Upload
vuonghanh
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Tinjauan Pustaka
Thesis II-1
BAB II
TTIINNJJAAUUAANN PPUUSSTTAAKKAA
2.1 UMUM
Beberapa peneliti luar sejak tahun 50-an melakukan kajian ekperimental untuk
mengetahui perilaku dinding pengisi terhadap portal pengekangnya. Polyakov
(1956), Holmes (1961), Stafford Smith (1962, 1966, 1967) dan Mainstone-
Weeks melakukan kajian ekperimental portal baja dengan dinding pengisi
pasangan bata.
Perilaku dinding pengisi terhadap portal beton bertulang secara umum lebih
rumit dibanding terhadap portal baja dan telah dikaji oleh Fiorato et.al (1970),
Klingner dan Bertero (1976), Khan dan Hanson (1979), Bertero dan Brokken
(1983), Zarnic dan Tomazevic (1990), dan beberapa peneliti lainnya[17].
Kebanyakan dari kajian tersebut dilakukan pada spesimen skala kecil yang
kemungkinan tidak merepresentasikan struktur yang diwakili. Namun
bagaimanapun juga, kajian-kajian tersebut telah mengidentifikasikan beberapa
mekanisme kegagalan yang kemungkinan disebabkan oleh interaksi portal-panel
dinding. Beberapa mekanisme kegagalan tersebut akan dijelaskan pada subbab
berikutnya.
Di Indonesia, kajian ekperimental mengenai struktur portal beton bertulang
dengan dinding pengisi pasangan bata pernah dilakukan melalui Indonesian
Eartquake Study, 1981[16] yang hasilnya tertuang dalam Buku Pedoman
Perencanaan Untuk Struktur Beton Bertulang Biasa dan Struktur Tembok
Bertulang Untuk Gedung, 1983[11]. Kajian eksperimental lain tentang portal
beton bertulang dengan dinding pasangan bata terkekang yang pernah
dilaporkan di Indonesia antara lain oleh Tambunan (2001)[19] dan Aryanto
(2008)[6] yang menyimpulkan bahwa dinding pengisi mampu meningkatkan
kekuatan portal sampai dua kali lipat portal terbuka. Kajian eksperimental lain
yang sedang dilakukan di Indonesia yaitu oleh Hadi (2009).
2.2 DINDING PASANGAN BATA
Beberapa definisi tentang dinding pasangan bata diberikan antara lain oleh
Eurocode 6[12] yang menggolongkan dinding pasangan bata ke dalam tiga
kategori:
Tinjauan Pustaka
Thesis II-2
a. Dinding pasangan bata tanpa tulangan (unreinforced masonry), dinding
pengisi hanya terdiri dari bata dan mortar tanpa diberi tulangan.
b. Dinding pasangan terkekang (confined masonry), dinding pasangan bata
yang terdiri dari bata dan mortar dan di sekelilingnya terdapat portal
pengekang dari balok dan kolom atau beton bertulang.
c. Dinding pasangan bata bertulang (reinforced masonry), dinding pasangan
bata yang diberi tulangan pada sela pasangan bata dan mortar.
FEMA 306 menggolongkan dinding pengisi ke dalam tiga kelompok yaitu:
a. Reinforced Masonry (RM)
b. Unreinforced Masonry (URM)
c. Infilled Frame (INF)
Indonesian Earthquake Study vol 6 menggolongkan struktur portal dengan
dinding pengisi pasangan bata ke dalam empat kelompok pada Tabel II-1:
Tinjauan Pustaka
Thesis II-3
AB
1B
2C
D
1. E
lem
enP
ort
al b
eto
n
ber
tula
ng, p
asa
ngan
b
ata
tak
ber
tula
ng
Por
tal b
eto
n
bert
ulan
g, p
asa
nga
n ba
ta ta
k be
rtu
lan
g
Por
tal b
eto
n be
rtu
lan
g,
pasa
nga
n b
ata
tak
bert
ula
ng
Por
tal b
eto
n b
ert
ula
ng,
p
asa
ngan
ba
ta
be
rtul
an
g
Por
tal b
eto
n
be
rtul
an
g, p
asa
nga
n b
ata
tak
bert
ula
ng
2. T
ingg
i Ma
ksim
um4
lan
tai a
tau
14
met
er2
lan
tai a
tau
8 m
ete
r7
lant
ai a
tau
25
me
ter
3 la
nta
i ata
u 1
1 m
ete
r1
0 la
nta
i ata
u 3
5 m
