Upload
dangthien
View
242
Download
13
Embed Size (px)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Pra Survey
Data prasurvey diperoleh dari hasil penyebaran angket, hasil dari wawancara dan
observasi sesuai dengan masalah yang teliti. Penyebaran angket dilakukan terhadap
siswa Sekolah Dasar kelas VI yang tersebar di 7 Kecamatan Kabupaten Sumedang yang
masing-masing kecamatan diwakili oleh dua SD sesuai dengan sample penelitian yang
telah ditetapkan.
Selain melalui angket, kegiatan prasurvey juga dilakukan melalui observasi dan
wawancara. Observasi dilakukan kepada subjek penelitian sesuai dengan jumlah sample
yang telah direncanakan, yaitu 14 Sekolah Dasar. Wawancara dilakukan kepada 14
orang guru pendidikan jasmani dan 14 orang Kepala Sekolah SD yang tersebar di 7
Kecamatan Kabupaten Sumedang.
Hasil dari pengolahan data kegiatan pra survey dari setiap instrument penelitian
seperti angket, observasi, dan wawancara tersebut sesuai dengan permasalahan
penelitian, kemudian dijadikan dasar pertimbangan untuk pengembangan model
pembelajaran kuantum dalam pendidikan jasmani yang berbasis kompetensi.
Hasil penelitian ini difokuskan untuk melihat enam hal berikut: (1) Kondisi
pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar saat ini, (2) Proses pengembangan
model pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar, (3) Model Pembelajaran
Kuantum Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar, (4) Implementasi Pembelajaran
Kuantum pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar, (5) Dampak pembelajaran kuantum
terhadap peningkatan hasil belajar pendidikan jasmani, dan (6) Efektivitas Pembelajaran
Kuantum dalam pendidikan jasmani.
193
Secara rinci hasil penelitian sekaligus disertakan pembahasannya, seperti
terangkum pada uraian berikut ini:
1. Kondisi Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar saat ioi
Hasil pra survei lapangan menunjukan bahwa: Pertama, kondisi Sekolah Dasar
hampir sepenuhnya menjalankan kebijakan pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan
seperti pelaksanaan kurikulum 2004 (KBK) bagi siswa kelas 1, 2, 4, dan 5, sedangkan
kelas 3 dan kelas 6 masih melaksanakan kurikulum 1994. Tenaga pengajar di Sekolah
Dasar sebagai guru kelas dan guru bidang studi seperti Agama dan Penjas dengan latar
belakang pendidikan rata-rata D2, dan sebagian SI. Rata-rata jumlah siswa setiap
Sekolah Dasar dari tahun ke tahun ada peningkatan antara 10 - 15 %. Kondisi Sekolah
Dasar seperti ruangan kelas cukup memadai namun lapangan olahraga sangat terbatas
dan rata-rata halaman sekolah digunakan untuk praktek pembelajaran pendidikan
jasmani.
Peralatan olahraga seperti bola voli, sepak bola, bola basket, kayu pemukul kasti,
matras, dan raket Bulutangkis relatif masih bagus dan memiliki standar tertentu. Setiap
Sekolah Dasar berupaya memiliki peralatan dan media pembelajaran termasuk
pendidikan jasmani yang memadai walaupun sekolah sangat terbatas pendanaannya.
Adanya keterbatasan dana diupayakan oleh sekolah melalui pengadaan sarana dan
prasarana pembelajaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seperti alat-alat olahraga
dan pembinaan olahraga pada program ekstrakurikuler. Sedangkan pengadaan alat-alat
olahraga yang dapat dimodifikasi seperti bola voli dari plastik, bola kasti dari kertas,
pemukul dari kayu yang lebar dapat diperoleh hasil kerjasama antara guru Penjas
dengan siswa dan mendapat dukungan dari orang tua murid-
194
Kedua, Sekolah Dasar telah melakukan penyempurnaan dan pengembangan
kurikulum yang dilakukan setiap 3-5 tahun sekali. Latar belakang dilaksanakannya
pengembangan kurikulum adalah terjadinya perubahan masyarakat, perkembangan ilmu
pengetahuan, perubahan kebijakan baru pemerintah. Pengembangan kurikulum
dilakukan dengan melibatkan pakar pendidikan, tokoh masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat, alumni dan kalangan perguruan tinggi. Waktu yang dibutuhkan untuk
mengembangan kurikulum sekitar 2 -3 tahun. Pengembangan kurikulum dilaksanakan
sekaligus dengan evaluasi kurikulum, sehingga hasil evaluasi tersebut dijadikan
masukan untuk menyempurnakan dan mengembangkan kurikulum baru.
Ketiga, Guru Sekolah Dasar rata-rata berlatar belakang pendidikan D2 PGSD guru
kelas dan PGSD Pendidikan Jasmani, namun saat ini banyak diantara mereka yang
melanjutkan studi ke program SI berbagai jurusan di luar PGSD dan program SI PGSD
guru kelas dan guru Penjas. Mereka juga sering mengikuti pelatihan dan penataran yang
diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten atau Kota dan Propinsi walaupun
belum pernah menulis buku tentang materi bidang studi yang diajarkannya yang
dipublikasikan secara luas.
Pada awal semester sebelum hari belajar efektif dimulai, biasanya para guru
melakukan diskusi untuk memahami kurikulum dan silabus, kemudian dilanjutkan
dengan penyusunan program semester dan satuan pelajaran dalam suatu forum yang
dinamakan forum guru Penjas. Hal yang paling dirasakan hambatan dalam
mempersiapkan pembelajaran adalah keterbatasan sumber belajar. Umumnya mereka
dalam mengelola pembelajaran mengutamakan pengalaman pada masa pendidikan
dibandingkan dengan informasi baru hasil penataran dan pelatihan tadi.
195
Pada guru merasa senang mengajar mata pelajaran pendidikan jasmani karena
sesuai dengan keahlian dan merasa dipercaya mengajar mata pelajaran Penjas apalagi
dapat mengangkat martabat sekolah dalam Pekan Olahraga dan Seni (PORSENI) yang
setiap tahun diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten. Sebelum mengajar
guru berupaya mempersiapkan diri agar pelaksanaan pembelajaran berjalan lancar dan
baik. Pada saat mengajar, mereka berusaha menyajikan materi pembelajaran sebaik-
baiknya walaupun dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada. Lapangan
terbuka untuk praktek pembelajaran sepak bola, bola voli dan bermain kasti rata-rata
berada jauh dari sekolah karena ikut menumpang bersama masyarakat sehingga sering
kehilangan waktu efektif belajar pendidikan jasmani. Belum lagi guru Penjas
dipusingkan oleh peralatan praktek yang jumlahnya sangat terbatas dan kualitas
peralatan praktek tersebut berstandarkan orang dewasa dan sangat sulit digunakan oleh
anak-anak Sekolah Dasar. Metode belajar yang banyak digunakan adalah demonstrasi
dengan pendekatan dril] berulang-ulang disertai dengan penjelasan (ekspositori) dan
penugasan. Sistematika pembelajaran Pendidikan Jasmani yang rata-rata dilakukan guru
Penjas diawali dari pemanasan, inti, dan berakhir dengan penutup. Pada kegiatan
pemanasan berisikan senam-senam khusus dan permainan tanpa alat, sedangkan pada
inti bermaterikan atletik, senam lantai, senam kebugaran jasmani, senam si buyung,
beladiri pencak silat, permainan tradisional, permainan bola kecil dan permainan bola
besar terutama sepakbola dan bola voli yang paling disenangi oleh siswa Sekolah Dasar.
Pada kegiatan penutup sering guru Penjas hanya menyampaikan umpan balik pada
materi inti melalui penjelasan ulang dan kadang-kadang berisikan kegiatan selingan
dengan menyanyi, setelah itu membereskan alat-alat langsung anak-anak kembali ke
kelas masing-masing.
196
Guru Penjas rata-rata menggunakan gaya mengajar komando dengan guru sebagai
pusat kegiatan mulai persiapan mengajar, mempersiapkan peralatan, menentukan tempat
belajar, pelaksanaan di lapangan, dan mengevaluasi, keseluruhannya dilaksanakan
penuh oleh guru Penjas. Saat survei dilakukan, dari 14 orang guru Penjas yang
dijadikan subjek penelitian masih sebagian besar menggunakan pendekatan
konvensional seperti metode praktek berlatih berulang-ulang (drill) secara bagian,
keseluruhan, campuran bagian-keseluruhan, latihan berdistribusi dan latihan padat
Mayoritas tanggapan siswa terhadap guru Penjas bahwa sejak memulai pembelajaran,
menerapkan metode belajar, menyampaikan materi pelajaran, penggunaan media
belajar, hubungan dan komunikasi dengan siswa, mengelola kelas, melaksanakan
penilaian proses dan akhir kegiatan memberikan respon sangat baik (80%- 100%).
Tanggapan siswa pada guru Penjas sudah berkatagori baik (70%-80%) pada aspek-
aspek pelibatan siswa dalam setiap kegiatan, memberikan keleluasan waktu untuk
belajar keterampilan gerak, dan pernyataan siswa memberikan penilaian yang
bervareasi.
Kelima, masih ada tanggapan siswa kurang baik terhadap guru Penjas berkaitan
dengan pernyataan mengkaitkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa sehari-hari.
Tanggapan kurang baik siswa dengan materi pelajaran yang menarik perhatian dan
kebutuhan siswa. Tanggapan kurang baik siswa terhadap metode yang menarik
perhatian pembelajaran berkaitan dengan pernyataan mengenai beragam bentuk
kegiatan dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Tanggapan kurang baik siswa
terhadap manfaat pembelajaran berkaitan dengan pernyataan tentang kemampuan
menarik perhatian siswa mengikuti pembelajaran dan pernyataan keberanian
mendemonstrasikan kemampuan dihadapan sesama teman, kemampuan menggunakan
197
metode pembelajaran yang tepat, meningkatkan motivasi membantu teman yang
kesulitan, suasana menyenangkan selama pembelajaran, kemampuan menciptakan
tantangan untuk menguji keberanian siswa, sikap saling menghargai sesama teman yang
keinginan yang kurang menguasai dan meningkatkan prestasi melalui perlombaan antar
siswa.
Keenam, harapan siswa terhadap guru Penjas adalah penggunaan metode
pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan, membangkitkan rasa ingin tahu,
penggunaan variasi metode mengajar yang disesuaikan dengan materi pelajaran,
pengembangan metode mengajar yang mampu meningkatkan kemampuan siswa untuk
menganalisis, berpikir kritis dan memecahkan masalah. Menggunakan metode yang
memberikan kesempatan kepada banyak siswa untuk melakukan aktivitas yang tinggi,
mengulang-ngulang gerakan hingga terampil, memberikan kesempatan bertanya dan
mengemukakan pendapat; terjalin interaksi dan saling membelajarkan di antara siswa,
serta penyajian materi pelajaran yang mengkaitkan konsep teori dengan kondisi nyata di
masyarakat melalui praktek pembelajaran pendidikan jasmani di lapangan.
2. Pembahasan Hasil Prasurvey
Hasil penelitian prasurvey tersebut, pada intinya menunjukkan bahwa
pembelajaran pendidikan jasmani selama ini belum mampu secara optimal memenuhi
hasrat bergerak peserta didik yang merupakan karateristik utama pelajaran pendidikan
jasmani. Hal ini dapat dapat diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dari subjek
penelitian dan hasilnya dapat dirangkum seperti berikut ini:
Pertama, guru Penjas sebagai leading sektor pembelajaran belum mampu
bertindak sebagai fasilitator belajar yang efektif bagi siswa, sehingga kurang memahami
kebutuhan dan karakteristik siswa Sekolah Dasar yang sebagian besar hidupnya
198
memenuhi hasrat bergerak sebab energi yang diperolehnya untuk kebutuhan bergerak.
Bagi guru Penjas, memahami kebutuhan dan karakteristik siswa merupakan modal dasar
untuk melakukan pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif.
Kedua, guru Penjas belum mampu menelaah kurikulum pembelajaran pendidikan
jasmani menjadi materi pembelajaran yang operasional dan fleksibel, karena yang
dilakukan hanya mengajarkan berbagai keterampilan gerak berdasarkan pengalaman
yang diperolehnya pada masa pendidikan dahulu ditambah hasil diskusi sesama guru
Penjas dan buku-buku teks pendidikan jasmani untuk SD yang dijadikan sumber belajar,
kemudian dipelajari, membuat ringkasan dan menyampaikan pada siswa dan memberi
contoh sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya. Guru Penjas belum
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, berkolaborasi dengan nara sumber
belajar yang ada di lingkungan masyarakat, menjadikan lingkungan sekolah sebagai
laboratorium belajar seperti pembuatan peralatan olahraga hasil modifikasi. Pemahaman
esensi sumber belajar masih bersifat sempit yakni terbatas pada buku paket, guru Penjas
belum memanfaatkan sumber belajar yang tersebar luas di tengah masyarakat Sehingga
sinergitas hasil belajar dengan kehidupan sehari-hari siswa masih sangat jauh.
Pembelajaran pendidikan jasmani diartikan sebatas formal mempelajari teknik cabang-
cabang olahraga yang akibatnya aktivitas belajar pada diri siswa cenderung rendah dan
monoton. Pembelajaran Penjas kering dari nilai-nilai kehidupan sehari-hari di
masyarakat.
Ketiga, guru Penjas belum mampu membelajarkan siswa secara optimal, karena
guru hanya melaksanakan empat aktivitas yaitu: membuka pelajaran, menyajikan materi
mulai pemanasan sampai penutup, memberi kesempatan tanya jawab, dan menutup
pembelajaran. Aktivitas guru Penjas saat membuka pembelajaran adalah memberikan
199
salam, mengingatkan kembali materi yang telah dibahas sebelumnya, dan
menginformasikan materi yang akan disajikan. Aktivitas guru Penjas saat menyajikan
materi adalah penyampaian materi dengan metode demonstrasi yang selalu memberikan
contoh gerak ideal yang harus ditiru anak didik. Dalam kegiatan belajar mengajar,
sebagian besar guru Penjas menggunakan alat praktek seperti bola kasti atau bola voli
sudah standar, namun ada pula yang tidak samakah menggunakan media apapun seperti
belajar lompat jauh di rumput yang rawan cidera di bagian tungkai terus dipaksakan.
Aktivitas guru Penjas saat melakukan kegiatan pokok adalah memberi kesempatan
pada siswa melakukan latihan berulang dan bergiliran sesama temannya kemudian ada
siswa yang bertanya tentang materi atau cara melakukan yang belum jelas dan memberi
kesempatan bagi siswa lain untuk menjawab melalui contoh demonstrasi gerak tertentu.
Setelah itu, guru Penjas memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang belum
mendapat jawaban optimal dan menyempurnakan gerakan yang dilakukan siswa melalui
contoh gerak ideal ditambah koreksi atas kesalahan gerak yang sering dilakukan siswa.
Pada penutupan pembelajaran, guru Penjas menyimpulkan materi yang disajikan,
menginformasikan materi berikutnya, mengecek kehadiran siswa, dan memberi salam
perpisahan. Jadi rangkaian pembelajaran yang diperankan oleh guru Penjas memberikan
pemanasan sebagai kegiatan awal, menyajikan materi yang diambil dari bahan dari buku
sumber, kemudian menyampaikan kepada siswa, dan menduga kira-kira siswa sudah
menguasainya, diakhiri kegiatan penutup maka selesai kegiatan belajar mengajar untuk
setiap kali pertemuan dan terus diulang pada pertemuan berikutnya. Dominasi kegiatan
belajar mengajar pendidikan jasmani masih berpusat pada guru dan sebagian kecil anak
didik, maka sumber pembelajaran utama adalah materi dari guru Penjas dan sebagaian
lain dari buku-buku teks. Namun sayangnya, buku teks yang tersedia dirasakan masih
200
terbatas ditambah penguasaan siswa terhadap pengalaman belajar sebelumnya minim,
maka pembelajaran Penjas memberikan kesan sebuah kegiatan rutin yang
membosankan siswa. Hal itu menunjukan bahwa sumber pembelajaran yang lain belum
digali secara optimal, padahal banyak sumber belajar lain yang dapat dimanfaatkan
seperti; kolaborasi sekolah dengan masyarakat, top-top organisasi olahraga, instansi
pemerintah maupun swasta serta lingkungan tempat tinggal siswa.
Pembelajaran pendidikan jasmani dirasakan siswa sebagai pengalihan
pengetahuan yang lebih menekankan pada aspek teori dan kurang membahas kondisi
aktual masyarakat maupun aplikasi teori ke dalam praktek. Tingkat penguasaan siswa
terhadap materi pembelajaran pendidikan jasmani dititikberatkan pada sejauhmana
penguasaan cara-cara melakukan suatu keterampilan bukan pada pemahaman mengapa
gerak itu dilakukan. Mestinya pengembangan aspek psikomotor itu tidak hanya dalam
bentuk kegiatan praktek sebagai fungsi gerak dinamis, akan tetapi dikembangkan
sebagai refleksi kekuatan jiwa dan pemantapan sistim keyakinan diri siswa. Hal itu
dapat dilihat dari aktivitas siswa yang ditampilkan selama pembelajaran pendidikan
jasmani yaitu: hadir, melakukan keterampilan sesuai dengan contoh guru,
mendengarkan/ memperhatikan, mencatat hal-hal penting, kalau belum mengerti
bertanya, mengerjakan tugas, dan mengikuti tes praktek. Aktivitas tersebut
menggambarkan bahwa guru berperan sebagai subyek dan siswa adalah obyeknya.
Komunikasi pembelajaran 90% didominasi guru, sisanya diberi kesempatan kepada
siswa melakukan pengulangan gerak dan bertanya pada akhir kegiatan. Tidak semua
siswa mempunyai kesempatan bertanya atau mengemukakan pendapat, karena
kekurangberanian mengemukakan persoalan pembelajaran. Pembelajaran pendidikan
jasmani kurang menggambarkan interaksi yang kuat antara guru Penjas dengan siswa
yang seimbang, apalagi interaksi yang tinggi antar siswa dengan siswa lain daf£3«mp^^--
belajar masih dalam wacana. Proses pembelajaran Penjas dirasakan belum mampu
membelajarkan siswa, karena dianggap sebagai pelaksanaan target tugas yang harus
dicapai oleh guru pada setiap kali pertemuan belajar.
Keempat, guru Penjas belum menguasai model pembelajaran yang sesuai dengan
minat siswa. Metode pembelajaran pendidikan jasmani yang sering digunakan adalah
metode demonstrasi drill dan ceramah atau ekspositori, walaupun ada juga yang
menggunakan metode kelompok Metode kelompok yang dipergunakan adalah dengan
membagi kelas ke dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok diberi tugas dan
melakukan latihan suatu keterampilan secara berulang-ulang sesuai instruksi guru tanpa
inovasi bentuk gerak yang lainnya, kemudian mendemonstrasikan dihadapan guru dan
teman sekelasnya. Tugas-tugas yang harus dikerjakan tersebut disajikan pada
pembelajaran Penjas untuk mendapat tanggapan dari kelompok lain. Cara ini dirasakan
masih kurang, karena siswa yang aktif orangnya tetap, siswa lain hanya ikut-ikutan
sehingga penguasaan materi pelajaran tarasa dangkal dan kurang jelas, terkesan siswa
merasa tidak menguasai materi. Interaksi pembelajaran lebih condong dari guru kepada
siswa karena pola inipun peran guru sangat dominan. Guru masih sebagai subyek yang
mengatur dan menentukan segala hal, sedang siswa berperan sebagai obyek, pendengar,
pencatat, penanya dan pelaku, penghafal, dan pengingat. Siswa juga sebagai penerima
yang pasrah atas penilaian guru dan pelayanan yang diberikan sekolah.
Kelima, guru belum memanfaatkan media belajar yang bersumber dari lingkungan
secara optimal. Hasil observasi menunjukan tidak semua guru memahami bahwa
lingkungan dapat dimanfaatkan sebagai media belajar, seperti bola kasti dari gulungan
kertas, bat tenis meja dari kayu, bola sepak dari plastik, dan matras yang terbuat dari
202
kumpulan sabut kelapa. Guru belum meyakinkan siswa bahwa belajar dengan peralatan
yang dimodifikasi selain memudahkan menguasai materi juga memerlukan aktivitas
gerak yang tinggi. Hal yang sering terjadi sebagian besar guru Penjas berpendapat
bahwa belajar menggunakan peralatan Penjas yang sudah standar, para siswa lebih
senang dan lebih cepat menguasai materi sehingga lebih berprestasi, walaupun kondisi
belajar mereka tidak semua siswa harus memahami secara keseluruhan dengan alasan
kesempatan belajar siswa untuk berlatih berkurang.
Keenam, guru Penjas memahami konsep tiga hasil belajar yakni kognitif, afektif
dan psikomotor cenderung bervareasi dan berbeda. Pandangan yang berbeda terletak
pada sudut pandang masing-masing yang satu melihat dari aspek proses dan lainnya
melihat dari hasil, padahal ketiga aspek potensial itu dapat dilihat dari fungsi hubungan
yang saling berpengaruh dan membentuk sinergitas potensi hasil belajar Penjas. Dalam
pembelajaran Penjas ketiga hasil belajar tersebut terangkum dalam sebuah penguasaan
sebuah keterampilan yang mampu anak didik kuasai, dan tidak dalam bentuk parsial
penampakan masing-masing. Ketujuh, guru kurang memberikan umpan balik segera,
khususnya mengenai kesalahan permanen yang dialami oleh siswa. Hal itu
menyebabkan siswa tidak mengetahui segera kelebihan dan kekurangannya, sehingga
motivasi untuk belajar lebih baik berkurang pada pembelajaran berikutnya. Apabila
kesalahan gerak sudah permanen yang dilakukan sejak dini, maka gerak yang benar
akan sulit dibetulkan, kalaupun bisa memerlukan jangka waktu yang lama.
Uraian di atas menjelaskan bahwa kurangnya pemahaman guru Penjas terhadap
karakteristik siswa dan cara merancang pembelajaran Penjas yang efektif dengan
memanfaatkan berbagai sumber belajar, menyebabkan pembelajaran pendidikan
jasmani dirasakan siswa sebagai pengalihan pengetahuan dan pelaksanaan tugas.
203
Pembelajaran tidak mampu menarik perhatian dan minat siswa serta belum mampu
meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar. Hasil belajar siswa yang tidak pernah
dievaluasi secara objektif dan terus menerus serta tidak ada tindak lanjut yang jelas
menyebabkan siswa tidak mengetahu kelebihan dan kekurangannya. Siswa tidak
termotivasi menampilkan perilaku belajar selama pembelajaran berlangsung dan tidak
berupaya memperbaiki diri dalam pembelajaran berikutnya.
Berdasarkan uraian tersebut siswa sebenarnya memerlukan model pembelajaran
yang baru karena memiliki beberapa alasan; Pertama, adanya kesadaran guru
pendidikan jasmani untuk berusaha meningkatkan kualitas pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik dan menyenangkan siswa. Kedua, adanya tanggapan siswa yang
menyatakan bahwa kualitas pembelajaran pendidikan jasmani masih kurang baik dan
metode mengajar yang digunakan guru monoton dan menjemukan. Ketiga, munculnya
keinginan siswa untuk memenuhi hasrat belajar melalui pembaharuan model
pembelajaran yang baru dan mampu : a) menambah jumlah model pembelajaran
pembelajaran pendidikan jasmani yang sudah ada, b) meningkatkan kualitas hasil
belajar dengan harapan saling melengkapi diantara model-model pembelajaran yang
dipergunakan, c) mendorong siswa belajar mempersiapkan diri sebelum pembelajaran
pendidikan jasmani dilaksanakan, senantiasa aktif belajar selama pembelajaran Penjas
berlangsung dan mendalami materi yang telah diajarkan setelah pembelajaran beratur,
d) meningkatkan jumlah siswa yang aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran
seperti aktif bertanya, menjawab, berdiskusi sesama teman, bergilir mendemontrasikan
keterampilan gerak dan dapat berargumentasi, e) menciptakan proses interaksi dan
saling membelajarkan diantara siswa, f) meningkatkan kepekaan siswa terhadap
masalah kesulitan belajar Penjas baik di dalam maupun di luar sekolah, g) memberikan
204
penghargaan terhadap hasil belajar siswa. Keempat, adanya harapan siswa agar materi
pembelajaran tidak bersifat formal hanya dipenuhi sejumlah prinsip-prinsip dan konsep-
konsep teknik gerak cabang olahraga tetapi memperbesar bobot empirik prakrik lebih
berorientasi pada gerak yang dibutuhkan anak didik sehari-hari yang cenderung lebih
praktis. Kelima, kondisi Sekolah Dasar saat ini khususnya pembelajaran pendidikan
jasmani memerlukan pembenahan terutama dalam mengelola mata pelajaran pendidikan
jasmani agar menarik minat dan perhatian siswa. Karena itu, model pembelajaran
kuantum dalam pendidikan jasmani yang berbasis kompetensi memungkinkan untuk
dapat diimplementasikan pada siswa Sekolah Dasar, walaupun pemahaman terhadap
kompetensi oleh guru pendidikan jasmani di lapangan cenderung bervariasi. Namun
demikian semua pihak sepakat bahwa kompetensi hasil belajar merupakan sinergisilas
tiga aspek potensi belajar siswa, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
B. Proses Pengembangan Model Pembelajaran Kuantum Pendidikan Jasmani
Sesuai dengan prosedur penelitian, serta memperhatikan kajian pra survey tentang
model pembelajaran Penjas yang selama ini dilakukan, maka dalam proses perencanaan
pengembangan model diawali dengan melakukan diskusi dengan para pengajar Penjas
di SD. Diskusi ini bertujuan untuk menyamakan persepsi tentang hakekat pembelajaran
Pendidikan jasmani sebagai mata pelajaran kemampuan motorik dan dapat digunakan
untuk mengembangkan prilaku sikap yang dilandasi kemampuan berfikir siswa. Mata
pelajaran Pendidikan jasmani dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan kualitas hidup
bangsa terutama peningkatan sumber daya manusia yang bermartabat.
Setelah dilakukan diskusi, selanjutnya peneliti bersama guru Penjas di SD
melakukan pengkajian dan review desain model pembelajaran kuantum pendidikan
205
jasmani. Model pembelajaran ini merupakan model belajar pendidikan jasmani yang
berisikan aktivitas jasmani yang bernuansa penuh kegembiraan dalam mempelajari
materi gerak jasmani agar siswa memiliki kompetensi dalam melakukan kehidupan
sehari-hari. Akan tetapi sesuai dengan karakteristik kuantum Penjas, terdapat modifikasi
terutama dalam pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang lebih berorientasi
pada peningkatan kemampuan motorik dasar siswa. Modifikasi KBM Penjas dilakukan
terhadap peraturan permainan dan perlombaan, peralatan standar yang biasa digunakan
dan sarana prasarana yang disederhanakan.
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, review dilakukan pada tiga bentuk
desain pembelajaran yaitu desain perencanaan pembelajaran, desain pelaksanaan, dan
desain evaluasi. Hasil review terhadap model pembelajaran selanjutnya menghasilkan
model pembelajaran awai kuantum pendidikan jasmani yang berbasis kompetensi bagi
siswa SD. Model pembelajaran kuantum pendidikan jasmani ini merupakan draf awal
yang akan dikembangkan lebih lanjut dalam tahapan uji coba terbatas. Dari review
bersama guru Penjas tadi diperoleh desain awal model pembelajaran kuantum Penjas,
yaitu model perencanaan, model pelaksanaan dan model evaluasi.
