Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 KAJIAN TEORI
2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan system
yang memberikan kesempatan pada anak didik untuk bekerjasama dengan
sesame siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Dalam pembelajaran
kooperatif memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan
yang efektif diantara anggota kelompok (Sugandi:14). Setiap siswa memiliki
kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat kepada siswa
dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan
mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang
efektif, siswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu mengutarakan strategi
berfikir, serta mampu membangun hubungan interpersonal.
Karakterisitik pembelajaran kooperatif :
1. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi
akademis.
2. Anggota kelompok diatur sendiri dari siswa berkemampuan tinggi,
sedang dan rendah.
3. System penghargaan yang berorientasi pada kelompok dari
individu.
Menurut Slavin (2005 : 8) menyatakan bahawa dalam model
pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok
yang beranggotakan empat orang untuk manguasai materi yang disampaikan
oleh guru.
La Iru dan La Ode (2012 : 47) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran dalam kelompok- kelompok kecil,
dengan anggota kelompok 3-5 orang, yang dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
7
8
membantu untuk memahami materi, sehingga setiap siswa selain mempunyai
tanggung jawab individu, tanggung jawab berpasangan, juga mempunyai
tanggung jawab kelompok.
Dari definisi- definisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dimana siswa dibagi
dalam kelompok- kelompok kecil dengan beranggotakan siswa yang
heterogen mulai dari kemampuan akademik, jenis kelamin, suku/ras dan di
dalam kelompok tadi terjadi kerjasama dan pembelajaran yang positif serta
saling membelajarkan satu sama lain untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
mempunyai efek yang berarti terhadap penerimaan yang luas terhadap
keragaman ras, budaya, dan agama, strata sosial, kemampuan dan
ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa
yang berbeda latar belakang untuk bekerja saling bergantung satu sama lain
atas tugas- tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan
kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
Roger dan David Johnson (Lie, Anita, 2008 : 31) menyatakan bahwa
tidak semua kerja kelompok dapat disebut dengan pembelajaran kooperatif.
Terdapat lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus
diterapkan, antara lain :
1) Saling ketergantungan positif
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap
anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus
menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
2) Tanggung jawab perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model
pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk
melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran
kooperatif membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga
9
masing- masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya
sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3) Tatap muka
Dalam pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberikan
kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan
memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan
semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4) Komunikasi antar anggota
Unsur ini mengehndaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai
ketrampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga
bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Ketrampilan
berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang.Namunn,
proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh
untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental
dan emosional siswa.
5) Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
selanjutnya bisa bekerja sama dnegan lebih efektif.
Sedangkan ciri- ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut :
1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar
sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang
berbeda- beda, baik tingkat kemampuan tinggi
3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-
masing individu.
10
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan
komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling
belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi
kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling
menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa model pendekatan kooperatif adalah
sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara
kolaborasi serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinterkasi dan
belajar bersama- sama siswa yang berbeda- beda latar belakangnya. Dengan
bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa
akan mengembangkan ketrampilan berhubungan sesama manusia yang akan
sangat bermanfaat bagi kehidupan diluar sekolah.
2.1.2 Model Pembelajaran Group Investigation
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Group Investigation
Menurut Huda (2011) Group investigation adalah suatu metode
pembelajaran yang dikembangkan oleh Sharan dan Sharan ini lebih
menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada menerapkan tehnik-
tehnik pengajaran di ruang kelas. Selain itu juga memadukan prinsip belajar
demokratis dimana siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran
baik dari tahap awal sampai akhir pembelajaran termasuk di dalamnya siswa
mempunyai kebebasan untuk memilih materi yang akan dipelajari sesui
dengan topik yang sedang dibahas.
Huda (2011) mengemukakan bahwa model pembelajaran ini lebih
menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada PBM di dalam kelas.
dan disini model pembelajaran ini lebih menekankan pada demokratis
sehingga siswa akan terlihat aktif dalam mengikuti PBM mulai dari awal
pembelajaran sampai akhir pembelajaran, sehingga siswa mempunyai
kebebasan memilih materi sesuai dengan topik pembelajaran.
