Author
ardana-indrawan
View
154
Download
2
Embed Size (px)
RESPONSI GASTROENTEROHEPATOLOGY
DIARE AKUT INFEKSI DENGAN KOMPLIKASI DEHIDRASI RINGAN-SEDANG
Oleh :
Ingkan Wandanarini
0610710066
Pembimbing:
dr. Supriono, Sp.PD KGEH
Laboratorium/ SMF Gastro-Hepatologi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Rumah Sakit dr. Saiful Anwar
Malang 2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
Definisi diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g
atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar dengan
konsistensi yang encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar dengan konsistensi yang encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (WR Wilson,2003).
Sedangkan diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung
kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare
dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dan dari penyebab diare yang terbanyak adalah
diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit (SL
Friedman,2003).
Diare akut pada orang dewasa merupakan tanda dan gejala penyakit yang umum
dijumpai dan bila terjadi tanpa komplikasi, secara umum dapat di obati sendiri oleh penderita.
Namun, bila terjadi komplikasi akibat dehidrasi atau akibat toksik tetap dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitas, meskipun penyebab dan penanganannya telah diketahui dengan baik
serta prosedur diagnostiknya juga semakin baik. Meskipun diketahui bahwa diare merupakan
suatu respon tubuh terhadap keadaan tidak normal, namun anggapan bahwa diare sebagai
mekanisme pertahanan tubuh untuk mengekskresikan mikroorganisme keluar dari tubuh, tidak
sepenuhnya benar. Terapi terhadap kausal tentunya diperlukan pada diare dan rehidrasi oral
maupun parenteral secara simultan dengan disertai terapi terhadap kausal memberikan hasil
yang baik terutama pada diare akut yang menimbulkan dehidrasi sedang sampai berat.
Acapkali juga diperlukan terapi simtomatik untuk menghentikan diare atau mengurangi volume
feses, karena buang air besar yang berulang kali merupakan suatu keadaan/kondisi yang
menggganggu akitifitas sehari-hari (RL Guerrant,2001).
2
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat
(Manatsathit,2002).
Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat,
tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari
5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke
praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena
foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp,
Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan
Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) (ACC Jones,2004).
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk
setiap tahun. Di Afrika penduduknya terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya, di banding di
negara berkembang lainnya yang hanya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahunnya.
(ACC Jones,2004).
Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang ke rumah
sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar
dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01,
diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi,
Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A (P Tjaniadi, 2003).
Diare akut merupakan masalah umum yang ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika
Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang
praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut
karena infeksi terdapat pada peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang
berobat ke rumah sakit. Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun
sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di Amerika Serikat dengan penduduk sekitar
200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya. WHO
memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta
pertahun (P Tjaniadi, 2003).
3
Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada
orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare
didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan
0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela,
Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya
disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella
flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC) (ACC Jones,2004).
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut
yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan
antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien
beresiko tinggi untuk diare infeksi (ACC Jones,2004).
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun
negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi bakteri
dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan
terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif
dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi bakteri
adalah baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan sanitasi yang
baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri (Hendarwanto,1996)
Berdasarkan pertimbangan – pertimbangan tersebut, maka kelompok kami memilih topik
diare akut karena masih banyaknya kasus diarea akut yang terjadi baik di Indonesia maupun di
dunia, dengan berbagai komplikasinya yang akan lebih memperburuk kondisi penderita.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI USUS HALUS DAN USUS BESAR
Gambar Sistem Pencernaan
2.1.1 USUS HALUS
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak. Lapisan usus halus terdiri dari; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar
( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( sebelah luar ) ( HL
Dupont,1997).
5
Panjang usus halus pada orang hidup + 2 - 8, terbagi menjadi ( HL Dupont,1997) :
1. Duodenum, panjang + 25 cm
2. Jejenum, panjang + 1 - 2 meter
3. Ileum, panjang + 2 – 4 meter
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari
merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di
ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat
sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan
kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti
dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan ( HL Dupont,1997).
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari
usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus
kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas
jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus
penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus
kosong dan usus penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune
yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton,
jejunus, yang berarti “kosong” ( HL Dupont,1997).
6
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan
jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit
basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu ( HL Dupont,1997).
Gambar Anatomi dan Histologi Usus Halus
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Banyaknya bakteri yang
terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan
zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin
K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang
bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare( HL Dupont,1997).
Appendiks terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai
cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi
apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di
pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum( HL Dupont,1997).
7
Dinding usus halus paling luar/lapisan serosa dibentuk oleh peritoneum yang
mempunyai lapisan viseral dan parietal. Peritoneum melipat dan meliputi visera abdomen
dengan hampir sempurna ( HL Dupont,1997).
Mesenterium adalah ipatan peritoneum yang lebar menyerupai kipas menggantung
jejunum dan ileum dari dinding postenor abdomen. Omentum mayus adalah lapisan ganda
peritoneum, menggantung dari kurvatura mayor lambung ke bawah di depan visera abdomen.
Omentum minus terbentang dari kurvatura minor dan bagian atas duodenum, menuju hati
membentuk ligamentum hepatogastrikum dan ligamentum hepatuduodenale ( HL Dupont,1997).
Otot yang meliputi usus halus ada 2 lapis ( HL Dupont,1997):
1. Lapisan luar terdiri atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis.
2. Lapisan dalam terdiri atas serabut-serabut sirkular.
Gambar potongan “cross section” pada usus halus
Lapisan mukosa dan submukosa usus halus membentuk lipatan-lipatan sirkular yang
dinamakan valvula koniventas. Vulva koniventas merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari
dari mukosa dengan jumlah 4-5 juta dengan ukuran panjang 0.5 dampai1.5 mm. Tonjolan
seperti jari dengan panjang 1 m terletak pada permukaan luar setiap vilkus. Valvula koniventes
vili dan mikromili menambah luas permukaan absorpsi ( HL Dupont,1997).
8
Gambar Mukosa dan Submukosa Usus Halus
Gambar Mukosa Usus yang Atrofi karena diare persisten
Epitel vilus terdiri dari 2 jenis sel ( HL Dupont,1997):
1. Sel gobet -> penghasil mucus
2. Sel-sel absorptive -> absorpsi bahan makanan yang telah dicernakan.
9
Disekililing vilus terdapat sumur kecil dinamakan kripta lieberkuin. Duodenum
diperdarahi oleh arteria gastro duodenalis dan arteria dankreatikoduodenalis superior.
Peredaran darah kembali lewat vena mesentrika superior yang membentuk vena porsa
bersama dengan vena lienalis ( HL Dupont,1997).
Fungsi usus halus yang utama ada 2, yaitu ( HL Dupont,1997):
1. Pencernaan.
2. Absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air.
2.1.2 USUS BESAR
Gambar Usus Besar
Tabung muskular berongga dengan panjang + 5 kali, diameter + 2.5 inci. Terbagi jadi :
sekum, kolon, rektum. Kolon terbagi menjadi: kolok asendes, transversum desendes, sigmoid.
Kelokan tajam di kanan : fleksura hepatika. Kelokan tajam di kiri : fleksura lienalis. Lapisan otot
longitudinalnya terkumpul dalam tiga pita dinamakan faeniakoli arteri mesenterika. Kelenjar
10
usus panjang-panjang dan banyak sel gobet, sel-sel absorptif dan sedikit sel enteroendolon.
Epitel pelapisnya silindris yang sel-selnya memiliki mikromili pendek dan tidak teratur. Lapisan
kemina propia kaya akan limfosit dan limfonocluli. Muskularis dari usus besar terdiri dari otot
longitudinal dan sirkular ( HL Dupont,1997).
2.2 INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan laporan STP KLB 2009-2010, secara keseluruhan provinsi yang sering mengalami KLB pada tahun 2009
dan 2010 adalah Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten
11
Peta ini menggambarkan sebaran frekuensi KLB diare yang umumnya lebih banyak di wilayah Sulawesi bagian
tengah kemudian Jawa bagian timur
Diare akut pada orang dewasa merupakan tanda dan gejala penyakit yang umum
dijumpai dan bila terjadi tanpa komplikasi, secara umum dapat diobati sendiri oleh penderita.
Namun, bila terjadi komplikasi akibat dehidrasi atau toksik akan dapat menyebabkan morbiditas
dan mortalitas, meskipun penyebab dan penanganannya telah diketahui dengan baik serta
prosedur diagnostiknya juga semakin baik. Meskipun diketahui bahwa diare merupakan suatu
respon tubuh terhadap keadaan tidak normal, namun anggapan bahwa diare sebagai
mekanisme pertahanan tubuh untuk mengekskresikan mikroorganisme keluar tubuh, tidak
sepenuhnya benar. Terapi kausal tentunya diperlukan pada diare, dan rehidrasi oral maupun
parenteral secara simultan dengan kausal memberikan hasil yang baik terutama pada diare
akut yang menimbulkan dehidrasi sedang sampai berat. Acapkali juga diperlukan terapi
simtomatik untuk menghentikan diare atau mengurangi volume feses, karena berulang kali
buang air besar merupakan suatu keadaan/kondisi yang menggganggu akitifitas sehari-hari (RL
Guerrant,2001).
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat (S
Manatsathit,2002).12
Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat
tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari
5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke
praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena
foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp,
Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan
Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) (ACC Jones,2004).
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk
setiap tahun. Di Afrika penduduknya terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di
negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun (ACC Jones,2004).
Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang ke rumah
sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar
dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01,
diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi,
Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A (P Tjaniadi, 2003).
Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat
keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek
dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena
infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah
sakit. Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di
negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99
juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya. WHO memperkirakan ada sekitar
4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun (P Tjaniadi, 2003).
Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada
orang dewasa per tahun.10 Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare
didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan
0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela,
Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya
disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella
flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC) (ACC Jones,2004).
13
Lebih dari 2 juta kasus diare akut infeksius di Amerika setia tahunnya yang merupakan
penyebab kedua dari morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia Gambaran klinis diare akut
acapkali tidak spesifik. Namun selalu behubungan dengan hal-hal berikut : adanya traveling
(domestik atau internasional), kontak personal, adanya sangkaan food-borne transmisi dengan
masa inkubasi yang pendek. Jika tidak ada demam, menunjukkan adanya proses mekanisme
enterotoksisn. Sebaliknya, bila ada demam dan masa inkubasi yang lebih panjang, ini
karakteristik suatu etiologi infeksi. Beberapa jenis toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme
(seperti E.coli 0157:H7) membutuhkan beberapa hari masa inkubasi (RL Guerrant,2001).
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut
yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan
antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien
beresiko tinggi untuk diare infeksi (ACC Jones,2004).
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun
negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi bakteri
dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan
terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif
dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi bakteri baik,
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan sanitasi yang baik
merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri (Hendarwanto,1996)
2.3 DEFINISI
Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air
besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari (DepKes RI,2005). Diare juga didefinisikan
sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya / lebih dari tiga kali sehari,
disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah (WHO 1999).
Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare
persisten. Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau
bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif terhadap
kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila diare
14
berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan
(Soegijanto, 2002).
Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses yang tidak
berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekwensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Bila
diare berlangsung kurang dari 2 minggu, di sebut sebagai Diare Akut. Apabila diare
berlangsung 2 minggu atau lebih, maka digolongkan pada diare kronik. Pada feses dapat
dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala ikutan dapat berupa mual, muntah, nyeri
abdominal, mulas, tenesmus, demam dan tanda-tanda dehidrasi (SE Goldfiner,2009).
2.4 KLASIFIKASI
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1. Lama waktu diare : akut atau kronik, 2.
Mekanisme patofisiologis: osmotik atau sekretorik, 3. Berat ringan diare: ringan atau berat, 4.
