21
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan system yang memberikan kesempatan pada anak didik untuk bekerjasama dengan sesame siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Dalam pembelajaran kooperatif memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang efektif diantara anggota kelompok (Sugandi:14). Setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat kepada siswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif, siswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu mengutarakan strategi berfikir, serta mampu membangun hubungan interpersonal. Karakterisitik pembelajaran kooperatif : 1. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis. 2. Anggota kelompok diatur sendiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3. System penghargaan yang berorientasi pada kelompok dari individu. Menurut Slavin (2005 : 8) menyatakan bahawa dalam model pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk manguasai materi yang disampaikan oleh guru. La Iru dan La Ode (2012 : 47) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dalam kelompok- kelompok kecil, dengan anggota kelompok 3-5 orang, yang dalam menyelesaikan tugas kelompoknya setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling 7

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

7

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 KAJIAN TEORI

2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan system

yang memberikan kesempatan pada anak didik untuk bekerjasama dengan

sesame siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Dalam pembelajaran

kooperatif memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan

yang efektif diantara anggota kelompok (Sugandi:14). Setiap siswa memiliki

kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat kepada siswa

dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan

mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang

efektif, siswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu mengutarakan strategi

berfikir, serta mampu membangun hubungan interpersonal.

Karakterisitik pembelajaran kooperatif :

1. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi

akademis.

2. Anggota kelompok diatur sendiri dari siswa berkemampuan tinggi,

sedang dan rendah.

3. System penghargaan yang berorientasi pada kelompok dari

individu.

Menurut Slavin (2005 : 8) menyatakan bahawa dalam model

pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok

yang beranggotakan empat orang untuk manguasai materi yang disampaikan

oleh guru.

La Iru dan La Ode (2012 : 47) menyatakan bahwa pembelajaran

kooperatif merupakan model pembelajaran dalam kelompok- kelompok kecil,

dengan anggota kelompok 3-5 orang, yang dalam menyelesaikan tugas

kelompoknya setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling

7

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

8

membantu untuk memahami materi, sehingga setiap siswa selain mempunyai

tanggung jawab individu, tanggung jawab berpasangan, juga mempunyai

tanggung jawab kelompok.

Dari definisi- definisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dimana siswa dibagi

dalam kelompok- kelompok kecil dengan beranggotakan siswa yang

heterogen mulai dari kemampuan akademik, jenis kelamin, suku/ras dan di

dalam kelompok tadi terjadi kerjasama dan pembelajaran yang positif serta

saling membelajarkan satu sama lain untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif

mempunyai efek yang berarti terhadap penerimaan yang luas terhadap

keragaman ras, budaya, dan agama, strata sosial, kemampuan dan

ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa

yang berbeda latar belakang untuk bekerja saling bergantung satu sama lain

atas tugas- tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan

kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.

Roger dan David Johnson (Lie, Anita, 2008 : 31) menyatakan bahwa

tidak semua kerja kelompok dapat disebut dengan pembelajaran kooperatif.

Terdapat lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus

diterapkan, antara lain :

1) Saling ketergantungan positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap

anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu

menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus

menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.

2) Tanggung jawab perseorangan

Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model

pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk

melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran

kooperatif membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

9

masing- masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya

sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

3) Tatap muka

Dalam pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberikan

kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan

memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan

semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan,

memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.

4) Komunikasi antar anggota

Unsur ini mengehndaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai

ketrampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga

bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan

kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Ketrampilan

berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang.Namunn,

proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh

untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental

dan emosional siswa.

5) Evaluasi proses kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk

mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar

selanjutnya bisa bekerja sama dnegan lebih efektif.

Sedangkan ciri- ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai

berikut :

1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar

sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang

berbeda- beda, baik tingkat kemampuan tinggi

3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-

masing individu.