11
Menurut Suprijono (2008) mengemukakan bahwa dalam penggunaan
metode Group investigation maka setiap kelompok akan bekerja untuk
melakukan investigasi sesuai dengan masalah yang mereka pilih. Sesuai
dengan pengertian-pengertian tersebut maka dapat diketahui maka
pembelajaran dengan metode Group investigation adalahpembelajaran yang
melibatkan aktivitas siswa dan tentu akan membangkitkan semangat serta
motivasi siswa untuk belajar.
Hampir sama dengan pemikiran yag dikemukakan oleh Huda,
Suprijono juga mengemukakan bahwa model group investigation ini adalah
pembelajaran dengan sistem kelompok yang melakukan investigasi sesuai
masalah yang mereka pilih. Disini siswa juga dituntut untuk selalu aktif
sehingga akan membangkitkan senangat serta motivasi siswa untuk belajar,
sehingga siswa tidak akan bosan dalam mengikuti pembelajaran.
Narudin (2009) group Investigationn merupakan salah satu bentuk
metode pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan
aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan
dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran
atau siswa dapat mencari melalui internet.
Narudin (2009) juga mengemukakan bahwa group investigation
adalah model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi
siswa dalam proses belajar mengajar untuk membangkitkan aktivitas belajar
siswa,selain itu siswa juga harus mencari jawaban sendiri tentang masalah
tyang sudah dipilih oleh siswa.dalam hal ini pembelajaranm ini tridak
menfokuskan pada buku saja tapi juuaga dapat melalui internet.
Dari beberapa definisi tentang pengertian gruop investigation dapat
disimpulkan bahwa GI merupakan strategi belajar kooperatif yang
menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi
terhadap suatu topik. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
metode Group Investigation mempunyai fokus utama untuk melakukan
investigasi terhadap suatu topik atau objek khusus. Selain itu pembelajaran
12
tidak hanya mengunakan buku saja tapi juga dapat mencari melalui sumber-
sumber lain.
2.1.2.2 Langkah langkah pembelajaran group investigasi :
Slavin (2010) mengemukakan enam langkah pembelajaran
menggunakan Model Group investigation yaitu:
1. Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok)
2. Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari,
siapa melakukan apa).
3. Investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi,
mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi).
4. Organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi
laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis).
5. Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati,
mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan).
6. Evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan
masing-masing).
Menurut Slavin (2010) mengemukakan bahwa ada 6 dalam langkah
dalam melakukan model group investigation ini, tapi dalam hal ini slavin
lebih menakan kan pada presentasi, diman dalam presentasi ini kelompok
bekerja dari awal sampai akhir, yaitu membuat, merencanakan, presentasi
laporan sehingga semua yang terdapat dalam model group investigation ini
semua aktif dalam proses belajar mengajar, sehingga aktivitas belajar dapat
berjalan dengan baik.
Menurut Huda (2011) langkah-langkah pembelajaran dalam
menggunakan metode Group investigation terdiri dari:
1. Siswa dibentuk kedalam kelompok kecil secara heterogen
2. Masing-masing kelompok diberi tugas/ proyek
3. Setiap anggota berdiskusi dan menentukan informasi apa yang akan
dikumpulkan, bagaimana mengolahnya, bagaimana menelitinya, dan
bagaimana menyajikan hasil penelitiandidepan kelas.
13
4. Selama proses penelitianatau investigasi siswa akan terlibat dalam
aktivitas berpikir tingkat tinggi, seperti sintesis, meringkas, hipotesis, dan
kesimpulan.
5. Menyajikan laporan akhir
Hampir sama dengan langkah – langkah yang dikemukakan oleh
Slavin, Huda juga memaparkan langkah dalam pembelajaran dengan model
ini semua siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok
berdiskusi untuk memecahkan masalah yang telah dipilih. Setelah semua jadi
siswa akan mempresentasikan atau mendemonstrasikan hasil kerja kelompok
di depan kelas sehingga akan memperoleh aktivitas belajar yang terdapat
timpal balik.
Agus Suprijono dalam bukunya yang berjudul “Cooperative
Learning”, juga mengemukakan langkah - langkah pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran group investigation yaitu :
1. Pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru
2. Guru beserta siswa menentukan atau memilih topik-topik tertentu dengan
permasalahan yang dapat dikembangkan dari topik tersebut.
3. Guru dan siswa menentukan metode penelitianan yang dikembangkan
untuk memecahkan masalah.
