48
Kejang Demam REFERAT ILMU KESEHATAN ANAK KEJANG DEMAM Pembimbing: dr. Pulung M. Silalahi, Sp.A Disusun oleh: Faustine Bagya Rahardja (07120070069) Faustine B. Rahardja (07120070069) 1 Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

REFERAT 1 (Kejang Demam)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kejang demam

Citation preview

Page 1: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

REFERAT ILMU KESEHATAN ANAK

KEJANG DEMAM

Pembimbing:

dr. Pulung M. Silalahi, Sp.A

Disusun oleh:

Faustine Bagya Rahardja (07120070069)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

PERIODE 9 APRIL – 16 JUNI 2012

Faustine B. Rahardja (07120070069) 1Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 2: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

REFERAT ILMU KESEHATAN ANAK

KEJANG DEMAM

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Rumah Sakit Bhayangkara Tk.I Raden Said Sukanto

Telah disetujui dan dipresentasikan pada

Selasa, 8 Mei 2012

Disusun oleh:

Faustine Bagya Rahardja (07120070069)

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Jakarta, 8 Mei 2012

Dosen Pembimbing

Dr. Pulung M. Silalahi, SpA

Faustine B. Rahardja (07120070069) 2Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 3: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas

penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Adapun maksud dan

tujuan penulis dalam menyusun referat ini adalah untuk memenuhi salah satu

persyaratan dalam program Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah

Sakit Bhayangkara Tk. I Raden Said Sukanto.

Referat yang berjudul “Kejang Demam” berisi tentang definisi,

klasifikasi, epidemiologi, etiologi, patogenesis/ patofisiologi, manifestasi klinis,

diagnosis (anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang), diagnosis

banding, tata laksana, dan prognosis dari kejang demam.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Pulung M. Silalahi, Sp.A

yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian referat

ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah

berkontribusi dalam penyelesaian referat ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

referat ini. Oleh karena itu, saran yang membangun diharapkan oleh penulis.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Selamat membaca dan semoga

referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, Mei 2012

Penulis

Faustine B. Rahardja (07120070069) 3Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 4: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Etiologi Kejang Demam......................................................................12

Gambar 2. Mutasi genetik pada kejang demam....................................................15

Gambar 3. Membran potensial..............................................................................16

Gambar 4. Eksitabilitas neuron selama propagasi impuls....................................17

Gambar 5. Propagasi impuls sepanjang neuron...................................................18

Gambar 6. Patogenesis/ patofisiologi kejang demam..........................................19

Gambar 7. Bangkitan kejang tonik-klonik............................................................20

Gambar 8. Tempat pengukuran suhu pada anak dan nilainya..............................22

Gambar 9. Algoritme kejang akut dan status epileptikus......................................34

Faustine B. Rahardja (07120070069) 4Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 5: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................3

DAFTAR GAMBAR...............................................................................................4

DAFTAR ISI............................................................................................................5

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................7

1.1. Latar Belakang..............................................................................................7

1.2. Tujuan...........................................................................................................8

1.3. Rumusan Masalah.........................................................................................8

1.4. Metode..........................................................................................................8

BAB II. PEMBAHASAN........................................................................................9

2.1. Definisi..........................................................................................................9

2.2. Klasifikasi.....................................................................................................9

2.3. Epidemiologi...............................................................................................12

2.4. Etiologi........................................................................................................12

2.5. Patogenesis/ Patofisiologi...........................................................................15

2.6. Manifestasi klinis........................................................................................19

2.7. Diagnosis.....................................................................................................20

2.7.1. Anamnesis............................................................................................21

2.7.2. Pemeriksaan Fisik................................................................................21

2.7.3. Pemeriksaan penunjang.......................................................................23

2.8. Diagnosis Diferensial..................................................................................24

2.9. Tatalaksana.................................................................................................24

2.9.1. Penatalaksanaan saat kejang................................................................25

2.9.2. Pemberian obat pada saat demam........................................................26

2.9.3. Pemberian obat rumat..........................................................................26

2.9.4. Edukasi pada orang tua........................................................................27

2.10. Prognosis...................................................................................................28

2.10.1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis.........28

2.10.2. Kemungkinan mengalami kematian..................................................28

2.10.3. Kemungkinan berulangnya kejang demam........................................29

Faustine B. Rahardja (07120070069) 5Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 6: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