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

10

Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan

komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling

belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi

kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling

menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa model pendekatan kooperatif adalah

sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara

kolaborasi serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinterkasi dan

belajar bersama- sama siswa yang berbeda- beda latar belakangnya. Dengan

bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa

akan mengembangkan ketrampilan berhubungan sesama manusia yang akan

sangat bermanfaat bagi kehidupan diluar sekolah.

2.1.2 Model Pembelajaran Group Investigation

2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Group Investigation

Menurut Huda (2011) Group investigation adalah suatu metode

pembelajaran yang dikembangkan oleh Sharan dan Sharan ini lebih

menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada menerapkan tehnik-

tehnik pengajaran di ruang kelas. Selain itu juga memadukan prinsip belajar

demokratis dimana siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran

baik dari tahap awal sampai akhir pembelajaran termasuk di dalamnya siswa

mempunyai kebebasan untuk memilih materi yang akan dipelajari sesui

dengan topik yang sedang dibahas.

Huda (2011) mengemukakan bahwa model pembelajaran ini lebih

menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada PBM di dalam kelas.

dan disini model pembelajaran ini lebih menekankan pada demokratis

sehingga siswa akan terlihat aktif dalam mengikuti PBM mulai dari awal

pembelajaran sampai akhir pembelajaran, sehingga siswa mempunyai

kebebasan memilih materi sesuai dengan topik pembelajaran.

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

11

Menurut Suprijono (2008) mengemukakan bahwa dalam penggunaan

metode Group investigation maka setiap kelompok akan bekerja untuk

melakukan investigasi sesuai dengan masalah yang mereka pilih. Sesuai

dengan pengertian-pengertian tersebut maka dapat diketahui maka

pembelajaran dengan metode Group investigation adalahpembelajaran yang

melibatkan aktivitas siswa dan tentu akan membangkitkan semangat serta

motivasi siswa untuk belajar.

Hampir sama dengan pemikiran yag dikemukakan oleh Huda,

Suprijono juga mengemukakan bahwa model group investigation ini adalah

pembelajaran dengan sistem kelompok yang melakukan investigasi sesuai

masalah yang mereka pilih. Disini siswa juga dituntut untuk selalu aktif

sehingga akan membangkitkan senangat serta motivasi siswa untuk belajar,

sehingga siswa tidak akan bosan dalam mengikuti pembelajaran.

Narudin (2009) group Investigationn merupakan salah satu bentuk

metode pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan

aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan

dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran

atau siswa dapat mencari melalui internet.

Narudin (2009) juga mengemukakan bahwa group investigation

adalah model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi

siswa dalam proses belajar mengajar untuk membangkitkan aktivitas belajar

siswa,selain itu siswa juga harus mencari jawaban sendiri tentang masalah

tyang sudah dipilih oleh siswa.dalam hal ini pembelajaranm ini tridak

menfokuskan pada buku saja tapi juuaga dapat melalui internet.

Dari beberapa definisi tentang pengertian gruop investigation dapat

disimpulkan bahwa GI merupakan strategi belajar kooperatif yang

menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi

terhadap suatu topik. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa

metode Group Investigation mempunyai fokus utama untuk melakukan

investigasi terhadap suatu topik atau objek khusus. Selain itu pembelajaran

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

12

tidak hanya mengunakan buku saja tapi juga dapat mencari melalui sumber-

sumber lain.

2.1.2.2 Langkah langkah pembelajaran group investigasi :

Slavin (2010) mengemukakan enam langkah pembelajaran

menggunakan Model Group investigation yaitu:

1. Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok)

2. Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari,

siapa melakukan apa).

3. Investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi,

mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi).

4. Organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi

laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis).

5. Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati,

mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan).

6. Evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan

masing-masing).

Menurut Slavin (2010) mengemukakan bahwa ada 6 dalam langkah

dalam melakukan model group investigation ini, tapi dalam hal ini slavin

lebih menakan kan pada presentasi, diman dalam presentasi ini kelompok

bekerja dari awal sampai akhir, yaitu membuat, merencanakan, presentasi

laporan sehingga semua yang terdapat dalam model group investigation ini

semua aktif dalam proses belajar mengajar, sehingga aktivitas belajar dapat

berjalan dengan baik.