1. Desain Awal Perencanaan Model Pembelajaran Kuantum Penjas
Komponen-komponen pada model perencanaan pembelajaran kuantum Penjas
mengacu pada kerangka rancangan belajar kuantum yang berisikan tumbuhkan, alami,
namai, demostrasikan, ulangi, dan rayakan disingkat TANDUR. Tumbuhkan berisikan
kegiatan mengungkapkan apersepsi, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan
Rancangan model pembelajaran kuantum Penjas ini diharapkan guru Penjas mampu
mengelola suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik untuk
berkonsentrasi belajar. Suasana akan terwujud apabila dalam proses pembelajaran
206
terjadi interaksi yang harmonis antara komponen-komponen yang terlibat seperti guru,
siswa dan lingkungan sekitar.
Memanfaatkan lingkungan sekitar dalam pembelajaran kuantum Penjas ini
berisikan iringan musik sesuai dengan karakteristik siswa dan materi pembelajaran
Penjas di SD dengan maksud sebagai media dalam proses pembelajaran yang bertujuan
untuk menumbuhkan semangat dan gairah dalam melakukan kegiatan pendidikan
jasmani. Iringan musik yang dimaksud seperti musik dan lagu anak-anak, lagu-lagu
perjuangan, musik Senam Aerobik, musik Senam Kebugaran Jasmani, Senam Poco-
Poco dan musik lain yang disenangi oleh anak-anak Sekolah Dasar. Pertimbangan
penggunaan musik ini berdasarkan pada hampir di setiap Sekolah Dasar tipe recorder
selalu ada karena terbiasa digunakan pada pelaksanaan senam kesegaran jasmani yang
dilaksanakan setiap pagi sebelum masuk jam pelajaran. Model Pembelajaran Kuantum
Penjas digambarkan pada bagan di bawah ini.
a. Tahapan Kegiatan Tumbuhkan (Apersepsi}
Tahapan kegiatan apersepsi dimaksudkan agar siswa didorong untuk
mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Tahapan ini
diawali memberikan pertanyaan-pertanyaan yang problematik tentang pengalaman
belajar yang telah dimiliki siswa yang berkaitan dengan tema yang dibahas. Siswa
diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan dan menghayati
pemahaman tentang konsep gerak yang dilakukan. Kemudian melalui pengalaman
belajar dari hasil interaksi dengan lingkungan akan tumbuh keinginan dan hasrat untuk
melakukan aktivitas gerak.
b. Tahapan Kegiatan Eksplorasi {Mengalami/Namai)
207
Tahapan berikutnya adalah mengadakan penyelidikan untuk menemukan konsep
yang benar melalui kegiatan pengumpulan, pengorganisasian, menginterprestasikan dan
mencari alternatif yang tepat untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Kegiatan bisa
dilakukan secara berkelompok untuk mendiskusikan, mendemontrasikan tentang materi
dan topik gerak yang baru dipelajarinya. Materi pembelajaran dirancang dan ditentukan
oleh guru, bersumber dari pokok bahasan dan sub pokok bahasan seperti tercantum
pada kurikulum khususnya Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
c. Tahapan Kegiatan Demonstrasikan
Pada komponen ini dirumuskan dan menerapkan model pembelajaran kuantum
pendidikan jasmani dengan empat tahapan kegiatan yaitu kegiatan pembukaan,
pengembangan fitness, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Sistematika pembelajaran
Penjas ini berdasarkan pada model-model pembelajaran Penjas yang ada dengan
beberapa inovasi terhadap kelemahan yang dimilikinya. Pada setiap tahapan kegiatan
tersebut guru memberikan bimbingan belajar ketika siswa menemukan kesulitan untuk
melakukan sua tu gerak yang dipelajarinya. Disini guru berperan hanyalah sebagai
fasilitator terhadap belajar siswa. Diharapkan melalui pengalaman belajar siswa akan
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sendiri atau bersama-sama kelompok
mendemonstrasikan tentang konsep yang dipelajari. Dari hasil pengalaman belajar itu
maka dapat menemukan bagaimana sebaiknya gerak itu dilakukan dengan baik.
d. Tahapan Kegiatan Ulangi (Mengulang-ulang)
Pada tahapan ini siswa mengulang bahan pelajaran yang telah dikuasai
sebelumnya dan mendemontrasikan hasil belajar yang baru diperolehnya secara
berulang-ulang hingga menguasai gerak yang dipelajarinya dilakukan secara otomatis.
Setelah itu siswa memberikan penjelasan tentang kegiatan yang berhasil diperolehnya
208
kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa memiliki
pengalaman belajar dan tidak meragukan lagi tentang konsepnya. Peran pendidik
berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dan
mengaplikasikan serta mengembangkan pemahaman konseptualnya, baik melalui
kegiatan maupun pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-
hari. Melalui pengalaman belajar yang direncanakan diharapkan siswa memiliki
keterampilan untuk meningkatkan gerak dasar yang harus dikuasainya
e. Tahapan Kegiatan Rayakan (Refleksi dan Revisi)
Tahapan terakhir rencana kegiatan pembelajaran adalah guru memacu anak untuk
melakukan perbaikan terhadap struktur pengetahuan dan keterampilan yang telah
diperolehnya sehingga mencapai keberhasilan belajar. Apabila proses kegiatan
pembelajaran yang telah dilaksanakan sesuai dengan rancangan yang telah dibuat tapi
masih ada kekurangan maka dilakukan perbaikan. Sebaliknya apabila mereka berhasil
mencapai tujuan maka dilakukan penguatan (reinfocement) melalui "tepuk tangan" dari
teman-teman dan pujian dari guru seperti acungan jempol atau ucapan bagus. Namun
bagi mereka yang belum berhasil mendemonstrasikannya maka diberikan suport "pasti
kamu bisa", demikian keberartian dari konsep "rayakan" keberhasilan.Revisi dalam arti
perbaikan, dilakukan untuk pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model
kuantum pendidikan jasmani, sebagai model pembelajaran yang lebih menekankan
kepada suasana pembelajaran yang menyenangkan (joyful) siswa. Alat evaluasi yang
menggunakan observasi penampilan dengan memperhatikan deskriptor dan tes
perbuatan dengan menggunakan skala penilaian.
209
Bagan 4-1
Desain Awal Perencanaan Model Pembelajaran Kuantum Penjas
Tahapan Kegiatan Tujuan Uraian Kegiatan Tumbuhkan • Mengungkapkan pengalaman
belajar siswa sebagai apersepsi • Menanamkan pentingnya materi
pelajaran yang dibahas • Memotivasi siswa untuk
memusatkan perhatian kepada topik yang akan dibahas
• Pertanyaan permasalahan dikaitkan dengan kegiatan sehari-hari
• Siswa menanggapi topik yang dibahas
• Menugaskan siswa menjawab permasalahan dengan berbagai alternatif jawaban
Alami dan Namai • Mengadakan penyelidikan dengan berbagai alternatif sehingga menemukan jawaban
• Melalaikan berbagai upaya mulai pengumpulan data, mengorganisasikan dan menerapkan sendiri materi pelajaran
• Pembentukan kelompok diskusi membahas masing-masing materi pelajaran
• Presentasi hasil diskusi kelompok dan mendemonstrasikan gerak djhadapan teman-temannya
Demonstrasikan • Siswa memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah melalui berbagai tahapan belajar
• Kemampuan menjelaskan materi, mendemontrasikannya dan menemukan sendiri gerakan yang harus dilakukan
• Memberi kesempatan kepada kelompok untuk mengulang gerakan yang ditemukannya
• Menyusun penjelasan sendiri tentang materi yang didemonstrasikan hasil penemuannya
Ulangi • Siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya ke dalam pengalaman belajar sehari-hari
• Menguasai materi melalui pengulangan belajar yang cukup hingga menjadi gerak otomatis
• Tiap kelompok bergiliran untuk mendemontrasikan hasil pengalaman belajarnya
• Mengkombinasikan antara pengalaman belajar yang baru dikuasai dengan sebelumnya
• Setiap individu menunjukan gerak yang berhasil dikuasai
Rayakan • Mengevaluasi keberhasilan belajar dan penyebab yang belum dikuasai siswa
• Melakukan umpan balik terhadap siswa yang belum berhasil melalui perbaikan belajar
• Memberikan penguatan kepada siswa yang telah berhasil menguasai materi pelajaran
• Secara bergiliran dan bersifat perorangan melakukan demontrasi gerak yang dipelajari untuk dinilai
• Penilaian penampilan hasil belajar siswa secara perorangan
• Terhadap siswa yang berhasil diberikan penguatan dan sebaliknya yang belum berhasil diberikan suport
210
2. Desain Awal Model Implementasi Pembelajaran Kuantum Penjas
Desain awal model implementasi pembelajaran kuantum Penjas terdiri dari empat
tahapan kegiatan pokok, yaitu tahap kegiatan pembukaan (Introductory activity),
pengembangan fitness (Fitness development activity), kegiatan inti (Lesson focus), dan
kegiatan penutup (Clossing Activity). Untuk lebih jelasnya desain awal implementasi
model pembelajaran kuantum Penjas dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Bagan 4-2
Desain Awal Model Implementasi Kuantum Penjas
TAHAPAN KEGIATAN KEGIATAN GURU KEGIATAN SISWA
KEGIATAN PENDAHULUAN
Mengemukakan topik pembelajaran, mengajukan berbagai pertanyaan, merencanakan tugas-tugas, dan menyusun kriteria keberhasilan pelaksanaan tugas, serta mempersiapkan alat peraga
Menerima pemberian tugas, menjawab pertanyaan yang diajukan, memilih tugas yang tersedia, melakukan penafsiran sendiri, melakukan persiapan menuju inti pembelajaran
PENGEMBANGAN FFTNESS
Merancang kegiatan yang mengarah berbagai vareasi latihan kondisi fisik, menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan melalui musik pengiring latihan, melakukan pengulangan latihan dan membimbing pelaksanaan tugas gerak
Melakukan berbagai vareasi latihan yang mengarah kepada fungsional penampilan fisik, mengikuti irama musik dengan gerak, melakukannya dengan penuh semangat dan menyenangkan
KEGIATAN INTI Menyampaikan pokok bahasan, mengelompokan siswa, memberikan bahkan terhadap gerak yang benar, memberikan penjelasan/peragaan dengan iringan musik dan berusaha agar siswa berhasil mencapai tujuan
Menerima pembelajaran, menerima umpan balik, mengulang latihan, berusaha memperbaiki penampilan dan membandingkan dengan kriteria yang ada, dan aktif melakukan diskusi dengan sesama teman kelompoknya
KEGIATAN PENUTUP Menyimpulkan materi pelajaran, menyatakan penghargaan kepada siswa yang berhasil, melakukan umpan balik, dan mengomunikasikan kepada siswa hal-hal yang harus dilakukan sesuai dengan kriteria
Menerima kriteria untuk memperbaiki penampilan, menerima umpan balik, menyediakan waktu belajar sendiri, memverifikasi pemecahan yang telah dilakukan denga kriteria yang dimiliki guru, dan mempersiapkan pelajaran berikutnya
211
Berdasarkan bagan tersebut, desain awal implementasi model pembelajaran
kuantum Penjas terdiri dari empat tahapan kegiatan pokok, yaitu tahapan kegiatan
pendahuluan, kegiatan pengembangan fitness, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Selanjutnya setiap tahapan kegiatan model kuantum pembelajaran pendidikan
jasmani dijelaskan sbb.:
a. Tahap kegiatan pendahuluan
Pada langkah kegiatan pendahuluan merupakan langkah awal dalam model
kuantum Penjas. Pada tahap ini peranan guru memberikan motivasi pada siswa melalui
membangkitkan minat, kemauan, dan keinginan agar tercipta kondisi belajar yang
sungguh-sungguh. Latihan-latihan yang ditugaskan guru untuk melakukan pemanasan,
pertanyaan yang diajukan guru untuk direspons oleh anak, balikan anak yang sesuai
dengan kriteria dan permasalahan yang harus dijawab oleh siswa. Rangkaian kegiatan
ini harus dipersiapkan sebelumnya baik oleh guru maupun anak dalam menghadapi
kegiatan berikutnya,
b. Tahap pengembangan fisik
Kegiatan ini dilakukan hampir sama dengan kegiatan pendahuluan hanya berbeda
dari segi pembobotan atau pengulangan, karena yang menjadi sasaran adalah
meningkatkan kondisi tubuh agar memiliki komponen-komponen kesegaran jasmani.
Jika dalam pendahuluan diberikan tugas lari keliling lapangan maka latihan lari tersebut
dilakukan secara berulang. Begitu juga latihan permainan dilakukan dalam waktu
tertentu dan tidak hanya cukup satu kali saja. Latihan kekuatan baring duduk dalam
waktu satu menit atau mencapai hitungan tertentu dengan maksud adanya peningkatan
kemampuan fisik khususnya kekuatan dan daya tahan yang merupakan bagian dari
kebugaran jasmani.
212
c Tahapan kegiatan inti
Dalam tahap ini guru berusaha untuk mengeksplorasi kemampuan anak melalui
multi kegiatan dalam upaya penguasaan materi pelajaran. Menggali potensi anak
dilakukan dengan cara menggunakan multi metode, teknik bertanya, situasi menantang
siswa, pemberian contoh peragaan, mengulang-ngulang gerakan yang sudah dikuasai,
dan mempelajari gerak yang baru dengan alur kegiatan yang dikontrol dan mendapat
balikan dari guru. Siswa secara maksimal melakukan aktivitas gerak dan diperlakukan
sebagai seorang yang berposisi sebagai decision maker. Mereka mengambil keputusan
sendiri untuk melakukan gerak yang sesuai dengan tugas yang dihadapinya. Siswapun
mendapat kesempatan untuk; menilai dirinya sendiri dan masukan dari teman sebaya
tentang gerak yang dilakukannya, apakah sesuai dengan acuan kriteria yang dibuatkan
guru atau belum memperolehnya. Kegiatan belajar sambil bermain menjadi semboyan
pembelajaran Penjas di Sekolah Dasar. Guru Penjas hanya berperan membantu siswa
ketika siswa menemukan gerak yang sukar untuk dipecahkan. Selama siswa belum
menemukan alternatif terbaik terhadap gerak yang dilakukan selama itu pula siswa
harus terus menerus mengadakan pembelajaran yang tepat.
d.Tahap kegiatan penutup
Pada tahapan ini guru menilai penampilan dan umpan balik yang dilakukan
selama atau sesudah pelaksanaan tugas-tugas yang telah diberikan. Guru berusaha
mengumpulkan keterangan dan informasi lain lalu membandingkan dengan kriteria
yang telah ditentukan. Pemberian penilaian positif atau negative terhadap penampilan
siswa, harus dimaksudkan dalam umpan balik yang bersifat korektif agar ada gunanya
bagi kemajuan siswa. Guru menyimpulkan apakah1 penampilan benar atau salah dan
menyampaikan hal-hal tentang penilaian penampilan kepada siswa.
u u
v
3. Desain Awal Model Evaluasi Pembelajaran Kuantum Penjas
Sesuai dengan prinsip pedoman model pembelajaran kuantum Penjas yaitu
segalanya berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman belajar, akui setiap usaha dan
merayakan keberhasilan, maka model evaluasi diarahkan untuk menilai kemampuan
siswa dalam keterampilan gerak dasar, pemahaman kognitif terhadap persoalan yang
diajukan, dan sikap positif terhadap aktivitas jasmani serta kepribadian yang mantap.
Evaluasi dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan
deskritor hasil observasi, sedangkan penilaian akhir dilakukan dengan menggunakan
skala penilaian yang disusun berdasarkan pertimbangan kualitas gerak yang
ditampilkan.
Kriteria peningkatan keterampilan gerak dasar siswa dalam penelitian ini ditinjau
dari aspek pola gerak lokomotor, pola gerak non lokomotor, dan pola gerak manipulatif.
Gerak lokomotor adalah gerak berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain,
diantaranya: jalan, lari, lompat dan lainnya. Gerak non lokomotor adalah gerakan tubuh
ke berbagai arah tapi tetap di tempat, antara lain gerakan meliukan badan,
membungkuk, memutar dan lain sebagainya. Sedangkan gerak manipulatif merupakan
keterampilan yang berhubungan dengan benda di luar dirinya yang harus dimanipulasi
sedemikian rupa sehingga terbentuk sebuah keterampilan, seperti melempar,
menendang, menyetop, dan memukul dengan raket Melakukan keterampilan gerak
tidak dapat dipisahkan dari kemampuan kognitif seperti kemampuan dan kelancaran
berfikir. Aspek kemampuan kognitif adalah kemampuan siswa mengeluarkan gagasan
dan ide-ide secara verbal yang berhubungan dengan materi pembelajaran yang sedang
dibahas. Selain itu kelancaran berfikir yang menekankan kemampuan memberikan
214
ke berbagai arah tapi tetap di tempat, antara lain gerakan meliukan badan,
membungkuk, memutar dan lain sebagainya. Sedangkan gerak manipulatif merupakan
keterampilan yang berhubungan dengan benda di luar dirinya yang harus dimanipulasi
sedemikian rupa sehingga terbentuk sebuah keterampilan, seperti melempar,
menendang, menyetop, dan memukul dengan raket. Melakukan keterampilan gerak
tidak dapat dipisahkan dari kemampuan kognitif seperti kemampuan dan kelancaran
berfikir. Aspek kemampuan kognitif adalah kemampuan siswa mengeluarkan gagasan
dan ide-ide secara verbal yang berhubungan dengan materi pembelajaran yang sedang
dibahas. Selain itu kelancaran berfikir yang menekankan kemampuan memberikan
jawaban dengan kata-katanya sendiri dengan memperjelas jawaban melalui ilustrasi
contoh-contoh yang sesuai dengan taraf berfikir anak-anak.
Sikap positif terhadap pendidikan jasmani dapat digambarkan saat siswa belajar
dalam situasi senang, memiliki kemauan untuk berpartisipasi aktif, kreatif, dan kritis.
Dengan demikian proses evaluasi yang diterapkan harus dilakukan secara kontinuitas
disertai pengamatan untuk mencapai sasaran kemampuan gerak dasar, kecakapan
berfikir serta prilaku positif terhadap pelajaran Pendidikan jasmani.
Bagan 4-3
Desain Awal Model Evaluasi Pembelajaran Penjas
PROSEDUR EVALUASI
Dilakukan menggunakan kegOiatan pengamatan,
pencatatan dan dokumentasi. Komponen yang dievaluasi
meliputi kemampuan fisik-motorik, kognitif, sosial dan
emosional pada setiap tahapan proses pembelajaran
Pendidikan jasmani. Jenis penilaian yang dikembangkan
cenderung pada penilaian kualitatif dengan penjelasan
deskriftor pada gerak yang dilakukan.
215
ALAT/TEKNIK
Menggunakan pedoman observasi(daftar cek)pada
deskriptor dalam bentuk rating scale sebagai patokan
penilaian Penjas
SASARAN Keterampilan gerak dasar, kecakapan berfikir, dan sikap
positif terhadap pembelajaran Penjas
C. Hasil Uji Coba Terbatas
Uji coba terbatas adalah uji coba yang dilakukan untuk mengembangkan model
awal seperti yang telah dirancang sebelumnya. Tujuan penelitian pada tahap ini adalah
untuk menemukan sosok model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
berfikir siswa yang dianggap memadai sesuai dengan kondisi lapangan dan kurikulum
saat ini. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, proses uji cobapun berguna untuk
meningkatkan kemampuan gerak siswa ditinjau dari segi keterampilan melakukan gerak
dasar, kecerdasan berfikir memecahkan permasalahan dan sikap positif dalam
melakukan pendidikan jasmani.
Uji coba terbatas dilaksanakan di SD Negeri Sukamaju kelas VI dalam beberapa
kali putaran. Penentuan banyakna putaran tersebut didasarkan kepada keberhasilan guru
Penjas mengimplementasikan model pembelajaran kuantum Penjas berbabasis
kompetensi sesuai dengan tujuan pengembangan model yang telah ditentukan, hingga
pada akhirnya ditemukan model pembelajaran yang dianggap memadai. Hasil penelitian
setiap putaran dalam uji coba terbatas, hasilnya diuraikan di bawah ini.
1. Uji coba Terbatas Pengembangan Model Pembelajaran Kuantum Pendidikan
Jasmani Berbasis Kompetensi Putaran Pertama
a. Perencanaan Pembelajaran
216
Sesuai dengan model awal pembelajaran kuantum Penjas yang telah ditentukan,
komponen-komponen model perencanaan terdiri dari komponen menumbuhkan, alami,
namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan.
Komponen tumbuhkan berisi tentang konsep pengetahuan awal yang akan dibahas
berisikan bahan apersepsi yang berkaitan dengan kenyataan sehari-hari. Komponen
alami memberikan pengalaman nyata pada siswa untuk mencoba berbagai kebutuhan
gerak, komponen namai berisikan uraian kegiatan mencari, menyelidiki dan
menemukan cara melakukan materi pendidikan jasmani melalui belajar gerak secara
mencoba langsung merasakan kompleksitas gerak hingga memperoleh alternatif gerak
ideal yang dimginkan. Komponen demonstrasikan berisi tentang kegiatan interaksi guru
dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran yang terdiri dari empat langkah kegiatan
yaitu kegiatan pendahuluan, pengembangan fitness, inti, dan penutup. Komponen ulangi
berisikan kegiatan membangun pengetahuan dan keterampilan gerak yang dipelajarinya
secara berulang-ulang hingga siswa merasakan konsep yang telah dipelajarinya untuk
digunakan pada kondisi kehidupan sehari-hari. Komponen rayakan berisikan tentang
kegiatan umpan balik langsung atau tidak langsung pada belajar keterampilan gerak
yang telah dimilikinya sesuai dengan yang telah direncanakan, sebagai respon
pengakuan yang proporsional,
b. Implementasi uji coba terbatas putaran pertama
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Model Pembelajaran Kuantum
Pendidikan Jasmani Berbasis Kompetensi (MPKPK) terdiri dari empat langkah pokok
yaitu langkah kegiatan pendahuluan, pengembangan fitness, inti dan penutup.
Tahap kegiatan pendahuluan
217
Tahap kegiatan pendahuluan yang dilakukan guru pada putaran ini, tidak berjalan
sesuai dengan harapan. Pada tahap ini, guru tidak dapat membangkitkan semangat siswa
untuk mencoba memahami permasalahan yang diajukan. Hal ini disebabkan teknik
bertanya guru tidak mencerminkan sebagai teknik bertanya yang dapat merangsang
hasrat bergerak siswa, kemudian guru juga belum biasa menggunakan model
pembelajaran seperti MPKPK. Misalkan ketika tidak ada seorangpun siswa yang
menjawab atas pertanyaan yang diajukan guru tentang siapa yang bisa
mendemonstrasikan gerak langkah kaki dan tangan sesuai dengan irama musik yang
diperdengarkan kepada siswa, maka guru menjawab dan menunjukan sendiri
pertanyaan dan mendemonstrasikan dihadapan siswa. Beberapa kali guru melakukan
pengulangan semacam ini tanpa disadari bahwa hal itu menyalahi skenario
pembelajaran yang telah ditentukan. Malahan guru ketika siswa berfikir mencari
jawaban melalui peragaan gerak tersebut tidak sabar untuk segera menjawab sendiri
pertanyaan dan mendemonstrasikan gerakan yang dimaksudkan.
Tahap kegiatan pengembangan fitness
Seperti pada tahap pendahuluan, pada tahap inipun guru menemui kesulitan
mengajak siswa untuk melakukan latihan gerak secara berulang-ulang sebagai latihan
pemanasan yang bertujuan meningkatkan suhu tubuh, meregang otot-otot agar siap
melakukan aktivitas berikutnya. Kesulitan ini terjadi disebabkan kelemahan guru dalam
meyakinkan siswa untuk berlatih secara intensif dan kelemahan lain guru terlalu
terburu-buru tidak sabar menunggu bangkitnya respon gerak yang dimiliki siswa.
Misalkan ketika guru meminta pendapat dan menunjukkan gerakan peregangan (senam
khusus), teknik berlari yang benar, siswa acuh tak acuh kurang memperhatikan bentuk
gerak yang benar itu. Akhirnya guru menunjukkan demonstrasi gerak seperti
218
peregangan otol-otot tungkai, badan, tangan dan leher yang benar, setelah siswa tidak
ada seorangpun yang berminat melaksanakannya.
Tahap kegiatan fokus/inti pelajaran
Pada tahap ini, nampaknya guru juga gagal menggali potensi kemampuan dan
hasrat bergerak siswa yang sebenarnya. Sebetulnya siswa menginginkan kebebasan
bergerak secara lebih leluasa, namun guru seolah-olah mempatok gerak yang benar
seperti dicontohkan guru. Misalkan ketika guru memberikan teknik dan menangkap
bola kasti menunjukan sikap kaki, tangan, badan, dan koordinasi mata tangan melalui
bola, guru asik sendiri mendemonstrasikan gerak yang benar sesuai yang diharapkan.
Kondisi siswa saat itu bermain sendiri-sendiri seperti memainkan bola kasti dengan
sesama temannya, saling kejar mengajar dan tak mau diberhentikan oleh guru. Akhirnya
guru kembali mengumpulkan siswa memberikan penjelasan ulang tanpa memahami apa
kesulitan sebenarnya yang dialami siswa tersebut.
Tahap kegiatan penutup
Pada tahap ini, nampaknya guru kurang berhasil memberikan penguatan tentang
penting dan manfaat melakukan suatu keterampilan pendidikan jasmani untuk
kehidupan sehari-hari. Saat guru menutup pelajaran, sebagian siswa masih aktif bermain
sesama temannya dan kurang perhatian terhadap penyampaian pentingnya pembahasan
materi pelajaran tersebut Misalkan ketika guru mengoreksi kesalahan gerak secara
umum, sebahagian siswa tanpa memperdulikan penjelasan guru. Malahan siswa
bercengkrama dengan temannya dan menginginkan cepat dibubarkan karena meminta
izin ganti pakaian dan pergi ke kantin sekolah.
c Hasil observasi dan rekomendasi uji coba terbatas pada putaran pertama
219
Hasil observasi dan diskusi dengan guru Penjas sebagai subjek penelitian,
pengembangan model pada tahap uji coba terbatas putaran pertama dapat disimpulkan
sebagai berikut:
Ditinjau dari proses pembelajaran yang dilakukan guru Penjas, maka sosok model
MPKPK, sebagai suatu model yang diharapkan untuk memperbaiki proses pembelajaran
Penjas di Sekolah Dasar saat ini belum dapat dikembangkan, artinya sosok model
pembelajaran yang diinginkan belum secara menyeluruh dapat ditemukan.
Ketidakberhasilan ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, tidak berfungsinya
rencana pembelajaran yang telah disusun sebagai pedoman pembelajaran. Proses
belajar mengajar berlangsung seperti sebelum adanya model ini. Tahapan-tahapan
pembelajaran seperti yang sudah direncanakan tidak berjalan sebagaimana seharusnya.
Kedua, gaya guru dalam mengembangkan pembelajaran masih dipengaruhi oleh
model pembelajaran yang selama ini digunakan di lapangan. Guru masih terlalu
dominan berperan sebagai penyampai informasi dan pelatih atau instruktur seperti yang
ditunjukkan dari kebiasaan guru menjawab dan sekaligus memberikan contoh serta
menjelaskan sendiri pertanyaan yang diajukan kepada siswa. Guru juga tidak berusaha
mendorong siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan gerak
melalui pemberian pengalaman belajar seluas mungkin.