4. Setiap kelompok bekerja berdasarkan metode investigasi yang telah di
rumuskan
5. Para siswa mempresentasikan hasil investigasinya oleh masing-masing
kelompok.
6. Evaluasi. Evaluasi dapat masuk asasmen individual maupun kelompok
Agus Suprijono juga mengemukakan tentang langkah dalam model
group investigation ini ada beberapa langkah yang harus di lakukan dalam
model ini yaitu dengan pembagian kelompok,setiapkelompok mennganalisis
tugas kelompok masing – masing dan mempresentasikan hasil kerjanya di
14
depan kelas, selain itu juga dilakukan evaluasi baik kelompok maupun
individu.
Jadi, dari beberapa langkah yang sudah dijabarkan oleh para ahli,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran GI mempunyai 6
langkah dalam pelaksanaanya, yaitu :
1. pembentukan kelompok beranggotakan 2 – 6 kelompok.
2. memilih topik permasalahan.
3. merencanakan tugas (metode penelitian)
4. investigasi :
a. mengumpulkan informasi
b.menganalisis data terdiri dari klasifikasi, klarifikasi, sintesis
c. membuat simpulan
5. membuat laporan.
6. presentasi hasil investigasi.
7. evaluasi hasil investigasi yang berupa diskusi kelas dan presentasi baik
secara individu maupun kelompok.
2.1.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Group Investigation
Aunurrahman (2010: 152) mengungkapkan beberapa kelebihan dari
model investigasi kelompok (Group Investigation) yaitu sebagai berikut.
”Model ini juga akan mampu menumbuhkan kehangatan hubungan
antar pribadi, kepercayaan, rasa hormat terhadap aturan dan kebijakan,
kemandirian dalam belajar serta hormat terhadap harkat dan martabat
orang lain. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa model investigasi
kelompok dapat dipergunakan pada seluruh areal subyek yang
mencakup semua anak pada segala tingkatan usia dan peristiwa sebagai
model inti untuk semua sekolah”.
Menurut Setiawan (2006:9), Model Pembelajaran Group Investigation
selain memiliki kelebihan juga terdapat beberapa kekurangannya, yaitu:
1. Sedikitnya materi yang tersampaikan pada satu kali pertemuan.
2. Sulitnya memberikan penilaian secara personal.
15
3. Tidak semua topik cocok dengan model pembelajaran GI, model
pembelajaran GI cocok untuk diterapkan pada suatu topik yang menuntut
siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman yang dialami
sendiri.
4. Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif.
2.1.3 Model Pembelajaran Talking Stick
2.1.3.1. Asal Mula Model Pembelajaran Talking Stick
Model pembelajaran Talking Stick adalah model yang pada mulanya
digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang
berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum. Sebagaimana
dikemukakan Carol Locust (Deden: 2010) berikut ini:
“The talking stick has been used for centries by many Indian
tribes as a means of just and important hearing. The talking stick has
commonly used in council cie=rcles to decide who had the right to
speak. When matters of great concern would come before the council,
the leading elder would hold the talking stick, and begin the
discussion. When he would finish what we had to say, he would hold
out the talking stick, and whoever would speak after him would take it.
In this manner, the stick would be passed from one individual to
another until all who wanted to speak had done so. The stick was then
passed back to the elder for safe keeping.”
Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku-
suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat
berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang
mempunyai hak berbicara. Pada saat rapat pimpinan rapat mulai berdiskusi
dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan
pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan
cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika
orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua
mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke
ketua/pimpinan rapat. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
16
Talking Stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara
(berbiacara) yang diberikan secara bergilirian/bergantian.
2.1.3.2. Pengertian model pembelajaran Talking Stick
Model pembelajaran Talking Stick adalah model pembelajaran yang
dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Talking Stick sebagaimana dimaksudkan dalam penelitian ini, dalam proses
belajar mengajar di kelas berorientasi pada terciptanya kondisi belajar melalui
permainan tongkat yang dilakukan dengan bernyanyi atau dengan
menggunakan musik. Ketika siswa bernyanyi tongkat berjalan secara
bergiliran untuk diberikan dari satu siswa ke siswa yang lainnya dan ketika
lagu atau musik yang diputar berhenti, maka siswa yang memegang tongkat
berkesempatan untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru seperti
menjawab pertanyaan. Sebelum melakukan permainan Talking Stick, guru
terlebih dahulu menjelaskan materi pelajaran dan selanjutnya mengajukan
pertanyaan tentang materi yang telah disajikan. Setelah guru selesai
menjelaskan materi selanjutnya dilakukan permainan tongkat berjalan dengan
diiringi bernyanyi oleh siswa dikelas. Siswa yang memegang tongkat ketika
lagu berhenti ialah siswa yang memperoleh kesempatan untuk menjawab
pertanyaan tersebut. Hal tersebut dilakukan hingga semua kelompok
berkesempatan mendapat giliran menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
guru.
