37
BAB I PENDAHULUAN Demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua mulai di ruang praktek dokter sampai ke unit gawat darurat (UGD) anak, meliputi 10- 30% dari jumlah kunjungan. Demam membuat orang tua atau pengasuh menjadi risau. Sebagian besar anak-anak mengalami demam sebagai respon terhadap infeksi virus yang bersifat self limited dan berlangsung tidak lebih dari 3 hari atau infeksi bakteri yang tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Akan tetapi sebagian kecil demam tersebut merupakan tanda infeksi yang serius dan mengancam jiwa seperti pneumonia, meningitis, artritis septik dan sepsis. Hal ini merupakan tantangan bagi dokter untuk mengidentifikasi penyebab demam tersebut. (Kania, 2007) Pendekatan penatalaksanaan demam pada anak bersifat age dependent karena infeksi yang terjadi tergantung dengan maturitas sistem imun di kelompok usia tertentu. Penilaian awal pada saat anak dibawa ke rumah sakit akan membantu menentukan beratnya penyakit anak dan urgensi pengobatannya. (Kania, 2007) . 1

Referat demam 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

stase anak

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua mulai di ruang praktek dokter sampai ke unit gawat darurat (UGD) anak, meliputi 10-30% dari jumlah kunjungan. Demam membuat orang tua atau pengasuh menjadi risau. Sebagian besar anak-anakmengalami demam sebagai respon terhadap infeksi virus yang bersifat self limited dan berlangsung tidak lebih dari 3 hari atau infeksi bakteri yang tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Akan tetapi sebagian kecil demam tersebut merupakan tanda infeksi yang serius dan mengancam jiwa seperti pneumonia, meningitis, artritis septik dan sepsis. Hal ini merupakan tantangan bagi dokter untuk mengidentifikasi penyebab demam tersebut. (Kania, 2007)Pendekatan penatalaksanaan demam pada anak bersifat age dependent karena infeksi yang terjadi tergantung dengan maturitas sistem imun di kelompok usia tertentu. Penilaian awal pada saat anak dibawa ke rumah sakit akan membantu menentukan beratnya penyakit anak dan urgensi pengobatannya. (Kania, 2007)

.

BAB IIDEMAM

2.1 Definisi DemamDemam adalah keadaan dimana temperature rectal > 38 oC. Menurut American Academy of Pediatric (AAP) suhu normal rectal pada anak berumur kurang dari 3 tahun sampai 38 oC. Suhu normal oral sampai 37.5 oC. Pada anak berumur lebih dari 3 tahun suhu oral normal sampai 37,2 oC, suhu rectal normal sampai 37,8 oC. (Janice E,2013)Menurut IDAI, demam didefinisikan sebagai keadaan kenaikan suhu tubuh. Batas kenaikan adalah 37oC bila diukur secara oral atau diatas 38,4 oC pada pengukuran di rectal. Suhu tubuh normal pada anak berkisar antara 36,1-37,8 oC. (Soedarmo S, 2010)Hiperpireksia didefinisikan sebagai kenaikan suhu tubuh 41 oC atau lebih. Keadaan ini sering dihubungkan dengan infeksi berat, kerusakan hipotalamus atau perdarahan SSP dan memerlukan terapi. Sedangkan demam tanpa kausa yang jelas atau fever of unknown origin adalah keadaan temperature tubuh minimal 37,8-38 oC terus menerus untuk periode waktu paling sedikit selama 3 minggu tanpa diketahui sebabnya setelah dilakukan pemeriksaan medis lengkap. (Soedarmo S, 2010)Tempat pengukuranJenis termometerRentang; rerata suhu normal (oC)Demam (oC)