Ketiga, penggunaan media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar tidak
diarahkan untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan gerak secara
penuh. Media lebih cenderung difungsikan sebagai pajangan yang hanya digunak
220
Keempat, desain evaluasi yang telah direncanakan tidak berjalan secara mulus,
oleh karena kemampuan dan penampilan gerak siswa tidak muncul secara optimal
sehingga kesulitan untuk mendeskripsikannya.
Sebagai konsekuensi peran dan gaya guru dalam pembelajaran, maka pada putaran
pertama ini keterlibatan siswa dalam setiap tahapan pembelajaran sama sekali belum
nampak. Siswa tidak berperan sebagai subjek belajar, akan tetapi lebih dominan sebagai
objek yang siap menerima informasi dan intruksi dari guru. Kemampuan siswa baik
dilihat dari aspek berfikir sistimatis maupun penampilan keterampilan gerak sama sekali
belum nampak. Hal ini bukan karena disebabkan oleh tidak adanya upaya guru untuk
memberikan semangat dan meningkatkan hasrat bergerak siswa, akan tetapi nampak ada
keraguan siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dianggap wajar
mengingat model pembelajaran ini bagi siswa tidak biasa melakukan berbeda dengan
sebelumnya.
Berdasarkan hasil observasi seperti yang telah dijelaskan di atas, maka untuk
memperbaiki desain mode) pembelajaran disarankan sebagai berikut:
Pertama, khusus untuk aspek perencanaan dalam komponen kegiatan belajar
mengajar sebaiknya guru membuat skenario pembelajaran yang akan dilakukan secara
lengkap dan rinci. Hal ini dimaksudkan agar guru memahami benar tindakan apa yang
akan dilakukan manakala terjadi kemacetan pembelajaran, misalkan apa yang akan
dilakukan ketika diantara siswa tidak seorangpun yang tahu bagaimana meniru gerak
seperti lari kijang. Ini harus diantisipasi mengingat proses pembelajaran tetap harus
berlangsung.
221
Kedua, guru juga disarankan untuk memfungsikan perencanaan yang telah disusun
rapih sebagai pedoman pembelajaran. Hal ini sangat penting agar proses pembelajaran
terkontrol dan berlangsung secara efektif dan efisien.
Ketiga, dalam proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan MPKPK,
sebaiknya didahului dengan langkah apersepsi sebagai pendahuluan. Pada langkah ini
guru perlu menjelaskan kepada siswa tentang tujuan pembelajaran serta apa yang harus
dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Langkah ini dimaksudkan agar siswa
memahami tugas pembelajaran, sehingga diharapkan mereka siap untuk berperan secara
aktif dalam proses pembelajaran selanjutnya.
Keempat, guru perlu meningkatkan kemampuannya dalam menggunakan teknik-
teknik penguatan pada siswa baik yang dapat menjawab maupun yang tidak terhadap
pertanyaan yang diajukan guru, dan perlu diupayakan agar guru tidak menjawab sendiri
pertanyaan yang diberikan kepada siswa tesebut.
2. Uji Coba Terbatas Pengembangan Model Pembelajaran Kuantum Penjas
Berbasis Kompetensi Putaran kedua
a. Perencanaan Pembelajaran
Sesuai dengan model awal pembelajaran kuantum Penjas pada putaran pertama,
ada beberapa penyempurnaan pada aspek perencanaan model pembelajaran yang telah
direkomendasikan yaitu pendeskripsian pada langkah apersepsi, eksplorasi,
demonstrasi, pengembangan aplikasi, refleksi dan revisi.
Komponen apersepsi berisi tentang konsep pengetahuan awal yang akan dibahas
berisikan problema yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Komponen diskoveri dan
eksplorasi berisikan uraian kegiatan latihan materi pendidikan jasmani yang baru
222
dikaitkan dengan materi belajar pendidikan jasmani yang telah dikuasai sebelumnya
kemudian dilakukan secara berulang-ulang, hingga menguasai keterampilan gerak
tersebut Komponen penjelasan konsep dan demonstrasi berisi tentang kegiatan guru
dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran yang terdiri dari empat langkah kegiatan
yaitu kegiatan pendahuluan, pengembangan fitness, inti, dan penutup. Komponen
pengembangan aplikasi berisikan kegiatan dalam bentuk kompetisi baik beregu maupun
perorangan atau pelaksanaan pembelajaran dalam bentuk yang sebenarnya sesuai
peraturan baik perlombaan maupun pertandingan. Komponen refleksi dan revisi
berisikan tentang kegiatan umpan balik langsung atau tidak langsung pada belajar
keterampilan gerak yang telah dimilikinya sesuai dengan yang telah direncanakan,
kemudian mengklasifikasikan mana siswa yang sudah menguasai, belum sepenuhnya
menguasai, dan sama sekali belum menguasai tentang materi pendidikan jasmani.
b. Implementasi Uji Coba Terbatas Putaran Kedua
Berdasarkan perencanaan model tersebut, desain awal implementasi model
pembelajaran kuantum Penjas terdiri empat tahapan pokok, yaitu tahapan kegiatan
pendahuluan, kegiatan pengembangan fitness, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pada
putaran kedua ini topik yang akan dijadikan bahan pembelajaran adalah tentang
"Aktivitas Ritmik".
Selanjutnya setiap tahapan kegiatan model pembelajaran kuantum pendidikan
jasmani dijelaskan sbb.:
Tahap kegiatan pendahuluan
223
Pada langkah kegiatan pendahuluan merupakan langkah awal dalam model
kuantum Penjas. Pada tahap ini guru memberikan motivasi pada siswa melalui iringan
musik yang dapat membangkitkan minat, kemauan, dan keinginan agar dapat
melakukan gerak sesuai ritme musik tersebut. Belajar langkah kaki, ayunan tangan dan
gerakan ditempat, diikuti gerak maju mundur, kanan kiri dalam iringan musik yang
lambat Dijelaskan oleh guru bahwa belajar topik ini, pada siswa dianjurkan mengikuti
gerak instruktur dahulu, kemudian melakukannya sendiri. Rangkaian kegiatan ini harus
dilakukan secara bertahap mulai irama tepukan tangan kemudian menggunakan musik
pengiring dalam tempo yang lambat Program ini dipersiapkan sebelumnya baik oleh
guru maupun siswa agar menghadapi kegiatan berikut sudah siap.
Prosedur pembelajaran yang harus ditempuh siswa pada tahapan pendahuluan ini,
nampaknya ada kemajuan yang semula selalu bergantung sepenuhnya kepada guru,
namun kali ini secara kuantitatif jumlah yang berpartisipasi dalam melakukan gerak
sudah ada peningkatan, walaupun belum maksimal. Kesan masih canggung, malu-malu
meliukan badan sesuai irama musik sangat jelas terlihat.
Tahap pengembangan fisik
Kegiatan ini dilakukan hampir sama dengan kegiatan pendahuluan hanya berbeda
dari segi pembobotan atau pengulangan, karena yang menjadi sasaran adalah
meningkatkan kondisi tubuh agar memiliki komponen-komponen kesegaran jasmani.
Jika dalam pendahuluan diberikan latihan pemanasan untuk gerakan ditempat, maka
latihan tersebut dilakukan secara berulang-ulang. Begitu juga latihan gerak yang lambat
maka ditingkatkan porsi latihan menjadi gerak melompat yang dilakukan dalam waktu
dan frekuensi yang ditambah serta tidak hanya cukup satu kali saja. Latihan kekuatan
ditingkatkan menjadi latihan daya tahan dalam kualitas dan kuantitas baik penambahan
224
waktu maupun penambahan freuensi latihan mutlak diperlukan dengan maksud adanya
peningkatan kemampuan fisik khususnya kekuatan dan daya tahan yang merupakan
bagian dari kebugaran jasmani.
Tahapan kegiatan inti
Dalam tahap ini guru berusaha untuk mengeksplorasi kemampuan anak melalui
multi kegiatan dalam upaya penguasaan materi pelajaran. Menggali potensi anak
dilakukan dengan cara menggunakan multi metode, teknik bertanya, situasi menantang
siswa, pemberian contoh peragaan, mengulang-ngulang gerakan yang sudah dikuasai,
dan mempelajari gerak yang baru dengan alur kegiatan yang dikontrol dan mendapat
balikan dari guru. Siswa secara maksimal melakukan aktivitas gerak ritmik dimulai
pengenalan, pelaksanaan gerakan dengan iringan musik, dilakukan baik secara
berkelompok maupun perorangan. Guru memberikan keleluasaan untuk berinisiatif
sendiri baik meniru gerakan maupun menciptakan gerakan sendiri, posisi siswa
diperlakukan sebagai seorang yang decision maker. Mereka mengambil keputusan
sendiri untuk melakukan gerak yang sesuai dengan tugas yang dihadapinya. Siswapun
mendapat kesempatan untuk menilai dirinya sendiri dan masukan dari teman sebaya
tentang gerak yang dilakukannya, apakah sesuai dengan acuan kriteria yang dibuatkan
guru atau belum memperolehnya. Kegiatan belajar sambil bermain menjadi semboyan
pembelajaran Penjas di Sekolah Dasar. Guru Penjas hanya berperan membantu siswa
ketika siswa menemukan gerak yang sukar untuk dipecahkan. Selama siswa belum
menemukan alternatif terbaik terhadap gerak yang dilakukan selama itu pula siswa
harus terus menerus mengadakan pembelajaran yang tepat.
Prosedur seperti ini sayang guru tidak berusaha keras untuk memahami kesulitan
siswa agar dapat mengikuti gerakan sesuai dengan patokan, misalkan gerak yang
225
dilakukan sesuai dengan ketukan atau ritme musik pengiring dilakukan secara perlahan-
lahan sesuai tuntutan musik tadi. Oleh karena itu, pada proses pembelajaran selanjutnya
nampaknya guru mengalami kesulitan untuk mengaitkan gerak yang dilakukan siswa
dengan musik pengiring, sehingga masih ada kerancuan dalam aktivitas ritmik.
Tahap kegiatan penutup
Setelah kegiatan inti dilakukan yang menuntut aktivitas gerak yang dominan,
maka dalam kegiatan penutup grafiknya menurun (cooling down). Karena itu latihan
yang mesti dilakukan biasanya tidak memerlukan tenaga yang besar, maka kandungan
materi pada kegiatan penutup harus dilakukan dengan senang dan gembira sehingga
tenaganya pulih untuk siap-siap menuju pada kegiatan berikutnya.
Pada tahapan ini guru menilai penampilan dan umpan balik yang dilakukan
selama atau sesudah pelaksanaan tugas-tugas yang telah diberikan. Guru berusaha
mengumpulkan keterangan dan informasi lain lalu membandingkan dengan kriteria
yang telah ditentukan. Pemberian penilaian positif atau negative terhadap penampilan
siswa, harus dimaksudkan dalam umpan balik yang bersifat korektif agar ada gunanya
bagi kemajuan dan mengelompokan siswa.
c. Hasil Observasi dan Rekomendasi Uji Coba Terbatas Putaran Kedua
Berdasarkan hasil observasi, pada uji coba terbatas pengembangan model
pembelajaran tahap kedua dijelaskan sebagai berikut:
Ditinjau dari cara guru mengembangkan model pembelajaran, maka pola
pembelajaran mulai berubah, walaupun pola model pembelajaran kuantum Penjas
sebagai model pembelajaran yang memiliki suasana yang menyenangkan untuk
meningkatkan kemampuan gerak siswa Sekolah Dasar masih belum dapat terlihat
dengan sempurna. Adanya perubahan model pembelajaran ini nampak dan proses
226
pembelajaran yang tidak lagi sepenuhnya berpusat pada guru, siswa melakukan
berbagai aktivitas inisistif sendiri, serta ada upaya guru untuk mengembangkan dialog
melalui proses pemecahan masalah bersama. Beberapa kelemahan yang nampak
berdasarkan hasil observasi yang memberi kesan bahwa model ini tidak nampak
berjalan mulus adalah pertama guru masih kurang memfungsikan rencana pembelajaran.
Proses pembelajaran sering keluar dari skenario yang telah disusun, akibatnya
pembahasan persoalan inti menjadi sedikit sedangkan persoalan penunjang menjadi
melebar. Kedua, dalam pelaksanaan setiap tahapan proses guru nampaknya masih
kurang mampu menggunakan sistematika yang sesuai dengan tuntutan model akan
tetapi berkutat pada paradigma lama dimana mode! konvensional kadang-kadang
digunakan tanpa disadari. Ketiga, guru masih kurang mampu untuk menunggu respon
siswa sehingga guru masih banyak memberikan contoh karena siswa belum berani
menampilkan kemampuannya padahal sebenarnya mereka bisa hanya masih penuh
keraguan untuk menampilkannya. Keempat, penggunaan sarana dan media
pembelajaran dirasakan masih tidak berfungsi sebagai pembentukan keterampilan akan
tetapi masih bersifat sebagai ajang pencapaian prestasi dalam perlombaan bukan
memenuhi sifat hasrat bergerak siswa.'
Dilihat dari kepentingan siswa, nampak ada sedikit peningkatan keterampilan dan
keberanian untuk melakukan walaupun belum sempurna. Posisi siswa mulai ada
perubahan dari yang bersifat hanya sebagai objek belajar, akan tetapi sudah mulai
bergeser sebagai subjek belajar. Beberapa orang siswa nampak mulai menunjukkan
keberaniannya untuk bertanya tentang bagaimana seharusnya keterampilan gerak
tertentu dilakukan, memberikan jawaban ketika ditanya, walaupun masih kurang
nyambung antara pertanyaan dengan jawaban yang sesuai dengan inti permasalahan.
Hal ini adanya kemajuan yang disebabkan siswa sudah mulai memahami apa
mereka lakukan dalam proses pembelajaran seperti yang diutarakan guru pada tahapan
eksplorasi.
Berdasarkan hasil observasi, ada beberapa pandangan peneliti yang perlu
dijelaskan untuk mengembangkan model pembelajaran kuantum Penjas yang berbasis
kompetensi sebagai berikut:
Pertama, pola pembelajaran sudah mulai ada perubahan dengan adanya kegiatan
pelibatan siswa dalam proses pemecahan masalah. Namun masih nampak guru kesulitan
memerankan sistematika pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran
kuantum, sehingga mengakibatkan proses pembelajaran sering terhambat. Hal ini
mungkin disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya guru tidak bisa langsung begitu
saja mampu merubah dari model yang biasa dilakukan pada model yang baru tentunya
perlu waktu dan kesempatan untuk terus dilakukan secara berulang-ulang. Kesulitan
lain datang dari siswa kurang memahami persoalan yang dijelaskan oleh guru
dikarenakan bahan pembelajaran mungkin terlalu sulit jauh dari pengalaman belajar
siswa sehingga tidak dapat terjangkau oleh kemampuan mereka. Atas dasar itulah agar
model pembelajaran ini yang merupakan model pembelajaran yang menyenangkan
suasana belajar siswa dapat diterapkan, maka sebaiknya guru memahami terlebih dahulu
pengalaman belajar siswa. Pemahaman akan pengalaman belajar siswa itu selanjutnya
dapat dijadikan dasar untuk menentukan langkah berikutnya. Untuk memahami
pengalaman dan kemampuan siswa berdasarkan kesepakatan hasil diskusi sebelum
melakukan tahap penjelasan konsep melalui demonstrasi perlu dilakukan tahapan
pelacakan pengalaman secara lebih mendalam tentang kemampuan siswa.
228
.f ' Kedua, dalam proses implementasi model untuk merealisasikan penambahan
komponen atau langkah eksplorasi, guru perlu meningkatkan kemampuan bertanya
terutama teknik pertanyaan yang bersifat terbuka, disamping melatih kesabaran untuk
menahan jawaban sendiri atas pertanyaan yang diajukan kepada siswa serta menahan
diri untuk tidak serta merta menampilkan gerak sebagai contoh. Di samping itu pula,
guru perlu memberikan penguatan terahadap respons yang diberikan siswa baik
penguatan dengan ucapan maupun dengan isyarat atau gerakan.
Ketiga, media dan sumber belajar perlu dipersiapkan lebih matang dan digunakan
bukan hanya untuk kepentingan sumber belajar akan tetapi juga untuk kepentingan
peningkatan keterampilan siswa. Keempat, guru perlu memfungsikan rencana
pembelajaran dengan lebih cermat, agar proses pembelajaran dengan model kuantum
Penjas berbasis kompetensi tidak keluar dari tema pembelajaran.
3. Uji Coba Terbatas Pengembangan Model Pembelajaran Kuantum Penjas
Berbasis Kompetensi Putaran Ketiga
a. Perencanaan Pembelajaran
Secara umum perencanaan pembelajaran tidak mengalami perubahan sesuai
dengan model awal pembelajaran kuantum Penjas pada putaran pertama dan kedua,
namun ada sedikit penyempurnaan pada aspek perencanaan model pembelajaran yang
telah direkomendasikan yaitu pada kompetensi yang harus dicapai dan penekanan
pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari siswa khususnya pada kegiatan
apersepsi. Kegiatan eksplorasi, demonstrasi, pengembangan aplikasi, refleksi dan revisi
seperti model awal pembelajaran kuantum Penjas pada putaran sebelumnya.
229
Komponen apersepsi berisi tentang konsep pengetahuan awal yang akan dibahas
berisikan problema yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Komponen diskoveri dan
eksplorasi berisikan uraian kegiatan latihan materi pendidikan jasmani yang baru
dikaitkan dengan materi belajar pendidikan jasmani yang telah dikuasai sebelumnya
kemudian dilakukan secara berulang-ulang, hingga menguasai keterampilan gerak
tersebut Komponen penjelasan konsep dan demonstrasi berisi tentang kegiatan guru
dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran yang terdiri dari empat langkah kegiatan
yaitu kegiatan pendahuluan, pengembangan fitness, inti, dan penutup. Komponen
pengembangan aplikasi berisikan kegiatan dalam bentuk kompetisi baik beregu maupun
perorangan atau pelaksanaan pembelajaran dalam bentuk yang sebenarnya sesuai
peraturan baik perlombaan maupun pertandingan. Komponen refleksi dan revisi
berisikan tentang kegiatan umpan balik langsung atau tidak langsung pada belajar
keterampilan gerak yang telah dimilikinya sesuai dengan yang telah direncanakan,
kemudian mengklasifikasikan mana siswa yang sudah menguasai, belum sepenuhnya
menguasai, dan sama sekali belum menguasai tentang materi pendidikan jasmani,
b. Implementasi Uji Coba Terbatas Putaran Ketiga
Berdasarkan perencanaan model tersebut, desain awal implementasi model
pembelajaran kuantum Penjas terdiri empat tahapan pokok, yaitu tahapan kegiatan
pendahuluan, kegiatan pengembangan fitness, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pada
putaran ketiga ini tema yang akan dijadikan bahan pembelajaran adalah tentang
"Aktivitas Uji diri dan Ritmik7'.
Selanjutnya setiap tahapan kegiatan model pembelajaran kuantum pendidikan
jasmani dijelaskan sbb.:
Tahap kegiatan pendahuluan
230
Pada langkah kegiatan pendahuluan merupakan langkah awal dalam model
kuantum Penjas. Pada tahap ini guru memberikan motivasi pada siswa melalui iringan
musik yang dapat membangkitkan minat, kemauan, dan keinginan agar dapat
melakukan gerak sesuai ritme musik tersebut. Belajar melompat-lompat di tempat,
kemudian melompat-lompat di tempat dengan mengubah arah, meragakan meliukan
tubuh, membungkukan badan, meragakan gerakan berjalan, berlari, berhenti, merobah
arah kecepatan dan berbagai latihan keseimbangan. Dijelaskan oleh guru bahwa belajar
topik ini, pada siswa dianjurkan mengikuti irama musik dan lakukan sesuai dengan
apresiasi sendiri tanpa selalu diberikan istruksi atau contoh dari guru tetapi inisiatif
sendiri. Rangkaian kegiatan ini harus dilakukan secara bertahap mulai irama tepukan
tangan kemudian menggunakan musik pengiring dalam tempo yang lambat. Program ini
dipersiapkan sebelumnya baik oleh guru maupun siswa agar menghadapi kegiatan
berikut sudah siap.
Langkah-langkah pembelajaran yang harus ditempuh siswa pada tahapan
pendahuluan ini, nampaknya sudah ada kemajuan yang semula selalu bergantung
sepenuhnya kepada instruksi guru, namun kali ini mereka sudah memahami kegiatan
yang mesti dilakukan dan sudah sebagian tugas diambil alih mereka. Secara kualitas
gerakan yang dilakukannya sudah ada peningkatan, walaupun mereka melakukannya
masih bersifat kelompok- Kesan kurang rasa percaya diri masih nampak dan belum
berani tampil ke depan masih menghinggapi pikiran siswa, seperti mengkoordinasikan
gerak tangan, kaki, dan meliukan badan sesuai irama musik belum dilakukan secara
optimal.
Tahap pengembangan fisik
231
Kegiatan ini dilakukan hampir sama dengan kegiatan pendahuluan hanya berbeda
dari segi kualitas dan kuantitas gerak yang dilakukannya. Segi kualitas gerakan
dilakukan dengan benar-benar dan terasa manfaatnya karena yang menjadi sasaran
adalah meningkatkan kondisi tubuh agar fit atau kesegaran jasmani. Jika dalam
pendahuluan diberikan Latihan pemanasan untuk gerakan ditempat, maka latihan
tersebut dilakukan secara berulang-ulang. Begitu juga latihan gerak berjalan atau berlari
mulai lambat dahulu maka ditingkatkan menjadi cepat dan frekuensi yang ditambah
menjadi beberapa kali sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Melakukan
gerakan kekuatan, kelentukan, kelincahan, daya tahan dan keseimbangan ditingkatkan
jumlah latihannya seperti penambahan waktu dan penambahan hitungan. Latihan
pengembangan fisik diperlukan dengan maksud adanya peningkatan kemampuan fisik
khususnya kekuatan, kelentukan, kelincahan, daya tahan dan keseimbangan yang
merupakan bagian dari kebugaran jasmani.
Tahapan kegiatan inti
Dalam tahap ini guru berusaha untuk mengeksplorasi kemampuan anak melalui
multi kegiatan dalam upaya penguasaan materi pelajaran. Menggali potensi anak
dilakukan dengan cara menggunakan berbagai kegiatan dengan variasi metode, teknik
bertanya, situasi menantang siswa, demonstrasi berbagai gerakan, mengulang-ngulang
gerakan yang sudah dikuasai, dan mempelajari gerak yang baru dengan alur kegiatan
yang dikontrol dan mendapat balikan dari guru. Siswa secara maksimal melakukan
bentuk-bentuk ketangkasan yang lebih kompleks dimulai pengenalan, pelaksanaan dan
kontrol gerakan dengan iringan musik, dilakukan baik secara berkelompok maupun
perorangan. Guru memberikan keleluasaan untuk berinisiarif sendiri baik meniru
232
gerakan maupun menciptakan gerakan sendiri, posisi siswa diperlakukan sebagai subjek
belajar. Mereka mengambil keputusan sendiri untuk melakukan gerak yang sesuai
dengan tugas yang dihadapinya. Siswapun mendapat kesempatan untuk menilai dirinya
sendiri dan masukan dari teman sebaya tentang gerak yang dilakukannya, apakah sesuai
dengan acuan kriteria yang dibuatkan guru atau belum sesuai. Kegiatan belajar sambil
bermain menjadi semboyan pembelajaran Penjas di Sekolah Dasar. Guru Penjas hanya
berperan membantu siswa ketika siswa menemukan gerak yang sukar untuk dipecahkan.
Selama siswa belum menemukan alternatif terbaik terhadap gerak yang dilakukan
selama itu pula siswa harus terus menerus mengadakan pembelajaran yang tepat.
Prosedur pembelajaran melakukan observasi, mencoba sendiri gerakan yang
sesuai dengan materi yang dibahas baik dilakukan secara kelompok maupun individu.
Siswa berusaha mencatat hal-hal yang mereka temukan di lapangan dengan pengalaman
belajar yang telah mereka tentukan sebelumnya merupakan kegiatan yang harus
dilakukan dalam model ini, walaupun prosedur ini belum sepenuhnya dilakukan siswa.
Pada tahapan ini nampaknya guru tidak berusaha keras untuk memahami kesulitan
siswa agar dapat mengikuti gerakan sesuai dengan patokan, misalkan gerak yang
dilakukan sesuai dengan ketukan atau ritme musik pengiring dilakukan secara perlahan-
lahan sesuai tuntutan musik tadi. Oleh karena itu, pada proses pembelajaran selanjurnya
nampaknya guru mengalami kesulitan untuk mengaitkan gerak yang dilakukan siswa
dengan musik pengiring, sehingga masih ada kerancuan dalam melakukan aktivitas
ritmik.
Tahap kegiatan penutup
Setelah kegiatan inti dilakukan yang menuntut aktivitas gerak yang dominan,
maka dalam kegiatan penutup grafiknya menurun (cooling down). Karena itu latihan
233
yang mesti dilakukan biasanya tidak memerlukan tenaga yang besar, maka kandungan
materi pada kegiatan penutup harus dilakukan dengan senang dan gembira sehingga
tenaganya pulih untuk siap-siap menuju pada kegiatan berikutnya.
Pada tahapan ini guru menilai penampilan dan umpan balik yang dilakukan
selama atau sesudah pelaksanaan tugas-tugas yang telah diberikan. Guru berusaha
mengumpulkan keterangan dan informasi lain lalu membandingkan dengan kriteria
yang telah ditentukan. Pemberian penilaian positif atau negative terhadap penampilan
siswa, harus dimaksudkan dalam umpan balik yang bersifat korektif agar ada gunanya
bagi kemajuan dan mengelompokan siswa. Kondisi seperti ini masih sebagaian
dilakukan oleh guru Penjas saat melakukan tahapan ini. Kampak sebagian siswa begitu
selesai bagian inti pelajaran mengiriginkan secepatnya selesai kembali ke kelas masing-
masing. Sebagian siswa masih beranggapam bahwa umpan balik dari guru, masukan
dari sesama teman tentang gerak yang mesti dilakukan belum menganggap penting
karena makna dari pembelajaran Penjas masih belum tertanam secara utuh.
c Hasil Observasi dan Rekomendasi Uji Coba Terbatas Putaran Ketiga
Berdasarkan hasil observasi, pada uji coba terbatas pengembangan model
pembelajaran tahap ketiga dijelaskan sebagai berikut:
Ditinjau dari cara guru mengembangkan model pembelajaran, maka pola
pembelajaran mulai berubah, walaupun pola model pembelajaran kuantum Penjas
sebagai model pembelajaran yang memiliki suasana yang menyenangkan untuk
meningkatkan kemampuan gerak siswa Sekolah Dasar masih belum dapat terlihat
dengan sempurna. Adanya perubahan model pembelajaran ini nampak dari proses
guru,
234
untuk mengembangkan dialog melalui proses pemecahan masalah bersama. Beberapa
kelemahan yang nampak berdasarkan hasil observasi yang memberi kesan bahwa model
ini tidak nampak berjalan mulus adalah: Pertama guru masih kurang memfungsikan
rencana pembelajaran dalam pelaksaan proses sering keluar dari skenario yang telah
disusun, akibatnya pembahasan persoalan inti menjadi sedikit sedangkan persoalan
penunjang menjadi melebar. Kedua, dalam pelaksanaan setiap tahapan proses guru
nampaknya masih kurang mampu menggunakan sistematika yang sesuai dengan
tuntutan model akan tetapi berkutat pada paradigma lama dimana model konvensional
kadang-kadang digunakan tanpa disadari. Ketiga, guru masih kurang mampu untuk
menunggu respon siswa sehingga guru masih banyak memberikan contoh karena siswa
belum berani bertanya, kurang percaya diri dan menampilkan kemampuannya padahal
sebenarnya mereka bisa hanya masih penuh keraguan untuk menampilkannya.
