Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Pengembangan Penelitian
Hasil dari penelitian dan pengembangan ini adalah modul pembelajaran IPA
Terpadu Tema Ekosistem dengan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) untuk
meningkatkan kepedulian lingkungan dan kemampuan analisis. Bahan kajian Standar
Kompetensi; “ mengagumi dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang aspek fisik dan
kimiawi, kehidupan dalam ekosistem dan peranan manusia dalam lingkungan serta
mewujudknnya dalam pengamatan ajaran agama yang dianutnya”. yang dikembangkan
adalah Kompetensi Dasar 3.8 yaitu “mendiskripsi interaksi antar mahkluk hidup dengan
lingkungannya”, dan K.D. 3.9 yaitu “ mendiskripsikan pencemaran dan dampaknya
bagi kehidupan”. Data hasil dari tahapan penelitian pengembangan ini melalui 4 tahapan
yaitu pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop) dan
penyebaran (disseminate).
a) Pendefinisian (Define)
Tahap pendefinisian ini mencakup 8 langkah yaitu: analisis PISA, analisis 8
Standar Pendidikan Nasional, analisis Ujian Nasional, analisis Kurikulum, Analisis
Proses Pembelajaran, analisis Bahan Ajar, analisis Kemampuan Analisis, dan
Kepedulian Lingkungan.
Berdasarkan hasil laporan beberapa lembaga internasional, perkembangan di
Indonesia masih belum memuaskan. Hal ini tercermin dari hasil Study Programme For
International Assesment (PISA) selama 4 periode evaluasi menunjukkan prestasi pelajar
Indonesia bidang IPA mengalami penurunan. Jumlah anggota PISA terdiri dari 64
negara, prestasi pelajar Indonesia tahun 2003 peringkat 38, tahun 2006 peringkat 50,
tahun 2009 peringkat 60 dan tahun 2012 peringkat 64 (Lampiran 2: 106)
Hasil analisis pemenuhan Standar Nasional Pendidikan meliputi 8 poin, di SMP
Negeri 1 Sragen, antara lain: (1) Standar Kompetensi Lulusan (1,39); (2) Standar Isi
(4,67); (3) Standar Proses (1,86); (4) Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
(0,93); (5) Standar Sarana dan Prasarana; (6) Standar Pengelolaan; (7) Standar
Pembiayaan Pendidikan; (8) Standar Penilaian Pendidikan (3,25).
68
Wawancara dilakukan kepada wakasek kurikulum dan guru mata pelajaran IPA
yang berkaitan dengan delapan komponen Standar Nasional Pendidikan (SNP). Hasil
yang diperoleh dari kegiatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4. 1. Capaian Skor Pemenuhan 8 SNP Jumlah
Indi-
kator
Skor
ideal
Kon-
tri-
busi
Imple-
mentasi
SNP
gap Skor
% Skor % % Min Max Mean
Standar
I
8 24 11,11 21 9,72 1,39 2 3 2,63
Standar
II
10 30 13,89 20 9,26 4,63 1 3 2,00
Standar
III
12 36 16,67
32 14,81 1,86 2 3 2,67
Standar
IV
11 33 15,28 31 14,35 0,93 2 3 2,82
Standar V 11 33 15,28 33 15,28 0 3 3 3,00
Standar
VI
4 12 5,56 12 5,56 0 3 3 3,00
Standar
VII
3 9 4,17 9 4,17 0 3 3 3,00
Standar
VIII
13 39 18,06 32 14,81 3,25 1 3 2,46
Total 72 216 100 190 87,96 12,04
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan capaian skor pemenuhan delapan komponen
Standar Nasional Pendidikan (SNP) di SMP Negeri 1 Sragen adalah 87,96% sehingga
dapat dikategorikan sangat baik. Namun, masih terdapat gap antara skor ideal dengan
skor pencapaian di lapangan yaitu sebesar 12,04%. Skor gap tersebut berasal dari
kontribusi beberapa komponen SNP yang memperoleh skor 1 dan 2. Komponen standar
yang paling banyak memiliki gap adalah standar proses, standar penilaian, dan standar
kompetensi lulusan dengan persentase 4,69%; 3,25%; dan 1,86%. Standar proses
berkaitan langsung dengan proses belajar mengajar di sekolah, sumber belajar/ bahan
ajar, serta perangkat dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Hasil analisis Ujian Nasional (UN) di SMP Negeri 1 Sragen ditujukan untuk
mengetahui capaian nilai IPA sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Tabel Nilai Ujian Nasional (NUN) IPA SMP N 1 Sragen
Tahun Ajaran Rata-rata Nilai Peringkat Tk. Kabupaten
2012/2013
2013/2014
2014/2015
8.02
8.25
8.08
1
2
1
Sumber: kurikulum SMP Negeri 1 Sragen
69
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan analisis hasil UN 2014/2015 pada tema
Ekosistem rata-rata skor yang diperoleh siswa SMP Negeri 1 Sragen dan hasil UN IPA
mempunyai rata-rata tergolong rendah dibanding dengan mata pelajaran lain yang
masuk dalam Ujian Nasional.
Berdasarkan hasil analisis kurikulum pembelajaran IPA di SMP Negeri 1 Sragen
pada tahun penelitian mengacu pada Kurikulum 2013. Dalam Kurikulum 2013
pembelajaran IPA menggunakan IPA Terpadu, meskipun sudah terpadu proses
keterpaduan tidak diperhatikan. Kompetensi dasar dan standar kompetensi disajikan
secara terpisah antara kajian sains itu sendiri. Akibatnya peserta didik tetap tidak
mengerti bahwa materi yang dipelajarinya itu ada kaitan yang dekat dengan materi yang
lain. Sebagai akibatnya mengalami kesulitan dalam menyusun desain pembelajaran IPA
Terpadu.
Hasil analisis tema Ekosistem mencakup 2 Kompetensi Dasar yaitu K.D. 3.8.
Mendiskripsikan Interaksi antar Mahkluk Hidup dan Lingkungan dan K.D. 3.9.
Dampak Pencemaran bagi Kehidupan disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Analisis Materi Tema Ekosistem Terhadap Pemberdayaan
Kemampuan Analisis.
Tema Kajian Materi Pemberdayaan Kemampuan Analisis
Siswa
Ekosistem Interaksi mahkluk hidup
dengan lingkungan
Pencemaran
Materinya belum memberdayakan
Kemampuan analisis siswa karena
hanya memberikan informasi materi.
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa materi tema Ekosistem belum
memberdayakan kemampuan analisis peserta didik, materi hanya memberikan informasi
kurang memberikan kesempatan peserta didik untuk berpikir ( menganalisis).
Hasil analisis bahan ajar, digunakan di SMP Negeri 1 Sragen diperoleh hasil
bahwa materinya sudah lengkap juga disertai dengan contoh-contoh namun masih
bersifat umum. Bahan ajar tersebut lebih dominan pada materi dan latihan soal, belum
mengoptimalkan kemampuan analisis peserta didik melalui diskusi dan eksperimen,
serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Bahan ajar tersebut
juga tidak dilengkapi dengan gambar/simbol dengan warna yang menarik dan bahasa
70
yang digunakan kurang komunikatif. Bahan ajar tersebut umumnya belum
memanfaatkan dengan potensi sekolah, potensi lingkungan di sekitar peserta didik, serta
karakteristik peserta didik.
Hasil observasi kegiatan laboratorium di SMP Negeri 1 Sragen menunjukkan
pemakaian belum optimal. Ruang laboratorium difungsikan untuk kelas, karena
keterbatasan jumlah ruang kelas. Dampaknya peserta didik kurang dilatih ketrampilan
proses sains yang mendukung pengembangan kemampuan analisis peserta didik.
Hasil analisis proses pembelajaran di kelas: a). Pembelajaran menggunakan
metode konvensional atau berpusat pada guru sehingga keterlibatan siswa dalam
kegiatan pembelajaran masih rendah; b). Siswa kurang bersemangat dalam belajar IPA
terlihat dari aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran hanya duduk dan mendengar;
c). Siswa merasa pembelajaran IPA merupakan pelajaran yang sulit dan tumit sehingga
terkadang membosankan.
Hasil analisa kemampuan analisis peserta didik di SMP Negeri 1 Sragen
menunjukkan masih perlu ditingkatkan, dapat dilihat dari hasil pretest menggunakan
soal analisis (C4) Bloom khususnya pada materi Ekosistem menunjukkan hasil belum
optimal, nilai rata-rata diperoleh 74,5. Data berupa nilai rata-rata (Lampiran 4).
Hasil analisis kepedulian lingkungan peserta didik melalui angket dan observasi
menunjukkan bahwa kepedulian terhadap lingkungan masih rendah, ditandai ada
sebagaian peserta didik yang masih membuang sampah tidak pada tempatnya.
Kesimpulan dari hasil analisa studi pendahuluan tersebut di atas yang
permasalahan paling menonjol terdapat pada bahan ajar. Melihat permasalahan yang
tersebut di atas, maka perlu dikembangkan bahan ajar berupa modul Terpadu tema
Ekosistem dengan pendekatan jelajah alam sekitar untuk meningkatkan kepedulian
lingkungan dan kemampuan analisis
b) Perancangan (Design)
Draf awal disusun berdasarkan analisis kebutuhan, kurikulum, analisis materi,
observasi dan tujuan penyusunan modul. Analisis kebutuhan digunakan sebagai
rujukan pemilihan media dan pendekatan yang dibutuhkan guru dan siswa. yaitu
diarahkan pada pengembangan modul IPA Terpadu Tema Ekosistem dengan
pendekatan JAS untuk meningkatkan kepedulian lingkungan dan kemampuan analisis.
71
Berdasarkan hasil studi pendahuluan maka dapat dilakukan perencanaan
pembelajaran sebagai berikut: a). SK yang dipilih untuk dikembangkan adalah Standar
Kompetensi 4 dengan Kompetensi Dasar yang dipilih adalah 3.8 yaitu Menjelaskan
Keterkaitan antar mahkluk hidup dengan Lingkungannya; b). Tujuan pembelajaran yang
dikembangkan sesuai dengan hakikat sains yaitu tujuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik; c). Bahan ajar yang dikembangkan berupa modul. Modul berisi rangkaian
kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis yang memungkinkan siswa untuk
belajar mandiri. Namun, dalam modul ini juga diberikan kesempatan untuk siswa
bereksperimen dan berdiskusi dalam kelompok sehingga selain dapat digunakan untuk
belajar mandiri, modul ini juga dapat melatih siswa untuk bekerja sama,
menyumbangkan pendapat, dan saran dalam diskusi kelompok. Modul yang
dikembangkan terdiri dari tiga kegiatan belajar yaitu lingkungan, pencemaran, dan
pemanasan global. Setiap kegiatan terdiri atas bagian-bagian berikut: 1) Standar
Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan indikator; 2) asah pemahaman; 3) wacana; 7) info
sains; 8) rangkuman; 9) wawasan sains; 10) evaluasi; 11) petunjuk penilaian, tugas
individu, dan refleksi diri; 12) kunci jawaban dan pembahasan, daftar pustaka, serta
glosarium.
Selain itu, dalam modul ini juga dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan
peta konsep di bagian awal modul. Daftar pustaka dan kunci jawaban terdapat dibagian
akhir modul: a). Model pembelajaran yang dipilih agar peserta didik lebih aktif dan
berhubungan dengan lingkungan selama pembelajaran adalah IPA terpadu berorientasi
JAS yang menuntut siswa untuk melakukan prediksi/ dugaan sementara terhadap
permasalahan yang diberikan oleh guru, kemudian melakukan pengamatan atau
eksperimen untuk membuktikan hasil pengamatan, dan menjelaskan kesesuaian hasil
pengamatan/ eksperimen dengan hasil prediksi; b). Pembelajaran IPA erat kaitannya
dengan lingkungan. Lingkungan dapat dijadikan sebagai sumber belajar IPA karena
adanya gejala-gejala di alam dapat memunculkan persoalan-persoalan sains. Khususnya
pada materi ekosistem, lingkungan dapat dijadikan sebagai contoh riil dalam
mempelajari permasalahan dan upaya penanggulangan yang dapat dilakukan sehingga
memudahkan siswa dalam memahami konsep sehingga akan meningkatkan hasil belajar
siswa.
72
Setelah bahan-bahan yang diperlukan dalam pengembangan modul terkumpul,
selanjutnya peneliti membuat desain modul sesuai dengan tahapan IPA terpadu
berorientasi JAS yang telah diintegrasikan dalam komponen modul. Produk yang
dihasilkan berupa modul IPA Terpadu berorientasi JAS pada tema Ekosistem. Modul
terdiri atas bagian awal, inti, dan penutup.
Bagian awal terdiri atas judul modul, petunjuk penggunaan modul, dan peta
konsep. Bagian inti terdiri atas identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi
dasar, indikator, tujuan pembelajaran, asah pemahaman, wacana, permasalahan,
rancangan percobaan, dan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk pemecahan masalah,
rangkuman, dan wawasan sains yang berisi informasi peneliti dalam bidang sains atau
informasi yang berhubungan dengan materi. Bagian penutup terdiri atas evaluasi,
petunjuk penilaian, refleksi diri, tugas individu, daftar pustaka, kunci jawaban dan
pembahasan, serta glosarium. Desain awal modul yang telah dikembangkan terdapat
komponen-komponen sebagai berikut: a). Halaman Sampul, pada halaman sampul
terdiri atas komponen sebagai berikut: (1) judul modul yaitu modul pembelajaran IPA
Terpadu; (2) materi Ekosistem; (3) gambar/ ilustrasi kondisi lingkungan; (4) Sasaran/
pengguna modul yaitu siswa kelas VII SMPN 1 Sragen; (5) Nama pembuat modul; (6)
Tulisan lembaga seperti Pendidikan Sains, Fakultas Pascasarjana, dan Universitas
Sebelas Maret, dan Tahun modul disusun; b). Kata Pengantar, memuat informasi
tentang peran modul IPA Terpadu berorientasi JAS pada tema Ekosistem dalam proses
pembelajaran serta penjelasan singkat tentang nama dan ruang lingkup isi modul; c).
Daftar Isi, memuat bagian-bagian atau komponen modul yang dilengkapi dengan
nomor halaman; d). Petunjuk Penggunaan Modul, memuat panduan tatacara
menggunakan modul bagi siswa, yaitu langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
mempelajari modul secara benar, serta perlengkapan, seperti sarana prasarana/ fasilitas
yang harus dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan belajar; e). Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar, standar kompetensi yang akan dipelajari pada modul ini yaitu
menganalisis hubungan antara komponen ekosistem, perubahan materi dan energi serta
peranan manusia dalam keseimbangan ekosistem sedangkan kompetensi dasar yang
harus dikuasai oleh peserta didik yaitu menjelaskan keterkaitan antara kegiatan manusia
dengan masalah perusakan/ pencemaran lingkungan dan pelestarian alam; f). Indikator
Pembelajaran, memuat indikator yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran sesuai
73
dengan materi yang dipelajari yang terdiri dari indikator kognitif, psikomotor, dan
afektif. Namun, dalam modul yang dikembangkan hanya dicantumkan indikator
kognitif; g) Wacana/ Materi, berisi uraian pengetahuan/konsep/prinsip tentang
kompetensi yang sedang dipelajari; h) Permasalahan, wacana yang memuat deskripsi
permasalahan di lingkungan sekitar; i) Info Sains, memuat materi pembelajaran sesuai
dengan kegiatan yang sedang dipelajari; j) Rangkuman dan Wawasan Sains, memuat
rangkuman materi yang telah dipelajari serta pada wawasan sains memuat tentang
penemuan atau penelitian yang berkaitan dengan materi yang dipelajari sehingga dapat
menambah pengetahuan siswa; k). Evaluasi, berisi sepuluh soal tes pilihan ganda; l)
Petunjuk Penilaian, berisi petunjuk untuk menilai hasil evaluasi yang telah dikerjakan
siswa; m) Tugas Individu, berisi instruksi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa
berupa rangkuman, laporan, maupun pengamatan; n) Refleksi Diri, penjelasan atau
ketentuan untuk dapat mempelajari materi selanjutnya; o) Kunci Jawaban dan
Pembahasan, berisi jawaban tes pilihan ganda yang diberikan pada setiap kegiatan
pembelajaran yang dilengkapi dengan pembahasan/penjelasan secara singkat; p).
Daftar Pustaka, semua referensi/pustaka yang digunakan sebagai acuan pada saat
penyusunan modul; q) Glosarium, memuat daftar istilah penting yang disertai dengan
penjelasnnya.
3. Pengembangan (Develop)
Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan draf II modul pembelajaran IPA
berdasarkan masukan para validator ahli, praktisi (guru IPA) dan siswa. Tahap-tahap
pengembangan ini adalah:
a) Validasi modul, tahap selanjutnya adalah validasi. Validasi pertama (draft I)
dilakukan oleh validator ahli dan praktisi meliputi validasi instrumen pembelajaran dan
aspek dalam modul (materi, keterbacaan, dan penyajian). Data hasil pengujian pertama
ini meliputi data hasil validasi oleh dua orang ahli dan praktisi. Validasi aspek
keterbacaan, materi, dan penyajian modul oleh ahli Bahasa modul disajikan pada Tabel
4.4.
74
Tabel 4.4. Hasil Validasi Modul oleh Validator Ahli Bahasa
No. Aspek Rata-rata Kategori
Keterbacaan
1. Bahasa Indonesia yang baik dan benar 3 Baik
2. Peristilahan 3,5 Baik
3. Kejelasan bahasa 3 Baik
4. Kesesuaian bahasa 3,25 Baik
Rata-rata 3,17 Baik
Materi
1. Kelengkapan materi 3,25 Baik
2. Keakuratan materi 3 Baik
3. Kegiatan yang mendukung pembelajaran 3,33 Baik
4. Kemutakhiran materi 3,5 Baik
5. Materi dapat meningkatkan kompetensi
sains siswa
3,13 Baik
6. Materi mengikuti sistematika keilmuan 3,25 Baik
7. Materi mengembangkan keterampilan dan
kemampuan berpikir
3 Baik
Rata-rata 3,2 Baik
Penyajian
1. Organisasi penyajian umum 3,5 Baik
2. Penyajian mempertimbangkan
kebermaknaan dan kebermanfaatan
3,5 Baik
3. Melibatkan siswa secara aktif 3 Baik
4. Tampilan umum 3,17 Baik
5. Variasi dan cara penyampaian informasi 3 Baik
6. Anatomi modul pelajaran 3,75 Sangat Baik
7. Memperhatikan kode etik dan hak cipta 3,5 Baik
Rata-rata 3,36 Baik
Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan hasil Validator Ahli diperoleh rata-rata 3,17
untuk aspek keterbacaan, aspek materi 3,2 sedangkan aspek penyajian 3,36. Hal tersebut
menunjukkan bahwa secara keseluruhan modul pembelajaran sudah dalam kategori
“Baik”.
Hasil Validasi modul oleh Praktisi disajikan pada Tabel 4.5
Tabel 4.5. Hasil Validasi Modul Oleh Praktisi
No. Aspek Rata-rata Kategori
Keterbacaan
1. Bahasa Indonesia yang baik dan benar 3,5 Baik
2. Peristilahan 3,5 Baik
3. Kejelasan bahasa 4 Sangat Baik
4. Kesesuaian bahasa 4 Sangat Baik
Rata-rata 3,75 Sangat Baik
Materi
1. Kelengkapan materi 3,75 Baik
75
2. Keakuratan materi 4 Baik
3. Kegiatan yang mendukung pembelajaran 4 Baik
4. Kemutakhiran materi 4 Sangat Baik
5. Materi dapat meningkatkan kompetensi
sains siswa
3,75 Sangat Baik
6. Materi mengikuti sistematika keilmuan 3,75 Sangat Baik
7. Materi mengembangkan keterampilan dan
kemampuan berpikir
4 Sangat Baik
Rata-rata 3,87 Sangat Baik
Penyajian
1. Organisasi penyajian umum 4 Sangat Baik
2. Penyajian mempertimbangkan
kebermaknaan dan kebermanfaatan
4 Sangat Baik
3. Melibatkan siswa secara aktif 4 Sangat Baik
4. Tampilan umum 3,83 Sangat Baik
5. Variasi dan cara penyampaian informasi 4 Sangat Baik
6. Anatomi modul pelajaran 4 Sangat Baik
7. Memperhatikan kode etik dan hak cipta 4 Sangat Baik
Rata-rata 3,96 Sangat Baik
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa rata-rata yang diperoleh dari aspek keterbacaan
3,75, materi 3,87, dan penyajian 3,96. Berdasarkan penilaian oleh praktisi modul
tersebut masuk dalam kategori “Sangat Baik”.