Menurut Huda (2011) langkah-langkah pembelajaran dalam

menggunakan metode Group investigation terdiri dari:

1. Siswa dibentuk kedalam kelompok kecil secara heterogen

2. Masing-masing kelompok diberi tugas/ proyek

3. Setiap anggota berdiskusi dan menentukan informasi apa yang akan

dikumpulkan, bagaimana mengolahnya, bagaimana menelitinya, dan

bagaimana menyajikan hasil penelitiandidepan kelas.

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

13

4. Selama proses penelitianatau investigasi siswa akan terlibat dalam

aktivitas berpikir tingkat tinggi, seperti sintesis, meringkas, hipotesis, dan

kesimpulan.

5. Menyajikan laporan akhir

Hampir sama dengan langkah – langkah yang dikemukakan oleh

Slavin, Huda juga memaparkan langkah dalam pembelajaran dengan model

ini semua siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok

berdiskusi untuk memecahkan masalah yang telah dipilih. Setelah semua jadi

siswa akan mempresentasikan atau mendemonstrasikan hasil kerja kelompok

di depan kelas sehingga akan memperoleh aktivitas belajar yang terdapat

timpal balik.

Agus Suprijono dalam bukunya yang berjudul “Cooperative

Learning”, juga mengemukakan langkah - langkah pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran group investigation yaitu :

1. Pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru

2. Guru beserta siswa menentukan atau memilih topik-topik tertentu dengan

permasalahan yang dapat dikembangkan dari topik tersebut.

3. Guru dan siswa menentukan metode penelitianan yang dikembangkan

untuk memecahkan masalah.

4. Setiap kelompok bekerja berdasarkan metode investigasi yang telah di

rumuskan

5. Para siswa mempresentasikan hasil investigasinya oleh masing-masing

kelompok.

6. Evaluasi. Evaluasi dapat masuk asasmen individual maupun kelompok

Agus Suprijono juga mengemukakan tentang langkah dalam model

group investigation ini ada beberapa langkah yang harus di lakukan dalam

model ini yaitu dengan pembagian kelompok,setiapkelompok mennganalisis

tugas kelompok masing – masing dan mempresentasikan hasil kerjanya di

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

14

depan kelas, selain itu juga dilakukan evaluasi baik kelompok maupun

individu.

Jadi, dari beberapa langkah yang sudah dijabarkan oleh para ahli,

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran GI mempunyai 6

langkah dalam pelaksanaanya, yaitu :

1. pembentukan kelompok beranggotakan 2 – 6 kelompok.

2. memilih topik permasalahan.

3. merencanakan tugas (metode penelitian)

4. investigasi :

a. mengumpulkan informasi

b.menganalisis data terdiri dari klasifikasi, klarifikasi, sintesis

c. membuat simpulan

5. membuat laporan.

6. presentasi hasil investigasi.

7. evaluasi hasil investigasi yang berupa diskusi kelas dan presentasi baik

secara individu maupun kelompok.

2.1.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Group Investigation

Aunurrahman (2010: 152) mengungkapkan beberapa kelebihan dari

model investigasi kelompok (Group Investigation) yaitu sebagai berikut.

”Model ini juga akan mampu menumbuhkan kehangatan hubungan

antar pribadi, kepercayaan, rasa hormat terhadap aturan dan kebijakan,

kemandirian dalam belajar serta hormat terhadap harkat dan martabat

orang lain. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa model investigasi

kelompok dapat dipergunakan pada seluruh areal subyek yang

mencakup semua anak pada segala tingkatan usia dan peristiwa sebagai

model inti untuk semua sekolah”.