Keempat, penggunaan sarana dan media pembelajaran dirasakan masih tidak berfungsi
sebagai pembentukan keterampilan akan tetapi masih bersifat sebagai ajang pencapaian
tujuan peningkatan prestasi dalam perlombaan bukan memenuhi sifat hasrat bergerak
yang dibutuhkan oleh siswa.
Dilihat dari kepentingan siswa; nampak ada sedikit peningkatan keterampilan dan
keberanian untuk melakukan walaupun belum sempurna. Posisi siswa mulai ada
perubahan dari yang bersifat hanya sebagai objek belajar, akan tetapi sudah mulai
bergeser sebagai subjek belajar. Beberapa orang siswa nampak mulai menunjukkan
keberaniannya untuk bertanya tentang bagaimana seharusnya keterampilan gerak
tertentu dilakukan, memberikan jawaban ketika ditanya, walaupun masih kurang
nyambung antara pertanyaan dengan jawaban yang sesuai dengan inti permasalahan.
Malahan pada putaran ketiga ini sebagian siswa sudah mulai berani menunjukkan
235
menampilan gerak sambil dipadukan dengan irama musik, walaupun terkesan masih ada
ragu-ragu takut salah dan ditertawakan sesama teman belajar. Hal ini adanya kemajuan
yang disebabkan siswa sudah mulai memahami apa yang harus mereka lakukan dalam
proses pembelajaran seperti yang diutarakan guru pada tahapan eksplorasi.
Berdasarkan hasil observasi, ada beberapa pandangan peneliti yang perlu
dilakukan untuk mengembangkan model pembelajaran kuantum Penjas yang berbasis
kompetensi dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, pola pembelajaran sudah mulai ada perubahan dengan adanya kegiatan
pelibatan siswa dalam proses pemecahan masalah. Namun masih nampak guru kesulitan
memerankan langkah-langkah pembelajaran antara persiapan pembelajaran dengan
pelaksanaan di lapangan seuai dengan skenario model pembelajaran kuantum, sehingga
mengakibatkan proses pembelajaran sering tersendat-sendat antara alur pertama dan
berikutnya oleh kebiasaan guru pada gaya lama yang masih konvensional. Hal ini
mungkin disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya guru tidak bisa langsung begitu
saja mampu merubah dari model yang biasa dilakukan pada model yang baru secara
tiba-tiba tentunya perlu waktu dan kesempatan untuk terus dilakukan secara berulang-
ulang. Kesulitan lain datang dari siswa belum biasa melakukan gerak atas dasar inisiatif
dan kreativitas sendiri, mengujicobakan dengan teman sebagai bagian jawaban terhadap
persoalan yang ditanyakan guru, mereka terbiasa selalu kegiatan pembelajaran atas
dasar instruksi, tidak percaya diri dan kurang berani menampilkan hasil belajar gerak
secara utuh. Jika mereka menampilkan kemampuan gerak masih belum optimal
dikarena pengalaman belajar geraknya masih terbatas. Atas dasar itulah agar model
pembelajaran kuantum yang merupakan model pembelajaran yang memiliki suasana
menyenangkan siswa tetap dapat diterapkan, maka sebaiknya guru memberikan terlebih
236
dahulu pengalaman belajar siswa sebanyak-banyaknya. Pemahaman akan pengalaman
belajar siswa itu selanjutnya dapat dijadikan dasar untuk menentukan langkah
berikutnya. Untuk memahami pengalaman dan kemampuan siswa berdasarkan
kesepakatan hasil diskusi sebelum melakukan tahap penjelasan konsep melalui
demonstrasi perlu dilakukan tahapan pelacakan pengalaman secara lebih mendalam
tentang kemampuan siswa.
Kedua, dalam proses implementasi model untuk merealisasikan penambahan
komponen atau langkah eksplorasi, guru perlu meningkatkan kemampuan bertanya
terutama teknik pertanyaan yang bersifat terbuka, disamping melatih kesabaran untuk
menahan jawaban sendiri atas pertanyaan yang diajukan kepada siswa serta menahan
diri untuk tidak serta merta menampilkan gerak sebagai contoh. Di samping itu pula,
guru perlu memberikan penguatan terhadap respons yang diberikan siswa baik
penguatan dengan ucapan maupun dengan isyarat atau gerakan.
Ketiga, media dan sumber belajar perlu dipersiapkan lebih matang dan dignakan
bukan hanya untuk kepentingan sumber belajar akan tetapi juga untuk kepentingan
peningkatan keterampilan siswa. Keempat, guru perlu memfungsikan rencana
pembelajaran dengan lebih cermat, agar proses pembelajaran dengan model kuantum
Penjas berbasis kompetensi tidak keluar dari tema pembelajaran.
4. Interpretasi Hasil Uji Coba Terbatas
Berdasarkan data hasil uji coba terbatas yang diperoleh dari setiap putaran, maka
nampaknya bahwa model pembelajaran kuantum Penjas ini, sebagai model
pembelajaran yang dianggap baru baik bagi guru maupun siswa tidak serta merta dapat
dipahami dan dilakukan secara utuh. Hal ini disebabkan guru dan siswa seakan-akan
telah memiliki pola yang baku dan standar dalam pembelajaran Penjas. Dengan
237
demikian untuk mengembangkan format model pembelajaran kuantum ini yang ideal
diperlukan proses adaptasi terlebih dahulu. Pada putaran pertama misalnya, walaupun
sebelum pelaksanaan proses pembelajaran berlangsung guru mengaku telah memahami
baik secara konseptual maupun secara operasional tentang model yang akan
dikembangkan, akan tetapi pada pelaksanaannya mengalami berbagai hambatan baik
yang datang dari guru maupun siswa. Hambatan dari guru antara lain adalah kurangnya
kemampuan dalam mengembangkan dialog, komunikasi, membangkitkan motivasi, dan
penguatan keberhasilan yang dicapai siswa, yang merupakan kunci keberhasilan model
ini. Selain itu kelemhan lain, guru kurang mampu mengembangkan variasi jenis
pertanyaan termasuk pertanyaan yang dapat memancing siswa mengeluarkan
gagasannya sebagai jalan utama untuk membuka dialog, akan tetapi juga keterampilan
membagi pertanyaan dan kesabaran menunggu respon siswa. Oleh karena itu, suasana
pembelajaran kuantum Penjas yang dikondisikan menyenangkan dan menggairahkan
suasana tidak dapat dibangun secara sempurna. Hambatan yang datangnya dari siswa,
diantaranya adalah siswa merasa ragu, kurang percaya diri dan kurang berani
mengemukakan bahwa belajar Penjas tidak hanya semata-mata yang dipelajari bentuk-
bentuk keterampilan akan tetapi pelibatan unsur berfikir dan bersikap sangat dibutuhkan
dalam pembelajaran Penjas. Siswa sulit melepaskan diri dari pola pembelajaran lama,
yaitu pola pembelajaran yang sentralistik bergantung sepenuhnya pada instruksi dan
contoh guru dan menganggap sumber belajar hanya satu-satunya yakni guru. Mereka
tidak terbiasa membangun pengetahuan, bersikap dan bertindak atas inisiatif dari diri
sendiri, mereka terbiasa menghafalkan bahan pelajaran sampai tuntas.
Pada putaran kedua, setelah diadakan serangkaian diskusi dengan guru dan
observer lainnya sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan putaran selanjutnya,
238
kelemahan-kelemahan tersebut mulai dapat dipecahkan. Tahapan mendemonstrasikan
secara berulang-ulang yang dilakukan oleh siswa secara bertahap di bawah bimbingan
guru sebagai fasilitator pembelajaran menunjukkan kebermaknaan dalam pembelajaran
yang sangat berpengaruh positif terhadap keberhasilan belajar siswa. Hambatan
pembelajaran Penjas seperti masih ada miskomunikasi antara guru dan siswa,
kevakuman dialog, dan kurang percaya diiri sedikit demi sedikit dapat diatasi, sehingga
pada akhirnya pada putaran-putaran selanjutnya model pembelajaran kuantum im dapat
mewarnai dan terbangun secara utuh dalam proses pembelajaran Penjas. Apalagi
kemampuan gerak siswa dapat berkembang dengan baik dengan disediakan sejumlah
alat peraga yang sesuai dengan minat siswa, sehingga mereka melakukan peragaan
secara berulang kali.
Hal lain yang sangat penting adalah, bagaimana model pembelajaran kuantum
Penjas dapat mendorong siswa untuk mampu merumuskan kesimpulan dari topik yang
didiskusikan kemudian didemonstrasikan secara berulang-ulang dalam kegiatan inti.
Tahapan ini merupakan proses yang harus dilakukan siswa dalam rangka memenuhi
tujuan pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum pendidikan jasmani. Siswa
memiliki kemampuan meragakan suatu keterampilan gerak, nampaknya sesuai dengan
tuntutan tujuan pembelajaran pendidikan jasmani, bahwa mengandung sejumlah materi
pelajaran yang harus dikuasai siswa. Tahapan ini merupakan tahapan yang sangat
penting dan strategis dalam rangka penilaian keberhasilan belajar siswa.
Dalam proses pengembangan model pembelajaran kuantum, awal-awal
pelaksanaan uji coba terbatas memang merupakan langkah-langkah yang sangat kritis.
Sampai akhir putaran pertama, guru hampir menolak model kuantum ini sebagai model
pembelajaran dalam pendidikan jasmani. Karena pada awal pengembangan ini guru
belum mendapatkan sosok utuh dan model yang diinginkan, sehingga guru q e M f t ^ ^ ^ ^ /
menangkap makna dan hakekat dari model itu sendiri. Ketika dilakukan wawancara
misalnya, guru mengatakan bahwa model pembelajaran kuantum dianggap sebagai
model yang hanya membuang waktu belajar siswa, oleh karena itu proses pembelajaran
hampir-hampir siswa tidak memiliki atau tidak mencapai tujuan yang diharapkan, baik
tujuan yang berhubungan dengan kemampuan berfikir maupun tujuan yang
berhubungan dengan hasil belajar. Hal ini menurut guru siswa tidak terbiasa untuk
belajar seperti itu. Menurut guru pula, pembelajaran kuantum lebih berorientasi pada
proses belajar dan tidak pada hasil khususnya apalagi dalam penguasaan materi
pelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum. Setelah selesai beberapa kali putaran,
lambat laun pembelajaran kuantum Penjas diakui oleh guru Penjas sebagai salah satu
model yang menyenangkan. Melalui model ini siswa menjadi semangat untuk
mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani. Hal ini dapat dilihat dari cara belajar
mereka, serta dari pengakuan mereka sendiri yang berhasil peneliti wawancarai. Pada
intinya siswa melalui pembelajaran kuantum, nampaknya mereka lebih bergairah,
bersemangat, dan menyenangkan dalam belajar. Menurut mereka pembelajaran
kuantum lebih memberikan kesempatan yang leluasa, tidak terikat dengan aturan yang
mengikat dari guru, tetapi guru memberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman
belajar kepada siswa secara lebih mendalam. Malahan menurut guru, jika pembelajaran
kuantum diterapkan memiliki kecenderungan siswa akan lebih cepat menguasai materi
pelajaran karena lebih bersifat terbuka penuh dengan pengalaman praktik belajar gerak
yang dilakukan secara berulang-ulang.
D. Perbaikan Model Pembelajaran
240
Pada awalnya, model pembelajaran yang bertumpu kepada peningkatan
kemampuan keterampilan motorik dikembangkan melalui tiga tahapan pokok yaitu
pendahuluan, inti dan penutup. Berdasarkan hasil uji coba terbatas, untuk memperoleh
sosok model yang dianggap memadai sesuai dengan kondisi yang ada dan sesuai dengan
kurikulum yang berlaku, dilakukan pengembangan tahapan model menjadi empat
tahapan, yaitu tahap pendahuluan, pengembangan fisik, inti dan penutup.
Pengembangan tahapan ini dilakukan oleh karena seperti telah digambarkan pada
hasil uji coba putaran pertama dengan pola tiga tahap, tampaknya model pembelajaran
kuantum Penjas tidak dapat berkembang dengan utuh. Ketidakutuhan itu disebabkan,
selama ini pembelajaran pendidikan jasmani di SD seakan-akan memiliki pola
pembelajaran yang baku, yaitu instruksi, melihat contoh, mencoba latihan secara
berulang-ulang, dan penutupan. Oleh karena itu, ketika guru dan siswa mencoba dengan
model pembelajaran yang baru tentunya berbeda pijakannya dengan selama ini
dilakukan, terjadilah keraguan, kegamangan dan kekakuan malahan kurang respon.
Siswa dan guru seakan akan tidak memahami apa yang mesti dilakukan dengan model
pembelajaran yang baru itu Untuk menghindari kesalahpahaman itu, diperlukan
tahapan sosialisasi model pembelajaran kuantum secara bertahap, dimulai dari
penjelasan konsep, penanaman konsep terlebih dahulu pada tiap-tiap kegiatan. Tahapan
ini bagi guru berfungsi untuk mengingatkan peran yang harus dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung, sedangkan bagi siswa berfungsi selain untuk mengarahkan
pembelajaran juga untuk memahami apa saja yang harus dicapai dari proses
pembelajaran itu. Oleh sebab itu, maka pada tahapan menumbuhkan berisikan tentang
penjelasan tujuan yang harus dicapai oleh siswa dan proses pembelajaran yang harus
241
dijalankan. Tahapan ini penting, sebab penegasan proses pembelajaran kuantum Penjas,
berbeda dengan model pembelajaran yang selama ini dilakukan.
Berdasarkan pengamatan, perbaikan model melalui penambahan tahapan ini
nampaknya cukup efektif sebagai awal pengembangan model pembelajaran kuantum
Penjas. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran,
seperti kondisi pembelajaran yang menyenangkan, terjadi tanya jawab guru dan siswa,
partisipasi belajar siswa meningkat, pembelajaran yang interaktif semakin nampak. Hal
ini disebabkan, adanya variasi belajar yang begitu hetrogen, disertai penjelasan tujuan
dan prosedur pembelajaran yang harus ditempuh, siswa menjadi faham apa yang hendak
dilakukan.
Tahapan alami dan namai dalam kegiatan pembelajaran inti, merupakan
penyisipan tahapan pembelajaran untuk perbaikan dan pengembangan model
pembelajaran kuantum Penjas. Penambahan tahapan ini dilakukan dengan tujuan agar
proses pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan keterampilan
siswa berjalan lebih teratur dan terukur. Tahapan ini diperlukan, sebab ketika proses
kegiatan pembelajaran berlangsung, tanpa didasari pemahaman guru tentang
pengalaman belajar yang dimiliki siswa, maka proses pembelajaran menjadi kurang
efektif. Siswa nampaknya ragu bahkan tidak dapat mengikuti sepenuhnya proses
pembelajaran, karena guru sering memberikan tugas gerak di luar kemampuan dan
pengalaman siswa, bahkan guru memberikan tugas gerak yang dilakukan siswa keluar
dari konten pembelajaran, akibatnya guru menjawab sendiri dan melakukan sendiri
tugas gerak yang dilontarkannya. Oleh sebab itu, untuk meminimalisir kejadian
tersebut, guru Penjas terlebih dahulu memahami pengalaman belajar dan kemampuan
siswa melalui tahapan awal dalam kegiatan pendahuluan sebelum pada tahapan inti
242
pembelajaran. Bertitik tolak dari itulah selanjutnya guru dapat mengembangkan
pengalaman belajar dan tugas gerak yang sesuai dengan kemampuan dan tingkat
keterampilan gerak yang dimiliki siswa.
Penyisipan tahapan demonstrasi dan ulangi nampaknya modei pembelajaran
kuantum Penjas berkembang lebih baik, karena tumpuan model pembelajaran ini
berusaha memperbaiki dan meningkatkan model yang sudah ada dan berupaya
meningkatkan keterampilan gerak siswa. Melalui pengulangan belajar dengan cara
diragakan, siswa tidak hanya mengingat konsep tetapi lebih jauh dari itu, yakni
melakukan gerak yang merupakan pengalaman hidup sehari-hari, sehingga akan lebih
tertanam dalam ingatan mereka. Karena itu melalui tahapan ini guru dapat memberikan
variasi belajar yang menarik siswa, kemudian menyesuaikan dengan kondisi belajar
siswa, maka akan melancarkan tahapan belajar berikutnya.
Sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini, yaitu Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK), maka Penjaspun di SD berfungsi bukan hanya sekedar alat untuk
melatih keterampilan gerak saja, melainkan dapat melatih keterampilan berfikir dan
perilaku gerak yang harus dimiliki dan dipahami siswa. Karena itu pelajaran Penjas di
SD seharusnya dapat mengakomodir ketiga hal tersebut. Artinya mata pelajaran Penjas
tidak hanya berorientasi pada kemampuan dan keterampilan gerak akan tetapi
kemampuan berfikir dan perilaku gerak siswa merupakan hal-hal yang mesti berjalan
secara simultan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Atas dasar pertimbangan itu,
maka dalam proses pembelajaran kuantum Penjas diperlukan tahapan lain, yaitu tahapan
rayakan yang bertumpu pada penilaian keberhasilan belajar siswa. Tahapan ini peneliti
mengacu pada model sport education dari Siedentop (1995), dimana pemberian
penghargaan akan membangkitkan motivasi belajar siswa. Merayakan keberhasilan
243
merupakan puncak kegiatan belajar setelah melakukan proses kegiatan belajar secara
berangkai dan bertahap dan melelahkan. Proses penilaian yang dilakukan selalu
menitikberatkan pada usaha memberikan penghargaan demi adanya perbaikan belajar
siswa. Tahapan pengembangan merayakan merupakan lanjutan dari tahapan mengulangi
dan demonstrasi. Pada tahapan ini diharapkan siswa membentuk pengetahuan baru
berdasarkan hasil pengalaman belajar pada tahapan demonstrasi. Melalui tahapan
merayakan diharapkan siswa lebih memahami arti dan makna setiap keterampilan yang
mereka dapatkan.
Selanjutnya secara sistimatis bentuk model pembelajaran kuantum pendidikan
jasmani yang berbasis kompetensi, sebagai hasil ujicoba terbatas digambarkan pada
bagan berikut:
244
Teknologi Pembelajaran Desain Pengelolaan
Penggunaan Pengembangan Evaluasi
Strategi Pembelajaran Kuantum Tumbuhkan Alami
Ulangi Namai Ravakan Demonstrasikan
Kegiatan Pembelajaran Penjas
Tumbuhkan
4 Memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang topik yang dibahas
• Mengungkapkan pengalaman belajar yang telah dimiliki siswa
* Memperlihatkan gambar-gambar aJctivitas penjas sesuai dengan topik yang dibahas
Alami
• Melakukan pengulangan gerak yang sudah dan pengenalan gerakan yang baru disajikan
4 Berusaha menjawab dengan cara mencari alternatif yang tepat dalam melakukan aktivitas gerak
* Mendiskusikan dan mendemonstrasikan tentang topik yang dibahas masing-masing kelompok
4 Setiap individu mencoba 4 Melakukan latihan yang baru melakukan aktivitas yang bani dipelajari secara berulang-ulang dipelajari 4 Mempelajari keterampilan gerak
* Mencari pgsisi dan yang baru secara sampai terampil Namai mengumpulkan sumber-
sumber belajar 4 Mencari informasi tentang
gerak ideal yang mesti dilakukan
Demonstrasikan 4 Mengapresiasi pengalaman belajar gerak secara bervariasi
Atomi
4 Melakukan pengulangan gerak yang sudah dan pengenalan gerakan yang baru disajikan
4 Berusaha menjawab dengan cara mencari alternatif yang tepat dalam melakukan aktivitas gerak
4 Mendiskusikan dan mendemonstrasikan tentang topik yang dibahas masing-masing kelompok
Utangi
4 Berusaha mengkordinasikan gerak baru dipelajari dengan kriteria gerak yang ideal
4 Mengulang-ulang gerakan yang bani dipelajari sampai otomatis dan terampil
Rayakan
4 Memberikan pujian atas keberhasilan yang dicapai siswa saat meragakan
4 Memberikan penghargaan hasil belajar yang telah diperolehnya 4 Merayakan keberhasilan belajar gerak dan berusaha memperbaiki
penampilan gerak sesuai dengan kriteria ideal
Bagan 4-4
Desain MPKPK Perbaikan Hasil Uji Coba Terbatas
245
E. Hasil Uji Coba yang Lebih Luas
1. Deskripsi
Fokus uji coba yang lebih luas adalah proses pengembangan model yang
dilakukan oleh guru Penjas di lapangan sebagai bahan penyempurnaan dari model yang
sudah dihasilkan dari hasil uji coba terbatas serta pengaruhnya terhadap kemampuan
siswa dalam menguasai materi pelajaran.
Tujuan yang ingin dicapai pada uji coba yang lebih luas itu adalah menemukan
model pembelajaran kuantum pendidikan jasmani sebagai suatu model standar yang
dapat digunakan dalam setiap kategori sekolah yang bukan saja memiliki pengaruh
positif terhadap kemampuan proses belajar, akan tetapi model yang memiliki pengaruh
positif terhadap kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran melalui
kemampuan menampilkan keterampilan motorik dasar siswa SD.
Desain perencanaan, implementasi dan evaluasi dalam uji coba yang lebih luas ini
menggunakan pola seperti pada uji coba terbatas. Dengan demikian, dalam uji coba ini
analisis dilakukan terhadap proses dan hasil pembelajaran siswa.
Uji coba yang lebih luas dilakukan di SD Babakan Hurip Kecamatan Sumedang
Utara Kabupaten Sumedang sebagai sekolah kategori baik, SD Negeri Cimalaka 3
Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang sebagai sekolah kategori sedang dan SD
Negeri Neglasari Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang sebagai sekolah kategori
kurang. Uji coba yang lebih luas dilakukan dalam tiga kali putaran. Penentuan
banyaknya putaran tersebut didasarkan kapada keyakinan peneliti baik berdasarkan
hasil pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran dan sikap guru maupun
berdasarkan hasil perhitungan statistik, model pembelajaran dianggap telah memadat
246
sebagai model yang memiliki pengaruh positif terhadap proses pembelajaran maupun
terhadap hasil belajar.
Selanjutnya, secara lengkap hasil penelitian baik mengenai proses maupun hasil
pembelajaran pada setiap kategori sekolah diuraikan di bawah ini.
a. Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Sekolah Berkategori Baik
1) Hasil Uji Coba yang Lebib Luas pada Putaran Pertama
Analisis Proses pembelajaran
Pada uji coba di sekolah yang berkategori baik, topik yang dibahas adalah
"Aktivitas Ritmik" dengan sub topik "Melakukan gerak dengan Aba-aba Irama". Pada
putaran pertama ini, secara keseluruhan Model Pembelajaran Kuantum Penjas sebagai
model pembelajaran dalam penjas yang bertumpu kepada peningkatan keterampilan
gerak siswa sudah mewarnai proses pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran yang
dikembangkan guru sesuai dengan kekhasan Model Pembelajaran Kuantum Penjas.
Dalam setiap langkah tersebut guru berusaha untuk mendorong siswa mengembangkan
keterampilan motorik siswa disertai kemampuan berpikir dan bertindak. Dalam cara
meragakan gerak misalnya, guru mampu meyakinkan siswa sebelum melakukannya
dengan memberikan teknik-teknik bertanya dengan cukup baik, seperti dalam
mengembangkan berbagai jenis pertanyaan tertutup maupun pertanyaan terbuka.
Dalam cara memberikan pertanyaan dan cara menunggu respon siswa, sebelum
meragakan gerak nampaknya masih mengandung beberapa kelemahan. Dalam cara
memberi peluang melakukan pergerakan yang didahului dengan pertanyaan misalnya,
guru masih terfokus kepada orang-orang tertentu sehingga tidak seluruh terlebit dalam
proses pembelajaran secara aktif. Demikian juga dalam merespon siswa, nampak guru
masih belum sabar menunggu jawaban siswa, sehingga guru masih sering menjawab
247
pertanyaan dan melakukan sendiri. Hal lain yang dianggap cukup menarikyang
ditemukan dalam putaran pertama adalah terletak pada langkah ekplorasi. Pada langkah
ini pertanyaan yang dibangun guru kurang mampu membimbing siswa untuk
menemukan sendiri gerak yang seharusnya dilakukan. Guru sering memberikan contoh
dan membuat kesimpulan terlebih dahulu tanpa menunggu respon siswa. Demikian juga
mengenai pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru pada langkah ini cenderung terlalu
sempit yang terfokus kepada materi pembelajaran. Misalnya, ketika guru sampai pada
pembahasan bahwa lakukan gerak tadi sesuai dengan irama musik, guru bertanya seperti
di bawah ini."Anak-anak, lakukan gerakan secara bebas apa saja yang anda ketahui
dengan cara setiap gerak sesuaikan dengan irama musik, usahakan dilakukan dengan
semangat dan gerak yang tepat, coba ada diantara kalian yang dapat membuktikannya?"
Pola pertanyaan yang bersifat deduktif seperti itu, jelas memiliki kecenderungan
berorientasi kepada materi pelajaran. Dalam pengembangan Model Pembelajaran
Kuantum Penjas pertanyaan dan pernyataan tersebut akan sulit ditangkap oleh siswa,
sebab kebebasan berfikir dan bertindak mereka akan terikat oleh kesimpulan yang
dibuat sebelumnya. Misalnya dalam langkah ekplorasi guru tidak membuat kesimpulan
terlebih dahulu seperti itu, akan tetapi siswa didorong untuk menemukan fakta-fakta
konkrit sesuai dengan pengalamannya melalui cara berpikir induktif. Contohnya, guru
dapat mengajukan pertanyaan tertutup: "Adakah diantara kalian yang bisa melakukan
gerak kaki, tangan, dan tubuh lainnya sesuai dengan ritme musik ini? Atau "Coba kalian
cari gerakan yang sesuai dengan irama musik, silahkan bebas lakukan? Atau"
Pernahkah kamu menonton pertunjukan joged dangdut di sekitar rumahmu? Dan lain
sebagainya. Dari perubahan pola bertanya semacam itu selanjutnya dapat dikembangkan
dialog hingga akhirnya siswa dapat menemukan sendiri berdasarkan pengalamannya
248
bahwa gerak yang dilakukannya sesuai dengan ketukan irama musik. Perubahan pola
bertanya semacam itu bukan hanya dapat menggiring siswa untuk menemukan fakta
konkrit akan tetapi juga dapat memperbaiki proses keterampilan dan berpikir siswa. Hal
ini yang jarang malahan tidak dilakukan guru selama ini, walaupun demikian, seperti
yang telah dikemukakan pada putaran pertama ini secara keseluruhan proses
pembelajaran yang diperagakan guru mampu mendorong siswa untuk mengembangkan
kemampuan berfikirnya.
Analisis Hasil Pembelajaran
Berdasarkan data yang diperoleh pada tahap uji coba yang lebih luas putaran
pertama di sekolah berkatagori baik, ternyata model pembelajaran kuantum Penjas yang
xxxdapat dilihat dalam perhitungan statistik di bawah ini.