2.10.4. Faktor resiko terjadinya epilepsi........................................................29

BAB III. PENUTUP..............................................................................................30

3.1. Kesimpulan.................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32

LAMPIRAN...........................................................................................................34

Faustine B. Rahardja (07120070069) 6Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 7: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kejang demam merupakan bentuk kejang pada anak-anak yang paling sering

ditemukan.1,2 Keadaan ini sudah digambarkan sejak zaman Hipocrates.3,4 Awalnya

keadaan ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan gigi, karena paling sering terjadi

pada anak berusia di bawah 3 tahun.4 Pada abad ke-19, keadaan ini dianggap

sebagai bentuk epilepsi yang dipicu oleh demam.4 Saat ini kita mengerti bahwa

kejang demam merupakan respon yang berhubungan dengan usia, dari otak yang

imatur, terhadap demam, yang berbeda dari epilepsi.4 Selain itu, faktor genetik

juga berkontribusi terhadap terjadinya kejang demam.3,4

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium.3,5 Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan-5

tahun.5 Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, tidak termasuk ke

dalam kejang demam.5 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1

bulan juga tidak termasuk dalam kejang demam.5

Berbagai pakar mengemukakan penggolongan kejang demam, diantaranya

Prichard dan McGreal, Livingston, dan Fukuyama.3 Penggolongan ini didasarkan

pada jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung,

gambaran elektroensefalografi, dan lainnya.3 Menurut Konsensus UKK Neurologi

IDAI 2006, kejang demam diklasifikasikan menjadi kejang demam sederhana dan

kejang demam kompleks.5 Kejang demam sederhana terjadi pada sebagian besar

kasus kejang demam, dimana kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit),

sifat kejangnya umum, dan kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.5

Kejang demam merupakan hal yang menakutkan, namun biasanya tidak

membahayakan.3 Namun begitu, tatalaksana yang adekuat sangatlah penting.6

Setelah kejang berhasil diatasi, dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan klinis neurologis, serta pemeriksaan penunjang untuk mencari

Faustine B. Rahardja (07120070069) 7Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 8: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

etiologi.6 Pengobatan lanjutan dilakukan pada kondisi tertentu.6 Selain itu, edukasi

kepadaorang tua juga penting dilakukan.5

Prognosis dari kejang demam umumnya baik. Kematian dan kecacatan

akibat kejang demam tidak pernah dilaporkan.5 Kemungkinan berulangnya kejang

demam adalah sebesar 10-15%.5 Sebanyak 5% dari kejang demam beresiko

terhadap terjadinya epilepsi di kemudian hari.3

1.2. Tujuan

Beberapa tujuan dari penyusunan referat ini, diantaranya:

1. Memahami definisi dari kejang demam

2. Memahami klasifikasi dari kejang demam

3. Mengetahui epidemiologi dari kejang demam

4. Memahami etiologi serta patofisiologi terjadinya kejang demam

5. Memahami manifestasi klinis dari kejang demam

6. Memahami diagnosis dan diagnosis diferensial dari kejang demam

7. Memahami tatalaksana dari kejang demam

8. Memahami prognosis dari kasus kejang demam

1.3. Rumusan Masalah

Beberapa masalah yang akan dibahas dalam referat ini, yaitu:

1. Apakah definisi dari kejang demam?

2. Bagaimana klasifikasi dari kejang demam?

3. Bagaimana epidemiologi dari kejang demam?

4. Apakah etiologi dan bagaimana patofisiologi terjadinya kejang demam?

5. Apakah manifestasi klinis dari kejang demam?

6. Bagaimana diagnosis dan apa diagnosis banding untuk kejang demam?

7. Bagaimana tatalaksana kejang demam?

8. Bagaimana prognosis dari kejang demam?

1.4. Metode

Pembuatan referat ini menggunakan metode kajian pustaka.

Faustine B. Rahardja (07120070069) 8Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 9: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Menurut National Institute of Health (NIH), kejang demam adalah suatu kejadian

pada bayi atau anak, yang biasanya terjadi pada usia 3 bulan sampai dengan 5

tahun, berhubungan dengan demam, namun tanpa bukti adanya infeksi

intrakranial atau penyebab tertentu dari kejang.4 Definisi ini mengeksklusi kejang

dengan demam pada anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam.4

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam

adalah bangkitan kejang yang berhubungan dengan demam, tanpa adanya infeksi

susunan saraf pusat atau ketidakseimbangan elektrolit akut, pada anak berusia

lebih dari 1 bulan, yang tidak pernah mengalami kejang tanpa demam

sebelumnya.4

Menurut Konsensus Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak

Indonesia (UKK Neurologi IDAI ), kejang demam adalah bangkitan kejang yang

terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh

suatu proses ekstrakranium.5 Definisi ini mengeksklusi anak yang pernah

mengalami kejang tanpa demam.5 Kejang disertai demam pada bayi berumur

kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk dalam kejang demam.5

2.2. Klasifikasi

Penggolongan kejang demam dikemukakan oleh berbagai pakar. Penggolongan

tersebut didasari oleh jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya

kejang berlangsung, gambaran elektroensefalografi, dan lainnya.

Klasifikasi kejang demam menurut Prichard dan McGreal3

Prichard dan McGreal membagi kejang demam menjadi:

Kejang demam sederhana

Kejang demam tidak khas

Faustine B. Rahardja (07120070069) 9Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 10: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang memenuhi semua kriteria

berikut ini. Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut digolongkan

sebagai kejang demam tidak khas.

