17
Laporan Kasus ULKUS DEKUBITUS DERAJAT II Pembimbing: dr. Dina Arwina Dalimunthe, MKed(KK), Sp.KK Penyaji: dr. Eka Syahrini Divisi Dermatologi Umum Departemen ilmu kesehatan kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. H. Adam Malik Hari : Senin, 21-12- 2015

Lapkas Du Ulkus Dekubitus Lamsihar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lapkas

Citation preview

Page 1: Lapkas Du Ulkus Dekubitus Lamsihar

Laporan Kasus

ULKUS DEKUBITUS DERAJAT II

Pembimbing: dr. Dina Arwina Dalimunthe, MKed(KK), Sp.KK

Penyaji:dr. Eka Syahrini

Divisi Dermatologi Umum

Departemen ilmu kesehatan kulit dan kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP. H. Adam Malik

Medan – 2015

Hari : Senin, 21-12-2015Pukul :

Page 2: Lapkas Du Ulkus Dekubitus Lamsihar

ULKUS DEKUBITUS DERAJAT II

PENDAHULUAN

Ulkus dekubitus (UD) disebut juga ulkus tekanan, merupakan kerusakan jaringan yang

terlokalisir yang disebabkan oleh tekanan yang terus menerus dalam waktu yang lama sehingga

menyebabkan kerusakan terlokalisir pada jaringan dibawahnya yang dikombinasikan dengan

gesekan yang memicu timbulnya iskemia akibat menurunnya aliran darah pada daerah

penonjolan tulang, yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan jaringan berupa nekrosis dan

ulserasi.1,2

Insidens UD bervariasi berdasarkan keadaan klinis. Diperkirakan sekitar 1,5 – 3 juta

orang di Amerika Serikat menderita UD. Penderita rawat inap dengan UD meningkat sampai

hampir 80% di Amerika Serikat antara tahun 1993 dan 2006.2 Di Asia, rata-rata insidens UD

adalah 2,1% sampai 31,1%. Di Indonesia, insidens rata-rata UD di Pontianak sebesar 33,3% pada

tahun 2003, dimana lokasi tersering adalah pada sakrum (73,7%) dan pada tumit (13,2%).3

Faktor etiologi utama yang berkontribusi terhadap terjadinya UD adalah tekanan,

pergeseran, gesekan, dan kelembaban.2 Toleransi jaringan terhadap tekanan dipengaruhi oleh

berbagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain adalah ras, jenis

kelamin, usia, mobilitas, status mental, inkontinensia, berat badan, status gizi, suhu tubuh, obat-

obatan dan merokok. Faktor ekstrinsik berhubungan dengan lingkungan antara lain suhu

lingkungan, kelembaban lingkungan, perawatan, tekanan, pergeseran dan gesekan dengan

permukaan.2,4,5 Selain itu, gangguan mobilitas merupakan faktor yang penting dalam terjadinya

UD. Pasien yang terganggu mobilitasnya seperti pada gangguan neurologis, sedasi berat,

demensia yang tidak mampu merubah posisi mereka untuk mengurangi tekanan.2,6,7

UD dapat terjadi dimana saja, namun lebih sering terjadi pada daerah yang terdapat

penonjolan tulang. Posisi pasien dan derajat imobilitas dapat mempengaruhi lokasi yang terlibat.

Bila pasien dalam posisi supinasi, lokasi yang sering terkena adalah sakrum, coccygeus, dan

tumit. Jika pasien dalam posisi menyamping, lokasi yang sering terkena adalah panggul dan

pergelangan kaki. Jika pasien dalam posisi duduk, lokasi yang sering terkena adalah bokong.2

Page 3: Lapkas Du Ulkus Dekubitus Lamsihar

Stadium UD ditentukan berdasarkan The National Pressure Ulcer Advisory Panel

(NPUAP) tergantung pada jaringan yang terlibat. UD derajat I apabila dijumpai kulit yang utuh,

berwarna merah pucat yang terlokalisir pada daerah penonjolan tulang. Pada UD derajat II

dijumpai hilangnya ketebalan sebagian epidermis, dermis, atau keduanya. Dapat juga dilihat

adanya lepuh berisi serum. Pada UD derajat III terjadi hilangnya ketebalan seluruh kulit atau

nekrosis jaringan subkutis. Lemak subkutis dapat terlihat, namun tulang, tendon, atau otot tidak

terlihat. Pada UD derajat IV terjadi hilangnya seluruh ketebalan kulit dengan nekrosis yang luas

atau kerusakan pada otot, tulang, atau jaringan pendukung lainnya (misalnya fasia, tendon, atau

kapsul sendi).2,5

Penatalaksanaan secara umum terbagi menjadi pencegahan dan pengobatan. Pencegahan

yang dapat dilakukan meliputi mengatasi faktor etiologi, mengurangi tekanan, gesekan dan

pergeseran, perawatan kulit dan kelembaban, penggunaan alat-alat yang dapat mengurangi

tekanan, dan edukasi.1,2,8 Pengobatan dilakukan saat UD sudah terjadi dan memerlukan

keterlibatan interdisipliner.1,2 Pengobatan yang dapat dilakukan meliputi pemberian nutrisi yang

adekuat, penanganan nyeri, penggunaan alat-alat pendukung permukaan, pembersihan luka,

pembalutan luka dalam kondisi lembab, dan kontrol infeksi.1,2

Penatalaksanaan ulkus adalah dengan pencucian ulkus, debridement, balutan,

penatalaksanaan infeksi dan kolonisasi bakteri. Pencucian ulkus harus dilakukan dengan lembut

untuk meminimalisir trauma mekanik pada ulkus. Umumnya digunakan normal saline untuk

irigasi luka dengan tekanan 4-15 psi. Penggunaan antiseptik harus dihindari karena bersifat

sitotoksik dan dapat menghambat re-epitelisasi. Pada ulkus dengan jaringan nekrotik harus

dilakukan tindakan debridement. Pembalut luka harus diganti setidaknya satu kali dalam sehari.

Balutan pada luka dapat melindungi luka dari lingkungan, mencegah infeksi, stimulasi

debridement autolitik, mengurangi nyeri, dan menstimulasi jaringan granulasi. Pada suatu

penelitian eksperimental telah diketahui bahwa lingkungan yang lembab akan menyebabkan luka

membaik 40% lebih cepat dibandingkan luka yang terpapar udara. Antibiotik topikal yang

diaplikasikan pada luka dapat mencegah dan mengobati infeksi, mengurangi bacterial load,

mengurangi bau, dan tanda inflamasi.2

Page 4: Lapkas Du Ulkus Dekubitus Lamsihar

LAPORAN KASUS

Seorang wanita, usia 73 tahun, dikonsulkan dari Departemen Bedah Saraf RSUP. H.

Adam Malik Medan pada tanggal 16 Oktober 2015 dengan keluhan utama adanya luka pada

bokong sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu. Berdasarkan alloanamnesis didapatkan bahwa

sebelumnya pasien mengalami penurunan kesadaran dan sudah dirawat dirumah sakit lain

selama kurang lebih 2 minggu. Setelah masuk RSUP H.Adam Malik dan dirawat oleh

departemen bedah saraf selama lebih kurang 8 hari kondisi pasien mengalami perbaikan. Pasien

sudah mulai sadarkan diri tetapi bicara pasien masih belum jelas dan aktifitas motorik pasien

masih sangat terbatas terutama pada tubuh bagian kanan terasa lebih lemah. Sehingga pasien

terus menerus berbaring di tempat tidur dan semua aktivitas dilakukan di tempat tidur. Selama

ini pasien buang air besar dan buang air kecil (BAB/BAK) di tempat tidur dan menggunakan

popok. Awalnya pada bokong terdapat luka pada kulit. Semakin lama luka semakin luas. Selama

ini belum ada pengobatan yang diberikan untuk luka tersebut.

Riwayat trauma tajam atau trauma tumpul tidak dijumpai, riwayat menderita penyakit

diabetes tidak dijumpai, riwayat keluarga menderita penyakit diabetes tidak dijumpai. Riwayat

hipertensi dijumpai.

Pada pemeriksaan fisik (16 Oktober 2015) didapatkan keadaan umum tampak sakit

sedang, status gizi baik, kesadaran compos mentis , tekanan darah 140/80 mmHg, frekuensi nadi

88x/menit, frekuensi pernafasan 20x/menit, suhu tubuh 36,7°C.

Pada pemeriksaan status dermatologis didapatkan erosi, berbatas tegas, permukaan

berwarna merah, ukuran 12x6 cm pada regio sacrum, eksudat purulen (+) berwarna putih

kekuningan.