Dari jumlah siswa (n) = 40 orang, dengan S impangan Baku (SB) = 4,35 diperoleh
skor rata-rata (x) hasil pra tes sebesar 6,1. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan SB
= 4,08 terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca-tes menjadi 6,55.
Dilihat dari hasil perhitungan Simpangan Baku (SB), ternyata kemampuan siswa pada
pasca tes lebih homogin dibandingkan dengan pra-tes, oleh karena SB pasca-tes sebesar
4,08 , SB pra-tes sebesar 4,35 yang berarti pada putaran pertama ini, kenaikan tingkat
penguasaan materi pelajaran siswa diikuti juga oleh semakin meratanya tingkat
penguasaan materi tersebut.
Selain dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data dengan menggunakan a2
dan uji F sebagai prasyarat pengujian sifhifikansi, selanjutnya dilakukan uji signifikansi
kenaikan skor setiap subjek dengan LTji-t. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga t
hitung = 4,64, sedangkan t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 diperoleh skor sebesar
249
2,03 pada taraf kepercayaan 95%, dapat disimpulkan bahwa kenaikan skor nilai pra-tes
terhadap skor nilai pasca-tes secara statistik adalah signifikan.
2) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Putaran Kedua
Analisis Proses Pembelajaran
Pada putaran ini topik yang dibahas adalah "Aktivitas Pengembangan" dengan sub
topik "Gerak Kombinasi Jalan-Lari-Lompat". Pada putaran kedua ini proses
pembelajaran dengan mengunakan MPKPK berkembang lebih baik. Kelemahan-
kelemahan yang didapatkan pada putaran sebelumnya telah mampu diperbaiki guru.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan keseluruhan siswa, membuat frekuensi
keterlibatan siswa dalam mengembangkan keterampilan gerak dan kemampuan
berpikirnya semakin tinggi. Melalui pertanyaan yang diajukan guru, guru mampu
melacak pengalaman dan kemampuan siswa sebagai bekal untuk memecahkan masalah
yang diajukan. Pola pikir deduktif dengan memberikan kesimpulan terlebih dahulu tidak
lagi banyak dipergunakan. Guru lebih banyak mengembangkan pola berpikir induktif,
yaitu proses berpikir yang menuntuk siswa untuk menemukan fakta-fakta lebih kongkrit
terlebih dahulu sebagai dasar menarik kesimpulan. Ternyata pola yang dikembangkan
guru membuat kemampuan anak dalam melakukan keterampilan gerak disertai
kemempuan berpikir ditinjau dari seluruh aspek, baik aspek kelancaran berpikir, aspek
keluwesan dan originalitas maupun aspek penghayatan gerak disertai kemampuan
berpikir lebih berkembang. Hal ini ditunjukan dengan semakin lancarnya proses
pembelajaran, beragam nya pendapat yang diajukan siswa serta meningkatkannya
kemampuan siswa ditunjukan dengan gerak yang efisien disertai dengan argumentasi
dan ilustrasi melalui bahasa verbal. Pada putaran ini siswa mampu menjawab
250
pertanyaan guru sambil menunjukan kebiasaannya dengan lebih efektif dan efisien
sehingga guru tidak banyak ikut campur atau menunggu respon siswa.
Analisis Hasil Pembelajaran
Berdasarkan data yang diperoleh pada uji coba kedua MPKPK yang
dikembangkan guru pada sekolah berkategori baik memiliki pengaruh yang positif
terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan statistik seperti
dijelaskan di bawah ini.
Dari jumlah siswa (n) = 40 S impangan Baku (SB) = 4,16 diperoleh rata-rata (x)
skor hasil pra-tes siswa sebesar 7,98. pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan SB
secesar 4, 79 terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca tes menjadi 8,65.
dilihat dari perhitungan S impangan Baku (SB), ternyata kemampuan siswa pada pra-tes
lebih homogin dibandingkan dengan pasca tes, oleh karena SB pra-tes sebesar 4,16 <
SB pasca-tes sebesar 4,79 yang bearti, pada putaran ini kenaikan tingkat penguasaan
materi pelajaran yang tercermin dari rata-rata skor yang diperoleh siswa diikuti juga
oleh kemampuan siswa yang semakin beragam.
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data dengan menggunakan
x2 dan uji F sebagai pra syarat pengujian signifikansi, selanjurnya dilakukan uji
signifikansi perbedaan dua rata-rata dengan Uji t, berdasarkan perhitungan diperoleh
harga t = 5,20. Harga t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 sebesar 2,03. Oleh karena t
hitung sebesar 5,20 > t tabel sebesar 2,03 pada taraf kepercayaan 95%, dapat
disimpulkan bahwa hipotesis diterima artinya peningkatan skor nilai pra-tes terhadap
skor nilai pasca-tes secara statistik adalah signifikan.
3) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas Putaran Ketiga
Analisis Proses Pembelajaran
Pada putaran ketiga, proses pembelajaran nampak semakin sempurna. Pada
putaran ini topik yang dibahas merupakan kelanjutan dari topik sebelumnya dengan sub
topik "latihan untuk mmmgkatkan kelenturan". Guru mampu memerankan tugasnya
dengan baik sebagai fasilitator belajar. Teknik bertanya dalam setiap tahapan model
yang diperagan guru juga semakin bervariasi. Sering juga guru berimprovisasi dengan
menampilkan peragaan-peragaan yang menarik sesuai dengan karakteristik anak SD
tanpa meninggalkan ola pembelajaran yang bertumpu kepada peningkatan kemampuan
bergerak yang efektif dan melibatkan aspek berpikir siswa. Misalkan, ketika guru mana
"Goyangan rubuhnya yang lentur" dipelesetkan menjadi "goyangan inul", hal ini
mampu mancairkan kebekuan pembelajaran siswa. Hal-hal yang dilakukan guru
semacam ini membuat suasana belajar menjadi menarik penuh riang gembira dan
menyenangkan. Siswa selain tampak bergairah dalam belajar juga membuat proses
pembelajaran menjadi lancar. Siswa semakin mantap melakukan gerakan kelenturan
tubuhnya sehingga mampu menjawab tantangan yang selama ini diragukan
keberhasilannya, karena penjas sudah pasti modelnya dari dulu seperti itu. Beberapa
orang siswa dapat menjawab dan menunjukkan kebolehannya dengan alur gerak yang
lancar dan sistematis. Demikian juga halnya dalam proses mengambil kesimpulan.
Mereka dapat menyimpulkan dengan tepat tanpa melalui arahan dari guru. Hal ini
menunjukkan kemajuan yang sangat bagus dalam proses keterampilan gerak dengan
melibatkan cara berfikir yang praktis dilihat dari asfek kelancaran, keluwesan dan
originalitas maupun dalam kombinasi gerak yang efektif.
252
Hasil Pembelajaran
Berdasarkan data yang diperoleh pada uji coba putaran ketiga pada sekolah
berkategori baik, Model Pembelajaran Kuantum Penjas dikembangkan guru memiliki
pengaruh yang lebih baik lagi terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
perhitungan statistik di bawah ini.
Dari jumlah siswa (n) = 40 dengan Simpangan Baku (SB) = 4,73 diperleh rata-rata
(x) skor hasil pra-tes siswa sebesar 8,65. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan SB
= 4,88 terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca-tes menjadi 12,58.
Dilihat dari hasil Simpangan Baku (SB), ternyata kemampuan siswa pada pra-tes lebih
homogin dibandingkan dengan pasca-tes, oleh karena SB pra- tes sebesar 4,73 < SB
pasca-tes sebesar 4,88 yang berarti pada putaran ini, kenaikan rata-rata tingkat
penguasaan materi pelajaran oleh siswa diikuti juga oleh tingkat keragaman siswa
dalam penguasaan materi pelajaran.
Selain dilakukan uji normalitas dan uji homoginitas data dengan menggunakan x2
dan uji F sebagai prasyarat pengujian signifikansi, selanjutnya dilakuan uji signifikansi
kenaikan skor setiap subjek dengan uji-t. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga t =
7,3; sedangkan t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 sebesar 2,05. Dengan demikian, oleh
karena t hitung sebesar 7,38 > t tabel sebesar 2,03 pada taraf kepercayaan 95%, dapat
disimpulkan bahwa kenaikan skor nilai pra-tes terhadap skor nilai pasca tes secara
statistik adalah signifikan,
b. Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Sekolah Berkategori Sedang
1) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Putaran Pertama
253
Analisis Proses pembelajaran
Pada uji coba di sekolah yang berkategori sedang, topik yang dibahas adalah
"Aktivitas Pengembangan" dengan sub topik "Merencanakan dan melakukan program
kebugaran individu". Pada putaran pertama ini, secara keseluruhan Model Pembelajaran
Kuantum Penjas sebagai model pembelajaran dalam penjas yang bertumpu kepada
peningkatan keterampilan gerak siswa belum berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Langkah-langkah pembelajaran yang dikembangkan guru belum sesuai dengan
kekhasan Model Pembelajaran Kuantum Penjas. Dalam setiap langkah tersebut guru
masih terpengaruh oleh model mengajar yang biasa dilakukannya. Ketika siswa tidak
ada yang melakukan gerakan awal yang benar, serta merta tanpa diminta guru langsung
memberikan contoh agar anak menirukan gerakan guru. Malahan dalam cara meragakan
gerak misalnya, guru belum mampu meyakinkan siswa untuk menarik perhatiannya dan
melakukannya sendiiri tanpa dikomando oleh guru.
Dalam cara memberikan pertanyaan dan cara menunggu respon siswa, sebelum
meragakan gerak nampaknya masih mengandung beberapa kelemahan. Dalam cara
memberi peluang melakukan pergerakan yang didahului dengan pertanyaan misalnya,
guru masih terfokus kepada orang-orang tertentu sehingga tidak seluruh terlibat dalam
proses pembelajaran secara aktif. Demikian juga dalam merespon siswa, nampak guru
masih belum sabar menunggu jawaban siswa, sehingga guru masih sering menjawab
pertanyaan dan melakukan sendiri. Hal lain yang dianggap kurang berhasil masih
banyak diantara siswa yang berperan sebagai objek pembelajaran bukan sebagai subjek
pembelajaran. Mereka masih bergantung pada instruksi guru, malahan bersifat
menunggu informasi dari guru baru mau melakukan kegiatan. Hal ini membuktikan
bahwa pemahaman guru dan siswa dalam model pembelajaran kuantum belum cukup
254
baik. Hal ini wajar karena bagi mereka merubah pola pembelajaran perlu cukup waktu.
Namun yang menarik ditemukan dalam putaran pertama adalah terletak pada keberanian
guru untuk menerima dan mau diberikan saran-saran dan pendapat tentang kelemahan
model yang selama ini digunakan dan model kuantum sebagai salah satu alternatif untuk
mengatasi kelemahan tersebut.
Pada langkah pembelajaran memberikan pertanyaan yang diajukan oleh guru
kurang mampu membimbing siswa untuk menemukan sendiri gerak yang seharusnya
dilakukan. Guru sering memberikan contoh dan membuat kesimpulan terlebih dahulu
tanpa menunggu respon siswa. Demikian juga mengenai pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan guru pada langkah ini cenderung terlalu sempit yang terfokus kepada materi
pembelajaran. Misalnya, ketika guru sampai pada pembahasan bahwa lakukan gerak
tadi sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa, guru bertanya seperti di bawah ini
"Anak-anak, lakukan gerakan secara bebas apa saja yang anda ketahui dengan cara
setiap gerak sesuaikan dengan kemampuan masing-masing, usahakan dilakukan dengan
semangat dan gerak yang tepat, coba ada diantara kalian yang dapat membuktikannya?"
Pola pertanyaan yang bersifat deduktif seperti itu, jelas memiliki kecenderungan
berorientasi kepada materi pelajaran. Dalam pengembangan Model Pembelajaran
Kuantum Penjas pertanyaan dan pernyataan tersebut akan sulit ditangkap oleh siswa,
sebab kebebasan berfikir dan bertindak mereka akan terikat oleh kesimpulan yang
dibuat sebelumnya. Misalnya dalam langkah pembelajaran "Menamai" guru tidak
membuat kesimpulan terlebih dahulu seperti itu, akan tetapi siswa didorong untuk
menemukan fakta-fakta konkrit sesuai dengan pengalamannya melalui cara berpikir
induktif. Contohnya, guru dapat mengajukan pertanyaan tertutup: "Adakah diantara
kalian yang pernah melihat seekor binatang yang berkelahi mempertahankan diri
255
dengan saling menarik dan mendorong? "Coba kalian lakukan saling berhadapan
diantara teman gerakan mendorong mobil mogok, silahkan bebas lakukan?. Dari
perubahan pola bertanya semacam itu selanjutnya dapat dikembangkan dialog hingga
akhirnya siswa dapat menemukan sendiri berdasarkan pengalamannya bahwa gerak
yang dilakukannya sesuai dan tepat. Perubahan pola bertanya semacam itu bukan hanya
dapat menggiring siswa untuk menemukan fakta konkrit akan tetapi juga dapat
memperbaiki proses keterampilan berpikir siswa. Hal ini yang jarang malahan tidak
dilakukan guru selama ini, walaupun demikian, seperti yang telah dikemukakan pada
putaran pertama ini secara keseluruhan proses pembelajaran yang diperagakan guru
belum mampu mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan meningkatkan
keterampilan gerak secara keseluruhan.
Analisis Hasil Pembelajaran
Berdasarkan data yang diperoleh pada tahap uji coba yang lebih luas putaran
pertama di sekolah berkatagori sedang, ternyata model pembelajaran kuantum Penjas
yang dapat dilihat dalam perhitungan statistik di bawah ini.
Dari jumlah siswa (n) = 31 orang, dengan Smpangan Baku (SB) = 4,09 diperoleh
skor rata-rata (x) hasil pra tes sebesar 6,81. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan
SB = 4,01 terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca-tes menjadi 9,27.
Dilihat dari hasil perhitungan Simpangan Baku (SB), ternyata skor rata-rata yang
diperoleh siswa pada pasca-tes lebih homogin dibandingkan dengan pra-tes, oleh karena
SB pasca-tes sebesar 4,01< SB pra-tes sebesar 4,09 yang berarti pada sekolah yang
berkatagori sedang, pada putaran pertama ini, kenaikan tingkat penguasaan materi
pelajaran siswa yang tercermin dari rata-rata skor yang diperoleh siswa diikuti juga oleh
semakin meratanya tingkat penguasaan materi tersebut.
256
Selain dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data dengan menggunakan x2
dan uji F sebagai prasyarat pengujian sifhifikansi, selanjutnya dilakukan uji signifikansi
kenaikan skor setiap subjek dengan Uji-t. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga t
hitung = 6,0. Sedangkan t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 diperoleh skor sebesar
2,03 pada taraf kepercayaan 95%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kenaikan
skor nilai pra-tes terhadap skor nilai pasca-tes secara statistik adalah signifikan.
2) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Putaran Kedua
Analisis Proses Pembelajaran
Pada putaran ini topik yang dibahas adalah "Aktivitas Pengembangan" dengan sub
topik "Gerak Kombinasi Jalan-Lari-Lompat". Pada putaran kedua ini proses
pembelajaran dengan mengunakan MPKPK berkembang agak lebih baik. Kelemahan-
kelemahan yang didapatkan pada putaran sebelumnya perlahan-lahan telah mampu
diperbaiki guru. Kelemahan-kelemahan guru seperti kurang mampunya guru dalam
memberikan kesempatan yang luas kepada anak untuk menampilkan kemampuannya,
kurang sabarnya guru dalam memberikan contoh penampilan gerakan ideal, dan anak-
anak selalu bergantung instruksi dari guru seperti yang terjadi pada putaran pertama,
pada putaran kedua ini tidak nampak lagi. Guru mampu memperagakan model MPKPK
beserta langkah-langkahnya sebagai model pembelajaran yang berorientasi pada
peningkatan keterampilan gerak dasar siswa secara utuh dan menyeluruh. Aspek
keterlibatan siswa dalam mengembangkan keterampilan gerak dan kemampuan
berpikirnya sudah mulai nampak. Melalui pertanyaan yang diajukan guru, guru mampu
melacak pengalaman dan kemampuan siswa sebagai bekal untuk memecahkan masalah
yang diajukan. Pola pikir deduktif dengan memberikan kesimpulan terlebih dahulu yang
sering muncul pada putaran pertama tidak lagi banyak dipergunakan. Guru lebih banyak
257
mengembangkan pola berpikir induktif, yaitu proses berpikir yang menuntut siswa
untuk menemukan fakta-fakta lebih kongkrit terlebih dahulu sebagai dasar menarik
kesimpulan. Ternyata pola yang dikembangkan guru membuat kemampuan anak dalam
melakukan keterampilan gerak disertai kemempuan berpikir ditinjau dari seluruh aspek,
baik aspek kelancaran berpikir, aspek keluwesan dan originalitas maupun aspek
penghayatan gerak disertai kemampuan berpikir lebih berkembang. Hal ini ditunjukan
dengan semakin lancarnya proses pembelajaran, beragamnya pendapat yang diajukan
siswa serta meningkatkannya kemampuan siswa ditunjukan dengan gerak yang efisien
disertai dengan argumentasi dan ilustrasi melalui bahasa verbal. Pada putaran ini siswa
mampu menjawab pertanyaan guru sambil menunjukan kebiasaannya dengan lebih
efektif dan efisien sehingga guru tidak banyak ikut campur atau menunggu respon
siswa.
Analisis Hasil Pembelajaran
Berdasarkan data yang diperoleh pada uji coba kedua MPKPK yang
dikembangkan guru pada sekolah berkategori baik memiliki pengaruh yang positif
terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan statistik seperti
dijelaskan di bawah ini.
Dari jumlah siswa (n) = 31 Simpangan Baku (SB) = 4,08 diperoleh rata-rata (x)
skor hasil pra-tes siswa sebesar 6,61. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan SB
sebesar 4,02 terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca tes menjadi
11,77. Dilihat dari perhitungan Simpangan Baku (SB), ternyata kemampuan siswa pada
pasca-tes lebih homogin dibandingkan dengan pra-tes, oleh karena SB pra-tes sebesar
4,02 < SB pra-tes sebesar 4,08 yang bearti, pada putaran ini kenaikan tingkat
penguasaan materi pelajaran yang tercermin dari kenaikan rata-rata skor yang diperoleh
258
siswa diikuti juga oleh drmain meratanya setiap siswa menguasai materi pelajaran
tersebut.
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data dengan menggunakan
x2 dan uji F sebagai pra syarat pengujian signifikansi, selanjutnya dilakukan uji
signifikansi perbedaan dua rata-rata dengan Uji t, berdasarkan perhitungan diperoleh
harga t = 15,18. Harga t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 sebesar 2,03. Dengan
demikian, oleh karena t hitung sebesar 15,18 > t tabel sebesar 2,03 pada taraf
kepercayaan 95%, dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima artinya peningkatan skor
nilai pra-tes terhadap skor nilai pasca-tes secara statistik adalah signifikan.
3) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas Putaran Ketiga
Analisis Proses Pembelajaran
Pada putaran ketiga, proses pembelajaran nampak semakin sempurna. Pada
putaran ini topik yang dibahas merupakan kelanjutan dari topik sebelumnya "Uji diri
atau Senam" dengan sub topik "Melakukan bentuk-bentuk ketangkasan dengan lancar".
Guru mampu memerankan tugasnya dengan baik sebagai fasilitator belajar. Proses
pembelajaran yang ditampilkan guru dengan menggunakan MPKPK sesuai dengan
tahapan-tahapannya dapat menjadikan siswa lebih bergairah dan senang dalam belajar
senam. Teknik bertanya dalam setiap tahapan model yang diperagan guru juga semakin
bervariasi. Sering juga guru berimprovisasi dengan menampilkan peragaan-peragaan
yang menarik sesuai dengan karakteristik anak SD tanpa meninggalkan ola
pembelajaran yang bertumpu kepada peningkatan kemampuan bergerak yang efektif
dan melibatkan aspek berpikir siswa. Misalkan, ketika guru memberikan umpan balik
"Mana gerakan tubuhnya yang lentur" dipelesetkan menjadi "gerakan tubuh meniru ular
kepanasan", hal ini mampu mancairkan kebekuan pembelajaran siswa. Hal-hal yang
259
dilakukan guru semacam ini membuat suasana belajar menjadi menarik penuh riang
gembira dan menyenangkan. Siswa selain tampak bergairah dalam belajar juga
membuat proses pembelajaran menjadi lancar. Siswa semakin mantap melakukan
gerakan kelenturan tubuhnya sehingga mampu menjawab tantangan yang selama ini
diragukan keberhasilannya, karena senam kurang menarik dan membikin siswa jenuh
belajar dikarenakan sudah pasti modelnya dari dulu seperti itu. Beberapa orang siswa
dapat menjawab dan menunjukkan kebolehannya dengan alur gerak yang lancar dan
sistematis. Demikian juga halnya dalam proses mengambil kesimpulan. Mereka dapat
menyimpulkan dengan tepat tanpa melalui arahan dari guru. Hal ini menunjukkan
kemajuan yang sangat bagus dalam proses keterampilan gerak dengan melibatkan cara
menampilkan gerak yang praktis, efisien, dan beramakna.
Analisis Hasil Pembelajaran
Berdasarkan data yang diperoleh pada uji coba putaran ketiga pada sekolah
berkategori baik, Model Pembelajaran Kuantum Penjas dikembangkan guru memiliki
pengaruh yang lebih baik lagi terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
perhitungan statistik di bawah ini.
Dari jumlah siswa (n) = 31 dengan Simpangan Baku (SB) = 3,61 diperleh rata-rata
(x) skor hasil pra-tes siswa sebesar 8,06. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan SB
= 3,97 terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca-tes menjadi 13,81.
Dilihat dari hasil Simpangan Baku (SB), ternyata kemampuan siswa pada pra-tes lebih
homogin dibandingkan dengan pasca-tes, oleh karena SB pra- tes sebesar 3,61 < SB
pasca-tes sebesar 3,97 yang berarti pada putaran ini, kenaikan rata-rata tingkat
penguasaan materi pelajaran oleh siswa diikuti juga oleh tingkat keragaman siswa
dalam penguasaan materi pelajaran.
260
Selain dilakukan uji normalitas dan uji homoginitas data dengan menggunakan x
dan uji F sebagai prasyarat pengujian signifikansi, selanjutnya dilakuan uji signifikansi
kenaikan skor setiap subjek dengan uji-t. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga t =
18,32, sedangkan t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 sebesar 2,03. Dengan demikian,
oleh karena t hitung sebesar 18,32 > t tabel sebesar 2,03 pada taraf kepercayaan 95%,
dapat disimpulkan bahwa kenaikan skor nilai pra-tes terhadap skor nilai pasca tes secara
statistik adalah signifikan.
c Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Sekolah Berkategori Kurang
1) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Putaran Pertama
Analisis Proses pembelajaran
Pada uji coba di sekolah yang berkategori kurang, topik yang dibahas adalah
"Aktivitas Putmik"dengan sub topik "Melakukan gerak terstruktur dengan aba-
aba/irama". Pada putaran pertama ini, secara keseluruhan Model Pembelajaran
Kuantum Penjas sebagai model pembelajaran dalam penjas yang bertumpu kepada
peningkatan keterampilan gerak siswa kurang berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Langkah-langkah pembelajaran yang dikembangkan guru belum sesuai dengan
kekhasan Model Pembelajaran Kuantum Penjas. Dalam setiap langkah tersebut guru
masih terpengaruh oleh model mengajar yang biasa dilakukannya sehari-hari. Banyak
siswa seperti yang tidak paham apa yang harus dilakukan dalam setiap tahapan
pembelajaran. Akibatnya hanya sedikit siswa yang dapat mengikuti proses pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran yang baru. Banyaknya siswa tidak aktif
bukan karena tidak ada respons dari siswa, akan tetapi karena alur yang biasa
dibawakan guru belum dipahami secara utuh. Ketika siswa tidak ada yang melakukan
gerakan dengan irama musik yang benar, maka guru sering melakukan pengulangan
261
kegiatan apa penjelasan lisan maupun penjelasan contoh gerakan, malahan dalam cara
meragakan gerak misalnya, guru belum mampu meyakinkan siswa untuk menarik
perhatiannya dan melakukannya sendiri tanpa dikomandoi oleh guru.
Dalam cara memberikan pertanyaan dan cara menunggu respon siswa, sebelum
meragakan gerak nampaknya masih mengandung beberapa kelemahan. Dalam cara
memberi pertanyaan untuk melakukan pergerakan yang didahului dengan pertanyaan
tertutup misalnya, guru masih terfokus perhatiannya pada metode, kegiatan dan evaluasi
pembelajaran Penjas.. Demikian juga dalam merespon siswa, nampak guru masih belum
sabar menunggu jawaban siswa, sehingga guru masih sering menjawab pertanyaan dan
melakukan sendiri. Hal lain yang dianggap kurang berhasil masih banyak diantara siswa
yang berperan sebagai objek pembelajaran bukan sebagai subjek pembelajaran. Mereka
masih bergantung pada instruksi guru, malahan bersifat menunggu informasi dari guru
baru mau melakukan kegiatan. Hal ini membuktikan bahwa pemahaman guru dan siswa
dalam model pembelajaran kuantum Jurang baik. Hal ini wajar karena bagi mereka
merubah pola pembelajaran perlu memerlukan cukup waktu yang disediakan. Namun
yang menarik ditemukan dalam putaran pertama adalah terletak pada keberanian guru
untuk menerima model pembelajaran kuantum Penjas sebagai salah satu model
pembelajaran Penjas yang akan dicobakan langsung kepada siswa. Dengan demikian
sudah ada tanda-tanda menerima pembaharuan yang kadang-kadang sulit dihilangkan,
mereka berani terus terang bahwa model yang selama ini digunakan sulit meningkatkan
kemampuan keterampilan siswa SD.
Pada langkah pembelajaran memberikan kebebasan kepada siswa untuk mencari
bahan seluas-luasnya agar menemukan gerak ideal yang dikehendakinya, ternyata tidak
berjalan sesuai yang diharapkan. Mereka masih terikat pada gerak-gerak yang sudah ada
262
dalam Senam Kebugaran Jasmani, tanpa berkeinginan untuk kreatif mengembangkan
gerak yang ada, apalagi merubahnya dengan gerak lainnya. Rencana yang diajukan oleh
guru tentang keinginan siswa untuk bebas melakukan gerak tanpa terikat gerak yang
sudah dikondisikan kurang mampu direspons siswa secara sungguh-sungguh.Guru
sering memberikan contoh tanpa diminta oleh siswa dan membuat kesimpulan terlebih
dahulu tanpa implementasi yang nyata. Demikian juga mengenai pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan guru pada langkah ini cenderung terlalu sempit yang terfokus kepada
materi pembelajaran. Misalnya, ketika guru sampai pada pembahasan bahwa lakukan
gerak tadi sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa, guru bertanya seperti di
bawah ini "Anak-anak, lakukan gerakan secara bebas apa saja yang anda ketahui
dengan cara setiap gerak sesuaikan dengan kemampuan masing-masing, usahakan
dilakukan dengan semangat dan gerak yang tepat, coba ada diantara kalian yang dapat
membuktikannya?"
Pola pertanyaan dalam model pembelajaran Penjas yang bersifat terbuka seperti
itu, jelas memiliki kelemahan bagi siswa yang daya tangkapnya masih lemah.