Kejang bersifat simetris

Usia penderita antara 6 bulan - 4 tahun

Suhu 100°F (37,78°C) atau lebih

Lama kejang kurang dari 30 menit

Keadaan neurologis sebelum dan setelah kejang adalah normal

Elektroensefalografi setelah kejang normal

Klasifikasi kejang demam menurut Livingston3

Livingston membagi kejang demam menjadi:

Kejang demam sederhana

o Kejang bersifat umum

o Lama kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)

o Kejang demam pertama terjadi pada usia kurang dari 6 tahun

o Frekuensi serangan kejang 1-4 kali dalam setahun

o Elektroensefalografi normal

Epilepsi yang dicetuskan oleh demam

o Kejang bersifat fokal

o Kejang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)

o Kejang demam pertama terjadi pada usia lebih dari 6 tahun

o Frekuensi serangan kejang lebih dari 4 kali dalam setahun

o Elektroensefalografi setelah anak tidak demam abnormal

Klasifikasi kejang demam menurut Fukuyama3

Fukuyama membagi kejang demam menjadi:

Kejang demam sederhana

Kejang demam kompleks

Faustine B. Rahardja (07120070069) 10Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 11: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria berikut ini. Kejang

demam yang tidak memenuhi kriteria tersebut digolongkan sebagai kejang demam

kompleks.

Tidak ada riwayat epilepsi dalam keluarga

Tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun

Serangan kejang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun

Lama kejang kurang dari 20 menit

Kejang bersifat umum (tidak bersifat fokal)

Tidak ada gangguan atau abnormalitas pasca-kejang

Tidak ada abnormalitas neurologis atau perkembangan sebelumnya

Klasifikasi kejang demam menurut Konsensus UKK Neurologi IDAI5

Berdasarkan Konsensus UKK Neurologi IDAI, kejang demam diklasifikasikan

menjadi:

Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat,

kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang

berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak

berulang dalam 24 jam.

Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)

Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri

berikut ini:

o Kejang lama. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih

dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara

bangkitan kejang anak tidak sadar.

o Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului

kejang parsial.

o Kejang berulang. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih

dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar.

Faustine B. Rahardja (07120070069) 11Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 12: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

2.3. Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan - 5 tahun.5 Kejang

demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam, sedangkan

20% lainnya merupakan kejang demam kompleks.5 Kejang lama terjadi pada 8%

kejang demam, sedangkan kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang

mengalami kejang demam.5 Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki

daripada perempuan dengan perbandingan 1,4:1.7

2.4. Etiologi

Etiologi kejang demam digambarkan dalam diagram berikut ini.

Gambar 1. Etiologi Kejang Demam

(Sumber: Schellack N. Febrile Seizures in Children. SA Pharmaceutical Journal

2012; 79(3):10-13)

Infeksi yang berakibat pada kejang demam

Infeksi merupakan penyebab tersering dari kejang demam.8 Peranan infeksi pada

sebagian besar kejang demam tidak spesifik, serangan kejang terutama didasarkan

atas reaksi demam yang terjadi.3,9 Faktor lain yang mungkin berperan

menyebabkan kejang demam, antara lain:3,8

Efek produk toksik dari mikroorganisme terhadap otak

Respons alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi

Faustine B. Rahardja (07120070069) 12Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 13: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

Ensefalitis viral yang ringan yang tidak tidak diketahui atau ensefalopati

toksik sepintas

Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit

Virus Influenza A dan B 4,10

Infeksi virus influenza A merupakan penyebab terpenting kejang demam,

terutama di Asia. Hal ini berkaitan dengan tingginya insidensi kejang demam pada

infeksi virus ini dibandingkan dengan infeksi virus saluran nafas lainnya, seperti

adenovirus dan virus parainfluenza. Pada anak dengan infeksi virus Influenza A

ditemukan suhu maksimal yang lebih tinggi, durasi demam yang lebih pendek

sebelum timbulnya kejang, dan kejang fokal.

Respiratory Synctitial Virus (RSV) 4

Komplikasi neurologis, meliputi ensefalopati dengan hipotonus dan kejang atau

ensefalopati yang bermanifestasi dengan kejang, dilaporkan berkaitan dengan

infeksi RSV. Oleh karena itu, baik melalui proses inflamasi langsung ataupun

tidak langsung, RSV memiliki efek neurotoksik dan menyebabkan ensefalopati

selama infeksi saluran nafas akut.

Enterovirus 4

Enterovirus dilaporkan berkaitan dengan manifestasi kejang. Badai sitokin

“cytokine storm” pada sistem saraf pusat dapat terjadi pada infeksi enterovirus-71.

Kejang demam juga dapat disebabkan oleh infeksi enterovirus lainnya, seperti

Coxsackievirus Grup A.

Rotavirus 4

Rotavirus merupakan penyebab gastroenteritis dengan dehidrasi tersering pada

anak-anak berusia 3-24 bulan. Kejang sebelum onset gastroenteritis dilaporkan

terjadi pada 40% kasus. Hilangnya cairan dan elektrolit pada diare rotavirus juga

terlibat dalam patogenesis terjadinya kejang.