Menurut Setiawan (2006:9), Model Pembelajaran Group Investigation

selain memiliki kelebihan juga terdapat beberapa kekurangannya, yaitu:

1. Sedikitnya materi yang tersampaikan pada satu kali pertemuan.

2. Sulitnya memberikan penilaian secara personal.

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

15

3. Tidak semua topik cocok dengan model pembelajaran GI, model

pembelajaran GI cocok untuk diterapkan pada suatu topik yang menuntut

siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman yang dialami

sendiri.

4. Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif.

2.1.3 Model Pembelajaran Talking Stick

2.1.3.1. Asal Mula Model Pembelajaran Talking Stick

Model pembelajaran Talking Stick adalah model yang pada mulanya

digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang

berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum. Sebagaimana

dikemukakan Carol Locust (Deden: 2010) berikut ini:

“The talking stick has been used for centries by many Indian

tribes as a means of just and important hearing. The talking stick has

commonly used in council cie=rcles to decide who had the right to

speak. When matters of great concern would come before the council,

the leading elder would hold the talking stick, and begin the

discussion. When he would finish what we had to say, he would hold

out the talking stick, and whoever would speak after him would take it.

In this manner, the stick would be passed from one individual to

another until all who wanted to speak had done so. The stick was then

passed back to the elder for safe keeping.”

Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku-

suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat

berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang

mempunyai hak berbicara. Pada saat rapat pimpinan rapat mulai berdiskusi

dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan

pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan

cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika

orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua

mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke

ketua/pimpinan rapat. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

16

Talking Stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara

(berbiacara) yang diberikan secara bergilirian/bergantian.

2.1.3.2. Pengertian model pembelajaran Talking Stick

Model pembelajaran Talking Stick adalah model pembelajaran yang

dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Talking Stick sebagaimana dimaksudkan dalam penelitian ini, dalam proses

belajar mengajar di kelas berorientasi pada terciptanya kondisi belajar melalui

permainan tongkat yang dilakukan dengan bernyanyi atau dengan

menggunakan musik. Ketika siswa bernyanyi tongkat berjalan secara

bergiliran untuk diberikan dari satu siswa ke siswa yang lainnya dan ketika

lagu atau musik yang diputar berhenti, maka siswa yang memegang tongkat

berkesempatan untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru seperti

menjawab pertanyaan. Sebelum melakukan permainan Talking Stick, guru

terlebih dahulu menjelaskan materi pelajaran dan selanjutnya mengajukan

pertanyaan tentang materi yang telah disajikan. Setelah guru selesai

menjelaskan materi selanjutnya dilakukan permainan tongkat berjalan dengan

diiringi bernyanyi oleh siswa dikelas. Siswa yang memegang tongkat ketika

lagu berhenti ialah siswa yang memperoleh kesempatan untuk menjawab

pertanyaan tersebut. Hal tersebut dilakukan hingga semua kelompok

berkesempatan mendapat giliran menjawab pertanyaan yang diajukan oleh

guru.

2.1.3.3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Talking Stick

Teknis pelaksannan model Talking Stick sebagai mana tercantum

dalam buku panduan materi sosialisasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Nasional 2006 dapat

digambarkan sebagai berikut :

1) Guru menyiapkan sebuah tongkat.

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

17

2) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian

memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari

materi.

3) Setelah selesai membaca materi pelajaran, siswa dipersilakan untuk

menutup buku.

4) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru

memberikan pertanyaan pada siswa yang memegang tongkat tersebut dan

kelompok harus menjawabnya, demikian seterusnya hingga seluruh

kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan yang diajukan

oleh guru.

5) Guru memberikan kesimpulan.

6) Melakukan evaluasi

7) Menutup pelajaran.

Menurut Suherman (2006:84) sintaks pembelajaran Talking Stick

adalah sebagai berikut :

1) Guru menyiapkan tongkat.

2) Guru menyajikan materi pokok.

3) Siswa diberikan kesempatan untuk membaca materi lengkap pada wacana.

4) Siswa diminta menutup bukunya.

5) Guru menjelaskan aturan permainan.

6) Guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa yang

nantinya akan diputar dengan diiringi music dari siswa satu ke siswa yang

lain dan siswa yang memegang tongkat saat putaran berhenti

melaksanakan instruksi dari guru misalnya diminta menjawab pertanyaan

dari guru atau menyatakan pendapat, begitu seterusnya sampai sebagian

besar siswa sudah menjawab.

7) Guru membimbing siswa dalam pembelajaran.

8) Guru dan siswa menarik kesimpulan.

9) Guru melakukan refleski proses pembelajaran.

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

18

10) Guru member ulasan terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan oleh

siswa.

11) Siswa diberi evaluasi.

2.1.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Talking Stick

Kelebihan dari model pembelajaran Talking Stick antara lain :

1) Siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar dalam permainan.

2) Terdapat interaksi antara guru dan siswa.

3) Melatih kesiapan siswa.

4) Kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan.

Adapun kekurangan dari model ini adalah :

1) Siswa yang lebiih pandai lebih siap dalam menjawab pertanyaan.

2) Guru kesulitan melakukan pengawasan.

3) Ketenangan kelas kurang terjaga.

Solusi dalam menghadapi kelemahan tersebut menurut peneliti dapat

dilakukan dengan pengkondisian kelas yang lebih kondusif. Guru harus

mampu memunculkan kekompakan kelas sehingga guru mudah dalam

mengatur dan mengawasi jalannya proses pembelajaran.

2.1.4. Hakekat IPA

Permendiknas no. 22 tahun 2006 diharapkan ditingkat SD ada

penekanan pembelajaran salingtemas (sains, lingkungan, teknologi dan

masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan

membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja

ilmiah secara bijaksana. Wahyana (dalam Trianto, 2013: 136), ” mengatakan

bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik,

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

19

dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam”.

Perkembangan tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh

adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Dapat disimpulkan bahwa IPA adalah

pengetahuan yang rasional dan objektif, berhubungan dengan gejala-gejala

alam.

Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP

(Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah:

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan –

Nya.

2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep – konsep IPA

yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,

teknologi dan masyarakat.

4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara,

menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya

sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Berdasarkan tujuan umum mata pelajaran IPA, maka dalam jenjang

pendidikan sekolah dasar mata pelajaran IPA mempunyai ruang lingkup

bahan kajian, yaitu :

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan

interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

20

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda

langit lainnya.

2.1.5. Hasil Belajar

Dimyati dan Mudjiono (2009:250) hasil belajar merupakan hasil proses

belajar atau proses pembelajaran. Berarti hasil belajar diperoleh yang

diperoleh dari proses pembelajaran seseorang itu sendiri. Sedangkan menurut

Suprijono (2009:5), “hasil belajar adalah pola- pola peraturan, perbuatan nilai-

nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan”. Definisi

dari pendapat para ahli dapat disimpulkan, bahwa hasil belajar adalah hasil

belajar yang diperoleh siswa dari proses suatu pembelajaran.

Hasil belajar sangat penting karena siswa akan mengalami perubahan

tingkah laku belajar yang lebih baik sebagai akibat dari proses belajar. Hasil

belajar diukur dari tingkat keberhasilan siswa tersebut mencapai tujuan

pengajaran. Hasil ini di wujudkan dalam bentuk nilai yang dapat memberikan

informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dan merupakan bukti dari

keberhasilan siswa dalam pencapaian belajarnya.

Hasil belajar sering digunakan sebagai ukuran apakah proses

pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa berhasil atau tidak. Hasil

belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang

dilakukan oleh siswa. Semakin tinggi proses belajar yang dilakukan oleh

siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar

merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa (Sudjana, 2010). Jadi

secara tidak langsung hasil belajar adalah gambaran umum tentang

kemampuan pemahaman siswa terhadap suatu materi yang telah diajarkan

oleh guru.

Faktor –faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya,

namun dapat digolongkan menjadi dua faktor yatu intern dan ekstern. Faktor

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

21

intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar,

sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. (Slameto,

2010: 54)

Faktor intern adalah faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar

yang timbul dari sisi individu yang sedang belajar, dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1) Faktor yang ada pada diri individu yang sedang belajar disebut faktor

intern yang meliputi:

a. Faktor jasmaniah, meliputi kesehatan, cacat tubuh

b. Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan, kesiapan.

c. Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani maupun rohani.

Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar atau bukan dari

sisi individu siswa yang sedang belajar yang dapat mempengaruhi hasil belajar,

dapat disimpulkan sebagai berikut:

2) Faktor yang ada pada luar individu yang disebut faktor ekstern, yang

meliputi:

a. Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang

tua, latar belakang kebudayaan.

b. Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,

waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan, gedung,

metode belajar, tugas rumah.

c. Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media

masa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Rahayu, Murti (2011) melakukan penelitian dengan judul

“Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Group Investigation Bagi

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

22

Siswa Kelas IV SD N Soso 03 Gandusari Kabupaten Blitar”. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa model group investigation dapat meningkatkan hasil

belajar siswa yang terlihat dari peningkatan perolehan pra tindakan sampai

pada siklus kedua yang mencapai peningkatan sebesar 13% dari 16 siswa

yang tuntas 14 siswa dan belum tuntas 2 siswa. Kelebihan : model group

investigation adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang sulit

untuk diterapkan, namun peneliti mampu meningkatkan hasil belajar secara

maksimal. Kelemahan : sayang sekali masih ada 2 siswa yang belum tuntas

dalam pembelajaran menggunakan grup investigation. Cara mengatasi

kelemahan tersebut dengan lebih memaksimalkan pembelajaran ini, karena 2

siswa yang belum tuntas ini sangat disorot oleh pembaca.

Budiyono, Cendot (2011) melakukan penelitian dengan judul

“Penerapan Model Group Investigation Dipadu Dengan Game Puzzle Untuk

Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII-B SMP

Negeri 1 Bondowoso”. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa penerapan

metode GI yang dipadu game puzzle, dapat meningkatkan aktivitas dan hasil

belajar siswa dari siklus 1 73,63% dengan kriteria baik dan pada siklus 2

sebesar 89,57% dengan criteria sangat baik sehingga terjadi peningkatan

sebesar 15,94%. Kelebihan : selain dapat meningkatkan hasil belajar, model

pembelajaran GI juga dapat meningkatkan aktivitas siswa. Kelemahan : model

pembelajaran GI menuntut siswa untuk berfikir aktif dan kritis, kalau ada

siswa yang tidak aktif maka akan menghambat tujuan pembelajaran. Cara

mengatasi kelemahan yaitu dengan melakukan pemantauan secara

menyeluruh supaya para siswa tetap aktif dalam masing-masing

kelompoknya.

Penelitian yang dilakukan oleh Ratih Endarini Sudaromono (2011)

dengan judul “Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas V

Melalui Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation Pada Mata

Pelajaran IPA Di SD Sidorejo Lor 02 Salatiga Seester 1 Tahun Ajaran

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

23

2009/2010”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model

pembelajaran GI dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dari

siklus I sebesar 77% dan pada siklus II dengan presentase 89%. Peningkatan

aktivitas siswa memberikan dampak yang positif terhadap hasil belajar yaitu

pada ulangan harian siswa dengan nilai rata-rata mencapai 88. Kelebihan :

model GI bisa masuk ke dalam beberapa mata pelajaran sehingga siswa dapat

berlatih berfikir unuk memecahkan suatu masalah.