Sebaiknya dalam pengembangan Model Pembelajaran Kuantum Penjas pertanyaan dan
tindakan yang diajukan bersifat sederhana seperti mulai dari pertanyaan tertutup dahulu
sampai siswa benar-benar memahami pokok permasalahan. Misalnya dalam langkah
pembelajaran "Mendemonstrasikan" guru tidak membuat kesimpulan terlebih dahulu
seperti itu, akan tetapi siswa didorong untuk menemukan fakta-fakta konkrit sesuai
dengan pengalamannya melalui cara langsung mencoba gerakan yang dipelajarinya
secara berulang-ulang. Contohnya, guru dapat mengajukan pertanyaan tertutup: "Siapa
yang pernah menonton musik dangdut?" Dapatkah kalian menirukan joged sesuai
dengan musik dangdut". Dilanjutkan dengan pertanyaan berikut "Coba kalian lakukan
263
saling berhadapan di antara teman gerakan meliukan badan diikuti gerak tangan dan
kaki, silahkan bebas lakukan?. Dari perubahan pola bertanya semacam itu selanjutnya
dapat dikembangkan dialog hingga akhirnya siswa dapat menemukan sendiri
berdasarkan pengalamannya bahwa gerak yang dilakukannya sesuai dan tepat.
Perubahan pola bertanya semacam itu bukan hanya dapat menggiring siswa untuk
menemukan fakta konkrit akan tetapi juga dapat memperbaiki proses keterampilan
berpikir siswa. Hal ini yang jarang malahan tidak dilakukan guru selama ini, walaupun
demikian, secara keseluruhan proses pembelajaran yang diperagakan guru belum
mampu mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan meningkatkan
keterampilan gerak secara keseluruhan.
Analisis Hasil Pembelajaran
Berdasarkan data yang diperoleh pada tahap uji coba yang lebih luas putaran
pertama di sekolah berkatagori kurang, ternyata model pembelajaran kuantum Penjas
yang dapat dilihat dalam perhitungan statistik di bawah ini.
Dari jumlah siswa (n) = 35 orang, dengan Simpangan Baku (SB) = 3,71 diperoleh
skor rata-rata (x) hasil pra tes sebesar 6,66. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan
SB = 3,47, terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca-tes menjadi 7,09.
Dilihat dari hasil perhitungan Simpangan Baku (SB), ternyata skor rata-rata yang
diperoleh siswa pada pasca-tes lebih homogin dibandingkan dengan pra-tes, oleh karena
SB pasca-tes sebesar 3,47 < SB pra-tes sebesar 3,71 yang berarti pada sekolah yang
berkatagori kurang, pada putaran pertama ini, kenaikan tingkat penguasaan materi
pelajaran siswa yang tercermin dari rata-rata skor yang diperoleh siswa diikuti juga oleh
semakin meratanya tingkat penguasaan materi pelajaran.
; • 264
Selain dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data dengan menggunakan x2
dan uji F sebagai prasyarat pengujian sifhifikansi, selanjutnya dilakukan uji signifikansi
kenaikan skor setiap subjek dengan Uji-t. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga t
hitung =1,90. Sedangkan t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 diperoleh skor sebesar
2,03 pada taraf kepercayaan 95%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kenaikan
skor nilai pra-tes terhadap skor nilai pasca-tes secara statistik adalah signifikan.
2) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Putaran Kedua
Analisis Proses Pembelajaran
Pada putaran ini topik yang dibahas adalah "Aktivitas Pengembangan" dengan sub
topik "Melakukan latihan untuk meningkatkan kekuatan dan kelenturan". Pada putaran
kedua ini proses pembelajaran dengan mengunakan MPKPK berkembang agak lebih
baik. Kelemahan-kelemahan yang didapatkan pada putaran sebelumnya perlahan-lahan
telah mampu diperbaiki guru. Kelemahan-kelemahan guru seperti siswa kurang
perhatiannya dalam proses pembelajaran, kurang sabarnya guru dalam memberikan
contoh penampilan gerakan ideal, dan anak-anak selalu bergantung instruksi dari guru
seperti yang terjadi pada putaran pertama, pada putaran kedua ini tidak nampak lagi.
Guru mampu memperagakan model MPKPK beserta langkah-langkahnya sebagai
model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan keterampilan gerak dasar siswa
secara utuh dan menyeluruh. Aspek keterlibatan siswa dalam mengembangkan
keterampilan gerak dan kemampuan berpikirnya sudah mulai nampak. Melalui
pertanyaan yang diajukan guru, siswa memberikan respon melalui kemampuan
mendemonstrasikan gerak yang dimilikinya. Pola pikir deduktif dengan memberikan
kesimpulan terlebih dahulu yang sering muncul pada putaran pertama tidak lagi banyak
dipergunakan. Guru lebih banyak mengembangkan pola berpikir induktif, yaitu proses
berpikir yang menuntut siswa untuk menemukan fakta-fakta lebih kongkrit
dahulu sebagai dasar menarik kesimpulan.
Secara perlahan-lahan dan bertahap siswa dapat menunjukkan keterampilannya
dihadapan temannya sendiri, yang asalnya enggan menampilkan keterampilannya
karena kurang percaya atas kemampuan yang dimilikinya. Model pembelajaran yang
dikembangkan guru membuat kemampuan anak dalam melakukan keterampilan gerak
disertai kemampuan berpikir secara keselurahan terus berkembang. Akhirnya tahapan
model pembelajaran kuantum Penjas dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang
dikembangkannya, walaupun kebermaknaan pada setiap tahapan belum ditampilkan
secara utuh. Hal ini ditunjukan dengan semakin lancarnya proses pembelajaran,
beragamnya pendapat yang diajukan siswa serta meningkatkannya kemampuan siswa
ditunjukan dengan gerak yang efisien disertai dengan argumentasi dan ilustrasi melalui
bahasa verbal. Pada putaran ini siswa mampu menjawab pertanyaan guru sambil
menunjukan kebisaannya dengan melakukan alur gerak yang lebih efektif dan efisien
sehingga guru tidak banyak intervensi apalagi selalu memberikan instruksi yang lebih
dalam mengatur keinginan gerak siswa.
Analisis Hasil Pembelajaran
Berdasarkan data yang diperoleh pada uji coba, selanjurnya MPKPK yang
dikembangkan guru pada sekolah berkategori sedang Hal ini dapat dilihat dari
perhitungan statistik seperti dijelaskan di bawah ini.
Dari jumlah siswa (n) = 35 Simpangan Baku (SBJ = 4,64 diperoleh rata-rata (x)
skor hasil pra-tes siswa sebesar 6,83. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan SB
sebesar 4,14 terdapat kenaikan perolegana (x) skor hasil pasca tes menjadi 9,06. Dilihat
dari perhitungan Simpangan Baku (SB), ternyata skor siswa pada pasca-tes lebih
266
homogin dibandingkan dengan pra-tes, oleh karena SB pra-tes sebesar 4,14 < SB pra-tes
sebesar 4,64 yang bearti, pada putaran ini kenaikan tingkat penguasaan materi pelajaran
siswa pada pasca-tes, juga diikuti oleh semakin meratanya skor atau kemampuan siswa
dalam penguasaan materi pelajaran.
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data dengan menggunakan
x2 dan uji F sebagai pra syarat pengujian signifikansi, selanjutnya dilakukan uji
signifikansi perbedaan dua rata-rata dengan Uji t, berdasarkan perhitungan diperoleh
harga t = 5,82. Harga t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 sebesar 2,03. Dengan
demikian, oleh karena t hitung sebesar 5,82 > t tabel sebesar 2,03 pada taraf
kepercayaan 95%, dapat disimpulkan bahwa artinya peningkatan skor nilai pra-tes
terhadap skor nilai pasca-tes secara statistik adalah signifikan.
3) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas Putaran Ketiga
Analisis Proses Pembelajaran
Pada uji coba putaran ketiga, proses pembelajaran dengan MPKPK nampak
semakin dapat mengembangkan kemampuan keterampilan motorik dasar siswa,
walaupun kemampuan itu dirasakan lambat. Pada putaran ini topik yang dibahas
merupakan kelanjutan dari topik sebelumnya "Aktivitas Pengembangan" dengan sub
topik "Melakukan bentuk-bentuk latihan untuk meningkatkan daya tahan". Guru
mampu memerankan tugasnya dengan baik selain sebagai pembimbing juga bertindak
sebagai fasilitator belajar. Proses pembelajaran yang ditampilkan guru dengan
menggunakan MPKPK sesuai dengan tahapan-tahapannya dapat menjadikan siswa lebih
bergairah dan senang dalam belajar Penjas. Teknik bertanya dalam setiap tahapan model
yang diperagan guru juga semakin bervariasi jenis-jenis pertanyaannya. Sering juga
guru berinovasi dengan menampilkan bentuk gerak yang dilakukan siswa sangat
267
menarik dan tidak merasa jenuh karena menggunakan proses pembelajaran yang
bervareasi disesuaikan dengan karakteristik anak SD. Nampak model pembelajaran
yang dikembangkan bertumpu kepada peningkatan kemampuan bergerak yang efektif
dan melibatkan aspek berpikir siswa. Misalkan, ketika siswa melakukan latihan lari,
guru menyetel musik pengiring memberikan dorongan semangat seperti "Ayo pasti
kamu bisa lebih cepat sampai finish," sambil dilombakan. Setelah siapa siswa yang
lebih cepat datang ke finish akan mendapatkan hadiah. Kemudian dilanjutkan pada
latihan berikutnya dengan dikombinasikan setelah lari, diselingi latihan kelentukan di
tempat, kemudian latihan lari kembali secara berulang. Nampak anak-anak tidak
terkesan lelah atau bosan akan tetapi bersuka ria apalagi dengan musik pengiring yang
sangat mereka senangi.
Hal-hal yang dilakukan guru semacam ini membuat suasana belajar menjadi
menarik penuh riang gembira dan menyenangkan. Siswa selain tampak bergairah dalam
belajar juga membuat proses pembelajaran menjadi lancar. Siswa semakin mantap
melakukan gerakan kecepatan dan kelenturan tubuhnya sehingga mampu menjawab
tantangan yang selama ini diragukan keberhasilannya, karena Penjas apalagi latihan lari
kurang menarik dan membikin siswa jenuh belajar dikarenakan sudah pasti modelnya
dari dulu seperti itu. Beberapa orang siswa dapat merespons dan menunjukkan
kemampuannya dengan melakukan gerak yang cepat dan sistematis. Demikian juga
halnya dalam proses mengambil kesimpulan, mereka dapat menyimpulkan dengan tepat
tanpa melalui arahan dari guru, mana latihan yang hanya untuk kecepatan, kelenturan,
dan daya tahan tubuh. Mereka sendiri yang mengklasifikasikan beberapa bentuk latihan
dan kegunaannya, guru memberikan materi latihan, mereka sendiri yang mengatur
berlomba lari antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Hal ini menunjukkan
268
kemajuan yang sangat bagus dalam proses keterampilan gerak dengan melibatkan cara
menampilkan gerak yang praktis, efisien, dan beramakna.
Analisis Hasil Pembelajaran
Berdasarkan data yang diperoleh pada uji coba putaran ketiga pada sekolah
berkategori kurang, Model Pembelajaran Kuantum Penjas dikembangkan guru memiliki
pengaruh yang lebih baik lagi terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
perhitungan statistik di bawah ini.
Dari jumlah siswa (n) = 35 dengan S impangan Baku (SB) = 3,32 diperoleh rata-
rata (x) skor hasil pra-tes siswa sebesar 7,25. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan
SB - 3,42 terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca-tes menjadi 10,34.
Dilihat dari hasil Simpangan Baku (SB), ternyata kemampuan siswa pada pra-tes lebih
homogin dibandingkan dengan pasca-tes, oleh karena SB pra-tes sebesar 3,32 < SB
pasca-tes sebesar 3,42 yang berarti pada putaran ini, kenaikan rata-rata tingkat
penguasaan materi pelajaran oleh siswa diikuti juga oleh tingkat keragaman siswa
dalam penguasaan materi pelajaran.
Selain dilakukan uji normalitas dan uji homoginitas data dengan menggunakan x2
dan uji F sebagai prasyarat pengujian signifikansi, selanjurnya dilakuan uji signifikansi
kenaikan skor setiap subjek dengan uji-t. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga t =
6,20, sedangkan t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 sebesar 2,03. Dengan demikian,
oleh karena t hitung sebesar 6,20 > t tabel sebesar 2,03 pada taraf kepercayaan 95%,
dapat disimpulkan bahwa kenaikan skor nilai pra-tes terhadap skor nilai pasca tes secara
statistik adalah signifikan.
Ditinjau dari hasil belajar siswa berdasarkan hasil analisis data mulai putaran
pertama sampai putaran ketiga, maka nampaknya Model Pembelajaran Kuantum Penjas
269
berbasis Kompetensi (MPKPK), memiliki pengaruh yang positif terhadap kemampuan
penguasaan materi pelajaran pada setiap katagori sekolah. Terjadinya pengaruh yang
positif tersebut dapat dilihat dari perbandingan antara rata-rata hasil pra-tes dan pasca
tes dalam setiap kali putaran. Berdasarkan perhitungan statistik pada setiap kali putaran
pada sekolah berkatagori baik selalu menunjukkan t hitung > t tabel yang berarti
perbedaan tersebut adalah signifikan, seperti yang terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4-1
Hasil Uji Coba Pra dan Pasca-tes pada Sekolah Berkategori Baik
PUTARAN n X SB t hitung T tabel
a = 0,05 Keterangan
1.Pra-tes 40 6,1 4,35
Pasca-tes 40 6,55 4,08 6,64 2,03 Signifikan
2.Pra-tes 40 14,60 4,16
Pasca-tes 40 8,68 4,79 5,20 2,03 Signifikan
3.Pra-tes 40 8,65 4,73
Pasca-tes 40 12,58 4,88 7,38 2,03 Signifikan
Demikian juga halnya pada sekolah berkatagori sedang, ternyata dalam setiap kali
putaran menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan sekolah berkatagori baik,
dimana harga t hitung > t tabel yang artinya perbedaan hasil pra-tes dan pasca-tes
tersebut secara statistik adalah signifikan. Hasil analisis statistik pada sekolah yang
berkatagori sedang terangkum pada tabel berikut ini.
270
Tabel 4-2
Hasil Uji Coba Pra dan Pasca-tes pada Sekolah Berkategori Sedang
PUTARAN n X SB t hitung T tabel
a =0,05 Keterangan
l.Pra-tes 31 6,81 4,09
Pasca-tes 31 9,27 4,01 6,0 2,03 Signifikan
2.Pra-tes 31 6,61 4,08
Pasca-tes 31 11,77 4,02 15,18 2,03 Signifikan
3.Pra-tes 31 8,06 3,61
Pasca-tes 31 13,81 3,07 18,32 2,03 Signifikan
Sama halnya dengan sekolah berkategori sedang, sekolah yang berkategori
kurangpun nampaknya ada kenaikan pada setiap kali putaran, walaupun skor yang
diperoleh tidak setinggi sekolah yang berkatagori baik dan sedang. Pada kelompok
sekolah berkatagori kurang ada kenaikan secara signifikan pada setiap kali putaran.
Hasil analisis secara statistik pada setiap kali putaran pada sekolah berkatagori kurang
terangkum dalam tabel statistik sebagai berikut:
271
Tabel 4-3
Hasil Uji Coba Pra dan Pasca-tes pada Sekolah Berkategori Kurang
PUTARAN n X SB t hitung T tabel
a =0,05 Keterangan
l.Pra-tes 35 6,66 3,71
Pasca-tes 35 7,09 3,47 1,9 2,03 Signifikan
2.Pra-tes 35 6,83 4,64
Pasca-tes 35 9,06 4,14 5,82 2,03 Signifikan
3.Pra-tes 35 7,25 3,32
Pasca-tes 35 10,34 3,42 7,38 2,03 Signifikan
Data seperti terangkum dalam tabel statistik pada setiap kategori sekolah di atas,
menunjukkan pada putaran 1, 2, dan 3, hasil pasca-tes selalu memiliki perbedaan
dibandingkan dengan pra-tes, yang secara statistik perbedaan tersebut adalah signifikan,
artinya dapat meningkatkan hasil belajar melalui model pembelajaran kuantum Penjas.
2. Interpretasi Hasil Uji Coba yang Lebih Luas
Sesuai dengan fokus yang jadi perhatian penelitian dalam proses uji coba yang
lebih luas, maka dalam menginterpretasikan data hasil uji coba diarahkan pada dua hal,
yaitu: Pertama, interpretasi terhadap proses pembelajaran dan kedua, interpretasi
terhadap hasil pembelajaran.
Ditinjau dari sudut proses pembelajaran, nampak MPKPK dalam mata pelajaran
Penjas sebagai suatu model pembelajaran yang memiliki pengaruh positif terhadap
peningkatan keterampilan motorik siswa. Seperti halnya pada akhir proses pembelajaran
272
dan akhir uji coba baik uji coba terbatas maupun uji coba yang lebih luas, nampak
proses pembelajaran yang dirancang oleh guru Penjas melalui tahapan MPKPK dapat
meningkatkan suasana pembelajaran yang bergairah dan menyenangkan yang pada
gilirannya dapat meningkatkan keterampilan motorik siswa, baik ditinjau dari
keterampilan motorik dasar maupun motorik secara umum.
Dalam aspek kemampuan meningkatkan keterampilan motorik dasar, dapat di
lihat setiap siswa mencoba melakukan aktivitas gerak berpindah tempat (lokomotor)
seperti: melompat, berjalan, berlari, dan berderap dengan berbagai variasi, siswa
melakukannya dengan semangat dan penuh gairah. Gerakan-gerakan lokomotor tadi
disajikan dalam beragam bentuk variasinya, seperti berlari dengan musik dapat
dibedakan dari yang pelan hingga yang tercepat, ketika musik lambat maka lari pelan-
pelan, tetapi ketika musik keras dan irama cepat maka lari kencang melalui bentuk
perlombaan sesama teman sekelasnya.
Begitu pula, gerak dasar non lokomotor dimana aktivitas gerak dilakukan tidak
menyebabkan berpindah tempat seperti: gerakan mengayun, meregang, menekuk dan
meluruskan, berputar sambil melayang dan menggoyang. Bentuk gerakan di atas
disampaikan melalui kegiatan pembelajaran yang bervariasi dan melibatkan seluruh
siswa. Sebab bentuk-bentuk gerakan tadi dapat dilakukan pada saat pemanasan dengan
menggunakan struktur bergerak bebas. Artinya dapat dimasukan dalam kegiatan inti
asalkan dilakukan dengan berbagai variasi yang sederhana ataupun kompleks,
bergantung pada kondisi siswa. Ketika siswa melakukan dengan mudah maka
dilanjutkan secara bertahap ke jenjang yang lebih kompleks, seperti coba ayunkan
lengan ke depan-belakang, lutut bengkok, badan/togok tetap rendah. Gerakan tadi
dilanjutkan pada ayunan silang, lengan direntangkan, kaki dibuka lebar, badan dan lutut
273
tetap bengkon ketika dijatuhkan ke depan dan membuat posisi menyilang di depan
badan, ayunkan kembali kedua lengan untuk kembali ke semula.
Keterampilan motorik dasar manipulatif merupakan keterampilan dasar yang
harus dipelajari siswa bersama dengan keterampilan yang lain yaitu gerak lokomotor
dan non lokomotor, karena siswa pada kegiatan pembelajaran seperti ini harus
berhubungan dengan benda di luar dirinya yang harus dimanipulasi sedemikian rupa
sehingga terbentuk satu keterampilan. Keterampilan manipulatif contohnya melempar,
menangkap, menendang, dan menggiring. Disampaikan secara bervariasi melalui model
pembelajaran kuantum Penjas, yang diasumsikan dapat meningkatkan keterampilan
motorik dasar siswa SD. Berdasarkan peningkatan keterampilan dasar siswa yang secara
terus menerus ditambah, maka dapat dipastikan, MPKPK memiliki pengaruh yang
positif terahadap peningkatan keterampilan motorik dasar siswa SD.
Selain terhadap prose pembelajaran, berdasarkan hasil analisis statistik, ternyata
MPKPK yang dikembangkan juga memiliki pengaruh yang positif terhadap kemampuan
siswa dalam menguasai bahan pelajaran, seperti yang terlihat dari grafik di bawah ini.
S B ss SK S B SS SK SB SS SK
O Hasil pra-tes • Hasil Pasca-tes
Bagan 4 - 5 Grafik Perolehan Rata-rata Hasil Pra dan Pasca-tes
Sekolah berkategori Baik (SB), Sedang (SS), dan Kurang (SK Putaranl, 2. dan 3
Hasil yang diperoleh siswa pada setiap putaran di setiap kategori sekolah, seperti
tergambarkan pada grafik di atas, yang datanya bersumber dari rangkuman hasil
274
perhitungan statistik pada setiap kategori sekolah seperti tergambar pada tabel 4-1, 4-2
dan 4-3, menunjukkan bahwa terdapat selisih yang cenderung semakin tinggi antar hasil
pra-tes dan pasca-tes pada setiap kategori sekolah, baok sekolah berkategori baik,
sedang, maupun kurang. Kenaikan pada sekolah berkategori kurang berbeda dengan
sekolah kategori baik dan sedang, hal ini menunjukkan bahwa MPKPK berhasil
meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran baik sekolah
berkategori baik, sedang, maupun kurang. Hal ini memungkinkan, karena dalam proses
pembelajaran guru tidak hanya memfokuskan pada keterampilan motorik saja, akan
tetapi keterampilan lain didorong agar siswa menguasai materi pelajaran.
F. Perbaikan Model Pembelajaran
Pada uji coba yang lebih luas, tidak ada perbaikan model yang prinsip. Tahapan-
tahapan model yang ditemukan pada uji coba terbatas, sudah dianggap memadai sebagai
sosok model MPKPK yang dapat dikembangkan dalam pemebalajaran Penjas di SD.
Perbaikan model pada setiap putaran selama uji coba yang lebih luas berlangsung hanya
dilakukan pada implementasi setiap tahapan, dengan tujuan untuk menambah ketajaman
model yang dikembangkan.
Perbaikan model yang dilakukan pada implementasi setiap tahapan, disesuaikan
dengan masalah yang dihadapi oleh masing-masing guru pada setiap kategori sekolah.
Oleh karena setiap sekolah yang dijadikan lokasi uji coba memiliki kategori berbeda,
yaitu kategori baik, sedang, dan kurang, maka kadar dan bobot perbaikanpun berbeda
pula. Pada sekolah berkataegori baik dan sedang, contohnya, perbaikan terjadi lebih
banyak pada masalah yang bersifat konseptual, misalkan mengapa guru Penjas perlu
mempertimbangkan pola gerak dasar yang disampaikan pada siswa SD berbentuk
275
lokomotor, non lokomotor, dan manipulatif. Bagaimana agar siswa dapat melakukan
berbagai gerakan dengan polanya sendiri-sendiri sesuai dengan keterbatasan
kemampuan masing-masing. Hal ini dilakukan oleh sebab pada sekolah berkategori baik
dan sedang, pengembangan model dipandang dari sudut teknis pelaksanaan sudah tidak
ada permasalahan. Artinya, kemampuan minimal guru untuk dapat mengembangkan
model dianggap sudah memadai, demikian juga dipandang dari hasil pembelajaran
dianggap sudah lebih baik.
Berbeda dengan sekolah yang berkategori kurang, pada sekolah ini perbaikan
model masih diarahkan pada teknis pelaksanaan. Hal ini disebabkan baik guru maupun
siswa dianggap masih kurang dalam mengembangkan model pembelajaran. Dari sudut
guru misalnya, kemampuan dalam keterampilan dasar bertanya masih belum dimiliki
sepenuhnya. Akibatnya MPKPK yang dikembangkan berjalan lebih lambat
dibandingkan dengan sekolah berkategori baik dan sedang. Demikian juga halnya dari
sudut siswa, siswa yang berada pada sekolah berkategori kurang, kondisi fasilitas Penjas
terbatas dan wawasan pengalaman belajar merekapun terbatas pula, sehingga
perbendaharaan gerak merekapun perlu mendapat intervensi dari guru Penjas. Oleh
sebab itu umpan balik segera dilakukan ketika mereka mendemonstrasikan gerak yang
agak kompleks. Alternatif yang dilakukan antara lain isi pertanyaan yang diberikan oleh
guru disederhanakan dengan cara merubah jenis dan strategi pertanyaan, sebelum
pelaksanaan gerak yang diinginkan dilakukan..
Perbaikan menyeluruh pada uji coba yang lebih luas ini justru terjadi pada desain
evaluasi. Perbaikan menyeluruh pada desain evaluasi ini dilakukan oleh karena proses
uji coba yang lebih luas evaluasi dilakukan bukan hanya pada proses pembelajaran,
akan tetapi juga pada hasil belajar. Dengan demikian strategi evaluasi dilakukan dengan
276
dua bentuk, yaitu evaluasi proses melalui observasi dan evaluasi hasil atau penguasaan
isi pelajaran melalui tes.
G. Hasil Uji Validasi Model
1. Deskripsi
Uji validasi dilakukan untuk melihat efektifitas model yang dikembangkan
terhadap hasil belajar atau penguasaan materi pembelajaran oleh siswa. Oleh karena itu,
dalam uji validasi peneliti tidak lagi melihat perbedaan proses belajar, sebab data
tersebut sudah cukup diperoleh dalam proses uji coba baik terbatas maupun yang lebih
luas. Konsentrasi peneliti tertuju dalam uji validasi adalah perbandingan penguasaan
materi pelajaran oleh siswa antara siswa yang menggunakan Model Pembelajaran
Kuantum Penjas berbasis Kompetensi (MPKPK) sebagai kelompok eksperimen dengan
siswa yang menggunakan model pembelajaran yang selama ini digunakan sebagai
kelompok kontrol.
Subjek yang terlibat dalam uji validasi ini adalah 3 orang guru Penjas SD kelas 6
beserta siswanya yang terlibat pada uji coba sebagai kelompok eksperimen ditambah 3
orang guru Penjas SD beserta siswa kelas 6 dari sekolah lain yang tidak terlibat dalam
proses uji coba model sebagai kelompok kontrol. Seperti yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, SD-SD yang menjadi kelompok kontrol sebagai SD berkategori baik,
sedang dan kurang tersebut adalah SD Negeri Sukaraja, SD Negeri Cibeureum 2 dan SD
Negeri Rancapurut.
Desain yang digunakan dalam uji validasi adalah Desain Statis Dua Kelompok
(Nana Sudjana dan Ibrahim, 1989:37). Sesuai dengan desain yang digunakan,
pelaksanaan eksperimen tidak didahului oleh pemberian pra-tes, baik pada kelompok
277
eksperimen maupun pada kelompok kontrol. Hal ini didasarkan kepada asumsi bahwa
kedua kelompok itu memiliki kemampuan awal yang sama. Asumsi tersebut adalah
hasil interpretasi peneliti yang didasarkan kepada perkiraan yang dikemukakan guru
pada masing-masing kategori sekolah adalah sama. Menurut guru penjas yang mengajar
di sekolah berkategori baik, baik untuk sekolah yang dijadikan kelompok eksperimen
maupun kelompok kontrol, masing-masing mengatakan bahwa rata-rata penguasaan
kurikulum penjas siswa di kelas 6 berkisar antara 70% sampai dengan 75%; sedangkan
di sekolah berkategori sedang dan berkategori kurang berkisar antara 60% sampai
dengan 65%; Dalam menentukan asumsi ini, peneliti sengaja tidak mengacu kepada
rata-rata prestasi belajar seperti nilai catur wulan sebelumnya, oleh sebab itu seperti
yang dikatakan guru nilai catur wulan yang tertera pada nilai raport merupakan nilai
akhir yang tidak semata-semata berdasarkan pada tingkat penguasaan materi saja, akan
tetapi nilai setelah mempertimbangkan berbagai faktor seperti kehadiran, kerjasama,
kedisiplinan, aktivitas dan lain sebagainya. Oleh sebab itu untuk menentukan tingkat
kemampuan awal sebagai asumsi bahwa antara kelompok kontrol memiliki kemampuan
awal yang sama, digunakan pendapat dan perkiraan guru seperti di atas.