Herpesvirus 4

Faustine B. Rahardja (07120070069) 13Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 14: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

Beberapa anggota keluarga herpesvirus memiliki neurotropisme dan

menyebabkan gangguan neurologis pada anak, diantaranya: virus herpes simpleks

1, virus herpes simpleks 2, varicellazoster, Epstein-Barr, cytomegalovirus, human

herpes virus 6, dan human herpes virus 7. Virus herpes simpleks 1,

cytomegalovirus, human herpes virus 6, dan human herpes virus 7 berkaitan

dengan kejang demam. Berdasarkan penelitian, human herpes virus 6, dan human

herpes virus 7 berkaitan dengan kejang lama (30 menit atau lebih).

Bakteri 4,11

Dibandingkan dengan infeksi viral, bakteremia jarang menyebabkan kejang

demam. Beberapa penelitian menemukan bahwa infeksi oleh Shigella dysenteriae

(enteritis), Streptococcus pneumoniae (infeksi saluran nafas), dan Escherichia coli

(infeksi saluran kemih) berkaitan dengan kejang demam.

Vaksinasi4,5

Demam merupakan efek samping dari imunisasi yang umum terjadi. Kejang

demam yang berkaitan dengan vaksinasi sangat jarang terjadi. Kejang demam

terutama terjadi pasca pemberian vaksin tertentu, khususnya vaksin dengan

organisme yang dilemahkan, seperti vaksin Measles, Mumps, Rubella (MMR) dan

vaksin yang mengandung toksin atau vaksin dengan preparat sel utuh (whole cell),

seperti vaksin whole cell pertusis. Angka kejadian pasca vaksinasi MMR adalah

25-34 per 100.000 anak, sedangkan pasca vaksinasi DTwP adalah 6-9 kasus per

100.000 anak. Tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi pada anak

yang mengalami kejang demam.

Genetik4

Faktor resiko genetik telah lama diketahui berkontribusi terhadap kejang demam.

Kejang demam cenderung terjadi dalam keluarga, dengan resiko terbesar pada

keluarga tingkat pertama (orang tua dan saudara kandung). Namun, pola turunan

dari kejang demam tidak diketahui. Sekitar 10-20% saudara kandung dari anak

dengan kejang demam akan mengalami kejang demam. Dalam penelitian pada

Faustine B. Rahardja (07120070069) 14Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 15: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

saudara kembar dan orang tua, kejang demam dapat diturunkan sebesar 70%.

Sebagian besar penelitian mendukung pola pewarisan poligenik atau

multifaktorial. Jarang ditemukan pola pewarisan monogenik pada kejang demam.

Gambar 2. Mutasi genetik pada kejang demam

(Sumber: Kundu G, Rabin F, Nandi E, Sheikh N, Akhter S. Etiology and Risk

Factors of Febrile Seizure – An Update. Bangladesh Journal Child Health 2010;

34(3): 103-112.

2.5. Patogenesis/ Patofisiologi

Patofisiologi kejang demam hingga saat ini belum sepenuhnya dimengerti. Kejang

demam merupakan fenomena yang terkait dengan usia.1 Beberapa penelitian

mengemukakan terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu

demam, imaturitas otak dan termoregulator, serta predisposisi genetik.1,4

Kejang merupakan kondisi akibat aktivitas neuronal yang berlebihan pada

otak.1 Neuron (unit fungsional terkecil dari sistem saraf) memiliki sifat khusus,

yaitu eksitabilitas, merupakan kemampuan untuk menciptakan sinyak elektrik,

menintegrasikannya, dan mentransmisikannyake neuron lain dan efektor.12

Faustine B. Rahardja (07120070069) 15Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 16: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

Dalam keadaan istirahat, neuron memiliki membran potensial sebesar -70

mV.12 Membran potensial istirahat merupakan perbedaan muatan di dalam dan di

luar sel akibat pemisahan muatan positif dan negatif oleh membran sel.12

Gambar 3. Membran potensial

(Sumber: Barrett K, Barman S, Boitano S, Brooks H. Ganong’s Review of

Medical Physiology. Edisi ke-23; 2010)

Pada neuron, perbedaan muatan di dalam dan di luar sel meupakan perbedaan

jenis dan konsentrasi ion. konsentrasi K+ lebih tinggi di dalam daripada di luar sel,

sebaliknya konsentrasi Na+ lebih tinggi di dalam daripada si luar sel. Gradien

konsentrasi K+ keluar sel menyebabkan pergerakan pasif K+ keluar sel ketika

kanal selektif K+ terbuka. Hal sama terjadi pada Na+, yaitu ketika gradient

konsentrasi Na+ keluar sel, terjadi pergerakan pasif Na+ keluar sel ketika kanal

selektif Na+ terbuka. Oleh karena lebih banyaknya kanal K+ yang terbuka

dibandingkan kanal Na+ saat istirahat, permeabilitas membran terhadap K+ lebih

besar. Perbedaan konsentrasi ini dijaga oleh pompa Na+/K+ ATPase.12

Sel saraf memiliki ambang batas untuk dapat tereksitasi. Stimulus dapat

berupa elektrik, kimia, ataupun mekanik. Ada 2 respon sel saraf terhadap

stimulus, yaitu potensial aksi dan potensial sinaptik. Hal ini terjadi karena

konduksi ion-ion melewati membran sel saraf akibat perubahan kanal ion.12

Faustine B. Rahardja (07120070069) 16Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 17: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

Sebagai respon terhadap stimulus yang mendepolarisasi, beberapa kanal

Na+ terbuka, dan ketika potensi ambang batas tercapai, terjadilah potensial aksi.