AksilaAir raksa, elektronik34,7 37,3; 36,437,4

SublingualAir raksa, elektronik35,5 37,5; 36,637,6

RektalAir raksa, elektronik36,6 37,9; 3738

TelingaEmisi infra merah35,7 37,5; 36,637,6

2.2 EtiologiPada umumnya disebabkan oleh virus yang dapat sembuh sendiri, hanya sebagian kecil dapat berupa infeksi bakteri serius di anataranya meningitis bakteriil, bakteremia, pneumonia bakteri, infeksi saluran kemih, enteritis bakteriil, infeksi tualang dan sendi. Penyebab demam dapat diidentifikasi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. (Kaspan MF, 2008)2.3 Patifisiologi2.3.1 Demam dapat dipicu oleh bahan exogenous maupun endogenous. Bahan exogenous pun ternyata harus lewat endogenous pyrogen, polipeptida yang diproduksi oleh jajaran monosit, makrofag, dan sel lain. Pemicu peningkatan suhu yang diketahui antara lain IL-1, TNF, IFN, dan IL-6. Sitokin ini bila telah terbentuk akan masuk sirkulasi sistemik dan pada daerah praeoptik hypothalamus merangsang phospholipase A2, melepas plasma membrane arachidonic acid untuk masuk ke jalur cyclooxigenase, yang meningkatkan ekspresi cyclooxigenase dalam melepas prostaglandin E2, yang mudah masuk BBB, sehinga merangsang thermoregulator neuron untuk meningkatkan thermostat setpoint. Set point yang tinggi memerintahkan tubuh untuk meningkatkan suhu lewat rangkaian simpatetik. Saraf efferent adrenergic dapat memicu konservasi panas (dengan cara vasokontriksi) dan kontraksi otot (mengigil). Selain itu jalur autonomic den endokrin ikut menurunkan penguapan dan mengurangi jumlah cairan yang akan dipanaskan. Proses ini berjalan terus sampai suhu sudah sesuai dengan thermostat, suhu tubuh terukur akan diatas suhu rata-rata. Bilamana rangsangan sitokin telah turun, thermostat diturunkan kembali, sehingga proses pengeluaran panas dan penambahan jumlah cairan akan berjalan. Termoregulasi ini dibantu korteks serebri dalam menyesuaikan dengan perilaku. (Kaspan MF, 2008)Aspek klinis demam terlihat pada variasi suhu badan sesuai dengan kegiatan, meskipun pada anak kecil lonjakan tajam tidak jelas, meskipun pada anak kecil lonjakan tajam tidak jelas. Intepretasi demam pada bayi dan anak harus dibedakan antara demam (diatas 38 oC) dan hiperpireksia (diatas 39,5 oC) (Kaspan MF, 2008)2.3.2 Respon radang adalah serangkain reaksi kompleks sekali yang melibatkan migrasi sel dan bahan radang ke tempat invasi kuman. Secara sederhana, efek klinisnya adalah mempercepat resolusi infeksi dan mendorong remodeling jaringan. Bilamana infeksi terlalu berat untuk dikontrol dengan cara ini, maka rangsangan infeksi akan masuk ke sirkulasi dan memicu molekul efektor menimbulkan reaksi berantai (cascade reaction) local maupun sistemik sehinga menyebabkan systemic inflammatory response. Response ini melibatkan TNF, IL-1, IL-6, IL-8, CSF, PAF. Sitokin-sitokin ini tidak hanya diproduksi oleh monosit-makrofag namun juga oleh limfosit, vascular endothelial cells, epidermal cells, astrocyte-microglial cells. Mediator ini akan merangsang metabolit asam arachidonik menjadi leukotrins, thromboxane A2, PGs, yang menyebabkan perembesan endotel. IL-1 dapat menyebabkan endotel vaskuler menghasilkan berbagai molekul mediator sekunder, memperberat dan memperluas reaksi radang yang ada. Aktivasi komplemen dan coagulation cascade terjadi bersamaan dengan pelepasan berbagai sitokin sehinga produksi bahan proinflamatory meningkat dan reaksi bisa menjadi sistemik, bilamana negative feedback yang terjadi tidak mampu mengendalikan berbagai reaksi yang makin kuat. (Kaspan MF, 2008).2.3.3 Respons fase akut. Merupakan respons tubuh (selain demam dan reaksi radang) yang non antigenic spesifik untuk menyingkirkan antigen atau melakukan modulasi agar dapat mempermudah reaksu eliminasi benda asing. (Kaspan MF, 2008) Sitokin (IL-1 dan IL-6) yang beredar merangsang hati untuk menghasilkan berbagai protein untuk mengintensifkan radang : 1. Positif acute-phase proteins: CRP, serum amyloid, antitrypsin, haptoglobin, ceruplasma, fibrinogen, oleh karena kadar meningkat setelah stimuli2. Negative acute phase proteins: Albumin, prealbumin, transferin, retinol binding proteins Perubahan hematologic dengan peningkatan PMN, trombositopenia, anemia Perubahan mineral dengan penurunan zink dan besi dan peningkatan cuprum Hipermetabolik yang melibatkan berbagai bahan bahkan terjadi metabolism yang khusus (misal glukoneogenesis) (Kaspan MF, 2008)

