62
REFERAT DEMAM REMATIK DAN PENYAKIT JANTUNG REUMATIK OLEH : Bryan Retno HN 0810221117 Khairunnissa Intan PEMBIMBING : Dr. Bara Langit Sambing,Sp.A

Referat Demam Rematik 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

demam rematik

Citation preview

Page 1: Referat Demam Rematik 2

REFERAT

DEMAM REMATIK DAN PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

OLEH :

Bryan Retno HN 0810221117

Khairunnissa

Intan

PEMBIMBING :

Dr. Bara Langit Sambing,Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 29 NOVEMBER 2010 – 4 FEBRUARI 2011

RUMAH SAKIT MOH. RIDWAN MEURAKSA

Page 2: Referat Demam Rematik 2

JAKARTA

PENDAHULUAN

Demam reumatik merupakan penyakit vaskular kolagen multisistem yang terjadi

setelah infeksi streptokokus grup A pada individu yang mempunyai faktor predisposisi.

Penyakit ini masih merupakan penyebab terpenting penyakit jantung didapat (acquired

heart disease) pada anak dan dewasa muda di banyak negara terutama negara sedang

berkembang. Keterlibatan kardiovaskular pada penyakit ini ditandai oleh inflamasi

endokardium dan miokardium melalui suatu proses autoimun yang menyebabkan

kerusakan jaringan2.

            Serangan pertama demam reumatik akut terjadi paling sering antara umur 5-15

tahun. Demam reumatik jarang ditemukan pada anak di bawah umur 5 tahun1,2,3,5.

            Demam reumatik akut menyertai faringitis Streptococcus beta hemolyticus grup A

yang tidak diobati. Pengobatan yang tuntas terhadap faringitis akut hampir meniadakan

resiko terjadinya demam reumatik. Diperkirakan hanya sekitar 3 % dari individu yang

belum pernah menderita demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah

menderita faringitis streptokokus yang tidak diobati1,5.

            Saat ini diperkirakan insidens demam reumatik di Amerika Serikat adalah 0,6 per

100.000 penduduk pada kelompok usia 5 sampai 19 tahun. Insidens yang hampir sama

dilaporkan di negara Eropa Barat. Angka tersebut menggambarkan penurunan tajam

apabila dibandingkan angka yang dilaporkan pada awal abad ini, yaitu 100-200 per

100.000 penduduk1.

            Sebaliknya insidens demam reumatik masih tinggi di negara berkembang. Data

dari negara berkembang menunjukkan bahwa prevalensi demam reumatik masih amat

tinggi sedang mortalitas penyakit jantung reumatik sekurangnya 10 kali lebih tinggi

daripada di negara maju. Di Srilangka insidens demam reumatik pada tahun 1976

dilaporkan lebih kurang 100-150 kasus per 100.000 penduduk. Di India, prevalensi

1

Page 3: Referat Demam Rematik 2

demam reumatik dan penyakit jantung reumatik pada tahun 1980 diperkirakan antara 6-

11 per 1000 anak. Di Yemen, masalah demam reumatik dan penyakit jantung reumatik

sangat besar dan merupakan penyakit kardiovaskular pertama yang menyerang anak-anak

dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi8. Di Yogyakarta pasien dengan

demam reumatik dan penyakit jantung reumatik yang diobati di Unit Penyakit Anak

dalam periode 1980-1989 sekitar 25-35 per tahun, sedangkan di Unit Penyakit Anak RS.

Cipto Mangunkusumo tercatat rata-rata 60-80 kasus baru per tahun1,3.

            Insidens penyakit ini di negara maju telah menurun dengan tajam selama 6 dekade

terakhir, meskipun begitu dalam 10 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan kasus

demam reumatik yang mencolok di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Hal

tersebut mengingatkan kita bahwa demam reumatik belum seluruhnya terberantas, dan

selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan masalah kesehatan masyarakat baik di

negara berkembang maupun negara maju1.

            Suatu faktor penting yang mempengaruhi insidens demam reumatik adalah

ketepatan diagnosis dan pelaporan penyakit. Sampai sekarang belum tersedia uji spesifik

yang tepat untuk menegakkan diagnosis demam reumatik akut. Terdapat kesan

terdapatnya overdiagnosis demam reumatik, sehingga diharapkan dengan kriteria

diagnosis yang tepat, pengertian dan kemampuan untuk mengenal penyakit ini serta

kesadaran para dokter untuk menanggulanginya merupakan hal yang sangat penting

dalam menurunkan insidens penyakit ini.

 

2

Page 4: Referat Demam Rematik 2

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Demam reumatik merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai

faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A1.

 Etiologi

            Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi

individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan3. Infeksi Streptococcus beta

hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik

pada serangan pertama maupun serangan ulangan1,3,5,6. Untuk menyebabkan serangan

demam reumatik, Streptokokus grup A harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan

hanya kolonisasi superficial. Berbeda dengan glumeronefritis yang berhubungan dengan

infeksi Streptococcus di kulit maupun di saluran napas, demam reumatik agaknya tidak

berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit3.Hubungan etiologis antara kuman

Streptococcus dengan demam reumatik diketahui dari data sebagai berikut:

1. Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian kadar

antibodi terhadap Streptococcus atau dapat diisolasi kuman beta-Streptococcus

hemolyticus grup A, atau keduanya3.

2. Insidens demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidens oleh

beta-Streptococcus hemolyticus grup A yang tinggi pula. Diperkirakan hanya 

sekitar 3% dari individu yang belum pernah menderita demam reumatik akan

menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis Streptococcus yang tidak

diobati1,3.

3. Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita mendapat

pencegahan yang teratur dengan antibiotika.

 

3

Page 5: Referat Demam Rematik 2

Faktor Predisposisi

Faktor Individu

1.      Faktor Genetik

Banyak demam reumatik/penyakit jantung reumatik yang terjadi pada satu keluarga

maupun pada anak-anak kembar. Karenanya diduga variasi genetik merupakan alasan

penting mengapa hanya sebagian pasien yang terkena infeksi Streptococcus menderita

demam reumatik, sedangkan cara penurunannya belum dapat dipastikan1,3.

2.      Jenis Kelamin

Tidak didapatkan perbedaan insidens demam reumatik pada lelaki dan wanita1,3.

Meskipun begitu, manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu

jenis kelamin, misalnya gejala korea jauh lebih sering ditemukan pada wanita daripada

laki-laki. Kelainan katub sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik juga menunjukkan

perbedaan jenis kelamin. Pada orang dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral lebih

sering ditemukan pada wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada

laki-laki3.

3.      Golongan Etnik dan Ras

Belum bisa dipastikan dengan jelas karena mungkin berbagai faktor lingkungan yang

berbeda pada golongan etnik dan ras tertentu ikut berperan atau bahkan merupakan sebab

yang sebenarnya. Yang telah dicatat dengan jelas ialah terjadinya stenosis mitral. Di

negara-negara barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah serangan

penyakit jantung reumatik akut. Tetapi data di India menunjukkan bahwa stenosis mitral

organik yang berat seringkali sudah terjadi dalam waktu yang relatif singkat, hanya 6

bulan-3 tahun setelah serangan pertama3.

4.      Umur

4

Page 6: Referat Demam Rematik 2

Paling sering pada umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak

biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum umur 3

tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi

Streptococcus pada anak usia sekolah3.

5.      Keadaan Gizi dan adanya penyakit lain

Belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi. Hanya sudah diketahui

bahwa penderita sickle cell anemia jarang yang menderita demam reumatik/penyakit

jantung reumatik3.

 

Faktor-faktor Lingkungan

1.      Keadaan sosial ekonomi yang buruk

Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk

terjadinya demam reumatik1,3. Termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk ialah

sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya

pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang sakit sangat kurang,

pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain3.

2.      Iklim dan Geografi

Penyakit ini terbanyak didapatkan di daerah beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini

menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi

daripada yang diduga semula1,3. Di daerah yang letaknya tinggi agaknya insidens lebih

tinggi daripada di dataran rendah3.

3.      Cuaca

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas

meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat3.

5

Page 7: Referat Demam Rematik 2

 

Patogenesis

            Meskipun pengetahuan serta penelitian sudah berkembang pesat, namun

mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para

ahli sependapat bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun3,4,5.

            Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk

ekstrasel; yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase,

streptokinase, disfosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal

erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi3.

            Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan

terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi

silang antibodi terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan

antigen mirip antigen streptococcus, hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun1,3.

ASTO (anti streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering

digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80%

penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikan titer

ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap Streptococcus, maka pada

95% kasus demam reumatik/penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih

antibodi terhadap Streptococcus3.

Penelitian menunjukkan bahwa komponen streptokokus yang lain memiliki reaktivitas

bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi silang imunologik di antara karbohidrat

streptokokus dan glikoprotein katup, di antara membran protoplasma streptokokus dan

jaringan saraf subtalamus serta nuklei kaudatus dan antara hialuronat kapsul dan kartilago

artikular. Reaktivitas silang imunologik multiple tersebut dapat menjelaskan keterlibatan

organ multiple pada demam reumatik1.

6

Page 8: Referat Demam Rematik 2

            Peran antibodi sebagai mediator cedera jaringan belum sepenuhnya diterima.