Setelah itu kanal Na+ menjadi inaktif (periode refraktori relatif dan absolut).

Kemudian, terjadilah repolarisasi dengan terbukanya kanal K+. Kanal K+ terbuka

lebih lambat dan lebih lama daripada kanal Na+menyebabakan keadaan

hiperpolarisasi. Setelah keadaan hiperpolarisasi, kondisi berangsur-angsur

kembali lagi ke membran potensial istirahat. Setelah potensial aksi, respons

propagasi terjadi yang secara elektrotonikal mendepolarisasi membran di

depannya.12

Gambar 4. Eksitabilitas neuron selama propagasi impuls

(Sumber: Barrett K, Barman S, Boitano S, Brooks H. Ganong’s Review of

Medical Physiology. Edisi ke-23; 2010)

Impuls ditransmisikan antara satu neuron dengan yang lain atau antara neuron

dengan sel lain pada sinaps. Sinaps merupakan pertemuan antara akson (sel pre-

sinaps) dengan dendrit, soma, atau akson neuron lainnya atau pada otot dan

kelenjar (sel post-sinaps). Komunikasi yang terjadi dapat berupa elektrik ataupun

kimia. Pada sinaps kimia, terdapat celah sinaptik yang memisahkan antara sep

Faustine B. Rahardja (07120070069) 17Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 18: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

pre-sinaps dengan sel post-sinaps. Komunikasi dilakukan dengan mengirimkan

sinyal kimiawi yang dapat berdifusi melalui celah sinaps dan menempel pada

reseptor post-sinaps. Sedangkan pada sinaps elektrik, membran pre-sinaps dan

post-sinaps saling berdekatan, membentuk gap junctions.12

Gambar 5. Propagasi impuls sepanjang neuron

( Sumber: Barrett K, Barman S, Boitano S, Brooks H. Ganong’s Review of

Medical Physiology. Edisi ke-23; 2010)

Selain itu, untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel-sel neuron pada

otak, diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk

metabolisme otak adalah glukosa. Melalui proses oksidasi, glukosa dipecah

menjadi CO2 dan air.13

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Oleh

karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel

neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari K+ maupun Na+

mengakibatkan terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini

Faustine B. Rahardja (07120070069) 18Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 19: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel

sekitarnya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadi kejang.13

Selain itu, pada anak terdapat imaturitas mekanisme termoregulator dan

kapasitas yang terbatas untuk meningkatkan metabolisme energi selular.4 Pada

percobaan dengan binatang ditemukan bahwa eksitabilitas neuronal juga

meningkat selama proses maturasi otak.4 Predisposisi genetik juga terbukti

berkontribusi terhadap kejang demam dengan pola pewarisan poligenik.4

Gambar 6. Patogenesis/ patofisiologi kejang demam

(Sumber: http://doctorology.net/wp-content/uploads/2009/03/patofisiologi-

kejang-demam.jpg)

2.6. Manifestasi klinis

Anak dengan kejang demam memiliki perkembangan yang baik dan sehat secara

neurologis sebelum dan setelah kejang demam.7 Serangan kejang pada kejang

demam biasanya berkaitan dengan peningkatan suhu pusat (core temperature)

yang tinggi (39°C atau lebih) dan cepat.1 Umumnyaserangan kejang terjadi dalam

Faustine B. Rahardja (07120070069) 19Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 20: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

24 jam pertama timbulnya demam.3 Sebagian besar serangan kejang demam

berlangsung singkat (kurang dari 15 menit) dengan sifat bangkitan kejang

berbentuk umum.3 Umumnya kejang tidak berulang dalam 24 jam.3

Bangkitan kejang dapat berupa postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot

menyeluruh), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan

berirama), ataupun kejang fokal.3 Saat kejang anak tidak sadar.3 Selain itu, mata

dapat berputar-putar (sehingga hanya sklera yang terlihat), mulut berbusa, lidah

atau pipinya dapat tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia

(mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,

apnea atau henti nafas, dan kulitnya menjadi kebiruan.3

Pada fase setelah kejang (fase post-iktal), anak sadar kembali, namun

biasanya tampak kelelahan atau tertidur. Hal ini dapat terjadi hingga 15 menit atau

lebih.7

Gambar 7. Bangkitan kejang tonik-klonik

(Sumber: http://drdjebrut.files.wordpress.com/2010/01/grand-mal-seizure.jpg)

2.7. Diagnosis

Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang.6

Faustine B. Rahardja (07120070069) 20Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 21: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

2.7.1. Anamnesis

Anamnesis yang baik dapat membantu menegakkan diagnosis kejang demam.