2.4 Klasifikasi Klinis pada Anak DemamPada umumnya kita mengolongkan anak dengan demam berdasarkan keberadaan focus dan kelompok usia. (Kaspan MF, 2008)2.4.1 Fokus pada anak dengan demam Demam dengan focus yang jelas (overt focus). Anak dengan demam dengan focus yang jelas mudah dikenali secara klinis. Focus pada anak besar, akibat kemampuan melokalisir radang. Focus dapat memberikan dugaan akan kemungkinan penyebab etiologic (kuman). ISK, pneumonia, meningitis, enteritis bacterial, abses, merupakan focus yang jelas dan pada usia tertentu kumannya dapat diduga. Detritus pada tonsil, furunkel pada kulit, nanah pada liang telinga, dapat memberikan gambaran yang jelas pada kuman infeksi. Pemeriksaan biakan jaringan pada focus dapat menjelaskan kuman penyebab, focus pada bayi kecil dapat disertai dengan bakteremia (Kaspan MF, 2008) Demam tanpa focus yang jelas (occult focus). Infeksi selain menyebabkan perubahan anatomis juga dapat menyebabkan kelainan fungsional, akibat reaksi radang. Gejala klinis yang disebabkan oleh mediator yang menyebabkan perubahan faal menyebabkan focus yang tidak jelas. demam tanpa focus yang jelas ini pada usia yang muda makin tidak jelas gejala klinisnya, karena keterbatasan tubuh merespons infeksi. Selain itu juga terdapat gabungan gejala yang menjadi kabur, misalnya pada anak diare dengan parasit malaria dalam darah, pneumonia dengan pada anak anemia, kebocoran plasma akibat DHF pada anak dan sebagainya (Kaspan MF, 2008) Demam tanpa penyebab yang jelas (unknown origin). Demam jenis ini biasanya terdapat pada infeksi yang kronis dan berjalan pelan, tidak menunjukan focus dan tidak terdapat gejala lain yang mencolok, kecuali demam. Reaksi radang tidak hanya akibat infeksi tetapi akibat kerusakan jaringan maupun kematian sel, seperti pada anka dengan keganasan atau anak dengan penyakit autoimun. Pencarian sumber demam menjadi semakin rumit dan mahal dan seringkali tidak tuntas akibat ketidakmampuan teknologi dan financial. (Kaspan MF, 2008)

2.4.2 Kelompok Usia Anak dengan Demam Kelompok bayi muda, 0-48 hariDemam pada neonates ( 10/lpb atau bakteri (+) pewarnaan gram (+)(Kaspan MF, 2008)b) PneumoniaPneumonia bakterial bila demam 39 oC atau leukosit >20.000. Catatan : Pada anak dengan suhu yang tidak terlalu tinggi, hitung jenis leukosit tidak terlalu tinggi, tidak disertai distress respirasi, takipneu, ronchi atau suara napas melemah maka kemungkinan pneumonia dapat disingkirkan. Umur dapat digunakan sebagai prediksi penyebab pneumonia. Pneumonia oleh virus paling banyak dijumpai pada umur 2 tahun pertama. Foto thorax sering kali tidak selalu membantu dalam menentukan pengobatan pneumonia. Pneumonia dan bakteremia jarang terjadi bersamaan. (Kaspan MF, 2008)c) Gastroenteritis (GE) BakterialUmumnya ditandai dengan muntah dan berak. (Kaspan MF, 2008)Catatan: Penyebab terbanyak rotavirus. Buang air besar darah lendir biasanya karena GE bakterial. (Kaspan MF, 2008)d) Meningitis(i) Bayi atau anak tampak sakit berat(ii) Pemeriksaan fisik didapatkan letargik, kaku kuduk dan muntah(iii) Diagnosis ditegakkan dengan pungsi lumbal (Kaspan MF, 2008)