ete
r
3. P
em
isah
an d
indi
ng
dar
i po
rta
lT
ida
k te
rpis
ah
Tid
ak
terp
isah
Tid
ak te
rpis
ahT
ida
k te
rpis
ahT
erpi
sah
4. P
em
bata
san
pene
mp
ata
n d
ind
ing
Se
baik
nya
sim
etri
sP
enem
pata
n d
apa
t se
mb
aran
gS
ebai
knya
sim
etr
isP
enem
pata
n d
apa
t se
mb
aran
gP
enem
pata
n d
apa
t se
mb
aran
g
5. A
sum
si d
esa
in p
erila
ku
din
din
g p
engi
si
Din
din
g p
engi
si
bek
erja
sim
ulta
n d
enga
n p
orta
l dal
am
m
enah
an g
aya
late
ral
Sum
bang
an k
eku
ata
n
din
din
g p
engi
si
dia
baik
an
Sum
bang
an k
ekua
tan
di
ndi
ng
pen
gisi
di
aba
ikan
Sum
bang
an k
eku
ata
n
din
din
g p
engi
si
dia
baik
an
Sum
bang
an k
eku
ata
n
din
din
g p
engi
si
dia
baik
an
Tin
jau
an
Pro
pe
rtie
s
Tip
e S
tru
ktu
r P
ort
al
Tab
el I
I-1
Penggolo
ngan
str
ukt
ur
port
al bet
on d
engan
din
din
g p
engis
i, (
sum
ber
: La
pora
n I
ndones
ian E
art
hquake
Stu
dy
Volu
me
6,
1981
[16] )
Tinjauan Pustaka
Thesis II-4
a. Tipe A, reinforced concrete frame with confined unreinforced masonry.
Struktur tipe ini didesain menahan gaya leteral seperti gempa oleh portal
beton bertulang dan dinding pengisi secara simultan. Batasan-batasan
struktur ini diantaranya:
- tinggi maksimum 4 lantai atau 14 meter
- penempatan dinding secara simetris untuk mencegah efek torsi
yang dominan
b. Tipe B, reinforced concrete frame with pseudo confined unreinforced
masonry.
Struktur tipe ini didesain menahan gaya leteral seperti gempa oleh portal
beton bertulang saja. Dinding pengisi dianggap tidak menahan gaya
lateral namun pada kenyataannya tetap mempengaruhi kinerja struktur.
Portal didesain untuk sepenuhnya menahan gaya yang terjadi.
Pendetailan portal mengikuti pendetailan dengan daktilitas yang
diharapkan. Hal ini akan meningkatkan kemungkinan struktur tetap aman
pada saat terjadi gaya gempa yang melampaui gaya gempa desain.
Batasan-batasan struktur ini diantaranya:
- Struktur dengan tinggi maksimum 2 lantai atau 8 meter,
penempatan dinding pengisi yang tidak simentris masih dapat
diterima walaupun perilaku struktur tidak sebaik pada penempatan
dinding simetris.
- Struktur lebih tinggi mencapai 7 lantai atau 25 meter,
penempatan dinding pengisi harus simetris terhadap pusat massa
lantai untuk mencegah efek torsi tambahan.
c. Tipe C, reinforced concrete frame with confined reinforced masonry.
Struktur terdiri dari portal beton bertulang dan dinding pengisi bertulang
terkekang. Portal didesain untuk sepenuhnya menahan gaya yang terjadi.
Pendetailan portal mengikuti pendetailan dengan daktilitas yang
diharapkan. Dinding pengisi bertulang tidak dimaksudkan untuk menahan
gaya lateral secara simultan dengan portal. Tulangan dinding pengisi
diperuntukan menjaga keruntuhan dinding pengisi saat gaya gempa
melampaui gaya gempa desain.
Tinjauan Pustaka
Thesis II-5
Batasan-batasan struktur ini diantaranya:
- tinggi maksimum 3 lantai atau 11 meter
- penempatan dinding tidak simetris dapat diterima.
d. Tipe D, reinforced concrete frame with unconfined unreinforced masonry.
Struktur terdiri dari portal beton bertulang dan dinding pengisi bertulang
tak terkekang. Portal didesain untuk sepenuhnya menahan gaya yang
terjadi. Pendetailan portal mengikuti pendetailan dengan daktilitas yang
diharapkan. Detail hubungan antara portal dan dinding pengisi harus
diperhatikan agar dinding pengisi tidak mempengaruhi perilaku portal.
Dalam hal ini dinding pengisi sepenuhnya hanya dianggap sebagai
elemen non struktural yang tidak menahan beban.
Batasan-batasan struktur ini diantaranya:
- tinggi maksimum 10 lantai atau 35 meter
- penempatan dinding tidak simetris dapat diterima.
Bangunan rumah sederhana di Indonesia umumnya mengikuti tipe A dimana
dinding pasangan bata dikekang oleh portal beton (hubungan bata pasangan dan
portal diakomodasi dengan pemasangan dowel) dan diasumsikan bekerja secara
simultan dalam menahan beban lateral.
Pendetailan portal dengan dinding pasangan bata terkekang tipe A pada masing-
masing zona gempa seperti Gambar II-2. Tebal siar mortar dan komposisi
campuran mortar dinding pasangan bata di tiap-tiap zona gempa tidak
dijabarkan dan dibedakan dalam laporan ini.
Tinjauan Pustaka
Thesis II-6
Gam
bar
II-
1
Pen
deta
ilan d
indin
g p
asa
ngan
bat
a Tip
e A
, (s
um
ber:
Lapora
n I
ndonesi
an E
art
hquak
e S
tudy
Volu
me
6,
1981
[16] )
Tinjauan Pustaka
Thesis II-7
(b)
Gambar II-2 Pendetailan portal kolom praktis dinding pasangan bata Tipe A, (sumber: Laporan Indonesian Earthquake Study Volume 6, 1981[16])
Tinjauan Pustaka
Thesis II-8
2.2.1 Karakteristik Material Bata Merah
Di Indonesia, elemen utama dinding pengisi umumnya terbuat dari batu bata
merah yang masih diproduksi secara tradisional. Hal ini menyebabkan
variabilitas yang cukup besar, baik pada dimensi maupun kekuatan yang
dimilikinya.
Standar Industri Indonesia SII.0021-78 mengelompokkan ukuran standar untuk
unit bata merah pejal yang ada di Indonesia seperti pada Tabel II-2.
Tabel II-2 Ukuran bata merah pejal SII.0021-78
Modul Ukuran (mm)
tebal lebar panjang M-5a 65 90 190 M-5b 65 140 190 M-6 55 110 230
Di lapangan dapat ditemui banyak ukuran bata merah yang tidak sama seperti
standar yang ditetapkan.
2.2.1.1 Kuat Tekan
Kekuatan material bata merah di Indonesia secara umum[16], adalah:
Kuat tekan : 3.51 MPa
Kuat lentur (diplester) : 0.2 MPa
Kuat lentur (tanpa diplester) : 0.05 MPa
Kuat geser : 0.17 MPa
Sedangkan SII.0021-78 menggolongkan kuat tekan bata merah di Indonesia
menjadi 6 kelas:
Tabel II-3 Kuat tekan bata merah pejal SII.0021-78
Kelas
Kuat tekan rata-rata minimum dari 30 bata
yang diuji
Koefisien variasi yang diijinkan dari rata-rata kuat tekan bata yang
diuji, % MPa 25 2.5 25 50 5 22 100 10 22 150 15 15 200 20 15 250 25 15
Tinjauan Pustaka
Thesis II-9
Bila pada bata tidak tercantum label kelas bata, maka kuat tekan dapat dicari
dengan melakukan tes tekan dengan metoda SII.0021-78 seperti pada gambar
berikut:
Gambar II-3 Benda uji dan test setup uji tekan unit bata
Dimana kuat tekan unit bata merah adalah:
)(MPaA
WPfm
.... (2.1)
P : Gaya tekan maksimum
W : Berat spesimen
A : Luas area pengaplikasian beban
Metoda tes ini juga digunakan pada Eurocode 6[12] untuk menentukan kuat tekan
unit bata.
2.2.1.2 Modulus elastisitas
Penentuan modulus elastisitas material bata merah dapat mengikuti prosedur
penentuan modulus elastisitas beton yaitu dengan menarik garis lurus dari 0
sampai 1/3 dari beban puncak pada kurva hubungan tegangan-regangan bata
merah. Gambar II-4 menampilkan kurva tegangan-regangan tipikal dan
penentuan modulus elastisitas material bata merah.
Tinjauan Pustaka
Thesis II-10
0
1
2
3
4
5
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035
Strain
Str
ess
(M
Pa)
f m
1/3 f m
Em
Gambar II-4 Kurva tegangan-regangan & modulus elastisitas unit bata
2.2.2 Karakteristik Material Mortar
Laporan Indonesian Earthquake Study[16] merekomendasikan pada pasangan
bata merah, mortar harus memiliki kuat tekan sebesar 3MPa dengan rasio
semen:pasir 1:6. Ketebalan mortar siar yang direkomendasikan adalah 8mm-
15mm. Sedangkan Eurocode 6[12] mensyaratkan minimum kuat tekan mortar
sebesar 5 MPa untuk unreinforced dan confined masonry.
UNDP dalam “Second Progres on Improved Brickwork”, 1978 menyimpulkan
bahwa semakin kecil perbedaan antara karakteristik material bata dengan
mortarnya, akan semakin baik pasangan tersebut. Hal ini dikarenakan tingkat
homogenitas pasangan tersebut semakin seragam.
2.2.3 Karakteristik Material Dinding Pasangan Bata Merah
Dinding pasangan bata merah terdiri dari unit bata dan mortar siar antar bata.
Properties kekuatan dinding pasangan bata merupakan gabungan kekuatan unit
bata dan kekuatan mortar siar.
2.2.3.1 Kuat Tekan
Kuat tekan dinding pasangan bata dapat diperoleh dari pengujian laboratorium
terhadap spesimen yang terdiri dari tiga tumpuk pasangan bata. Bila tidak
terdapat data hasil pengujian, kuat tekan dinding pasangan bata dapat dihitung
berdasarkan persamaan[12]:
)(' 25.065.0 MPaffKf cmmm .... (2.2)
dimana:
mf ' : kuat tekan pasangan dinding bata (MPa)
Tinjauan Pustaka
Thesis II-11
mf : kuat tekan unit bata (MPa), spesimen ukuran 10cmx10cmx10cm.
cmf : kuat tekan mortar (MPa), spesimen ukuran 5cmx5cmx5cm
K : konstanta, untuk dinding pasangan setengah bata secara umum,
diambil 0.6 MPa0.1
Kuat tekan mortar cmf tidak boleh diambil melebihi 20 MPa dan tidak lebih besar
dari dua kali kuat tekan unit bata ( mf2 )
2.2.3.2 Kuat Geser
Kuat geser dinding pasangan bata dapat diperoleh dari persamaan[12]:
)(4.00 MPaff dvkvk .... (2.3)
dimana:
vkf : kuat geser dinding pasangan bata (MPa)
0vkf : kuat geser lekatan bata mortar didapat dari pengujian triplet pasangan
bata pada tegangan tekan nol (MPa), seperti ditunjukan Gambar II-5
d : tegangan tekan tegak lurus bidang geser
Gambar II-5 Benda uji triplet dan test setup uji geser lekatan unit bata-mortar
Kuat geser lekatan antara bata mortar didapat berdasarkan:
)'(20 bxh
WPf u
vk
......(2.4)
Tinjauan Pustaka
Thesis II-12
dimana:
0vkf : kuat geser lekatan pasangan bata
Pu : beban uji maksimum
W : berat benda uji
b : lebar bidang kontak
h’ : tinggi bidang kontak
2.2.3.3 Modulus elastisitas
Modulus elastisitas dinding pasangan bata dapat ditentukan dari hasil pengujian
tekan pasangan bata. Bila tidak terdapat data hasil pengujian, modulus
elastisitas dinding pasangan bata dapat diambil sebesar 1000 mf ' , dan modulus
geser dinding pasangan bata dapat diambil sebesar 40% dari modulus
elastisitasnya[12].
2.3 POLA KERUNTUHAN STRUKTUR PORTAL DENGAN DINDING
PENGISI
Kekuatan lateral dinding pengisi terkekang sangat tergantung pada pola
keruntuhan yang terjadi[17]. Beberapa mekanisme kegagalan dan pola
keruntuhan yang umum terjadi pada portal beton bertulang dengan dinding
pengisi diidentifikasikan oleh peneliti-peneliti terdahulu pada subbab 2.1.
Dari berbagai kajian eksperimental yang telah dilakukan, Paulay dan Priestley
(1992) menggolongkan pola keruntuhan portal dengan dinding pengisi ke dalam
5 kategori berikut dan ditunjukkan dengan Gambar II-6:
1. Corner crushing (CC)
Terjadi keruntuhan dimulai dari daerah pojok portal. Pola keruntuhan ini
umumnya terjadi pada dinding bata yang dikelilingi portal balok kolom
yang kuat namun memiliki hubungan balok kolom lemah.
2. Sliding shear (SH)
Terjadi geser horizontal pada bed joint (interaksi mortar dengan bagian
bawah unit bata). Keruntuhan seperti ini terjadi akibat lemahnya
kekuatan mortar sedangkan portal sangat kuat.
Tinjauan Pustaka
Thesis II-13
3. Diagonal compression (DC)
Keruntuhan ditandai kerusakan area pada daerah tengah panel dinding.
Keruntuhan seperti ini diakibatkan oleh besarnya kelangsingan dinding
pengisi sehingga mengakibatkan tekuk keluar bidang (out of plane).
4. Diagonal cracking (DCR)
Keruntuhan ditandai dengan terbentuknya retak pada arah diagonal
struktur. Keruntuhan seperti ini terjadi pada portal yang memiliki
kekuatan yang cukup lemah dibanding dengan kekuatan dinding
pasangan.
5. Frame failure (FF)
Keruntuhan ditandai dengan terbentuknya sendi plastis pada sambungan
balok-kolom. Keruntuhan seperti terjadi pada dinding yang memiliki
kekuatan besar dengan portal yang memiliki kekuatan kekuatan kecil dan
hubungan balok-kolom yang lemah.
Gambar II-6 Pola keruntuhan portal dengan dinding pengisi (a) Corner crushing, (b) Sliding shear,
(c) Diagonal compression, (d) Diagonal cracking, (e) Frame failure
Pada banyak kajian eksperimen portal beton bertulang dengan dinding pengisi
terjadi kombinasi dari pola-pola keruntuhan di atas.
Tinjauan Pustaka
Thesis II-14
2.4 PARAMETER KINERJA DINDING BATA TERKEKANG BETON
BERTULANG
Dalam menahan beban lateral gempa, suatu struktur ditinjau dari beberapa
parameter yang menunjukkan baik buruknya kinerja struktur tersebut. Beberapa
parameter kinerja struktur dalam menahan beban gempa diantaranya: kapasitas
kekuatan puncak, daktilitas, energi disipasi dan degradasi kekakuan.
Pengujian struktur terhadap beban lateral siklik menghasilkan suatu kurva
histeretik perilaku struktur terhadap beban siklik. Kurva histeretik tipikal struktur
pada pengujian lateral siklik dapat dilihat pada Gambar II-7 berikut:
Gambar II-7 Tipikal kurva histeretik perilaku struktur terhadap beban siklik
Dari kurva histeretik dan envelope kurva histeritik dapat diketahui parameter-
parameter kinerja struktur terhadap beban lateral siklik.
2.4.1 Kapasitas Kekuatan Puncak
Kapasitas kekuatan puncak struktur diambil dari titik tertinggi dari envelope
kurva histeretik pada pembebanan dorong dan tarik.
Pada struktur dengan material unisotropic seperti dinding bata terkekang, sering
terjadi perbedaan perilaku histeretik antara pembebanan dorong dan tarik.
Perbedaan perilaku ini juga berpengaruh pada perbedaan kapasitas kekuatan
puncak struktur. Kapsitas kekuatan puncak struktur diambil nilai terkecil dari
pembebanan tarik atau dorong.
Tinjauan Pustaka
Thesis II-15
2.4.2 Daktilitas Struktur
Daktilitas struktur didefinisikan sebagai kemampuan struktur untuk mengalami
deformasi inelastik tanpa mengalami kehilangan kekakuan yang signifikan.
Secara umum daktilitas dinyatakan sebagai perbandingan antara perpindahan
ultimit dan perpindahan leleh. Berdasarkan FEMA 450 (2003) dan Tomazevic
(1999), perpindahan ultimit ditentukan dari perpindahan saat kekuatan puncak
telah turun sebesar 20% atau dengan kata lain struktur masih memiliki
kekuatan 80% kekuatan maksimum. Sedangkan untuk kuantifikasi perpindahan
leleh, beberapa metoda yang umum digunakan diantaranya perpindahan saat
leleh pertama tulangan portal (first yield), perpindahan saat leleh signifikan
tulangan portal (significant yield), dan perpindahan berdasarkan kesamaan
kapasitas penyerapan energi (equal energy absorbtion). Pada Gambar II-8
ditampilkan penentuan titik leleh dengan metoda equal energy absorbtion.
Gambar II-8 Penentuan perpindahan leleh dan perpindahan ultimit
Linierisasi terhadap kurva monotonik (envelope kurva histeretik) dilakukan
dalam penentuan daktilitas struktur dengan metoda equal energy absorbtion.
Daktilitas struktur ditentukan sebagai:
y
u
d
d .... (2.5)
Tinjauan Pustaka
Thesis II-16
2.4.3 Degradasi Kekakuan
Kekakuan benda uji dinding bata terkekang merupakan kontribusi kekakuan
dinding dan portal pengekang. Selama proses pembebanan, kerusakan-
kerusakan yang dialami oleh dinding maupun portal pengekang menyebabkan
penurunan kekakuan benda uji tiap siklus.
Kekakuan benda uji pada suatu siklus pembebanan didefinisikan sebagai
kemiringan garis yang menghubungkan titik puncak tarik dan puncak dorong
pada siklus tersebut atau lebih dikenal dengan kekakuan secant. Ilustrasi
perhitungan kekakuan secant benda uji ditampilkan pada Gambar II-9.
Gambar II-9 Kekakuan dan degradasi kekakuan
Degradasi kekakuan tiap siklus pembebanan didefinisikan sebagai berbandingan
antara kekakuan tiap siklus dengan kekakuan awal/ kekakuan awal (initial).
2.4.4 Energi Disipasi
Energi total yang diberikan kepada struktur pada suatu pembebanan disebut
energi input. Sebagian energi input yang diberikan pada struktur diserap
(didisipasi) oleh struktur melalui mekanisme kerusakan berupa keretakan
sruktur dan kelelehan tulangan.
Tinjauan Pustaka
Thesis II-17
Pada kurva histeretik, energi input diidentifikasikan sebagai luas daerah yang
dibatasi kurva tertutup histeresis beban-perpindahan. Identifikasi energi input
dan energi disipasi pada kurva histeretik ditunjukkan pada Gambar II-10.
Gambar II-10 Definisi energi input dan energi disipasi struktur
EI = EE + ED .... (2.6)
dimana:
EI : Energi input total
EE : Energi elastis
ED : Energi disipasi
2.5 LEVEL KINERJA DINDING BATA TERKEKANG BETON BERTULANG
Level kinerja struktur menggambarkan tingkat kerusakan yang terjadi pada
struktur bangunan saat memikul beban dalam hal ini beban gempa. FEMA-273
dan ATC-40 membagi level kinerja struktur bangunan menjadi tiga level utama
yaitu:
1. Immediate Occupancy (IO)
Pada level ini tidak terjadi simpangan permanen struktur, struktur pada
dasarnya tetap pada kekakuan dan kekuatan awal. Hanya terdapat
keretakan-keretakan kecil pada bangunan.
2. Life Savety (LS)
Pada level ini terjadi simpangan permanen skala kecil pada struktur, struktur
mengalami penurunan kekakuan dan kekuatan. Struktur mengalami
keretakan-keretakan pada dinding pemisah namun tidak terdapat bagian
elemen struktur bangunan yang berjatuhan. Bangunan dapat diperbaiki
dengan biaya ekonomis.
Tinjauan Pustaka
Thesis II-18
3. Collapse prevention (CP)
Pada level ini struktur masih memiliki sedikit kekakuan dan kekuatan sisa,
namun elemen struktur yang memikul beban vertikal masih mampu bekerja
sebagaimana seharusnya. Terjadi simpangan permanen yang besar. Mulai
terjadi keruntuhan bagian-bagian dinding pengisi, namun bangunan secara
umum masih berdiri.
Secara teknis level kinerja struktur ditentukan dengan pembagian daerah kinerja
pada kurva perpindahan-kapasitas beban lateral monotonik (idealisasi envelope
kurva histeretik) struktur seperti diilustrasikan pada Gambar II-11 berikut.
Gambar II-11 Pembagian level kinerja struktur pada envelope kurva histeretik
dimana batasan:
IO : deformasi saat kerusakan berupa keretakan besar mulai terlihat pada
eksperimen.
LS : 0.75 deformasi pada titik 2.
CP : 0.75 kali deformasi pada titik 3 namun tidak lebih besar dari deformasi
pada titik 2.
Level kinerja struktur ditentukan oleh daerah dimana tempat titik kinerja berada
pada kurva di atas. Untuk struktur satu lantai, titik kinerja ditentukan dari
perpotongan antara kurva kapasitas(envelope kurva histeretik) dan kurva
demand respon spektrum tereduksi faktor damping effektif yang telah dikonversi
dalam bentuk Acceleration-Displacement Response Spectra (ADRS)[5].
Iterasi kurva demand spektrum tereduksi faktor damping efektif dan penentuan
titik kinerja dilakukan mengikuti prosedur B dalam dokumen ATC-40.