25

Click here to load reader

MINI REFERAT Kejang Demam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat kejang demam

Citation preview

Page 1: MINI REFERAT Kejang Demam

MINI REFERAT

KEJANG DEMAM

Disusun oleh:

Liana Anggara Rizkia

030.10.160

Pembimbing:

dr. Rini, Sp.S

KEPANITRAAN KLINIK ILMU SARAFRUMAH SAKIT RSAU DR. ESNAWAN ANTARIKSA

PERIODE JULI 2015 - AGUSTUS 2015FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Page 2: MINI REFERAT Kejang Demam

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan penulisan mini referat dengan judul ”Kejang

Demam”. Mini Referat ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan

mengenai Kejang demam dan merupakan salah satu syarat dalam mengikuti

Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anastesi Fakultas Kedokteran Universitas

Trisakti.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

pembimbing dr. Rini, Sp.S yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan

memberikan pengarahan dalam penyusunan referat ini hingga selesai.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa mini referat ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan yang

membangun dan saran demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga mini

referat ini dapat berguna bagi kita semua.

Jakarta, Juli 2015

Liana Anggara Rizkia

ii

Page 3: MINI REFERAT Kejang Demam

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………… iiDAFTAR ISI ………………………………… iiiBab I PENDAHULUAN ………………………………… 1Bab II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………… 2

II.1. Definisi ………………………………… 2II.2. Epidemiologi ………………………………… 2II.3. Etiologi ....……………………………… 2II.4. Faktor risiko ………………………………… 3II.5. Klasifikasi ………………………………… 3II.6. Patofisiologi ………………………………… 3II.7. Manifestasi klinis ………………………………… 5II.8. Diagnosis.. ………………………………… 6II,9 Pemeriksaan penunjang ………………………………… 6II.10 Diagnosis banding ………………………………… 7II.11 Tatalaksana …………………………………. 8II.12 Prognosis ………………………………… 12

Bab III DAFTAR PUSTAKA ………………………………… 14

iii

Page 4: MINI REFERAT Kejang Demam

BAB IPENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal lebih dari 38,5oC) akibat suatu proses ekstra kranial.1 Dalam

praktek sehari-hari orang tua sering cemas bila anaknya mengalami kejang, karena

setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak.

Kejang merupakan gangguan syaraf yang sering dijumpai pada anak. Insiden

kejang demam 2,2-5% pada anak di bawah usia 5 tahun. Kemungkinan kejang

demam berulang pada 90 anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12

tahun, dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12 tahun.

Kejang demam kompleks dan khususnya kejang demam fokal merupakan prediksi

untuk terjadinya epilepsi. Sebagian besar peneliti melaporkan angka kejadian

epilepsi kemudian hari sekitar 2-5 %.2

Page 5: MINI REFERAT Kejang Demam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal diatas 38,5OC) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium. Kejang demam ini terjadi pada 2% - 4% anak berumur 6 bulan - 5

tahun.1

Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah

suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5

tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi

intracranial atau penyebab tertentu. Definisi ini menyingkirkan kejang yang

disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang

pada keadaan tersebut mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam

karena keadaan yang mendasari mengenai sistem saraf pusat.2,3

2.2 EPIDEMIOLOGI

Kejang demam terjadi pada 2%-4% dari populasi anak yang berusia 6

bulan hingga 5 tahun. Kejang pertama terbanyak terjadi antara usia 17-23 bulan,

dimana anak laki-laki lebih sering mengalami kejang demam.

Studi populasi di Eropa dan Amerika melaporkan insiden kejang demam

sebesar 2-5% dari anak. Insiden di bagian lain dunia bervariasi, antara 5-10 %

(India), 8,8% (Jepang). Data dari negara-negara berkembang sangat terbatas,

frekuensinya mungkin didapatkan lebih tinggi di Asia. Sebanyak 2-5% anak-anak

yang berumur kurang dari 5 tahun pernah mengalami kejang disertai demam.

Puncak umur mulainya adalah sekitar 14-6 bulan. Sekitar 9-35% dari seluruh

kejang demam awal merupakan kejang demam kompleks.4

2.3 ETIOLOGI

Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan

infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan

infeksi saluran kemih.5

2

Page 6: MINI REFERAT Kejang Demam

2.4 FAKTOR RISIKO

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Ada

riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua,

menunjukkan kecenderungan genetik. Selain itu terdapat faktor perkembangan

terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, cepatnya

anak mendapat kejang setelah demam timbul, riwayat keluarga kejang demam,

dan riwayat keluarga epilepsi.6

2.5 KLASIFIKASI

Kejang demam menurut Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam

IDAI 2006 memiliki 2 bentuk yakni kejang demam kejang demam sederhana dan

kejang demam komplek. 80% dari kasus kejang demam merupakan kejang

demam sederhana sedangkan 20% kasus adalah kejang demam komplek.

A. Kejang Demam Sederhana

Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) memiliki beberapa

kriteria, yakni:

1. Kejang berlangsung singkat < 15 menit.

2. Kejang berhenti sendiri tanpa pengobatan.

3. Kejang bersifat umum tonik atau klonik tanpa gerakan umum.

4. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.

B. Kejang Demam Komplek

Kejang Demam Komplek (Complex Febrile Seizure) memiliki ciri – ciri

gejala klinis sebagai berikut:

1. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit

2. Sifat kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului

oleh suatu kejang parsial

3. Kejang berulang atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam

2.6 PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak,

diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk

3

Page 7: MINI REFERAT Kejang Demam

metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi,

dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru – paru dan diteruskan

ke otak melalui kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang

melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu

membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar

adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan

mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel

neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat

keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di

luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari

sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan

energi dan bantuan enzim Na – K – ATPase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. 

b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya. 

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau

keturunan(6).

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10% - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %.

Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh

tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan

suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel

neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium

melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas

muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel

maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut

neurotransmitter dan terjadilah kejang (6). Tiap anak mempunyai ambang kejang

yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak

dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38o C,

sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada

4

Page 8: MINI REFERAT Kejang Demam

suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya

kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah, sehingga

dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita

kejang. Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin dapat

merupakan mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia.

Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai

terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi

otot skelet yang akibatnya terjadihipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat

disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut jantung

yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya

aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.

Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan

neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah

gangguan peredaran darah yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan

permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel

neuron otak(6). Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat

serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian

hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang

berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi

epilepsi.7

2.7 MANIFESTASI KLINIS

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan

dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh proses

infeksi di luar susunan saraf pusat. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam

pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dan dengan sifat bangkitan dapat

berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang

berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk

sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar

kembali tanpa adanya kelainan saraf.7

2.8 DIAGNOSIS

5

Page 9: MINI REFERAT Kejang Demam

Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang

demam antara lain:

A. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung

diagnosis ke arah kejang demam, seperti:

Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu

sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab

demam diluar susunan saraf pusat.

Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti

genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi.

Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam berulang

adalah usia< 15 bulan saat kejang demam pertama, riwayat kejang demam

dalam keluarga, kejang segera setelah demam atau saat suhu sudah relatif

normal, riwayat demam yang sering, kejang demam pertama berupa

kejang demam komlpeks.

B. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:

Suhu tubuh mencapai 39°C.

Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.

Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan

mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang

tergantung pada jenis kejang.

Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.

Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang

demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab

demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit

dan gula darah. 

B. Pungsi lumbal

6

Page 10: MINI REFERAT Kejang Demam

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis

adalah 0,6 % - 6,7 %. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau

menyingkirkan diagnosis meningitiskarena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh

karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :

1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.

2. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan.

3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis

tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan pada anak dengan kejang demam

pertama kali dengan umur dibawah 6 bulan karena tidak tampaknya tanda

meningeal pada umur dibawah 6 bulan, sehingga sulit mendeteksi adanya

meningitis maupun infeksi intrakranial lain tanpa dilakukannya lumbal pungsi.

Namun, jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu lumbal pungsi.

C. Elektroensefalografi

Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau

memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam, oleh

sebab itu tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas

(misalnya pada kejang demam komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang

demam fokal).

D. Pencitraan

Foto X – ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan

(CT – scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,

tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :

1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2. Paresis nervus VI

3. Papiledema4

2.10 DIAGNOSIS BANDING

Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :

1. Meningitis

2. Ensefalitis

3. Abses otak 

7

Page 11: MINI REFERAT Kejang Demam

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus

dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf

pusat (otak). Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis.

2.11 TATALAKSANA

A. Penatalaksanaan Saat Kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang

kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling

cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara

intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan

dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau dalam waktu 3 – 5 menit,dengan dosis

maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di

rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75 mg/kgBB

atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan

10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5

mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3

tahun. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat

diulang lagi dengan caradan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila

setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah

sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5

mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena

dengan dosis awal 10 – 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau

kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 – 8

mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang

belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.Bila kejang

telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang

demamapakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

B. Pemberian Obat Pada Saat Demam

Antipiretik 

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko

terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik

tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15

8

Page 12: MINI REFERAT Kejang Demam

mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5

– 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat

menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga

penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan. 

Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam

menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula

dengan diazepam rektal dosis 0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C.

Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkanataksia, iritabel dan sedasi yang

cukup berat pada 25 % - 39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin

pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejangdemam.

C. Pemberian Obat Rumat

Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai

berikut (salahsatu) :

1. Kejang lama > 15 menit.

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental,

hidrosefalus.

3. Kejang fokal.

4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.

Kejang demam > 4 kali per tahun.

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan

indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya

keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakanindikasi pengobatan rumat.

Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai

fokus organik. 

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam

menurunkan resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang

9

Page 13: MINI REFERAT Kejang Demam

demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,

maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dandalam jangka

pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku

dan kesulitan belajar  pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam

valproat. Pada sebagian kecil kasus,terutama yang berumur kurang dari 2 tahun

asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis asam valproat 15-

40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4mg/kgBB/hari dalam 1-2

dosis.

Edukasi Pada Orang Tua

10

Page 14: MINI REFERAT Kejang Demam

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada

saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah

meninggal. Kecemasan ini harus dikurangidengan cara yang diantaranya :

a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik. 

b. Memberitahukan cara penanganan kejang.

c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.

d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus

diingat adanya efek samping obat.

Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang

a. Tetap tenang dan tidak panik. 

b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.

c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan

muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah

tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

e. Tetap bersama pasien selama kejang.

f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau

lebih.

Vaksinasi

Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap

anak yang mengalamikejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi

sangat jarang. Angka kejadian pascavaksinasi DPT adalah 6 – 9 kasus per 100.000

anak yang divaksinasi, sedangkan setelahvaksinasi MMR 25 – 34 per 100.000

anak. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral ataurektal bila anak demam,

terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter

anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari

kemudian.8

2.12 PROGNOSIS

11

Page 15: MINI REFERAT Kejang Demam

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak

menyebabkan kematian.

a) Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Perkembanganmental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang

sebelumnya normal. Penelitianlain secara retrospektif melaporkan kelainan

neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainanini biasanya terjadi pada kasus

dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kejang yang

lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10 menit,

diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap. Apabila tidak

diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:

1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %.

Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.

2. EpilepsiResiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.

3. Kelainan motorik 

4. Gangguan mental dan belajar  

b) Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan8

c) Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko

berulangnya kejang demam adalah :

a. Riwayat kejang demam dalam keluarga 

b. Usia kurang dari 12 bulan

c. Temperatur yang rendah saat kejang

d. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80

%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang

demam hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling

besar pada tahun pertama.

Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :

a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang

demam pertama. 

12

Page 16: MINI REFERAT Kejang Demam

b. Kejang demam kompleks.

c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi

sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan

epilepsi menjadi 10 % - 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah

dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.8

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

13

Page 17: MINI REFERAT Kejang Demam

1. Talsim. S. Soetomenggolo, Sofyan Ismail. 1999. Buku Ajar Neurologi Anak. IDAI. Jakarta

2. Waldo. E., Neelson, MD. 2000. Ilmu Kesehatan Anak (Neelson Textbook Of Pediatri). Edisi 15. Jakarta. EGC.

3. Febrile Seizures. Cited Mei 2003. http://www.emedicine.com/emerg/topic376.htm

4. Pusponegoro, Hardiono. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I. IDAI. Jakarta.

5. Waldo. E., Neelson, MD. 2000. Ilmu Kesehatan Anak (Neelson Textbook Of Pediatri). Edisi 15. Jakarta. EGC.

6. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000;

7. Rudolf. M. 2002. Rudolf’s Pediatrics 21th Edition. USA. The McGraw-Hill Companies, Inc

8. Konsesus penatalksana kejang demam. Unit kerja koordinasi neurologi. Ikatan dokter anak indonesia,2006.

14