Penyebab infeksi atau tidak: infeksi atau non-infeksi, 5. Penyebab organik atau tidak: organik
atau fungsional. Secara etiologi, diare akut dapat disebabkan oleh infeksi dan non infeksi yang
terdiri dari: intoksikasi (poisoning), alergi, reaksi obat-obatan, dan juga faktor psikis. Berikut ini
akan diuraikan klasifikasi dan patofisologi diare akut yang disebabkan oleh proses infeksi pada
usus atau Enteric Infection.Pendekatan klinis yang sederhana dan mudah adalah pembagian
diare akut berdasarkan proses patofisiologi enteric infection, yaitu membagi diare akut atas
mekanisme Inflamatory, Non inflammatory, dan Penetrating (LR Schiller, 2000).
Inflamatory diarrhea akibat proses invasion dan cytotoxin di kolon dengan manifestasi
sindroma Disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah (disebut juga Bloody diarrhea).
Biasanya gejala klinis yang menyertai adalah keluhan abdominal seperti mulas sampai nyeri
seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada
pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, secara
mikroskopis didapati leukosit polimorfonuklear. Mikroorganisme penyebab seperti, E.histolytica,
Shigella, Entero Invasive E.coli (EIEC),V.parahaemolitycus, C.difficile, dan C.jejuni (LR Schiller,
2000).
Non Inflamatory diarrhea dengan kelainan yang ditemukan di usus halus bagian
proksimal, Proses diare adalah akibat adanya enterotoksin yang mengakibatkan diare cair
dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah, yang disebut dengan Watery diarrhea.
Keluhan abdominal biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda
15
dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak segera mendapat cairan pengganti.
Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mikroorganisme penyebab
seperti, V.cholerae, Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Salmonella( Suthisarnsuntorn , 2002).
Penetrating diarrhea lokasi pada bagian distal usus halus. Penyakit ini disebut juga
Enteric fever, Chronic Septicemia, dengan gejala klinis demam disertai diare. Pada
pemeriksaan tinja secara rutin didapati leukosit mononuclear. Mikrooragnisme penyebab
biasanya S.thypi, S.parathypi A,B, S.enteritidis, S.cholerasuis, Y.enterocolitidea, dan C.fetus
(Montgomery, 2002).
Tabel 1 : Karakteristik Pada 3 Tipe Diare Akut Infeksi
Karakteristik Non Inflamatory Inflamatory Penetrating
Gambaran Tinja : Watery
Volume >>
Leukosit (-)
Bloody, mukus
Volume sedang
Leukosit PMN
Mukus
Volume sedikit
Leukosit MN
Demam (-) (+) (+)
Nyeri Perut (-) (+) (+)/(-)
Dehidrasi (+++) (+) (+)/(-)
Tenesmus (-) (+) (-)
Komplikasi Hipovolemik Toksik Sepsis
Mikroorganisme
penyebab
V.cholerae,
Enterotoxigenic E.coli
(ETEC), Salmonella
E.histolytica, Shigella,
Entero Invasive E.coli
(EIEC),V.parahaemolit
ycus, C.difficile, dan
C.jejuni
S.thypi, S.parathypi
A,B, S.enteritidis,
S.cholerasuis,
Y.enterocolitidea, dan
C.fetus
16
2.5 ETIOLOGI
2.5.1 INFEKSI
Virus (Tantivanich, 2002):
Merupakan penyebab diare akut terbanyak (70 – 80%). Beberapa jenis virus penyebab diare
akut :
Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9 : pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan
dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water
borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
Adenovirus (type 40, 41)
Small bowel structured virus
Cytomegalovirus
Bakteri (Pitisuttithum P, 2002):
Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor
kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus dan
enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan
dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan
brush border atau menginvasi mukosa.
Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas. Didapatinya
proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro
vili yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.
Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus
dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya
diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.
Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan Shigella.
Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.
Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan 2
yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di
kolon. Sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.
17
Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon,
menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk
kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall
antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan toksin
(Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin
menimbulkan watery diarrhea.
Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak langsung
dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan
melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang
infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to person. C.jejuni mungkin
menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin
yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi
yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis.
Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi oleh
bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to person jarang terjadi.
V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile
toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang
mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin (ACE) dan
zonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam
lumen usus.
Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin
yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan
ulkus, akan terjadi bloody diarrhea.
Protozoa (Gorrol AH, 2000):
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih belum
jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu.
Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status
nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi,
giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa
malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 – 8
hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik
18
dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan
gembung.
Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun penyebarannya
di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya umur,dan pada laki-laki
dewasa. Kira-kira 90% infeksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non
patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan
persisten sampai disentri yang fulminant.
Cryptosporidium. Di negara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15% dari kasus
diare. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya
self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada
penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan diare yang
lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.
Microsporidium spp
Isospora belli
Cyclospora cayatanensis
Helminths (Waikagul J, 2002):
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva,
menimbulkan diare.
Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ
termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus..
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu,
menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri
abdomen.
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi berat
dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.
19
Tabel 2 menunjukkan tipe diare yang ditimbulkan oleh berbagai mikroorganisme penyebab
infeksi
Tabel 2 : Tipe Diare Yang Ditimbulkan Oleh Enteropatogen (Dupont HL, 1997):
Enteropatogen Acute
Watery
Dysentry Persistent
Bakteri :
V.cholerae
ETEC, EPEC
EIEC
EHEC
Shigella,Salmonella
C.jejuni,Y.enteroclitica
C.defficile
M.tuberculosa
Aeromonas
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
Virus :
Rotavirus
Adenovirus (type 40,41)
Smaal Bowel Structured virus
Cytomegalovirus
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Protozoa : (+) (-) (+)
20
G.lamblia
E.histolytica
C.parvum
Microsporidium spp
Isospora belli
Cyclospora cayatenensis
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Cacing :
Strongyloides stercoralis
Schistosoma spp
Capilaria philippinensis
Trichuris trichuria
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
2.5.2 NON-INFEKSI (Dupont HL,1997)
1) Parenteral: Otitis Media Akut (OMA), pneumonia, Traveler’s diarrhea: E.coli, Giardia lamblia,
Shigella, Entamoeba histolytica dll.
2) Intoksikasi makanan: makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan
mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B.cereus, S.aureus, Streptococcus
anhaemoliticus lyticus dll.
3) Alergi: susu sapi, makanan tertentu.
4) Malabsorbsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa, laktosa, galaktosa), disakarida
(sakarosa, laktosa), lemak: rantai panjang trigliserida protein: asma amino tertentu, celiacsprue
gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin dan mineral.
5) Imunodefisiensi: hipogmaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit
grnaulomatose kronik, defisiensi IgA, imunodefisiensi IgA heavycombinationa.
6) Terapi obat, antibiotik, kemoterapi, antacid dll.
21
7) Tindakan tertentu seperti gastektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi.
8) Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomic (neuropati diabetic)
Secara etiologi, diare akut dapat disebabkan oleh infeksi, intoksikasi (poisoning), alergi, reaksi
obat-obatan, dan juga faktor psikis
2.6 PATOFISIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme sebagai
berikut: 1). Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotic; 2). Sekresi cairan
dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; 3). Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi
lemak; 4). Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit; 5). Motilitas dan
waktu transit usus abnormal; 6). Gangguan permeabilitas usus; 7). Inflamasi dinding usus,
disebut diare imflamatorik; 8). Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi (World
Gastroenterology Organization, 2005).
Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotic intralumen dari
usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (a.l. MgSO4, Mg(OH)2,
malabsorbsi umum dan efek dalam absorbsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase,
malabsorbsi glukosa/galaktosa (World Gastroenterology Organization, 2005)..
Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit
dari usus, menurunnya basorbsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare
dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun
dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek
enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan
hormone (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorbs garam empedu), dan efek obat laksatif
(dioctyl sodium sulfosuksinat dll) (World Gastroenterology Organization, 2005)..
Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada gangguan
pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati(Zein
U,2003)..
Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini
disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+K+ATP ase di enterosit dan
absorpsi Na+ dan air yang abnormal (Zein U,2003).
22
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan
iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorbsi yang abnormal di usus halus.
Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid.
Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal
disebabkan adanya kelainan morfologi membrane epitel spesifik pada usus halus (Procop
GW,2003).
Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan
usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mucus yang berlebihan dan eksudasi
air dan elektrolit kedalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus
dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (colitis ulseratif dan penyakit crohn)
(Procop GW,2003)
Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut
kelaianan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak mukosa) dan invasive
(merusak mukosa). Bakteri noninvasive menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh
bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik a.l. kolera. Enterotoksin
yang dihasilkan kuman Vibrio cholare/eltor merupakan protein yang dapat menempel pada
epitel usus, lalu membentuk adenosisn monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan
menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan
kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu
karena itu keluarnya ino klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat
23
dikompensasi eleh mneingginya absorsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion
bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang
diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus (Thielman NM,2004).
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non
inflamasi dan diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon
dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis
yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah,
demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara
makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit
polimorfonuklear (Ciesla,2003).
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare
cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal
atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada
kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak
ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi
menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi
bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik
air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat
defisiensi laktase atau akibat garam magnesium (Ilnyckyj A,2001).
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang
ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri
misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif
non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP)
juga dapat menyebabkan diare sekretorik (Ilnyckyj A,2001). .
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus
maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non
infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi
(Ilnyckyj A,2001). .
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus
menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau
diabetes melitus. Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri
24
paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan
absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang
menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau
adanya leukosit dalam feses (Goldfinger SE, 1987).
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan
produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih
mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Goldfinger SE, 1987).
Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria
atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih
dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan
pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC) (Procop GW,2003).
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC),
yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi
kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler
yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman
enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC(Procop GW,2003).
Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam
sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan
multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi
inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat
vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan
sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa
lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella (Procop GW,2003).
Sitotoksin
25
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie
yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E.
Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik
hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus (Procop GW,2003).
Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara
biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu
subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan
konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus
serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus. ETEC menghasilkan
heat labile toxin (LT) yang mekanisme kearjanya sama dengan CT serta heat Stabile toxin
(ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi
protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida (Procop
GW,2003).
Peranan Enteric Nervous System (ENS)
Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan reseptor
neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus mienterikus, neuron
nitrergik serta neuron sekretori VIPergik. Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak
sebagian melibatkan refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik
aferen kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1 VI Pergik. CT
juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan
prostaglandin. Hal ini membuka kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada
ENS selain yang bersifat antisekretorik pada enterosit (Simadibrata, 2007).
Yang berperan pada pathogenesis diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor kausal
(agent) dan factor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diri terhadap organism
eyang dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari factor-fkator daya tangkis atau lingkungan
internal saluran cerna misalnya keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga
lingkungan mikroflora usus. Faktro kausal yaitu daya penetrasi yang dapat masuk sel mukosa,
26
kemampuan memproduksi toksin yang memperngaruhi sekresi cairan usus halus serta daya
lekat kuman. Pathogenesis diare karena infeksi bakteri/parasit terdiri atas (Simadibrata, 2007):
a. Diare karena bakteri Non-Invasif (Enterotoksigenik).
Bakteri yang tidak merusak mukosa missal V.cholerae Eltor, Enterotoksigenic E.coli
(ETEC) dan C.perfringens. V.Cholerae Eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa
usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan
berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus yang diikuti oleh air, ion
bikarbonat, kation natrium dan kalium (Simadibrata, 2007).
b. Diare karena Bakteri/parasit invasif (Enterovasif).
Bakteri yang merusak (invasive) antara lain: Enteroinvasif E.coli (EIEC), Salmonella,
Shigelle, Yersinia, C.Perfringens tipe C. Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa
nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir
dan darah. Walau demikian, infeksi kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare
koleriformis. Kuman Salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu: S.paratyphi B,
Styphimurium, S.entereiditis, S.choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E.histolitica
dan G.lamblia (Simadibrata, 2007).
