20
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktifitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap (Winkel, 1999:53 dalam Purwanto, 2011:38). Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetapkan dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman. Proses belajar merupakan proses yang unik dan kompleks. Keunikan itu disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada invidu yang belajar, tidak pada orang lain, dan setiap individu menampilkan perilaku belajar yang berbeda. Perbedaan penampilan itu disebabkan karena setiap individu memiliki karakteristik individualnya yang khas, seperti minat intelegensi, perhatian, bakat dan sebagainya. Setiap manusia mempunyai cara yang khas untuk mengusahakan proses belajar yang terjadi dalam dirinya. Individu yang berbeda dapat melakukan proses belajar dengan kemampuan yang berbeda dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Begitu pula sebaliknya. Pada umumnya tujuan pendidikan dapat dimasukan ke dalam salah satu dari tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor (Subino, 1987: 17 dalam Purwanto, 2011:43). Belajar dimaksudkan untuk menimbulkan perubahan perilaku yaitu perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Perubahan dalam aspek itu menjadi hasil dari proses belajar. Perubahan perilaku hasil belajar itu merupakan perubahan perilaku yang relevan dengan tujuan pengajaran. Oleh karenanya, hasil belajar dapat berupa perubahan dalam kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, tergantung dari tujuan pengajarannya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

  • Upload
    vokien

  • View
    229

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hasil Belajar

Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan

lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah

aktifitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan

yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan

sikap (Winkel, 1999:53 dalam Purwanto, 2011:38). Perubahan itu diperoleh

melalui usaha (bukan karena kematangan), menetapkan dalam waktu yang relatif

lama dan merupakan hasil pengalaman.

Proses belajar merupakan proses yang unik dan kompleks. Keunikan itu

disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada invidu yang belajar, tidak pada

orang lain, dan setiap individu menampilkan perilaku belajar yang berbeda.

Perbedaan penampilan itu disebabkan karena setiap individu memiliki

karakteristik individualnya yang khas, seperti minat intelegensi, perhatian, bakat

dan sebagainya. Setiap manusia mempunyai cara yang khas untuk mengusahakan

proses belajar yang terjadi dalam dirinya. Individu yang berbeda dapat melakukan

proses belajar dengan kemampuan yang berbeda dalam aspek kognitif, afektif,

dan psikomotor. Begitu pula sebaliknya.

Pada umumnya tujuan pendidikan dapat dimasukan ke dalam salah satu

dari tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor (Subino, 1987: 17 dalam

Purwanto, 2011:43). Belajar dimaksudkan untuk menimbulkan perubahan

perilaku yaitu perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Perubahan dalam aspek itu menjadi hasil dari proses belajar. Perubahan perilaku

hasil belajar itu merupakan perubahan perilaku yang relevan dengan tujuan

pengajaran. Oleh karenanya, hasil belajar dapat berupa perubahan dalam

kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, tergantung dari tujuan

pengajarannya.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

7

Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui

seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Untuk

mengaktualisasikan hasil belajar tersebut diperlukan serangkaian pengukuran

menggunakan alat evaluasi yang baik dan memenuhi syarat. Pengukuran demikian

dimungkinkan karena pengukuran adalah kegiatan ilmiah yang dapat diterapkan

diberbagai bidang termasuk pendidikan

Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang

membentuk yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada

suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang

mengakibatnya berubahnya input secara fungsional. Hasil produksi adalah

perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan mengubah bahan (raw

materials) menjadi barang jadi (finishied goods). Hal sama berlaku untuk

memberikan batasan bagi istilah hasil panen, hasil penjualan, hasil pembangunan,

termasuk hasil belajar. Dalam siklus input-proses-hasil, hasil dapat dengan jelas

dibedakan dengan input akibat perubahan oleh proses. Begitu pula dalam kegiatan

belajar mengajar, setelah mengalami belajar siswa berubah perilakunya

disebanding sebelumnya.

Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan pada individu

yang belajar. Perubahan perilaku merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar.

Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap

dan tingkah lakunya (Winkel, 1996: 51 dalam Purwanto, 2011: 45).

Dalam sumber yang lain hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan

yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004: 22).

Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga

macam hasil belajar mengajar yakni: (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2).

Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004: 22)

Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh

dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan

faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah

sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau pikiran yang

mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

8

kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak

pada diri individu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan

kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak

pada diri indvidu perubahan tingkah laku secara kuantitatif. Penilaian Hasil

Belajar

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19, Tahun 2005 (PP No. 19/ 2005),

penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas;

2.1.1.1 Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan

untuk memantau proses, kemajuan, perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian,

ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.

Penilaian oleh pendidik ini digunakan untuk (1) menilai pencapaian kompetensi

peserta didik, (2) bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan (3)

memperbaiki proses pembelajaran.

Sudjana (2011: 23) dalam penelitian ini yang akan diukur adalah hasil

belajar ranah kognitif, yang termasuk dalam ranah kognitif adalah sebagai berikut:

a. Tipe hasil belajar: Pengetahuan

Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge

dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat

sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual di samping

pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah,

pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota. Dilihat dari segi

proses belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dapat

dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep

lainnya.

b. Tipe hasil belajar: Pemahaman

Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah

pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susuanan kalimatnya sesuatu yang

dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

9

menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom,

kemampuan memahami setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan. Namun,

tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat

memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.

Pemamahan dibagi dalam tiga kategori, antara lain sebagai berikut:

Tingkat terendah: pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam

arti yang sebenarnya. Misalnya memahami perubahan yang terjadi di alam.

Tingkat kedua: pemahaman penafsiran yakni menghubungkan bagian-

bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan

beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan

yang bukan pokok. Misalnya mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan

manusia yang dapat mempengaruhinya

Tingkat tertinggi: pemahaman ekstrapolasi (perluasan data di luar data yg

tersedia, tetapi tetap mengikuti pola kecenderungan data yang tersedia itu).

Diharapkan seorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan

tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi.

c. Tipe hasil belajar: Aplikasi

Penggunaan abstraksi dalam situasi kongkret atau situasi khusus.

Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori atau petunjuk teknis. Menerapkan

abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya

pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan.

Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila tetap terjadi proses

pemecahan masalah. Misalnya dapat menjelaskan suatu gejala baru berdasarkan

prinsip dan generalisasi tertentu. Bentuk yang banyak dipakai adalah melihat

hubungan sebab-akibat. Bentuk lain ialah dapat menanyakan tentang proses

terjadinya atau kondisi yang mungkin berperan bagi terjadinya gejala.

d. Tipe hasil belajar: Analisis

Usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian

sehingga jelas susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

10

memanfaatkan dari ketiga tipe sebelumnya. Dengan analasis diharapkan seseorang

mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahkan integritas

menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu, untuk beberapa hal memahami

prosesnya, untuk hal lain memahami cara bekerjanya, untuk hal lain lagi

memahami sistematikanya. Misalnya dapat mengklasifikasikan kata-kata, frase-

frase, atau pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan kriteria analitik tertentu.

e. Tipe hasil belajar: Sintesis

Penyatuan usur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh

disebut sintesis.

Berpikir berdasarkan pengetahuan hafalan, berpikir pemahaman, berpikir

aplikasi, dan berpikir analisis dapat dipandang sebagai konvergen yang satu

tingkat lebih rendah daripada berpikir divergen. Dalam berpikir konvergen,

pemecahan dan jawabannya akan sudah diketahui berdasarkan yang sudah

dikenalnya.

Berpikir sintesis adalah berpikir divergen. Dalam berpikir divergen

pemecahannya atau jawabannya belum dapat dipastikan. Mensintesiskan unit-unit

tersebar tidak sama dengan mengumpulkan ke dalam satu kelompok besar.

Mengartikan analisis sebagai memecah integritas menjadi bagian-bagian dan

sintesis sebagai menyatukan unsur-unsur menjadi integritas perlu secara hati-hati

dan penuh telaah. Berpikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk

menjadikan orang lebih kreatif.

f. Tipe hasil belajar: Evaluasi

Pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi

tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materiil,dll. Dilihat dari segi

tersebut maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu.

Dalam tes esai, standar atau kriteria tersebut muncul dalam bentuk frase “menurut

pendapat Saudara” atau “ menurut teori tertentu”. Frase yang pertama sukar diuji

mutunya, setidak-tidaknya sukar diperbandingkan atau lingkupan variasi

kriterianya sangat luas. Frase yang kedua lebih jelas standarnya. Untuk

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

11

mempermudah mengetahui tingkat kemampuan evaluasi seseorang, item tesnya

hendaklah menyebutkan kriterianya secara eksplisit.