2.1.3.3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Talking Stick
Teknis pelaksannan model Talking Stick sebagai mana tercantum
dalam buku panduan materi sosialisasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Nasional 2006 dapat
digambarkan sebagai berikut :
1) Guru menyiapkan sebuah tongkat.
17
2) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari
materi.
3) Setelah selesai membaca materi pelajaran, siswa dipersilakan untuk
menutup buku.
4) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru
memberikan pertanyaan pada siswa yang memegang tongkat tersebut dan
kelompok harus menjawabnya, demikian seterusnya hingga seluruh
kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh guru.
5) Guru memberikan kesimpulan.
6) Melakukan evaluasi
7) Menutup pelajaran.
Menurut Suherman (2006:84) sintaks pembelajaran Talking Stick
adalah sebagai berikut :
1) Guru menyiapkan tongkat.
2) Guru menyajikan materi pokok.
3) Siswa diberikan kesempatan untuk membaca materi lengkap pada wacana.
4) Siswa diminta menutup bukunya.
5) Guru menjelaskan aturan permainan.
6) Guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa yang
nantinya akan diputar dengan diiringi music dari siswa satu ke siswa yang
lain dan siswa yang memegang tongkat saat putaran berhenti
melaksanakan instruksi dari guru misalnya diminta menjawab pertanyaan
dari guru atau menyatakan pendapat, begitu seterusnya sampai sebagian
besar siswa sudah menjawab.
7) Guru membimbing siswa dalam pembelajaran.
8) Guru dan siswa menarik kesimpulan.
9) Guru melakukan refleski proses pembelajaran.
18
10) Guru member ulasan terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan oleh
siswa.
11) Siswa diberi evaluasi.
2.1.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Talking Stick
Kelebihan dari model pembelajaran Talking Stick antara lain :
1) Siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar dalam permainan.
2) Terdapat interaksi antara guru dan siswa.
3) Melatih kesiapan siswa.
4) Kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan.
Adapun kekurangan dari model ini adalah :
1) Siswa yang lebiih pandai lebih siap dalam menjawab pertanyaan.
2) Guru kesulitan melakukan pengawasan.
3) Ketenangan kelas kurang terjaga.
Solusi dalam menghadapi kelemahan tersebut menurut peneliti dapat
dilakukan dengan pengkondisian kelas yang lebih kondusif. Guru harus
mampu memunculkan kekompakan kelas sehingga guru mudah dalam
mengatur dan mengawasi jalannya proses pembelajaran.
2.1.4. Hakekat IPA
Permendiknas no. 22 tahun 2006 diharapkan ditingkat SD ada
penekanan pembelajaran salingtemas (sains, lingkungan, teknologi dan
masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan
membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja
ilmiah secara bijaksana. Wahyana (dalam Trianto, 2013: 136), ” mengatakan
bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik,
19
dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam”.
Perkembangan tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh
adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Dapat disimpulkan bahwa IPA adalah
pengetahuan yang rasional dan objektif, berhubungan dengan gejala-gejala
alam.
Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP
(Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan –
Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep – konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Berdasarkan tujuan umum mata pelajaran IPA, maka dalam jenjang
pendidikan sekolah dasar mata pelajaran IPA mempunyai ruang lingkup
bahan kajian, yaitu :
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
20
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
2.1.5. Hasil Belajar
Dimyati dan Mudjiono (2009:250) hasil belajar merupakan hasil proses
belajar atau proses pembelajaran. Berarti hasil belajar diperoleh yang
diperoleh dari proses pembelajaran seseorang itu sendiri. Sedangkan menurut
Suprijono (2009:5), “hasil belajar adalah pola- pola peraturan, perbuatan nilai-
nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan”. Definisi
dari pendapat para ahli dapat disimpulkan, bahwa hasil belajar adalah hasil
belajar yang diperoleh siswa dari proses suatu pembelajaran.