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasrkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
2.7.1. ANAMNESIS
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab
penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit
usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorbsi,
dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon sering berhubungan dengan tinja
berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien
dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu: nausea, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau berdarah tergantung bakteri pathogen
yang spesifik. Secara umum, pathogen usus halus tidak invasive, dan patpgen ileokolon lebih
mengarah ke invasive. Pasien yang memakai toksin atau pasien yang mengalami infeksi
27
toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala promi
vnen bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang mulai
beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena
toksin yang diahsilkan. Parasit yang tidak menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lamblia dan
Cryptosporidium, biasanya menyebabkan rasa tidak nyaman di abdomen yang ringan.
Giardiasis mungkin berhubungan dengan steatorea ringan, perut bergas dan kembung
(Montgomery L,2002).
Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella, dan organism yang
menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium difficile dan enterohemorragic E.coli (serotype
O157:H7) menyebabkan inflamasi usus yang berat. Organism Yersinia seringkali menginfeksi
ileum terminal dan caecum dan memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan bawah, menyerupai
apendisitis akut. Infeksi Compylobacter jejuni sering bermanifestasi sebagai diare, demam dan
kadangkali kelumpuhan anggota badan dan (GBS). Kelumpuhan lumpuh pada infeksi usus ini
sering disalahtafsirkan sebagai malpraktek dokter karena ketidaktahuan masyarakat
(Montgomery L,2002).
Diare air merupakan gejala tipikal dari organism yang menginvasi epitel usus dengan
inflamasi minimal, seperti virus enteric, atau organism yang menempel tetapi tidak
menghancurkan epitel, seperti enteropathogenic E.coli, protozoa, dan helminthes. Beberapa
organism sperti Campylobacter, Aeromonas, Shigella, dan Vibrio spesies (missal, V
parahaemolyticus) menghasilkan enterotoksin dan juga menginvasi mukosa usus; pasien
karena itu menunjukkan gejala diare air diikuti diare berdarah dalam beberapa jam atau hari
(Kolopaking,2002).
Sindrom Hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik (TTP) dapat timbul
pada infeksi dengan bakteri E.coli enterohemorrhagik dan Shigella, terutama anak kecil dan
orang tua. Infeksi Yersinia dan bakteri enteric lain dapat disertai sindrom Reiter (arthritis,
uretritis, dan konjungtivitis), tiroiditis, perikarditis, atau glomerulonefritis. Demam enteric,
disebabkan Salmonella parathypi, merupakan penyakit sistemik yang berat yang bermanifestasi
sebagai demam tinggi yang lama, prostrasi, bingung, dan gejala respiratorik, diikuti nyeri tekan
abdomen, diare dan kemerahan (rash) (Wingate,2001).
Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan auspan oral terbatas karena nausea dan
muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus
28
yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu
berkeringat, dan perubahan ortostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal
akut dan perubahan status jiwa seperti kebingungan dan pusing kepala (Wingate,2001).
Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi 3 tingkatan (Wiingate,2001):
1) Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): gambaran klinisnya turgor kurang, suara
serak, pasien belum jatuh dalam presyok.
2) Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor buruk, suara serak, pasien jatuh
dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam
3) Dehidrasi berat (hilang ciaran 8-10% BB): tanda dehidrasi sedang ditambah
kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis)
2.7.2 PEMERIKSAAN FISIK
Kelainan – kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan penyebab diare. Status volume dinilai dengan memperhatikan perubahan
ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperature tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan
abdomen yang seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan
adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan “clue” bagi penentuan
etiologi (Friedman SL,2003)
2.7.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIARE AKUT (Friedman SL, 2003)
1) Pemeriksaan darah tepi lengkap: hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis
leukosit, kadar elektrolit serum,
2) Ureum dan Creatinin: memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan mineral
tubuh.
29
3) Pemeriksaan tinja: melihat adanya leukosit pada tinja yang menunjukkan adanya
infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa.
4) Pemeriksaan ELISA (enzim-linked immunosorbent assay): mendeteksi giardiasis dan
tes serologic amebiasis
5) Foto x-ray abdomen
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit
normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama pada infeksi bakteri yang
invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia
dapat timbul pada salmonellosis. Untuk mengetahui mikroorganisme penyebab diare akut
dilakukan pemeriksaan feses rutin dan pada keadaan dimana feses rutin tidak menunjukkan
adanya miroorganisme atau ova, maka diperlukan pemeriksaan kultur feses dengan medium
tertentu sesuai dengan mikroorganisme yang dicurigai secara klinis dan pemeriksaan
laboratorium rutin.
Indikasi pemeriksaan kultur feses antara lain, diare berat, suhu tubuh > 38,50C, adanya
darah dan/atau lender pada feses, ditemukan leukosit pada feses, laktoferin, dan diare
persisten yang belum mendapat antibiotic.
2.7.4 PENENTUAN DERAJAT DEHIDRASI
Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan (Nelwan RHH, 2001):
1.Keadaan kilnis: ringan, sedang, dan berat (Derajat dehidrasi WHO 2008)
Yang dinilai SKOR
1 2 3
Keadaan umum Baik Lesu, haus Gelisah, hingga syok
Mata Biasa Cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Pernapasan <30x/menit 30-40x/menit >40x/menit
Turgor Biasa Kurang Jelek
30
Nadi <120x/menit 120-14-x/menit >140x/menit
Jika skor < 6 : tanpa dehidrasi
skor 7-12 : dehidrasi ringan-sedang
skor >/= 13: dehidrasi berat
2. Berat Jenis Plasma: pada dehidrasi BJ plasma meningkat
a. Dehidrasi berat: BJ plasma 1,032 – 1,040
b. Dehidrasi sedang : BJ plasma 1,028 – 1,032
c. Dehidrasi ringan : BJ plasma 1,025 – 1,028
3. Pengukuran Central Venous Pressure (CVP)
Bila CVP +4 s/d +11 cm H2 : normal
Bila CVP < +4 cm H2 : Syok atau dehidrasi
Tabel 3. Skor penilaian klinis dehidrasi
Klinis Skor
Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik <60 2
Frekuensi nadi >120 x/mnt 1
Kesadaran apati 1
Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
31
Frekuensi napas >30 x/mnt 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer womens hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50 – 60 tahun 1
Umur >60 tahun 2
2.8 PENATALAKSANAAN
Diare akut pada orang dewasa selalu terjadinya singkat bila tanpa komplikasi, dan
kadang-kadang sembuh sendiri meskipun tanpa pengobatan. Tidak jarang penderita mencari
pengobatan sendiri atau mengobati sendiri dengan obat-obatan anti diare yang dijual bebas.
Biasanya penderita baru mencari pertolongan medis bila diare akut sudah lebih dari 24 jam
belum ada perbaikan dalam frekwensi buang air besar ataupun jumlah feses yang dikeluarkan
(Soewondo, 2002).
Penatalaksanaan pada diare akut antara lain:
2.8.1. REHIDRASI
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan
keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus
dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat
yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi oral
harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan
32
20 g glukosa per liter air.Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang
mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada,
cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½
sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir
jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak
mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra vena diperlukan, cairan
normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi
kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan
memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan.
Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin. Jumlah cairan yang
hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Prinsip menentukan
jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh.
Macam – macam metode pemberian cairan (Daldiyono, 2007).:
1) BJ plasma dengan rumus:
BJ plasma – 1,025
Kebutuhan cairan = ----------------------------- x Berat Badan x 4 ml
0,001
2) Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
3) Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor
Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter
Goldbeger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan cairan:
Cara I :
33
- Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka kehilangan
cairan kira-kira 2% dari berat badan pada waktu itu.
- Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari berat badan saat itu.
- Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas, perubahan mental
seperti bingung atau delirium, maka defisit cairan sekitar 7 -14% atau sekitar 3,5 – 7 liter pada
orang dewasa dengan berat badan 50 Kg.
Cara II :
Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg pada fase akut
sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.
Cara III :
Dengan menggunakan rumus :
Na2 X BW2 = Na1 X BW1, dimana :
Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW1 = Volume air badan normal, biasanya 60% dari berat
badan untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na2 = Kadar natrium plasma sekarang ; BW2 = volume
air badan sekarang (Daldiyono, 2007).
Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat
dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan
yang banyak dan dehidrasi, penatalkasanaan yang agresif seperti cairan intravena atau
rehidrasi oral dengan cairan isotonic mengandung elektrolit dan gula atau starch harus
diberikan. Terapi rehidrasi orla murah, efektif dan lebih praktis dairpada cairan intravena. Cairan
oral antara lain: ringer laktat dll. Cairan diberikan 50-200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan
dan status dehidrasi (Daldiyono, 2007).
Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat dehidrasi. Dehidrasi
terdiri dari dehidrasi ringan, sedang dan berat. Ringan bila pasien mengalami kekurangan
cairan 2-5% dair BB. Sedang bila pasien kehilangan cairan 5-8% dari berat badan. Berat bila
pasien kehilangan cairan 8-10% dari berat badan. Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral,
34
enteral melalui selang, nasogastrik atau intravena. Bila dehidrasi sedang/berat sebaiknya
pasien diberikan cairan melalui infuse pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang
pada pasien masih dapat diberikan cairan per oral atau selang nasogastrik, kecuali bila ada
kontra indikasi atau oral/saluran cerna atas tak dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan
larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3.5 g NaCl, 2.5 g Natrium
bikarbonat dan 1.5 g KCl setiap liter. Contoh oralit generic, renalyte, pharolit dll (Otsuka, 2007)
2.8.2 DIET
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien
dianjurkan minum minuman sari buah, the, minuman tidak bergas, makanan mudah dicerna
seperti pisang, nasi, keripik, dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi
lactase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alcohol
harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus (Soewondo, 2002).
2.8.3. OBAT ANTI DIARE (TERAPI SUPORTIF / SIMTOMATIS)
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala. a) yang paling efektif yaitu derifat opiad
missal loperamid, difenoksilat-atropin dan tinktur opium. Loperamid paling disukai karena tidak
adiktif dan memiliki efek samping paling kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang
dapat digunakan tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan ensefalopati
bismuth. Obat antimotilitas penggunaannya harus hati-hati pada pasien disentri yang panas
(termasuk infeksi shigella) bila tanpa disertai anti mikroba, karena dapat memperlama
penyembuhan penyakit. b) obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4 x 2 tab/hari, smectite 3 x 1
saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti. c) obat anti sekretorik atau anti
enkephalinase: Hidrasec 3 x 1 tab/hari (Wells BG, 2003).
Beberapa istilah dalam farmakologi megenai obat anti diare adalah (Wells BG, 2003):
1. Obstipansia untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa
cara,yakni:a. Zat-zat penekan peristaltik (antimotilitas) sehingga memberikan lebih
banyak waktuuntuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus: candu dan alkaloidnya,
derivat-derivat petidin (difenoksilat dan loperamida), dan antikolinergik (atropin, ekstra
belladonna).Adapun mekanisme kerja obat-obatan ini adalah menstimulasi aktivasi
reseptor μ pada neuron menterikus dan menyebabkan hiperpolarisasi dengan 35
meningkatkan konduktansikaliumnya. Hal tersebut menghambat pelepasan asetilkolin
dari pleksus mienterikus danmenurunkan motilitas usus. Loperamid merupakan opioid
yang paling tepat untuk efek lokalusus karena tidak menembus sawar otak. Oleh karena
itu loperamid hanya menimbulkansedikit efek sentral dan tidak menimbulkan efek
ketergantungan.
2. Asstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam semak (tanin)
dantannalbumin, garam-garam bismut, dan aluminium.
3. Adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat
menyerap(adsorpsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau yang
adakalanya berasaldari makanan (udang, ikan).
4. Spasmolitika,yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang seringkali
mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan oksifenonium.
2.8.3.1 KELOMPOK ANTISEKRESI SELEKTIF
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril
yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat
bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit
sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini
tersedia di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang
dapat pula digunakan lebih aman (Wells BG, 2003)..
2.8.3.2 KELOMPOK OPIAT
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat
dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/
3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi
feses dan mengurangi frekwensi diare. Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup
aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala
demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan (Wells BG, 2003).
2.8.3.3 KELOMPOK ABSORBENT 36
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas
dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui
efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat
merangsang sekresi elektrolit (Wells BG, 2003).
2.8.3.4 ZAT HIDROFILIK
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya
(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam
lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat
mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari
dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet (Wells BG, 2003).
2.8.3.5 PROBIOTIK
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan
memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat
penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah
yang adekuat (Isaulauri E, 2003).
Obat-obat Probiotik yang merupakan suplemen bakteri atau yeast banyak digunakan
untuk mengatasi diare dengan menjaga atau menormalkan flora usus. Namun berbagai hasil uji
klinis belum dapat merekomendasikan obat ini untuk diare akut secara umum. Probiotik meliputi
Laktobasilus, Bifidobakterium, Streptokokus spp, yeast (Saccaromyces boulardi),dan lainnya
(Isaulauri E, 2003).
2.8.4. OBAT ANTIMIKROBA (TERAPI KAUSATIF)
Dalam praktek sehari-hari acapkali dokter langsung memberikan antibiotik/antimikroba
secara empiris. Terapi kausatif sebaiknya disesuaikan dengan hasil uji kultur dan sensitivitas,
untuk menjamin ketepatan terapi dan memperkecil risiko terjadinya resistensi terhadap
37
antibiotika. Pedoman sederhana pemberian antibiotik pada diare akut dewasa seperti terlihat
pada table berikut (Dupont Hl, 1997).
Tabel 4.Pedoman Pemberian Antibiotik Secara Empiris Pada Diare Akut
Indikasi Pemberian Antibiotik Pilihan Antibiotik
Demam (suhu oral >38,50C),
bloody stools, leukosit, laktoferin,
hemoccult, sindroma disentri
Kuinolon 3 – 5 hari
Kotrimoksazole 3 – 5 hari
Traveler’s diarrhea Kuinolon 1 – 5 hari
Diare persisten (kemungkinan
Giardiasis)
Metronidazole 3x500 mg selama 7
hari
Shigellosis Kotrimoksazole selama 3 hari
Kuinolon selama 3 hari
Intestinal Salmonellosis Kloramfenikol/Kotrimoksazole/
Kuinolon selama 7 hari
Campylobacteriosis Eritromisin selama 5 hari
EPEC Terapi sebagai Febrile Dysentry
ETEC Terapi sebagai Traveler’s diarrhea
EIEC Terapi sebagai Shigellosis
EHEC Peranan antibiotik belum jelas
Vibrio non kolera Terapi sebagai febrile dysentery
Aeromonas diarrhea Terapi sebagai febrile dysentery
Yersiniosis Umumnya dapat di terapi sebagai
febrile dysentri.Pada kasus berat :
38
Ceftriaxon IV 1 g/6 jam selama 5 hari
Giardiasis Metronidazole 4 x 250 mg selama 7
hari.
Atau Tinidazole 2 g single dose atau
Quinacine 3 x 100 mg selama 7 hari
Ingtestinal Amebiasis Metronidazole 3 x 750 mg 5 – 10
hari + pengobatan kista untuk mencegah
relaps:
Diiodohydroxyquin 3 x 650 mg 10
hari atau Paramomycin 3 x 500 mg 10 hari
atau Diloxanide furoate 3 x 500 mg 10 hari
Cryptosporidiosis Untuk kasus berat atau
immunocompromised :
Paromomycin 3 x 500 selama 7 hari
Isosporiosis Kotrimoksazole 2 x 160/800 7 hari
Selama periode diare, dibutuhkan intake kalori yang cukup bagi penderita yang berguna
untuk energi dan membantu pemulihan enterosit yang rusak. Obat-obatan yang bersifat
antimotiliti tidak dianjurkan pada diare dengan sindroma disentri yang disertai demam.
Beberapa golongan obat yang bersifat simtomatik pada diare akut dapat diberikan dengan
pertimbangan klinis yang matang terhadap cost-effective. Kontroversial seputar obat simtomatik
tetap ada, meskipun uji klinis telah banyak dilakukan dengan hasil yang beragam pula,
tergantung jenis diarenya dan terapi kombinasi yang diberikan. Pada prinsipnya, obat
simtomatik bekerja dengan mengurangi volume feses dan frekwensi diare ataupun menyerap
air. Beberapa obat seperti Loperamid, Difenoksilat, Kaolin, Pektin, Tannin albuminat, Aluminium
silikat, Attapulgite, dan Diosmectite banyak beredar bahkan dijual bebas (Dupont HL, 1997).
2.9 KOMPLIKASI
39
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada
usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak
sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial
mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik (Rani HAA, 2002).
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut
pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila
penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal
(Rani HAA, 2002).
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh
EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-
14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan
obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi (Rani HAA,
2002).
Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan
komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien
dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu
sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis
untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain
– Barre tetap belum diketahui (Rani HAA, 2002).
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp (Rani HAA, 2002).
2.10 PROGNOSIS
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas
ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan
dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 %
yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik (Wingate, 2001).
2.11 PENCEGAHAN40
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah
dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar
dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari
daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia (Wingate, 2001).
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang
digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang dahulu
beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus
diperingatkan untuk tidak menelan air (Wingate, 2001).
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air
rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak
diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging
dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh
dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak
dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak
(Wingate, 2001).
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan
ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera,
dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan
untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang.
Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping.
Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan
memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan
1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin
lainnya (Wingate, 2001).
Diare mudah dicegah antara lain dengan cara (Wingate, 2001):
1. Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting: 1) sebelum makan, 2)
setelah buang air besar, 3) sebelum memegang bayi, 4) setelah menceboki anak dan 5)
sebelum menyiapkan makanan;
41
2. Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain dengan cara merebus,
pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi;
3. Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu,
lipas, dan lain-lain);
4. Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan jamban dengan
tangki septik.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien:
Nama : Nn. N
Umur : 36 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Belimbing Malang
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Rumah tangga
Status : Belum menikah
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
42
No register : 1217xxx
MRS : 8 Juni 2012 di Ruang xx RSSA
KRS : 13 Juni 2012
3.2 Anamnesis
Keluhan utama: Diare
Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang dengan keluhan diare sejak satu hari
sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi BAB lebih dari lima puluh kali per hari, dengan
konsistensi cair, isi air lebih banyak daripada ampas, dengan volume per BAB sekitar setengah
sampai satu gelas air mineral. BAB warna coklat kekuningan, tidak ada darah, dan sedikit
berlendir warna bening. Saat ini pasien merasa lemah badan dan nafsu makannya menurun.
Pasien mengeluh bersamaan dengan munculnya keluhan diare, badan pasien dirasakan
demam. Pasien juga mengeluh nyeri perut di seluruh area perut terutama di bagian tengah,
sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan seperti mulas, seperti
dipelintir, terus menerus, memberat terutama saat ingin BAB dan sedikit berkurang saat selesai
BAB. Pasien biasanya mengalami diare setelah makan makanan ketan dan jenang.
Sebelumnya pasien tidak jajan di luar, tidak makan makanan yang pedas, asam, ketan –
ketanan, dan jenang. Pasien juga mengeluh dua hari ini selalu merasa haus.
Pasien juga mengeluh gastririsnya kambuh, nyeri perut daerah ulu hati, pasien merasa
mual tanpa muntah yang terus menerus, dan keluhan tersebut tidak berkurang setelah
mengkonsumsi makanan
Sebelumnya, tujuh hari sebelum masuk rumah sakit, pasien datang ke IGD RSSA
dengan keluhan nyeri perut dibagian ulu hati, menjalar hingga ke punggung, nyeri seperti
ditusuk – tusuk. Di IGD RSSA pasien mendapatkan obat minum dua macam (pasien tidak ingat
nama obatnya),terdiri dari satu obat sirup diminum tiga kali sehari sebelum makan, dan satu
obat kapsul diminum dua kali sehari sesudah makan. Pasien dipulangkan dari IRD RSSA dan
kontrol per poli.
Dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien kontrol ke poli dalam wanita RSSA, Saat
itu keluhan pasien bertambah, yaitu tinja pasien yang sejak hari itu menjadi lebih lembek dari
biasanya. Kemudian pasien mendapatkan obat sanmaag, omeprazole, dan biodiar. Setelah
meminum obat – obatan tersebut pasien merasa keluhannya tidak berkurang, pasien merasa
perutnya semakin nyeri dan muncul diare satu hari setelahnya.
43
Pasien memiliki riwayat gastritis kurang lebih dua tahun ini. Jika sedang kambuh, pasien
mengeluh perutnya di bagian ulu hati nyeri sekali, terkadang pasien sampai muntah – muntah
dan demam tinggi. Pasien biasa berobat ke dokter umum dekat rumahnya untuk keluhannya ini
dan mendapatkan obat sirup propepsa dan pil (pasien lupa nama pilnya).
Riwayat alergi tidak diketahui, namun pasien mengeluh selalu diare setelah makan
makanan ketan dan jenang.
Riwayat hipertensi sejak dua tahun yang lalu, (T=160/… mmHg), terkontrol dengan rutin
meminum obat norvask.Pasien tidak memiliki riwayat diabetes.
Tinjauan Umum Per Sistem
Umum Lelah - Abdomen Nafsu makan Menurun
Penurunan BB - Anoreksia -
Demam + Mual +
Menggigil - Muntah -
Berkeringat - Perdarahan -
Kulit Rash - Melena -
Gatal - Nyeri +
Luka - Diare +
Tumor - Konstipasi -
Kepala/ Leher
Sakit - BAB cair
Nyeri - Hemoroid -
Kaku Leher - Hernia -
Trauma - Ginekologi Perdarahan -
Telinga Pendengaran Dbn
Spotting -
Infeksi - Sekret -
Nyeri - Gatal -
Benjolan - Penyakit Kelamin
-
Mulut & Tenggorokan
Nyeri - Kontrasepsi -
Kering - Menarche -
44
Suara serak - Siklus Haid -
Sulit menelan - Menopause -
Sakit saat menelan
- Kehamilan -
Gusi - Prematur -
Infeksi - Abortus -
Pernafasan Batuk - Pap Smear -
Riak - Ginjal dan saluran kencing
Disuria -
Nyeri - Hematuria -
Mengi - Inkontinensia -
Sesak nafas - Nokturia -
Hemoptisis - Frekuensi Normal
Pneumonia - Hematologi Anemia -
Nyeri Pleuritik - Perdarahan -
Tuberkulosis - Endokrin Diabetes -
Payudara Sekret - Penurunan BB
-
Nyeri - Goiter -
Benjolan - Toleransi terhadap suhu
-
Perdarahan - Asupan cairan
Cukup
Infeksi - Muskuloskeletal
Trauma -
Jantung Angina - Nyeri -
Sesak nafas - Kaku -
Orthopnea - Bengkak -
PND - Merah -
Edema - Nyeri punggung
-
Murmur - Kram -
Palpitasi - Sistem Syaraf Sinkop -
Infark - Kejang -
Hipertensi - Tremor -
Vaskuler Klaudikasio - Nyeri -45
Flebitis - Sensorik Normal
Ulkus - Tenaga Lemas
Arteritis - Daya ingat Normal
Vena Varikose - Emosi Kecemasan -
Tidur Normal
Depresi -
3.3 Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: GCS 456, tampak lemas, kesan gizi cukup.
Vital Sign : Tensi: 140/80 mmHg
Nadi: 88 kali/menit, regular, kuat angkat
Laju nafas:16 kali/menit
Tax: 37,7 o C
Kepala : Anemik (-), Ikterik (-), mata cowong (+), mukosa buccal kering (+)
Leher : JVP : R+0 cmH2O (0o position)
Thorax :cor/ ictus invisible palpable at MCL (S) ICS V
LHM ~Ictus
RHM ~ Sternal Line dextra
S1S2 tunggal, murmur dan gallop A/T/P/M (-)
pulmo/ simetris, SF: D=S,
Suara nafas Rhonki wheezing
Abdomen : Flat, Soefl, BU (+) meningkat, liver span 7 cm, traube’s space
timpani, nyeri abdomen seluruh regio (+), nyeri tekan (+) pada area
epigastrium, turgor menurun > 2 detik
Ekstremitas : CRT< 2”, anemik (-), ikterik (-), edema (-), Dingin (+) kering, tangan
kasar
46
-- ---- ---- --
-- ---- ---- --
V VV V
v v
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Fecal Smear
Gambar fecal smear
Keterangan:
Warna: kuning kecoklatan
Bentuk: cair
Elemen: lendir (+)
Parasit (-)
Telur (-)
Larva (-)
Trophozoit (-)
Kista (-)
Serat otot (-)
Serat tumbuhan (+)
Elektrokardiografi:
Irama: Sinus Rhythm HR 76 bpm
47
Axis frontal: normal
Axis horizontal: normal
RR interval: 788 ms
PR interval:141 ms
QRS complex: 95 ms
QT interval: 401 ms
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Angka Normal
Leukosit 10230 /µl 3.500 – 10,000
Hb 14.3 gr/dl 11.0 – 16.5
PCV 42.6 % 35 - 50
Thrombosit 363000 /µL 150,000 – 390,000
Ureum 15.8 mg/dL 10-50
Creatinin 0.72 mg/dL 0.7 – 1.5
SGOT 26 U/L 11 – 41
SGPT 26 U/L 10 – 41
Na+ 134 Mmol / L 136 – 145
K+ 4.51 Mmol / L 3.5 – 5.0
Cl- 105 Mmol / L 98 – 106
RBS 89 mg/dL < 200
Urinalisis
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Angka Normal
Kekeruhan Jernih
Warna Kuning
pH 5,5 4,5-8,0
48
Berat jenis 1,025 1,010-1,015
Glukosa Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Keton +1 Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Darah Trace-lysed Negatif
10x Epitel + <= 2
Silinder - Hyalin - LPK <= 2
- Berbutir - LPK
- Lain –lain - LPK <= 2
40x Eritrosit 0-1 LPB <= 2
Leukosit 0-2 LPB
Kristal - LPB
Bakteri - 103 /mL <= 93x103/mL
Lain – lain -
Feces Lengkap
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Angka Normal Warna Hijau
Keadaan / bentuk Lembek
49
Elemen Lendir +
Epitel ++ LPB Negatif – Positif 1
Leukosit 4-6 LPB <=5
Eritrosit 3-5 LPB Negatif
Parasit Negatif LPB Negatif
Telur Negatif LPB Negatif
Identifikasi telur Negatif LPB Negatif
Larva Negatif LPB Negatif
Identifikasi larva Negatif LPB Negatif
Trophozoit Negatif LPB Negatif
Identifikasi trophozoit
Negatif LPB Negatif
Cyste Negatif LPB Negatif
Identifikasi cyste Negatif LPB Negatif
Sisa makanan Negatif LPB
Serat otot Negatif LPB <10
Serat tumbuhan Positif LPB -/+
Pati (amylum) Negatif LPB -/+
Butir lemak Negatif LPB Steatorhoe>60
Lain – lain Bakteri ++
Jamur +
Problem Oriented Medical RecordCue and Clue Problem
ListInitial Diagnosis Planning
DiagnosisPlanning Therapy
Planning Monitoring
Wanita /36 tahun
1.Diare akut infeksi
1.1 Diare akut inflamasi
Kultur feces + uji sensitivitas
-Diet 1900 kcal/day,rendah serat
Tanda vital
50
Anamnesis:
Diare sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, BAB > 50 kali perhari air>ampas, lendir (+), darah (-).
Diare disertai demam dan nyeri perut di seluruh region abdomen, terutama di pusat, nyeri dirasakan terus menerus, nyeri seperti mulas dan dipelintir.
Pemeriksaan Fisik:
KU: tampak lemah
Tax: 37,70C
mata cowong (+), mukosa buccal kering (+) nyeri abdomen seluruh regio, turgor menurun > 2 detik,akral dingin dan tangan kasar.
Pemeriksaan penunjang laboratorium
Darah Lengkap
Leukositosis ringan: 10,23 x
1.1.1 E.histolytica
1.1.2 Entero Invasive E.coli (EIEC)
1.1.3 Shigella
1.1.4V.parahaemolitycus
1.1.5 C.difficile
1.1.6 C.jejuni
1.2 Diare akut non –inflamasi / waterry
1.2.1 Enterotoxigenic E.coli (ETEC)
1.2.2 V.cholerae
1.2.3 Salmonella
-Attapulgite 2 tab/ diare maksimal 8 tab perhari (po)
-Paracetamol tab 3x500 mg (po)
Keluhan subjektif
51
103 /mm3
Monositosis 12,4%
Neutrofilia ringan 68,8%
Limfopeni 15,4%
Hemokonsentrasi 42,60%
Hiponatremia ringan 134 mmol/L
Urinalisis
pH meningkat 5,5
BJ urin meningkat 1,025
Ketonuri +1
Feces Lengkap
Warna hijau
Bentuk lembek
Lendir (+)
Leukosit 4-6 LPB
Eritrosit 3-5 LPB
Bakteri (++) LPB
Jamur (+) LPB
Wanita/36 tahun
Anamnesis:
2.Dehidrasi ringan-sedang
2.1 due to no 1
2.2 due to low intake
- -Intake air per oral 1-2 liter perhari
-IVFD 2 liter
Tanda vital
Keluhan subjektif
52
BAB lebih dari lima puluh kali per hari, dengan konsistensi cair, isi air lebih banyak daripada ampas, dengan volume per BAB sekitar setengah sampai satu gelas air mineral.Pasien dua hari ini merasa haus.
Pemeriksaan Fisik:
KU: tampak lemah
mata cowong (+), mukosa buccal kering (+) nyeri abdomen seluruh regio, turgor menurun > 2 detik,akral dingin dan tangan kasar.
Pemeriksaan penunjang Laboratorium
Darah Lengkap
Hemokonsentrasi 42,60%
Hiponatremia ringan 134 mmol/L
Urinalisis
NaCl 0,9% 28 tpm (makro)
53
pH meningkat 5,5
BJ urin meningkat 1,025
Ketonuri +1
Wanita/36 tahun
Anamnesis:
Nyeri seperti ditusuk-stusuk terus menerus sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, dan mengalami penurunan nafsu makan.
Nyeri tidak berkurang dengan makanan.
Riwayat gastritis kurang lebih dua tahun ini. Jika sedang kambuh, pasien mengeluh perutnya di bagian ulu hati nyeri sekali, terkadang pasien sampai muntah – muntah dan
3.Colic abdomen
3.1 Dyspepsia Syndrome
3.1.1 Peptic Ulcer Disease
3.1.1.1Gastric ulcer
3.1.1.2Duodenal ulcer
3.1.2 Gastritis erosive
3.2 Cholelitiasis
-Endoskopi
-USG abdomen
- confirm diagnose
-Inj. Metoclopramid 3x10 mg (iv)
-Inj. Ranitidin 2x50 mg (iv)
-Tanda vital
- Keluhan subjektif
54
demam tinggi.
Pemeriksaan Fisik:
Tax: 37,70 C
nyeri tekan (+) pada area epigastrium
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium:
Darah Lengkap:
Leukositosis ringan: 10,23 x 103 /mm3
Neutrofilia ringan 68,8%
Wanita/36 tahun
Tekanan darah: 140/80 mmHg
Riwayat darah tinggi sejak 2 tahun yang lalu, rutin minum obat norvask
4. Hipertensi stage 2 (controlled)
4.1 Hipertensi primer
4.2 Hipertensi sekunder
Funduskopi - Amlodipin 1x10mg (po)
-Tekanan
darah
-Keluhan subjektif
3.5 Follow up rawat inap
Tanggal Subjective Objective Assessment Planning
10 Juni 2012 Lemas (+) KU: tampak lemah 1.Diare akut infeksi Pdx: FL, kultur feces
55
Nyeri perut (+)
Mual (+)
BAB >10 kali (cair, ada lendir sedikit)
GCS:456
Tekanan darah: 140/80 mmhg
Nadi:88x/menit
Laju nafas: 18x/menit
k/l: an(-), ikt (-), cyan (-), edema (-), pemebesaran kelenjar leher -/-, JVP R (+) 0 cmm H2O (in 300 position)
Tho: c/ictus invisible, palpable at ICS V MCL Sinistra
LHM ~ictus
RHM~sternal line D
S1 S2 sibgle regular m (-), g (-)
Tho Pulmo/
simetris D=S
SF D=S
Sonor/sonor
ves/ves
Rh -/-
Wh-/-
Abdomen:
Flat,soefl, bising usus (+) meningkat, nyeri (+) pada
1.1 Diare akut inflamasi
1.1.1 E.histolytica
1.1.2 Entero Invasive E.coli (EIEC)
1.1.3 Shigella
1.1.4V.parahaemolitycus
1.1.5 C.difficile
1.1.6 C.jejuni
1.2 Diare akut non –inflamasi / waterry
1.2.1 Enterotoxigenic E.coli (ETEC)
1.2.2 V.cholerae
1.2.3 Salmonella
2.Dehidrasi ringan-sedang
2.1 due to no 1
2.2 due to low intake
3. Dyspepsia syndrome
3.1 Peptic Ulcer Disease
3.1.1 Gastric ulcer
3.1.2Duodenal ulcer
3.2 Gastritis erosive
4. Hipertensi stage 2
4.1 Hipertensi primer
4.2 Hipertensi sekunder
PTx:
- IVFD NS 0,9% 30 tpm
- Diet lunak 1900 kkal/hari, rendah serat, rendah garam, rendah lemak
- Inj metoclopramid 3x10 mg iv
- attapulgit 2 tab/hari max 10 tab/hari po
- omeprazol 2x20 mg po
-ondansentron 3x4 mg po
- amlodipin 1x10mg po
-paracetamol 3x500 mg po (k/p)
PMo: KIE banyak minu air putih, VS, Keluahn subj
56
seluruh region abdomen, nyeri tekan (+) pada regio epigasterium, turgor menurun > 2 detik, Liver span 7 cm, traube’s space tympani.
Ekstremitas: Anemik (-), ikterik (-), cyanotik (-), edema (-), Akral hangat, CRT<2 detik
11 juni 2012 Lemas (+)
Nyeri perut (+)
Mual (+)
BAB 3-5 kali (cair, ada lendir sedikit)
KU: tampak lemah
GCS:456
Tekanan darah: 170/100 mmhg
Nadi:84x/menit
Laju nafas: 18x/menit
k/l: an(-), ikt (-), cyan (-), edema (-), pemebesaran kelenjar leher -/-, JVP R (+) 0 cmm H2O (in 300 position)
Tho: c/ictus invisible, palpable at ICS V MCL Sinistra
1.Diare akut infeksi
1.1 Diare akut inflamasi
1.1.1 E.histolytica
1.1.2 Entero Invasive E.coli (EIEC)
1.1.3 Shigella
1.1.4V.parahaemolitycus
1.1.5 C.difficile
1.1.6 C.jejuni
1.2 Diare akut non –inflamasi / waterry
1.2.1 Enterotoxigenic E.coli (ETEC)
1.2.2 V.cholerae
Pdx: -
PTx:
- IVFD NS 0,9% 20 tpm
- Diet lunak 1900 kkal/hari, rendah serat, rendah garam, rendah lemak
- Inj metoclopramid 3x10 mg iv
- attapulgit 2 tab/hari max 10 tab/hari po
- omeprazol 2x20 mg po
-ondansentron 3x4 mg po
- amlodipin 1x10mg
57
LHM ~ictus
RHM~sternal line D
S1 S2 sibgle regular m (-), g (-)
Tho Pulmo/
simetris D=S
SF D=S
Sonor/sonor
ves/ves
Rh -/-
Wh-/-
Abdomen:
Flat,soefl, bising usus (+) meningkat, nyeri (+) pada seluruh region abdomen, nyeri tekan (+) pada regio epigasterium, turgor normal, Liver span 7 cm, traube’s space tympani.
Ekstremitas: Anemik (-), ikterik (-), cyanotik (-), edema (-), Akral hangat, CRT<2 detik
1.2.3 Salmonella
2.Dehidrasi ringan
2.1 due to no 1
2.2 due to low intake
3. Dyspepsia syndrome
3.1 Peptic Ulcer Disease
3.1.1 Gastric ulcer
3.1.2Duodenal ulcer
3.2 Gastritis erosive
4. Hipertensi stage 2
4.1 Hipertensi primer
4.2 Hipertensi sekunder
po
-paracetamol 3x500 mg po (k/p)
PMo:KIE banyak minum air putih, VS, kel subj
12 Juni 2012 Lemas (-)
Nyeri perut (-)
Mual (+)
KU:baik
GCS:456
Tekanan darah:
1.Diare akut infeksi
1.1 Diare akut inflamasi
1.1.1 E.histolytica
Pdx: -
PTx:
- IVFD NS 0,9% 20 tpm
58
BAB 1 kali (lembek)
110/70 mmhg
Nadi:86x/menit
Laju nafas: 16x/menit
k/l: an(-), ikt (-), cyan (-), edema (-), pemebesaran kelenjar leher -/-, JVP R (+) 0 cmm H2O (in 300 position)
Tho: c/ictus invisible, palpable at ICS V MCL Sinistra
LHM ~ictus
RHM~sternal line D
S1 S2 sibgle regular m (-), g (-)
Tho Pulmo/
simetris D=S
SF D=S
Sonor/sonor
ves/ves
Rh -/-
Wh-/-
Abdomen:
Flat,soefl, bising usus (+) sedikit meningkat, nyeri (+) pada seluruh regio abdomen, nyeri
1.1.2 Entero Invasive E.coli (EIEC)
1.1.3 Shigella
1.1.4V.parahaemolitycus
1.1.5 C.difficile
1.1.6 C.jejuni
1.2 Diare akut non –inflamasi / waterry
1.2.1 Enterotoxigenic E.coli (ETEC)
1.2.2 V.cholerae
1.2.3 Salmonella
2.Post dehidrasi
2.1 due to no 1
2.2 due to low intake
3. Dyspepsia syndrome
3.1 Peptic Ulcer Disease
3.1.1 Gastric ulcer
3.1.2Duodenal ulcer
3.2 Gastritis erosive
4. Post Hipertensi
stage 2
4.1 Hipertensi primer
4.2 Hipertensi sekunder
- Diet lunak 1900 kkal/hari, rendah serat, rendah garam, rendah lemak
- Inj metoclopramid 3x10 mg iv
- attapulgit 2 tab/hari max 10 tab/hari po
- omeprazol 2x20 mg po
-ondansentron 3x4 mg po
- amlodipin 1x10mg po
-paracetamol 3x500 mg po (k/p)
PMo:KIE banyak minum air putih, VS, kel subj
59
tekan (+) regio epigastrium,turgor normal, Liver span 7 cm, traube’s space tympani.
Ekstremitas: Anemik (-), ikterik (-), cyanotik (-), edema (-), Akral hangat, CRT<2 detik
13 juni 2012 Lemas (-)
Nyeri perut (-)
Mual (-)
BAB belum
KU:baik
GCS:456
Tekanan darah: 125/80 mmhg
Nadi:84x/menit
Laju nafas: 16x/menit
k/l: an(-), ikt (-), cyan (-), edema (-), pemebesaran kelenjar leher -/-, JVP R (+) 0 cmm H2O (in 300 position)
Tho: c/ictus invisible, palpable at ICS V MCL Sinistra
LHM ~ictus
RHM~sternal line D
S1 S2 sibgle regular m (-), g (-)
Tho Pulmo/
1.Post diare akut infeksi
1.1 Diare akut inflamasi
1.1.1 E.histolytica
1.1.2 Entero Invasive E.coli (EIEC)
1.1.3 Shigella
1.1.4V.parahaemolitycus
1.1.5 C.difficile
1.1.6 C.jejuni
1.2 Diare akut non –inflamasi / waterry
1.2.1 Enterotoxigenic E.coli (ETEC)
1.2.2 V.cholerae
1.2.3 Salmonella
2.Post Dehidrasi
2.1 due to no 1
2.2 due to low intake
3. Post Dyspepsia syndrome
Pdx: -
PTx:
- Diet lunak 1900 kkal/hari, rendah serat, rendah garam, rendah lemak
- amlodipin 1x10mg po
-KRS hari ini
PMo:VS, kel subj
60
simetris D=S
SF D=S
Sonor/sonor
ves/ves
Rh -/-
Wh-/-
Abdomen:
Flat,soefl, bising usus (+) normal, nyeri (-) , nyeri tekan (-), turgor normal,Liver span 7 cm, traube’s space tympani.
Ekstremitas: Anemik (-), ikterik (-), cyanotik (-), edema (-), Akral hangat, CRT<2 detik
3.1 Peptic Ulcer Disease
3.1.1 Gastric ulcer
3.1.2Duodenal ulcer
3.2 Gastritis erosive
4. Hipertensi stage 2
4.1 Hipertensi primer
4.2 Hipertensi sekunder
61
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis diare akut dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Pada pasien ini, ditemukan anamnesis:
Keluhan utama: Diare
Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang dengan keluhan diare sejak satu hari
sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi BAB lebih dari lima puluh kali per hari, dengan
konsistensi cair, isi air lebih banyak daripada ampas, dengan volume per BAB sekitar
setengah sampai satu gelas air mineral. BAB warna coklat kekuningan, tidak ada darah,
dan sedikit berlendir warna bening. Saat ini pasien merasa lemah badan dan nafsu
makannya menurun. Pasien mengeluh bersamaan dengan munculnya keluhan diare,
badan pasien dirasakan demam. Pasien juga mengeluh nyeri perut di seluruh area perut
terutama di bagian tengah, sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut
dirasakan seperti mulas, seperti dipelintir, terus menerus, memberat terutama saat ingin
BAB dan sedikit berkurang saat selesai BAB. Pasien biasanya mengalami diare setelah
makan makanan ketan dan jenang. Sebelumnya pasien tidak jajan di luar, tidak makan
makanan yang pedas, asam, ketan – ketanan, dan jenang. Pasien juga mengeluh dua hari ini
selalu merasa haus.
Sebelumnya, tujuh hari sebelum masuk rumah sakit, pasien datang ke IGD RSSA
dengan keluhan nyeri perut dibagian ulu hati, menjalar hingga ke punggung, nyeri
seperti ditusuk – tusuk. Di IGD RSSA pasien mendapatkan obat minum dua macam (pasien
tidak ingat nama obatnya),terdiri dari satu obat sirup diminum tiga kali sehari sebelum makan,
dan satu obat kapsul diminum dua kali sehari sesudah makan. Pasien dipulangkan dari IRD
RSSA dan kontrol per poli.
Dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien kontrol ke poli dalam wanita RSSA,
Saat itu keluhan pasien bertambah, yaitu tinja pasien yang sejak hari itu menjadi lebih
lembek dari biasanya. Kemudian pasien mendapatkan obat sanmaag, omeprazole, dan
62
biodiar. Setelah meminum obat – obatan tersebut pasien merasa keluhannya tidak berkurang,
pasien merasa perutnya semakin nyeri dan muncul diare satu hari setelahnya.
Pasien memiliki riwayat gastritis kurang lebih dua tahun ini. Jika sedang kambuh, pasien
mengeluh perutnya di bagian ulu hati nyeri sekali, terkadang pasien sampai muntah – muntah
dan demam tinggi. Pasien biasa berobat ke dokter umum dekat rumahnya untuk keluhannya ini
dan mendapatkan obat sirup propepsa dan pil (pasien lupa nama pilnya).
Riwayat alergi tidak diketahui, namun pasien mengeluh selalu diare setelah makan
makanan ketan dan jenang.
Riwayat hipertensi sejak dua tahun yang lalu, (T=160/… mmHg), terkontrol dengan rutin
meminum obat norvask.Pasien tidak memiliki riwayat diabetes.
Pada anamnesis, pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik
tergantung penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari.
Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering
berhubungan dengan malabsorbsi, dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan
kolon sering berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada
sensasi ingin ke belakang (Montgomery L,2002).
Pasien dengan diare akut infeksi datang dengan keluhan khas yaitu: mual, muntah,
nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau berdarah tergantung
bakteri patogen yang spesifik. Secara umum, patogen usus halus tidak invasif, dan patogen
ileo-kolon lebih mengarah ke invasif. Pasien yang mengalami infeksi toksigenik secara khas
mengalami mual dan muntah sebagai gejala prominen bersamaan dengan diare air tetapi
jarang terjadi demam. Muntah yang dimulai saat beberapa jam dari masuknya makanan
mengarahkan pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan. Parasit yang tidak
menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lamblia dan Cryptosporidium, biasanya menyebabkan
rasa tidak nyaman di abdomen yang ringan. Giardiasis mungkin berhubungan dengan steatorea
ringan, perut bergas dan kembung (Montgomery L,2002).
Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air
besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari (DepKes RI,2005). Diare juga didefinisikan
sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya / lebih dari tiga kali sehari,
disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah (WHO 1999).
63
Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare
persisten. Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya frekuensi, bertambah cairan, atau
bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif terhadap
kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu (Soegijanto,
2002).
Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses yang tidak
berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekwensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Bila
diare berlangsung kurang dari 1 minggu, di sebut sebagai Diare Akut. Apabila diare
berlangsung 1-2 minggu, maka digolongkan pada diare berkepanjangan. Apabila diare
berlangsung 2 minggu atau lebih, maka digolongkan pada diare kronik. Pada feses dapat
dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala ikutan dapat berupa mual, muntah, nyeri
abdominal, mulas, tenesmus, demam dan tanda-tanda dehidrasi (SE Goldfiner,2009).
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1. Lama waktu diare : akut, berkepanjangan,
atau kronik, 2. Mekanisme patofisiologis: osmotik atau sekretorik, 3. Berat ringannya diare:
ringan atau berat, 4. Penyebab infeksi atau tidak: infeksi atau non-infeksi 5. Penyebab organik
atau tidak: organik atau fungsional. Secara etiologi, diare akut dapat disebabkan oleh infeksi,
intoksikasi (poisoning), alergi, reaksi obat-obatan, dan juga faktor psikis. Berikut ini akan
diuraikan klasifikasi dan patofisologi diare akut yang disebabkan oleh proses infeksi pada usus
atau Enteric Infection.Pendekatan klinis yang sederhana dan mudah adalah pembagian diare
akut berdasarkan proses patofisiologi enteric infection, yaitu membagi diare akut atas
mekanisme Inflamatory, Non inflammatory, dan Penetrating (LR Schiller, 2000).
Inflamatory diarrhea akibat proses invasion dan cytotoxin di kolon dengan manifestasi
sindroma Disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah (disebut juga Bloody diarrhea).
Biasanya gejala klinis yang menyertai adalah keluhan abdominal seperti mulas sampai nyeri
seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada
pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, secara
mikroskopis didapati leukosit polimorfonuklear. Mikroorganisme penyebab seperti, E.histolytica,
Shigella, Entero Invasive E.coli (EIEC),V.parahaemolitycus, C.difficile, dan C.jejuni (LR Schiller,
2000).
Non Inflamatory diarrhea dengan kelainan yang ditemukan di usus halus bagian
proksimal, Proses diare adalah akibat adanya enterotoksin yang mengakibatkan diare cair
64
dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah, yang disebut dengan Waterry diarrhea.
Keluhan abdominal biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda
dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak segera mendapat cairan pengganti.
Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mikroorganisme penyebab
seperti, V.cholerae, Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Salmonella( Suthisarnsuntorn , 2002).
Penetrating diarrhea lokasi pada bagian distal usus halus. Penyakit ini disebut juga
Enteric fever, Chronic Septicemia, dengan gejala klinis demam disertai diare. Pada
pemeriksaan tinja secara rutin didapati leukosit mononuclear. Mikrooragnisme penyebab
biasanya S.thypi, S.parathypi A,B, S.enteritidis, S.cholerasuis, Y.enterocolitidea, dan C.fetus
(Montgomery, 2002).
Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella, dan organism yang
menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium difficile dan enterohemorragic E.coli (serotype
O157:H7) menyebabkan inflamasi usus yang berat. Organism Yersinia seringkali menginfeksi
ileum terminal dan caecum dan memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan bawah, menyerupai
apendisitis akut. Infeksi Compylobacter jejuni sering bermanifestasi sebagai diare, demam dan
kadangkali kelumpuhan anggota badan dan (GBS). Kelumpuhan lumpuh pada infeksi usus ini
sering disalahtafsirkan sebagai malpraktek dokter karena ketidaktahuan masyarakat
(Montgomery L,2002).
Diare air merupakan gejala tipikal dari organism yang menginvasi epitel usus dengan
inflamasi minimal, seperti virus enteric, atau organism yang menempel tetapi tidak
menghancurkan epitel, seperti enteropathogenic E.coli, protozoa, dan helminthes. Beberapa
organism sperti Campylobacter, Aeromonas, Shigella, dan Vibrio spesies (missal, V
parahaemolyticus) menghasilkan enterotoksin dan juga menginvasi mukosa usus; pasien
karena itu menunjukkan gejala diare air diikuti diare berdarah dalam beberapa jam atau hari
(Kolopaking,2002).
Kelainan – kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik juga sangat berguna dalam
menentukan penyebab diare. Status volume dinilai dengan memperhatikan perubahan
ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperature tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan
abdomen yang seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan
adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan “clue” bagi penentuan
etiologi (Friedman SL,2003)
65
Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan:
Keadaan umum: GCS 456, tampak lemas, kesan gizi cukup.
Vital Sign : Tensi: 140/80 mmHg
Nadi: 88 kali/menit, regular, kuat angkat
Laju nafas:16 kali/menit
Tax: 37,7 o C
Kepala : Anemik (-), Ikterik (-), mata cowong (+), mukosa buccal kering (+)
Leher : JVP : R+0 cmH2O (0o position)
Thorax :cor/ ictus invisible palpable at MCL (S) ICS V
LHM ~Ictus
RHM ~ Sternal Line dextra
S1S2 tunggal, murmur dan gallop A/T/P/M (-)
pulmo/ simetris, SF: D=S,
Suara nafas Rhonki wheezing
Abdomen : Flat, Soefl, BU (+) meningkat, liver span 7 cm, traube’s space
timpani, nyeri abdomen seluruh regio (+), nyeri tekan (+) pada area
epigastrium, turgor menurun > 2 detik
Ekstremitas : CRT< 2”, anemik (-), ikterik (-), edema (-), Dingin (+) kering, tangan
kasar.
66
-- ---- ---- --
-- ---- ---- --
V VV V
v v
Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan (Nelwan RHH, 2001):
1.Keadaan kilnis: ringan, sedang, dan berat (Derajat dehidrasi WHO 2008)
Yang dinilai SKOR
1 2 3
Keadaan umum Baik Lesu, haus Gelisah, hingga syok
Mata Biasa Cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Pernapasan <30x/menit 30-40x/menit >40x/menit
Turgor Biasa Kurang Jelek
Nadi <120x/menit 120-14-x/menit >140x/menit
Total skor pasien= 8
Jika skor < 6 : tanpa dehidrasi
skor 7-12 : dehidrasi ringan-sedang
skor >/= 13: dehidrasi berat
Menurut derajat dehidrasi WHO tahun 2008, pasien mengalami dehidrai ringan - sedang.
2. Berat Jenis Plasma: pada dehidrasi BJ plasma meningkat
a. Dehidrasi berat: BJ plasma 1,032 – 1,040
b. Dehidrasi sedang : BJ plasma 1,028 – 1,032
c. Dehidrasi ringan : BJ plasma 1,025 – 1,028
Menurut BJ plasma, pasien mengalami dehidrasi ringan.
3. Pengukuran Central Venous Pressure (CVP)
Bila CVP +4 s/d +11 cm H2 : normal
67
Bila CVP < +4 cm H2 : Syok atau dehidrasi
Skor Penilaian Klinis Dehidrasi
Klinis Skor
Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik <60 2
Frekuensi nadi >120 x/mnt 1
Kesadaran apati 1
Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
Frekuensi napas >30 x/mnt 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer womens hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50 – 60 tahun 1
Umur >60 tahun 2
68
Total skor pasien= 4
Karakteristik Pada 3 Tipe Diare Akut
Karakteristik Non Inflamatory Inflamatory Penetrating
Gambaran Tinja : Watery
Volume >>
Leukosit (-)
Bloody, mukus
Volume sedang
Leukosit PMN
Mukus
Volume sedikit
Leukosit MN
Demam (-) (+) (+)
Nyeri Perut (-) (+) (+)/(-)
Dehidrasi (+++) (+) (+)/(-)
Tenesmus (-) (+) (-)
Komplikasi Hipovolemik Toksik Sepsis
Total skor 4 5 3
69
Karakteristik Diare Berdasarkan Enteropatogen Penyebab
Enteropatogen Acute
Watery
Dysentry Persistent
Bakteri :
V.cholerae
ETEC, EPEC
EIEC
EHEC
Shigella,Salmonella
C.jejuni,Y.enteroclitica
C.defficile
M.tuberculosa
Aeromonas
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
Virus :
Rotavirus
Adenovirus (type 40,41)
Smaal Bowel Structured virus
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
70
Cytomegalovirus
Protozoa :
G.lamblia
E.histolytica
C.parvum
Microsporidium spp
Isospora belli
Cyclospora cayatenensis
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Cacing :
Strongyloides stercoralis
Schistosoma spp
Capilaria philippinensis
Trichuris trichuria
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Pemeriksaan Penunjang pada diare terdiri dari:
1) Pemeriksaan darah tepi lengkap: hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis
leukosit, kadar elektrolit serum,
2) Ureum dan Creatinin: memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan mineral
tubuh.
3) Pemeriksaan tinja: melihat adanya leukosit pada tinja yang menunjukkan adanya
infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa.
71
4) Pemeriksaan ELISA (enzim-linked immunosorbent assay): mendeteksi giardiasis dan
tes serologi amebiasis
5) Foto x-ray abdomen
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit
normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama pada infeksi bakteri yang
invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia
dapat timbul pada salmonellosis. Untuk mengetahui mikroorganisme penyebab diare akut
dilakukan pemeriksaan feses rutin dan pada keadaan dimana feses rutin tidak menunjukkan
adanya miroorganisme, maka diperlukan pemeriksaan kultur feses dengan medium tertentu
sesuai dengan mikroorganisme yang dicurigai secara klinis dan pemeriksaan laboratorium rutin.
Indikasi pemeriksaan kultur feses antara lain, diare berat, suhu tubuh > 38,50C, adanya
darah dan/atau lendir pada feses, ditemukan leukosit pada feses, laktoferin, dan diare persisten
yang belum mendapat antibiotik.
Pada pemeriksaan penunjang pasien ditemukan:
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap
Angka Normal
Leukosit 10230 /µl 3500 – 10000
Hb 14.3 gr/dl 11.0 – 16.5
PCV 42.6 % 38-42
Thrombosit 363000 /µL 150000 – 390000
Ureum 15.8 mg/dL 10-50
Creatinin 0.72 mg/dL 0.7 – 1.5
SGOT 26 U/L 11 – 41
SGPT 26 U/L 10 – 41
Na+ 134 Mmol / L 136 – 145
K+ 4.51 Mmol / L 3.5 – 5.0
72
Cl- 105 Mmol / L 98 – 106
RBS 89 mg/dL < 200
Hitung jenis Leukosit
Neutrofil 68,8 % 51-67
Limfosit 15,4 % 25-33
Monosit 12,4 % 2-5
Eosinofil 2,7 % 0-4
Basofil 0,2 % 0-1
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Urinalisis Angka Normal
Kekeruhan Jernih
Warna Kuning
pH 5,5 4,5-8,0
Berat jenis 1,025 1,010-1,015
Glukosa Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Keton +1 Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Darah Trace-lysed Negatif
10x Epitel + <= 2
Silinder - Hyalin - LPK <= 2
73
- Berbutir - LPK
- Lain –lain - LPK <= 2
40x Eritrosit 0-1 LPB <= 2
Leukosit 0-2 LPB
Kristal - LPB
Bakteri - 103 /mL <= 93x103/mL
Lain – lain -
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Feces Lengkap
Angka Normal
Warna Hijau
Keadaan / bentuk Lembek
Elemen Lendir +
Epitel ++ LPB Negatif – Positif 1
Leukosit 4-6 LPB <=5
Eritrosit 3-5 LPB Negatif
Parasit Negatif LPB Negatif
Telur Negatif LPB Negatif
Identifikasi telur Negatif LPB Negatif
Larva Negatif LPB Negatif
Identifikasi larva Negatif LPB Negatif
Trophozoit Negatif LPB Negatif
Identifikasi trophozoit
Negatif LPB Negatif
Cyste Negatif LPB Negatif
74
Identifikasi cyste Negatif LPB Negatif
Sisa makanan Negatif LPB
Serat otot Negatif LPB <10
Serat tumbuhan Positif LPB -/+
Pati (amylum) Negatif LPB -/+
Butir lemak Negatif LPB Steatorhoe>60
Lain – lain Bakteri ++
Jamur +
Problem Oriented Medical RecordCue and Clue Problem List Initial Diagnosis Planning
DiagnosisPlanning Therapy
Planning Monitoring
Wanita /36 tahun
Anamnesis:
Diare sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, BAB > 50 kali perhari air>ampas, lendir (+), darah (-).
Diare disertai demam dan nyeri perut di seluruh region abdomen, terutama di pusat, nyeri dirasakan terus menerus, nyeri seperti mulas dan dipelintir.
Pemeriksaan Fisik:
1.Diare akut infeksi
1.1 Diare akut inflamasi
1.1.1 E.histolytica
1.1.2 Entero Invasive E.coli (EIEC)
1.1.3 Shigella
1.1.4V.parahaemolitycus
1.1.5 C.difficile
1.1.6 C.jejuni
1.2 Diare akut non –inflamasi / waterry
1.2.1 Enterotoxigenic E.coli (ETEC)
Kultur feces + uji sensitivitas
-Diet 1900 kkal/hari,render serat
-Attapulgite 2 tab/ diare maksimal 8 tab perhari (po)
-Paracetamol tab 3x500 mg (po)
Tanda vital
Keluhan subjektif
75
KU: tampak lemah
Tax: 37,70C
mata cowong (+), mukosa buccal kering (+) nyeri abdomen seluruh regio, turgor menurun > 2 detik,akral dingin dan tangan kasar.
Pemeriksaan penunjang laboratorium
Darah Lengkap
Leukositosis ringan: 10,23 x 103 /mm3
Monositosis 12,4%
Neutrofilia ringan 68,8%
Limfopeni 15,4%
Eosinifilia 2,7%
Hemokonsentrasi 42,60%
Hiponatremia ringan 134 mmol/L
Urinalisis
pH meningkat
1.2.2 V.cholerae
1.2.3 Salmonella
76
5,5
BJ urin meningkat 1,025
Ketonuri +1
Feces Lengkap
Warna hijau
Bentuk lembek
Lendir (+)
Leukosit 4-6 LPB
Eritrosit 3-5 LPB
Bakteri (++) LPB
Jamur (+) LPB
Wanita/36 tahun
Anamnesis:
BAB lebih dari lima puluh kali per hari, dengan konsistensi cair, isi air lebih banyak daripada ampas, dengan volume per BAB sekitar setengah sampai satu gelas air mineral.Pasien dua hari ini merasa haus.
Pemeriksaan Fisik:
KU: tampak
2.Dehidrasi ringan-sedang
2.1 due to no 1
2.2 due to low intake
- -Intake air per oral 1-2 liter perhari
-IVFD 2 liter NaCl 0,9% 28 tpm (makro)
Tanda vital
Keluhan subjektif
77
lemah
mata cowong (+), mukosa buccal kering (+) nyeri abdomen seluruh regio, turgor menurun > 2 detik,akral dingin dan tangan kasar.
Pemeriksaan penunjang Laboratorium
Darah Lengkap
Hemokonsentrasi 42,60%
Hiponatremia ringan 134 mmol/L
Urinalisis
pH meningkat 5,5
BJ urin meningkat 1,025
Ketonuri +1
Wanita/36 tahun
Anamnesis:
Nyeri seperti
3.Colic Abdomen
3.1 Dyspepsia Syndrome
3.1.1Peptic Ulcer Disease
-Endoskopi
-USG abdomen
-Confirm diagnose
-Inj. Metoclopram
-Tanda vital
- Keluhan subjektif
78
ditusuk-stusuk terus menerus sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, dan mengalami penurunan nafsu makan.
Nyeri tidak berkurang dengan makanan.
Riwayat gastritis kurang lebih dua tahun ini. Jika sedang kambuh, pasien mengeluh perutnya di bagian ulu hati nyeri sekali, terkadang pasien sampai muntah – muntah dan demam tinggi.
Pemeriksaan Fisik:
Tax: 37,70 C
nyeri tekan (+) pada area epigastrium
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium:
Darah Lengkap:
Leukositosis ringan: 10,23 x 103 /mm3
3.1.1.1 Gastric ulcer
3.1.1.2Duodenal ulcer
3.1.2 Gastritis erosive
3.2 Cholelitiasis
id 3x10 mg (iv)
-Inj. Ranitidin 2x50 mg (iv)
79
Neutrofilia ringan 68,8%
Wanita/36 tahun
Tekanan darah: 140/80 mmHg
Riwayat darah tinggi sejak 2 tahun yang lalu, rutin minum obat norvask
4. Hipertensi
stage 2
4.1 Hipertensi primer
4.2 Hipertensi
sekunder
Funduskopi - Amlodipin
1x5mg (po)
-Tekanan
darah
-Keluhan
subjektif
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan
keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus
dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat
yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi oral
harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan
20 g glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang
mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada,
cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½
sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir
jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak
mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra vena diperlukan, cairan
normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi
kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan
memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan.
Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin. Jumlah cairan yang
hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Prinsip menentukan
jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh.
Macam – macam metode pemberian cairan (Daldiyono, 2007).:
1) BJ plasma dengan rumus:
80
BJ plasma – 1,025
Kebutuhan cairan = ----------------------------- x Berat Badan x 4 ml
0,001
2) Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB = 5%x 50= 2,5 liter
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB = 8% x50= 4 liter
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
3) Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor
Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter = 4 x 10% x 50 kg x 1 liter = 20 liter
Goldbeger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan cairan:
Cara I :
- Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka kehilangan
cairan kira-kira 2% dari berat badan pada waktu itu.
- Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari berat badan saat itu.
=6%x50kg= 3 liter
- Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas, perubahan mental
seperti bingung atau delirium, maka defisit cairan sekitar 7 -14% atau sekitar 3,5 – 7 liter pada
orang dewasa dengan berat badan 50 Kg.
Cara II :
Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg pada fase akut
sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.
Cara III :
81
Dengan menggunakan rumus :
Na2 X BW2 = Na1 X BW1, dimana :
Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW1 = Volume air badan normal, biasanya 60% dari berat
badan untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na2 = Kadar natrium plasma sekarang ; BW2 = volume
air badan sekarang (Daldiyono, 2007).
Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat
dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan
yang banyak dan dehidrasi, penatalakasanaan yang agresif seperti cairan intravena atau
rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula atau starch harus
diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif dan lebih praktis dairpada cairan intravena. Cairan
oral antara lain: ringer laktat dll. Cairan diberikan 50-200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan
dan status dehidrasi (Daldiyono, 2007).
Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat dehidrasi. Dehidrasi
terdiri dari dehidrasi ringan, sedang dan berat. Ringan bila pasien mengalami kekurangan
cairan 2-5% dair BB. Sedang bila pasien kehilangan cairan 5-8% dari berat badan. Berat bila
pasien kehilangan cairan 8-10% dari berat badan. Bila dehidrasi sedang/berat sebaiknya pasien
diberikan cairan melalui infuse pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang pada
pasien masih dapat diberikan cairan per oral atau selang nasogastrik, kecuali bila ada kontra
indikasi atau oral/saluran cerna atas tak dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan
oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3.5 g NaCl, 2.5 g Natrium bikarbonat dan
1.5 g KCl setiap liter. Contoh oralit generik, renalyte, pharolit dll (Otsuka, 2007)
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien
dianjurkan minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan mudah dicerna
seperti pisang, nasi, keripik, dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi
lactase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alcohol
harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus (Soewondo, 2002).
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas
dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui
efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat
merangsang sekresi elektrolit (Wells BG, 2003).
82
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien
ini, maka dapat ditegakkan diagnosis diare akut infeksi inflamasi dengan komplikasi dehidrasi
ringan-sedang. Terapi pada pasien merupakan terapi awal pada penanganan diare, yaitu
penanganan rehidrasi sesuai dengan jumlah kebutuhan cairan, dan terapi zat absorbent untuk
menyerap bahan infeksius dan toksin. Pemberian terapi simtomatis seperti paracetamol
dimaksudkan untuk mencegah komplikasi dehidrasi lebih lanjut, dan memutus rantai reaksi
prostaglandin dalam mengaktifkan berbagai sitokin pro inflamasi. Pemberian antibiotik sangat
dipertimbangkan, namun untuk menetapkan jenis dan dosis antibiotik perlu menunggu hasil
kultur serta uji sensitivitas pemeriksaan feces.
DAFTAR PUSTAKA
Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al editors.
Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York: Lange Medical
Books, 2003. 225 - 68.
DuPont HL : Guidelines on Acute Infectious Diarrhea in Adults, American Journal of
Gastroenterology, Vol.92, No.11, November 1997.
Goldfinger SE : Constipation, Diarrhea, and Disturbances of Anorectal Function, In : Braunwald,
E, Isselbacher, K.J, Petersdorf, R.G, Wilson, J.D, Martin, J.B, Fauci AS (Eds) :
Harrison’s Principles of Internal Medicine, 11th Ed. McGraw-Hill Book Company, New
York, 1987, 177 – 80.
Goroll AH, Mulley AG : Acute and Traveler’s Diarrheas, In : Primary Care Medicine, 4 th ed.
Lippincort Eilliams & Wilkin, A Walter Kluwer Company, Philadepihia, 2000 Bookmark
URL : /das/book/view/24549268/920/1.html/top
Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the Management of Infectious
Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51.
Hardjono dkk, Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Lembaga Penerbitan Universitas
Hasanuddin. 2003
83
Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA, dkk,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Pusat Informasi dan
Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 451-57.
Ilnyckyj A : Clinical Evaluation and Management of Acute Infectious Diarrhea in Adult,
Gastroenterology Clinics, Volume 30, No.3, WB Saunders Company, September 2001.
Ilnyckyj A : Clinical Evaluation and Management of Acute Infectious Diarrhea in Adult,
Gastroenterology Clinics, WB Saunders Company, September 2001.
Isaulauri E. Probiotics for Infectious Diarrhoea. Gut 2003; 52: 436-7
Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296-305.
Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier LA,
Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium Penatalaksanaan
Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam II. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2002. 52-70.
Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors. Current
Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd edition. New York: Lange Medical
Books, 2003. 131 - 50.
Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of acute diarrhea
in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2002;17: S54-S71.
Marcellus Simadibrata K, Daldiyono, Diare Akut. Dalam Noer HMS-Waspadji S-Rachman AM.
Lesmana LA-Widodo D-ISbagio H-Alwi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2007. Hal. 408 – 413
Montgomery L : What is the best way to evaluate acute diarrhea, Journal of Family Practice,
June, 2002, From : http://www.cebm.jr2.ox.ac.uk/docs/levels.html
Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam: Setiati S, Alwi I,
Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2001.
Jakarta:
Pedoman Cairan Infus. Edisi revisi IX, PT. Otsuka Indonesia.2007
Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Available from
: http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdf
Pitisuttithum P : Acute Dysentry, DTM&H Course 2002, Faculty of Tropical Medicine, Mahidol
University, Bangkok, Thailand
84
Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al,
Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange
Medical Books, 2003. 603 - 13.
Procop GW, Cockerill F. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella & Salmonella Species.
In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in
Infectious Disease, New York: Lange Medical Books, 2003. 584 - 66.
Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2001. 49-56.
Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa. Dalam: Setiati S,
Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine
2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2002. 49-56.
Schiller LR : Diarrhea, Medical Clinics of North America, Vol.84, No.5, September 2000.
Sirivichayakul C : Acute Diarrhea in Children, In : Tropical Pediatrics for DTM&H 2002, Faculty
of Tropical Medicine, Mahidol Univesity, Bangkok, Thailand,1-13.
Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea). Dalam :
Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan Terkini
Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga University
Press, 2002. 34 – 40.
Suthisarnsuntorn U : Bacteria Causing Diarrheal Diseases & Food Poisoning, DTM&H Course
2002, Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University, Bangkok, Thailand.
Tantivanich S : Viruses Causing Diarrhea, DTM&H Course 2002, Faculty of Tropical Medicine,
Mahidol University, Bangkok, Thailand.
Tatalaksana Penderita Diare. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf.
Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med 2004;350:1: 38-47.
Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, et al. Antimicrobial Resistance of Bacterial Pathogens
Associated with Diarrheal Patiens in Indonesia. Am J Trop Med Hyg 2003; 68(6): 666-
10.
Turgeon DK, Fritsche, T.R : Laboratory Approachs to Infectious Diarrhea, Gastroenterology
Clinics, Volume 30, No.3, WB Saunders Company, September 2001.
Turgeon DK, Fritsche, T.R : Laboratory Approachs to Infectious Diarrhea, Gastroenterology
Clinics, WB Saunders Company, September 2001.
85
Waikagul J, Thairungroj M, Nontasut PA et al : Medical Helminthology, Department of
Helminthology, Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University, Bangkok, Thailand,
2002.
Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, Hamilton CW. Pharmacotherapy Handbook. 5 th ed.
New York: McGraw-Hill, 2003. 371-79.
Wingate D, Phillips SP, Lewis SJ, et al : Guidelines for adults on self-medication for the
treatment of acute diarrhoea, Aliment Pharmacol Ther, 2001: 15;771-82.
World Gastroenterology Organisation. Global Guidelines 2005.
Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing M, Marpaung B,
Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap Gastroenterologi-Hepatologi
Update 2003. Medan: Divisi Gastroentero-hepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK
USU, 2003. 67-79.
86