Validasi Intrumen Pembelajaran oleh Validator Ahli Perangkat Pembelajaran
disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Validasi Modul Oleh Ahli Perangkat Pembelajaran
No. Aspek Rata-rata Kategori
Silabus
1. Perumusan tujuan pembelajaran 3 Baik
2. Pemilihan dan pengorganisasian materi 3,38 Baik
3. Kegiatan yang mendukung 3 Baik
4. Model dan metode pembelajaran 3,13 Baik
5. Penilaian hasil belajar 3,16 Baik
Rata-rata 3,15 Baik
RPP
1. Perumusan tujuan pembelajaran 3 Baik
2. Pemilihan dan pengorganisasian materi 3,38 Baik
3. Kegiatan yang mendukung 3,17 Baik
4. Model dan metode pembelajaran 3,38 Baik
5. Penilaian hasil belajar 3 Baik
Rata-rata 3,21 Baik
Lembar Observasi Kinerja Siswa
1. Aspek yang diamati sesuai dengan SK, KD,
dan indicator
3,5 Baik
2. Aspek yang diamati meliputi kognitif,
afektif, dan psikomotor
3,5 Baik
3. Aspek yang dinilai mudah diamati 3,5 Baik
Lanjutan Tabel 4.5
76
4. Kesesuaian aspek dengan penskoran 3 Baik
5. Aspek yang diamati dapat disimpulkan
dengan rata-rata skor
3,5 Baik
6. Kemampuan yang diukur tidak terlalu
banyak
3 Baik
7. Aspek yang diamati dapat didefinisikan
dengan jelas
3 Baik
8. Aspek yang diamati dapat diulang penilaian 3,5 Baik
9. Urutan kriteria aspek yang diamati sesuai
dengan urutan yang diamati
3 Baik
10. Aspek yang diamati sudah relevan dengan
kriteria yang sudah ada
3,5 Baik
Rata-rata 3,3 Baik
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa penilaian silabus 3,15, RPP 3,21, dan lembar
observasi 3,3 sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen pembelajaran dalam
kategori “Baik”.
Validasi Intrumen Pembelajaran oleh Praktisi disajikan pada Tabel 4.7.
Tabel. 4.7 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran Oleh Praktisi
No. Aspek Rata-rata Kategori
Silabus
1. Perumusan tujuan pembelajaran 3,83 Sangat Baik
2. Pemilihan dan pengorganisasian materi 4 Sangat Baik
3. Kegiatan yang mendukung 3,67 Sangat Baik
4. Model dan metode pembelajaran 3,88 Sangat Baik
5. Penilaian hasil belajar 4 Sangat Baik
Rata-rata 3,88 Sangat Baik
RPP
1. Perumusan tujuan pembelajaran 4 Sangat Baik
2. Pemilihan dan pengorganisasian materi 4 Sangat Baik
3. Kegiatan yang mendukung 3,67 Sangat Baik
4. Model dan metode pembelajaran 3,88 Sangat Baik
5. Penilaian hasil belajar 4 Sangat Baik
Rata-rata 3,91 Sangat Baik
Lembar Observasi Kinerja Siswa
1. Aspek yang diamati sesuai dengan SK, KD,
dan indicator
4 Sangat Baik
2. Aspek yang diamati meliputi kognitif,
afektif, dan psikomotor
4 Sangat Baik
3. Aspek yang dinilai mudah diamati 4 Sangat Baik
4. Kesesuaian aspek dengan penskoran 4 Sangat Baik
5. Aspek yang diamati dapat disimpulkan
dengan rata-rata skor
3,5 Sangat Baik
6. Kemampuan yang diukur tidak terlalu
banyak
4 Sangat Baik
7. Aspek yang diamati dapat didefinisikan
dengan jelas
4 Sangat Baik
Lanjutan Tabel 4.6
77
8. Aspek yang diamati dapat diulang penilaian 4 Sangat Baik
9. Urutan kriteria aspek yang diamati sesuai
dengan urutan yang diamati
4 Sangat Baik
10. Aspek yang diamati sudah relevan dengan
kriteria yang sudah ada
3,5 Sangat Baik
Rata-rata 3,9 Sangat Baik
Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukkan bahwa rata-rata penilaian silabus adalah
3,88; RPP sebesar 3,91; dan lembar observasi kinerja sebesar 3,9. Hal tersebut
menunjukkan bahwa instrumen pembelajaran dalam kategori “Sangat Baik”. Secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa modul dan perangkat pembelajaran sudah layak
untuk diuji coba secara terbatas, tetapi memerlukan beberapa perbaikan.
b) Revisi Produk Tahap I
Berdasarkan validasi yang telah dilakukan oleh validator ahli dan praktisi
diperoleh beberapa masukan/ saran untuk perbaikan/revisi modul sebelum diuji dalam
skala terbatas. Saran serta perbaikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Saran dan Hasil Revisi Tahap I
No. Saran Revisi Tahap I
1. Materi disesuaikan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dan
disertai contoh-contoh yang mudah
dipahami.
Materi telah disesuaikan dengan
perkembangan IPTEK dan
ditambahkan contoh-contoh yang
mudah dipahami siswa.
2. Materi dibuat agar lebih aplikatif bagi
siswa
Materi telah dibuat lebih aplikatif
sehingga dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Materi terlalu sedikit sehingga perlu
ditambahkan.
Materi telah ditambahkan.
4. Materi perlu dicantumkan sumber/catatan
kaki.
Sumber/catatan kaki telah
ditambahkan.
5. Indikator pada modul tidak perlu
dicantumkan semua.
Indikator yang dicantumkan pada
modul hanya indikator kognitif.
6. Gambar dalam modul harus dicantumkan
sumbernya.
Gambar dalam modul sudah
dicantumkan sumbernya.
7. Diberikan tambahan peta konsep pada tiap
sub bab, tidak hanya peta konsep secara
keseluruhan.
Peta konsep telah ditambahkan per
sub bab materi yaitu pencemaran air,
udara, dan tanah.
8. Diberikan gambaran modul dengan
penjelasan singkat agar siswa mudah
memahami cara penggunaan modul.
Gambaran modul telah ditambahkan
beserta penjelasan singkat.
9. Petunjuk penggunaan tidak hanya dibuat
untuk siswa tetapi perlu ditambahkan
petunjuk penggunaan bagi guru.
Petunjuk penggunaan bagi guru telah
ditambahkan.
10. Setiap komponen modul diberikan Setiap komponen modul telah
Lanjutan Tabel 4.7
78
gambar/simbol tertentu agar lebih
menarik.
diberikan gambar/ simbol supaya
lebih menarik.
11. Setiap komponen modul diberikan kolom
yang berisi kata/instruksi sehingga
mempermudah siswa dalam meggunakan
modul.
Kolom yang berisi instruksi telah
ditambahkan dalam setiap
komponen.
12. Menyamakan indikator dan tujuan yang
ada di RPP dan silabus.
Indikator dan tujuan yang ada di
silabus dan RPP sudah disamakan.
Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan bahwa masukan dari ahli dan praktisi,
telah dilakukan beberapa perbaikan untuk modul dan perangkat pembelajaran yang akan
digunakan dalam uji terbatas. Perbaikan untuk modul adalah dengan penambahan
materi yang disesuaikan dengan perkembangan IPTEK, selain itu tampilan modul mulai
dari cover beserta isinya dibuat lebih berwarna dan disertai gambar agar lebih menarik.
c) Hasil Pegujian Tahap II (Uji Coba Terbatas)
Uji coba terbatas dilakukan terhadap sepuluh orang siswa. Data diperoleh dari
angket dan wawancara tanggapan siswa terhadap modul. Hasil dari angket uji coba
terbatas dapat dilihat pada Tabel 4.9. (Lampiran 6).
Tabel 4.9 Hasil Uji Coba Terbatas
No. Aspek Rata-rata Kategori
1. Materi 3,36 Baik
2. Penyajian 3,53 Sangat Baik
3. Keterbacaan 3,53 Sangat Baik
Tabel 4.9 menunjukkan skor rata-rata untuk aspek materi adalah 3,66 dengan
kategori “Baik”, aspek penyajian memperoleh rata-rata 3,53 dengan kategori “Sangat
Baik”, dan aspek keterbacaan memperoleh rata-rata 5,53 dengan kategori “Sangat
Baik”. Hasil wawancara terhadap siswa menunjukkan bahwa: 1) sebelumnya siswa
pernah diberikan modul tetapi hanya berupa modul latihan soal; 2) rata-rata siswa
mengatakan bahwa modul IPA terpadu berorientasi JAS menarik dan membuat mereka
ingin mempelajari materi Ekosistem; 3) isi dari modul mudah dipahami; 4) menurut
siswa modul ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah;
5) materi di dalam modul cukup membantu dan membuka wawasan baru bagi siswa
khususnya pada materi Ekosistem; 6) langkah-langkah dalam modul sudah jelas dan
detail sehingga mudah untuk dipelajari dan dilakukan; 7) gambar dalam modul sudah
Lanjutan Tabel 4.8
79
jelas dan menarik karena berwarna; 8) bahasa yang digunakan sudah cukup jelas,
komunikatif, dan mudah dipahami; 9) materi sudah lengkap dan dihubungkan dengan
kondisi lingkungan sekitar; 10) beberapa siswa mengatakan jika soal di dalam modul
cukup sulit.
Berdasarkan hasil angket dan wawancara terhadap siswa diperoleh beberapa
saran/masukan sebagai berikut: 1) terdapat beberapa siswa yang menyatakan bahwa
perlu diberi tambahan pada materi. Namun, ada juga yang menyarankan agar materi dan
bahasa dalam modul dibuat lebih ringkas; 2) ilustrasi/gambar dibuat sejelas mungkin
agar lebih mudah dipahami oleh siswa. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa
modul sudah layak untuk diuji coba lapangan, tetapi memerlukan beberapa perbaikan.
Hasil uji coba terbatas dapat dilihat selengkapnya pada (Lampiran 6 : 172).
d) Revisi Produk Tahap II
Setelah diuji coba secara terbatas, terdapat beberapa masukan dari siswa.
Perbaikan telah dilakukan sesuai dengan saran dan masukan yang telah didapatkan.
Tabel 4.10. Saran dan Revisi Tahap II
No. Saran Revisi Tahap II
1. Ada beberapa siswa yang menyatakan
bahwa perlu diberi tambahan pada materi.
Namun, ada juga yang menyarankan agar
materi dan bahasa dalam modul dibuat
lebih ringkas
Beberapa bagian dari materi telah
ditambahkan agar lebih lengkap, dan
dibuat dengan bahasa yang jelas agar
lebih mudah dipahami siswa.
2. Ilustrasi/gambar dibuat sejelas mungkin
agar lebih mudah dipahami oleh siswa.
Ilustrasi/gambar telah dibuat lebih
jelas.
Berdasarkan Tabel 4.10 menunjukkan bahwa materi dan bahasa dalam modul
dibuat lebih ringkas dan ilustrasi atau gambar dibuat lebih jelas. Revisi taha kedua
materi telah ditambahkan agar lebih lengkap dan bahasa diperbaiki sehingga lebih jelas
dan mudah dipahami oleh siswa. Ilustrasi dan gambar telah dibuat lebih jelas.
e) Hasil Pengujian Ketiga (Uji Coba Lapangan)
Uji coba lapangan menggunakan 32 sampel yaitu kelas 7A. Data yang
diperoleh dalam tahap uji coba lapangan meliputi data keterlaksanaan pembelajaran,
respon siswa terhadap modul pembelajaran, dan data hasil belajar yang meliputi ranah
80
kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Data yang diperoleh dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1) Keterlaksanaan Pembelajaran
Data keterlaksanaan sintaks pada tahap uji coba lapangan yang telah dilakukan
disajikan pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Keterlaksanaan Sintaks Pembelajaran IPA Terpadu berorientasi JAS
Pertemuan Pengamat (%) Rata-rata (%) Kategori
Aktivitas Guru I II
I 85,71 82,14 83,93 Sangat Baik
II 92,85 92,85 92,85 Sangat Baik
III 100 92,86 96,43 Sangat Baik
Aktivitas Siswa
I 75 75 75 Baik
II 91,67 88,89 90,28 Sangat Baik
III 97,22 94,44 95,83 Sangat Baik
Tabel 4.11 menunjukkan persentase keterlaksanaan sintaks pembelajaran guru
dan siswa yang diperoleh dari dua pengamat. Rerata yang diperoleh aktivitas guru pada
pertemuan I adalah 83,93%, pertemuan II adalah 92,85%, dan pertemuan III adalah
96,43%. Berdasarkan rerata yang diperoleh pada setiap pertemuan maka dapat
dikategorikan “Sangat Baik”. Rerata yang diperoleh aktivitas siswa pada pertemuan I
adalah 75% dengan kategori “Baik”, pada pertemuan II adalah 92,85%, dan pertemuan
III adalah 96,43% sehingga dapat dikategorikan “Sangat Baik”.
Data keterlaksanaan sintaks selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 7).
2) Data Hasil Belajar Siswa
i) Tes Kognitif
Deskripsi data hasil belajar kognitif yang diperoleh dari nilai pretest dan
postest disajikan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Deskripsi Data Hasil Belajar Kognitif Siswa
Jenis Tes Jumlah
siswa
Mean Standar
Deviasi
Maksimum Minimum
Pretest 32 64,41 7,890 87 60
Postest 32 81,44 8,654 93 50
81
Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa rerata sebelum diberikan
pembelajaran dengan modul adalah 64,41 dengan standar deviasi 7,89; nilai minimum
yang diperoleh adalah 60; dan nilai maksimum yang diperoleh 87. Mean sesudah
diberikan modul pembelajaran adalah 81,44 dengan standar deviasi 8,654; nilai
maksimum yang diperoleh adalah 93; dan nilai minimum yang diperoleh 60. Data
deskripsi hasil belajar kognitif selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 9).
Nilai pretest dan postest tersebut kemudian dihitung tingkat kenaikan hasil
belajarnya untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dengan modul. Rumus yang
digunakan adalah rumus N-gain ternormalisasi. Berdasarkan hasil perhitungan N-gain
ternormalisasi diperoleh rata-rata kenaikan hasil belajar dari 32 orang siswa adalah 0,45.
Menurut kriteria Hake (1998: 1) nilai tersebut menunjukkan bahwa kenaikan hasil
belajar siswa dalam kategori “Sedang“.Setelah dilakukan perhitungan N-gain
ternormalisasi, hasil belajar selanjutnya diuji prasyarat sebelum dilakukan uji t. Data
selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 10).
Ringkasan hasil analisis nilai pretest dan postest hasil belajar disajikan pada
Tabel 4.13.
Tabel 4.13. Ringkasan Hasil Analisis Nilai Pretest dan Postest
Uji Jenis Uji Hasil Keputusan Kesimpulan
Normalitas Kolmogorof-
Smirnov
Sig pretest= 0,621
Sig postest= 0,502
Ho diterima Data normal
Homogenitas Levene’s test Sig 0.372 Ho diterima Data
homogeny
Hasil Pretes-
Postes
Paired
sample
t-test
thitung = -8,464
p= 0,00
Ho ditolak Hasil tidak
sama (ada
beda)
Berdasarkan Tabel 4.13 diperoleh ringkasan hasil analisis nilai siswa diketahui
bahwa normalitas data yang diuji dengan Kolmogorof-Smirnov, diperoleh taraf
signifikansi sebesar 0,621 untuk pretes dan 0,502 untuk postes, kedua nilai tersebut
lebih besar dari α = 0,05 sehingga Ho diterima, yang berarti data nilai pretest dan
postest berdistribusi normal. Uji homogenitas diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,372
yang berarti signifikansi > 0,05 sehingga Ho diterima, yang berarti variansi setiap
sampel sama (homogen).
Data nilai pretest dan postest yang telah diketahui bahwa distribusinya normal
dan homogen selanjutnya dianalisis dengan uji paired sample t-test (Uji t dua sampel
berpasangan). Berdasarkan perhitungan diperoleh thitung= -8,464 dengan probabilitas
82
sebesar 0,000 (p < 0,05), maka Ho ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan nilai hasil belajar siswa sebelum diberikan modul pembelajaran dengan nilai
hasil belajar siswa setelah diberikan modul pembelajaran. Merujuk pada hasil analisis
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pemberian modul berorientasi IPA terpadu
berorientasi JAS pada materi pencemaran ini dapat meningkatkan hasil belajar kognitif
siswa. Berdasarkan mean ± SD diperoleh bahwa rata-rata nilai postest (81,44) lebih
tinggi daripada nilai pretest (61,41), sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
siswa semakin baik atau mengalami peningkatan. Data selengkapnya mengenai analisis
hasil belajar kognitif dapat dilihat pada (Lampiran 9).
ii) Hasil Belajar Psikomotorik
Penilaian hasil belajar psikomotorik dilakukan pada setiap pelaksanaan
pembelajaran dan pada pertemuan terakhir dilakukan wawancara dan observasi unjuk
kerja. Penilaian psikomotorik siswa selama pelaksanaan pembelajaran menggunakan
lembar observasi yang dilakukan oleh dua orang pengamat, sedangkan untuk penilaian
unjuk kerja menggunakan wawancara dan lembar observasi yang dilakukan oleh guru.
Data hasil penilaian hasil belajar psikomotorik dapat dilihat pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14 Hasil Belajar Psikomotorik
Jumlah Siswa Pertemuan I (%) Pertemuan II
(%)
Pertemuan III
(%)
32 87,34 89,45 89,84
Berdasarkan Tabel 4.14 diketahui bahwa hasil belajar psikomotorik pada
pertemuan I materi pencemaran air adalah 87,34%, pertemuan II materi pencemaran
udara sebesar 89,45%, dan materi pencemaran tanah pada pertemuan ketiga sebesar
89,84%. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar psikomotor siswa termasuk
dalam kategori “Sangat Baik”. Data hasil belajar psikomotorik selengkapnya dapat
dilihat pada (Lampiran 11).
iii) Hasil Belajar Afektif
83
Penilaian hasil belajar afektif dilakukan pada setiap pelaksanaan pembelajaran.
Penilaian afektif siswa selama pelaksanaan pembelajaran menggunakan lembar
observasi yang dilakukan oleh dua orang pengamat Data hasil penilaian yang disajikan
merupakan hasil penilaian lembar observasi afektif dapat dilihat pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Hasil Belajar Afektif
Jumlah Siswa Pertemuan I (%) Pertemuan II
(%)
Pertemuan III
(%)
32 81,51 84,11 84,4
Berdasarkan Tabel 4.15 diketahui bahwa hasil belajar afektif pada pertemuan I
adalah 81,51%, pertemuan II sebesar 84,11%, dan pertemuan ketiga sebesar 84,4%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar psikomotor siswa termasuk dalam kategori
“Sangat Baik”. Data hasil belajar Afektif selengkapnya dapat dibaca pada (Lampiran
12).
3) Data Penilaian Modul oleh Siswa
Penilaian modul oleh siswa dilakukan dengan menggunakan angket dan
kuisioner. Data hasil analisis angket disajikan pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16 Hasil Analisis Angket Penilaian Modul
No. Aspek Rata-rata Kategori
1. Materi 3,3 Baik
2. Penyajian 3,3 Baik
3. Keterbacaan 3,2 Baik
Berdasarkan Tabel 4.16 diperoleh rerata dari aspek materi sebesar 3,3; aspek
penyajian sebesar 3,3 dan aspek keterbacaan sebesar 3,2 sehingga dapat digolongkan
dalam kategori “Baik”. (Lampiran 8).
Menurut hasil kuisioner siswa secara umum diperoleh hasil sebagai berikut: 1)
siswa pernah mengggunakan modul pembelajaran sebelumnya tetapi tidak berwarna dan
kurang menarik karena lebih banyak latihan soal-soal; 2) modul yang dikembangkan
membuat siswa ingin mempelajari materi pencemaran; 3) bahasa yang jelas dan
komunikatif membuat modul ini mudah dipahami; 4) adanya permasalahan dan
praktikum melatihkan siswa dalam pemecahan masalah; 5) menambah wawasan dan
84
mempermudah materi pencemaran; 6) langkah-langkah pembelajaran cukup mudah
dilakukan; 7) penggunaan gambar yang berwarna membuat modul lebi menarik; 8)
bahasa sudah komunikatif, jelas, dan mudah dipahami; 9) materi dalam modul sudah
cukup lengkap; 10) beberapa siswa ada yang menjawab soal mudah dikerjakan tetapi
ada beberapa juga yang menjawab jika soal latihan pada modul sulit. Data hasil
kuisioner siswa selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 8).
1. Penyempurnaan (Revisi III)
Berdasarkan hasil uji lapangan diperoleh beberapa saran dari siswa untuk perbaikan
modul yang disajikan pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Saran dan Revisi Tahap III
No. Saran Revisi Tahap III
1. Gambar diperjelas, karena ada beberapa
bagian yang kabur (tidak jelas)
Gambar sudah diperjelas
2. Cover dibuat lebih menarik Cover telah diubah agar lebih
menarik.
3. Soal dalam modul dibuat lebih mudah
untuk dipahami
Soal-soal disertai kunci jawaban dan
penjelasan.
4. Penyebaran (Disseminate)
a. Kelayakan Produk Pengembangan
Berdasarkan hasil yang diperoleh saat uji coba ahli diperoleh hasil bahwa rata-rata
aspek keterbacaan oleh ahli adalah 3,17 dan oleh pakar sebesar 3,75. Rata-rata aspek
materi oleh ahli adalah 3,2 dan oleh pakar sebesar 3,87 sedangkan rata rata-rata aspek
penyajian oleh ahli adalah 3,36 dan oleh pakar sebesar 3,96. Secara umum kriteria
modul menurut ahli adalah “Baik” dan menurut praktisi adalah “Sangat Baik”, sehingga
modul tersebut sudah layak untuk diujicobakan dalam uji terbatas.
Skor paling tinggi adalah pada aspek penyajian, hal tersebut dikarenakan dalam
penyajian modul menggunakan gambar serta warna yang menarik. Gambar dan warna
dapat dijadikan daya tarik dan mengurangi kebosanan saat membaca modul. Sistematika
penyajian pada modul runtut meliputi bagian pendahuluan, isi, dan penutup. Materi
disajikan secara sistematis dan logis, serta mengaitkan konsep yang dipelajari dengan
kehidupan sehari-hari.
85
Aspek materi modul cukup baik, tetapi disarankan untuk ditambah dengan materi
yang berkaitan dengan lingkungan. Aspek ini memiliki nilai yang cukup tinggi karena
materi disajikan dengan bahasa yang interaktif, serta dapat meningkatkan kompetensi
sains siswa. Materi disajikan dari yang sederhana ke materi yang lebih sulit,
menekankan pada pengalaman langsung dan dapat mengembangkan kemampuan siswa
dalam pemecahan masalah. Aspek keterbacaan memiliki rata-rata yang paling rendah
karena masih terdapat kesalahan dalam penulisan dan EYD, serta belum dicantumkan
petunjuk-petunjuk pada setiap langkah pembelajaran. Namun, hal tersebut telah
diperbaiki.
Berdasarkan uji coba terbatas aspek materi modul memiliki rata-rata 3,36; aspek
penyajian 3,53 dan aspek keterbacaan 3,53. Dapat disimpulkan bahwa aspek penyajian
dan keterbacaan mendapatkan rata-rata tertinggi. Secara umum, modul dalam kriteria
baik dan layak untuk diterapkan. Hal tersebut menunjukkan respon positif siswa
terhadap modul yang dikembangkan. Menurut siswa, modul yang dikembangkan sudah
baik dan siswa lebih mudah dalam mempelajari materi pencemaran karena disajikan
menggunakan modul IPA terpadu berorientasi JAS dan pendekatan lingkungan.
Uji coba lapangan didapatkan rata-rata aspek materi, penyajian, dan keterbacaan
berturut-turut adalah 3,3; 3,3; dan 3,2. Aspek materi dan penyajian mendapatkan rata-
rata tertinggi. Hal tersebut karena dalam modul sudah dilengkapi dengan
gambar/ilustrasi serta warna yang menarik. Selain itu, sudah dicantumkan materi yang
lengkap di dalam modul.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, menurut validasi ahli, uji terbatas,
dan uji lapangan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa modul IPA
Terpadu berorientasi JAS ini dalam kategori yang baik/ layak. Berdasarkan respon yang
diterima, siswa menanggapi penggunaaan modul tersebut secara positif. Siswa menjadi
lebih tertarik untuk mempelajari IPA karena materi yang dikemukakan berkaitan erat
dengan lingkungan di sekitar siswa. Materi yang berkaitan langsung dengan lingkungan
membuat siswa lebih mudah dalam memahaminya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Ozdemir dkk. (2011: 169), yang mengemukakan bahwa IPA terpadu berorientasi JAS
dapat meningkatkan motivasi terhadap pembelajaran sains dan membantu
menghilangkan miskonsepsi bagi calon guru dan bagi pendidik.
86
Menurut siswa modul yang dikembangkan mudah dipahami, sajian materi
dalam modul sudah cukup lengkap, permasalahan yang dikemukakan berkaitan erat di
lingkungan sekitar siswa, dan modul disajikan secara berwarna, serta dilengkapi dengan
gambar-gambar. Hal tersebut senada dengan pendapat Suratsih dkk. (2009: 176), yang
mengemukakan bahwa siswa merasa senang dengan adanya modul yang dikaitkan
dengan fenomena di sekitar karena merasa mendapat pengalaman baru dalam
menerapkan pengetahuan yang dimiliki untuk melakukan analisis terhadap kejadian
sehari-hari yang ada di lingkungannya.
b. Keefektifan Modul IPA Terpadu Berorientasi JAS
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam uji coba lapangan menunjukkan hasil
perhitungan N-gain ternormalisasi diperoleh rata-rata kenaikan hasil belajar dari 32
orang siswa adalah 0,45. Berdasarkan kriteria Hake (1998: 1), kenaikan hasil belajar
siswa dalam kategori “Sedang“. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan
diterapkannya pembelajaran menggunakan modul IPA terpadu berorientasi JAS
berdampak pada kenaikan hasil belajar siswa walaupun kenaikan tersebut tidak dalam
kategori tinggi.
Kenaikan hasil belajar tersebut disebabkan karena dalam penggunaan modul
ini menuntut siswa untuk belajar secara aktif dalam bentuk kelompok melalui tahap
memprediksi, mengobservasi, dan menjelaskan hasil. Budiono dan Susanto (2006: 86)
mengemukakan bahwa cara yang makin baik dalam menggunakan modul adalah siswa
aktif mempelajarinya bersama dengan teman sementara guru melakukan pengecekan
secara intensif dan memberikan bantuan kepada siswa yang kesulitan dalam
mempelajari modul secara individual. Berdasarkan analisis hasil belajar setiap siklusnya
terdapat peningkatan hasil belajar dan kemandirian siswa. Selain itu, dengan adanya
modul ini siswa juga dapat belajar secara mandiri. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Johnson (2009: 152), yang mengemukakan bahwa pembelajaran mandiri adalah proses
belajar yang mengajak siswa melakukan tindakan mandiri yang melibatkan terkadang
satu orang atau biasanya satu kelompok. Tindakan mandiri dirancang untuk
menghubungkan pengetahuan akademik siswa dengan kehidupan sehari-hari sehingga
tujuan yang bermakna dapat tercapai. Siswa dengan pembelajaran mandiri mungkin
87
memilih mendapatkan informasi dengan jalan mengamati, mendengarkan, membaca
atau berdiskusi.
c. Hasil Belajar Peserta Didik
Setelah dilakukan perhitungan N-gain ternormalisasi, hasil belajar selanjutnya
diuji prasyarat sebelum dilakukan uji lanjut. Berdasarkan hasil analisis nilai siswa
diketahui bahwa normalitas data yang diuji dengan Kolmogorof-Smirnov, diperoleh
taraf signifikansi sebesar 0,621 untuk pretest dan 0,502 untuk postest, kedua nilai
tersebut lebih besar dari α = 0,05 sehingga Ho diterima yang berarti data nilai pretest
dan postest berdistribusi normal. Uji homogenitas diperoleh taraf signifikansi sebesar
0,372, yang berarti signifikansi > 0,05 sehingga Ho diterima, yang berarti variansi
setiap sampel sama (homogen). Data nilai pretes dan postes yang telah diketahui bahwa
distribusinya normal dan homogen selanjutnya dianalisis dengan uji Paired Sample t-
test (Uji t dua sampel berpasangan). Berdasarkan perhitungan diperoleh thitung= -8,464,
dengan probabilitas sebesar 0,000 (p < 0,05), maka Ho ditolak.
Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai hasil belajar siswa
sebelum diberikan modul pembelajaran dengan nilai hasil belajar siswa setelah
diberikan modul pembelajaran. Merujuk pada hasil analisis tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa pemberian modul berorientasi JAS pada tema Ekosistem ini dapat
meningkatkan/ berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif siswa. Wenno (2010: 186)
mengemukakan bahwa melakukan pembelajaran dengan modul membuat siswa lebih
mudah memahami konsep/ materi sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Pembelajaran yang baik dan menyenangkan adalah pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa tentang ide/gagasan yang dimiliki. Proses pembelajaran
tersebut akan mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dan membangun
pengetahuan, sikap, serta perilaku.
B. Pembahasan
1. Pendefinisian (Define)
a. Karakteristik Pengembangan Modul IPA Terpadu Berorientasi JAS
Pengembangan Modul IPA Terpadu Berorientasi JAS pada tema Ekosistem
menggunakan model pengembangan yang dipakai adalah model pengembangan 4-D
88
mengacu pada S. Thiagarajan (1974:5). Model pengembangan 4-D terdiri 4 tahap, yaitu:
1. Pendifinisian (Define); 2. Perancangan (Design); 3. Pengembangan (Develop); 4.
Penyebaran (Disseminate).
Alasan menggunakan model ini adalah: (a) perangkat pembelajaran model 4-D
lebih runtut; (b) adanya tahapan validasi dan ujicoba yang menjadikan draft lebih
sempurna; (c) langkah-langkah pengembangan logis; dan (d) tahapan lebih sederhana
dibandingkan model yang lain.
b. Kelayakan Produk Modul IPA Terpadu Berorientasi JAS
Berdasarkan hasil yang diperoleh saat uji coba ahli diperoleh hasil bahwa rata-rata
aspek keterbacaan oleh ahli adalah 3,17 dan oleh pakar sebesar 3,75. Rata-rata aspek
materi oleh ahli adalah 3,2 dan oleh pakar sebesar 3,87 sedangkan rata rata-rata aspek
penyajian oleh ahli adalah 3,26 dan oleh pakar sebesar 3,96. Secara umum kriteria
modul menurut ahli adalah “Baik” dan menurut praktisi adalah “Sangat Baik”, sehingga
modul tersebut sudah layak untuk diujicobakan dalam uji terbatas.
Skor paling tinggi adalah pada aspek penyajian, hal tersebut dikarenakan dalam
penyajian modul menggunakan gambar serta warna yang menarik. Gambar dan warna
dapat dijadikan daya tarik dan mengurangi kebosanan saat membaca modul. Sistematika
penyajian pada modul runtut meliputi bagian pendahuluan, isi, dan penutup. Materi
disajikan secara sistematis dan logis, serta mengaitkan konsep yang dipelajari dengan
kehidupan sehari-hari.
Aspek materi modul cukup baik, tetapi disarankan untuk ditambah dengan materi
yang berkaitan dengan lingkungan. Aspek ini memiliki nilai yang cukup tinggi karena
materi disajikan dengan bahasa yang interaktif, serta dapat meningkatkan kompetensi
sains siswa. Materi disajikan dari yang sederhana ke materi yang lebih sulit,
menekankan pada pengalaman langsung dan dapat mengembangkan kemampuan siswa
dalam pemecahan masalah. Aspek keterbacaan memiliki rata-rata yang paling rendah
karena masih terdapat kesalahan dalam penulisan dan EYD, serta belum dicantumkan
petunjuk-petunjuk pada setiap langkah pembelajaran. Namun, hal tersebut telah
diperbaiki.
Berdasarkan uji coba terbatas aspek materi modul memiliki rata-rata 3,36; aspek
penyajian 3,53 dan aspek keterbacaan 3,53. Dapat disimpulkan bahwa aspek penyajian
89
dan keterbacaan mendapatkan rata-rata tertinggi. Secara umum, modul dalam kriteria
baik dan layak untuk diterapkan. Hal tersebut menunjukkan respon positif siswa
terhadap modul yang dikembangkan. Menurut siswa, modul yang dikembangkan sudah
baik dan siswa lebih mudah dalam mempelajari materi pencemaran karena disajikan
menggunakan modul IPA terpadu berorientasi JAS dan pendekatan lingkungan.
Uji coba lapangan didapatkan rata-rata aspek materi, penyajian, dan keterbacaan
berturut-turut adalah 3,3; 3,3; dan 3,2. Aspek materi dan penyajian mendapatkan rata-
rata tertinggi. Hal tersebut karena dalam modul sudah dilengkapi dengan
gambar/ilustrasi serta warna yang menarik. Selain itu, sudah dicantumkan materi yang
lengkap di dalam modul.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, menurut validasi ahli, uji terbatas,
dan uji lapangan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa modul IPA
Terpadu berorientasi JAS ini dalam kategori yang baik/ layak. Berdasarkan respon yang
diterima, siswa menanggapi penggunaaan modul tersebut secara positif. Siswa menjadi
lebih tertarik untuk mempelajari IPA karena materi yang dikemukakan berkaitan erat
dengan lingkungan di sekitar siswa. Materi yang berkaitan langsung dengan lingkungan
membuat siswa lebih mudah dalam memahaminya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Ozdemir dkk. (2011: 169), yang mengemukakan bahwa IPA terpadu berorientasi JAS
dapat meningkatkan motivasi terhadap pembelajaran sains dan membantu
menghilangkan miskonsepsi bagi calon guru dan bagi pendidik.
Menurut siswa modul yang dikembangkan mudah dipahami, sajian materi
dalam modul sudah cukup lengkap, permasalahan yang dikemukakan berkaitan erat di
lingkungan sekitar siswa, dan modul disajikan secara berwarna, serta dilengkapi dengan
gambar-gambar. Hal tersebut senada dengan pendapat Suratsih dkk. (2009: 176), yang
mengemukakan bahwa siswa merasa senang dengan adanya modul yang dikaitkan
dengan fenomena di sekitar karena merasa mendapat pengalaman baru dalam
menerapkan pengetahuan yang dimiliki untuk melakukan analisis terhadap kejadian
sehari-hari yang ada di lingkungannya.
c. Keefektifan Modul IPA Terpadu Berorientasi JAS
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam uji keefektifan modul IPA Terpadu
tema Ekosistem dengan pendekatan Jelajah Alam Sekitar untuk Meningkatkan
90
Kepedulian Lingkungan dan Kemampuan Analisis, diperoleh hasil perhitungan N-gain
ternormalisasi diperoleh rata-rata kenaikan hasil belajar dari 32 orang siswa adalah 0,45.
Berdasarkan kriteria Hake (1998: 1), kenaikan hasil belajar siswa dalam kategori
“Sedang“. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan diterapkannya pembelajaran
menggunakan modul IPA terpadu berorientasi JAS berdampak pada kenaikan hasil
belajar siswa walaupun kenaikan tersebut tidak dalam kategori tinggi.
Kenaikan kemampuan analisis dan kepedulian lingkungan karena dalam
penggunaan modul ini menuntut siswa untuk belajar secara aktif dalam bentuk
kelompok melalui tahap memprediksi, mengobservasi, dan menjelaskan hasil. hakikat
belajar dan pembelajaran IPA konstruktivisme memiliki pandangan dalam kaitannya
dengan pengalaman belajar. Pertama, belajar IPA adalah menyusun pengetahuan dari
pengalaman konkret, aktivitas kolaboratif dan reflektif serta interpretasi. Kedua,
mengajar IPA adalah menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali makna
serta menghargai ketidakmenentuan. Ketiga, siswa akan memiliki pemahaman yang
berbeda terahadap lingkugan tergantung pada pengalamannya dan perspektif yang
dipakai dalam menginterprestasikannya (Slavin,1994: 225).
Berdasarkan tahap perkembangan kognitif Piaget, berarti anak SMP berada pada
peralihan antara tahap operasional konkret menuju tahap operasional formal. Pada tahap
operasional konkret peserta didik bernalar secara logis berdasarkan kejadian-kejadian
konkret, sedangkan dalam tahap operasional formal peserta didik sudah mulai
memikirkan pengalaman di luar pengalaman konkret dan memikirkannya secara
abstrak, idealis dan logis. Membelajarkan IPA kepada peserta didik, guru hendaknya
mengetahui tentang hakikat IPA terlebih dahulu. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau
prinsip-prinsip saja akan tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran
IPA di SMP diajarkan secara terpadu sejalan dengan hakikat IPA.
2. Tahap Perancangan (Design)
Pada tahap perencanaan telah dilakukan analisis kebutuhan, analisis kurikulum,
analisis materi, observasi dan tujuan penyusunan modul. Analisis kebutuhan digunakan
sebagai rujukan pemilihan media dan pendekatan yang dibutuhakan guru dan siswa.
91
Analisis kurikulum meliputi penentuan Standar Kompetensi dan kompetensi Dasar yang
dijadikan dasar untuk menentukan pengembangan indikator dan merumuskan tujuan
yang akan dicapai.
Modul disusun berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dirumuskan terlebih dahulu.
Menurut Gandasari (2010: 9), modul adalah suatu unit desain pembelajaran yang isinya
relatif singkat dan spesifik, yang disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Perumusan tujuan pembelajaran secara jelas, spesifik dalam bentuk kelakuan siswa
yang dapat diamati dan diukur ini merupakan langkah pertama dalam pengembangan
modul menurut Nasution (2000) cit Suratsih (2010: 12).
Modul disusun dengan dilengkapi gambar dan ilustrasi sehingga akan menambah
daya tarik modul. Gambar merupakan salah satu jenis alat bantu atau media yang dapat
menentukan dalam proses pembelajaran. Teks yang disajikan disertai ilustrasi gambar
akan mudah dipahami. Gambar akan memberikan informasi tentang tema teks, yang
selanjutnya peserta didik dapat membuat hipotesis tentang isi teks bacaan. Gambar
mempunyai banyak kelebihan . menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rifai (1997) cit
Sukiman (2012: 87), gambar bisa menyampaikan banyak pesan, bersifat konkret dan
dapat membatasi ruang dan waktu. Gambar yang baik menurut Arief S. Sadiman (2006)
cit Sukiman (2012: 88) harus memenuhi beberapa syarat antara lain: (1) autentik yaitu
gambar harus jujur melukiskan situasi seperti orang melihat sebenarnya, (2) sederhana
yaitu komposisi gambar cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok dalam gambar, dan
(3) mengandung gerak atau perbuatan. Gambar dalam modul ini diambil dari beberapa
foto yang mudah ditemui di sekitar peserta didik sehingga mempermudah pemahaman
pesan terhadap gambar. Seperti menurut Purwanto (2007: 116) foto merupakan ilustrasi
yang baik untuk bahan ajar, yang menunjukkan realita atau wujud sebenarnya.
Modul dengan pendekatan JAS dalam tiap kegiatannya diberikan simbol tertentu.
Menurut Purwanto (2012: 117), simbol adalah bentuk sajian grafis yang menonjolkan
ide atau konsep. Simbol yang baik dapat denga mudah dimengerti peserta didik. Tujuan
pemberian simbol untuk menarik perhatian dan mempermudah peserta didik
menemukan komponen yang dimaksud. Simbol semua komponen berkarakter berbeda,
disesuaikan dengan karakter komponen.
Modul dikembangkan untuk menarik perhatian penggunanya selama
pembelajaran. Modul tersedia informasi mengenai manfaat pelajaran, cara penggunaan
92
modul sehingga pengguna memperoleh kemudahan dalam mempelajari modul. Hal ini
dapat dilakukan dengan adanya penjelasan tentang penggunaan materi pelajaran
tersebut dalam situasi nyata (Depdiknas, 2008: 10). Demikian juga dalam penulisan
judul disajikan dengan menarik dan memberikan gambaran tentang materi yang dibahas
(Depdiknas 2008: 21).
Materi yang disajikan dalam modul merupakan materi yang kontekstual dan
mudah ditemui dalam kehidupan sehri-hari sehingga peserta didik dapat menerapkan
konsep yang dipelajari. Tujuan akhir mempelajari modul ini antara lain: 1) perilaku
yang diharapkan yaitu peserta didik mempunyai sikap peduli lingkungan, menjaga
kebersihan sekitarnya, 2) kriteria keberhasilan yaitu kualitas dapat dilihat dari
terbentuknya kompetensi peserta didik dari segi pengetahuan, sikap dan ketrampilan, 3)
kondisi keberhasilan jika peserta didik lebih aktif dan semangat dalam proses
pembelajaran.
Peserta didik disediakan umpan balik sehingga dapat memantau hasil belajar dan
mendapatkan perbaikan. Jika peserta didik belum berhasil mencapai kriteria ketuntasan
belajar ditetapkan peserta didik diharapkan mempelajari lagi materi tersebut, tanpa atau
bantuan guru. Hal ini sesuai dengan salah satu ciri khas modul yaitu pembelajaran
mandiri. Belajar mandiri dapat dipandang sebagai proses atau produk. Sebagai proses,
belajar mandiri sebagai cara mencapai tujuan pendidikan di mana peserta didik
diberikan kemandirian yang relatif lebih besar dalam kegiatan pembelajaran. Belajar
mandiri sebagai produk bahwa setelah mengikuti pembelajaran tertentu peserta didik
menjadi seorang pebelajar mandiri.
Materi dalam modul disajikan dengan kalimat yang sederhana agar peserta didik
mudah mempelajari. Seperti pendapat Purwanto (2012: 137) bahwa kalimat sederhana
paling banyak dipahami dan disenangi orang. Penjelasan materi diberi tambahan
gambar dan contoh penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan serapan dalam
bahasa asing proporsinya sedikit dan berfungsi sebagai penjelas. Penggunaan ejaan
yang baku, istilah benar, keterangan dan sumber gambar serta kejelasan gambar lebih
mempermudah peserta didik mempelajari materi.
Daftar istilah yang sulit serta pengertiannya tercantum dalam glosarium. Bagian
indeks memuat daftar istilah penting dan halamannya. Indeks mempermudah peserta
didik menemukan kata yang dimaksud. Bagian selanjutnya adalah daftar pustaka yang
93
berisi sumber buku, jurnal penelitian, rujukan online dan gambar yang digunakan
sebagai referensi penulisan modul.
3. Pengembangan (Develop)
Berdasarkan hasil validasi ahli tentang penilaian modul dan perangkat
pembelajaran, modul memiliki kategori yang baik, tetapi masih memerlukan banyak
perbaikan. Hasil validasi praktisi tentang modul dan perangkat pembelajaran diperoleh
kategori sangat baik. Menurut Sungkono (2003:10) contoh adalah benda, ilustrasi,
angka, gambar dan lain-lain yang mewakili/mendukung konsep yang disajikan. Contoh
bertujuan untuk memantapkan pemahaman pembaca tentang fakta/ data, konsep,
prinsip, generalisasi/ dalil, hukum, teori, nilai, prosedur/ metode, keterampilan dan
masalah. Prinsip dalam penyajian contoh hendaknya: relevan dengan isi uraian;
konsistensi istilah, konsep, dalil, dan peran; logis (masuk akal); sesuai dengan realitas;
dan bermakna. Petunjuk penggunaan dan gambaran modul yang disertai dengan kolom-
kolom instruksi telah ditambahkan agar guru dan siswa lebih mudah dalam
menggunakan modul pembelajaran.
Perbaikan telah dilakukan sesuai dengan saran dan masukan dari ahli. Materi telah
ditambahkan sesuai dengan perkembangan IPTEK dengan bahasa yang lebih
komunikatif disertai dengan contoh-contoh sehingga siswa mudah memahami. Sumber
dan catatan kaki telah ditambahkan, peta konsep dibuat tiap sub bab, dan diberikan
gambaran umum penggunaan modul bagi siswa dan guru. Setiap komponen modul
sudah diberikan gambar atau simbol supaya lebih menarik. Hal tersebut sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Prastowo (2012: 125), yang menyatakan bahwa gambar-
gambar dapat mendukung dan memperjelas isi materi sehingga menimbulkan daya tarik
dan mengurangi kebosanan bagi pembaca.
a) Uji Coba Terbatas
Berdasarkan hasil validasi siswa tentang penilaian modul, modul memiliki
kategori yang sangat baik. Namun, masih memerlukan beberapa perbaikan. Perbaikan
telah dilakukan sesuai dengan saran dan masukan dari siswa. Materi telah diperbaiki
dan gambar dibuat lebih jelas. Depdiknas (2008: 6) menyatakan bahwa dalam
penyusunan materi harus memperhatikan kedalaman dan keluasan cakupan materi.
94
Keluasan materi menggambarkan seberapa banyak materi-materi yang dimasukkan,
sedangkan kedalaman materi menyangkut rincian konsep-konsep yang terkandung di
dalamnya yang harus dipelajari oleh siswa. Materi pembelajaran perlu diidentifikasi
secara tepat agar pencapaian kompetensi siswa dapat diukur. Selain itu, dengan
mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan dibelajarkan, guru akan mendapatkan
ketepatan dalam pemilihan metode pembelajaran.
Kondisi lapangan pada tahap uji coba terbatas ditemukan beberapa kendala
yaitu siswa belum pernah menggunakan modul berbasis JAS pada tema Ekosistem
karena siswa biasanya hanya menggunakan modul yang lebih banyak latihan soal-soal
dan masih asing dengan modul berbasis JAS. Berdasarkan hal tersebut, peneliti harus
menjelaskan terlebih dahulu langkah-langkah pembelajaran IPA terpadu berorientasi
JAS. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2, 4 dan 6, Lampiran 12 halaman 184. Saat
uji coba terbatas, siswa mengisi angket dan kuisioner yang berisi penilaian terhadap
modul yang dikembangkan, tetapi sebelumnya siswa diberikan kesempatan untuk
membaca dan mempelajari isi modul tersebut. Selain itu, dalam pengisian kuisioner,
disertai dengan wawancara untuk mengetahui tanggapan siswa secara langsung.
Namun, terdapat kendala karena beberapa siswa yang tidak mencantumkan alasan
dalam kuisioner serta tidak memberikan saran perbaikan.
b) Revisi Produk Tahap II
Berdasarkan hasil uji terbatas didapatkan berbagai saran antara lain berkaitan
dengan penambahan materi dan kejelasan gambar. Materi sudah ditambahkan dengan
bahasa yang jelas dan efektif. Prastowo (2012: 123) mengemukakan bahwa kalimat
yang digunakan harus sederhana, singkat, jelas, dan efektif. Gambar yang disajikan
harus relevan dengan materi dan mendukung isi materi. Saran yang diberikan oleh siswa
dalam uji terbatas ini hanya sebatas saran teknis penyajian, dan tidak menyangkut pada
konten modul.
c) Uji Coba Tahap III
Berdasarkan hasil uji coba terbatas tentang penilaian modul, modul memiliki
kategori yang sangat baik. Uji lapangan ini diperoleh data antara lain data hasil belajar
dan tanggapan siswa terhadap modul.
95
1) Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar kognitif diperoleh data pretest dan postest. Menurut kenaikan
hasil belajar kognitif yang telah dianalisis menurut kriteria Hake (1999: 1) kenaikan
hasil belajar berkategori “Sedang”. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai pretest dan
postest siswa tidak terlalu berbeda jauh. Hal tersebut disebabkan materi Ekosistem
cukup mudah dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Namun, ketuntasan
siswa tidak 100% karena ada 5 orang siswa yang memiliki nilai di bawah KKM.
Hasil analisis dari uji prasyarat menunjukkan data terdistribusi normal dan
homogen, dan setelah diuji dengan paired sample t-test hasilnya terdapat perbedaan.
Hal ini membuktikan bahwa hasil belajar kognitif sebelum dan setelah diterapkannya
modul berbeda secara signifikan. Terdapat kenaikan hasil belajar kognitif siswa, yang
dapat dilihat dari nilai rata-rata siswa saat pretes dan postes. Penggunaan modul IPA
Terpadu berorientasi JAS yang menuntut siswa untuk melakukan observasi, dan
menjelaskan hasil observasi akan membantu siswa dalam berbagai bentuk belajar,
dengan demikian siswa akan lebih mudah memahami materi dan berperan aktif selama
proses pembelajaran. Pembelajaran dengan pendekatan JAS mendorong peserta didik
untuk lebih aktif dalam melakukan pengamatan, eksperimen, berdiskusi, dan
komunikatif dalam menjelaskan hasil eksperimen sehingga mendorong peningkatan
hasil belajar siswa.
Kegiatan pembelajaran diawali dengan pengarahan oleh guru (dapat dilihat pada
Lampiran 13 halaman, Gambar 1). Selanjutnya, siswa melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan tahapan-tahapan di dalam modul, mulai dari mengamati, melakukan
eksperimen, mengerjakan LKS dengan berdiskusi, dan mengemukakan hasil diskusi.
Guru berfungsi sebagai fasilitator yang membimbing pelaksanaan diskusi, praktikum,
serta memberikan konfirmasi. (Lampiran 11).
Namun, di dalam uji lapangan ditemukan beberapa kendala antara lain: 1) di
dalam kelompok terdapat beberapa orang yang lebih dominan, dan ada anggota
kelompok yang tidak aktif; 2) pada pertemuan pertama memerlukan waktu yang cukup
lama karena terdapat dua praktikum; 3) tidak jarang ada yang bermain-main dengan
teman saat praktikum; 4) hanya beberapa orang saja yang dapat mempresentasikan hasil
diskusi karena waktu yang terbatas. Pada pertemuan I siswa kurang terkondisi dengan
96
baik, karena siswa belum terbiasa melakukan praktikum dan belum terbiasa dengan
bahan yang digunakan untuk praktikum sehingga sewaktu praktikum filtrasi, banyak
yang tidak mencuci bahan-bahan yang digunakan dan hasilnya air menjadi keruh; 6)
untuk pertemuan kedua dan ketiga siswa telah terkondisi dengan baik saat melakukan
praktikum; dan 7) terdapat beberapa siswa yang mengumpulkan tugas dan modul tidak
tepat waktu.
Gulo (2004: 130) mengemukakan di dalam kelompok, sesorang berbicara, yang
lain mendengar, ada juga yang bertanya, dan ada yang menjawab. Diskusi kelompok
berjalan dengan lancar jika ditunjang dengan sumber informasi seperti buku, atau
narasumber. Kadang-kadang ada anggota kelompok yang berfungsi sebagai narasumber
bagi kelompoknya, tetapi ada juga yang tidak berbicara, tidak menyumbang pendapat
sehingga menjadikan kelompok kurang efisien. Johnson (2009: 166) berpendapat
bahwa setiap pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam kelompok akan menjadi
output bagi anggota kelompok lain, dan output ini akan menjadi input bagi yang lain.
Jika setiap individu yang berbeda mambangun hubungan dengan cara tersebut, maka
akan terbentuk suatu sistem yang baik di dalam kelompok.
Berdasarkan hasil analisis, nilai afektif siswa mengalami peningkatan. Hal
tersebut terjadi karena siswa mulai terbiasa dengan modul yang dikembangkan. Siswa
juga lebih aktif bekerja sama dengan teman saat praktikum dan diskusi. Depdiknas
(2003: 6) mengemukakan bahwa diskusi merupakan salah satu kondisi belajar yang
sesuai dengan filosofi konstruktivisme karena dalam diskusi siswa dapat
mengunggkapkan gagasan, melakukan penelitian secara sederhana, demonstrasi, juga
kegiatan lain yang memberikan ruang kepada siswa untuk dapat mempertanyakan,
memodifikasi, atau mempertajam gagasannya. Nilai rata-rata aspek afektif disetiap
pertemuan mengalami peningkatan karena peserta didik terlibat secara aktif dalam
pembelajaran. Hal tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu
dkk (2013: 133), mengungkapkan bahwa pengembangan perangkat modul IPA terpadu
berorientasi JAS dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Modul IPA terpadu
berorientasi JAS dapat meningkatkan hasil belajar karena peserta didik dapat
menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk menjelaskan suatu konsep.
Pengalaman peserta didik didapatkan setelah melakukan tahapan modul. Tahapan
tersebut menuntut peserta didik melakukan pengujian terhadap hasil prediksi
97
sebelumnya, kemudian dibahas oleh peserta didik sehingga peserta didik mendapatkan
pengetahuan secara langsung berdasarkan pengalaman mereka sendiri. Nilai rata-rata
aspek afektif disetiap pertemuan mengalami peningkatan karena peserta didik terlibat
secara aktif dalam pembelajaran.
Hasil belajar psikomotor juga mengalami kenaikan pada tiap pertemuan
karena siswa telah terbiasa dengan metode praktikum, maka keterampilan siswa dalam
penggunaan alat juga semakin baik. Depdiknas (2003: 7) mengemukakan bahwa
pelajaran sains memfokuskan kegiatan pada penemuan dan pengolahan informasi
melalui kegiatan mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengklasifikasi,
memecahkan masalah, dan sebagainya. Hal senada juga dikemukakan oleh Rahayu dkk
(2013: 133), bahwa nilai rata-rata aspek psikomotorik mengalami peningkatan karena
peserta didik terlibat aktif dan lebih terarah saat praktikum. Modul IPA terpadu
berorientasi JAS menjadikan peserta didik lebih siap saat akan melakukan praktikum
karena sebelumnya peserta didik harus membaca teori sehingga dapat membuat prediksi
yang rasional. Selain itu, peserta didik juga berinteraksi dengan lingkungan, alat dan
bahan, sehingga peserta didik dapat menguji prediksi melalui pengamatan dan
mengemukakan penjelasan tentang fenomena yang mereka hadapi.
Pendidikan IPA, pada hakikatnya menekankan adanya interaksi antara peserta
didik dengan objek yang dipelajari. Interaksi tersebut akan memberikan kesempatan
bagi peserta didik untuk belajar, mengembangkan keterampilan, kepribadian, dan
mengenal permasalahan IPA serta pengkajiannya (Djohar cit. Suratsih, 2010: 8). Oleh
karena itu, proses belajar IPA akan mengembangkan tiga ranah yaitu ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Carin dan
Sund cit.Wenno, bahwa sains adalah (1) scientific attitudes yaitu keyakinan, nilai-nilai,
pendapat, objektif, jujur dan lain-lain; (2) scientific process yaitu cara khusus dalam
penyelidikan untuk memecahkan masalah, misalnya membuat hipotesis, melaksanakan
eksperimen, mengumpulkan data, mengevaluasi data, mengukur, dan sebagainya; (3)
scientific product adalah berupa fakta, teori, prinsip, hukum, teori, dan lain-lain.
Hal senada juga dikemukakan oleh Sund dan Trowbridge cit. Mundilarto
(2005: 4), bahwa guru harus memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada para
siswa untuk berpikir dan menggunakan akalnya. Siswa dapat melakukan hal tersebut
dengan jalan terlibat secara langsung dalam berbagai kegiatan, seperti diskusi kelas,
98
pemecahan masalah, maupun bereksperimen. Siswa jangan hanya dijadikan objek yang
pasif dengan beban hafalan berbagai macam konsep, tetapi perlu dibiasakan
memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut
dengan ide-ide. Pemecahan masalah merupakan aspek penting di dalam proses
pembelajaran sains, di samping menyangkut penerapan konsep atau pengetahuan yang
telah diperoleh melalui proses belajar, tetapi juga merupakan wahana untuk
memperoleh pengetahuan baru. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam
pembelajaran dapat tercermin dalam bahasa dan cara berpikir siswa. Siswa SMP
termasuk dalam perkembangan kognitif tahap operasional formal. Siswa pada tahap
tersebut akan berpikir secara logis dan teoritis formal berdasarkan proporsi dan
hipotesis serta mampu dalam mengambil keputusan.perkembangan kognitif pada tahap
operasional formal menekankan pada kegiatan siswa yang aktif dalam mengkonstruk
pengetahuannya. Guru sebaiknya memberikan kesempatan pada siswa agar belajar
sesuai dengan tahap perkembangannya. Guru sebagai fasilitator harus mampu
membantu siswa untuk berinteraksi dengan lingkungannya dengan sebaik-baiknya.
2) Kuisioner Tanggapan Siswa Terhadap Modul
Berdasarkan hasil kuisioner diperoleh beberapa saran dan masukan yang
berkaitan dengan kejelasan gambar. Beberapa gambar kurang jelas dikarenakan hasil
print out yang tidak baik, untuk itu perlu dilakukan perbaikan agar modul yang
dikembangkan menjadi lebih baik. Selain itu, terdapat beberapa siswa yang mengatakan
soal latihan dalam modul cukup sulit. Sungkono (2003: 11) mengemukakan bahwa
latihan adalah berbagai bentuk kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh siswa setelah
membaca uraian sebelumnya. Latihan bergunanya untuk memantapkan pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan sikap tentang fakta/data, konsep, prinsip, generalisasi/dalil,
teori, prosedur, dan metode. Tujuan latihan ini agar siswa benar-benar belajar secara
aktif dan akhirnya menguasai konsep yang sedang dibahas dalam kegiatan belajar
tersebut. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan latihan:
relevan dengan materi yang disajikan; sesuai dengan kemampuan siswa; bervariasi,
misalnya tes, tugas, dan eksperimen; dan bermakna.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan perbaikan dengan melengkapi kunci
jawaban dan penjelasan sehingga siswa lebih mudah dalam memahaminya.
99
Sungkono (2011 : 12) mengemukakan bahwa kunci jawaban tes formatif pada
umumnya diletakkan di bagian paling akhir suatu modul. Tujuannya agar siswa benar-
benar berusaha mengerjakan tes tanpa melihat kunci jawaban terlebih dahulu. Lembar
ini berisi jawaban dari soal-soal yang telah diberikan. Jawaban siswa terhadap tes yang
ada diketahui benar atau salah dapat dilakukan dengan cara mencocokkannya dengan
kunci jawaban yang ada pada lembar ini. Tujuannya adalah agar siswa mengetahui
tingkat penguasaannya terhadap isi kegiatan belajar tersebut. Di samping itu, pada
bagian ini berisi petunjuk tentang cara siswa memberi nilai sendiri pada hasil
jawabannya.
3) Penyempurnaan produk
Produk yang telah diuji coba lapangan kemudian diperbaiki sesuai dengan
saran siswa. Perbaikan yang dilakukan kaitannya dalam hal kejelasan gambar dan dibuat
lebih menarik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Prastowo (2012: 124) yang
mengemukakan bahwa gambar-gambar yang dapat mendukung dan memperjelas isi
materi sangat dibutuhkan karena selain memperjelas uraian materi, gambar atau simbol
juga dapat menambah daya tarik, serta mengurangi kebosanan siswa untuk mempelajari
modul.
4. Penyebaran (Disseminate)
a) Kelayakan Modul IPA Terpadu Berorientasi JAS
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, menurut validasi ahli, uji terbatas,
dan uji lapangan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa modul IPA
terpadu berorientasi JAS ini dalam kategori yang baik/ layak. Menurut siswa modul
yang dikembangkan mudah dipahami, sajian materi dalam modul sudah cukup lengkap,
permasalahan yang dikemukakan berkaitan erat di lingkungan sekitar siswa, dan modul
disajikan secara berwarna serta dilengkapi dengan gambar-gambar. Prastowo (2012:
124) yang mengemukakan bahwa gambar-gambar yang dapat mendukung dan
memperjelas isi materi sangat dibutuhkan karena selain memperjelas uraian materi,
gambar atau simbol juga dapat menambah daya tarik, serta mengurangi kebosanan
siswa untuk mempelajari modul.
100
Modul IPA terpadu berorientasi JAS dapat digunakan untuk menggali
pengetahuan awal siswa kemudian merekonstruksi ke dalam pemahaman baru yang
didapat dari hasil observasi. IPA terpadu berorientasi JAS melatihkan siswa dalam
memprediksi hasil dari beberapa peristiwa, kemudian siswa melaksanakan kegiatan dan
mencocokkan setiap konflik antara prediksi dengan hasil observasi. (Ruiz dkk., 2004:
17).
Hal senada juga dikemukakan oleh Suparno (2007: 13) yang mengemukakan
bahwa dalam pandangan konstruktivis, belajar adalah proses yang aktif yaitu siswa
membangun sendiri pengetahuan yang dimiliki. Implikasi teori Vygotsky dalam
pembelajaran menggunakan modul ini adalah, selain digunakan sebagai bahan ajar
mandiri, modul ini juga terintegrasi dalam pembelajaran melalui diskusi dan eksperimen
yang dilakukan dalam kelompok kecil. Pemberian bantuan berupa petunjuk, peringatan,
dorongan yang dilakukan oleh guru selama tahap awal pembelajaran dilakukan agar
semakin lama siswa dapat mengambil alih tanggung jawab secara mandiri. Pengetahuan
dibentuk oleh siswa melalui pemecahan masalah yang dikaitkan dengan lingkungan, hal
tersebut erat kaitannya dengan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari sehingga
diharapkan siswa memperoleh pembelajaran yang bermakna.
b) Keefektifan Modul IPA Terpadu Berorientasi JAS
Berdasarkan kriteria Hake (1998: 1), menunjukkan bahwa kenaikan hasil
belajar siswa dalam kategori “Sedang“. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan
diterapkannya pembelajaran menggunakan modul IPA terpadu berorientasi JAS
berdampak pada kenaikan hasil belajar siswa, walaupun kenaikan tersebut tidak dalam
kategori tinggi. Ali (2005: 135) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
pembelajaran dengan modul lebih efektif dalam proses belajar mengajar ipa
dibandingkan pengajaran secara konvensional, karena dengan modul siswa diberikan
kesempatan untuk belajar sesuai dengan langkah, kemampuan, dan kebutuhan siswa
sehingga terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada kelas yang diberikan pembelajaran
dengan modul. Pendekatan pembelajaran dengan modul membagi konten/ materi yang
luas menjadi sub unit yang lebih kecil dan disertai dengan penjelasan, sehingga
menimbulkan motivasi dan ketertarikan bagi siswa. Pembelajaran dengan modul dapat
digunakan secara individu atau dalam kelompok kecil.
101
Implikasi dari pengembangan modul IPA terpadu berorientasi JAS
memungkinkan siswa berinteraksi dengan lingkungan, sehingga akan diperoleh
pengalaman belajar yang bersifat pengetahuan, keterampilan motorik, dan sikap, serta
kebermaknaan dalam belajar. Penyampaian awal tentang materi yang akan dipelajari
selanjutnya akan membuat siswa lebih siap secara mental untuk mempelajari materi
tersebut. Oleh sebab itu, modul pembelajaran sebaiknya dibagikan sebelum dilakukan
pembelajaran di kelas. Selain itu, modul IPA terpadu berorientasi JAS juga memuat
materi dengan sistematika penulisan materi yang bersifat umum ke materi yang bersifat
khusus dan dilengkapi dengan contoh-contoh.
c) Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan hasil analisis ranah kognitif, dapat disimpulkan bahwa pemberian
modul berorientasi IPA terpadu berorientasi JAS pada tema Ekosistem ini dapat
meningkatkan/ berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif siswa. Wenno (2010: 186)
mengemukakan bahwa melakukan pembelajaran dengan modul membuat siswa lebih
mudah memahami konsep/ materi sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Pembelajaran yang baik dan menyenangkan adalah pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa tentang ide/ gagasan yang dimiliki. Proses pembelajaran
tersebut akan mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dan membangun
pengetahuan, sikap, serta perilaku.
Rahayu dkk. (2013: 133) juga mengemukakan bahwa modul IPA terpadu
berorientasi JAS dapat meningkatkan hasil belajar karena peserta didik dapat
menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk menjelaskan suatu konsep..
C. Temuan di Lapangan
Penerapan produk berupa modul pembelajaran berorientasi IPA terpadu
berorientasi JAS menghasilkan temuan-temuan sebagai berikut:
1. Modul tema Ekosistem disusun berdasarkan analisis kurikulum, kebutuhan siswa
dan guru serta observasi lapangan.
2. Modul tema Ekosistem mampu membuat siswa aktif terlibat langsung dalam proses
pembelajaran.
3. Modul tema Ekosistem dengan pendekatan JAS melatih kreatifitas peserta didik.
102
4. Pengetahuan guru tentang sistematika penulisan modul masih kurang sehingga
penulis pada saat penyebaran memberikan paparan tentang sistematika modul.
D. Keterbatasan Penelitian
1. Keterbatasan waktu sehingga pada uji coba kecil pada siswa, modul dibaca
peserta didik selama 2 jam pelajaran dan hanya dilakukan satu kali.
2. Keterampilan proses psikomotorik hanya diamati pada saat praktikum.
3. Hasil belajar afektif peserta didik diamati menggunakan angket.
4. Penyebaran modul ini hanya dilakukan terhadap 7 guru yang mengajar IPA
kelas 7 karena keterbatasan waktu.