Hasil belajar sangat penting karena siswa akan mengalami perubahan
tingkah laku belajar yang lebih baik sebagai akibat dari proses belajar. Hasil
belajar diukur dari tingkat keberhasilan siswa tersebut mencapai tujuan
pengajaran. Hasil ini di wujudkan dalam bentuk nilai yang dapat memberikan
informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dan merupakan bukti dari
keberhasilan siswa dalam pencapaian belajarnya.
Hasil belajar sering digunakan sebagai ukuran apakah proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa berhasil atau tidak. Hasil
belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang
dilakukan oleh siswa. Semakin tinggi proses belajar yang dilakukan oleh
siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar
merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa (Sudjana, 2010). Jadi
secara tidak langsung hasil belajar adalah gambaran umum tentang
kemampuan pemahaman siswa terhadap suatu materi yang telah diajarkan
oleh guru.
Faktor –faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya,
namun dapat digolongkan menjadi dua faktor yatu intern dan ekstern. Faktor
21
intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar,
sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. (Slameto,
2010: 54)
Faktor intern adalah faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar
yang timbul dari sisi individu yang sedang belajar, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1) Faktor yang ada pada diri individu yang sedang belajar disebut faktor
intern yang meliputi:
a. Faktor jasmaniah, meliputi kesehatan, cacat tubuh
b. Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, kesiapan.
c. Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani maupun rohani.
Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar atau bukan dari
sisi individu siswa yang sedang belajar yang dapat mempengaruhi hasil belajar,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
2) Faktor yang ada pada luar individu yang disebut faktor ekstern, yang
meliputi:
a. Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang
tua, latar belakang kebudayaan.
b. Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,
waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan, gedung,
metode belajar, tugas rumah.
c. Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media
masa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Rahayu, Murti (2011) melakukan penelitian dengan judul
“Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Group Investigation Bagi
22
Siswa Kelas IV SD N Soso 03 Gandusari Kabupaten Blitar”. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa model group investigation dapat meningkatkan hasil
belajar siswa yang terlihat dari peningkatan perolehan pra tindakan sampai
pada siklus kedua yang mencapai peningkatan sebesar 13% dari 16 siswa
yang tuntas 14 siswa dan belum tuntas 2 siswa. Kelebihan : model group
investigation adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang sulit
untuk diterapkan, namun peneliti mampu meningkatkan hasil belajar secara
maksimal. Kelemahan : sayang sekali masih ada 2 siswa yang belum tuntas
dalam pembelajaran menggunakan grup investigation. Cara mengatasi
kelemahan tersebut dengan lebih memaksimalkan pembelajaran ini, karena 2
siswa yang belum tuntas ini sangat disorot oleh pembaca.
Budiyono, Cendot (2011) melakukan penelitian dengan judul
“Penerapan Model Group Investigation Dipadu Dengan Game Puzzle Untuk
Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII-B SMP
Negeri 1 Bondowoso”. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa penerapan
metode GI yang dipadu game puzzle, dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa dari siklus 1 73,63% dengan kriteria baik dan pada siklus 2
sebesar 89,57% dengan criteria sangat baik sehingga terjadi peningkatan
sebesar 15,94%. Kelebihan : selain dapat meningkatkan hasil belajar, model
pembelajaran GI juga dapat meningkatkan aktivitas siswa. Kelemahan : model
pembelajaran GI menuntut siswa untuk berfikir aktif dan kritis, kalau ada
siswa yang tidak aktif maka akan menghambat tujuan pembelajaran. Cara
mengatasi kelemahan yaitu dengan melakukan pemantauan secara
menyeluruh supaya para siswa tetap aktif dalam masing-masing
kelompoknya.
Penelitian yang dilakukan oleh Ratih Endarini Sudaromono (2011)
dengan judul “Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas V
Melalui Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation Pada Mata
Pelajaran IPA Di SD Sidorejo Lor 02 Salatiga Seester 1 Tahun Ajaran
23
2009/2010”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran GI dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dari
siklus I sebesar 77% dan pada siklus II dengan presentase 89%. Peningkatan
aktivitas siswa memberikan dampak yang positif terhadap hasil belajar yaitu
pada ulangan harian siswa dengan nilai rata-rata mencapai 88. Kelebihan :
model GI bisa masuk ke dalam beberapa mata pelajaran sehingga siswa dapat
berlatih berfikir unuk memecahkan suatu masalah.