Page 5: Lapkas Du Ulkus Dekubitus Lamsihar

Hasil pemeriksaan laboratorium (16 Oktober 2015) didapatkan Hb 12,5 gr/dl (11,7-15,5

gr/dl), Eritrosit 4,12 x 106/mm3 (4,2-4,87 x 106/mm3), leukosit 17,70 x 103/mm3 (4,5 – 11 x

103/mm3), Hematokrit 36,3% (38-44%), Trombosit 367 x 103/mm3 (150-450 x 103/mm3), hitung

jenis leukosit 86%/8,8%/5%/0,1%/0,1% (neutrofil 37-80%/ limfosit 20-40%/ monosit 2-8%/

eosinofil 1-6%/ basofil 0-1%), gula darah sewaktu 99,9mg/dl (<200 mg/dl), ureum 57,90

mg/dl(<71mgdl), kreatinin 0,98(0,5-0,98mg/dl), Natrium 132mEq/L (135-155mEq/L), Kalium

2,8mEq/L (3,6-5,5 mEq/L), Klorida 100 mEq/l (96-106mEq/L)

Penyakit pasien ini didiagnosis banding dengan ulkus dekubitus stadium II + SOL

Intrakranial dan ulkus diabetikum + SOL Intrakranial. Diagnosis kerja pada pasien ini ulkus

dekubitus stadium II + SOL Intrakranial

Dari Departemen bedah saraf, pasien diberikan terapi IVFD R Sol 20 tetes/menit, injeksi

ceftriaxone 1 gram/12 jam, injeksi ranitidine 1 ampul/12 jam, injeksi dexametasone 1 ampul/12

jam, KSR 1x600 mg.

Penatalaksanaan lesi kulit pada pasien ini adalah penjelasan kepada keluarga pasien

mengenai penyakit pasien, penyebabnya, pengobatan dan penatalaksanaan. Keluarga dianjurkan

untuk merubah posisi pasien setiap 2 jam dengan posisi miring ke kiri atau ke kanan 30, hindari

menggunakan pakaian dan alas tempat tidur yang basah atau lembab dan segera mengganti

popok setelah pasien BAB/BAK, dan membersihkan badan selain daerah luka dengan sabun

Gambar 1. Pasien saat pertama kali diterima. Tampak ulkus ukuran 12X6 cm pada regio sacrum dengan Eksudat purulen

Page 6: Lapkas Du Ulkus Dekubitus Lamsihar

yang lembut. Kemudian daerah luka dikompres dengan kasa yang sudah dibasahi NaCL 0,9%

selama 15 menit. Kemudian kompres kasa dibuka dan kompres diulang dua jam kemudian.

Prognosis pada pasien ini quo ad vitam bonam, quo ad functionam dubia ad malam, quo

ad sanationam dubia ad malam

Pada hari ke dua (17 Oktober 2015) ukuran erosi masih sama seperti hari sebelumnya.

Tetapi eksudat purulen berkurang. Penatalaksanaan yang sama dilanjutkan.

Pada hari ke tiga (18 Oktober 2015) ukuran erosi masih sama seperti hari sebelumnya,

eksudat purulen tidak lagi dijumpai. Kompres dihentikan pada lesi dioleskan krem asam fusidat

(fuson®) 2 kali sehari.

Pada hari ke empat (19 Oktober 2015) ukuran erosi berkurang dari pinggirnya. Status

dermatologis tampak erosi ukuran 10X6 cm pada regio sacrum, jaringan granulasi (+).

Penatalaksanaan yang sama dilanjutkan.

Pada hari ke lima (20 Oktober 2015) . Pasien meminta untuk pulang. Dari Departemen

Bedah Saraf pasien diizinkan pulang. Dari Departemen Kulit dan Kelamin, pasien dianjurkan

untuk melanjutkan pengobatan dengan kontrol di Poli Kulit dan Kelamin, namun pasien menolak

dengan alasan lokasi yang jauh. Kepada keluarga pasien dianjurkan untuk melakukan perawatan

luka di rumah, sebelumnya, keluarga diberikan edukasi mengenai perawatan erosi dekubitus dan

pencegahan timbulnya lesi baru maupun meluasnya lesi yang sudah ada. Kepada keluarga juga

dijelaskan bahwa pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi protein, menjaga

kebersihan diri, alas tempat tidur yang basah harus segera diganti, bertukar posisi tubuh ke kiri

dan ke kanan setiap 2 jam, dan saat berbaring. Apabila dijumpai perburukan pada luka atau

timbul luka baru, atau apabila dijumpai tanda-tanda infeksi (seperti demam tinggi), keluarga

dianjurkan untuk segera membawa pasien ke rumah sakit terdekat.