Perlu ditanyakan kepada orang tua/ pengasuh yang menyaksikan anak kejang

mengenai kejang: jenis kejang, lama kejang, frekuensi dalam 24 jam, serta kondisi

sebelum, diantara, dan setelah kejang (termasuk kesadaran). Hal yang menyertai

kejang seperti muntah, kelemahan anggota gerak, kemunduran, dan lainnya juga

perlu ditanyakan. Penting juga ditanyakan suhu sebelum/ saat kejang.

Untuk demam, perlu ditanyakan pola demam (apakah mendadak tinggi

atau perlahan-lahan meningkat, apakah demam menetap atau hilang timbul,

apakah membaik dengan pemberian obat, dan lainnya). Selain itu, keluhan lain

yang menyertai demam, seperti batuk, pilek, sesak nafas, mual, muntah, diare,

manifestasi perdarahan dan lainnya perlu ditanyakan. Hal ini bertujuan

mengidentifikasi sumber infeksi.

Pada riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah

mengalami kejang dengan demam atau tanpa demam. Ditanyakan pula apakah

anak mengalami gangguan neurologi sebelum demam. Penting juga ditanyakan

apakah anak mengkonsumsi obat-obatan anti kejang, atau obat-obatan lainnya.

Selain itu, riwayat trauma kepala juga penting ditanyakan.

Pada riwayat penyakit keluarga perlu digali riwayat kejang demam atau

epilepsi dalam keluarga. Pada riwayat kehamilan dan persalinan, perlu ditanyakan

riwayat kehamilan ibu, apakah pernah mengalami sakit selama kehamilan, apakah

ibu merokok selama kehamilan.

Pada riwayat tumbuh kembang, perlu ditanyakan pola tumbuh kembang

anak apakah sesuai dengan usianya. Pada riwayat vaksinasi, ditanyakan apakah

anak baru saja menerima vaksinasi MMR atau DTwP.

2.7.2. Pemeriksaan Fisik7

Pada pemeriksaan fisik, nilai keadaan umum dan kesadaran anak. Setelah itu

dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, dan

pernafasan) dan status tumbuh kembang anak. Pasien kejang seringkali

mengalami hipertensi dan takikardi, yang akan pulih menjadi normal kembali bila

Faustine B. Rahardja (07120070069) 21Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 22: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

kejang sudah berhenti. Bradikardia, hipotensi, dan perfusi yang buruk merupakan

tanda yang buruk. Pemeriksaan suhu tubuh pada anak dapat dilakukan di beberapa

tempat, seperti pada gambar.

Gambar 8. Tempat pengukuran suhu pada anak dan nilainya

(Sumber: http://netdoctor.co.uk/)

Pada anak dengan kejang demam penting untuk melakukan pemeriksaan

neurologis, antara lain:

Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, kernig, laseque, brudzinsky I dan

brudzinsky II

Pemeriksaan nervus kranialis I-XII

Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun-ubun membonjol,

papiledema

Pemeriksaan motorik: massa, tonus, kekuatan, dan refleks (fisiologis dan

patologis)

Pemeriksaan sensorik: sensibilitias eksteroseptif, propioseptif, dan

diskriminatif

Pemeriksaan autonom

Tanda infeksi di luar sistem saraf pusat juga dicari, seperti infeksi saluran nafas

akut, otitis media akut, infeksi saluran kemih, enteritis, dan lainnya.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan, diantaranya pemeriksaan terhadap

adanya fraktur kranial akibat trauma kepala, kelainan kraniofasial sebagai tanda

gangguan perkembangan korteks serebri, korioretinitis sebagai tanda infeksi

rubella, cytomegalovirus, dan toxoplasmosis, dan lainnya.

Faustine B. Rahardja (07120070069) 22Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 23: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

2.7.3. Pemeriksaan penunjang14,15,16

Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang

demam, diantaranya sebagai berikut.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,

tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau

keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan

laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula

darah.

Pungsi Lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan untuk

menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya

meningitis bakterialis adalah 0.6 - 6.7%.

Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakan atau menyingkirkan diagnosis

meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal

dianjurkan pada:

Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan untuk dilakukan

Bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan

Bayi > 18 bulan tidak rutin

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya

kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang

demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan.

Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak

khas. Misalnya : kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau

kejang demam fokal.