Penelitian yang dilakukan oleh Winda Sustyanita Murtarto dengan
Judul : Penerapan model pembelajaran Talking Stick untuk meningkatkan
pembelajaran IPA kelas IV SD N 2 Pringapus Kecamatan DOngko Kabupaten
Trenggalek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model talking
stick dapat meningkatkan pembelajaran IPA kelas IV, kompetensi dasar
“mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi” SD N 2 Pringapus
Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek. Penerapan model pada siklus I
dan II memperoleh nilai 89,59 dan 95. Aktivitas belajar siswa meningkat
ketika diterapkan model talking stick, pada siklus I dan II diperoleh nilai rata-
rata 73,2 dan 87,05. Siswa yang mendapat criteria tuntas belajar meningkat
dari siklus I ke siklus II setelah diterapkan model Talking Stick yaitu 57,69%
menjadi 88,81%. Sedangkan rata-rata ketuntasan klasikal kelas siklus I dan
siklus II sebesar 73,08%. Skor tersebut telah mencapai skor ketuntasan
klasikal yang ditetapkan oleh peneliti yaitu 70%.
Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Enggar Septiyani berjudul
“Penerapan Model Talking Stick untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
pada Mata Pelajaran PKn kelas V SD N Tanjungrejo 2 Malang” dimana hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan model Talking Stick pada
Mata Peajaran PKn dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD N
Tanjungrejo 2 Malang. Hal tersebut dilihat dari perolehan rata-rata hasil
belajar siswa yang terus meningkat, mulai dari nilai rata-rata sebelumnya 62
mengalami peningkatan pada siklus I dengan nilai rata-rata kelas sebesar 66
24
dan presentase ketuntasan belajar kelasnya yaitu 50% meningkat pada siklus
II dengan nilai rata-rata kelasnya sebesar 80 dan presentase ketuntasan belajar
kelasya sebesar 93%.
2.3. Kerangka Pikir
Keberhasilan proses pembelajaran juga didukung oleh penggunaan
model atau metode pembelajaran yang tepat, sesuai mata pelajaran, materi
dan kondisi siswa secara keseluruhan, selain oleh kemampuan siswa itu
sendiri. Salah satu wujud model pembelajaran yang menekankan keaktifan
siswa adalah dengan model pembelajaran Group Investigation dan Talking
Stick. Metode ini merupakan metode pembelajaran yang mengikutsertakan
siswa dalam pembelajaran, mulai dari perencanaan sampai dengan
pelaksanaannya, sehingga pembelajaran tidak hanya didominasi oleh guru,
tetapi siswa juga menjadi bagian dalam pembelajaran.
Model pembelajaran Group Investigation dan Talking Stick adalah
pembelajaran kooperatif dengan diskusi kelompok yang saling bekerja sama,
dalam menerima suatu materi dan setiap kelompok harus bertanggung jawab
untuk dapat menyampaikan materi yang dipelajarinya kepada orang lain. Jadi,
dengan menerapkan model pembelajaran Group Investigation dan Talking
Stick dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena siswa dapat lebih aktif
serta lebih mudah memahami dan mengingat materi pembelajaran. Dalam
pembelajaran ini terdapat empat kali tatap muka yang terbagi dalam dua
siklus, apabila pada siklus I hasil belajar dinilai belum memenuhi kriteria
ketuntasan minimal, maka pembelajaran pada siklus I akan di observasi dan
direfleksi untuk selanjutnya diadakan perbaikan lagi pada siklus II. Hingga
terlihat hasil akhir dimana hasil belajar siswa yang meningkat dan telah
memenuhi kriteria ketuntasan minimal yaitu 75.
25
Hasil belajar
siswa rendah
Melalui penerapan
model GI dan TS hasil
belajar IPA siswa pada
pokok bahasan jenis-
jenis tanah dan
peristiwa alam, kelas V
SD N Wonoyoso
Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang
dapat meningkat.