Pemeriksaan fisik pada anak demam secara kasar dibagi atas status generalis dan evaluasi secara detil yang memfokuskan pada sumber infeksi. Pemeriksaan status generalis tidak dapat diabaikan karena menentukan apakah pasien tergolong toksis atau tidak toksis. Penampakan yang toksis mengindikasikan infeksi serius. McCarthy membuat Yale Observation Scale untuk penilaian anak toksis. Skala penilaian ini terdiri dari enam kriteria berupa: evaluasi cara menangis, reaksi terhadap orang tua, variasi keadaan, respon sosial, warna kulit dan status hidrasi. Masing-masing item diberi nilai 1 (normal), 3 (moderat), 5 (berat). (Kania, 2007)

Tabel : The Yale Obsevation ScalePengamatan Normal 1Gangguan Gerak (3)Gangguan Berat (5)

Kualitas TangisanKuat atau sedangMerengek/terisakLemah atau mengiking

Simulasi orang tuaTangis segera berhenti/tidak menangisTangisan hilang timbulTerus menangis atau menangis bertambah keras

Variasi Keadaan Bila bangun tetap terbangun atau bila tidur distimulasi akan segera bangun Mata segera menutup lalu terbangun atau terbangun dengan simulasi yang lamaTerus tertidur atau tidak terstimulasi

Warna Kulit Merah muda Ekstrimitas pucat Pucat

Hidrasi Kulit, mata normal, membran mukosa basahMembran mukosa keringTurgor kulit buruk

Respons terhadap kontak social

Senyum atau alert ( 39 0 C, anak cenderung tidaknyaman dan pemberian obat-obatan penurun panas sering membuat anak merasa lebih baik. Pada dasarnya menurunkan demam pada anak dapat dilakukan secara fisik, obat-obatan maupun kombinasi keduanya. (Kania, 2007) (Abraham BB, 2001)

2.7.1 Secara Fisika) Anak demam ditempatkan dalam ruangan bersuhu normalb) Pakaian anak diusahakan tidak tebalc) Memberikan minuman yang banyak karena kebutuhan air meningkatd) Memberikan kompres.e) Surface Cooling dengan selimut dingin atau mandi alcohol sudah ditingalkan. (Kania, 2007)2.7.2 Obat-obatan AntipiretikPemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan demam dan sangat berguna khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis, kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko kejang demam. (Kania, 2007)Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan antipiretik terdiri dari golongan yang bermacam-macam dan sering berbeda dalam susunan kimianya tetapi mempunyai kesamaan dalam efek pengobatannya. Tujuannya menurunkan set point hipotalamus melalui pencegahan pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase. (Kania, 2007)Asetaminofen merupakan derivat para-aminofenol yang bekerja menekan pembentukan prostaglandin yang disintesis dalam susunan saraf pusat. Dosis terapeutik antara 10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis maksimal 90 mgr/kbBB/hari. Pada umumnya dosis ini dapat ditoleransi dengan baik. Dosis besar jangka lama dapat menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan hepar. Pemberiannya dapat secara per oral maupun rectal. (Kania, 2007)Turunan asam propionat seperti ibuprofen juga bekerja menekan pembentukan prostaglandin. Obat ini bersifat antipiretik, analgetik dan antiinflamasi. Efek samping yang timbul berupa mual, perut kembung dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin. Efek samping hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia aplastik. Efekterhadap ginjal berupa gagal ginjal akut (terutama bila dikombinasikan dengan asetaminopen). Dosis terapeutik yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam. (Kania, 2007)Metamizole (antalgin) bekerja menekan pembentukkan prostaglandin. Mempunyai efek antipiretik, analgetik dan antiinflamasi. Efek samping pemberiannya berupa agranulositosis, anemia aplastik dan perdarahan saluran cerna. Dosis terapeutik 10mgr/kgBB/kali tiap 6-8 jam dan tidak dianjurkan untuk anak kurang dari 6 bulan. Pemberiannya secara per oral, intramuskular atau intravena. (Kania, 2007)Asam mefenamat suatu obat golongan fenamat. Khasiat analgetiknya lebih kuat dibandingkan sebagai antipiretik. Efek sampingnya berupa dispepsia dan anemia hemolitik. Dosis pemberiannya 20 mgr/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Pemberiannya secara per oral dan tidak boleh diberikan anak usia kurang dari 6 bulan. (Kania, 2007)2.7.3 Dasar Pengunaan Anti InfeksiAntimikroba merupakan alat terapi untuk penyakit infeksi pada anak bahkan merupakan intervensi utama pada pediatric klinik, namun pengunaannya yang berlebihan telah menyebabkan peningkatan kuman yang resisten, oleh karena itu pertimbangkan :1. Identifikasi Kuman / Agen PenyebabSedapatmungkin etiologi kuman penyebab harus dapat dibuktikan pada setiap pemberian antibiotic. Antibiotic empiric dapat diberikan pada beberapa kasus selama 3 hari, menunggu data yang lebih lengkap untuk menentukan pengobatan definitive (Kaspan MF, 2008)2. Tes kepekaanManfaat tes kepekaan adalah untuk menuntun pemiloihan antibiotic yang akan digunakan. Cara ini bermanfaat untuk terapi individual atau untuk terapi empiric pada kasus yang data penduduknya tidak lengkap. Selain akurasi minimum inhibitory concentration (MIC), intepretasi hasil kepekaan juga harus diterjemahkan secara klinis. Bilamana tes kepekaan akan digunakan, lokasi infeksi yang dapat dicapai antibiotic, jenis infeksi intraseluler atau ekstraseluler, harus ditetapkan untuk terapi klinis definitive. (Kaspan MF, 2008)3. Dosis, Route, Lama TerapiDosis optimal antibiotic sangat tergantung pada hubungan antar konsentrasi obat pada jaringan situs infeksi, karakter kerja antibiotic, eliminasi obat dari tubuh dan efek samping. Dosis optimal tidak hanya tergantung pada jumlah obat yang harus diberikan, namun juga pada jalur pemberian. (Kaspan MF, 2008)4. Farmakokinetik dan FarmakodinamikPK adalah runtutan waktu pergerakan obat dalam tubuh, namun pergerakan obat tidak member manfaat yang besar, kecuali bisa disertai dengan efek obat pada tubuh penderita (PD). PK menyangkut absorpsi obat, distribusi ke dalam berbagai jaringan, metabolism dan tatacara eliminasi obat keluar tubuh. PD berkaitan dengan efek antibiotic pada kuman, juga pada jaringan. Tergantung pada lama obat di jaringan dalam kadar diatas MIC atau kadar obat tertinggi yang berada di jaringan. Pengetahuan PK/PD masing-masing antibiotic sangat penting untuk menentukan jenis antibiotic yang sesuai dengan kuman yang menginfeksi, dosis yang cukup dan frekuensi pemberian. Masing-masing obat mempunyai PK/PD tersendiri, juga obat antikuman, antivirus dan antijamur yang berbeda-beda. (Kaspan MF, 2008)5. KombinasiAntibiotic kombinasi pada kasus demam netropenia, digunakan sebagai terapi empiric antibiotic dengan harapan tetap ada kuman yang terbunuh. Indikasi relative kedua adalah infeksi polimikrobial, suatu infeksi yang disebabkan oleh banyak kuman, seperti pada appendix perforates, pelvic inflammatory disease, dsb. Antibiotic kombinasi juga digunakan bila kita menghadapi kuman resisten betalaktamase, misalnya kombinasi amoxicillin dengan clavulanic acid, sulbactam atau tazobactam(Kaspan MF, 2008)

6. Resistensi Bilamana antibiotic digunakan secara hati-hati (prudent use of antibiotic), maka kuman menjadi peka kembali pada antibiotic lama, sehingga pengobatan menjadi efektif dan efisien. (Kaspan MF, 2008)

2.7.4 Algoritma tatalaksana demam pada anak

2.8 Keadaan Khusus Akibat Demam2.8.1 HiperpireksiaHiperpireksia adalah keadaan suhu tubuh di atas 41,1 C. Hiperpereksia sangat berbahaya pada tubuh karena dapat menyebabkan berbagai perubahan metabolisme, fisiologi dan akhirnya kerusakan susunan saraf pusat. Pada awalnya anak tampak menjadi gelisah disertai nyeri kepala, pusing, kejang serta akhirnya tidak sadar. Keadaan koma terjadi bila suhu >43 C dan kematian terjadi dalam beberapa jam bila suhu 43 C sampai 45 C. Penatalaksanaan pasien hiperpireksia berupa:1. Monitoring tanda vital, asupan dan pengeluaran.2. Pakaian anak di lepas3. Berikan oksigen4. Berikan anti konvulsan bila ada kejang5. Berikan antipiretik. Asetaminofen dapat diberikan per oral atau rektal. Tidak boleh memberikan derivat fenilbutazon seperti antalgin.6. Berikan kompres es pada punggung anak7. Bila timbul keadaan menggigil dapat diberikan chlorpromazine 0,5-1 mgr/kgBB (I.V).8. Untuk menurunkan suhu organ dalam: berikan cairan NaCl 0,9% dingin melalui nasogastric tube ke lambung. Dapat juga per enema.9. Bila timbul hiperpireksia maligna dapat diberikan dantrolen (1 mgr/kgBB I.V.), maksimal 10 mgr/kgBB. (Kania, 2007)

2.8.2 KEJANG DEMAMKejang demam merupakan keadaan yang umum ditemukan pada anak khususnya usia 6 bulan sampai 5 tahun. Insidensinya di Amerika sekitar 2-4% dari seluruh kelainan neurologis pada anak.15 Walaupun 30% dari seluruh kasus kejang pada anak adalah kejang demam tetapi masih banyak penyebab lain dari kejang sehingga kejang demam tidak dapat didiagnosis sembarangan, karena penyebab lain demam dan kejang yang serius seperti meningitis harus disingkirkan. Banyak klinisi yang mengobati demam dengan pemberian parasetamol untuk mencegah kejang demam. Dari penelitian pada 104 anak, dimana satu kelompok diberikan profilaksis parasetamol dan kelompok lain diberikan parasetamol secara sporadis didapatkan hasil pemberian parasetamol profilaksis tidak efektif bila dibandingkan kelompok lainnya dalam mencegah kejang demam yang rekuren. Sedangkan penelitian Uhari dkk. menunjukkan pemberian asetaminofen dan diazepam per oral menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah rekurensi kejang demam. (Kania, 2007)

2.9 KESIMPULANDemam pada umumnya merupakan respon tubuh terhadap suatu infeksi. Umur anak dan tanda serta gejala yang muncul sangat penting dalam menentukan kemungkinan adanya penyakit yang serius. Penilaian awal akan membantu menentukan beratnya penyakit anak dan urgensi pengobatannya. Pemberian antipiretik merupakan terapi alternatif dalam penatalaksanaan demam pada anak.

Daftar Pustaka

Abraham BB, 2001, Twenty Common Problem Pediatrics, hal 61-69

Asher C, Position Statement for Measurement of Temperature / Fever in Children, Society of Pediatric Nurses, Pensacola

Baitil Atiq, 2009, diakses dari http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122730-S09021fk-Gambaran%20pengetahuan-Literatur.pdf

Ismoedijanto, Kaspan MF, 2008, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU dr Soetomo hal 84-93, FK airlangga, surabaya

Janice E,2013, Fever and Antipyretic Use in Children, AAP

Soedarmo S, dkk, 2010, Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, Ed.2, Jakarta, Ikatan Dokter Anak Indonesia, hal 21-48

Stephen Berman MD, Pediatrics Decision Making, hal 2-11, BC decker INC, Philadelphia

Kania N, 2007, Penatalaksanaan Demam Pada Anak, di akses dari http://www..unpad.ac.id-penatalaksanaan_demam_pada_anak.pdf

http://xa.yimg.com/kq/groups/15854266/766761054/name/Monograf

13