2.1.1.2 Pengukuran Hasil Belajar

a. Instrumen Pengukuran Hasil Belajar

Instrumen pengukuran dalam dunia pendidikan meliputi tes, lembar

observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket (Naniek Sulistya Wardani,

dkk, 2009).

b. Tes Sebagai Instrumen Pengukuran Hasil Belajar

1) Pengertian Tes

Tes dapat diartikan sebagai sebuah permasalah yang harus dipecahkan atau

pertanyaan yang harus dijawab. Tes diberikan untuk mengetahui indikator

pencapaian kompetensi. Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat

lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia,

kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Endang

Poerwanti, dkk. 2008).

2) Jenis-jenis Tes

Menurut (Endang Poerwanti, dkk 2008), bila kita membahas jenis-jenis

tes, Anda akan dapat mencermati dalam lima jenis atau cara pembagian yaitu:

a. Pembagian jenis tes berdasarkan tujuan penyelenggaraan

Terdiri dari: tes seleksi, tes penempatan, tes hasil belajar, tes diagnostik, dan

tes uji coba.

b. Jenis tes berdasarkan waktu penyelenggaraan

Terdiri dari: tes masuk, tes formatif, tes sumatif, pra tes dan post tes

c. Pembagian jenis tes berdasarkan cara mengerjakan

Terdiri dari : tes tertulis, tes lisan dan tes unjuk kerja

d. Pembagian jenis tes berdasarkan cara penyusunan.

Terdiri dari: tes buatan guru dan tes terstandar

e. Pembagian jenis tes berdasarkan bentuk jawaban

Terdiri dari: tes esai, tes jawaban pendek dan tes obyektif.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

12

3) Langkah-Langkah Menyusun Tes

Menurut (Endang Poerwanti, dkk. 2008) langkah-langkah menyusun tes

yaitu:

a. Perencanaan tes

1. Menentukan cakupan materi yang akan diukur

2. Memilih bentuk tes

3. Menetapkan panjang tes

b. Menulis bulir pertanyaan

1. Menulis draft soal

2. Memantapkan validitas isi (content validity)

3. Melakukan uji-coba (try out)

4. Revisi soal

c. Melakukan pengukuran dengan tes

1. Menjaga obyektifitas pelaksanaan

2. Memberikan skor pada hasil tes

3. Melakukan analisis hasil tes

4) Langkah-Langkah Menyusun Kisi-Kisi Soal

Menurut (Naniek Sulistya Wardani, dkk. 2009) langkah-langkah untuk

menyusun kisi-kisi soal yaitu:

a. Pemilihan sampel materi

Pemilihan sampel atau contoh materi yang akan ditulis butir soalnya

hendaknya dilakukan dengan mengacu pada tujuan pembelajaran atau kompetensi

yang ingin dicapai.

b. Jenis asesmen yang digunakan

Pemilihan jenis asesmen berhubungan erat dengan jumlah sampel materi

yang dapat diukur, tingkat kognitif yang akan diukur, jumlah peserta tes serta

jumlah butir tes yang akan dibuat, dan juga sangat terkait dengan tujuan

pembelajaran yang akan diukur.

c. Jenjang kemampuan berpikir yang ingin dicapai

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

13

Setiap kompetensi mempunyai mempunyai penekanan kemampuan yang

berbeda dalam mengembangkan proses berpikir peserta didik. Indikator perilaku

dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang dikehendaki.

Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru harus memperhatikan materi

yang akan diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi dasar dan standar

kompetensi.

d. Sebaran tingkat kesukaran butir soal

Dalam menentukan sebaran tingkat kesukaran butir soal dalam soal tes,

harus memperhatikan interprestasi hasil tes mana yang akan dipergunakan,

interprestasi hasil tes lebih kepada ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan

dalam pembelajaran.

e. Waktu yang disediakan untuk pelaksanaan tes

Lamanya waktu tes merupakan faktor pembatas yang harus diperhatikan

dalam membuat perencanaan tes. Lamanya waktu tes (misalnya 90 menit) akan

membawa konsekuensi kepada jumlah butir soal yang harus dibuat.

f. Penentuan jumlah butir soal

Penetuan jumlah butir soal yang tepat dalam satu kali tes tergantung pada

beberapa hal, antara lain tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, ragam soal yang

akan digunakan, proses berpikir yang ingin diukur, dan sebaran tingkat kesukaran

dalam tes tersebut.