Penelitian yang dilakukan oleh Winda Sustyanita Murtarto dengan

Judul : Penerapan model pembelajaran Talking Stick untuk meningkatkan

pembelajaran IPA kelas IV SD N 2 Pringapus Kecamatan DOngko Kabupaten

Trenggalek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model talking

stick dapat meningkatkan pembelajaran IPA kelas IV, kompetensi dasar

“mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi” SD N 2 Pringapus

Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek. Penerapan model pada siklus I

dan II memperoleh nilai 89,59 dan 95. Aktivitas belajar siswa meningkat

ketika diterapkan model talking stick, pada siklus I dan II diperoleh nilai rata-

rata 73,2 dan 87,05. Siswa yang mendapat criteria tuntas belajar meningkat

dari siklus I ke siklus II setelah diterapkan model Talking Stick yaitu 57,69%

menjadi 88,81%. Sedangkan rata-rata ketuntasan klasikal kelas siklus I dan

siklus II sebesar 73,08%. Skor tersebut telah mencapai skor ketuntasan

klasikal yang ditetapkan oleh peneliti yaitu 70%.

Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Enggar Septiyani berjudul

“Penerapan Model Talking Stick untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

pada Mata Pelajaran PKn kelas V SD N Tanjungrejo 2 Malang” dimana hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan model Talking Stick pada

Mata Peajaran PKn dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD N

Tanjungrejo 2 Malang. Hal tersebut dilihat dari perolehan rata-rata hasil

belajar siswa yang terus meningkat, mulai dari nilai rata-rata sebelumnya 62

mengalami peningkatan pada siklus I dengan nilai rata-rata kelas sebesar 66

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

24

dan presentase ketuntasan belajar kelasnya yaitu 50% meningkat pada siklus

II dengan nilai rata-rata kelasnya sebesar 80 dan presentase ketuntasan belajar

kelasya sebesar 93%.

2.3. Kerangka Pikir

Keberhasilan proses pembelajaran juga didukung oleh penggunaan

model atau metode pembelajaran yang tepat, sesuai mata pelajaran, materi

dan kondisi siswa secara keseluruhan, selain oleh kemampuan siswa itu

sendiri. Salah satu wujud model pembelajaran yang menekankan keaktifan

siswa adalah dengan model pembelajaran Group Investigation dan Talking

Stick. Metode ini merupakan metode pembelajaran yang mengikutsertakan

siswa dalam pembelajaran, mulai dari perencanaan sampai dengan

pelaksanaannya, sehingga pembelajaran tidak hanya didominasi oleh guru,

tetapi siswa juga menjadi bagian dalam pembelajaran.

Model pembelajaran Group Investigation dan Talking Stick adalah

pembelajaran kooperatif dengan diskusi kelompok yang saling bekerja sama,

dalam menerima suatu materi dan setiap kelompok harus bertanggung jawab

untuk dapat menyampaikan materi yang dipelajarinya kepada orang lain. Jadi,

dengan menerapkan model pembelajaran Group Investigation dan Talking

Stick dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena siswa dapat lebih aktif

serta lebih mudah memahami dan mengingat materi pembelajaran. Dalam

pembelajaran ini terdapat empat kali tatap muka yang terbagi dalam dua

siklus, apabila pada siklus I hasil belajar dinilai belum memenuhi kriteria

ketuntasan minimal, maka pembelajaran pada siklus I akan di observasi dan

direfleksi untuk selanjutnya diadakan perbaikan lagi pada siklus II. Hingga

terlihat hasil akhir dimana hasil belajar siswa yang meningkat dan telah

memenuhi kriteria ketuntasan minimal yaitu 75.

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

25

Hasil belajar

siswa rendah

Melalui penerapan

model GI dan TS hasil

belajar IPA siswa pada

pokok bahasan jenis-

jenis tanah dan

peristiwa alam, kelas V

SD N Wonoyoso

Kecamatan Pringapus

Kabupaten Semarang

dapat meningkat.

Metode

pembelajaran yang

konvensional

Siklus 2

Proses

pembelajaran

pada siklus 2

adalah refleksi

dari

pelaksanaan

siklus 1

Siklus1

Proses pembelajaran

menekankan pada:

1.Diskusi, kerjasama.

2.Bertanggung jawab

atas suatu materi yang

dipelajari

3.Dapat menyampaikan

materi pada orang

lain.

Menerapkan

model GI dan TS

(Group

Investigation dan

Talking Stick)

TINDAKAN

KONDISI

AKHIR

KONDISI

AWAL

Gambar 2.1

Kerangka Pikir Hasil Belajar Siswa

menurut Slavin

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

26

2.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teoritis dan hasil penelitian sebelumnya, maka

diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut : “ Melalui penggunaan model

pembelajaran Group Investigation dan Talking Stick dapat meningkatkan hasil

belajar IPA bagi siswa kelas V SD N Wonoyoso Kecamatan Pringapus

Kabupaten Semarang pada semester II tahun pelajaran 2012/2013 ”.

2.5. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah apabila hasil

belajar siswa dapat mencapai KKM yaitu 75. Pelajaran IPA merupakan salah

satu mata pelajaran utama yang dipelajari di SD. Namun, siswa di SD Negeri

Wonoyoso kelas V masih mengalami kesulitan memahami materi dilihat dari

hasil belajar mereka yang sebagian besar belum memenuhi KKM. Materi

yang disampaikan terlihat sulit untuk diterima oleh siswa. Hasil belajar siswa

kelas V pada mata pelajaran ini kurang begitu maksimal. Dapat dikatakan

bahwa tujuan pembelajaran belum bisa dicapai sepenuhnya.

Penyampaian materi dengan model ceramah adalah salah satu faktor

utama penyebab tidak maksimalnya pencapaian tujuan pembelajaran.

Sebagian besar siswa cenderung merasa jenuh dengan model pembelajaran ini

yang pada akhirnya memicu berkurangnya konsentrasi siswa terhadap

penerimaan materi pelajaran. Siswa kesulitan untuk menerima materi yang

terlalu banyak dengan guru sebagai pusat pembelajaran.

Siswa yang merasa bosan dalam kegiatan pembelajaran tidak akan bisa

menangkap materi pelajaran dengan maksimal. Diperlukan strategi

pembelajaran dengan model yang baru agar bisa menarik minat siswa untuk

belajar. Model pembelajaran secara bervariasi dirasa mampu mengatasi

persoalan tersebut. Model pembelajaran yang baru bagi siswa mampu

membuat siswa menjadi lebih tertarik untuk memahami suatu materi. Siswa

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model

27

yang sudah kembali memiliki minat yang bagus untuk mempelajari materi,

akan memiliki peluang lebih baik dalam meningkatan hasil belajar.

Model pembelajaran Group Investigation dan Talking Stick adalah

kombinasi model pembelajaran yang efektif untuk membangkitkan minat

siswa dalam belajar. Model pembelajaran ini mengajak siswa secara aktif

mempelajari materi ajar. Model Group Investigation & Talking Stick sangat

tepat dipadukan karena Group Investigation yang bersifat student centered

dan konstruktivistik dalam menginvestigasi suatu topik dianggap cocok dan

tepat jika dipadukan dengan model pembelajaran Talking Stick yang sintaks

pembelajarannya terdapat permainan tongkat yang dilakukan dengan iringan

musik atau dengan bernyanyi yang tentunya akan sangat menyenangkan jika

disajikan dalam sebuah pembelajaran.

Kedua model pembelajaran diatas merupakan model pembelajaran

yang berpusat pada siswa dan bersifat menyenangkan, karena siswa terlibat

secara aktif dalam proses pembelajaran. Apabila minat siswa dapat

ditumbuhkan ketika ia mempelajari sesuatu, kemudian ia terlibat secara aktif

dan penuh dalam membahas materi yang akan dipelajarinya, maka pada

akhirnya dia akan terkesan dengan proses pembelajaran yang diikutinya,

sehingga pendalaman akan materi yang dipelajari dapat muncul sangat kuat”

(Hernowo 2007 : 21).

Apabila proses pembelajaran berlangsung dengan maksimal, maka

tujuan pembelajaran menjadi lebih mudah dicapai oleh guru. Dengan minat

siswa yang lebih baik dalam menerima pelajaran maka akan cenderung

membuat hasil belajar siswa meningkat sesuai dengan tujuan pembelajaran.