Adanya antibodi bereaksi silang yang serupa pada serum pasien tanpa demam reumatik

mendorong penelitian mediator imun lain. Data muthakir menunjukkan pada sitotoksitas

yang ditengahi oleh sel sebagai mekanisme alternatife untuk cedera jaringan. Penelitian

menunjukkan bahwa limfosit darah perifer pasien dengan karditis reumatik akut adalah

sitotoksik terhadap sel miokardium yang dibiak in vitro, dan bahwa serum penderita

demam reumatik menghapuskan pengaruh sitotoksik tersebut. Ini memberi kesan bahwa

antibodi yang bereaksi silang dapat mempunyai pengaruh protektif dalam pejamu

tersebut. Sekarang hipotesis yang paling banyak dipercaya adalah bahwa mekanisme

imunologik, humoral atau selular, menyebabkan cedera jaringan pada demam reumatik1.

 

Patologi

            Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan

proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ

lain seperti sendi, kulit, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi

selalu reversibel3. Proses patologis pada demam reumatik melibatkan jaringan ikat atau

jaringan kolagen. Meskipun proses penyakit adalah difus dan dapat mempengaruhi

kebanyakan jaringan tubuh, manifestasi klinis penyakit terutama terkait dengan

keterlibatan jantung, sendi, dan otak.1.

Jantung

Keterlibatan jantung pada demam reumatik dapat mengenai setiap komponen

jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas pada endokardium

dan miokardium, namun pada pasien dengan miokarditis berat, perikardium dapat juga

terlibat. Beberapa dengan pada penyakit kolagen lain seperti lupus eritematosus

sistematik atau artristis reumatoid juvenil (pada kedua penyakit ini serositas biasanya

ditunjukkan oleh perikarditis), pada demam reumatik jarang ditemukan perikaditis tanpa

7

Page 9: Referat Demam Rematik 2

endokarditis atau miokarditis. Perikaditis pada pasien reumatik bisanya menyatakan

adanya pankarditis atau perluasan proses radang1.

Penemuan histologis pada karditis reumatik akut tidak selalu spesifik. Tingkat perubahan

histologis tidak perlu berkolerasi dengan derajat klinis. Pada stadium awal, bila ada

dilatasi jantung, perubahan histologis dapat minimal, walaupun gangguan fungsi jantung

mungkin mencolok1.

            Dengan berlanjutnya radang, perubahan eksudatif dan proliferatif menjadi lebih

jelas. Stadium ini ditandai dengan perubahan edematosa jaringan, disertai oleh infiltrasi

selular yang terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan beberapa granulosit. Fibrinoid,

bahan granular eusinofil ditemukan tersebar di seluruh jaringan dasar. Bahan ini meliputi

serabut kolagen ditambah bahan granular yang berasal dari kolagen yang sedang

berdegenerasi dalam campuran fibrin, globulin, dan bahan-bahan lain. Jaringan lain yang

terkena oleh proses penyakit, seperti jaringan sendi, dapat menunjukkan fibrinoid; hal ini

dapat juga terjadi dalam jaringan yang sembuh pada pasien penyakit kolagen lain1.

            Pembentukan sel Aschoff atau benda Aschoff diuraikan oleh Aschoff pada tahun

1940, menyertai stadium di atas. Lesi patognomonis ini terdiri dari infiltrat perivaskular

sel besar dengan inti polimorf dan sitoplasma basofil tersusun dalam roset sekeliling

pusat fibrinoid yang avaskular. Beberapa sel mempunyai inti banyak, atau mempunyai

’inti mata burung hantu’ dengan titik-titik dan fibril eksentrik yang menyebar ke

membran inti, atau mempunyai susunan kromatin batang dengan tepi gigi gergaji dan

nukleus kisi-kisi atau lingkaran yang melilit. Sel-sel yang khas ini disebut monosit

Anitschkow1.

            Benda Aschoff dapat ditemukan pada setiap daerah miokardium tetapi paling

sering ditemukan dalam jaringan aurikular kiri. Benda Aschoff ditemukan paling sering

dalam jaringan miokardium pasien yang sembuh dari miokarditis reumatik subakut atau

kronik. Sel Aschoff dapat tampak dalam fase akut; mungkin pasien ini menderita karditis

kronik dengan kumat demam reumatik. Jarang sel Aschoff ditemukan dalam jaringan

jantung pasien tanpa riwayat demam reumatik1.

8

Page 10: Referat Demam Rematik 2

            Reaksi radang juga mengenai lapisan endokardium yang mengakibatkan

endokarditis. Proses endokarditis tersebut mengenai jaringan katup serta dinding

endokardium. Radang jaringan katup menyebabkan manifestasi klinis yang mirip karditis

reumatik. Yang paling sering terlibat adalah katup mitral, disusul katup aorta. Katup

trikuspid jarang terlibat, dan katup pulmonal jarang sekali terlibat1.    

            Tinjauan etiologi penyakit katup oleh Roberts menunjukkan bahwa etiologi

reumatik 70% dari kasus dapat berasal dari penyakit katup mitral murni (isolated) dan

hanya 13% dari kasus yang berasal dari penyakit katup aorta murni. Pada pasien yang

kedua katupnya (mitral dan aorta) terlibat, kemungkinan etiologi reumatik adalah 97%1.

            Radang awal pada endokarditis dapat menyebabkan terjadinya insufisiensi katup.

Penemuan histologis dalam endokarditis terdiri dari edema dan linfiltrasi selular jaringan

katup dan korda tendine. Lesi yang khas endokarditis reumatik adalah ’tambalan (patch)

MacCallum’, daerah jaringan menebal yang ditemukan dalam atrium kiri, yakni di atas

dasar daun katup mitral posterior. Degenerasi hialin pada katup yang terkena akan

menyebabkan pembentukan veruka pada tepinya, yang akan menghalangi pendekatan

daun-daun katup secara total dan menghalangi penutupan ostium katup. Dengan radang

yang menetap, terjadilah fibrosis dan klasifikasi katup. Klasifikasi mikroskopik dapat

terjadi pada pasien muda dengan penyakit katup reumatik. Jikalau tidak ada pembalikan

proses dan penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan

pengapuran yang kasar, yang terjadi beberapa tahun pascaserangan1.

            Pasien dengan pankarditis, di samping menderita miokarditis juga menderita

perikarditis. Eksudat fibrin menutupi permukaan viseral maupun sisi permukaan serosa

(serositis), dan cairan serohemoragis yang bervariasi volumenya berada dalam rongga

perikardium1.

 

Organ-organ lain

9

Page 11: Referat Demam Rematik 2

Ruam kulit mencerminkan terdapatnya vaskulitis yang mendasari, yang mungkin ada

pada setiap bagian tubuh dan yang paling sering mengenai pembuluh darah yang lebih

kecil. Pembuluh darah ini menunjukkan proliferasi sel endotel. Nodul subkutan jarang

ditemukan pada pasien demam reumatik akut; kalaupun ada, nodul ini cenderung

ditemukan pada pasien dengan penyakit katup kronik, terutama stenosis mitral. Histologi

nodul subkutan terdiri dari nekrosis fibrinoid sentral yang dikelilingi oleh sel-sel epitel

dan mononuklear. Lesi histologis tersebut serupa dengan lesi pada benda Ascoff, suatu

tanda patologis karditis reumatik1.

Seperti pada perikarditis, patologi artritis pada dasarnya sama, yaitu serositis. Pada artritis

reumatik jaringan tulang rawan (kartilago) tidak terlibat, akan tetapi lapisan sinovia

menunjukkan terjadinya degenerasi fibrinoid. Patologi nodulus subkutan, yang

membentuk penonjolan di atas tonjolan tulang dan permukaan tendo ekstensor, telah

diuraikan di atas1.

Vaskulitis, yang merupakan dasar proses patologis eritema marginatum, juga

menyebabkan lesi ekstrakardial lain seperti keterlibatan paru dan ginjal yang kadang

ditemukan pada demam reumatik akut. Demikian pula, vaskulitis dapat merupakan proses

patologis yang berhubungan dengan korea Sydenham (St. Vitus dance). Ganglia basalis

dan serebellum adalah tempat perubahan patologis yang sering ditemukan pada pasien

dengan gejala korea Sydenham. Perubahan ini terdiri dari perubahan selular dengan

infiltrasi perivaskular oleh sel limfosit1. Pada literatur lain menyebutkan kelainan-

kelainan pada susunan saraf pusat ini (korteks, ganglia basalis, serebellum) tidak dapat

menerangkan terjadinya korea, kelainan tersebut dapat ditemukan pada penderita demam

reumatik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak pernah menunjukkan

gejala korea3.

           

Manifestasi Klinis

10

Page 12: Referat Demam Rematik 2

            Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat

dibagi dalam 4 stadium:

Stadium I

            Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta-

Streptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit

waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi

diare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-

tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar.

Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan3.

            Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran napas bagian atas pada

penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari

sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik3.

Stadium II

            Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus

dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu,

kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian3.

Stadium III

Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik

demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat

digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik

(gejala mayor) demam reumatik/penyakit jantung reumatik3.

 

Manifestasi Klinis Mayor

1. Karditis

11

Page 13: Referat Demam Rematik 2

Karditis pada demam reumatik akut ditemukan pada sekitar 50% pasien, yang cenderung

meningkat dengan tajam pada pengamatan mutakhir1,2. Dua laporan yang paling baru,

dari Florida dan Utah, melaporkan karditis pada 75% pasien demam reumatik akut.

Angka ini didasarkan kepada diagnosis yang ditegakkan hanya dengan auskultasi, dan

bahkan lebih tinggi bila alat ekokardiografi Doppler 91% pasien menunjukkan

keterlibatan jantung1. Pada literatur lain menyebutkan yaitu sekitar 40-80% dari demam

reumatik akan berkembang menjadi pankarditis5,7.

            Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam reumatik akut, dan

menyebabkan mortalitas paling sering selama stadium akut penyakit. Bahkan sesudah

fase akut, cedera sisa pada katup dapat menyebabkan gagal jantung yang tidak mudah

ditangani, dan seringkali memerlukan intervensi bedah. Selanjutnya mortalitas dapat

terjadi akibat komplikasi bedah atau dari infeksi berikut yang menyebabkan endokarditis

bakteri1.

            Banyak dokter memandang karditis sebagai manifestasi demam reumatik yang

paling khas. Karditis dengan insufisiensi mitral diketahui dapat berkaitan dengan infeksi

virus, riketsia, dan mikoplasma. Namun demam reumatik tetap merupakan penyebab

utama insufisiensi mitral didapat pada anak dan dewasa muda. Meskipun laporan dari

negara berkembang mengambarkan insidens penyakit jantung reumatik yang tinggi pada

anak muda, demam reumatik dan karditis reumatik jarang ditemukan pada anak umur di

bawah 5 tahun. Penyakit ini terkait dengan gejala nonspesifik meliputi mudah lelah,

anoreksia, dan kulit pucat kekuningan. Mungkin terdapat demam ringan dan mengeluh

bernapas pendek, nyeri dada, dan artralgia. Pemeriksaan jantung mungkin menunjukkan

keterlibatan jantung, dan pada sebagian pasien dapat terjadi gagal jantung.

            Karditis dapat merupakan manifestasi tunggal atau terjadi bersamaan dengan satu

atau lebih manifestasi lain. Kadang artritis dapat mendahului karditis; pada kasus

demikian tanda karditis biasanya akan muncul dalam 1 atau 2 minggu; jarang terjadi

keterlibatan jantung yang jelas di luar interval ini.

12

Page 14: Referat Demam Rematik 2

            Seperti manifestasi yang lain, derajat keterlibatan jantung sangat bervariasi.

Karditis dapat sangat tidak kentara, seperti pada pasien dengan korea, tanda insufisiensi

mitral dapat sangat ringan dan bersifat sementara, sehingga mudah terlewatkan pada

auskultasi. Karditis yang secara klinis ’mulainya lambat’ mungkin sebenarnya

mengambarkan progresivitas karditis ringan yang semula tidak dideteksi. Pasien yang

datang dengan manifestasi lain harus diperiksa dengan teliti untuk menyingkirkan adanya

karditis. Pemeriksaan dasar, termasuk elektrokardiografi dan ekokardiografi, harus selalu

dilakukan. Pasien yang ada pada pemeriksaan awal tidak menunjukkan keterlibatan

jantung harus terus dipantau dengan ketat untuk mendeteksi adanya karditis sampai tiga

minggu berikutnya. Jikalau karditis tidak muncul dalam 2 sampai 3 minggu

pascaserangan, maka selanjutnya ia jarang muncul.

            Takikardia merupakan salah satu tanda klinis awal miokarditis. Pengukuran

frekuensi jantung paling dapat dipercaya apabila pasien tidur. Demam dan gagal jantung

menaikkan frekuensi jantung; sehingga mengurangi nilai diagnostik takikardia. Apabila

tidak terdapat demam atau gagal jantung, frekuensi jantung saat pasien tidur merupakan

tanda yang terpercaya untuk memantau perjalanan karditis.

            Miokarditis dapat menimbulkan disritmia sementara; blok atrioventrikular total

biasanya tidak ditemukan pada karditis reumatik. Miokarditis kadang sukar untuk dicatat

secara klinis, terutama pada anak muda yang tidak terdengar bising yang berarti. Pada

umumnya, tanda klinis karditis reumatik meliputi bising patologis, terutama insufisiensi

mitral, adanya kardiomegali secara radiologis yang makin lama makin membesar, adanya

gagal jantung dan tanda perikarditis.

            Terdapatnya gagal jantung kongestif, yaitu tekanan vena leher yang meninggi,

muka sembab, hepatomegali, ronki paru, urin sedikit dan bahkan edema pitting,

semuanya dapat dipandang sebagai bukti karditis. Hampir merupakan aksioma, setiap

anak dengan penyakit jantung reumatik yang datang dengan gagal jantung pasti

menderita karditis aktif. Hal ini berbeda dengan orang tua, padanya gagal jantung

kongestif dapat terjadi sebagai akibat stres mekanik pada jantung karena keterlibatan

13

Page 15: Referat Demam Rematik 2

katup reumatik. Pada anak dengan demam reumatik, gagal jantung kanan, terutama yang

disertai dengan edema muka, mungkin terjadi sekunder akibat gagal jantung kiri. Gagal

jantung kiri pada anak reumatik relatif jarang ditemukan.

            Endokarditis, radang daun katup mitral dan aorta serta kordae katup mitral,

merupakan komponen yang paling spesifik pada karditis reumatik. Katup-katup pulmonal

dan trikuspid jarang terlibat. Insufisiensi mitral paling sering terjadi pada karditis

reumatik, yang ditandai oleh adanya bising holosistolik (pansistolik) halus, dengan nada

tinggi. Bising ini paling baik terdengar apabila pasien tidur miring ke kiri. Pungtum

maksimum bising adalah di apeks, dengan penjalaran ke daerah aksila kiri. Apabila

terdapat insufisiensi mitral yang bermakna, dapat pula terdengar bising stenosis mitral

relatif yaitu bising mid-diastolik sampai akhir diastolik yang bernada rendah. Bising ini

disebut bising Carey-Coombs, terjadi karena sejumlah besar darah didorong melalui

lubang katup ke dalam ventrikel kiri selama fase pengisian, menghasilkan turbulensi yang

bermanifestasi sebagai bising aliran (flow murmur).

            Insufisiensi aorta terjadi pada sekitar 20% pasien dengan karditis reumatik.

Insufisiensi ini dapat merupakan kelainan katup tunggal tetapi biasanya bersama dengan

infusiensi mitral. Infisiensi aorta ini ditandai oleh bising diastolik dini dekresendo yang

mulai dari komponen aorta bunyi jantung kedua. Bising ini bernada sangat tinggi,

sehinggga paling baik didengar dengan stetoskop membran (diafragma) pada sela iga

ketiga kiri dengan pasien pada posisi tegak, terutama jika pasien membungkuk ke depan

dan menahan napasnya selama ekspirasi. Bising ini mungkin lemah, dan karenanya

sering gagal dikenali oleh pemeriksa yang tidak terlatih. Pada infusiensi aorta yang berat,

bising terdengar keras dan mungkin disertai getaran bising diastolik. Pada kasus ini

tekanan nadi yang naik karena lesi aorta yang besar digambarkan sebagai nadi perifer

yang melompat-lompat (water-hammer pulse). Keterlibatan katup pulmonal dan trikuspid

jarang terjadi; ia ditemukan pada pasien dengan penyakit jantung reumatik yang kronik

dan berat. Pemeriksaan ekokardiografi-Doppler menunjukkan bahwa kelainan pada katup

trikuspid dan  pasien demam reumatik pulmonoal ini lebih banyak daripada yang

dipekirakan sebelumnya.

14

Page 16: Referat Demam Rematik 2

            Miokarditis atau insufisiensi katup yang berat dapat menyebabkan terjadinya

gagal jantung. Gagal jantung yang jelas terjadi pada sekitar 5% pasien demam reumatik

akut, terutama pada anak yang lebih muda. Di Yogyakarta pasien yang datang dengan

gagal jantung jelas dapat mencapai 65% karena kasus yang dapat berobat ke rumah sakit

terdiri atas pasien demam reumatik akut serangan pertama dan demam reumatik akut

serangan ulang. Lagipula pasien di Yogyakarta baru berobat apabila telah timbul gejala

dan tanda gagal jantung.

            Manifestasi gagal jantung meliputi batuk, nyeri dada, dispne, ortopne, dan

anoreksia. Pada pemeriksaan terdapat takikardia, kardiomegali, dan hepatomegali dengan

hepar yang lunak. Edema paru terjadi pada gagal jantung sangat bervariasi.

            Pembesaran jantung terjadi bila perubahan hemodinamik yang berat terjadi akibat

penyakit katup. Pembesaran jantung yang progresif dapat terjadi akibat pankarditis, yaitu

karena dilatasi jantung akibat miokarditis ditambah dengan akumulsi cairan perikardium

parietale dan viserale. Penggesekan permukaan yang meradang menimbulkan suara

gesekan yang dapat didengar. Bising gesek ini terdengar paling baik di midprekordium

pada pasien dalam posisi tegak, sebagai suara gesekan permukaan. Bising gesek dapat

didengar pada sistole atau diastole tergantung pada apakah pergeseran timbul oleh

kontraksi maupun relaksasi ventrikel. Pengumpulan cairan yang banyak menyebabkan

terjadinya pergeseran perikardium, sehingga dapat mengakibatkan menghilangnya bising

gesek. Bising gesek pada pasien parditis reumatik hampir selalu merupakan petunjuk

adanya pankarditis. Perikarditis yang tidak disertai dengan endokarditis dan miokarditis

biasanya bukan disebabkan demam reumatik.

            Irama derap yang mungkin terdengar biasanya berupa derap protodiastolik, akibat

aksentuasi suara jantung ketiga. Derap presistolik agak jarang terjadi, akibat pengerasan

suara jantung keempat yang biasanya tidak terdengar, atau derap kombinasi, yaitu

kombinasi dari dua derap (summation gallop).