2.1.2 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

2.1.2.1. Latar Belakang Pembelajaran IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-

prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA

diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri

sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam

menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya

menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

14

kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu

peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang

alam sekitar.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.

Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk

terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran

Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada

pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan

konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific

inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah

serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh

karena itu pembelajaran IPA di SD/ MI menekankan pada pemberian pengalaman

belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan

proses dan sikap ilmiah.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/ MI

merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta

didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan

pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik

untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang

difasilitasi oleh guru.(Permendiknas:2006)

2.1.2.2 Tujuan

Mata Pelajaran IPA di SD/ MI bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut.

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

15

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,

teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga

dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/ MTs.(Permendiknas:2006)

2.1.2.3 Ruang Lingkup

Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/ MI meliputi aspek-aspek berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan

dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda/ materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda

langit lainnya.(Permendiknas:2006)

2.1.2.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Pencapaian tujuan IPA dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang

standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam

Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minium yang

secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan

kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada

pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

16

pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk

mata pelajaran IPA yang diitujukan bagi bagi siswa kelas V SD disajikan melalui

tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1

SK dan KD mata pelajaran IPA kelas V semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Energi dan

Perubahannya

5. Memahami hubungan

antara gaya, gerak, dan

energi, serta

fungsinya.

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan

energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek,

gaya magnet).

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat

pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat.

6. Menerapkan sifat-sifat

cahaya melalui

kegiatan membuat

suatu karya/ model.

6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.

6.2 Membuat suatu karya/ model, misalnya periskop atau

lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-

sifat cahaya.

Bumi dan Alam Semesta

7. Memahami perubahan

yang terjadi di alam

dan hubungannya

dengan penggunaan

sumber daya alam.

7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena

pelapukan.

7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah.

7.3 Mendeskripsikan struktur bumi.

7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia

yang dapat mempengaruhinya.

7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air.

7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di

Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan

lingkungan.

7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang dapat

mengubah permukaan bumi (pertanian, perkotaan, dsb).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

17

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif

2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran koopertif berasal dari kata “cooperatif” yang artinya

mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama

lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Menurut Trianto (2007:41)

pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dimana di dalam kelas

kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri

dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin,

suku/ ras, dan satu sama lainnya saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok

tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat

terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar.

Roger dan David Johnson dalam Lie (2004:30) mengatakan bahwa tidak

semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil

yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan

yang meliputi:

1. Saling ketergantungan positif (positve interdependence)

Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya.

Untuk menyiapkan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas

sedemikian rupa sehingga, setiap anggota kelompok harus menyelesaikan

tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dalam metode

Jigsaw, Aronson menyarankan jumlah anggota kelompok dibatasi sampai dengan

empat (4) orang saja dan keempat anggota ini ditugaskan untuk membaca bagian

yang berlainan. Keempat anggota ini lalu berkumpul dan bertukar informasi.

Selanjutnya, guru akan mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian. Dengan

cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggungjawab untuk

menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil.

Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat

nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari “sumbangan”

setiap anggota. Untuk menjaga keadilan, setiap anggota menyumbangkan poin

diatas nilai rata-rata mereka.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

18

2. Tatap Muka (face to face interaction)

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan

berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para siswa untuk membentuk

sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa anggota

akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu orang saja. Lebih jauh lagi,

hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah masing-masing anggota.

Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan

kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok

mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga dan sosial-ekonomi yang

berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama

adalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok. Sinergi tidak bisa

didapatkan begitu saja dalam sekejap tapi, merupakan proses kelompok yang

cukup panjang.

3. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability)

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas

dan pola pembinaan dibuat menurut prosedur model pembelajaran cooperative

learning, setiap siswa akan merasa tanggungjawab untuk melakukan yang terbaik.

Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam

penyusunan tugas.

4. Komunikasi antar anggota

Unsur ini menghendaki agar para siswa dibekali dengan berbagai

keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, guru

perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai

keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga

bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan

kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat.

Ada kalanya siswa perlu diberitahu secara eksplisit mengenai cara-cara

berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana cara menyanggah pendapat orang

lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut. Masih banyak orang yang

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

19

mash kurang sensitif dan kurang bijaksanaan dalam menyatakan pendapat mereka.

Tidak ada salahnya mengajar siswa beberapa ungkapan positif atau sanggahan

dalam ungkapan yang lebih halus.

Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses

panjang. Pembelajaran tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang

andal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat

bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan

pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

5. Evaluasi proses kelompok (group processing)

Pengajaran perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk

mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya

bisa bekerjasama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan

setiap kali ada kerja kelompok, melainkan diadakan selang beberapa waktu

setelah beberapa kali pembelajaran terlibat dalam kegiatan pembelajaran

cooperatif learning. Format evaluasi bisa bermacam-macam tergantung pada

tingkat pendidikan siswa. Berikut ini contof format evaluasi proses kelompok

untuk tingkat dasar.

2.1.3.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Dalam Trianto (2007:42) Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah

kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaboratif

untuk mencapai tujuan bersama (Eggen and Kauchak, 1996:279). Pembelajaran

koopertif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa,

memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat

keputusan dalam kelompok, serta memberikan kepada siswa untuk berinteraksi

dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.

2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS)

Dalam Trianto (61:2011) Strategi think-pair-share atau berpikir

berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

20

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi think-pair-share ini

berkembanng dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali

dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di Universitas Maryland sesuai

yang dikutip Arends (1997), menyatakan bahwa think-pair-share merupakan

suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan

asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk

mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan pada

think-pair-share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk

merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi

penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda

tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa

yang telah dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan think-pair-share

untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan. Guru menggunakan

langkah-langkah (fase) sebagai berikut:

a. Langkah 1: Berpikir (Thinking)

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan

dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit

untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan

penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian dari berpikir.

b. Langkah 2: Berpasangan (Pairing)

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan

mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu

yang telah disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan

yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus

yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4

atau 5 menit untuk berpasangan.

c. Langkah 3: Berbagi (Sharing)

Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi

dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif

untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

21

sampai sebagian pasangan mendapatkan kesempatan untuk melaporkan

Arends, (1997) disadur Tjokrodihardjo, (2003).

Dari langkah-langkah atau fase diatas, pada saat diimplementasikan adapun

langkah-langkah penyelenggaraan model think-pair-share sebagai berikut:

Tabel 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Model TPS

Tahap Kegiatan Guru

Tahap 1 menyampaikan tujuan dan

mengatur siswa.

1) Menyampaikan pendahuluan, a.

motivasi. b. menyampaikan tujuan

dasar diskusi, c. apersepsi;

2) Menjelaskan tujuan diskusi,

Tahap 2 mengarahkan siswa. 1) Mengajukan pertanyaan awal/

permasalahan;

2) Modeling;

Tahap 3 menyelenggarakan diskusi. 1) Membimbing/ mengarahkan siswa

dalam mengerjakan LKS secara

mandiri (think);

2) Membimbing/ mengarahkan siswa

dalam berpasangan (pair);

3) Membimbing/ mengarahkan siswa

dalam berbagi (share);

4) Menerapkan waktu tunggu;

5) Membimbing kegiatan siswa,

Tahap 4 mengakhiri diskusi. Menutup diskusi,

Tahap 5 melakukan tanya jawab. Membantu siswa membuat rangkuman

diskusi dengan tanya jawab singkat.

2.2 Penelitian yang relevan

Oki Rudi Susanto, Stevanus. 2010. Upaya peningkatan hasil belajar IPS

melalui penggunaan model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) bagi siswa

kelas V SD Negeri Sinduagung Selomerto Wonosobo Semester II tahun 2009/

2010. Program PJJ S1 PGSD FKIP Universitas Kristen Satya Wacana.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

22

Model PTK yang digunakan model Kemmis dan Targat dengan dua siklus

dan langkah-langkah mulai dari perencanaan, implementasi dan observasi, sampai

dengan refleksi. Teknik analisis yang digunakan statistik deskriptif yakni

distribusi frekuensi, mean, skor minimal-maksimal, dan prosentase.