Faustine B. Rahardja (07120070069) 23Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 24: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)

atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan

hanya atas indikasi seperti:

Kelainan neurologis fokal yang menetap (hemiparesis)

Paresis nervus VI

Papiledema

2.8. Diagnosis Diferensial6,7

Diagnosis diferensial dari kejang demam diantaranya:

Infeksi intrakranial: meningitis dan ensefalitis

Keracunan: alkohol, teofilin, kokain, dan lainnya

Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipernatremia,

hipoksemia, hipokalsemia, hipomagnesemia, gangguan asam-basa,

defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati

Gangguan metabolik bawaan

Trauma kepala

Penghentian obat antiepilepsi mendadak

Lain-lain: ensefalopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial

Idiopatik

2.9. Tatalaksana5,6,17

Apapun jenis dan etiologi kejang yang dihadapi, langkah penatalaksanaan kejang

yang harus dilakukan adalah:

Manajemen jalan nafas, pernafasan, dan fungsi sirkulasi yang adekuat.

Bila anak datang dalam keadaan kejang, tanyakan beberapa hal penting

saja agar tidak membuang waktu sambil memeriksa fungsi vital dengan

cepat. Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap dilakukan setelah kejang

teratasi.

Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pasien diletakkan

dalam posisi miring agar tidak terjadi aspirasi bila muntah. Lendir dihisap,

Faustine B. Rahardja (07120070069) 24Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 25: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

diberikan oksigen 100%. Jangan memasukkan benda keras antara gigi

yang sudah terkatup.

Terminasi kejang dan pencegahan kembalinya kejang.

2.9.1. Penatalaksanaan saat kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang

kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling

cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara

intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0.3-0.5 mg/kg perlahan-lahan dengan

kecepatan 1-2 mg/ menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20

mg.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah

diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal

adalah 0.5-0.75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan

kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan lebih dari 10 kg.

Diazepam rektal juga dapat diberikan dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia

3 tahun atau dosis 7.5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun (lihat bagan

penatalaksanaan kejang demam)

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat

diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila

setelah 2 kali pemeberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke

rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0.3-

0.5 mg/kg.

Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena

dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang

dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,

dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti

maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Bila kejang telah berhenti,

pemeberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang

demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

Faustine B. Rahardja (07120070069) 25Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 26: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

2.9.2. Pemberian obat pada saat demam

Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko

terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di Indonesia

sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III, rekomendasi B). Dosis

parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali deberikan 4 kali sehari dan

tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye

terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam

asetilsalisilat tidak dianjurkan (level III, rekomendasi E).

Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0.3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam

menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus, begitu pula dengan

diazepam rektal dosis 0.5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38.5 derajat Celcius

(level I, rekomendasi A). Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia,

iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital,

karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah

kejang demam (level II, rekomendasi E)

2.9.3. Pemberian obat rumat

Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukan ciri sebagai

berikut (salah satu) :

Kejang lama > 15 menit

Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,

hidrosefalus. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan

perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat

Kejang fokal. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukan bahwa

anak mempunyai fokus organik

Faustine B. Rahardja (07120070069) 26Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 27: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :

o Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

o Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

o Kejang demam > = 4 kali per tahun

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan

resiko berulangnya kejang (level I). Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang

demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,

maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka

pendek (rekomendasi D). Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan

gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini

adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang

dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam

valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari

dalam 1-2 dosis

Lama pengobatan rumat

Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara

bertahap selama 1-2 bulan.

2.9.4. Edukasi pada orang tua

Kejang selalu merupakan peristiwa menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang

sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.

Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :

Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

Memberitahukan cara penanganan kejang

Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

Pemberian obat untu mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus

diingat adanya efek samping obat

Faustine B. Rahardja (07120070069) 27Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 28: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

Tetap tenang dan tidak panik

Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun

kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.

Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang

Tetap bersama pasien selama kejang

Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti

Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau

lebih.

2.10. Prognosis5,18

Prognosis dari kejang demam umumnya baik.

2.10.1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang

sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan

neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus

dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.

2.10.2. Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.

2.10.3. Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko

berulangnya kejang demam adalah:

Riwayat kejang demam dalam keluarga

Usia kurang dari 12 bulan

Temperatur yang rendah saat kejang

Faustine B. Rahardja (07120070069) 28Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 29: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah

80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya

kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling

besar pada tahun pertama.

2.10.4. Faktor resiko terjadinya epilepsi

Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko

menjadi epilepsi adalah :

Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang

demam pertama

Kejang demam kompleks

Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi

sampai 4-6%, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkianan

epilepsi mejadi 10-49% (level II-2). Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat

dicegah dengan pemebrian obat rumat pada kejang demam.

Faustine B. Rahardja (07120070069) 29Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 30: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kejang demam (menurut UKK Neurologi IDAI) adalah bangkitan kejang

yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang

disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Definisi ini mengeksklusi

anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam. Kejang disertai demam

pada bayi berumur kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk dalam kejang

demam.

Berdasarkan Konsensus UKK Neurologi IDAI, kejang demam

diklasifikasikan menjadi kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

dan kejang demam kompleks (complex febrile seizure).

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan - 5 tahun. Kejang

demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam,

sedangkan 20% lainnya merupakan kejang demam kompleks. Kejang

demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan

dengan perbandingan 1,4:1.

Kejang demam umumnya disebabkan oleh infeksi dan vaksinasi yang

mempresipitasi terjadinya demam. Faktor genetik juga berkontribusi

terhadap terjadinya kejang demam.

Kejang demam terjadi akibat lepasnya muatan listrik secara berlebihan

sebagai akibat perubahan membran potensial. Perubahan ini diakibatkan

oleh meningkatnya metabolisme basal dan kebutuhan oksigen karena

demam.

Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis diferensial kejang demam

diantaranya infeksi intrakranial, keracunan, gangguan metabolik, dan

lainnya.

Faustine B. Rahardja (07120070069) 30Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 31: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

Tatalaksana kejang demam:

o Manajemen jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi

o Terminasi kejang dan pencegahan kembalinya kejang

Penatalaksaan saat kejang

Pemberian obat saat demam

Pemberian obat rumat

Edukasi pada orang tua

Prognosis kejang demam umumnya baik. Kecacatan atau kelainan

neurologis dan kematian tidak pernah dilaporkan. Kemungkinan

berulangnya kejang demam adalah sebesar 10-15%.Kemungkinan

terjadinya epilepsi di kemudian hari sebesar 5%.

Faustine B. Rahardja (07120070069) 31Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 32: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman R, Stanton B, St. Geme J, Schor N, Behrman R. Nelson Textbook

of Pediatrics. Edisi ke-19. Amerika Serikat: Elsevier Saunders, Inc.; 2011.

2. Hay W, Levin M, Sondheimer J, Deterding R. Current Diagnosis and

Treatment: Pediatrics. Edisi ke-20. Amerika Serikat: The McGraw-Hill

Companies, Inc.; 2011.

3. Lumbantobing S. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

4. Kundu G, Rabin F, Nandi E, Sheikh N, Akhter S. Etiology and Risk Factors of

Febrile Seizure – An Update. Bangladesh Journal Child Health 2010; 34(3):

103-112.

5. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Indonesia 2006. Konsensus

Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak

Indonesia (IDAI); 2006.

6. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusomo. Pediatric Neurology and

Neuroemergency in Daily Practice. .Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter

Anak Indonesia; 2006.

7. Baumann R. Febrile Seizures [Online]. [Diunduh tanggal 24 April 2012].

Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/

8. Schellack N. Febrile Seizures in Children. SA Pharmaceutical Journal 2012;

79(3):10-13.

9. Mayhar A, Ayazi P, Fallahi M, Javadi A. Risk Factors of the First Febrile

Seizures in Iranian Children. International Journal of Pediatrics 2010; 2010:1-

3.

10. O’Leary M, Chappell J, Stratton C, Cronin R, Taylor M, Tang Y. Complex

Febrile Seizures Followed by Complete Recovery in an Infant with High-Titer

2009 Pandemic Influenza A (H1N1) Virus Infection. Journal of Clinical

Microbiology 2010; 48(10): 3803-3805.

Faustine B. Rahardja (07120070069) 32Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 33: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

11. Kimia A, Ben-Joseph E, Rudloe T, Capraro A, Sarco D, Hummel D, Johnston

P, dan Harper M. Yield of Lumbar Puncture Among Children Who Present

With Their First Complex Febrile Seizure. Pediatrics 2010; 126; 62-69.

12. Barrett K, Barman S, Boitano S, Brooks H. Ganong’s Review of Medical

Physiology. Edisi ke-23. Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies, Inc.;

2010.

13. Rudolph C, Rudolph A, Lister G, First L, Gershson A. Rudolph’s

Pediatrics.Edisi ke-22. Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies, Inc.;

2011.

14. Ojha A, Aryal U. Leucocytosis in Febrile Seizure. Journal of Nepal Pediatric

Society 2011; 31(3): 188-191.

15. Farrell Kevin, Goldman R. The Management of Febrile Seizures. British

Columbia Medical Journal 2011; 53(6): 268-273.

16. Subcommitee on febrile seizures. Febrile Seizures: Guideline for the

Neurodiagnostic Evaluation of the Child with a Simple Febrile Seizure.

Pediatrics 2011; 127: 389-394.

17. Steering committee on quality improvement and management, subcommittee

on febrile seizures. Febrile Seizures: Clinical Practice Guideline for the Long-

term Management of the Child with Simple Febrile Seizure. Pediatrics 2008;

121: 1281-1286.

18. Ojha A, Shakya K, Aryal U. Recurrence Risk of Febrile Seizure in Children.

Journal of Nepal Pediatric Society 2012; 32(1): 33-36.

Faustine B. Rahardja (07120070069) 33Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 34: REFERAT 1 (Kejang Demam)

Kejang Demam

LAMPIRAN

Gambar 9. Algoritme kejang akut dan status epileptikus

(Sumber: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusomo. Pediatric Neurology and

Neuroemergency in Daily Practice; 2006)

Faustine B. Rahardja (07120070069) 34Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan