83
SEORANG WANITA USIA 57 TAHUN DENGAN HEMIPLEGI SINISTRA, ULKUS DEKUBITUS REGIO GLUTEA, DM TIPE 2, HIPERTENSI STAGE II, CHF NYHA III-IV, ANEMIA RINGAN, HIPOALBUMINEMIA Oleh : Farah Fauziah Rachmawatie G0003092 Pembimbing : DR. Dr. Hj. Noer Rachma, Sp RM

Hemiplegi Sn, Ulkus Dekubitus Regio Glutea, DM2, HT

Embed Size (px)

Citation preview

SEORANG WANITA USIA 57 TAHUN DENGAN HEMIPLEGI SINISTRA,

ULKUS DEKUBITUS REGIO GLUTEA, DM TIPE 2, HIPERTENSI

STAGE II, CHF NYHA III-IV, ANEMIA RINGAN, HIPOALBUMINEMIA

Oleh :

Farah Fauziah Rachmawatie

G0003092

Pembimbing :

DR. Dr. Hj. Noer Rachma, Sp RM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2009

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESA

A. Identitas Pasien

Nama : Ny.T

Umur : 57 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Kentingan RT 01/16 Jebres, Surakarta

Status : Menikah

Masuk rumah Sakit : 5 November 2009

Tanggal Periksa : 9 November 2009

No CM : 948115

B. Keluhan Utama

Sesak Nafas

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas yang dirasakan

terus menerus, dan pasien lebih nyaman dengan posisi setengah duduk,

sesak nafas bertambah saat aktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat.

Batuk (+), dahak (+) warna putih, nyeri dada (-), pasien juga mengeluhkan

adanya bengkak pada kedua kaki dan tangan sebelah kiri, lemas (+),

pandangan kabur (+), telinga berdenging (-), pusing (-), mual (-),

muntah (-), nafsu makan menurun (+), berat badan turun (-). BAB 1-2x

sehari konsistensi kenyal lunak, lendir darah (-), BAK 7-8x sehari, nyeri (-),

panas (-), anyang-anyangen (-), @ ½ -1 gelas belimbing.

Sejak 2 bulan SMRS pasein juga mengeluhkan muncul benjolan di

punggung bawah, dekat pantat sebesar bola pingpong, panas (+), nyeri (+)

serta kemudian luka tersebut pecah dan mengeluarkan nanah dan darah.

2

Sejak 3 bulan SMRS pasien juga mengeluhkan tiba-tiba anggota gerak

sebelah kiri (tangan dan kaki) tidak bisa digerakkan sama sekali, pusing (+),

mual (-), muntah (-), kejang (-), bicara pelo (+), wajah agak perot (+),

kemudian mondok di Rumah Sakit Swasta difoto CT Scan, dan dikatakan

bahwa pasien mengalami stroke, pasien dirawat selama 1 minggu.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Trauma : disangkal

Riwayat Hipertensi : (+) sejak 4 tahun yang lalu

Riwayat DM : (+) sejak 5 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Mondok : (+) 3 bulan yang lalu di RS Swasta

karena stroke

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi : (+) ibu

Riwayat DM : (+) ibu dan 2 kakaknya

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Riwayat Merokok : disangkal

Riwayat minum alkohol : disangkal

Riwayat Olahraga : disangkal

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang seorang istri dan tiga orang anak. Bekerja sebagai

pekerja swasta, tapi kemudian berhenti sejak 5 tahun yang lalu, dan

sebelum sakit hanya sebagai ibu rumah tangga. Saat ini dirawat di RSDM

dengan fasilitas Jamkesmas.

3

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum sakit sedang, Compos Mentis E4V5M6, gizi kesan cukup

B. Tanda Vital

Tekanan darah : 170/100 mmHg

Nadi : 98 x/ menit, isi cukup, irama teratur, simetris

Respirasi : 28 x/menit, irama teratur, tipe thoracoabdominal

Suhu : 36,4 0C per aksiler

C. Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),

spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-), ulkus

decibitus (+) daerah gluteuus

D. Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam

beruban, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).

E. Mata

Conjunctiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung

dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),

sekret (-/-)

F. Hidung

Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)

G. Telinga

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)

H. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor (-),

stomatitis (-), mukosa pucat (+), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-)

I. Leher

Simetris, trakea di tengah, step off (-), JVP (R+3) ,limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-)

4

J. Thoraks

a. Retraksi (-)

b. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi : konfigurasi jantung kesan melebar ke kaudolateral

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (+) II/VI seluruh ostea punctum di apeks,

penjalaran (-)

c. Paru

Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, gerakan

paradoksal (-)

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : suara dasar ( vesikuler / vesikuler ), RBH (+/+)

K. Trunk

Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-)

Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)

Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-)

Tanda Patrick/Fabere : (-/-)

Tanda Anti Patrick : (-/-)

Tanda Laseque/SLR : (-/-)

Thomas test : (-)

Ober test : (-)

L. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : tympani

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3 cm BACD, permukaan

rata, tepi tumpul, nyeri tekan (-), bruit (-) dan lien tidak teraba

5

M. Ekstremitas

Oedem Akral dingin

N. Status Psikiatri

Deskripsi Umum

1. Penampilan : Perempuan, tampak sesuai umur, berpakaian rapi, ,

perawatan diri baik

2. Kesadaran : Kuantitatif : compos mentis

Kualitatif : tidak berubah

3. Perilaku dan Aktivitas Motorik : normoaktif

4. Pembicaraan : koheren, menjawab pertanyaan

5. Sikap Terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup

Afek dan Mood

- Afek : Appropiate

- Mood : normal

Gangguan Persepsi

- Halusinasi (-)

- Ilusi (-)

Proses Pikir

- Bentuk : realistik

- Isi : waham (-)

- Arus : koheren

Sensorium dan Kognitif

- Daya Konsentrasi : baik

- Orientasi : Orang : baik

Waktu : baik

Tempat : baik

- -- -

+ ++ +

6

- Daya Ingat : Jangka pendek : baik

Jangka panjang : baik

Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik

Insight : Baik

Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

O. Status Neurologis

Kesadaran : GCS E4V5M6

Fungsi Luhur : dalam batas normal

Fungsi Vegetatif : IV line, O2

Fungsi Sensorik

- Rasa Ekseteroseptik Lengan Tungkai

Suhu ( + / + ) ( + / + )

Lengan Tungkai

Nyeri ( + / + ) ( + / + )

Rabaan ( + / + ) ( + / + )

- Rasa Propioseptik Lengan Tungkai

Rasa Getar ( + / + ) ( + / + )

Rasa Posisi ( + / + ) ( + / + )

Rasa Nyeri Tekan ( + / + ) ( + / + )

Rasa Nyeri Tusukan ( + / + ) ( + / + )

- Rasa Kortikal

Stereognosis : normal

Barognosis : normal

Pengenalan 2 titik : normal

Fungsi Motorik dan Reflek :

Atas Tengah

Bawah

Ka/ki ka/ki ka/ki

a. Lengan

- Pertumbuhan n / n n / n n / n

- Tonus n / n / n /

7

- Reflek Fisiologis

Reflek Biseps +2/+1

Reflek Triseps +2/+1

- Reflek Patologis

Reflek Hoffman - / -

Reflek Tromner - / -

Atas Tengah

Bawah

Ka/ki ka/ki ka/ki

b. Tungkai

- Pertumbuhan n / n n / n n / n

- Tonus n / n / n /

- Klonus

Lutut - / -

Kaki - / -

- Reflek Fisiologis

Reflek Patella +2/+1

Reflek Achilles +2/+1

- Reflek Patologis

Reflek Babinsky - / +

Reflek Chaddock - / -

Reflek Oppenheim - / -

Reflek Schaeffer - / -

Reflek Rosolimo - / -

c. Reflek Kulit

- Reflek Dinding Perut (+/+)

Nervus Cranialis

Lesi N. VII sinistra

Lesi N XII sinistra

8

Range of Motion (ROM)