Metode
pembelajaran yang
konvensional
Siklus 2
Proses
pembelajaran
pada siklus 2
adalah refleksi
dari
pelaksanaan
siklus 1
Siklus1
Proses pembelajaran
menekankan pada:
1.Diskusi, kerjasama.
2.Bertanggung jawab
atas suatu materi yang
dipelajari
3.Dapat menyampaikan
materi pada orang
lain.
Menerapkan
model GI dan TS
(Group
Investigation dan
Talking Stick)
TINDAKAN
KONDISI
AKHIR
KONDISI
AWAL
Gambar 2.1
Kerangka Pikir Hasil Belajar Siswa
menurut Slavin
26
2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teoritis dan hasil penelitian sebelumnya, maka
diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut : “ Melalui penggunaan model
pembelajaran Group Investigation dan Talking Stick dapat meningkatkan hasil
belajar IPA bagi siswa kelas V SD N Wonoyoso Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang pada semester II tahun pelajaran 2012/2013 ”.
2.5. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah apabila hasil
belajar siswa dapat mencapai KKM yaitu 75. Pelajaran IPA merupakan salah
satu mata pelajaran utama yang dipelajari di SD. Namun, siswa di SD Negeri
Wonoyoso kelas V masih mengalami kesulitan memahami materi dilihat dari
hasil belajar mereka yang sebagian besar belum memenuhi KKM. Materi
yang disampaikan terlihat sulit untuk diterima oleh siswa. Hasil belajar siswa
kelas V pada mata pelajaran ini kurang begitu maksimal. Dapat dikatakan
bahwa tujuan pembelajaran belum bisa dicapai sepenuhnya.
Penyampaian materi dengan model ceramah adalah salah satu faktor
utama penyebab tidak maksimalnya pencapaian tujuan pembelajaran.
Sebagian besar siswa cenderung merasa jenuh dengan model pembelajaran ini
yang pada akhirnya memicu berkurangnya konsentrasi siswa terhadap
penerimaan materi pelajaran. Siswa kesulitan untuk menerima materi yang
terlalu banyak dengan guru sebagai pusat pembelajaran.
Siswa yang merasa bosan dalam kegiatan pembelajaran tidak akan bisa
menangkap materi pelajaran dengan maksimal. Diperlukan strategi
pembelajaran dengan model yang baru agar bisa menarik minat siswa untuk
belajar. Model pembelajaran secara bervariasi dirasa mampu mengatasi
persoalan tersebut. Model pembelajaran yang baru bagi siswa mampu
membuat siswa menjadi lebih tertarik untuk memahami suatu materi. Siswa
27
yang sudah kembali memiliki minat yang bagus untuk mempelajari materi,
akan memiliki peluang lebih baik dalam meningkatan hasil belajar.
Model pembelajaran Group Investigation dan Talking Stick adalah
kombinasi model pembelajaran yang efektif untuk membangkitkan minat
siswa dalam belajar. Model pembelajaran ini mengajak siswa secara aktif
mempelajari materi ajar. Model Group Investigation & Talking Stick sangat
tepat dipadukan karena Group Investigation yang bersifat student centered
dan konstruktivistik dalam menginvestigasi suatu topik dianggap cocok dan
tepat jika dipadukan dengan model pembelajaran Talking Stick yang sintaks
pembelajarannya terdapat permainan tongkat yang dilakukan dengan iringan
musik atau dengan bernyanyi yang tentunya akan sangat menyenangkan jika
disajikan dalam sebuah pembelajaran.
Kedua model pembelajaran diatas merupakan model pembelajaran
yang berpusat pada siswa dan bersifat menyenangkan, karena siswa terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran. Apabila minat siswa dapat
ditumbuhkan ketika ia mempelajari sesuatu, kemudian ia terlibat secara aktif
dan penuh dalam membahas materi yang akan dipelajarinya, maka pada
akhirnya dia akan terkesan dengan proses pembelajaran yang diikutinya,
sehingga pendalaman akan materi yang dipelajari dapat muncul sangat kuat”
(Hernowo 2007 : 21).
Apabila proses pembelajaran berlangsung dengan maksimal, maka
tujuan pembelajaran menjadi lebih mudah dicapai oleh guru. Dengan minat
siswa yang lebih baik dalam menerima pelajaran maka akan cenderung
membuat hasil belajar siswa meningkat sesuai dengan tujuan pembelajaran.