DISKUSI

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan dermatologis

dan pemeriksaan laboratorium.

Page 7: Lapkas Du Ulkus Dekubitus Lamsihar

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sudah menderita luka pada daerah bokong

belakang selama 1 bulan, dimana pasien memiliki riwayat penurunan kesadaran dan mengalami

kelumpuhan pada separuh badan sebelah kanan, maka pasien terus menerus berbaring di tempat

tidur dan semua aktivitas dilakukan di tempat tidur, begitu pula dengan b.a.b/b.a.k. Pasien juga

memiliki riwayat hipertensi. Menurut kepustakaan, UD merupakan kerusakan jaringan yang

terlokalisir yang disebabkan oleh tekanan yang terus menerus dalam waktu yang lama sehingga

menyebabkan kerusakan terlokalisir pada jaringan dibawahnya yang dikombinasikan dengan

gesekan yang memicu timbulnya iskemia akibat menurunnya aliran darah pada daerah

penonjolan tulang, yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan jaringan berupa nekrosis dan

ulserasi.1,2 Faktor etiologi utama yang berkontribusi terhadap terjadinya UD adalah tekanan,

pergeseran, gesekan dan kelembaban.2 Tekanan jaringan normal adalah antara 12 dan 32 mmHg.

Tekanan lebih tinggi dari batasan ini dapat meningkatkan tekanan interstisial, mengganggu

sirkulasi dan oksigenasi. Ketika pasien berbaring diatas tempat tidur di rumah sakit, dapat

terbentuk tekanan mencapai 150 mmHg, terutama pada penonjolan tulang.1,2 Suatu tekanan

konstan pada 70 mmHg selama 2 jam dapat menyebabkan kematian sel.1 Posisi duduk juga

dapat membentuk luka pada permukaan tubuh. Waktu dan derajat tekanan adalah penting. Jika

tekanan berkurang secara teratur, dapat terjadi penyembuhan jaringan, sedangkan tekanan yang

konstan dapat menyebabkan kematian sel

. Maka dari itu, pasien yang terbaring harus dibalik secara teratur untuk mencegah UD.2

Beban mekanik dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah sehingga menghambat aliran

darah dan mengurangi pasokan oksigen dan nutrisi pada jaringan. Secara umum, otot dapat

mentoleransi iskemia selama 4 jam, lemak selama 13 jam, dan kulit selama 24 jam.4 Toleransi

jaringan terhadap tekanan dipengaruhi oleh berbagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor

intrinsik antara lain adalah ras, jenis kelamin, usia, mobilitas, status mental, inkontinensia, berat

badan, status gizi, suhu tubuh, obat-obatan dan merokok. Faktor ekstrinsik berhubungan dengan

lingkungan antara lain suhu lingkungan, kelembaban lingkungan, perawatan, tekanan, pergeseran

dan gesekan dengan permukaan.2,4,5 Selain itu, gangguan mobilitas merupakan faktor yang

penting dalam terjadinya UD. Pasien yang terganggu mobilitasnya seperti pada gangguan

neurologis, sedasi berat, demensia yang tidak mampu merubah posisi mereka untuk mengurangi

tekanan.2,6,7 Adanya gangguan sensorik dapat mempengaruhi kemampuan pasien merasakan

nyeri akibat tekanan yang lama. Gangguan sensorik menyebabkan terjadinya ulserasi akibat

Page 8: Lapkas Du Ulkus Dekubitus Lamsihar

hilangnya kemampuan mengenali tanda bahaya akibat hilangnya rasa nyeri.1 Penggunaan obat-

obatan dapat mempengaruhi penyembuhan luka, seperti penggunaan obat antihipertensi yang

dapat mempengaruhi perubahan pada aliran darah, sehingga menyebabkan perfusi oksigen yang

rendah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya luka dan mempengaruhi penyembuhan luka.

Pada pemeriksaan status dermatologis didapatkan erosi, berbatas tegas, permukaan

berwarna merah, ukuran 12 x 6 cm pada regio sacrum, eksudat purulen (+) berwarna putih

kekuningan. Menurut kepustakaan, stadium UD ditentukan berdasarkan The National Pressure

Ulcer Advisory Panel (NPUAP) tergantung pada jaringan yang terlibat. Pada UD derajat II

hilangnya ketebalan sebagian epidermis, dermis, atau keduanya. Dapat juga dilihat adanya lepuh

berisi serum..2,5 Warna dasar ulkus yang merah menunjukkan jaringan yang relatif sehat. UD

dapat terjadi dimana saja, namun lebih sering terjadi pada daerah yang terdapat penonjolan

tulang. Posisi pasien dan derajat imobilitas dapat mempengaruhi lokasi yang terlibat. Bila pasien

dalam posisi supinasi, lokasi yang sering terkena adalah sakrum, coccygeus, dan tumit. Jika

pasien dalam posisi menyamping, lokasi yang sering terkena adalah panggul dan pergelangan

kaki. Jika pasien dalam posisi duduk, lokasi yang sering terkena adalah bokong.2 Lokasi yang

paling sering terkena adalah pada daerah sakrum sebanyak 28,6%. Tanda-tanda infeksi pada

ulkus berupa adanya demam dan eksudat purulen yang berbau busuk. Selain itu, pemeriksaan

laboratorium menunjukkan adanya leukositosis yang merupakan tanda infeksi sistemik. Menurut

kepustakaan, infeksi adalah komplikasi yang umum terjadi pada UD, dapat bersifat lokal maupun

sistemik.2

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis. Menurut kepustakaan, leukositosis

merupakan penanda adanya infeksi sistemik.2

Pasien didiagnosis banding dengan ulkus diabetikum + Hemiparese dekstra e.c SOL

Intrakranial. Menurut kepustakaan, ulkus diabetikum adalah ulkus yang terjadi akibat gangguan

neuropati pada penderita diabetes mellitus. Pada penderita diabetes mellitus dijumpai tanda-

tanda sering haus, sering lapar, dan sering b.a.k,10 sedangkan pada pasien ini hal tersebut tidak

dijumpai. Selain itu, diagnosis banding ini juga disingkirkan melalui pemeriksaan kadar gula

darah dalam batas normal, tidak dijumpai riwayat diabetes mellitus sebelumnya dan tidak ada

riwayat keluarga menderita penyakit diabetes mellitus.

Page 9: Lapkas Du Ulkus Dekubitus Lamsihar

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah merubah posisi pasien setiap 2 jam dengan posisi

miring ke kiri atau ke kanan 30°, dan elevasi kepala tidak melebihi 30°, hindari menggunakan

pakaian dan alas tempat tidur yang basah atau lembab dan segera mengganti popok setelah

pasien b.a.b/b.a.k, dan membersihkan badan selain daerah luka dengan sabun yang lembut.

Menurut kepustakaan, pada pasien yang berbaring lama ditempat tidur, sangat penting untuk

merubah posisi setiap 2 jam untuk mengurangi iskemia pada daerah yang tertekan. Dianjurkan

untuk membuat suatu jadwal perubahan posisi untuk perpindahan posisi oblik kanan-oblik kiri

30° untuk mencegah terbentuknya ulkus pada daerah punggung, bokong, dan mata kaki yang

ditempelkan disebelah ranjang pasien..2,7 Kelembaban yang berlebihan dapat menimbulkan

terjadinya maserasi yang kemudian menjadi ulserasi. Selain itu dapat terjadi kontaminasi bakteri

yang terjadi akibat kontak dengan feses maupun urin.2

Dari Departemen Bedah Saraf, pasien diberikan terapi berupa injeksi ceftriaxone 1

gram/12 jam. Menurut kepustakaan, antibiotik sistemik diindikasikan apabila dijumpai adanya

bakterimia, yang ditandai dengan leukositosis. Bakterimia merupakan salah satu komplikasi yang

terjadi pada UD. Antibiotik yang dipilih adalah yang memiliki sifat bakterisida, spektrum luas

dan sensitif terhadap bakteri anaerob, basil gram negatif dan coccus gram positif.2 Ceftriaxone

merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang memiliki spektrum yang luas.

Antibiotik ini bekerja dengan menghambat dinding sel bakteri dengan menghambat

transpeptidase yang terlibat dalam sintesis peptidoglikan.11

Pada pasien ini digunakan antibiotik topikal. Menurut penelitian Sibbald et al,

penggunaan antimikroba dalam penatalaksanaan luka akan memberikan kontribusi yang baik

dalam perbaikan klinis dan mempercepat penyembuhan luka dengan menurunkan eksudat dan

membunuh bakteri. Seluruh rongga ulkus ditutup dengan kassa lembab, dimana lingkungan yang

lembab memberikan efek positif terhadap pertumbuhan jaringan granulasi.

Prognosis pada pasien ini quo ad vitam bonam, quo ad functionam dubia ad malam, quo

ad sanationam dubia ad malam. Menurut kepustakaan, UD merupakan suatu kondisi yang sulit

disembuhkan. Estimasi penyembuhan sempurna untuk UD adalah 10%. Kejadian rekurensi

untuk UD juga cukup tinggi tergantung imobilitas dan penyakit yang mendasari.6

Page 10: Lapkas Du Ulkus Dekubitus Lamsihar

KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus seorang pasien perempuan, usia 73 tahun, dengan

diagnosis ulkus dekubitus derajat II + Hemiparese dekstra e.c SOL Intrakranial. Pada pasien ini

faktor risiko yang berperan dalam terjadinya UD adalah adanya gangguan mobilitas disebabkan

hemiparese, yang menyebabkan pasien tidak mampu merubah posisinya sehingga terjadi tekanan

yang terus menerus pada daerah penonjolan tulang, pada kasus ini adalah os sacrum, dan

terjadilah peningkatan tekanan interstitial dan gangguan sirkulasi dan oksigenasi yang

selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya ulkus. Selain itu, dijumpai pula faktor risiko

ekstrinsik yaitu meningkatnya kelembaban disebabkan pasien b.a.b/b.a.k diatas tempat tidur

dengan menggunakan popok dalam waktu yang lama. Adanya kelembaban yang berlebihan akan

menyebabkan terjadinya maserasi yang kemudian menjadi ulserasi, selain itu dapat pula terjadi

kontaminasi bakteri akibat kontak dengan urin maupun feses.

Penatalaksanaan tambahan yang diberikan pada pasien ini adalah kompres luka setiap hari

dengan NaCl 0,9% dan diberikan antibiotic topical berupa krem asam fusidat. Pada kasus ini

dijumpai perbaikan lesi dimana lesi yang pada awalnya berukuran 12 x 6 cm menjadi 10 x 6 cm.

Page 11: Lapkas Du Ulkus Dekubitus Lamsihar

DAFTAR PUSTAKA

1. Kanj LF, Wilking SVB, Phillips TJ. Pressure ulcers. JAAD. 1998; 38(4):517-32.2. Powers JG, Odo L, Phillips TJ. Decubitus (pressure) ulcers. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI,

Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi 8. New York: McGraw-Hill Companies; 2012: h1121-29.

3. Suriadi, Sanada H, Sugama J, Kitagawa J, Thigpen B, Kinosita S, Murayama S. Risk factors in the development of pressure ulcers in an intensive care unit in Pontianak, Indonesia. IWJ. 2007; 4(3):208-15.

4. Loerakker S. Aetiology of pressure ulcers. Eindhoven University of Technology. Department of Biomedical Engineering. Section Materials Technology. Division Biomechanics and Tissue Engineering. 2007:1-24.

5. Livesly NJ, Chow AW. Infected pressure ulcers in elderly individuals. CID. 2002; 35(1):1390-96.

6. Dharmarajan TS, Ugalina JT. Pressure ulcers: clinical features and management. Hospital physician. 2002; 64-71.

7. Bouten CVC. Etiology and pathology of pressure sores: a literature review. Eindhoven University of Technology. Department of Computational and Experimental Mechanics. 1996:1-19.

8. Laksmi PW, Harimurti K, Setiati S, Soejono CH, Aries W, Roosheroe AG. Management of immobilization and its complication for elderly. Acta Med Indones-Indones J Intern Med. 2008; 40(4):233-40.

9. Vanderwee K, Clark M, Dealey C, Gunningberg L, Defloor T. Pressure ulcer prevalence in Europe: a pilot study. Journal of Evaluation in Clinical Practice. 2006; 13:227-35.

10. Frykberg RG. Diabetic foot ulcer: pathogenesis and management. Am Fam Physician. 2002; 66:1655-62.

11. Coffman D. Antibiotics review. CME resources. 2006: 1-34.