Didasari, kelemahan yang mungkin terjadi dalam desain statis dua kelompok
adalah kurangnya kontrol terhadap variabel-variabel yang memungkinkan dapat
mengganggu hasil eksperimen, oleh sebab itu dalam proses pelaksanaan uji validasi
peneliti melakukan kontrol terhadap beberapa variabel yang dianggap dapat
mengganggu seperti variabel pengalaman guru dalam mengajar, materi yang disajikan
serta waktu yang digunakan. Statistik yang digunakan untuk pengolahan data dalam uji
validasi ini adalah pengujian perbedaan dua rata-rata pada kelompok sampel besar
dengan uji z pada a = 0,05 atau pada taraf signifikansi 95%. Sebagai persyaratan
278
pengujian signifikansi, terlebih dahulu data diuji distribusi normalitas dengan
menggunakan Chiquadrat dan uji Homogenitas data dengan uji F dan uji Barlett (B).
Hasil dari uji validasi ini diuraikan di bawah ini.
a. Hasil Uji Validasi Pada Sekolah Berkategori Baik
Berdasarkan pengujian statistik, pada sekolah berkategori baik MPKPK
berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
data yang diperoleh. Berdasarkan data, dari tiga kali putaran hasil tes kelompok
eksperimen selalu lebih unggul dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada putaran
pertama kelompok eksperimen dengan n = 40, SB = 4,25 diperoleh rata-rata (X) hasil
pasca-tes 14,82; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 38, SB = 4,35 diperoleh rata-
rata (X) hasil pasca-tes sebesar 8,58. Dilihat dari hasil perhitungan Simpangan Baku
(SB) skor yang diperoleh kelompok eksperimen lebih homogen dibandingkan dengan
kelompok kontrol, karena SB kelompok eksperimen sebesar 4,25 < SB kelompok
kontrol sebesar 4,35 yang berarti pada kelompok eksperimen tingkat penguasaan materi
pembelajaran lebih merata dibandingkan pada kelompok kontrol.
Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 6,64. Harga t tabel
sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada a 0,05 sebesar 1,96. Oleh karena harga z
sebesar 6,64 > t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah signifikan.
Pada putaran kedua, kelompok eksperimen dengan n = 40, SB = 4,30 diperoleh
rata-rata hasil (X) pasca-tes sebesar 14.60; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 38,
SB = 4,25 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca tes sebesar 8,92. Dilihat dari hasil
perhitungan Simpangan Baku (SB) skor yang diperoleh kelompok kontrol lebih
homogin dibandingkan dengan kelompok eksperimen, karena SB kelompok kontrol
sebesar 4,25 < SB kelompok eksperimen sebesar 4,30 yang berarti pada kelompok
kontrol tingkat penguasaan materi pembelajaran lebih merata dibandingkan '^p^ '^^i 1
kelompok eksperimen.
Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 5,87. Harga t tabel
sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada a = 0,05 sebesar 1,96. Oleh karena harga
z sebesar 5,87 > t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah signifikan.
Pada putaran ketiga kelompok eksperimen dengan n = 40, SB = 4,32 diperoleh
rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 14,80; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 38,
SB = 4,21 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 8,85. Dilihat dari hasil
perhitungan Simpangan Baku (SB) skor yang diperoleh kelompok kontrol lebih
homogin dibandingkan dengan kelompok eksperimen, karena SB kelompok kontrol
sebesar 4,21<SB kelompok eksperimen sebesar 4,32 yang berarti pada kelompok
kontrol tingkat penguasaan materi pembelajaran lebih merata dibandingkan pada
kelompok eksperimen.
Berdasarkan pada kelompok statistik, diperoleh nilai z sebesar 6,13. Harga t tabel
sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada a 0.05 sebesar 1,96. Oleh karena harga
z sebesar 6,13 > t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah signifikan.
Selanjutnya, hasil perhitungan statistik setiap putaran pada sekolah berkategori
baik, terangkum pada tabel di bawah ini.
280
Tabel 4-4
Hasil Uji Validasi Pengaruh Penggunaan MPKPK terhadap Hasil Belajar Siswa pada Sekolah Berkategori Baik
KELOMPOK n X SB t hitung T tabel
a =0,05 Keterangan
Eksperimen 40 14,82 4,20
kontrol 38 8,58 4,35 6,64 1,96 Signifikan
Eksperimen 40 14,60 4,30
kontrol 38 8,92 4,25 5,87 1,96 Signifikan
Eksperimen 40 14,80 4,32
kontrol 38 8,58 4,21 6,13 '1,96 Signifikan
b. Hasil Uji Validasi Pada sekolah Berkategori Sedang
Seperti halnya pada sekola berkategori baik, berdasarkan pengujian statistik, pada
sekolah berkategori sedang MPKPK juga memiliki pengaruh secara signifikan terhadap
hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari tiga kali putaran
hasil tes kelompok eksperimen selalu lebih unggul dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Pada putaran pertama kelompok eksperimen dengan n =31, SB =3,70 diperoleh
rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 14,60; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 30,
SB = 3,90 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 8,10. Dilihat dari hasil
perhitungan Simpangan Baku (SB) skor yang diperoleh kelompok eksperimen lebih
homogin dibandingkan dengan kelompok kontrol, karena SB kelompok eksperimen
sebesar 3,70 < SB kelompok kontrol sebesar 3,90, yang berarti pada kelompok
281
eksperimen pada putaran ini tingkat penguasaan materi pembelajaran lebih merata
dibandingkan pada kelompok kontrol.
Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 6,70. Harga t tabel
sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada a 0,05 sebesar 1,96. Oleh karena harga z
sebesar 6,64 > t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah signifikan.
Pada putaran kedua, kelompok eksperimen dengan n =31, SB = 3,25 diperoleh
rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 14,20; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 30,
SB = 3,40 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 8,02. Dilihat dari hasil
perhitungan S impangan Baku (SB) skor yang diperoleh kelompok eksperimen lebih
homogin dibandingkan dengan kelompok kontrol, karena SB kelompok eksperimen
sebesar 3,25 < SB kelompok kontrol sebesar 3,40 yang berarti pada kelompok
eksperimen pada putaran ini tingkat penguasaan materi pembelajaran lebih merata
dibandingkan pada kelompok kontrol.
Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 4,50. Harga t tabel
sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada taraf nyata 0,05 adalah sebesar 1,96.
Oleh karena harga z sebesar 4,50 > t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah
signifikan.
Pada putaran ketiga kelompok eksperimen dengan n = 31, SB =3,60 diperoleh
rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 14,50; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 30,
SB = 3,40 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 8,70. Dilihat dari hasil
perhitungan Simpangan Baku (SB) skor yang diperoleh kelompok kontrol lebih
homogin dibandingkan dengan kelompok eksperimen, karena SB kelompok kontrol
sebesar 3,40 < SB kelompok eksperimen sebesar 3,60 yang berarti pada kelompok
-282
kontrol tingkat penguasaan materi pembelajaran lebih merata dibandingkan pada
kelompok eksperiman.
Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 6,44. Harga t tabel
sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada a 0,05 sebesar 1,96. Oleh karena harga z
sebesar 6,44 > t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalh signifikan. Selanjutnya hasil
perhitungan statistik setiap putaran pada sekolah berkategori sedang adalah sbb.:
Tabel 4-5
Hasil Uji Validasi Pengaruh Penggunaan MPMK terhadap Hasil Belajar Siswa pada Sekolah Berkategori Sedang
KELOMPOK n X SB T hitung T tabel
a = 0,05 Keterangan
Eksperimen 31 14,60 3,70 6,70 1,96 Signifikan
Kontrol 30 8,10 3,90
Eksperimen 31 14,20 3,25 4,50 1,96 Signifikan
Kontrol 30 8,62 3,40
Eksperimen 31 14,50 3,60 6,40 1,96 Signifikan
Kontrol 30 8,70 3,40
c. Hasil Uji Validasi Pada Sekolah Berkategori Kurang
Berbeda dengan hasil validai pada sekolah berkategori baik dan sekolah
berkategori sedang, pada sekolah berkategori kurang, pada putaran pertama berdasarkan
pengujian statistik, MPKPK yang diterapkan guru tidak memiliki pengaruh yang berarti
terhadap penguasaan materi pelajaran oleh siswa. Pengaruh yang berarti baru diperoleh
283
pada putaran kedua dan ketiga. Hasil perhitungan statistik, uji validasi pada sekolah
berkategori kurang ini digambarkan di bawah ini.
Pada putaran pertama kelompok eksperimen dengan n = 35, SB = 3,50 diperoleh
rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 7,20; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 37,
SB = 3,40 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 6,80. Dilihat dari perhitingan
Simpangan Baku (SB) skor yang diperoleh kelompok kontrol lebih homogin
dibandingkan dengan kelompok eksperimen, karena SB kelompok kontrol sebesar 3,40
< SB kelompok eksperimen sebesar 3,50, yang berarti pada kelompok kontrol tingkat
penguasaan materi pembelajaran lebih merata dibandingkan pada kelompok
eksperimen.
Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 0,49. Harga t tabel
sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada a 0,05 sebesar 1,96. Oleh karena harga z
sebesar 0,49 < t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah tidak signifikan.
Pada putaran kedua, kelompok eksperimen dengan n =35, SB = 3,32 diperoleh
rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 8,92; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 37,
SB = 3,10 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 7,10. Dilihat dari hasil
perhitungan Simpangan Baku (SB) - skor yang diperoleh kelompok kontrol lebih
homogin dibandingkan dengan kelompok eksperimen, karena SB kelompok kontrol
sebesar 3,10 < SB kelompok eksperimen sebesar 3,32, yang berarti pada kelompok
kontrol tingkat penguasaan materi pembelajaran lebih merata dibandingkan pada
kelompok eksperimen.
Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 2,43. Harga t tabel
sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada a 0,05 adalah sebesar 1,96. Oleh karena
harga z sebesar 2,43 > t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah signifikan.
284
Pada putaran ketiga kelompok eksperimen dengan n = 35, SB = 3,48 diperoleh
rata-rata (X) hasil pasca-tes 9,70; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 37, SB =
3,12 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 7,20. Dilihat dari hasil perhitungan
Simpangan Baku (SB) skor yang diperoleh kelompok kontrol lebih homogin
dibandingkan dengan kelompok eksperimen, karena SB kelompok kontrol sebesar 3,12
< SB kelompok eksperimen sebesar 3,48, yang berarti pada kelompok kontrol tingkat
penguasaan materi pembelajaran lebih merata dibandingkan pada kelompok
eksperimen.
Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 3,25. Harga t tabel
sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada a 0,05 sebesar 1,96. Oleh karena harga z
sebesar 3,25 > t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah signifikan.
Hasil perhitungan statistik setiap putaran pada sekolah berkategori kurang,
terangkum pada tabel berikut ini.
Tabel 4-6
Hasil Uji Validasi Pengaruh Penggunaan MPKPK terhadap Hasil Belajar Siswa pada Sekolah Berkategori Kurang
KELOMPOK n X SB T hitung T tabel
a = 0,05 Keterangan
Eksperimen 35 7,20 3,50 0,49 1,96 Tidak
Kontrol 37 6,80 3,40 Signifikan
Eksperimen 35 7,70 3,48 2,43 1,96 Signifkan
Kontrol 37 7,20 3,12
Eksperimen 35 8,92 3,32 3,25 1,96 Signifikan
Kontrol 37 7,10 3,10
285
2. Interpretasi Hasil Penelitian Uji Validasi Model
Hasil penelitian prngujian validasi model membuktikan, bahwa Model
Pembelajaran Kuantum Pendidikan Jasmani berbasis Kompetensi (MPKPK) dalam
pelajaran Pendidikan jasmani, bukan hanya memiliki pengaruh positif terhadap proses
pembelajaran yang dapat mengembangkan peningkatan kemampuan keterampilan
gerak siswa, seperti data yang ditunjukkan dalam proses uji coba, akan tetapi juga
berpengaruh terhadap hasil pembelajaran penjas seperti yang ditunjukkan oleh data hasil
uji validasi.
Berdasarkan perhitungan statistik seperti yang terangkum pada tabel-tabel di atas
menggambarkan, pada sekolah berkategori baik dan sedang dalam tiga kali putaran,
ternyata kelompok eksperimen selalu lebih unggul dalam perolehan skor pasca-tes
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pada sekolah
kategori ini MPKPK memiliki pengaruh yang positif dibandingkan dengan model
pembelajaran yang selama ini digunakan oleh guru. Pengaruh tersebut secara statistik
dianggap signifikan.
Pada sekolah berkategori kurang, rata-rata skor baik pada kelompok kontrol
maupun pada kelompok eksperimen sedikit lebih rendah dibandingkan dengan sekolah
berkategori baik dan sedang. Bahkan, pada sekolah berkategori kurang ini, pada putaran
pertama perbedaan hasil belajar antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,
secara statistik tidak signifikan. Baru pada putaran selanjurnya MPKPK memiliki
efektifitas yang lebih baik yang secara statistik signifikan.
Selanjutnya perbedaan perolehan skor rata-rata antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dari ketiga kategori sekolah, dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
286
- -
- -
- -
1 A p1 p2 p3
Kategori Baik
p1 p2 p3
Kategori Sedang
Kelompok Bcsper imen
Kelompok Kontrol
p1 p2 p3
Kategori Kurang
Bagan 4 - 6 Grafik Rata-Rata Hasil Pasca-tes pada Setiap Putaran Uji Validasi
Kategori Sekolah Baik, Sedang, dan Kurang
Adanya perbedaan hasil belajar siswa antara siswa yang menggunakan MPKPK
dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran yang biasa digunakan selama ini
tidak terlepas dari adanya hubungan antar aspek yang terkait. Keterkaitan setiap aspek
itu diuraikan di bawah ini.
a. Temuan Hasil Penelitian tentang Hubungan Pencapaian Hasil Pembelajaran
dengan Usaha, Cara dan Gaya Mengajar Guru
MPKPK dalam pelajaran Pendidikan jasmani adalah model pembelajaran yang
menekankan kepada aktivitas guru untuk membelajarkan siswa secara optimal melalui
kegiatan yang bervariasi dan menyenangkan akan tetapi mengandung unsur kecepatan
berfikir dalam bertindak untuk mengambil keputusan secara tepat. Dalam konteks ini
mengajar adalah membelajarkan siswa, artinya keberhasilan mengajar diukur dari
keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu yang menjadi sasaran dan orientasi mengajar
287
adalah siswa itu sendiri. Orientasi semacam itu menuntut guru untuk bekerja secara
optimal dan berkonsentrasi penuh terhadap keberhasilan siswa. Oleh karenanya gaya
dan cara membelajarkan itu harus disesuaikan dengan pengalaman dan tingkat
kemampuan yang dimiliki siswa. MPKPK, dalam implementasinya harus didasarkan
kepada prinsip ini. Artinya MPKPK, memerlukan keseriusan dan penyesuaian guru
dalam melaksanakan pembelajaran penjas di Sekolah Dasar.
Hasil penelitian membuktikan semua itu, semakin guru memiliki usaha, perhatian,
keseriusan gaya mengajar yang variatif dalam mengembangkan MPKPK, maka
memiliki kecendrungan semakin baik hasil belajar yang diperoleh siswa. Di sekolah
yang berkategori baik dan sedang, yang dinilai memiliki partisipasi dan perhatian yang
tinggi terhadap kepentingan sekolah serta guru-guru yang mengembangkan MPKPK
memiliki gaya mengajar yang bervariasi ditambah dukungan sekolah, orang tua siswa
yang mapan terutama peralatan penjas yang memungkinkan siswa berpartisipasi aktif
maka hasil yang diperoleh siswapun semakin tinggi.
b. Temuan Hasil Penelitian tentang Hubungan antara Proses Pembelajaran
dengan Hasil Pembelajaran
Proses yang baik dan terarah, dapat mengakibatkan hasil yang maksimal.
Sebaliknya proses yang tidak terarah dan terencana, tidak mungkin memperoleh hasil
yang maksimal. Keberhasilan MPKPK dalam meningkatkan penguasaan materi
pembelajaran berhubungan erat dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Walaupun
proses pembelajaran MPKPK tidak diarahkan secara khusus terhadap penguasaan
materi pembelajaran, akan tetapi pada gilirannya proses pembelajaran yang dibangun
untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan gerak dasar siswa, dapat
288
mendorong mereka untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat menunjang terhadap
penguasaan materi pembelajaran ikut terbangun pula ke arah yang lebih baik. Hal ini
seperti yang dilakukan oleh siswa pada beberapa putaran menunjukkan kekonsistenan
hasil belajar penjas, oleh karena guru memfungsikan arena belajar sebagai tempat untuk
melakukan uji coba kemampuan diri, dibarengi dengan diskusi kelompok dan tanya
jawab antara siswa dan guru mengenai suatu persoalan yang sulit dipecahkan, maka di
luar jam pelajaran penjas siswa terdorong untuk melakukan kegiatan antara lain
pengumpulan berbagai informasi dan pengetahuan dari berbagai sumber belajar di luar
guru contohnya dari buku bacaan atau dari hasil bertanya kepada orang lain dengan
maksud agar mereka dapat mengikuti jalannya diskusi atau proses pembelajaran.
Dengan demikian proses pembelajaran yang diarahkan untuk perbaikan dan
peningkatan keterampilan motorik disertai pengalaman berpikir yang beragam dapat
dipastikan berhubungan erat dengan hasil pembelajaran yang diperoleh siswa.
c. Temuan Hasil Penelitian tentang Hubungan Desain Perecanaan dengan
Implementasi Pembelajaran
Pada model pembelajaran yang dilakukan guru selama ini, ketika proses
pembelajaran berlangsung, sering guru tidak menggunakan perencanaan pembelajaran
sebagai pedoman. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah adanya persepsi
yang kurang sesuai terhadap hakekat mata pelajaran, seperti misalnya Penjas dianggap
hanya sebagai mata pelajaran kelas dua yang terpinggirkan, atau Penjas dianggap
sebagai mata pelajaran hanya pengisi waktu luang. Akibat persepsi tersebut, maka
perencanaan pembelajaran tidak pernah disusun dengan serius, karena hanya
289
difungsikan sebagai syarat administrasi saja, akibatnya, hasil yang diperoleh siswa pun
tidak pernah berhasil secara optimal.
Proses pembelajaran melalui MPKPK, memerlukan perencanaan yang matang dan
terarah, sebab apa yang harus dilakukan guru tidak terlepas dari perencanaan yang
disusun itu. Oleh karenanya desain perencanaan yang dikembangkan akan
mempengaruhi proses pembelajaran sehingga pada gilirannya dapat mempengaruhi
hasil belajar yang diperoleh siswa.
H. Pembahasan Hasil Penelitian Model Pembelajaran Kuantum Penjas
I. Hakekat Pengembangan Model
Sebelum pembahasan penelitian diarahkan kepada sosok MPKPK sebagai model
pembelajaran yang bertumpu kepada peningkatan keterampilan motorik, terlebih dahulu
dibahas tentang proses pengembangan model itu sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan gambaran bahwa MPKPK yang dihasilkan bukan hanya sekedar
modifikasi atau implementasi model yang sudah ada, akan tetapi merupakan hasil
proses pengembangan yang ditunjang oleh data-data empirik hasil penelitian.
Menurut Borg dan Gali (1979 : 624) Penelitian dan Pengembangan (Educational
Research and Development), merupakan pendekatan yang relatif baru dalam penelitian
pendidikan. Penelitian ini diarahkan untuk menghasilkan suatu produk atau strategi baru
dalam r^ningkatan pendidikan. Dilihat dari proses penelitian yang telah dilakukan, yang
diawali dengan studi pendahuluan, mendesain model, mengujicobakan model,
mengadakan perbaikan dan melaksanakan uji validasi, hingga dihasilkan suatu produk
pendidikan berupa model pembelajaran, seperti yang disarankan Borg dan Gali, maka
290
MPKPK dalam pelajaran Penjas merupakan model pembelajaran yang dihasilkan dari
proses pengembangan.
Dilihat dari substansi pengembangan model, secara konseptual MPKPK dalam
pelajaran Penjas dikembangkan dan bertumpu kepada teori model pembelajaran
kuantum dari Bobbi DePorter (1999), tentang konsep belajar akselerasi dan konsep
belajar kuantum yang menunjang dan diperlukan dalam pembelajaran Penjas. MPKPK
sebagai model yang dikembangkan berdasarkan kajian kebutuhan lapangan, tujuan
MPKPK tidak hanya sekedar peningkatan kemampuan motorik, akan tetapi juga
kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuan baru yang diperoleh sebagai dasar
untuk menguasai materi pembelajaran. Oleh sebab itu kedua sisi yakni lingkungan
belajar dan penguasaan materi pembelajaran dalam MPKPK merupakan dua sisi yang
sama pentingnya dalam mencapai tujuan pembelajaran Penjas di SD.
Dilihat dari prosedur pembelajaran, kemampuan motorik meliputi kemampuan
perseptual dan kemampuan fisik. Kemampuan perseptual berhubungan erat dengan
visual, pengecapan, pendengaran, kinestetik dan koordinasi. Sedangkan kemampuan
fisik meliputi: daya tahan otot dan kardiovaskuler, kekuatan, kelentukan dan kelincahan.
Dalam hubungannya dengan pembelajaran terdapat tiga tahapan belajar gerak dasar
utama yang harus dilakukan yaitu gerak lokomotor, gerak nonlokomotor, dan gerak
manipulatif (Pangrazi, 1992). Sedangkan MPKPK terdiri dari 6 tahap yaitu, tumbuhkan,
alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan. Adanya tahapan ini didasari oleh
tujuan yang ingin dicapai bahwa strategi kuantum bertujuan untuk mengembangkan
iklim suasana pembelajaran yang menyenangkan siswa bukan hanya menguasai
sejumlah materi pembelajaran semata. Disamping mengembangkan faktor lain seperti
taraf berpikir siswa, maka proses pembelajaran kuantum berorientasi pada kondisi
291
pembelajaran yang lebih bermakna dalam kehidupan keseharian siswa. Proses
pembelajaran kuantum, siswa dihadapkan kepada masalah yang perlu ada pemecahan,
maka siswa akan langsung melakukan tahap mengeksplorasi sebagai tahapan
penjelajahan untuk memecahkan masalah tersebut. Berbeda dengan proses belajar
keterampilan motorik dilakukan melalui proses belajar **trial and error" atau mencoba
dan salah dari Thorndike (1949) dalam Ruslt Lutan (2005). Maksudnya siswa mencari-
cari cara terbaik untuk melakukan gerakan yang diharapkan. Setelah berkali-kali latihan,
dan teknik-teknik yang salah ditinggalkan, untuk selanjurnya secara berangsur-angsur
diganti dengan gerakan yang benar sesuai dengan gerakan yang diharapkan sehingga
siswa yang bersangkutan dapat menguasai gerakkan yang dimaksud. Sejalan dengan
prinsip belajar "trial and error" tahapan belajar keterampilan motorik sebagai berikut: 1)
Pada awal belajar, sedikit sekali keberhasilan yang diperoleh diantara berbagai macam
kegiatan, 2) Sukses yang pertama itu agaknya lebih bersifat kebetulan dan masih belum
nampak asosiasi antara stimulus respons yang diharapkan, 3) Respons yang salah dan
aktivitas yang tak bermanfaat lambat laun semakin berkurang, 4) Siswa menjadi
semakin sadar akan koneksi antara stimulus dan respons, dan 5) Latihan memperkuat
respons yang tepat dan gerakan menjadi lancar.
Dalam MPKPK, siswa tidak langsung dihadapkan kepada suatu masalah, akan
tetapi siswa diberi penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan yang harus dicapai serta
prosedur pembelajaran yang harus dilakukan, setelah itu baru diadakan proses tanya
jawab atau dialog untuk mengenal kemampuan dan pengalaman itulah selanjutnya guru
menyodorkan masalah yang menantang untuk dipecahkan. Untuk mencapai tujuan yaog
berhubungan dengan peningkatan dan penguasaan materi pembelajaran, MPKPK
melakukan tahapan demonstrasikan dalam bentuk pengulangan belajar yaitu tahapan
292
untuk mengembangakan kemampuan keterampilan motorik siswa dalam
mengkonstruksikan pengetahuan baru sebagai hasil dari proses pemecahan masalah.
Tahapan pengulangan sesuai dengan hukum latihan yang mengacu pada teori
Koneksionisme Thorndike (Rusli Lutan, 2005) yaitu stimulus dan respons (S-R).
Asosiasi kedua elemen tersebut terjadi secara otomatis, karena itu penguasaan
keterampilan memerlukan pertautan antara stimulus dan respons yang serasi.
Sebenarnya istilah stimulus respons atau S-R sering juga dikatakan teori belajar
Behaviorisme yang menaruh perhatian pada proses pembelajaran yang berazaskan
perilaku yang dapat diamati, diukur dan diuji. Oleh sebab itu, perilaku lebih bersifat
objektif dan ilmiah dibanding kesadaran jiwa yang sifatnya subjektif dan dogmatis.
Ditinjau dari materi pembelajaran MPKPK, kurikulum yang dikembangkan oleh
Bobbi DePorter (1992) secara harmonis yang berisi kombinasi dari tiga unsur yaitu:
keterampilan akademik, prestasi dan tantangan fisik dan keterampilan dalam dalam
kehidupan. Implikasinya dalam pembelajaran kuantum Penjas ini, situasi dan kondisi
pembelajaran menjadi sesuatu yang menggembirakan dan bebas dari rasa tertekan
ketika guru menyajikan pembelajaran Penjas yang berisikan permainan dan aktivitas
lain, bermain peran, rileksasi dan rekreasi serta kompetisi yang penuh warna keceriaan
demi kesuksesan belajar. Hal ini dapat dilihat dari jenis-jenis tugas atau topik yang
diajukan untuk mengembangkan kemampuan motorik kasar dan halus siswa SD usia
11-12 tahun atau setara dengan usia anak kelas 5 dan 6 SD. Bidang kajian MPKPK
memiliki garapan keterampilan dan kemampuan gerak yang dipilih adalah bidang
permainan atau game dengan topik-topik yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Oleh karena itulah baik proses pembelajaran maupun kriteria keberhasilan dalam aspek
293
peningkatan kemampuan gerak dasar maka MPKPK memiliki kriteria yang berbeda
dengan teori belajar motorik lain seperti teori operani conditioning dari Skinner (1953).