ROMROM

Aktif Pasif

Flexi 0 – 700 0 – 700

Extensi 0 – 400 0 – 400

Lateral bend 0 – 600 0 – 600

Rotasi 0 – 900 0 – 900

EKSTREMITAS SUPERIOR

ROM AKTIF ROM PASIF

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Shoulder Fleksi 0-180 0 0-180 0-180Ekstensi 0-30 0 0-30 0-30Abduksi 0-150 0 0-150 0-150Adduksi 0-75 0 0-75 0-70External Rotasi 0-90 0 0-90 0-90Internal Rotasi 0-90 0 0-90 0-90

Elbow Fleksi 0-150 0 0-150 0-150Ekstensi 150-0 0 150-0 150-0Pronasi 0-90 0 0-90 0-90Supinasi 0-90 0 0-90 0-90

Wrist Fleksi 0-90 0 0-90 0-90Ekstensi 0-70 0 0-70 0-70Ulnar deviasi 0-30 0 0-30 0-30Radius deviasi 0-30 0 0-30 0-30

Finger MCP I fleksi 0-90 0 0-90 0-90MCP II-IV fleksi

0-90 0 0-90 0-90

DIP II-V fleksi 0-90 0 0-90 0-90PIP II-V fleksi 0-100 0 0-100 0-100MCP I ekstensi 0-30 0 0-30 0-30

EKSTREMITASINFERIOR

ROM AKTIF ROM PASIF

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Hip Fleksi 0-140 0 0-120 0-120Ekstensi 0-30 0 0-30 0-30Abduksi 0-45 0 0-45 0-45

9

Adduksi 0-45 0 0-30 0-30Eksorotasi 0-80 0 0-30 0-30Endorotasi 0-80 0 0-30 0-30

Knee Fleksi 0-135 0 0-120 0-120Ekstensi 0 0 0 0

Ankle Dorsofleksi 0-20 0 0-30 0-30Plantarfleksi 0-30 0 0-30 0-30

Manual Muscle Testing (MMT)

NECK Fleksor M. Strenocleidomastoideus : 5

Ekstensor : 5

Ekstremitas Superior Dextra SinistraShoulder Fleksor M Deltoideus anterior 4 0

M Biseps 4 0Ekstensor M Deltoideus anterior 4 0

M Teres mayor 4 0Abduktor M Deltoideus 4 0

M Biceps 4 0Adduktor M Lattissimus dorsi 4 0

M Pectoralis mayor 4 0Internal Rotasi

M Lattissimus dorsi 4 0M Pectoralis mayor 4 0

Eksternal Rotasi

M Teres mayor 4 0M Infra supinatus 4 0

Elbow Fleksor M Biceps 4 0M Brachialis 4 0

Ekstensor M Triceps 4 0Supinator M Supinator 4 0Pronator M Pronator teres 4 0

Wrist Fleksor M Fleksor carpi radialis

4 0

Ekstensor M Ekstensor digitorum

4 0

Abduktor M Ekstensor carpi radialis

4 0

Adduktor M ekstensor carpi ulnaris

4 0

Finger Fleksor M Fleksor digitorum 4 0Ekstensor M Ekstensor

digitorum4 0

10

Ekstremitas inferior Dextra SinistraHip Fleksor M Psoas mayor 4 0

Ekstensor M Gluteus maksimus 4 0Abduktor M Gluteus medius 4 0Adduktor M Adduktor longus 4 0

Knee Fleksor Harmstring muscle 4 0Ekstensor Quadriceps femoris 4 0

Ankle Fleksor M Tibialis 4 0Ekstensor M Soleus 4 0

Status Ambulasi

Dependent

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium Darah

Pemeriksaan tanggal 30 Agustus 2009

Hb : 8,6 gr/dl

Hct : 27 %

AE : 3,12 x 106 µL

AT : 496 x 103 µL

AL : 10,9 x 103 µL

GDS : 346 mg/dl

HbA1c : 6,6 %

SGOT : 14 u/l

SGPT : 9 u/l

Gamma GT : 15 u/l

Alkali Fosfatase : 70 u/l

Bilirubin Total : 0,33 mg/dl

Bilirubin Direk : 0,09 mg/dl

11

Protein Total : 0,33 mg/dl

Albumin : 2,6 g/dl

Globulin : 3,1 g/dl

Asam Urat : 7,6 mg/dl

Kolesterol Total : 204 mg/dl

HDL Kolesterol : 41 mg/dl

LDL Kolesterol : 150 mg/dl

Ureum : 44 mg/dl

Creatinin : 1,1 mg/dl

Kalium : 138 mmol/l

Natrium : 4,0 mmol/l

Ion Ca : 107 mmol/l

B. Foto Thorax 19 JUNI 2008

Kesimpulan:

Foto thorax AP ( asimetris)

Cor : bentuk dan kesan membesar

12

Pulmo : corakan vaskuler meningkat, perihilar haze (+), sudut costophrenicus

kiri kabur, kanan lancip

KESAN: Cardiomegali dengan oedema paru grade II

C. Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi (21 Oktober 2008 )

Eritrosit : Hipokrom, Anisositosis, mikrositik, ovalosit, pensil sel

Polikromasi(+), Eritroblas (-).

Leukosit : Jumlah meningkat, netrofilia, hipergranulasi

Netrofil (+), , Sel muda (-).

Trombosit : Jumlah normal, penyebaran merata.

Kesan : Anemia hipokromik mikrositik dan netrofilia absolut. Suspect

proses kronis disertai infeksi DD, defisiensi Fe

Saran : CRP, SI/TIBC.

D. Pemeriksaan EKG

Irama : sinus rhitme

Gelombang P : lebar : 0,12 detik ; tinggi < 0,3mv

P-R interval : 0,20 detik

Kompleks QRS : 0,08 detik

ST segmen : ST elevasi (-), ST depresi (-)

Gel T : Gel T inverted (-)

LVH (+)

RVH (-)

Kesimpulan : sinus rhitme HR: 86 x/menit, LVH

IV. ASSESMENT

Klinis : Hemiplegi Sinistra, Ulkus Dekubitus Regio Glutea, DM Tipe

2, Hipertensi Stage II, CHF NYHA II-III, Anemia Ringan, Hipoalbuminemia,

Topis : Capsula Interna

Etiologi : Post Stroke Hemoragik, DM tipe 2

13

V. PENATALAKSANAAN

Terapi Medikamentosa :

1. Bed rest total ½ duduk

2. O2 3 lpm

3. Infus RL 16 tpm mikro

4. Injeksi Ceftriakson 2 g/24 jam

5. Injeksi Metronidazole 500 mg/ 8 jam

6. Injeksi Actrapid 12-12-10 U

7. Injeksi Citicolin 250 mg/ 8 jam

8. Injeksi Vitamin B1 1 ampul/ 12 jam

9. Captopril 3x25 mg

10. Diltiazem 3x30 mg

11. Furosemid 1-0-0

12. Aspar K 3x1

13. Medikasi

VI. DAFTAR MASALAH

Problem Medis : Hemiplegi Sinistra

Ulkus dekubitus Regio Glutea

CHF NYHA II-III

Anemia Ringan,

Hipoalbuminemia

Problem Rehabilitasi Medik

1. Fisioterapi : Gangguan gerak, ulkus dekubitus

2. Terapi wicara : Tidak ada

3. Okupasi Terapi : Gangguan dalam melakukan aktivitas fisik

14

4. Sosiomedik : Memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas

sehari-hari

5. Ortesa-protesa : Keterbatasan mobilisasi

6. Psikologi : Beban pikiran keluarga dalam menghadapi penyakit

penderita

Rehabilitasi Medik:

1. Fisioterapi :

a. Stretching exercise sendi yang kaku untuk mencegah kontraktur

a. Strengthening exercise untuk melatih kekuatan otot dan

mencegah atropi otot-otot

b. Positioning dan turning

c. ROM exercise aktif dan pasif

2. Terapi wicara : tidak ada

3. Okupasi terapi : melatih keterampilan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari

4. Sosiomedik :

a. Motivasi dan edukasi keluarga

tentang penyakit penderita

b. Motivasi dan edukasi keluarga

untuk membantu dan merawat penderita dengan selalu berusaha

menjalankan program di RS dan Home program

5. Ortesa-Protesa : memfasilitasi ambulasi dengan

pembuatan crutch

6. Psikologi : Psikoterapi suportif untuk mengurangi

kecemasan keluarga

VII. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP

Impairment : Hemiplegi Sinistra, ulkus dekubitus regio glutea

Disability : Penurunan fungsi anggota gerak

Handicap : Keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari dan kegiatan sosial

yang terhambat

VIII. TUJUAN

15

1. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat

waktu perawatan

2. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat

memperburuk keadaan

3. Meminimalkan impairment, disability dan handicap

4. Membantu penderita sehingga mampu mandiri

dalam menjalankan aktivitas sehari-hari

5. Edukasi perihal home exercise

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia

Ad sanam : dubia

Ad fungsionam : dubia

16

TINJAUAN PUSTAKA

1. ULKUS DEKUBITUS

A. Definisi

Ulkus dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan

dari bawah kulit bahkan menembus otot sampai mengenai tulang, akibat adanya

penekanan pada suatu area secara terus – menerus sehingga mengakibatkan

gangguan sirkulasi darah. Luka dekubitus adalah nekrosis pada jaringan lunak

antara tonjolan tulang dan permukaan padat, paling umum akibat imobilisasi.

Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) tahun 1989, ulkus

dekubitus adalah suatu daerah tertekan yang tidak nyeri dengan batas yang tegas,

biasanya batas penonjolan tulang, yang mengakibatkan terjadi iskemik, kematian

sel dan nekrosis jaringan.

Umumnya ulkus dekubitus terjadi pada penderita dengan penyakit kronik

yang berbaring lama. Ulkus dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer;

pressure ulcer, pressure sore, bed sore. Masalah ini menjadi problem yang cukup

serius baik di negara maju maupun di negara berkembang, karena mengakibatkan

meningkatnya biaya perawatan dan memperlambat program rehabilitasi bagi

penderita.

Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian

dimana terdapat penonjolan tulang, yaitu sikut, tumit, pinggul, pergelangan kaki,

bahu, punggung dan kepala bagian belakang. Ulkus dekubitus terjadi jika tekanan

yang terjadi pada bagian tubuh melebihi kapasitas tekanan pengisian kapiler dan

tidak ada usaha untuk mengurangi atau memperbaikinya sehingga terjadi

kerusakan jaringan yang menetap. Bila tekanan yang terjadi kurang dari 32

mmHg atau ada usaha untuk memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut maka

ulkus dekubitus dapat dicegah.

17

Gambar 1. Ulkus dekubitus regio gluteus

B. Etiologi dan Patogenesis

1. Faktor primer :

a. Tekanan dari luar yang menimbulkan iskemi setempat. Dalam keadaan

normal, tekanan intrakapilar arterial adalah ± 32 mm Hg dan tekanan ini

dapat meningkat mencapai maksimal 60 mm Hg yaitu pada keadaan

hiperemia.

b. Tekanan midkapilar adalah ± 20 mm Hg, Sedangkan tekanan pada daerah

vena adalah 13 - 15 mm Hg.

c. Efek destruksi jaringan yang berkaitan dengan keadaan iskemia dapat

terjadi dengan tekanan kapilar antara 32 - 60 mm Hg yang disebut sebagai

tekanan supra kapilar. Bila keadaan suprakapilar ini tercapai, akan terjadi

penurunan aliran darah kapilar yang disusul dengan keadaan iskemia

setempat.

d. Substansia H yang mirip dengan histamin dilepaskan oleh sel-sel yang

iskemik dan akumulasi metabolit seperti kalium, adenosin difosfat (ADP),

hidrogen dan asam laktat, diduga sebagai faktor yang menyebabkan

dilatasi pembuluh darah.

e. Reaksi kompensasi sirkulasi akan tampak sebagai hiperemia dan reaksi

tersebut masih efektif bila tekanan dihilangkan sebelum periode kritis

terjadi yaitu 1 - 2 jam.

f. Kosiak (1959) membuktikan pada anjing bahwa tekanan dari luar sebesar

60 mm Hg selama 1 jam akan menimbulkan perubahan degeneratif secara

mikroskopik pada semua lapisan jaringan mulai dari kulit sampai tulang,

sedangkan dengan tekanan 35 mm Hg selama 4 jam perubahan

degeneratif tersebut tidak terlihat. Daniel dkk (1981) menyatakan bahwa

18

iskemia primer terjadi pada otot dan kerusakan jaringan kulit terjadi

kemudian sesuai dengan kenaikan besar dan lamanya tekanan.

g. Dulu faktor neurotropik disebutkan sebagai faktor penyebab utama ulkus

dekubitus, tetapi temyata hal tersebut tidak terbukti.

2. Faktor sekunder

Faktor-faktor yang menunjang terjadinya ulkus dekubitus antara lain:

gangguan saraf vasomotorik, sensorik, motorik, kontraktur sendi dan

spastisitas, gangguan sirkulasi perifer, malnutrisi dan hipoproteinemia,

anemia, keadaan patologis kulit pada gangguan hormonal, edema, maserasi,

infeksi, higiene kulit yang buruk, inkontinensia alvi dan urin, kemunduran

mental dan penurunan kesadaran.

C. Patofisiologi

Ulkus dekubitus dapat terbentuk karena ada beberapa faktor yang

mempengaruhinya. Allman (1989), Anthony (1992) dan Brand (1976) membagi

mekanisme terbentuknya ulkus dekubitus tergantung beberapa faktor

a. Tekanan yang Lama

Faktor yang paling penting dalam pembentukan ulkus dekubitus

adalah tekanan yang tidak terasa nyeri. Kosiak (1991) mengemukakan

bahwa tekanan yang lama yang melampaui tekanan kapiler jaringan pada

jaringan yang iskemik akan mengakibatkan terbentuknya ulkus dekubitus.

Hal ini karena tekanan yang lama akan mengurangi asupan oksigen dan

nutrisi pada jaringan tersebut sehingga akan menyebabkan iskemik dan

hipoksia kemudian menjadi nekrosis dan ulserasi.

Pada keadaan iskemik, sel-sel akan melepaskan substansia H  yang

mirip dengan histamine. Adanya substansi H dan akumulasi metabolit

seperti kalium, adenosine diphosphat (ADP), hidrogen dan asam laktat

akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Reaksi kompensasi sirkulasi

akan tampak sebagai hiperemia dan reaksi tersebut masih efektif bila

tekanan dihilangkan sebelum periode kritis terjadi yaitu 1-2 jam. Suatu

penelitian histologis memperlihatkan bahwa tanda-tanda kerusakan awal

terjadi di dermis antara lain berupa dilatasi kapiler dan vena serta edema

19

dan kerusakan sel-sel endotel. Selanjutnya akan terbentuk perivaskuler

infiltrat, agregat platelet yang kemudian berkembang menjadi hemoragik

perivaskuler. Hal yang menarik, pada tahap awal ini, di epidermis tidak

didapatkan tanda-tanda nekrosis oleh karena sel-sel epidermis memiliki

kemampuan untuk bertahan hidup pada keadaan tanpa oksigen dalam

jangka waktu yang cukup lama. Selain itu, perubahan patologis oleh

karena tekanan eksternal tersebut terjadi lebih berat pada lapisan otot

daripada pada lapisan kulit dan subkutaneus.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Daniel dkk (1981) yang

mengemukakan bahwa iskemia primer terjadi pada otot dan kerusakan

jaringan kulit terjadi kemudian sesuai dengan kenaikan besar dan lamanya

tekanan.Pada tahun 1930, Land melakukan mikroinjeksi pada cabang

arteriol dari kapiler pada jari manusia untuk mempelajari tekanan darah

kapiler. Dia melaporkan bahwa tekanan darah arteriol sekitar 32 mmHg,

tekanan darah pada midkapiler sebesar 22 mmHg dan tekanan darah pada

venoul sebesar 12 mmHg. Tekanan pada arteriol dapat meningkat menjadi

60 mmHg pada keadaan hiperemia.

Kosiak (1959) membuktikan pada anjing, bahwa tekanan eksternal

sebesar 60 mmHg selama 1 jam akan menimbulkan perubahan degeneratif

secara mikroskopis pada semua lapisan jaringan mulai dari kulit sampai

tulang, sedangkan dengan tekanan 35 mmHg selama 4 jam, perubahan

degeneratif tersebut tidak terlihat. Sumbatan total pada kapiler masih

bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring

berminggu-minggu tidak akan mengalami ulkus dekubitus selama dapat

mengganti posisi beberapa kali perjammnya.

b. Tekanan antar Permukaan

Menurut NPUAP tekanan antar permukaan adalah tekanan tegak lurus

setiap unit daerah antara tubuh dan permukaan sandaran. Tekanan antar

permukaan dipengaruhi oleh kekakuan dan komposisi jaringan tubuh,

bentuk geometrik tubuh yang bersandar dan karakteristik pasien. Russ

(1991) menyatakan bahwa tekanan antar permukaan yang melebihi 32

20

mmHg akan menyebabkan mudahnya penutupan kapiler dan iskemik.

Faktor yang juga berpengaruh terhadap tekanan antar permukaan adalah

kolagen. Pada penderita sklerosis amiotropik lateral risiko untuk terjadinya

ulkus dekubitus berkurang karena adanya penebalan kulit dan peningkatan

kolagen dan densitasnya (Seiitsu, 1988; Watanebe, 1987).

c. Luncuran

Luncuran adalah tekanan mekanik yang langsung paralel terhadap

permukaan bidang. Luncuran mempunyai pengaruh terhadap terbentuknya

ulkus dekubitus terutama pada daerah sakrum. Brand (1976) dan Reichel

(1958) menjelaskan bahwa gerakan anguler dan vertikal atau posisi

setengah berbaring akan mempengaruhi jaringan dan pembuluh darah

daerah sacrum sehingga berisiko untuk mengalami kerusakan. Penggunaan

tempat tidur yang miring seperti pada bedah kepala dan leher akan

meningkatkan tekanan luncuran sehingga memudahkan terjadinya ulkus

dekubitus (Defloor, 2000).

d. Gesekan

Menurut Makebulst (1983), gesekan adalah gaya antar dua permukaan

yang saling berlawanan. Gesekan dapat menjadi faktor untuk terjadinya

ulkus dekubitus karena gesekan antar penderita dengan sandarannya akan

menyebabkan trauma makroskopis dan mikroskopis. Kelembaban,

maserasi dan kerusakan jaringan akan meningkatkan tekanan pada kulit.

Kelembaban yang terjadi akibat kehilangan cairan dan inkontinensia alvi

dan urin akan menyebabkan terjadinya maserasi jaringan sehingga kulit

cenderung lebih mudah menjadi rusak.

e. Immobilitas

Seorang penderita immobil pada tempat tidurnya secara pasif dan

berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai

60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg. Lindan dkk

menyebutkan bahwa pada pasien posisi telentang, tekanan eksternal 40-60

mmHg merupakan tekanan yang paling berpotensi untuk terbentuk ulkus

21

pada daerah sacrum, maleolus lateralis dan oksiput. Sedangkan pada

pasien posisi telungkup, thoraks dan genu mudah terjadi ulkus pada

tekanan 50 mmHg. Pada pasien posisi duduk, mudah terjadi ulkus bila

tekanan berkisar 100 mmHg terutama pada tuberositas ischii. Tekanan

akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nekrosis

jaringan kulit.

Pada penderita dengan paralisis, kelaian neurologi, atau dalam

anestesi yang lama, syaraf aferen tidak mampu untuk memberikan sistem

balik sensoromotor. Akibatnya, tanda-tanda tidak menyenangkan dari

daerah yang tertekan tidak diterima, sehingga tidak melakukan perubahan

posisi.Berbeda dengan orang tidur, untuk mengatasi tekanan yang lama

pada daerah tertentu secara otomatis akan terjadi perubahan posisi tubuh

setiap 15 menit. Gerakan perubahan posisi pada orang tidur biasanya lebih

dari 20 kali setiap malam. Bila kurang dari 20 kali, maka akan berisiko

untuk terjadinya ulkus dekubitus.

D. Lokasi Ulkus Dekubitus

Setiap bagian tubuh dapat terkena, tetapi umumnya terjadi pada daerah tekanan

dan penonjolan tulang.

1) Tuberositas ischii

Frekuensinya mencapai 30% dari lokasi tersering. Terjadi akibat tekanan

langsung pada keadaan duduk. Juga karena foot rest pada kursi roda yang

terlalu tinggi, sehingga berat badan tertumpu pada daerah ischium.

2) Trochanter mayor

Frekuensinya mencapai 20% dari lokasi yang tersering. Terjadi karena lama

berbaring pada satu sisi, kursi roda terlalu sempit, osifikasi heterotropik,

skoliosis, yang mengakibatkan pindahnya berat badan ke sisi panggul yang

lain.

3) Sacrum

22

Frekuensinya mencapai 15% dari lokasi tersering. Terjadi pada penderita

yang lama berbaring terlentang, tidak mengubah posisi berbaring secara

teratur, salah posisi path waktu duduk di kursi roda juga dapat terjadi karena

penderita merosot di tempat tidur dengan sandaran miring, terlalu lama

kontak dengan urin, keringat ataupun feces.

4) Tumit

Frekuensinya mencapai 10% dari lokasi tersering. Keadaan spastik pada

anggota gerak bawah dapat menimbulkan tekanan dan gesekan tumit pada

tempat tidur atau pada foot rest kursi roda.

5)Lutut

Terjadi bila penderita lama berbaring telungkup, sedangkan sisi lateral lutut

terkena karena lama berbaring pada satu sisi.

5) Maleolus

Maleolus lateralis dapat terkena karena berbaring terlalu lama pada satu sisi,

trauma pada waktu pemindahan penderita, posisi foot rest kurang baik.

Maleolus medialis juga dapat terkena karena gesekan kedua maleolus kanan

dan kiri akibat keadaan spastik otot aduktor.

6) Siku

Dapat terkena bila siku sering dipakai sebagai penekan tubuh atau pembantu

mengubah posisi.

7) Jari kaki

Dapat terkena pada posisi telungkup, sepatu yang terlalu sempit dan

sebagainya.

8) Scapulae dan Processus spinosus vertebrae

Dapat terkena akibat terlalu lama berbaring terlentang dan gesekan yang

sering.

23

Gambar 2. Daerah-daerah Lokasi Ulkus Dekubitus

E. Manifestasi Klinis

Gejala klinik yang tampak oleh penderita, biasanya berupa kulit yang

kemerahan sampai terbentuknya suatu ulkus. Kerusakan yang terjadi dapat

meliputi dermis, epidermis, jaringan otot sampai tulang. Tanda cidera awal

adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan ibu jari, pada cidera

yang lebih berat dijumpai ulkus dikulit, dapat timbul rasa nyeri dan tanda-tanda

sistemik peradangan, termasuk demam dan peningkatan hitung sel darah putih,

dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di Rumah

Sakit yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil.

Klasifikasi berdasarkan gambaran klinis yang penting berkenaan dengan

penatalaksanaannya

1. Stadium 1 :

Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit.

Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri. Stadium ini

umumnya reversibel dan dapat sembuh dalam 5 - 10 hari.

Gambar 3. Stadium 1 Ulkus Dekubitus

2. Stadium 2 :

Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai ke

jaringanadiposa.Terlihat eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh

dalam 10 - 15 hari.

24

Gambar 3. Stadium 2 Ulkus Dekubitus

3. Stadium 3 :

Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis, dan otot sudah mulai

terganggu dengan adanya edema, inflamasi, infeksi dan hilangnya struktur

fibril. Tepi ulkus tidak teratur dan terlihat hiper atau hipopigmentasi dengan

fibrosis. Kadang-kadang terdapat anemia dan infeksi sistemik. Biasanya

sembuh dalam 3 - 8 minggu.

Gambar 3. Stadium 3 Ulkus Dekubitus

4. Stadium 4 :

Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot, tulang serta sendi. Dapat

terjadi artritis septik atau osteomielitis dan sering diserti anemia. Dapat

sembuh dalam 3 - 6 bulan

25

Gambar 3. Stadium 4 Ulkus Dekubitus

F. Diagnostik Pemeriksaan

Diagnosis ulkus dekubitus biasanya tidak sulit. Diagnosisnya dapat

ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Tetapi untuk

menegakkan diagnosis ulkus dekubitus diperlukan beberapa pemeriksaan

laboratorium dan penujang lainnya.

Beberapa pemeriksaan yang penting untuk membantu menegakkan

diagnosis dan penatalaksanaan ulkus dekubitus adalah,

1. Kultur dan analisis urin

Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk melihat apakah ada

masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama pada trauma medula

spinalis.

2. Kultur Tinja

Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat leukosit dan

toksin Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous colitis.

3. Biopsi

Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan

pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat apakah

terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk

melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu

dilakukan bila terjadi osteomyelitis.

4. Pemeriksaan Darah

Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih dan

laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan sepsis.

26

5. Keadaan Nutrisi

Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses penyembuhan

ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin level, prealbumin level,

transferrin level, dan serum protein level,

6. Radiologis

Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat

osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X, scan tulang atau

MRI.

G. Komplikasi

Komplikasi sering terjadi pada stadium 3 dan 4 walaupun dapat juga pada ulkus

yang superfisial. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:

Infeksi, sering brsifat multibakterial, baik yang aerobik ataupun anerobik.

Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis,

osteomielitis, artritis septik.

Septikemia.

Anemia.

Hipoalbuminemia.

Kematian

H. Penatalaksanaan

1. Pencegahan

Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus

dekubitus membutuhkan waktu dan biaya yang besar.

Tindakan pencegahan dapat dibagi atas

a) Umum :

Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis,

penderita dan keluarganya.

Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.

b) Khusus :

Mengurangi/menghindari tekanan luar yang berlebihan pada daerah

tubuh tertentu dengan cara : perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur

27

sepanjang 24 jam. melakukan push up secara teratur pada waktu duduk

di kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal

anti dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel

flotation pads, sheepskin dan lain-lain.

Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan

sore), tetapi dapat lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus

dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri, dengan bantuan

penderita lain ataupun keluarganya.Perawatan kulit termasuk

pembersihan dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari

keringat, urin dan feces. Bila perlu dapat diberikan bedak, losio yang

mengandung alkohol dan emolien.

2. Pengobatan

Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik

ataupun dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi

penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada pengobatan ulkus dekubitus ada

beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain:

a) Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus.

Secara umum sama dengan tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan

di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan

sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.

b) Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya.

Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih

cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian,

pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti

larutan NaC10,9%,larutan H202 3% dan NaC10,9%,larutan plasma dan

larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya.

c) Mengangkat jaringan nekrotik.

Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari

bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan

jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan

nekrotik akan mempercepat proses penyembuhan ulkus.

Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :

28

Sharp debridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).

Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolagenolitik, dan

fibrinolitik).

Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilas-an,

kompres dan hidroterapi)

d) Menurunkan dan mengatasi infeksi.

Perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat

diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi

hams dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti

larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet

(terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.

e) Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan

epitelisasi.

Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain :

Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng

(Zn 0, Zn SO4).

Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap

sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferatif epitel, menambah

jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.

Radiasi infra merah,short wave diathermy, dan pengurutan dapat

membantu penyembuhan ulkus karena adanya efek peningkatan

vaskularisasi.

Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya

terhadap terapi ulkus dekubitus.

f) Tindakan bedah

tindakan ini selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk

mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus

dekubitus stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit

ataupun myocutaneous flap

3. Manajemen

- Disesuaikan dengan stadiumnya

29

- Managemen komprehensif untuk

meminimalkan ketidakmampuan dan meningkatkan kualitas hidup

pasien

a. Fisioterapi

Tujuan: 1. Mengurangi Spasme otot

2. Pencegahan kontraktur

Cara : Positioning and Turning

Exercise Pasif dan Aktif

b. Psikologi

Tujuan: Memelihara status mental pasien dan keluarga, berupa

emosi, fungsi intelektual, dan fungsi persepsi

c. Okupasi Terapi

Tujuan: Melatih keterampilan pasien dalam melakukan aktivitas

sehari-hari

d. Orthetik Prostetik

Tujuan: Memfasilitasi ambulasi dengan pembuatan crutch

e. Pekerja Sosial Medik

Tujuan: 1. Menilai situasi kehidupan pasien

2. Perantara dalam hubungan pasien/keluarga dan tim

dokter

3.

4. Pencegahan

Monitoring resiko ulkus dekubitus

Monitoring keadaan kulit secara teratur

Monitoring status mobilitas

Minimalkan terjadinya tekanan (Friction, Shear)

Monitoring inkontinensia

30

II. STROKE

I. Definisi

Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara

mendadak sebagai akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan

tanda dan gejala sesuai dengan daerah otak yang terganggu (WHO, 1989).

II. Etiologi

Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis),

embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur

aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain

seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes

mellitus atau penyakit vascular perifer.

III. Jenis Stroke

1. Klasifikasi Berdasarkan Penyebab

a. Stroke Iskemik

Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena

aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh

darah.. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur

arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa

terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya

aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam

keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan

lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah,

kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.

31

b. Stroke Hemoragik

Pendarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada

jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage). Terdapat

dua jenis utama pada stroke yang mengeluarkan darah : (intracerebral

hemorrhage dan (subarachnoid hemorrhage. Gangguan lain yang

meliputi pendarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan

hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala.

Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak

dipertimbangkan sebagai stroke.

c. Serangan Iskemik Sesaat (TIA)

Serangan Iskemik Sesaat (Transient Ischemic Attacks, TIA)

adalah gangguan fungsi otak yang merupakan akibat dari

berkurangnya aliran darah ke otak untuk sementara waktu. TIA lebih

banyak terjadi pada usia setengah baya dan resikonya meningkat

sejalan dengan bertambahnya umur. Kadang-kadang TIA terjadi pada

anak-anak atau dewasa muda yang memiliki penyakit jantung atau

kelainan darah.

Penyebabnya biasanya karena serpihan kecil dari endapan

lemak dan kalsium pada dinding pembuluh darah (ateroma) bisa

lepas, mengikuti aliran darah dan menyumbat pembuluh darah kecil

yang menuju ke otak, sehingga untuk sementara waktu menyumbat

32

aliran darah ke otak dan menyebabkan terjadinya TIA. Gejala TIA

terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berlangsung selama 2-30 menit,

jarang sampai lebih dari 1-2 jam, tergantung kepada bagian otak mana

yang mengalami kekuranan darah. Jika mengenai arteri yang berasal

dari arteri karotis, maka yang paling sering ditemukan adalah

kebutaan pada salah satu mata atau kelainan rasa dan kelemahan. Jika

mengenai arteri yang berasal dari arteri vertebralis, biasanya terjadi

pusing, penglihatan ganda dan kelemahan menyeluruh.

Gejala-gejala yang sama akan ditemukan pada stroke, tetapi

pada TIA gejala ini bersifat sementara dan reversibel. Tetapi TIA

cenderung kambuh; penderita bisa mengalami beberapa kali serangan

dalam 1 hari atau hanya 2-3 kali dalam beberapa tahun. Sekitar

sepertiga kasus TIA berakhir menjadi stroke dan secara kasar separuh

dari stroke ini terjadi dalam waktu 1 tahun setelah TIA.

IV. Faktor Resiko

a. Hipertensi. Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan

resiko terkena stroke sebanyak 30%. Merupakan faktor yang dapat

diintervensi.

b. Arteriosklerosis, hiperlipidemia, merokok, obesitas, diabetes melitus, usia

lanjut, penyakit jantung, penyakit pembuluh darah tepi, hematokrit tinggi,

dan lain-lain.

c. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin)

dan obat-obatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain,

terutama pada wanita perokok atau dengan hipertensi.

d. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia,

kelainan koagulopati, dan kelainan darah lainnya.

e. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, rematik (SLE), herpes zooster,

juga dapat merupakan faktor resiko walaupun tidak terlalu tinggi

frekuensinya

V. Patofisiologi

1. Trombosis (penyakit trombo - oklusif) merupakan

penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis serebral dan

33

perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis selebral.

Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang

tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau

kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis

serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,

hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan

paralysis berat pada beberapa jam atau hari.

Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima

arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut ,

sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan

berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik

tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat

yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus

tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam

urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna,

vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan

membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan

yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.

Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali

mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan

membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh

arteria itu akan tersumbat dengan sempurna

2. Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda

dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal

dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi

sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung.  Setiap bagian otak

dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan

menyumbat bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering

terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian

atas.

3. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk

urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan

34

Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus

penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura

arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau

subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan

tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan

vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar

ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula

lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang

dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat

membengkak dan mengalami nekrosis.

VI. DIAGNOSA

Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang

diduga mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk

evaluasi dan terapi. Pertama-tama, dokter akan menanyakan riwayat medis

pasien jika terdapat tanda-tanda bahaya sebelumnya dan melakukan

pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah diperiksa seorang dokter tertentu, akan

menjadi ideal jika dokter tersebut ikut berpartisipasi dalam penilaian.

Pengetahuan sebelumnya tentang pasien tersebut dapat meningkatkan ketepatan

penilaian.

Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan

pada satu sisi tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak

kemungkinan lain yang mungkin bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi

lain yang dapat serupa stroke meliputi:

Tumor otak

Abses otak (kumpulan nanah di dalam otak karena bakteri atau jamur)

Sakit kepala migrain

Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma

35

Meningitis atau encephalitis

Overdosis karena obat tertentu

Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga

menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.

Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang

sama. Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan

pemeriksaan fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien,

melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan EKG ( elektrokardiogram).

Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah

penggunaan skala stroke. The American Heart Association telah

mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk membantu

penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi

agresif mungkin diperlukan.

Skor Stroke (Djoenaidi,1988) Skor stroke hemoragik dan non-hemoragik

Tanda/Gejala SkorT.I.A. sebelum serangan 1Permulaan serangan

Sangat mendadak (1-2 menit) Mendadak (beberapa menit - 1 jam) Pelan-pelan (beberapa jam)

6.56.51

Waktu serangan Waktu kerja (aktivitas) Waktu istirahat/duduk/tidur Waktu bangun tidur

6.511

Sakit kepala waktu serangan Sangat hebat Hebat Ringan Tak ada

107.510

Muntah Langsung habis serangan Mendadak (beberapa menit - jam) Pelan-pelan (1 hari atau lebih) Tak ada

107.510

Kesadaran Hilang waktu serangan (langsung) Hilang mendadak (beberapa menit - jam) Hilang pelan-pelan (1 hari atau lebih) Hilang sementara kemudian sadar pula (sepintas)

101011

36

Tak ada 0

Tekanan darah Waktu serangan sangat tinggi (> 200/110) Waktu MRS sangat tinggi (> 200/110) Waktu serangan tinggi (> 140/110 - < 200/110) Waktu MRS tinggi (> 140/110 - < 200/110) Tekanan darah tinggi tak terkontrol

7.57.511

7.5Tanda rangsangan selaput otak

Kaku kuduk hebat Kaku kuduk ringan Tak ada

1050

Fundus okuli Perdarahan subhyaloid Perdarahan retina (flame shaped) Normal

17.50

Pupil Isokor Anisokor Pinpoint kanan Midriasis kanan dan kiri Kecil + reaksi lambat Kecil + reaktip

0

10101010

Skor Total :

Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-

hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke

hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik

seluruhnya 87.5%

Terdapat batasan  waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke

akut dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian

otak. Pasien  memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat

penghancur bekuan darah apapun dapat digunakan.

VII. Pemeriksaan penunjang

Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan

penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang

disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk

37

mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda

dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT  Scan

berguna  untuk  menentukan:  

 jenis  patologi  

lokasi  lesi  

ukuran  lesi  

menyingkirkan  lesi  non  vaskuler  

MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan

gelombang magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan

MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah

pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam

beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan

kemudian selama perawatan  pasien jika detail yang lebih baik diperlukan

untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis

tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat

dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.

Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan

untuk secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa

menggunakan pipa atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (magnetic

resonance angiogram). Metode MRI lain disebut dengan diffusion weighted

imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat

mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak

yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai

lebih dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak

dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan

untuk mengevaluasi pasien stroke.

Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat

warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di

otak dapat memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous

malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi

dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser angiogram

konvensional.

38

Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang

kadang-kadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter

panjang dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat

warna diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun

angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail,

tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika

benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika

sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-

kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika

pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan

untuk dilakukan.

Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa

injeksi atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk

menampakkan penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis

(arteri utama di leher yang mensuplai darah ke otak)

Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering

dilakukan pada pasien  stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram

adalah  tes dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan

peralatan microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal

achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter  sama dengan

electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada

selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang

abnormal.

Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein

yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk

adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat

meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah  juga diukur.

Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi

atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening

mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit

mungkin juga perlu dipertimbangkan.

39

VIII.TATALAKSANA

A. Medikamentosa

Tissue plasminogen activator (TPA)

Terdapat peluang untuk menggunakan alteplase (TPA) sebagai obat

pembasmi bekuan darah untuk memecahkan bekuan darah penyebab stroke.

Makin awal obat tersebut diberikan, makin baik hasilnya dan makin

berkurangnya potensi komplikasi perdarahan dalam otak.

Pedoman American Heart Association yang terbaru

merekomendasikan jika obat ini digunakan, TPA harus diberikan dalam 3

jam setelah pertama kali munculnya gejala. Normalnya, TPA diinjeksikan

ke dalam vena pada lengan. Batas waktu pemakaian dapat diperpanjang

sampai 6 jam jika diberikan dalam tetesan langsung ke pembuluh darah

yang tersumbat. Ini biasa dilakukan oleh seorang ahli radiologi intervensi,

dan tidak semua rumah sakit mempunyai akses terhadap teknologi ini.

Untuk stroke sirkulasi bagian bawah yang melibatkan sistem

vertebrobasilar, batas waktu terapi dengan TPA dapat diperpanjang hingga

lebih lama sampai 18 jam.

Heparin dan aspirin

Obat-obat untuk darah yang kental (antikoagualan; seperti, heparin)

juga kadang-kadang digunakan untuk menerapi pasien stroke dengan

harapan terjadi peningkatan pemulihan pasien. Namun tidaklah jelas,

apakah penggunaan antikoagulan memperbaiki hasil akhir pengobatan

stroke atau secara sederhana membantu mencegah stroke berikutnya

(subsequent stroke). pada pasien tertentu, aspirin diberikan setelah

munculnya stroke benar-benar memberikan efek pemulihan yang walaupun

kecil tapi terukur. Dokter yang menerapi akan menentukan obat-obatan

yang digunakan berdasasrkan kebutuhan spesifik pasien

Mengelola masalah medis lainnya

40

Pengontrolan tekanan darah tinggi dan kolesterol merupakan kunci

untuk mencegah kejadian stroke di masa dtang. Pada Transient Ischemic

Attack (TIA), pasien mungkin diberikan obat meskipun tekanan darah dan

kadar kolesterolnya masih bisa diterima. Pada stroke akut, tekanan darah

akan dikontrol dengan ketat untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

Pada pasien dengan diabetes, kadar gula darah (glukosa) sering

meningkat setelah stroke. pengendalian kadar glukosa pada pasien ini dapat

meminimalkan ukuran stroke. akhirnya, oksigen dapat diberikan kepada

pasien stroke jika memang diperlukan.

B. Rehabilitasi

Jika seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu

stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan

kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit

rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat

bertempat di fasilitas perawat.

Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:

1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan

2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan

tangan

3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan

4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam

merawat orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan

mereka hadapi.

Berikut ini merupakan pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke:

Hari 1-3 (di sisi

tempat tidur)

Kurangi penekanan pada daerah yang

sering tertekan (sakrum, tumit)

Modifikasi diet, bed side, positioning

Mulai PROM dan AROM

Hari 3-5 o Evaluasi ambulasi

41

o Beri sling bila terjadi

subluksasi bahu

Hari 7-10 Aktifitas berpindah

Latihan ADL:

perawatan pagi hari

Komunikasi, menelan

2-3 minggu o Team/family

planing

o Therapeuthic

home evaluation

3-6 minggu Home

program

Indepen

dent ADL, tranfer, mobility

10-12 minggu o F

ollow up

o R

eview functional abilities

Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah,

seorang perawat sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu

sampai keluarga terbiasa dengan merawat pasien dan prosedur untuk

memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan di rumah.

Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau

lebih orang yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah

sangat berubah. Merawat pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau

sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi jelas bahwa pasien

harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan

42

yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud

baik untuk merawatnya.

Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :

1. Bed exercise

a) Positioning

b) Range of movement

c) Breathing

d) Bridging

2. Latihan duduk

3. Latihan berdiri

4. Latihan mobilisasi

5. Latihan ADL (activity daily living)

1. Bed Exercise

Latihan Positioning (Penempatan) yang meliputi :

Berbaring telentang

Gerakan menekuk dan meluruskan tangan

2. Latihan mobilisasi

3. Latihan pindah

dari kursi roda ke mobil

4. Latihan berpakaian

5. Latihan membaca

6. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

IX. Komplikasi

Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke

menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini

sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi

yang sesuai.1

Komplikasi pada stroke yaitu:

43

a. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):

1) Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat

menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan

tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.2

2) Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul

bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak

pada stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke

menderita gangguan ritme jantung.2,3

3) Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik

dan pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.2

4) Nyeri kepala

5) Gangguan fungsi menelan dan asprasi

b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):

1) Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan salah satu

komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih

pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan

pipa nasogastrik.4

2) Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat

penderita mulai mobilisasi.2

3) Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat

merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke.

Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.

4) Stroke rekuren

5) Abnormalitas jantung

6) Deep vein Thrombosis (DVT)

7) Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin

c. Komplikasi jangka panjang

44

1) Stroke rekuren

2) Abnormalitas jantung

3) Kelainan metabolik dan nutrisi

4) Depresi

5) Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.

III. DIABETES MELLITUS

A. Definisi

Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa)

darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relative.

B. Klinis

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada diabetesi. Kecurigaan adanya DM

perlu dipikirkan bila terdapat keluhan klasik DM seperti :

1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagi, dan

penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

2. Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

C. Klasifikasi

Klasifikasi etiologis diabetes mellitus menurut Assosiasi Diabetes

Amerika / American Diabetes Association (ADA) tahun 2005 adalah sebagai

berikut :

1. Diabetes Melitus Tipe 1

(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)

a. Melalui proses imunologik

b. Idiopatik

2. Diabetes Melitus Tipe 2

(bervariasi mulai dari yang predominan retensi insulin disertai defisiensi

insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama

retensi insulin)

3. Diabetes Melitus Tipe Lain

45

a. Defek genetik fungsi sel beta :

- Kromosom 12, HNF-1 (dahulu MODY 3)

- Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)

- Kromosom 20, HNF-4 (dahulu MODY 1)

- Kromosom 13, insulin promoter factor-1 (IPF-1, dahulu MODY 4)

- Kromosom 17, HNF-1 (dahulu MODY 5)

- Kromosom 2, neuro D1 (dahulu MODY 6)

- DNA Mitochondria

- Lainnya

b. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunism,

sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.

c. Penyakit eksokrin pankreas : pankreatitis, trauma/pankreatektomi,

neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus,

lainnya.

d. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromositoma,

hipertiroidisme stomatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.

e. Karena obat/ zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat,

glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, agonis beta adrenergik, tiazid,

dilantin, interferon alfa, lainnya.

f. Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya

g. Imunologi (jarang) : sindrom “Stiff-man”, antibodi anti reseptor insulin,

lainnya.

h. Sindroma genetik lain : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom

Turner, sindrom Wolfram’s, ataksia Friedreic’s, Chorea Huntington,

sindrom Laurence-Moon-Biedl, distrofi miotonik, porfiria, sindrom

Prader Willi, lainnya

4. Diabetes Kehamilan

D. Diagnosis

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :

46

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥

200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

2. Dengan TTGO.

3. Dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yang lebih mudah dilakukan, dan

diterima oleh pasien.

(Soegondo, 2006)

E. Komplikasi DM

Komplikasi DM dapat dibagi menjadi :

1. Komplikasi akut :

a. Ketoasidosis diabetik (KAD)

b. Hiperosmolar non ketotik (HONK)

c. Hipoglikemia

2. Komplikasi kronis :

a. Makroangiopati yang melibatkan :

Pembuluh darah jantung

Pembuluh darah tepi

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada diabetesi, biasanya terjadi

dengan gejala tipikal intermittent claudiacatio, meskipun sering

tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan

yang pertama kali muncul.

Pembuluh darah otak

b. Mikroangiopati :

Retinopati diabetik

Nefropati diabetik

c. Neuropati

Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa

hilangnya sensasi distal. Adanya neuropati berisiko tinggi untuk

terjadinya ulkus kaki dan amputasi

Gejala lain yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar

sendiri dan lebih terasa nyeri di malam hari.

Semua diabetesi yang disertai neuropati perifer harus diberikan

edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.

47

d. Gabungan

Kardiopati : penyakit jantung koroner, kardiomiopati

e. Rentan infeksi

f. Kaki diabetik

g. Disfungsi ereksi

IV. HIPERTENSI

A. Definisi

Hipertensi yang tidak diketahui didefinisikan sebagai hipertensi

esensial, atau lebih dikenal hipertensi primer, untuk membedakannya dengan

hipertensi sekunder bahwa hipertensi sekunder dengan sebab yang diketahui.

Menurut The Seventh Report Of The Joint Committe on Prevention, Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan

darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok Normotensi, Prahipertensi,

Hipertensi Derajat I, Hipertensi derajat II.

Klas.Tekanan Darah TDS (mmHG) TDD (mmHg)

Normal

Prahipertensi

Hipertensi Stage I

Hipertensi Stage II

<120

120-139

140-159

≥160

<80

80-89

90-99

≥100

B. Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya

populasi lanjut usia, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar

juga, dimana hipertensi sistolik maupun hipertensi sistolik diastolik sering timbul

pada usia >60 tahun. Data dari The National Health and Nutrition Examination

Survey (NHANES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000,insiden hipertensi

pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta orang

hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES III

tahun 1989-1991.Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus

hipertensi.

48

C. Manifestasi Klinis

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya

gejala. Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal,

mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang lebih sering ditemukan adalah sakit

kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur,

mata berkunang –kunang dan pusing

D. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai

terapi bertujuan untuk menentukkan adanya kerusakan organ dan faktor lain atau

mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer

lengkap, kimia darah (kalium , natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol

total, kolesterol HDL, kolesterol LDL) dan EKG. Sebagai tambahan dapat

dilakukan pemeriksaan yang lain seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam,

asam urat, kolesterol HDL,dan EKG.

E. Diagnosis

Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali

pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada

kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala

klinis. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk

bersandar, setelah pasien beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran

pembungkus lengan yang sesuai.

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lamanya

menderita, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan dengan penyakit

jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dll. Apakah terdapat

riwayat penyakit dalam keluarga dan gejala-gejala yang berkaitan dengan

penyebab hipertensi, perubahan aktivitas/ kebiasaan merokok, konsumsi

makanan, riwayat obat-obatan bebas, faktor lingkungan, pekerjaan, psikososial

dsb.

F. Patogenesis

49

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul

terutama karena interaksi antara faktor-faktor risisko tertentu. Faktor- faktor

risiko yang mendorong timbulnya kenaikan darah tersebut adalah :

1. faktor risiko, seperti : diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas,

merokok, genetik

2. sistem syaraf simpatis

a. tonus simpatis

b. variasi diurnal

3. keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi : endotel

pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot

polos dan interstitium juga memberikan kontribusi akhir.

4. pengaruh sistem endokrin setempat yang berperan pada system renin,

angiotensin, dan aldosteron.

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam

pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi Tekanan Darah = Curah

Jantung x Tekanan Perifer.14

G. Kerusakan Organ Target

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum

ditemui pada pasien hipertensi adalah :

1. jantung

a. hipertrofi ventrikel kiri

b. angina atau infark miokardium

c. gagal jantung

2. otak

strok atau transient ischemic attack

3. penyakit ginjal kronis

4. penyakit arteri perifer

5. retinopati

Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-

organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari tekanan darah pada organ,

atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap

50

reseptor AT1 angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi

nitric oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa

diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam

timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat

meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β).14

Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target

meliputi:

1. jantung

a. pemeriksaan fisik

b. foto polos dada(untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri

intratoraks dan sirkulasi pulmoner)

2. pembuluh darah

a. pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure

b. USG karotis

c. Fungsi endotel (masih dalampenelitian)

3. otak

a. pemeriksaan neurologis

b. diagnosis stroke ditegakkan dengan menggunakan cranial computed

tomography (CT) scan atau magnetic resonance imaging (MRI)

(untuk pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan memori

atau gangguan kognitif)

4. mata

funduskopi

5. fungsi ginjal

a. pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria/mikro-

makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin urin

b. perkiraan laju filtrasi glomerolus, yang untuk pasien dalam kondisi

stabil dapat diperkirakan dengan menggunakan modifikasi rumus dari

Cockroft-Gault sesuai dengan anjuran National Kidney Foundation

(NKF).14

H. Pengobatan

51

Tujuan pengobatan pada pasien hipertensi adalah :

a. target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi

(diabetes,gagal ginjal proteinuri)<130/80 mmHg

b. penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler

c. mengahambat laju penyakit ginjal proteinuri

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi

farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien

hipertensi dengan tujuan untuk menurunkan tekanan darah dan mengendalikan

faktor-faktor resiko, serta penyakit penyerta lainnya.Adapun terapi

nonfarmakologis sbb:

a. menghentikkan merokok

b. menurunkan berata badan yang berlebihan

c. menurunkan konsumsi alkohol yang berlebihan

d. latihan fisik

e. menurunkan asupan garam

f. meningkatkan konsumsi buah dan sayur

g. menurunkan asupan lemak

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi

yang dianjurkan oelh JNC 7 adalah :

a. diuretika, terutaman jenis thiazid atau aldosterone antagonist

b. beta bloker (BB)

c. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist

d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor)

e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker

(ARB)

Masing-masing obata antihipertensi memiliki efektivitas dan

keamanan dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat hipertensi juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, faktor sosial ekonomi, profil faktor

resiko kardiovaskuler, ada tidaknya kerusakan target organ, ada tidaknya

penyakit penyerta, variasi individu dari respon pasien terhadap obat anti

hipertensi, kemungkinan interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk

52

penyakit lain, bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi dalam menurunkan

risiko kardiovaskuler.

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara

bertahap dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa

minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja

panjang dan yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari.

Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian

tekanan darah belum mancapai target, maka langkah selanjutnya adalah

meningkatakan dosis obat tersebut atau berpindah ke antihipertensi yang lain

dengan dosis rendah baik tunggal maupun kombinasi. Kombinasi yang terbukti

dapat ditolerir pasien adalah : diuretika dan ACEI atau ARB, CCB dan BB, CCB

dan atau ARB, CCB dan diuretika, ARB dan BB,kadang diperlukan tiga atau

empat kombinasi obat.

I. Pemantauan

Pasien yang telah mulai mendapatkan pengobatan harus datang

kembali untuk evaluasi lanjutan dan pengaturan dosis samapi target tekanan

darah tercapai. Setelah tekanan darah tercapai dan stabil, kunjungan selanjutnya

dengan interval 3-6 bulan, tetapi frekuensi ini juga ditentukkan oleh ada tidaknya

komorbiditas seperti gagal jantung, diabetes, dan kebutuhan akan pemeriksaan

laboratorium.

Strategi untuk meningkatkan kepatuhan pasien adalah; empati dokter

akan meningkatkan kepercayaan, motivasi dan kepatuhan pasien, dokter harus

mempertimbangkan latar belakang budaya, kepercayaan pasien serta sikap pasien

terhadap pengobatan, pasien diberi tahu hasil pengukuran tekanan darah, target

yang masih harus dicapai, rencana pengobatan selanjutnya serta pentingnya

mengikuti rencana tersebut.

Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup.

Penghentian pengobatan cepat atau lambat akan diikuti oleh naiknya tekanan

darah sampai seperti sebelum dimulai pengobatan antihipertensi. Walaupun

demikian, ada kemungkinan untuk menurunkan dosis dan jumlah obat

antihipertensi secara bertahap bagi pasien yang diagnosis hipertensinya sudah

53

pasti serta tetap patuh terhadap pengobatan nonfarmakologis. Tindakan ini harus

disertai dengapengawasan tekanan darah yang ketat.

54

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Komplikasi pada penderita Stroke. http://www.strokebethesda.com.

Yogyakarta. 2003

Anonim. Stroke Hemoraghic, Stroke Iskehmik, Serangan Stroke Sesaat

http://www.medicastore.com

Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2

Penerbit Jakarta: EGC.

Chandra, 1994. Neurologi Klinik. Stroke, Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Syaraf

Fakultas Kedokteran Unair/ RSUD Dr Soetomo. 1994. Hal:29-31.

Chalela Julio A, MD., Smith Teresa L, MD. Cardiac Complication of Stroke.

Mayo clinic proc. 1997

Chalela Julio A, MD., Smith Teresa L, MD. Stroke-related pulmonary

complications and abnormal respiratory patterns. J Neurol sci. 2000

Christopher Luzzio, MD. , Posterior Cerebral Artery Srtoke.

http://www.emedicine.com/Posteriorcerebralstroke

Corwn elizabeth, 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Daniel I Slater, MD., Sarah A Curtin, MD. Middle Cerebral Artery

Stroke.http://www.emedicine.com/Middlecerebralstroke

David A Wolk, Brett Cucchiara, and Scott E Kasner. Anterior serebral Artery

Stroke Syndromes.Neurology MedLink.2001Smith Teresa L, MD. Medical

Complication of Stroke. A multicenter study, stroke 2000.

Doengoes Marlyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :EGC

Huddak dan Gallo. 1996. Perawatan Kritis. Edisi VI, volume II, Jakarta: EGC

John MW., Jose B., Basilar Artery Stroke. Neurology MedLink.2001

Mansjoer, Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Acisculapus

55

Mahar Mardjono, Priguna Sidharta. 2004. Mekanisme Gangguan Vaskular

Susunan Saraf. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta. 2004. Hal:

274.

56