tenggorokan dan demam yang menonjol. Sakit kepala dan gejala

gastrointestinal sering terjadi. Faring terlihat hiperemis, dan tonsil membesar dan

secara klasik ditutupi dengan warna eksudat kuning, darah yang kebiruan.

Mungkin bisa terdapat peteki atau lesi "donat" pada palatum mole dan faring

posterior, dan uvula mungkin memerah dan membengkak. Kelenjar getah bening

leher anterior membesar dan lunak. Beberapa pasien menunjukkan stigmata

tambahan demam scarlet, berupa: pucat circumoral, lidah berwarna ‘stroberi’, dan

ruam papular halus berwarna merah yang terasa seperti amplas dan menyerupai

kulit terbakar dengan adanya bintik ‘angsa’.9,10,12

Onset faringitis virus mungkin lebih bertahap, dan gejala yang lebih sering

terjadi berupa rhinorrhea, batuk, dan diare. Pada faringitis Adenovirus dapat

terdapat gejala konjungtivitis dan demam yang bersamaan (fever

pharyngoconjunctival). Faringitis coxsackievirus dapat menyebabkan timbulnya

vesikel abu-abu kecil (1-2 mm) dan ulkus yang menekan pada faring posterior

(herpangina), atau nodul putih kekuningan kecil (3-6 mm) pada faring posterior

(faringitis lymphonodular akut). Pada faringitis akibat virus Epstein-Barr (EBV),

mungkin ada pembesaran tonsil yang menonjol dengan eksudat, serviks

limfadenitis, hepatosplenomegali, ruam, dan terjadinya kelelahan umum pad anak

sebagai bagian dari sindrom mononukleosis infeksius. Herpes simpleks infeksi

virus primer pada anak-anak sering menyebabkan demam tinggi dan

gingivostomatitis.9,10

Penyakit faringitis yang dikaitkan dengan Streptococcus haemolyticum

kelompok C dan A umumnya mirip dengan yang disebabkan oleh GABHS.

Infeksi akibta A. haemolyticum kadang-kadang disertai dengan ruam

makulopapular eritematosa. Infeksi faring gonokokal biasanya tanpa gejala tetapi

dapat menyebabkan faringitis akut dengan demam dan limfadenitis servikal.9

19

Page 20: Kejang Demam + Faringitis Referat

2.2.6 Diagnosis

Tujuan dari diagnosis yang spesifik adalah untuk mengidentifikasi infeksi

GABHS. Manifestasi klinis dari faringitis streptokokus dan viral terlihat agak

tumpang tindih. Dokter yang melakukan penilaian klinis sering melebih-lebihkan

kemungkinan etiologi streptokokus, sehingga pengujian laboratorium yang

berguna untuk mengidentifikasi anak-anak akan paling mungkin untuk

memperoleh manfaat dari terapi antibiotik. Kultur tenggorokan tetap merupakan

gold standard yang kurang sempurna untuk mendiagnosis faringitis streptokokus.

Hasil kultur positif palsu dapat terjadi jika organisme lain salah diartikan sebagai

GABHS, dan anak-anak yang pembawa streptokokus juga memiliki hasil kultur

yang positif. Hasil kultur negatif palsu dikaitkan dengan berbagai penyebab,

termasuk spesimen usap tenggorok yang tidak memadai dan penggunaan

antibiotik oleh pasien secara diam-diam.9,10

Tes rapid/cepat untuk mendeteksi antigen streptokokus grup A

spesifisitasnya tinggi, jadi jika hasil tes rapidnya positif, kultur tenggorokan tidak

perlu dilakukan dan dapat dilakukan pengobatan yang tepat. Namun, tes rapid

umumnya kurang sensitif dibandingkan kultur, sehingga dianjurkan

mengkonfirmasikan tes rapid yang negatif dengan kultur tenggorokan, terutama

jika ada kecurigaan klinis yang tinggi terhadap GABHS. Diperlukan media kultur

khusus dan inkubasi berkepanjangan untuk mendeteksi A. haemolyticum. Kultur

virus seringkali tidak tersedia dan umumnya terlalu mahal dan lambat untuk

digunakan secara klinis. Pemeriksaan jumlah sel darah lengkap (CBC)

menunjukkan banyak limfosit atipikal dan tes aglutinasi slide (atau " spot") yang

positif ini dapat membantu untuk mengkonfirmasi diagnosis klinis EBV

mononukleosis yang infeksius.9,12

2.2.7 Penatalaksanaan

Episode faringitis streptokokus paling sering tidak diobati biasanya

sembuh dalam beberapa hari, tetapi terapi antibiotik awal mempercepat pemulihan

klinis selama 12-24 jam. Manfaat utama dari pengobatan faringitis adalah

pencegahan demam rematik akut, yang hampir sepenuhnya berhasil diobati jika

pengobatan antibiotik diberikan dalam 9 hari saat sakit. Terapi antibiotik harus

20

Page 21: Kejang Demam + Faringitis Referat

dimulai segera tanpa kultur pada anak-anak dengan gejala faringitis streptokokus

dan hasil tes rapid antigen positif, diagnosis klinis adanya demam scarlet, kontak