Dilihat dari aspek proses pembelajaran penjas, maka MPKPK hasil penelitian ini
juga dapat dikatakan sebagai suatu hasil dari proses pengembangan. Selama ini, seperti
yang dijelaskan Cholik Mutohir (2000), pembelajaran Pendidikan jasmani di sekolah
cenderung tradisional dan berpusat pada guru. Proses pembelajaran hampir tidak pernah
dilakukan atas inisiatif anak sendiri, akan tetapi anak sering dianggap sebagai "orang
dewasa kecil" yang mampu melakukan kegiatan layaknya orang dewasa. Para guru
mengajarkan olahraga baku kepada anak yang notabene belum mampu nelakukan
aktifitas sebagaimana dilakukan oleh orang dewasa. Padahal menurut Steinhard dalam
Adang Suherman (2005) keberhasilan pembelajaran pendidikan jasmani berawal dari
tertanamnya kesenangan siswa terhadap berbagai aktivitas fisik. Oleh karena itu,
berbagai pembekalan seperti skill, kebugaran jasmani, sikap, pengetahuan, dan perilaku
sehari-hari harus selalu berorientasi pada kesenangan dan keyakinan individu dalam
rangka pembentukan gaya hidup aktif yang sehat di masa yang akan datang.
MPKPK sebagai model pembelajaran yang berangkat dari fenomena kehidupan
anak sehari-hari berusaha mengikuti pola gaya hidup aktif seperti yang disarankan itu.
MPKPK dalam prakteknya tidak berangkat dari konsep-konsep umum yang mungkin
tidak dipahami anak, akan tetapi bertolak dari pengalaman-pengalaman anak yang nyata
untuk selanjutnya ditarik kepada konsep-konsep yang lebih umum. Oleh karena itulah,
maka dipandang dari sudut ke-Penjas-an, MPKPK merupakan model pembelajaran yang
lain dibandingkan dengan model pembelajaran yang selama ini digunakan.
MPKPK sebagai model pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan motorik
dalam pelajaran Penjas di Sekolah Dasar, merupakan model yang dihasilkan dari proses
294
pengembangan, bukan hanya sekedar modifikasi apalagi sekedar implementasi dari teori
belajar praktek physical fiines, walaupun diakui landasan berpikir dari pengembangan
model ini adalah teori-teori yang dikembangkan Siedentop (1995). Yang lebih penting
dari mata pelajaran Penjas suatu kesadaran pentingnya berolahraga, selain dapat
meningkatkan prestasi olahraga nasional dengan mengembangkan bibit-bibit unggul,
olahraga juga berperan menjaga keseimbangan tubuh.
2. Karakteristik MPKPK sebagai Model Pembelajaran Keterampilan Motorik
Kritik yang sering muncul ke permukaan sehubungan dengan proses pembelajaran
di sekolah akhir-akhir ini adalah adanya kecenderungan pengelolaan pembelajaran
dengan pola komunikasi satu arah. Artinya dalam setiap kegiatan belajar mengajar, guru
memandang siswa sebagai objek yang harus diisi dengan berbagai informasi, yang suatu
saat siswa harus mampu mengeluarkan kembali informasi tersebut. Proses pembelajaran
semacam ini tidak atau kurang merangsang siswa untuk beraktivitas. Akibatnya, siswa
menjadi tidak kreatif dan bersifat pasif atau menunggu instruksi dari guru. Kemudian
apa yang mesti dilakukan guru untuk memperbaiki kondisi pemebalajaran seperti itu.
Mosston (1994) menyarankan untuk memilih model pembelajaran yang sesuai
dengan tujuan yang diinginkan, sepertirl) Perhatikan interaksi antara guru dan siswa
serta tujuan pada setiap tahapan pembelajaran, 2) Perhatikan rangkaian tahapan yang
membentuk satu proses pengajaran, 3) Rumuskan tujuan setiap tahap tugas apa yang
harus diselesaikan dan dilakukan siswa, standar kompetensi apa yang harus dicapai
siswa, tingkah laku siswa apa yang harus dikembangkan, dan tingkah laku manakah
yang layak untuk dinilai, 4) Tentukan apakah tugas-tugas tersebut bersifat reproduksi
(menirukan/mengulang) atau menemukan (produksi). Apabila reproduksi pilihlah model
komando, latihan, resiprokal, periksa diri, dan inklusi. Tetapi bersifat produksi
model penemuan terbimbing, penemuan konvergen, dan penemuan divergen, 5)
Tentukan perilaku apa uang perlu dikembangkan atau perilaku siswa apa yang harus
dievaluasi, dan 6) Bandingkan antara tujuan pengajaran yang dikehendaki dengan
tujuan yang telah dicapai. Kecocokan antara tujuan yang diharapkan dan yang dicapai
menunjukkan kesesuaian model pengajaran yang diterapkan.
Model pembelajaran kuantum penjas yang berbasis kompetensi (MPKPK) yang
merupakan salah satu model pembelajaran yang bertumpu kepada proses perbaikan dan
peningkatan keterampilan motorik siswa, ternyata cukup efektif juga untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam penguasaan materi pembelajaran dalam
pelajaran penjas di SD. Belajar motorik merupakan proses hasil latihan yang
dikondisikan dan pengalaman. Artinya keterampilan gerak dikuasai karena memang
dipelajari bukan sebagai akibat perkembangan, pertumbuhan ataupun kematangan. Hasil
belajar motorik berupa kemampuan merespon dalam bentuk gerakan. Artinya hasil
akhir yang diharapkan adalah kemampuan merespons yang diaktualisasikan dalam
bentuk gerakan yang benar. Tolok ukur untuk mengetahui tingkat keterampilan yang
dikuasai oleh pembelajar adalah kualitas penampilan pada saat melakukan keterampilan
atau hasil suatu gerakan. Hal ini sangat mungkin terjadi, sebab kemampuan motorik
siswa diperlukan sebagai landasan peningkatan keterampilan lanjutan. Artinya belum
tentu seseorang yang memiliki kemampuan keterampilan dalam melakukan gerak
tertentu tidak dilandasi dengan kemampuan motorik yang kuat. Sebaliknya kemampuan
motorik yang baik sudah pasti diikuti dengan peningkatan keterampilan yang prima.
Kemampuan motorik dasar dan kemampuan motorik lanjut dalam proses pembelajaran
tidak hanya diperoleh dari hasil latihan secara fisik akan tetapi harus menggunakan
kecerdasan berfikir. Hal ini seperti dikemukakan Peter Reason, bahwa berpikir tidak
akan mungkin terjadi tanpa adanya memori. Bila seseorang kurang memiliki daya ingat
kerja (working memory), maka orang tersebut tidak mungkin sanggup menyimpan
masalah dan informasi yang cukup lama. Bila seseorang kurang memiliki daya ingat
jangka panjang (long term memory), maka orang tersebut dipastikan tidak akan
memiliki catatan masa lampau yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi pada masa sekarang. Dengan demikian ketiga kemampuan
tersebut saling berkaitan dan saling memerlukan. Berpikir sebagai kegiatan yang
melibatkan proses mental memerlukan kemampuan mengingat dan memahami;
sebaliknya untuk dapat mengingat dan memahami itu diperlukan proses mental yang
disebut berpikir.
MPKPK dengan 6 tahapan pembelajaran membuktikan, bahwa sasaran utama
kemampuan motorik dasar siswa untuk dapat memecahkan suatu persoalan
keterampilan gerak yang lebih kompleks, juga memiliki pengaruh positif terhadap
kemampuan mengingat atau menguasai bahan pelajaran, seperti yang digambarkan
dalam pengujian validasi model.
Sebagai suatu model yang bertumpu kepada perbaikan dan peningkatan
kemampuan motorik dasar siswa, MPKPK hasil pengembangan merupakan model
pembelajaran yang memiliki dua karakteristik pokok. Pertama, dalam proses
pembelajaran Penjas, MPKPK merupakan model pembelajaran yang melibatkan tidak
hanya kemampuan fisik semata akan tetapi memerlukan proses mental siswa secara
maksimal. MPKPK bukan model pembelajaran yang hanya menuntut siswa sekedar
dapat menyelesaikan tugas, belajar menghafalkan gerak dan mencatat mana kesulitan
akan tetapi menghendaki aktifitas siswa dalam proses berpikir dan bertindak. Kedua,
297
MPKPK dalam Penjas dibangun dalam suasana menyenangkan, dialogis dan penuh
keceriaan yang terus menerus. Proses pembelajaran yang menyenangkan karena
berisikan aktivitas bermain dalam setiap materi pelajaran yang bertujuan meningkatkan
kemampuan motorik dasar siswa SD. Suasana dialogis yang penuh keceriaan karena
MPKPK menyandarkan kepada proses belajar sebagai upaya meningkatkan kemampuan
motorik dasar dan hasil belajar untuk mengkonstruksi penguasaan materi pembelajaran
yang baru.
3. Faktor yang Berpengaruh terhadap Keberhasilan Implementasi MPKPK
Ditinjau dari sudut guru, keberhasilan MPKPK sebagai suatu model pembelajaran
dalam Penjas di Sekolah Dasar ditentukan oleh faktor-faktor berikut:
a. Kemampuan guru dalam menciptakan suasana pembelajaran yang demokratis,
transparan, saling menghargai dan menyenangkan, menempatkan siswa sebagai
subjek belajar dan guru sebagai fasilitator pembelajaran.
b. Keterampilan guru dalam menciptakan berbagai variasi belajar dengan melakukan
strategi, pendekatan dan teknik-teknik bertanya yang merangsang anak berfikir
kemudian ingin membuktikan melalui demonstrasi gerak. Kegiatan memberikan
pertanyaan untuk memancing jawaban atau menemukan respon siswa yang tepat,
maka di sini diperlukan kemampuan untuk bersabar menunggu jawaban siswa dan
selalu memberikan reinfocement.
c. Kemampuan guru dalam merangsang dan membangkitkan keberanian siswa untuk
menjawab pertanyaan, menjelaskan, membuktikan dengan memberikan data dan
fakta empirik serta keberanian untuk mengeluarkan ide atau gagasan menyusun
kesimpulan dan mencari hubungan antar aspek yang dipermasalahkan.
298
Sesuai dengan faktor-faktor di atas, beberapa hai yang harus diperhatikan oleh
guru dalam mengembangkan MPKPK dalam Penjas agar berhasil mencapai tujuan
diantaranya:
a. Guru jangan bertindak sebagai sumber belajar yang hanya berperan sebagai pemberi
informasi atau pengetahuan jadi kepada siswa, akan tetapi harus berperan sebagai
orang yang mengkondisikan lingkungan agar siswa mencari dan dapat
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri;
b. Guru jangan menempatkan siswa sebagai objek yang hanya berperan sebagai
penerima segala informasi dengan mendengar, mencatat dan menghafal materi
pelajaran yang diberikan guru; akan tetapi guru harus menempatkan mereka sebagai
subjek belajar yang aktif dalam setiap tahapan MPKPK yang dikembangkan;
c. Guru tidak merencanakan program pembelajaran sebagai syarat administrasi saja,
akan tetapi program pembelajaran disusun secara maksimal serta memfungsikannya
dalam kegiatan pembelajaran;
d. Guru dalam menentukan keberhasilan siswa tidak hanya dari sisi penguasaan materi
pelajaran saja, akan tetapi yang lebih penting adalah kemampuan siswa berpikir dan
bertindak baik dilihat dari aspek -kelancaran, keluwesan, dan originalitas maupun
dari kemampuan elaborasi berpikir.
4. Model Desain MPKPK dalam Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar
Sesuai dengan pokok pertanyaan penelitian tentang model MPKPK yang dapat
diterapkan di Sekolah Dasar, pembahasan selanjutnya diarahkan sasaran pokok, yaitu
pembahasan tentang desain perencanaan pembelajaran Penjas di SD yang sesuai dengan
MPKPK yang meliputi rancangan pembelajaran, pengembangan pembelajaran,
299
penggunaan pembelajaran, pengelolaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran dalam
pendidikan jasmani di SD. Implementasi proses pembelajaran Penjas di SD yang
meliputi strategi tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi dan rayakan dan
proses pelaksanaan evaluasi baik proses maupun hasil pembelajaran pendidikan jasmani
di Sekolah Dasar yang bertumpu kepada MPKPK.
a. Model Desain Perencanaan Pembelajaran MPKPK dalam Pendidikan Jasmani di
Sekolah Dasar
Salah satu fungsi pembelajaran, menurut kurikulum yang berlaku adalah sebagai
pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Di dalamnya tidak hanya
berisi tentang rumusan tujuan yang harus dicapai, akan tetapi juga bagaimana cara
kegiatan yang harus diciptakan dan dikondisikan guru agar tujuan pembelajaran tercapai
secara optimal.
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ekspositori seperti
yang seringa dilakukan oleh guru dewasa ini, sering perencanaan pembelajaran hanya
digunakan sebagai pelengkap administrasi saja, tidak digunakan sebagai pedoman
mengajar untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Hal
ini disebabkan interpretasi guru yang kurang tepat tentang hakekat mata pelajaran
pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani sering dianggap sebagai pelajaran yang tentang
pengetahuan yang harus disampaikan kepada anak didik. Akibatnya, dalam setiap
implementasi, gaya mengajar guru tidak pernah mengalami perubahan yang berarti,
sehingga perencanaan pun tidak pernah mengalami perbaikan.
Berbeda dengan MPKPK, perencanaan harus disusun dan dijadikan pedoman
sepenuhnya dalam kegiatan pembelajaran siswa. Hal ini disebabkan MPKPK
menekankan kepada proses pembelajaran siswa bukan sekerdar aktifitas guru. MPKPK
300
tidak menghendaki siswa hanya sekedar duduk, mendengarkan dan mencatat materi
pembelajaran untuk dihafal. MPKPK mengehendaki aktivitas siswa secara penuh untuk
melakukan aktivitas gerak, sambil berdialog dan tanya jawab sekitar topik yang dibahas.
Oleh karena itu, guru harus merencanakan sedikitnya 5 hal, yaitu pertama,
mempersiapkan desain sistem pembelajaran, desain pesan, strategi pembelajaran dan
karakteristik pembelajaran.. Desain perencanaan ini semata-mata untuk dapat
meningkatkan keterampilan motorik siswa dalam melakukan berbagai aktivitas gerak
yang berkaitan dengan tema atau materi pembelajaran sebagai topik yang dibicarakan.
Kedua, mempersiapkan skenario strategi pembelajaran yang diantanya berisi kegiatan
atau jenis-jenis formasi belajar yang akan dikembangkan dalam setiap langkah
pembelajaran. Ketiga, memanfaatkan materi pembelajaran sebagai topik yang akan
dibahas sesuai dengan yang direncanakan. Keempat pengelolaan media dan sumber
belajar, pengelolaan sistim penyampaian informasi, dan mengendalikan pembelajaran
mulai perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan monitoring, dan kelima
mempersiapkan perangkat evaluasi baik jenis maupun prosedur evaluasi yang meliputi
analisis masalah, pengukuran acuan patokan, penilaian formatif dan penilaian sumatif.
b. Model Implementasi MPKPK dalam Pendidikan Jasmani dt Sekolah Dasar
Implementasi MPKPK seperti yang dilakukan oleh guru dalam penelitian ini,
menekankan kepada strategi pembelajaran yang melibatkan seluruh siswa untuk turut
berpartisipasi dalam pembelajaran Penjas. Sesuai dengan hakekat MPKPK yang tidak
megharapkan siswa sebagai objek belajar yang hanya duduk, melihat, mendengarkan
penjelasan guru kemudian mencatat untuk dihafalkan. Cara yang demikian bukan saja
tidak sesuai dengan hakekat belajar sebagai usaha memperoleh pengalaman, akan tetapi
juga dapat menghilangkan gairah dan motivasi belajar siswa. Dalam pengembangan
301
MPKPK tidak hanya strategi dan materi belajar akan tetapi teknologi pembelajaran
yang berkaitan dengan alat peraga, sarana prasarana dan sumber pembelajaran mesti
diorganisasikan sedemikian rupa agar menjadi sebuah kekuatan yang menunjang
kelancaran pelaksanaan model pembelajaran ini.
Dalam implementasi MPKPK, guru tidak memberikan materi pelajaran secara
langsung, akan tetapi pengetahuan itu dikonstruksi oleh dirinya sendiri berdasarkan
hasil mereka ujicoba. Secara lengkap tahapan implementasi MPKPK dalam pelajaran
Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar, sesuai dengan hasil penelitian terdiri dari enam
tahapan yaitu, tahap menumbuhkan, tahap pengalaman kemampuan siswa, tahap
menanai pengalaman gerak siswa, tahap mendemonstrasikan kemampuan siswa, tahap
mengulangi tahapan belajar, dan tahap merayakan keberhasilan belajar siswa.
Tahap menumbuhkan merupakan tahap pendahuluan. Pada lahap ini guru
mengkondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan pembelajaran, melalui: 1)
Penjelasan tujuan yang harus yang berhubungan dengan penguasaan materi
pembelajaran maupun tujuan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau
kemampuan motorik dasar yang harus dimiliki siswa, 2) penjelasan proses pembelajaran
yang harus dilakukan siswa yaitu penjelasan tentang apa yang harus dilakukan siswa
dalam setiap tahapan proses pembelajaran.
Pemahaman siswa akan arah dan tujuan yang harus dicapai dalam proses
pembelajaran seperti yang djelaskan pada tahap menumbuhkan minat belajar sangat
menentukan keberhasilan MPKPK. Oleh sebab itu tahapan ini merupakan tahapan kunci
yang menentukan tahapan keberhasilan berikutnya dalam implementasi proses
pembelajaran. Untuk itulah saling pengertian melalui diskusi yang penuh keakraban
302
yang dikembangkan guru pada tahapan ini harus mampu menggugah dan menumbuhkan
minat belajar siswa.
Tahapan mengalami aktivitas belajar kemampuan gerak dasar siswa, merupakan
tahapan penjajagan untuk memahami pengalaman-pengalaman yang dimiliki siswa
sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan. Melalui tahapan
iniliha guru mengembangkan dialog dan tanya jawab untuk mengungkap pengalaman
apa saja yang telah dimiliki siswa yang dianggap relevan dengan tema yang akan dikaji.
Dengan berbekal pemahaman itulah selanjurnya guru menentukan bagaimana ia harus
mengembangkan dialog dan tanya jawab pada tahapan-tahapan selanjutnya.
Tahapan menamai pengalaman belajar siswa adalah sebuah tahapan penyajian
yang harus dipecahkan yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa.
Untuk merangsang peningkatan kemampuan siswa pada tahapan ini guru dapat
memberikan persoalan-persoalan yang dilematis yang memerlukan jawaban atau
percobaan sebagai alternatif solusi jalan keluar terhadap persoalan yang diberikan.
Persoalan yang diberkan sesuai dengan tema atau topik, itu tentu saja persoalan yang
sesuai dengan kemampuan dasar atau pengalaman siswa seperti yang dihasilkan di
tahap sebelumnya. Tahap mendemonstrasikan adalah tahapan pemecahan masalah. Pada
tahap ini guru menciptakan kondisi agar siswa mampu mengembangkan kemampuan
keterampilan yang diterimanya sebagai hasil dari pengamatan, indera berfikir melalui
diskusi, dialog dan tanya jawab. Melalui berbagai teknik bertanya, guru harus dapat
menumbuhkan keberanian siswa untuk dapat menjelaskan, meragakan, menunjukan
kebolehannya serta mengungkap fakta sesuai dengan pengalamannya, atau meyakinkan
jawaban yang diberikan siswa.
303
Tahap mengulang-ngulang merupakan adalah tahapan pembentukan pengetahuan
baru yang harus dimiliki oleh siswa. Pada tahap ini siswa harus mampu menyimpulkan
apa yang mereka dapatkan dari belajar secara berulang kali, melakukan secara
perorangan dengan pengalaman sendiri, atau meyakinkan jawaban yang diberikan
siswaTahap mengulang-ulang ini sebagai tahapan pembentukan keterampilan baru
yang harus dimiliki siswa. Pada tahap ini siswa harus mampu menyimpulkan apa yang
mereka temukan dan mereka pahami sekitar topik yang dipermasalahkan.
Tahap merayakan adalah tahapan penyajian keberhasilan belajar siswa sebagai
upaya memberikan penguat atau reinfocemen agar tetap konsisten mempertahankan
prestasi belajar yang telah diperolehnya. Tahapan ini dimaksudkan untuk mengukur
kemampuan yang telah dimiliki selama ini yang selanjurnya mampu mentransfer
kemampuan keterampilannya dalam pemecahan masalah baru.
Kekhasan MPKPK sebagai model pembelajaran yang bertumpu kepada perbaikan
dan peningkatan kemampuan motorik siswa, harus tergambarkan dalam implementasi
pembelajaran dalam setiap tahapan model. Artinya, dalam membangun dialog,
kerjasama, bertindak, dan mengembangkan tanya jawab dalam setiap tahapan model
guru harus mampu meluruskan dan memberi peluang agar siswa dapat mengembangkan
dan meningkatkabn keterampilan motoriknya.
c. Model Desain Evaluasi MPKPK dalam Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar
Dalam model pembelajaran Pendidikan Jasmani yang biasa dilakukan oleh guru,
aspek yang dievaluasi terbatas pada penguasaan materi pelajaran. Hal ini disebabkan,
tujuan yang ingin dicapai oleh guru dalam pelajaran Pendidikan Jasmani sebatas agar
siswa dapat menguasai materi pelajaran sebanyak-banyaknya.
^ . 304
Sesuai dengan tujuan dan karaktersistik model, desain evaluasi MPKPK diarahkan
tidak hanya untuk memperoleh data tentang penguasaan materi pelajaran akan tetapi
yang lebih utama adalah kemampuan melakukan gerak dasar sebagai bagian tak
terpisahkan dari keterampilan motorik siswa secara menyeluruh. Hal ini sesuai dengan
hakikat MPKPK sebagai model pembelajaran yang bertumpu kepada usaha
memperbaiki dan meningkatakan kemampuan melakukan motorik dasar siswa, yang
dapat dilihat dari 3 aspek, yaitu aspek kelancaran alur aktivitas keterampilan gerak,
keterampilan berpikir, keluwesan dan kontrol kendali emosi atau perasaan.
Selain evaluasi dalam MPKPK, digunakan untuk menentukan tingkat kemampuan
aktivitas gerak dan tingkat penguasaan materi pelajaran, juga evaluasi difungsikan
sebagai bahan umpan balik untuk perbaikan proses pembelajaran selanjutnya. Oleh
karena itulah evaluasi pembelajaran model ini bukan hanya berisi tentang item-item tes,
akan tetapi juga berupa alat observasi untuk memperoleh data tentang aktivitas siswa
dalam setiap tahapan MPKPK.
5. Implementasi MPKPK ditinjau dari Kategorisasi Sekolah
Dilihat dari kategorisasinya, setiap sekolah memiliki kategorisasi yang berbeda,
yang dapat dikelompokkan pada sekolah berkategori baik, sedang dan kurang. Menurut
Dunkin dan Biddle (1987:30) perbedaan kualitas tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor
guru, faktor siswa dan keadaan sekolah itu sendiri. Faktor guru yang menurut Dunkin
sebagai faktor bawaan meliputi latar belakang sosial ekonomi guru, pengalaman, dan
kemampuan guru. Faktor siswa yang diistilahkan sebagai variabel konteks meliputi latar
belakang sosial ekonomi, keadaan siswa baik dilihat dari kemampuan, sikap maupun
pengetahuan (pengalaman) siswa; sedangkan keadaan atau kondisi sekolah mel
w
iklim sosial, kondisi sekolah setasarana dan prasarana yang menunjang.
MPKPK sebagai model pembelajaran dalam Pendidikan Jasmani yang
dikembangkan di sekolah berkategori sedang sampai akhirnya menjadi model
pembelajaran efektif untuk meningkatkan kemampuan motorik dasar siswa, ternyata
berdasarkan hasil uji validasi memiliki efektifitas yang berbeda pada sekian berkategori
baik dan kurang. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari kecepatan perolehan hasil antara
dua kategori sekolah tersebut. Pada sekolah berkategori baik, MPKPK dengan prosedur
standar seperti di atas lebih cepat diterima serta meningkatkan kemampuan berpikir dan
kemampuan penguasaan materi pembelajaran siswa; sedangkan untuk sekolah
berkategori kurang, ternyata MPKPK diterima lebih lambat. Hal ini disebabkan oleh
faktor keadaan siswa dan faktor keadaan sekolah yang berbeda. Misalkan pada sekolah
berkategori kurang, hampir seluruhnya siswa berasal dari tingkat kelas ekonomi yang
lebih rendah dibandingkan dengan sekolah berkategori sedang atau tinggi. Hal ini
nampak dari sulitnya orang tua siswa untuk memenuhi fasilitas belajar siswa. Misalkan
adanya keberatan orang tua untuk membeli buku-buku sumber yang dianggap dapat
menunjang terhadap keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu di sekolah-sekolah yang
demikian, buku sumber utama yang digunakan siswa adalah terbatas pada buku-buku
terbitan pemerintah. Dilihat dari tingkat pengalamannya pun, siswa-siswa yang ada di
kategori kurang memiliki pengalaman dan wawasan pengetahuan uang relatif lebih
rendah dibandingkan dengan siswa yang ada di sekolah berkategori baik atau sedang.
Rendahnya pengalaman ini dapat dilihat dari pengalaman belajar aktivitas gerak yang
kurang sama sekali, keseharian mereka menggunakan kendaraan dan jarang melakukan
306
aktivitas fisik, mereka hanya mengandalkan aktivitas bermain di luar di sekolah
selebihnya mereka bersifat pasif dan jarang bepergian dengan jalan kaki.
Dilihat dari lokasi lingkungan sekolah, sekolah berkategori kurang, lebih
cenderung memiliki bangunan sekolah di lokasi perkampungan yang padat penduduk.
Di sekolah yang demikian selain ruang belajar yang kurang memadai juga tidak
ditunjang oleh fasilitas yang cukup, misalkan fasilitas untuk bermain, ruang
perpustakaan, tempat berolahraga dan lain sebagainya.
Untuk memperoleh tingkat efekttfitas yang tinggi penerapan MPKPK sebagai
desain standar, pada sekolah berkategori kurang dengan kondisi seperti di atas, terdapat
beberapa ketentuan yang harus diperhatikan:
a. Dalam desain perencanaan, khususnya pada awal-awal pertemuan, skenario
pembelajaran yang dirumuskan dalam komponen Kegiatan Belajar Mengajar harus
disusun secara rinci dan detail. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, contohnya kemungkinan kemandekan atau
kemacetan pembelajaran yang disebabkan oleh tingkat pengalaman siswa yang
kurang, atau kemampuan dasar siswa yang tidak memadai.
b. Dalam Implementasi model pembelajaran kuantum pendidikan jasmani berbasis
kompetensi alangkah lebih baik apabila: Pertama, dalam setiap tahapan proses
pembelajaran, pertanyaan-pertanyaan terbuka. Manakala melalui pertanyaan terbuka
terjadi kemacetan dialog yang disebabkan oleh pemahaman siswa yang kurang, guru
perlu mengembalikan lagi pada bentuk pertanyaan tertutup. Kedua, untuk membantu
kelancaran melakukan aktivitas gerak ideal, khususnya pada tahapan mengalami dan
menamai, guru dapat menggunakan media gambar yang bervareatif sebagai
bayangan melakukan gerak yang ideal. Ketiga, dalam menghadapai siswa pada
307
kelompok sekolah berkategori kurang, guru perlu memiliki tingkat kesabaran yang
lebih tinggi, oleh sebab pada umumnya siswa pada kelompok ini memiliki tingkat
pengalaman dan kemampuan dasar yang lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok siswa yang berada pada kategori baik dan sedang.
Pada asfek evaluasi baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil, pada kategori
sekolah rendah, efektifitas MPKPK akan lebih lambat dibandingkan dengan kategori
sekolah baik dan sedang. Oleh sebab itu, diperlukan keuletan guru dalam proses
implementasi pembelajaranya. Guru sebaiknya memanfaatkan hasil evaluasi sebagai
umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran.