15
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian yang berhubungan dengan financial disress ini telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Sehingga hasil penelitian itu dapat dijadikan sebagai landasan untuk penelitian. Adapun beberapa penelitian terdahulu terkait dengan financial distress. Penelitian yang dilakukan oleh Mastuti (2013) pada perusahaan plastik dan kemasan dengan data tahun 2010-2012 menunjukkan bahwa terhadap 5 sampel ini menunjukkan 1 perusahaan dinyatakan dalam estimasi kebangkrutan yaitu PT. Titan Kimia Nusantara Tbk. Kemudian 2 perusahaan diantaranya dalam kondisi rawan yaitu PT. Sekawan Intipratama Tbk dan PT. Trias Sentosa Tbk, dan 2 perusahaan lainnya yaitu PT. Yanaprima Hastapersada Tbk dan PT. Champion Pacific Indonesia Tbk dalam kondisi sehat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan terhadap 11 perusahaan plastik dan kemasannya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan yang terdapat indikasi-indikasi kebangkrutan maupun yang sehat perlu meningkatkan daya saing, baik dalam hal sumber daya manusia maupun kualitas produk yang dihasilkan dengan harga yang juga bersaing di pasar. Selain itu, perusahaan yang mengambil keputusan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KAJIAN PUSTAKA

1. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berhubungan dengan financial disress ini telah

dilakukan oleh peneliti terdahulu. Sehingga hasil penelitian itu dapat

dijadikan sebagai landasan untuk penelitian. Adapun beberapa penelitian

terdahulu terkait dengan financial distress.

Penelitian yang dilakukan oleh Mastuti (2013) pada perusahaan

plastik dan kemasan dengan data tahun 2010-2012 menunjukkan bahwa

terhadap 5 sampel ini menunjukkan 1 perusahaan dinyatakan dalam estimasi

kebangkrutan yaitu PT. Titan Kimia Nusantara Tbk. Kemudian 2 perusahaan

diantaranya dalam kondisi rawan yaitu PT. Sekawan Intipratama Tbk dan

PT. Trias Sentosa Tbk, dan 2 perusahaan lainnya yaitu PT. Yanaprima

Hastapersada Tbk dan PT. Champion Pacific Indonesia Tbk dalam kondisi

sehat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan

terhadap 11 perusahaan plastik dan kemasannya yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia.

Perusahaan yang terdapat indikasi-indikasi kebangkrutan maupun

yang sehat perlu meningkatkan daya saing, baik dalam hal sumber daya

manusia maupun kualitas produk yang dihasilkan dengan harga yang juga

bersaing di pasar. Selain itu, perusahaan yang mengambil keputusan dalam

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

10

pengelolaan keuangan untuk menjalankan usahanya perlu memperhatikan

likuiditas perusahaan, proporsi hutang dan efisiensi penggunaan modal kerja

dengan cara menyeimbangkan aset lancar dan hutang lancar, karena

merupakan faktor penting dalam menghasilkan modal kerja guna

menciptakan dan meningkatkan laba yang akan berdampak pada kenaikan

harga saham.

Penelitian yang dilakukan oleh Kneefel & Mandagie (2015),

penelitian ini dilakukan pada perusahaan Food & Beverages dengan data

tahun 2011-2013 menunjukkan bahwa perusahaan yang kemungkinan

terindikasi akan mengalami kebangkrutan seperti ADES,STTP. Perusahaan

yang kemungkinan terindikasi mengalami kebangkrutan dalam 2 tahun ke

depan yaitu AISA, INDF, MYOR, PSDN.

Perusahaan yang berdasarkan laporan keuangan perusahaan berada

pada kondisi aman dan sehat terhindar dari kebangkrutan yaitu DLTA,

MLBI, ALTO, SKBM. Perusahaan yang berada pada daerah abu-abu atau

grey area untuk terindikasi kebangkrutan, dimana perusahaan terdapat

kondisi keuangan di suatu bagian yang membutuhkan perhatian khusus

yaitu ULTJ. Perusahaan yang diestimasi terindikasi akan bangkrut

sebaiknya segera memperbaiki kinerja keuangannya seperti meningkatkan

penjualan, mempertahankan likuiditas, juga lebih memahami permintaan

pasar saat ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Sago & Merkusiwati (2015) bahwa

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

11

Efek Indonesia tahun 2011-2013 dengan menggunakan metode Altman Z-

score modifikasi. Perbankan yang diteliti berjumlah 11 bank yang

melakukan merger dan akuisisi. Disimpulkan bahwa semua bank yang

diteliti dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 menghasilkan nilai Z-

Score lebih besar dari 2,60 atau dengan kata lain 11 bank tersebut tidak

terindikasi adanya gejala kebangkrutan bahkan sebaliknya semua bank yang

diteliti diprediksi tidak akan mengalami kebangkrutan dalam jangka waktu

1 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Prihatin & Saur (2019) bahwa

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan perdagangan ritel dengan data

tahun 2014-2017 menunjukkan bahwa analisis altman Z-Score menjelaskan

secara konsisten bahwa 3 perusahaan yang mengalami kondisi kesulitan

keuangan dan 4 perusahaan yang dalam area abu-abu.

Tinjauan Teori

1. Financial Distress

a. Definisi Financial Distress

Financial distress adalah suatu keadaan ketika sebuah perusahaan

lebih banyak hutang dari pada ukuran perusahaannya, profitabilitas serta

komposisi asset yang dapat dipertahankan. Dimana perusahaan dalam

keadaan yang tidak baik atau krisis. Financial distress ini terjadi sebelum

kebangkrutan dan saat perusahaan mengalami kerugian selama beberapa

tahun. Financial distress adalah sustu kondisi perusahaan yang

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

12

mengalami kesulitan keuangan dan terancam untuk bangkrut (Sjahrial,

2014:272).

Financial distress pun tentu membawa perusahaan guna

meninggalkan suatu konrak, dan hal ini mungkin melibatkan

restrukturisasi financial disress diantara perusahaan, bagi para investor

ekuitasnya dan para kreditor, hal ini biasaya suatu perusahaan dipaksa

untuk mengambil sebuah tindakan yang mana ia tidak akan ambil apabila

ia telah mempunyai aliran kas yang cukup (Sjahrial, 2014:584).

Informasi financial distress bisa bermanfaat bagi beberapa pihak

seperti berikut ini (Rudianto, 2013:253) :

1) Pemberi Pinjaman (Seperti Pihak Bank)

Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk mengambil

keputusan bagi pihak-pihak yang akan memberi pinjaman, dan

kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor pinjaman yang

ada.

2) Investor

Informasi kebangkrutan perusahaan bisa bermanfaat bagi sebuah

badan usaha yang berposisi sebagai investor perusahaan lain.

Apabila perusahaan investor berniat membeli saham atau obligasi

yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan yang teah dideteksi

kemungkinan bangkrutnya, maka perusahaan calon investor itu

dapat memutuskan membeli atau tidak surat berharga yang

dikeluarkan perusahaan tersebut.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

13

3) Pihak Pemerintah

Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintahan mempunyai

tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut (misal

sektor perbankan). Selain itu pemerintah juga mempunyai

kepentingan untuk melihat tanda- tanda kebangkrutan lebih awal

supaya tindakan-tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal.

4) Akuntan

Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi

kelangsungan suatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan

going concern suatu perusahaan.

5) Manajemen

Kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang berkaitan

dengan kebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Suatu penelitian

menunjukkanbiaya kebangkrutan bisa mencapai 11-17% dari nilai

perusahaan. Apabila manajemen bisa mendeteksi kebangkrutan ini

lebih awal, maka tindakan- tindakan penghematan bisa dilakukan,

misal dengan melakukan merger atau restrukturisasi keuangan

sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari.

Financial distress digolongkan kedalam empat kategori Menurut

Altman (1968) yaitu:

1) Economic failure

Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana

perusahaan tidak dapat menutup total biaya termasuk biaya modal atau cost

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

14

of capital, sebagai akibat dari kondisi perekonomian yang tidak stabil.

Perusahaan dapat meneruskan operasinya sepanjang kreditur berkeinginan

untuk menyediakan tambahan modal dan pemiliknya berkenan menerima

tingkat pengembalian (rate of return) dibawah tingkat uang pasar. Meskipun

tidak ada suntikan modal baru saat aset tua sudah harus diganti, perusahaan

dapat juga menjadi sehat secara ekonomi.

2) Business failure

Business failure atau kegagalan bisnis adalah bisnis yang

menghentikan operasi karena ketidakmampuannya untuk menghasilkan

keuntungan atau kreditur. Disebabkan oleh kegagalan manajemen

perusahaan (faktor internal). Sebuah bisnis yang menguntungkan dapat

gagal jika tidak menghasilkan arus kas yang cukup untuk pengeluaran.

3) Insolvency

Insolvency terbagi menjadi dua, yaitu technical insolvency dan insolvency

inbankruptcy.

a) Technical insolvency atau insolvesi teknis, terjadi apabila perusahaan

tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo walaupun total

aktivanya sudah melebihi total hutangnya. Technical insolvency bersifat

sementara, jika diberikan waktu perusahaan mungkin dapat membayar

hutangnya dan terhindar dari kemungkinan terjadinya financial distress.

Technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi, maka

kemungkinan selanjutnya dapat terjadi bencana keuangan atau financial

distress.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

15

b) Insolvency in bankruptcy

Kondisi insolvency in bankruptcy lebih serius dibandingkan dengan

technical insolvency. Perusahaan dikatakan mengalami insolvency in

bankruptcy jika nilai buku hutang melebihi nilai pasar aset yang dapat

mengarah kepada likuiditas bisnis.

4) Legal bankruptcy

Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah dianjurkan

tuntutan secara resmi oleh undang-undang.

b. Faktor penyebab terjadinya financial distress

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya financial distress pada

perusahaan menurut Jauch dan Glueck dalam Peter dan Yoseph (2011) adalah

sebagai berikut:

1) Faktor Umum

a) Sektor Ekonomi

Faktor-faktor penyebab financial distress dari sektor ekonomi adalah

gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan

keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam

hubungannya dengan uang asing serta neraca pembayaran, surplus atau

defisit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri.

b) Sektor Sosial

Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap financial distress cenderung

pada perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan

terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan berhubungan dengan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

16

karyawan. Faktor sosial yang lain yaitu kerusuhan atau kekacauan yang

terjadi di masyarakat.

c) Teknologi

Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang

ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan dan

implementasi. Pembengkakan terjadi, jika penggunaan teknologi

informasi tersebut kurang terencana oleh pihak manajemen, sistemnya

tidak terpadu dan para manajer pengguna kurang profesional.

d) Sektor Pemerintah

Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintah

terhadap pencabutan subtansi pada perusahaan dan industri, pengenaan

tarif ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru

bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.

Financial distress dapat disebabkan oleh faktor internal maupun faktor

eksternal (Hery, 2014:35). Faktor penyebab financial distress antara lain:

1) Faktor Internal

Faktor Internal merupakan faktor yang timbul dari dalam perusahaan, yang

biasanya bersifat mikro. Faktor internal tersebut adalah:

a) Kredit yang diberikan kepada pelanggan terlalu besar.

Kebijakan perusahaan yang dimaksudkan untuk meningkatkan volume

penjualan adalah dengan melakukan penjualan kredit, baik melalui

saluran distribusi maupun langsung kepada pelanggan dengan

persyaratan mudah. Dalam jangka pendek, likuiditas akan terganggu

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

17

karena tingginya investasi pada piutang yang bisa berdampak kurang

baik terhadap tujuan jangka panjang perusahaan.

b) Lemahnya kualifikasi sumber daya manusia

Lemahnya kualifikasi sumber daya manusia dalam hal keterampilan,

keahlian, pengalaman, responsif, dan inisiatif dapat menghambat

tercapainya tujuan perusahaan. Terlebih jika fungsi pengendalian

manajemen lemah, maka akan mempercepat proses kesulitan keuangan.

c) Kekurangan modal kerja

Hasil penjualan yang tidak memadai atau tidak dapat menutup harga

pokok penjualan dan beban operasional, secara terus- menerus akan

menyebabkan kekurangan modal kerja dan lebih lanjut mengarah pada

kebangkrutan.

d) Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan

Rendahnya kualitas individu dari pelaku di perusahaan dan kurangnya

pengawasan yang baik memudahkan terjadinya penyalahgunaan

wewenang dan timbulnya kecurangan-kecurangan sehingga

menimbulkan suasana kerja yang tidak sehat dan dapat mempengaruhi

kinerja perusahaan.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal penyebab financial distress merupakan faktor yang

timbul dari luar perusahaan yang biasanya bersifat makro. Faktor eksternal

dapat berupa:

a) Persaingan bisnis yang ketat

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

18

b) Berkurangnya permintaan terhadap produk atau jasa yang dihasilkan

c) Turunnya harga jual secara terus-menerus

d) Kecelakaan atau bencana alam yang menimpa dan merugikan perusahaan

sehingga mempengaruhi jalannya aktivitas perusahaan.

c. Model pengukuran dalam memprediksi kebangkrutan (financial

distress).

Berikut adalah beberapa model pengukuran dalam memprediksi

kebangkrutan, diantaranya sebagai berikut:

1) Altman’s Z - Score (1968)

Metode ini salah satu dari metode yang dapat digunakan dalam

memprediksi kebangkrutan disuatu perusahaan. Model Altman Z-Score

dikeluarkan oleh Edward Altman pada tahun 1968, yang kemudian

berkembang menjadi model untuk memprediksi yang paling banyak

digunakan hingga saat ini. Model ini merupakan model statistikal yang

mengkombinasikan lima rasio keuangan untuk menghasilkan Z-Score.

Model ini telah terbukti menjadi instrumen untuk memprediksi

kebangkrutan berbagai perusahaan (Anjum,2012). Altman melakukan

pengembangan model sebelumnya pada tahun 1983 untuk digunakan

pada perusahaan pribadi. Model Z-Score ini nilai pasar modal perusahaan

pada X4 digantikan dengan nilai buku. Altman kembali melakukan

pengembangan modelnya pada tahun 1993. Model ini digunakan untuk

memprediksi kebangkrutan pada perusahaan selain perusahaan

manufaktur (Anjum, 2012). Model ini dikembangkan menjadi:

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

19

Z = 6.56X1 + 3.26X2 + 6.72X3 + 1.05X4

Dengan keterangan sebagai berikut:

Z = over all index

X1 = Rasio modal kerja terhadap total aktiva

X2 = Rasio laba ditahan terhadap total aktiva

X3 = Rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aktiva

X4 = Rasio nilai buku modal terhadap total hutang

Indikator yang digunakan pun diubah menjadi:

1) Jika Z-Score > 2,60 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat

sehat.

2) Jika 1,10 < Z-Score < 2,60 dikategorikan sebagai perusahaan dalam

keadaan abu-abu dimana perusahaan memiliki masalah keuangan

yang kemungkinan untuk selamat dan bangkrutnya sama besar.

3) Jika Z-Score < 1,10 dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki

resiko besar untuk bangkrut.

2) Springate’s Model

Model ini mengikuti prosedur model Altman yang dibangun di Amerika

Serikat. Springate mengunakan step-wise multiple discriminate analysis

untuk memilih 4 rasio terbaik dari 19 rasio keuangan yang paling sering

digunakan. 4 rasio ini merupakan rasio terbaik yang akan membedakan antara

perusahaan gagal dan tidak gagal. Bentuk model Springate sebagai berikut:

Z = 1.03A + 3.07B + 0.66C + 0.4D.

Z < 0.862; perusahaan diklasifikasikan gagal

A = Working Capital/Total Assets

B = Net Profit before Interest and Taxes/Total Assets

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

20

C = Net Profit before Taxes/Current Liabilities

D = Sales/Total Assets

Model ini memiliki tingkat keakuratan 92,5%, menggunakan sampel 40

perusahaan yang diuji dengan model Springate. Botheras (1979) menguji

model Springate dengan menggunakan sampel 50 perusahaan rata-rata nilai

aktiva $2.5 juta dan mendapatkan keakuratan 88%. Sands (1980) menguji

model Springate pada 24 perusahaan dengan rata-rata nilai aktiva $63.4 juta

dan mendapatkan tingkat akurasi 83,3%.

3) Zmijewski

Metode kebangkrutan Zmijewski rasio keuangan yang dipilih adalah

rasio-rasio keuangan terdahulu dan diambil sampel sebanyak 75 perusahaan

yan bangkrut, serta 73 perusahaan yang sehat selama tahun 1972 sampai

dengan 1978, indikator F-test terhadap rasio-rasio kelompok rate of

return,liquidity, leverage, turnover, fixed payment coverage, trends, firm

size, dan stockreturn volatility, menunjukan adanya perbedaan yang

signifikan antara perusahaan yang sehat dan yang tidak sehat. Kriteria

penilaian metodeZmijewski jika Z<0,5 maka perusahaan dinyatakan sehat.

Rumus yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut (Yoseph, 2011)

Z = -4,3 – 4,5 X1 + 5,7 X2 + 0,004 X3

Dimana :

X1 = Laba Setelah Pajak Terhadap Total Aktiva

X2 = Total Hutang Terhadap Total Aktiva

X3 = Aktiva Lancar Terhadap Kewajiban Lancar

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

21

B. Kerangka Pikir

Sub sektor perdagangan eceran ini merupakan perusahaan yang mengalami

pertumbuhan secera terus menerus. Meningkatnya perdagangan eceran ini

menimbulkan persaingan antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya.

Perusahaan yang tidak dapat bersaing serta meningkatkan kinerja perusahaan

maka lambat laun akan tergeser bahkan bisa saja tidak dapat beroperasi kembali

dan akan mengalami kesulitan keuangan yang mana akan menyebabkan

kebangkrutan. kesulitan keuangan (financial distress) pada perusahaan bisa

diukur serta dilihat pada laporan keuangan masing-masing perusahaan.

Laporan keuangan perusahaan digunakan untuk menggambarkan ataupun

menilai kondisi keuangan yang ada pada perusahaan. Akan tetapi setelah

mengetahui kondisi keuangan perusahaan ini melalui laporan keuangan maka

selanjutnya adalah menganalisis laporan keuangan. Laporan keuangan yang

telah dianalisis ini bisa dijadikan sebagai bahan pengambilan keputusan bagi

pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut.

Teknis analisis yang digunakan didalam analisis laporan keuangan

perusahaan yaitu analisis rasio keuangan. Analisis rasio keuangan adalah suatu

kegiatan yang membanding-bandingkan angka-angka yang terdapat didalam

laporan keuangan kemudian dengan cara membagi angka yang satu dengan

angka yang lain kasmir (2016:104). Alat analisis ini menggunakan rasio

keuangan untuk menprediksi potensi kebangkrutan pada suatu perusahaan yaitu

dengan alat analisis model Altman Z-Score. Model ini menggunakan 4 rasio

yang dikombinasikan guna melihat kemungkianan yang akan terjadi dalam suatu

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

22

perusahaan tersebut apakah berpotensi bangkrut. Adapun dari ke 4 rasio tersebut

lalu dimasukkan ke dalam model altman yaitu :

𝑍 = 6.56X1 + 3.26X2 + 6.72X3 + 1.05X4

Interprestasi nilai Z-Score ini yaitu perusahaan yang memiliki skor Z >2,60

maka dapat disebut sebagai perusahaan yang dalam kondisi sehat (zona aman)

yaitu perusahaan yang dalam kondisi sehat sehingga kemungkinana mengalami

kebangkrutan sangatlah kecil. Perusahaan yang memiliki skor Z < 2,60 maka

dapat disebut sebagai perusahaan yang berada dalam kondisi sehat, dimana

dalam kondisi ini perusahaan dalam kesulitan keuangan namun kemungkinan

bisa terselamatkan dan kemungkinan bangkrut sama besarnya hal ini tergantung

dari keputusan yang diambil oleh manajemen perusahaan.

Perusahaan yang memiliki skor Z < 1,10 dapat disebut sebagai perusahaan

yang berpotensi bangkrut, hal ini dikarenakan perusahaan yang memiliki

kesulitan keuangan berisiko tinggi sehingga berpotensi bangkrut. Berdasarkan

uraian diatas maka peneliti menyimpulkan kerangka pikir penelitian ini dapat

dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut:

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan

23

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Laporan Keuangan

Perusahaan

Rasio Keuangan Model Altman

Altman Z Score

𝑍 = 6.56X1 + 3.26X2 + 6.72X3 + 1.05X4

Z-Score < 1,10 1,10 < Z-Score < 2,60 Z-Score > 2,60

Berpotensi bangkrut Rawan bangkrut (Abu-

abu) Tidak bangkrut (aman)

Rasio Modal

Kerja Terhadap

Total Aktiva

(X1)

Rasio Laba

ditahan

Terhadap Total

Aktiva (X2)

Rasio laba

sebelum bunga

dan pajak terhadap

total aktiva (X3)

Rasio nilai buku

modal terhadap

total hutang

(X4)