di rumah dengan faringitis streptokokus yang terdiagnosis sebelumnya, riwayat

demam rematik akut, atau riwayat anggota keluarga yang demam rematik akut.9

Berbagai obat antimikroba efektif untuk pengobatan faringitis. GABHS

secara umum tetap bisa diobati dengan penisilin, yang spektrumnya sempit dan

memiliki sedikit efek samping. Penisilin V harganya murah dan diberikan selama

10 hari: 250 mg/dosis untuk anak-anak dan 250-500 mg/dosis untuk remaja dan

orang dewasa. Amoksisilin oral sering dipilih untuk anak-anak karena rasanya dan

tersedia dalam sediaan tablet kunyah.9

Studi menunjukkan bahwa amoksisilin dosis 750 mg sekali sehari yang

diberikan per oral selama 10 hari sama efektifnya dengan penisilin 250 mg yang

diberikan selama 10 hari. Studi lain menunjukkan bahwa pemberian amoksisilin

oral dalam waktu yang lebih singkat yaitu 6 hari (50 mg/kg/hari dosis dibagi)

sama efektifnya dengan pemberian penisilin V 10 hari. Jika dikonfirmasi,

keunggulan ini akan membuat amoksisilin menjadi pilihan yang lebih populer.

Pemberian penisilin benzatin intramuskular dosis tunggal (600.000 U untuk anak-

anak < 27 kg); 1,2 juta U untuk anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa),

atau kombinasi penisilin G benzatin-prokain, terasa perih, tetapi menjamin

kepatuhan obat dan memberikan kadar darah yang memadai untuk lebih dari 10

hari.9

Eritromisin (eritromisin etil suksinat 40 mg/kg/hari dosis dibagi per oral

selama 10 hari, atau eritromisin estolate 20-40 mg/kg/hari dosis bagi per oral

selama 10 hari) direkomendasikan untuk pasien yang alergi terhadap antibiotik β-

laktam. Laporan penelitian bahwa banyak pasien yang diobati dengan penisilin

per oral atau intramuskular kulturnya tetap positif setelah pengobatan dengan

evaluasi lebih lanjut. Berdasarkan proporsi kultur GABHS yang tetap positif

setelah terapi, beberapa obat (misalnya, sefalosporin generasi pertama) tampaknya

sama baiknya, atau lebih baik dari, penisilin, mungkin karena obat ini lebih efektif

dalam menangani streptokokus. Beberapa obat yang lebih baru seperti azitromisin

memberikan kenyamanan pada pemberian yaitu sekali sehari atau terapi yang

lebih pendek, yang dapat meningkatkan kepatuhan obat, tetapi obat ini umumnya

21

Page 22: Kejang Demam + Faringitis Referat

lebih mahal daripada penisilin dan lebih sering memberikan efek samping. Bukti

tidak cukup untuk merekomendasikan pemberian sefalosporin jangka pendek

untuk terapi rutin saat ini.9

Kultur tindak lanjut tidak diperlukan kecuali gejalanya kambuh. Beberapa

pasien yang diobati secara kontinu masih memiliki GABHS di tenggorokan

mereka dan menjadi pembawa streptokokus. Karier ini umumnya menimbulkan

sedikit risiko untuk pasien dan yang kontak dengan mereka, tapi hal ini mungkin

mengacaukan hasil tes yang digunakan untuk menentukan etiologi dari nyeri

tenggorokan. Rejimen pengobatan yang paling efektif untuk menangani

streptokokus adalah klindamisin, 20 mg/kg/hari dibagi dalam tiga dosis (dosis

dewasa: 150-300 mg) per oral selama 10 hari.9,10

Terapi spesifik tidak tersedia untuk kebanyakan faringitis virus. Atas dasar

data kerentanan in vitro, penisilin per oral sering diberikan untuk pasien dengan

isolat streptokokus grup C dan eritromisin oral direkomendasikan untuk pasien

dengan A. haemolyticum, tetapi manfaat klinis pengobatan tersebut belum pasti.9

Terapi simtomatis yang nonpesifik dapat menjadi bagian penting dari

rencana pengobatan keseluruhan. Obta antipiretik/ analgesik oral (misalnya

acetaminophen atau ibuprofen) bisa meringankan demam dan nyeri tenggorokan.

Berkumur dengan air garam hangat sering dapat mengurangi nyeri, dan anestesi

spray dan pelega tenggorokan (sering mengandung benzokain, fenol, atau

menthol) dapat memberikan penyembuhan lokal.9

2.2.8 Faringitis Berulang

Faringitis streptokokus berulang dapat kambuh dengan strain yang sama.

Jika kepatuhan antibiotik berkurang, disarankan pemberian penisilin benzatin

intramuskular. Kemungkinan resistansi harus dipertimbangkan jika diberikan

pengobatan nonpenicillin seperti eritromisin. Kekambuhan mungkin juga

disebabkan oleh strain yang berbeda yang dihasilkan dari paparan baru atau

mungkin karena faringitis dari penyebab lain disertai dengan streptokokus.

Kemungkinan terakhir ini mungkin terjadi jika penyakitnya ringan dan sebaliknya

atipikal untuk faringitis streptokokus. Jika GABHS terdeteksi dengan kultur yang

22

Page 23: Kejang Demam + Faringitis Referat

diulangi beberapa hari setelah menyelesaikan pengobatan, dianjurkan pemberian

terapi untuk mengeliminasi carier.9

Tonsilektomi dapat menurunkan kejadian faringitis selama 1-2 tahun pada

anak-anak yang mengalami berulang faringitis GABHS dengan hasil kultur

positif, yang sudah parah dan sering (lebih dari tujuh episode pada tahun

sebelumnya, atau lebih dari lima pada setiap tahun dalam 2 tahun sebelumnya).

Namun, kebanyakan anak mengalami episode spontan yang lebih sedikit dari

waktu ke waktu, jadi manfaat klinis yang diantisipasi harus seimbang terhadap

risiko anestesi dan bedah. Riwayat faringitis berulang yang tidak tercatat

merupakan dasar yang tidak memadai untuk merekomendasikan tonsilektomi.9

2.2.9 Komplikasi dan Prognosis

Infeksi saluran pernapasan karena virus mungkin dapat menjadi

predisposisi infeksi bakteri telinga tengah. Komplikasi dari faringitis streptokokus

termasuk komplikasi supuratif lokal, seperti abses parapharyngeal, dan penyakit

non supuratif yang tejadi kemudian, seperti demam rematik akut dan

glomerulonefritis akut pascainfeksi.9

2.2.10 Pencegahan

Vaksin streptokokus multivalen berdasarkan peptida protein M sedang

masih dalam pengembangan. Profilaksis antimikroba dengan penisilin oral setiap

hari dapat mencegah infeksi GABHS berulang tetapi hanya dianjurkan untuk

mencegah kekambuhan demam rematik akut.9

DAFTAR PUSTAKA

23

Page 24: Kejang Demam + Faringitis Referat

1. Hayden GF, Turner RB, Kliegman RM. 2007. Acute Pharyngitis, in

Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed. Philadelphia: WB Saunders Inc;

1393-1395.

2. Simon HK. 2012. Pediatric Pharyngitis. Medscape Reference. Diakses

dari http://emedicine.medscape.com/article/967384. Tanggal akses 6

September 2013.

3. Fretzayas A, Moustaki M, Kitsiou S, Nychtari G, Nicolaidou P. The

clinical pattern of group C streptococcal pharyngitis in children. J Infect

Chemother. Aug 2009;15(4):228-32c

4. Bisno AL: Acute pharyngitis. N Engl J Med 2001;344:205-11.

24

Page 25: Kejang Demam + Faringitis Referat

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. 2008. Konsensus Penatalaksanaan

Kejang Demam. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Neurologi, Ikatan Dokter

Anak Indonesia (IDAI).

2. Ministry of Health Service. 2010. Guidelines and Protocols: Febrile seizures.

British Columbia Medical Assosiation.

3. Kusuma D, Yuana I. 2010. Korelasi antara Kadar Seng Serum dengan

Bangkitan Kejang Demam (Tesis). Semarang: Universitas Diponegoro.

4. Fuadi F. 2010. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak (Tesis).

Semarang: Universitas Diponegoro.

5. Jones T, Jacobsen SJ. Childhood Febrile Seizures: Overview and Implications,

Int. J. Med. Sci. 2007; 4(2):110-114.

6. Wolf P, Shinnar S. 2005. Febrile Seizures in Current Management in Child

Neurology, Third Edition. BC Decker Inc.

7. Srinivasan J, Wallace KA, Scheffer IE. Febrile Seizures. Australian Family

Physician, 2005; 34(12):1021-1025.

8. Deliana M. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri, 2002;

4(2): 59 – 62.

9. Hayden GF, Turner RB, Kliegman RM. 2007. Acute Pharyngitis, in Nelson

Textbook of Pediatrics, 18th ed. Philadelphia: WB Saunders Inc; 1393-1395.

10. Simon HK. 2012. Pediatric Pharyngitis. Medscape Reference. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/967384. Tanggal akses 6 September

2013.

11. Fretzayas A, Moustaki M, Kitsiou S, Nychtari G, Nicolaidou P. The clinical

pattern of group C streptococcal pharyngitis in children. J Infect Chemother.

Aug 2009;15(4):228-32c

12. Bisno AL: Acute pharyngitis. N Engl J Med 2001;344:205-11.

25