Hasil analisis menunjukan bahwa dari 31 siswa diperoleh hasil skor ptes

pada pembelajaran non tes TPS ada 18 siswa belum tuntas (58,06%), pada siklus I

ada 26 siswa telah tuntas (83,72%), pada siklus II ada 30 siswa telah tuntas

(96,78%). Jadi ada peningkatan belajar sebesar 28,72% dari kondisi pra siklus

(awal) ke siklus I dan 13,06 % dari siklus I ke siklus II.

Dilihat dari rata-rata kelas menunjukkan hasil belajar dari pra siklus, siklus

I dan siklus II berturut-turut 54,51; 67,74; 80,96 dengan KKM 60. Ini berarti dari

skor rata-rata kelas pada pra siklus tidak terjadi ketuntasan belajar, sedangkan

pada siklus I dan siklus II terjadi ketuntasan belajar hal ini di sebabkan adanya

tindakan di dalam proses pembelajaran yaitu menggunakan model pembelajaran

TPS.

2.3 Kerangka Berfikir

Pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share merupakan jenis

pembelajaran kooperatif yang dirancang guna mempengaruhi pola interaksi siswa.

Pembelajaran yang dilakukan selama ini lebih banyak dilakukan di dalam

kelas dan guru masih menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran

sehingga siswa diam mendengarkan, bermain sendiri, dan berbicara dengan teman

sebangku. Sehingga pola berpikir abstrak kekonkrit dan hasi belajar dibawah

KKM. Dari keadaan ini penulis memberian suatu model pembelajaran kooperatif

guna meningkatkan hasil KKM siswa yakni dengan pembelajaran kooperatif tipe

think-pair-share. Dalam TPS guru sebagai fasilitator dan pendamping siswa serta

membantu siswa yang kurang paham. Langkah-langkah dalam pembelajaran

menggunakan TPS yakni dimulai dengan memberikan soal kemudian siswa

diminta secara mandiri menjawab soal tersebut dan tidak terlepas dari arahan dan

bimbingan dari guru. Selanjutnya siswa diminta untuk berpasangan guna

mendiskusikan jawaban yang ditemukan dengan teman yang memiliki soal yang

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

23

sama. Kemudian dari hasil perpaduan jawaban yang ditemukan, siswa diminta

untuk mempresentasikan hasil dari diskusi yang telah dilakukan di depan kelas.

Tahap akhir, setelah melakukan presentasi siswa diberi lembar evaluasi.

Dengan pembelajaran TPS siswa akan aktif dalam pembelajaran baik

secara individu maupun kelompok. Pola berpikir berubah yang semula abstrak

kekongkrit menjadi kongkrit ke abstrak dan hasil belajar meningkat.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

24

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

Proses belajar

mengajar IPA

Pembelajaran

menggunakan metode

ceramah

Siswa :

diam mendengarkan,

bermain sendiri, berbicara

dengan teman sebangku

Guru :

mendominasi PBM

dg ceramah,

menegur siswa yang

tidak mendengarkan,

memberikan

pertanyaan pada

siswa. Proses berfikir:

Abstrak ke kongkrit

Hasil belajar : < KKM

rendah Model Pembelajaran TPS

Siswa :

Aktif belajar, secara

individu dan kelompok

Guru :

sebagai fasilitator dan

pendamping siswa,

membantu siswa yg

kurang paham

Proses berfikir :

Kongkrit ke abstrak

Hasil belajar :

≥ KKM 65 Skor

Meningkat

Siswa mandiri menjawab

soal

Berpasangan (2 orang)

guna memadukan

jawaban yang diperoleh

Laporan kelompok

(presentasi) di depan kelas

evaluasi evaluasi

Laporan kelompok

(presentasi) di depan kelas

Berpasangan (2 orang) guna

memadukan jawaban yang

diperoleh

Siswa mandiri menjawab

soal

Memberikan soal Memberikan soal

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/865/3/T1_292008113_BAB II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori . 2.1.1

25

2.4 Hipotesis

Dari refleksi kajian teori, penelitian yang relevan dan kerangka pemikiran

masalah maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: Pembelajaran

Kooperatif tipe think-pair-share dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam

mata pelajaran IPA kelas V Semester II di SD Negeri Mangunsari 01 Salatiga

Tahun Ajaran 2011/2012.