 

15

Page 17: Referat Demam Rematik 2

2. Artritis   

Artritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik. Walaupun merupakan

manifestasi mayor yang paling sering, artritis ini paling tidak spesifik dan sering

menyesatkan diagnosis. Insidens artritis yang rendah dilaporkan pada penjangkitan

demam reumatik akhir-akhir ini di Amerika Serikat, mungkin akibat pedekatan diagnosis

yang berbeda. Kebanyakan laporan menunjukkan artritis sebagai manifestasi reumatik

yang paling sering, tetapi bukan yang paling serius, seperti kata Lasegue, ’demam

reumatik menjilat sendi namun menggigi jantung1.

            Artritis menyatakan secara tidak langsung adanya radang aktif sendi, ditandai

oleh nyeri yang hebat, bengkak, eritema, dan demam. Meskipun tidak semua manifestasi

ada, tetapi nyeri pada saat istirahat yang menghebat pada gerakan aktif atau pasif

biasanya merupakan tanda yang mencolok. Intensitas nyeri dapat menghambat

pergerakan sendi hingga mungkin seperti pseudoparalisis1.

            Artritis harus dibedakan dari artralgi, karena pada artralgia hanya terjadi nyeri

ringan tanpa tanda objektif pada sendi. Sendi besar paling sering terkena, yang terutama

adalah sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Sendi perifer yang

kecil jarang terlibat. Artritis reumatik bersifat asimetris dan berpindah-pindah (poliartritis

migrans). Proses radang pada satu sendi dapat sembuh secara spontan sesudah beberapa

jam serangan, kemudian muncul artritis pada sendi yang lain. Pada sebagian besar pasien,

artritis sembuh dalam 1 minggu, dan biasanya tidak menetap lebih dari 2 atau 3 minggu.

Artritis demam reumatik berespons dengan cepat terhadap salisilat bahkan pada dosis

rendah, sehingga perjalanan artritis dapat diperpendek dengan nyata dengan pemberian

aspirin1.

            Pemeriksaan radiologis sendi tidak menunjukkan kelainan kecuali efusi.

Meskipun tidak berbahaya, artritis tidak boleh diabaikan; ia harus benar-benar

diperhatikan, baik yang berat maupun yang ringan. Sebelum terburu-buru ke

laboratorium untuk memikirkan ’skrining kolagen’ yang lain, ia harus diperiksa dengan

anamnesis yang rinci serta pemeriksaan fisis yang cermat1.

16

Page 18: Referat Demam Rematik 2

 

Korea Sydenham      

Korea Sydenham, korea minor, atau St. Vitus dance, mengenai sekitar 15% pasien

demam reumatik1,2. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan sistem saraf pusat,

terutama ganglia basal dan nuklei kaudati, oleh proses radang. Hubungan korea

Sydenham dengan demam reumatik tetap tidak jelas untuk waktu yang lama. Hubungan

tersebut tampak pada pasien dengan manifestasi reumatik, terutama insufisiensi mitral,

yang semula datang hanya dengan korea Sydenham. Sekarang jelas bahwa periode laten

antara infeksi streptokokus dan awal korea lebih lama daripada periode laten untuk

artritis atau karditis. Periode laten manifestasi klinis artritis atu karditis adalah sekitar 3

minggu, sedangkan manifestasi klinis korea dapat mencapai 3 bulan atau lebih1.

            Pasien dengan korea datang dengan gerakan yang tidak disengaja dan tidak

bertujuan, inkoordinasi muskular, serta emosi yang labil. Manifestasi ini lebih nyata

apabila pasien dalam keadaan stres. Gerakan abnormal ini dapat ditekan sementara atau

sebagian oleh pasien dan menghilang pada saat tidur. Semua otot terkena, tetapi yang

mencolok adalah otot wajah dan ekstremitas. Pasien tampak gugup dan menyeringai.

Lidah dapat terjulur keluar dan masuk mulut dengan cepat dan menyerupai ’kantong

cacing’. Pasien korea biasanya tidak dapat mempertahankan kestabilan tonus dalam

waktu yang pendek1.

            Biasanya pasien berbicara tertahan-tahan dan meledak-ledak. Ekstensi lengan di

atas kepala menyebabkan pronasi satu atau kedua tangan (tanda pronator). Kontraksi otot

tangan yang tidak teratur tampak jelas bila pasien menggenggam jari pemeriksa

(pegangan pemerah susu). Apabila tangan diekstensikan ke depan, maka jari-jari berada

dalam keadaan hiperekstensi (tanda sendok atau pinggan). Koordinasi otot halus sukar.

Tulisan tangannya buruk, yang ditandai oleh coretan ke atas yang tidak mantap1,5. Bila

disuruh membuka dan menutup kancing baju, pasien menunjukkan inkoordinasi yang

jelas, dan ia menjadi mudah kecewa. Kelabilan emosinya khas, pasien sangat mudah

menangis, dan menunjukkan reaksi yang tidak sesuai1,2,5. Orangtua sering cemas oleh

17

Page 19: Referat Demam Rematik 2

kecanggungan pasien yang reaksi yang mendadak. Guru memperhatikan bahwa pasien

kehilangan perhatian, gelisah, dan tidak koperatif. Sebagai pasien mungkin

disalahtafsirkan sebagai menderita kelainan tingkah laku. Meskipun tanpa pengobatan

sebagian besar korea minor akan menghilang dalam waktu 1-2 minggu. Pada kasus yang

berat, meskipun dengan pengobatan, korea minor dapat menetap selama 3-4 bulan,

bahkan dapat sampai 2 tahun1.

            Insidens korea pada pasien demam reumatik sangat bervariasi dan cenderung

menurun, tetapi pada epidemi mutakhir di Utah korea terjadi pada 31% kasus. Korea

tidak biasa terjadi sesudah pubertas dan tidak terjadi pada dewasa, kecuali jarang pada

wanita hamil (’korea gravidarum’). Korea ini merupakan satu-satunya manifestasi yang

memilih jenis kelamin, yakni dua kali lebih sering pada anak wanita dibanding pada

lelaki. Sesudah pubertas perbedaan jenis kelamin ini bertambah1.

 

Eritema Marginatum

Eritema marginatum merupakan khas untuk demam reumatik dan jarang ditemukan pada

penyakit lain. Karena khasnya, ia termasuk dalam manifestasi mayor. Data kepustakaan

menunjukkan bahwa eritema marginatum ini hanya terjadi pada lebih-kurang 5% pasien1.

Pada literatur lain menyebutkan eritema ini ditemukan pada kurang dari 10% kasus2.

Ruam ini tidak gatal, maskular, dengan tepi eritema yang menjalar dari bagian satu ke

bagian lain mengelilingi kulit yang tampak normal. Lesi ini berdiameter sekitar 2,5 cm,

tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, dan tidak melibatkan wajah1,2,5.

Pemasangan handuk hangat atau mandi air hangat dapat memperjelas ruam. Eritema

sukar ditemukan pada pasien berkulit gelap. Ia biasanya timbul pada stadium awal

penyakit, kadang menetap atau kembali lagi, bahkan setelah semua manifestasi klinis lain

hilang. Eritema biasanya hanya ditemukan pada pasien dengan karditis, seperti halnya

nodul subkutan1. Menurut literatur lain, eritema ini sering ditemukan pada wanita dengan

karditis kronis5.

18

Page 20: Referat Demam Rematik 2

 

Nodulus Subkutan

Frekuensi manifestasi ini telah menurun sejak beberapa dekade terakhir, saat ini jarang

ditemukan, kecuali pada penyakit jantung reumatik kronik. Penelitian mutakhir

melaporkan frekuensi nodul subkutan kurang dari 5%. Namun pada laporan mutakhir dari

Utah nodul subkutan ditemukan pada sekitar 10% pasien. Nodulus terletak pada

permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku, ruas jari, lutut dan persendian kaki.

Kadang nodulus ditemukan pada kulit kepala dan di atas kolumna vetrebralis. Ukurannya

bervariasi dari 0,5-2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Nodul subkutan pada

pasien demam reumatik akut biasanya lebih kecil dan lebih cepat menghilang daripada

nodul pada reumatoid artritis. Kulit yang menutupinya tidak menunjukkan tanda radang

atau pucat. Nodul ini biasanya muncul sesudah beberapa minggu sakit dan pada

umumnya hanya ditemukan pada pasien dengan karditis1.

                                  

MANIFESTASI MINOR

Demam hampir selalu ada pada poliartritis reumatik; ia sering ada pada karditis yang

tersendiri (murni) tetapi pada korea murni. Jenis demamnya adalah remiten, tanpa variasi

diurnal yang lebar, gejala khas biasanya kembali normal atau hampir normal dalam

waktu 2/3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artralgia adalah nyeri sendi tanpa tanda

objektif pada sendi. Artralgia biasanya melibatkan sendi besar. Kadang nyerinya terasa

sangat berat sehingga pasien tidak mampu lagi menggerakkan tungkainya1.

Termasuk kriteria minor adalah beberpa uji laboratorium. Reaktan fase akut seperti LED

atau C-reactive protein mungkin naik. Uji ini dapat tetap naik untuk masa waktu yang

lama (berbulan-bulan). Pemanjangan interval PR pada elektrokardiogram juga termasuk

kriteria minor5.

19

Page 21: Referat Demam Rematik 2

            Nyeri abdomen dapat terjadi pada demam reumatik akut dengan gagal jantung

oleh karena distensi hati. Nyeri abdomen jarang ada pada demam reumatik tanpa gagal

jantung dan ada sebelum manifestasi spesifik yang lain muncul. Pada kasus ini nyeri

mungkin terasa berat sekali pada daerah sekitar umbilikus, dan kadang dapat

disalahtafsirkan sebagai apendistis sehingga dilakukan operasi1.

            Anoreksia, nausea, dan muntah seringkali ada, tetapi kebanyakan akibat gagal

jantung kongestif atau akibat keracunan salisilat. Epitaksis berat mungkin dapat terjadi.

Kelelahan merupakan gejala yang tidak jelas dan jarang, kecuali pada gagal jantung.

Nyeri abdomen dan epitaksis, meskipun sering ditemukan pada demam reumatik, tidak

dianggap sebagai kriteria diagnosis1.

 

Stadium IV

            Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa

kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak

menunjukkan gejala apa-apa3.

            Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup

jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik

penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat

mengalami reaktivasi penyakitnya3.

 

Lama Serangan Demam Reumatik

Lama serangan demam reumatik secara keseluruhan (bukan lama masing-masing

manifestasi) berbeda tergantung pada kriteria yang digunakan, dan pada manifestasi

klinis. Serangan yang terpendek merupakan ciri artritis, yang lebih panjang terjadi pada

korea dan serangan terpanjang adalah karditis1.

20

Page 22: Referat Demam Rematik 2

            Pada serangan lebih pendek jikalau yang dianggap sebagai titik akhir adalah

hilangnya manifestasi klinis akut, dan lebih panjang jika titik akhir adalah kembalinya

laju endap darah manjadi normal. Walaupun demikian dalam beberapa kasus manifestasi

klinis mayor tertentu (misalnya korea, dan kadang eritema marginatum dan nodulus)

dapat menetap atau bahkan muncul pertama kalinya setelah fase akut telah kembali

normal1.

            Lama serangan pertama demam reumatik adalah mulai kurang dari 3 minggu

(pada sepertiga kasus) sampai 3 bulan. Namun pada pasien karditis berat, proses reumatik

aktif ini dapat berlanjut sampai 6 bulan atau lebih. Pasien ini menderita demam reumatik

”kronik”. Di negara Barat keadaan ini terjadi pada sebagian kecil kasus (3% atau kurang).

Sebagian besar pasien dengan demam reumatik yang berkepanjangan menderita beberapa

kali serangan. Di negara tempat karditis berat dan kumat sering terjadi, frekuensi demam

reumatik kronik mungkin sekali lebih tinggi1.

            Proses demam reumatik dianggap aktif terdapat salah satu dari tanda berikut:

artritis, bising organik baru, kardiomegali, nadi selama tidur melebihi 100/menit, korea,

eritema marginatum, atau nodulus subkutan. Gagal jantung tanpa penyakit katup yang

berat juga merupakan tanda karditis aktif. Karditis reumatik kronik dapat berlangsung

berlarut-larut dan menyebabkan kematian sesudah beberapa bulan atau tahun. Laju endap

darah (LED) yang terus tinggi lebih dari 6 bulan bukan aktivitas reumatik jika tidak

disertai tanda lain1.

 Diagnosis

Demam reumatik tidak mempunyai organ sasaran tertentu. Demam reumatik dapat

mengenai sejumlah organ dan jaringan, secara tersendiri atau bersama. Tidak adanya

manifestasi (kecuali korea Sydenham ’murni) maupun uji laboratorium yang cukup khas

untuk diagnosis, karenanya diagnosis didasarkan pada kombinasi beberapa penemuan.

Makin banyak manifestasi, makin kuat pula diagnosis. Karena prognosis bergantung pada

manifestasi klinis, maka pada diagnosis harus disebut manifestasi klinisnya, misalnya

’demam reumatik dengan poliartritis saja’.

21

Page 23: Referat Demam Rematik 2

            Pada tahun 1994 Dr. T. Duckett Jones mengusulkan kriteria diagnosis yang

didasarkan kepada kombinasi manifestasi klinis dan penemuan laboratorium. Tanda

klinis yang paling berguna disebut sebagai manifestasi mayor, yakni karditis, poliartritis,

korea, nodulus subkutan, dan eritema marginatum. Istilah ’mayor’ berkaitan dengan

diagnosis dan bukan dengan frekuensi atau derajat kelainan. Tanda dan gejala lain, meski

kurang khas, masih dapat bermanfaat, disebut kriteria minor yang meliputi demam,

artralgia, riwayat demam reumatik atau penyakit jantung reumatik sebelumnya,

pemanjangan interval P-R dan reaktan fase akut (LED, PCR). Dua manifestasi mayor,

atau satu manifestasi mayor dan dua minor, menunjukkan kemungkinan besar demam

reumatik1.2.5.

            Pada kriteria Jones yang direvisi tahun 1965 diperlukan bukti adanya infeksi

sterptokokus yang baru untuk mandukung diagnosis. Terdapat dua pengecualian pada

perlunya dukungan ini; pertama pada beberapa pasien dengan korea Sydenham, dan

kedua pada pasien dengan karditis yang diam-diam (silent carditis). Antibodi

streptokokus mungkin telah kembali normal pada saat kedua golongan pasien tersebut

pertama diperiksa. Kriteria Jones ditinjau kembali pada tahun 1984 tanpa perubahan yang

berarti (Tabel 1). Tujuan semula Jones ini untuk mencegah kesalahan diagnosis demam

reumatik akut, yang sampai sekarang belum tercapai. Overdiagnosis masih sering terjadi,

paling sering pada pasien dengan poliartritis sebagai manifestasi tunggal. Manifestasi

minor sangat tidak spesifik dan infeksi sterptokokus terdapat dimana-mana, sehingga

kebutuhan pelengkap untuk diagnosis dengan mudah dapat dipenuhi sehingga

menyebabkan overdiagnosis1. 

Yang sering dirancukan dengan demam reumatik adalah golongan penyakit kolagen

vaskular, khususnya artritis reumatoid juvenil. Umumnya bukti adanya infeksi

streptokokus sebelumnya dapat membedakan penyakit ini. Penemuan klinis tertentu pada

artritis reumatoid juvenil yang khas meliputi keterlibatan sendi kecil perifer, keterlibatan

sendi besar yang simetris tanpa artritis migrans, sendi yang terkena pucat, perjalanan

penyakitnya lebih lamban dan responsif terhadap salisilat. Meski sebagian artritis

reumatoid berespons cepat terhadap salisilat, sebagian besar pasien sembuh lebih lambat,

22

Page 24: Referat Demam Rematik 2

walaupun dengan dosis salisilat yang besar. Jika pasien gagal berespons sesudah 24-48

jam setelah dimulainya terapi salisilat, ia lebih mungkin menderita artritis reumatoid

daripada demam reumatik akut1.

            Beberapa penyakit harus dimasukkan dalam diagnosis banding, termasuk lupus

eritematosus sistematik, penyakit jaringan ikat campuran, artritis reaktif yang mencakup

artritis pascasterptokokus, penyakit serum, dan artritis infeksi, terutama artritis akibat

gonokokus yang melibatkan beberapa sendi. Pemeriksaan serologis, termasuk panel

antibodi anti-nuklear (ANA), dan biakan biasanya dapat membantu membedakan

keadaan-keadaan tersebut. Pasien penyakit sel sikel atau hemoglobinopati lain, dan

kadang pasien leukemia, mungkin datang dengan keluhan poliartritis. Pemeriksaan darah

dan biopsi sumsum tulang biasanya memastikan diagnosis1. 

Karditis atau perikarditis reumatik harus dibedakan dengan karditis akibat penyebab lain,

termasuk infeksi bakteri, virus, atau mikoplasma, serta penyakit kolagen vaskular.

Endokarditis harus dibedakan dari endokarditis pada kelainan katup bawaan atau prolaps

katup mitral. Ekokardiografi berperan penting untuk identifikasi kelainan bawaan dan

prolaps katup mitral. Penyakit Libman Sacks, endokarditis yang bersamaan dengan lupus

eritematosus sistematik, jarang sekali terlihat pada anak. Pasien dengan hipertiroidisme,

terutama yang disertai dengan blok A-V derajat I dapat dirancukan dengan insufisiensi

mitral reumatik1.

            Berbagai penyakit neurologis degeneratif, koreoatetosis kongenital, spasme

habitualis, beberapa tumor otak, dan kelainan tingkah laku dapat dirancukan dengan

korea Sydenham. Penyembuhan spontan membantu diagnosis korea Sydenham, karena

biasanya pada kelainan lain apabila tidak diobati korea akan cendrung menetap atau

progresif. Teknik diagnosis yang lebih baru, antara lain computerized axial tomography

(CAT) scan dan magnetic resonance imaging (MRI) berguna dalam memastikan kelainan-

kelainan tersebut1.

            Seperti dinyatakan di atas, masalah utama dalam diagnosis adalah bila pasien

yang hanya menunjukan satu kriteria mayor, khususnya pasien poliartritis. Masalah

23

Page 25: Referat Demam Rematik 2

jarang timbul apabila ditemukan dua kriteria mayor. Pengamatan cermat terhadap pasien

sementara pemberian profilaksis antibiotik dapat menyelesaikan dilema, terutama bila

terdapat artritis kumat tanpa bukti faringitis streptokokus sebelumnya1.

 

Peninjauan Kembali Kriteria Diagnosis

Kesulitan untuk menegakkan diagnosis dengan tepat menyebabkan Kelompok Studi

WHO secara berhati-hati meninjau kembali kriteria Jones dan memandang perlu untuk

mengadakan beberapa perubahan. Kelompok ini menyimpulkan bahwa bukti adanya

infeksi sterptokokus grup A sebelumnya adalah menyimpulkan penting, mengingat

fasilitas laboratorium telah banyak tersedia di banyak negara selama dua puluh tahun

terakhir ini. Uji laboratorium untuk biakan dan antibodi sterptokokus saat ini sudah dapat

diperoleh di banyak negara. Juga disimpulkan bahwa artralgia harus dipertahankan

sebagai manifestasi minor, bila tidak maka akan terjadi overdiagnosis1.

            Di negara sedang berkembang tidak jarang pasien didiagosis untuk pertama

kalinya sebagai karditis reumatik aktif tanpa dukungan anamnesis, pemeriksaan fisis,

ataupun pemeriksaan laboratorium untuk memenuhi kriteria Jones yang direvisis. Untuk

membuat kriteria benar-benar lebih sesuai dengan pengalaman klinikus, disetujui bahwa

pada pasien dengan karditis yang datang diam-diam atau datang terlambat, diagnosis

demam reumatik dimungkinkan pada pasien yang manifestasi satu-satunya adalah

karditis aktif, sebagaimana halnya pada diagnosis korea Sydenham. Namun harus

ditekankan bahwa dasar diagnosis tersebut haruslah secara hati-hati ditentukan untuk

membedakan dari penyakit jantung valvular kronik yang diduga reumatik, dari

mioperikarditis, dan dari kerdiomiopati1.

            Akhirnya kelompok studi menyimpulkan bahwa diagnosis demam reumatik akut

kumat pada pasien yang telah diketahui pernah menderita demam reumatik harus

ditentukan secara tersendiri. Pada pasien dengan riwayat demam reumatik atau penyakit

jantung reumatik yang dapat dipercaya, diagnosis haruslah didasarkan atas manifestasi

24

Page 26: Referat Demam Rematik 2

minor ditambah bukti adanya infeksi sterptokokus yang baru. Diagnosis demam reumatik

kumat mungkin baru dapat ditegakkan sesudah waktu yang cukup lama untuk

menyingkirkan diagnosis lain. Dalam mengevaluasi pasien seperti ini harus diingat

kemungkinkan endokarditis infektif yang mungkin secara klinis menyerupai demam

reumatik kumat. Kelambatan diagnosis endokarditis infektif dapat berakibat amat serius1.

Kriteria yang Dianjurkan

 Kelompok studi WHO menganjurkan bahwa kriteria Jones yang direvisi tahun 1982

(Tabel 1) dengan tambahan catatan di bawah, diambil sebagai pegangan umum. Pada tiga

golongan pasien yang diuraikan di bawah, diagnosis demam reumatik diterima tanpa

adanya dua manifestasi mayor atau satu manifestasi mayor dan dua manifestasi minor.

Hanya pada dua yang pertama persyaratan untuk infeksi streptokokus sebelumnya dapat

dikesampingkan1,2,5.

Korea dalam praktek diagnosis korea reumatik ditegakan apabila korea

merupakan manifestasi klinis tunggal, sesudah sindrom grenyet (tic) dan

penyebab gerakan koreiform lain (misalnya lupus) disingkirkan. Kelompok WHO

secara tegas menyatakan bahwa korea murni dapat dikecualikan dari pemakaian

kriteria Jones.

Karditis datang diam-diam atau datangnya terlambat. Pasien kelompok ini

biasanya mempunyai riwayat demam reumatik yang samar-samar atau tidak ada

sama sekali, tetapi selama periode beberapa bulan timbul gejala dan tanda umum

seperti rasa tidak enak badan, lesu, anoreksia, dengan penampakan sakit kronik.

Mereka sering datang dengan gagal jantung, dan pemeriksaan fisis dan

laboratorium menunjukkan adanya penyakit jantung valvular. Jenis miokarditis

akibat kelainan lain harus disingkirkan. Tanda radang aktif (biasanya reaksi fase

akut seperti LED dan PCR) diperlukan untuk membedakannya dari penyakit

katup reumatik inaktif. Pemeriksaan ekokardiografi bermanfaat untuk

memperkuat atau menyingkirkan adanya penyakit katup kronik. Endokarditis

infektif mudah dirancukan dengan keadaan ini.

25

Page 27: Referat Demam Rematik 2

Demam reumatik kumat. Pada pasien penyakit reumatik yang telah menetap

(establihed) yang telah tidak minum obat antiradang (salisilat atau kortikosteroid)

selama paling sedikit dua bulan, terdapatnya satu kriteria mayor atau demam,

artralgia, atau naiknya reaktan fase akut memberikan kesan dugaan diagnosis

demam reumatik kumat, asalkan terdapat bukti adanya infeksi sterptokokus

sebelumnya (misalnya peninggian titer ASTO). Namun untuk diagnosis yang

tepat diperlukan pengamatan yang cukup lama untuk menyingkirkan penyakit lain

dan komplikasi penyakit jantung reumatik seperti endokarditis infektif.

            Seringkali sukar membuktikan adanya karditis akut selama serang kumat.

Munculnya bising baru, bertambahnya kardiomegali, atau adanya bising gesek perikadial

biasanya membuktikan diagnosis karditis. Adanya nodul subkutan atau eritema

marginatum juga merupakan bukti terpercaya untuk terdapatnya karditis aktif.

TABEL 1.  KRITERIA JONES (REVISI) UNTUK PEDOMAN DALAM

DIAGNOSIS DEMAM REUMATIK

 

Manifestasi Mayor

 

Manifestasi Minor

 

Karditis

Poliartritis

Korea

Eritema marginatum

Nodulus subkutan

Klinik

- Riwayat demam reumatik atau  penyakit jantung

reumatik

- Artralgia

- Demam

26

Page 28: Referat Demam Rematik 2

Laboratorium

-    Reaktans fase akut

-    Laju endap darah (LED)

-    Protein C reaktif

-    Leukositosis

-    Pemanjangan interval P-R

ditambah

 

Bukti adanya infeksi streptokokus

-    Kenaikan titer antibodi antisterptokokus:

ASTO/lain

-    Biakan farings positif untuk streptokokus grup

A

-    Demam skarlatina yang baru         

 

Adanya dua kriteria mayor, atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor, menunjukkan

kemungkinan besar demam reumatik akut, jika didukung oleh adanya infeksi

streptokokus grup A sebelumnya. 

* Committee on Rheumatic Fever and Bacterial Endocarditis, 1982

27

Page 29: Referat Demam Rematik 2

 

Diagnosa Banding

Tidak ada satupun gejala klinis maupun kelainan laboratorium yang khas untuk demam

reumatik/penyakit jantung reumatik. Banyak penyakit lain yang mungkin memberi gejala

yang sama atau hampir sama dengan demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Yang

perlu diperhatikan ialah infeksi piogen pada sendi yang sering disertai demam serta reaksi

fase akut. Bila terdapat kenaikan yang bermakna titer ASTO akibat infeksi Streptococcus

sebelumnya (yang sebenarnya tidak menyebabkan demam reumatik), maka seolah-olah

kriteria Jones sudah terpenuhi. Evaluasi terhadap riwayat infeksi Streptococcus serta

pemeriksaan yang teliti terhadap kelainan sendinya harus dilakukan dengan cermat agar

tidak terjadi diagnosis berlebihan3.

Reumatoid artritis serta lupus eritrmatosus sistemik juga dapat memberi gejala yang

mirip dengan demam reumatik (Tabel 2). Diagnosis banding lainnya ialah purpura

Henoch-Schoenlein, reaksi serum, hemoglobinopati, anemia sel sabit, artritis pasca

infeksi, artritis septik, leukimia dan endokarditis bakterialis sub akut3.

TABEL 3. DIAGNOSIS BANDING DEMAM REUMATIK3

  Demam reumatik Artritis reumatoid Lupus eritomatosus

sistemik

Umur 5-15 tahun 5 tahun 10 tahun

Rasio kelamin sama Wanita 1,5:1 Wanita 5:1

Kelainan sendi

Sakit

Bengkak

Kelainan Ro

 

Hebat

Non spesifik

Tidak ada

 

sedang

Non spesifik

Sering (lanjut)

 

Biasanya ringan

Non spesifik

Kadang-kadang

28

Page 30: Referat Demam Rematik 2

Kelainan kulit Eritema marginatum Makular Lesi kupu-kupu

Karditis ya Jarang Lanjut

Laboratorium

Lateks

Aglutinasi sel

domba

Sediaa sel LE

 

 

-

-

 

± 10%

± 10%

± 5%

Kadang-kadang

Respon terhadap

salisilat

cepat Biasanya lambat Lambat  / -

 

 

Pengobatan

1.      Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A

Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera dilaksanakan

setelah diagnosis ditegakkan. Cara pemusnahan streptococcus dari tonsil dan faring sama

dengan cara untuk pengobatan faringitis streptococcus yakni pemberian penisilin

benzatin intramuskular dengan dosis 1,2 juta unit untuk pasien dengan berat badan > 30

kg atau 600 000-900 000 unit untuk pasien dengan berat badan < 30 kg. Penisilin oral,

400 000 unit (250 mg) diberikan empat kali sehari selama 10 hari dapat digunakan

sebagai alternatif. Eritromisin, 50 mg/kg BB sehari dibagi dalam 4 dosis yang sama

dengan maximum 250 mg 4 kali sehari selama 10 hari dianjurkan untuk pasien yang

alergi penisilin. Obat lain seperti sefalosporin yang diberikan dua kali sehari selama 10

hari juga efektif untuk pengobatan faringitis streptokokus. Penisilin benzatin yang

29

Page 31: Referat Demam Rematik 2

berdaya lama lebih disukai dokter karena reliabilitasnya serta efektifitasnya untuk

profilaksis infeksi streptokokus1,3.

 

2.      Obat analgesik dan anti-inflamasi

Pengobatan anti-radang amat efektif dalam menekan manifestasi radang akut demam

reumatik, sedemikian baiknya sehingga respons yang cepat dari artritis terhadap salisitas

dapat membantu diagnosis1.

Pasien dengan artritis yang pasti harus diobati dengan aspirin dalam dosis total 100

mg/kgBB/ hari, maximum 6 g per hari dosis terbagi selama 2 minggu, dan 75 mg/kgBB/

hari selama 2-6 minggu berikutnya. Kadang diperlukan dosis yang lebih besar. Harus

diingatkan kemungkinan keracunan salisilat, yang ditandai dengan tinitus dan

hiperpne1,2,3.

Pada pasien karditis, terutama jika ada kardiomegali atau gagal jantung aspirin seringkali

tidak cukup untuk mengendalikan demam, rasa tidak enak serta takikardia, kecuali

dengan dosis toksik atau mendekati toksik. Pasien ini harus ditangani dengan steroid;

prednison adalah steroid terpilih, mulai dengan dosis 2 mg/kgBB/hari dengan dosis

terbagi, maximum 80 mg per hari. Pada kasus yang sangat akut dan parah, terapi harus

dimulai dengan metilprednisolon intravena (10-40 mg), diikuti dengan prednison oral.

Sesudah 2-3 minggu prednison dapat dikurangi terhadap dengan pengurangan dosis

harian sebanyak 5 mg setiap 2-3 hari. Bila penurunan ini dimulai, aspirin dengan dosis 75

mg/kgBB/hari harus ditambahkan dan dilanjutkan selama 6 minggu setelah prednison

dihentikan. Terapi ’tumpang tindih’ ini dapat mengurangi insidens rebound klinis

pascaterapi, yaitu munculnya kembali manifestasi klinis segera sesudah terapi dihentikan,

atau sementara prednison diturunkan, tanpa infeksi streptokokus baru.  Steroid dianjurkan

untuk pasien dengan karditis karena kesan klinis bahwa pasien berespons lebih baik,

demikian pula gagal jantung pun berespons lebih cepat daripada dengan salisilat1,2.   

30

Page 32: Referat Demam Rematik 2

Pada sekitar 5-10% pasien demam reumatik, kenaikan LED bertahan selama berbulan-

bulan sesudah penghentian terapi. Keadaan ini tidak berat, tidak dapat dijelaskan

sebabnya, dan tidak perlu mengubah tata laksana medik. Sebaliknya kadar PCR yang

tetap tinggi menandakan perjalanan penyakit yang berlarut-larut; pasien tersebut harus

diamati dengan seksama. Apabila demam reumatik inaktif dan tetap tenang lebih dari dua

bulan setelah penghentian antiradang, maka demam reumatik tidak akan timbul lagi

kecuali apabila terjadi infeksi streptokokus baru.

 

TABEL 3. OBAT ANTIRADANG YANG DIANJURKAN PADA

DEMAM REUMATIK2,3

 

MANIFESTASI KLINIS PENGOBATAN

Artralgia

 

Hanya analgesik (misal asetaminofen).

 

Artritis Salisilat 100 mg/kgBB/hari selama 2

minggu, dan 75 mg/kgBB/hari selama 4

minggu berikutnya

 

Artritis + karditis tanpa

kardiomegali

Salisilat 100 mg/kgBB/hari selama 2

minggu, dan 75 mg/kgBB/hari selama 4

minggu berikutnya

 

Artritis + karditis + kardiomegali Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu

dan diturunkan sedikit demi sedikit (tapering

off) 2 minggu; salisilat 75 mg/kgBB/hari

mulai awal minggu ke 3 selama 6 minggu

31

Page 33: Referat Demam Rematik 2

 

 

3.      Diet

Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian besar

kasus cukup diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Tambahan vitamin dapat

dibenarkan. Bila terdapat gagal jantung, diet disesuaikan dengan diet untuk gagal jantung

yaitu cairan dan garam sebaiknya dibatasi3,9.

 

4.      Tirah Baring dan mobilisasi

Semua pasien demam reumatik akut harus tirah baring, jika mungkin di rumah sakit.

Pasien harus diperiksa tiap hari untuk menemukan valvulitis dan untuk mulai pengobatan

dini bila terdapat gagal jantung. Karditis hampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak

dari awal serangan, hingga pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut.

Sesudah itu lama dan tingkat tirah baring bervariasi. Tabel 4 merupakan pedoman umum;

tidak ada penelitian acak terkendali untuk mendukung rekomendasi ini. Hal penting

adalah bahwa tata laksana harus disesuaikan dengan manifestasi penyakit, sedang

pembatasan aktivitas fisis yang lama harus dihindari1.

Selama terdapat tanda-tanda radang akut, penderita harus istirahat di tempat tidur. Untuk

artritis cukup dalam waktu lebih kurang 2 minggu, sedangkan untuk karditis berat dengan

gagal jantung dapat sampai 6 bulan. Mobilisasi dilakukan secara bertahap3.

Istirahat mutlak yang berkepanjangan tidak diperlukan mengingat efek psikologis serta

keperluan sekolah. Penderita demam reumatik tanpa karditis atau penderita karditis tanpa

gejala sisa atau penderita karditis dengan gejala sisa kelainan katup tanpa kardiomegali,

setelah sembuh tidak perlu pembatasan aktivitas. Penderita dengan demam kardiomegali

32

Page 34: Referat Demam Rematik 2

menetap perlu dibatasi aktivitasnya dan tidak diperkenankan melakukan olahraga yang

bersifat kompetisi fisis3.

 

TABEL 4. PEDOMAN ISTIRAHAT DAN MOBILISASI PENDERITA DEMAM

REUMATIK/PENYAKIT JANTUNG REUMATIK AKUT

(Markowitz dan Gordis, 1972)3

  Artritis Karditis

minimal

Karditis tanpa

kardiomegali

Karditis +

kardiomegali

Tirah baring 2 minggu 3 minggu 6 minggu 3-6 bulan

Mobilisasi

bertahap di

ruangan

2 minggu 3 minggu 6 minggu 3 bulan

Mobilisasi

bertahap di luar

ruangan

3 minggu 4 minggu 3 bulan 3 bulan atau

lebih

Semua kegiatan Sesudah 6-8

minggu

Sesudah 10

minggu

Sesudah 6 bulan bervariasi

 

5.      Pengobatan lain

5.1 Pengobatan Karditis

Pengobatan karditis reumatik ini tetap paling kontroversial, terutama dalam hal pemilihan

pasien untuk diobati dengan aspirin atau harus dengan steroid. Meski banyak dokter

secara rutin menggunakan steroid untuk semua pasien dengan kelainan jantung,

penelitian tidak menunjukkan bahwa steroid lebih bermanfaat daripada salisilat pada

33

Page 35: Referat Demam Rematik 2

pasien karditis ringan atau sedang. Rekomendasi untuk menggunakan steroid pada pasien

pankarditis berasal dari kesan klinis bahwa terapi ini dapat menyelamatkan pasien3.

Digitalis diberikan pada pasien dengan karditis yang berat dan dengan gagal jantung;

digoksin lebih disukai dipakai pada anak. Dosis digitalisasi total adalah 0,04 sampai 0,06

mg/kg, dengan dosis maximum 1,5 mg. Dosis rumatnya adalah antara sepertiga samapai

seperlima dosis digitalisasi total, diberikan dua kali sehari. Karena beberapa pasien

miokarditis sensitif terhadap digitalis, maka dianjurkan pemberian diitalisasi lambat.

Penggunaan obat jantung alternatif atau tambahan dipertimbangkan bila pasien tidak

berespons terhadap digitalis3.

Tirah baring dianjurkan selama masa kariditis akut, seperti tertera pada tabel 11-9. pasien

kemudian harus diizinkan untuk melanjutkan kembali aktivitasnya yang normal secara

bertahap. Hindarkan pemulihan aktivitas yang cepat pada pasien yang sedang

menyembuh dari karditis berat. Sebaliknya, kita harus mencegah praktek kuno yang

mengharuskan tirah baring untuk waktu yang lama sesudah karditis stabil dan gagal

jantung mereda, karena takut memburuk atau kumatnya karditis. Meskipun telah ada

pedoman tirah baring, namun dalam pelaksanaannya harus disesuaikan kasus demi

kasus3. 

 

5.2 Pengobatan Korea Sydenham

Pasien korea yang ringan pada umumnya hanya memerlukan tirah baring. Pada kasus

yang lebih berat, obat antikonvulsan mungkin dapat mengendalikan korea. Obat ini

sangat bervariasi. Fenobarbital diberikan dalam dosis 15-30 mg tiap 6 sampai 8 jam.

Haloperidol dimulai dengan dosis rendah (0,5 mg), kemudian dinaikkan sampai 2 mg tiap

8 jam. Obat antiradang tidak diperlukan pada korea, kecuali pada kasus yang sangat

berat, dapat diberi steroid3.

 

34

Page 36: Referat Demam Rematik 2

Pencegahan Sekunder

            Cara pencegahan sekunder yang diajukan The American Heart Association dan

WHO tertera pada tabel 5. Pemberian suntikan penisilin berdaya lama setiap bulan adalah

cara yang paling dapat dipercaya. Pada keadaan-keadaan khusus, atau pada pasien

dengan resiko tinggi, suntikan diberikan setiap 3 minggu. Meskipun nyeri suntikan dapat

berlangsung lama, pasien yang lebih tua lebih suka cara ini karena dapat dengan mudah

teratur melakukanya satu kali setiap 3 atau 4 minggu, dibanding dengan tablet penisilin

oral yang harus setiap hari. Preparat sulfa yang tidak efektif untuk pencegahan primer

(terapi faringitis), terbukti lebih efektif daripada penisilin oral untuk pencegahan

sekunder. Sulfadiazin juga jauh lebih murah daripada eritromisin.

            Lama pemberian pencegahan sekunder sangat bervariasi, bergantung pada

pelbagai faktor, termasuk waktu serangan atau serangan ulang, umur pasien, dan keadaan

lingkungan. Makin muda saat serangan makin besar kemungkinan kumat; setelah

pubertas kemungkinan kumat cenderung menurun. Sebagian besar kumat terjadi dalam 5

tahun pertama sesudah serangan terakhir. Pasien dengan karditis lebih mungkin kumat

daripada pasien tanpa karditis.

Dengan mengingat faktor-faktor tersebut, maka lama pencegahan sekunder disesuaikan

secara individual; beberapa prinsip umum dapat dikemukakan. Pasien tanpa karditis pada

serangan sebelumnya diberikan profilaksis minimum 5 tahun sesudah serangan terakhir,

sekurangnya sampai umur 18 tahun. Pasien dengan keterlibatan jantung dilakukan

pencegahan setidaknya sampai umur 25 tahun, dan dapat lebih lama jika lingkungan atau

faktor risiko lain mendukungnya1,3.  Evaluasi pengobatan setiap 5 tahun. Risiko terjadi

kekambuhan paling tinggi dalam 5 tahun pertama2.

            Pencegahan sekunder harus dilanjutkan selama pasien hamil; akan tetapi

sebaiknya tidak dipakai sulfadiazin karena mendatangkan risiko terhadap janin. Remaja

biasanya mempunyai masalah khusus terutama dalam ketaatannya minum obat, sehingga

perlu upaya khusus mengingat resiko terjadinya kumat cukup besar. Untuk pasien

35

Page 37: Referat Demam Rematik 2

penyakit jantung reumatik kronik, pencegahan sekunder untuk masa yang lama, bahkan

seumur hidup kadang diperlukan, terutama pada kasus yang berat.

TABEL 5. JADWAL YANG DIANJURKAN UNTUK PENGOBATAN

DAN UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI STREPTOKOKUS

 

PENGOBATAN FARINGITIS

(PENCEGAHAN PRIMER)

PENCEGAHAN INFEKSI

(PENCEGAHAN SEKUNDER)

1.    Penisilin benzatin G IM

a.     600 000-900 000 unit untuk pasien < 30

kg

b.     1 200 00 unit pasien > 30 kg

 

 

2.    Penisilin V oral:

    250 mg, 3 atau 4 kali sehari selama 10

hari

 

3.    Eritromisin:

    40 mg/kg/hari dibagi dalam 2-4 kali dosis

sehari (dosis maximum 1 g/hari) selama 10

hari

1.    Penisilin benzatin G IM

a.      600 000-900 000 unit untuk pasien <

30 kg setiap 3-4 minggu

b.     1 200 00 unit pasien > 30 kg setiap 3-4

minggu

 

2.    Penisilin V oral:

    250 mg, dua kali sehari

 

 

3.    Eritromisin:

    250 mg, dua kali sehari

36

Page 38: Referat Demam Rematik 2

 

 

 

4.    Sulfadiazin:

    0,5 g untuk pasien < 30 kg sekali sehari

    1 g untuk pasien > 30 kg sekali sehari

 

Prognosis

            Morbiditas demam reumatik akut berhubungan erat dengan derajat keterlibatan

jantung. Mortalitas sebagian besar juga akibat karditis berat, komplikasi yang sekarang

sudah jarang terlihat di negara maju (hampir 0%) namun masih sering ditemukan di

negara berkembang (1-10%). Selain menurunkan mortalitas, perkembangan penisilin juga

mempengaruhi kemungkinan berkembangnya menjadi penyakit valvular kronik setelah

serangan demam reumatik aku. Sebelum penisilin, persentase pasien berkembang

menjadi penyakit valvular yaitu sebesar 60-70% dibandingkan dengan setelah penisilin

yaitu hanya sebesar 9-39%1,9. 

Profilaksis sekunder yang efektif mencegah kumatnya demam reumatik akut hingga

mencegah perburukan status jantung. Pengamatan menunjukkan angka penyembuhan

yang tinggi penyakit katup bila profilaksis dilakukan secara teratur. Informasi ini harus

disampaikan kepada pasien, bahwa profilaksis dapat memberikan prognosis yang baik,

bahkan pada pasien dengan penyakit jantung yang berat1.

 

PENUTUP

Demam reumatik merupakan suatu reaksi autoimun terhadap faringitis Streptococcus

beta hemolyticus grup A yang mekanismenya belum sepenuhnya dimengerti. Demam

37

Page 39: Referat Demam Rematik 2

reumatik tidak pernah menyertai infeksi kuman lain maupun infeksi Streptococcus di

tempat lain. Penyakit ini juga cenderung berulang.

Insidens tertinggi penyakit ini ditemukan pada anak berumur 5-15 tahun dan pengobatan

yang tuntas terhadap faringitis akut hampir meniadakan risiko terjadinya demam

reumatik.

Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik didahului pertama

kali oleh infeksi saluran napas atas oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A

dan selanjutnya diikuti periode laten yang berlangsung 1-3 minggu kecuali korea yang

dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan. Setelah periode laten, periode

berikutnya merupakan fase akut dari demam reumatik dengan timbulnya berbagai

manifestasi klinis, dan diakhiri dengan stadium inaktif, yang pada demam reumatik tanpa

kelainan jantung atau penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak

menunjukkan gejala apa-apa.

            Manifestasi klinis demam reumatik dibagi menjadi manifestasi klinis mayor yaitu

artritis, karditis, korea, eritema marginatum dan nodulus subkutan. Manifestasi klinis

minor yaitu demam, artralgia, peningkatan LED dan C-reactive protein dan pemanjangan

interval PR. Kriteria diagnosis berdasarkan kriteria Jones (revisi 1992) ditegakkan bila

ditemukan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor +2 kriteria minor ditambah dengan

bukti infeksi Streptococcus grup A tenggorok positif + peningkatan titer antibodi

Streptococcus.

            Penatalaksanaan pada demam reumatik/penyakit jantung reumatik berupa

eradikasi dari kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A, obat-obat analgesik dan

antiinflamasi, diet, istirahat dan mobilisasi serta pengobatan lain yang diberikan sesuai

klinisnya seperti pengobatan korea. Kemudian diikuti dengan pencegahan sekunder yang

lamanya sesuai dengan klinisnya. Pencegahan sekunder ini diharapkan dapat efektif

untuk mencegah timbulnya demam reumatik berulang.

38

Page 40: Referat Demam Rematik 2

            Pengobatan serta pencegahan yang harus dilaksanakan secara teratur ini,

informasinya harus disampaikan kepada pasien atau keluarga pasien sehingga prognosis

pasien dengan penyakit ini baik walaupun pada pasien dengan penyakit jantung yang

berat.

 

DAFTAR PUSTAKA 

1.      Sastroasmoro S, Madiyono B. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta: Binarupa

Aksara, 1994. Hal 279-314

2.      Hasan, Rusepro. Buku Kuliah Ilmu kesehatan anak jilid dua edisi keempat. Jakarta:

Bagian ilmu kesehatan anak FK UI, 1985. Hal. 734-752

3.      Pusponegoro HD. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 1. Jakarta:

Badan Penerbit IDAI, 2004. hal 149-153

4.      Fayler, DC. Kardiologi Anak Nadas. Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

1996. Hal 354-366

5.      Behrman, R.E. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak vol. 2 Ed. 15. Jakarta: EGC; 1999. hal

929-935

6.      Samsi, TK, dkk. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak: RS. Sumber Waras Fakultas

Kedokteran Universitas Tarumanagara. Jakarta: UPT Penerbitan Universitas

Tarumanagara, 2000. hal 190-193

7.      Penn State Medical Center. Rheumatic Fever. 31 Oktober 2006. (online).

(http://www..hmc.psu.edu, diakses 13 Maret 2008)

8.      Ghaleb, Thuria. Rheumatic Fever Still Threatens Yemens’s Children. 22 Mei 2007.

(online). (http://www.yobserver.com, diakses 13 Maret 2008)

39

Page 41: Referat Demam Rematik 2

9.      Chin, TK. Rheumatic Heart Disease. 19 Mei 2006. (online).

(http://www.emedicine.com, diakses 13 Maret 2008)

10.  Binotto MA, Guilherme L, Tanaka AC. Rheumatic Fever. 2002. (online).

(http://www.health.gov.mt/impaedcard/index.html, diakses 13 Maret 2008) 

40