33
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran Matematika 2.1.1.1 Hakikat Mata pelajaran Matematika Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah dasar. Menurut Ruseffendi (Heruman, 2013) matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Dimana matematika memuat simbol-simbol tertentu yang mempunyai arti atau makna dalam pembelajaran secara kongkret dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan, matematika menurut Soejadi (Heruman, 2013) yaitu memiliki pola objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Sujono (Halim, 2009) menyatakan bahwa matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematis. Sujono menambahkan, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang menggunakan logika dan masalah yang berhubungan dengan bilangan. Matematika memuat suatu materi yang menekankan suatu penalaran misalkan dalam proses memecahkan suatu masalah tertentu disini siswa diharapkan mampu menerapkan ilmu penalaran tersebut melalui kegiatan pembelajaran. Ahli yang lain seperti Mustafa (Tri Wijayanti, 2011), menyebutkan bahwa matematika adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama adalah metode dan proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten,sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik secara abstrak, matematika murni atau dalam keterkaitan manfaat pada matematika terapan. ada beberapa ahli yang lain mengatakan bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Mata Pelajaran Matematika

2.1.1.1 Hakikat Mata pelajaran Matematika

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah

dasar. Menurut Ruseffendi (Heruman, 2013) matematika adalah bahasa simbol;

ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola

keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak

didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya

ke dalil. Dimana matematika memuat simbol-simbol tertentu yang mempunyai

arti atau makna dalam pembelajaran secara kongkret dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan, matematika menurut Soejadi (Heruman, 2013) yaitu memiliki pola

objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.

Sujono (Halim, 2009) menyatakan bahwa matematika diartikan sebagai cabang

ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematis. Sujono

menambahkan, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang

menggunakan logika dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.

Matematika memuat suatu materi yang menekankan suatu penalaran misalkan

dalam proses memecahkan suatu masalah tertentu disini siswa diharapkan mampu

menerapkan ilmu penalaran tersebut melalui kegiatan pembelajaran. Ahli yang

lain seperti Mustafa (Tri Wijayanti, 2011), menyebutkan bahwa matematika

adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama adalah

metode dan proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang

yang konsisten,sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik secara abstrak,

matematika murni atau dalam keterkaitan manfaat pada matematika terapan. ada

beberapa ahli yang lain mengatakan bahwa matematika adalah bahasa simbolis

yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif

dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir

8

9

Menurut Johnson dan Mylebust (Mulyono, 2003), selain itu Kline (Mulyono,

2003) mengemukakan, bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri

utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan

cara bernalar induktif. Sujono (Halim, 2009) mengartikan, matematika sebagai

cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik,

penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.

Selain pengertian matematika menurut para ahli kemudian ada pengertian

matematika menurut suatu isltilah tertentu. Matematika merupakan bagian dari

ilmu pengetahuan yang bersifat pasti (eksakta) ternyata memiliki asal-usul

matematika tersendiri. Istilah matematika berasal dari istilah latin yaitu “

mathematica” yang awalnya mengambil istilah Yunani yaitu “ mathematike”

yang berarti “ relating to learning” yang berkaitan dengan hubungan suatu

pengetahuan. Kata Yunani tersebut mempunyai akar kata mathema yang berarti

pengkajian, pembelajaran, ilmu atau pengetahuan (knowledge) yang ruang

lingkupnya menyempit, dan arti teknisnya menjadi pengkajian matematika. Kata

mathematice yang yang serumpun yaitu mathenein atau dalam bahasa Perancis les

mathematiques yang berarti belajar ( to learn). Jadi, berdasarkan asal usul kata

matematika yaitu suatu pengetahuan yang diperoleh dari hasil proses belajar.

Maka, persoalannya adalah pengetahuan tentang apa, apa yang menjadi pokok

masalahnya atau sasaran yang dipelajarinnya The Liang Gie (1993 : 5 )

Dari berbagai definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa matematika

merupakan suatu ilmu yang sistematis. Yang mana matematika mempengaruhi

pola pikir seseorang. Matematika harus diterapkan dalam dunia sehari- hari

dengan maksud, agar orang mampu menguasai konsep yang benar dan tepat.

Masalah matematika selalu berkaitan dengan logika dan dan suatu bilangan. Oleh

karena itu, diharuskan mampu menyelesaikan persoalan matematika dengan

menggunakan logika. Alangkah lebih baiknya, logika diterapkan untuk

menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan bilangan.

10

2.1.1.2 Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran matematika harus diterapkan dengan tepat, sehingga siswa

menguasai materi yang disampaikan oleh pengajar. Menurut Heruman ( 2013 ),

usia perkembangan kognitif siswa sekolah dasar masih terikat dengan objek

konkrit yang dapat ditangkap oleh panca indra.

Dapat dikatakan bahwa, dalam pembelajaran matematika yang abstrak.

Siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat

memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, materi lebih

cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa dengan capat. Proses pembelajaran

pada fase konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan

selajutnya abstrak. Selain itu kegiatan pembelajaran matematika berorientasi pada

upaya menerapkan cara berpikir matematik. Berkaitan dengan penjelasan tersebut,

Dienes (Hudojo, 2003) menyimpulkan bahwa belajar matematika melibatkan

suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas

dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Menurut Heruman (2013)

menyatakan bahwa dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru

dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama

dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola

tindakannya. Untuk keperluan inilah, sehingga di perlukan adanya pembelajaran

melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat

fakta saja. Karena hafalan hanya akan terendap sebentar tidak dapat berahan lama

dimemori siswa.

Selain pengertian tersebut Heruman (2013), merujuk pada berbagai

pendapat para ahli matematika Sekolah Dasar dalam mengembangkan kreativitas

dan kompetensi siswa, maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran

yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam

mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa pemahaman setiap siswa

berbeda-beda, serta tidak semua menyenangi mata pelajaran matematika.

Heruman menambahkan, konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat

dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar (penanaman

11

konsep), pemahaman konsep, dan pembinaan ketrampilan. Memang, tujuan akhir

pembelajaran matematika SD yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan

berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran matematika untuk saat ini mulai mengalami suatu perubahan

yang mana mulai dikaitkan dengan kehidupan sehari- hari, dengan kata lain dalam

kehidupan sehari- hari siswa mampu untuk menganalisis apa sajakah yang

termasuk matematika. Berkenaan dengan itu matematika dapat dilakukan atau

diterapkan siswa dalam kehidupan sehari- hari misalnya saat menggunakan

sepeda motor mengukur laju kecepatan. Hal tersebut ada kaitannya dengan

pembelajaran matematika. Melalui hal kongkrit seperti diatas siswa lebih matang

dalam penanaman konsep matematika.

2.1.1.3 Tujuan Mata Pelajaran Matematika

Dilihat dari dokumen Standar Kompetensi mata pelajaran matematika SD

kurikulum 2006 tujuan pembelajaran matematika adalah untuk membantu siswa

melakukan suatu aktivitas di lingkungan sekitar dalam kehidupan sehari- hari

yang diuraikan berikut ini.

1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-

sifatnya, serta menggunakan dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-

hari. Disini siswa bukan hanya mampu menguasi konsep akan tetapi mampu

untuk mengaplikasikannya dalam keseharian.

2. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-

sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-

hari.

3. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume,

sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikan dalam pemecahan

masalah sehari-hari.

4. Memahami konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan

menggunakannya dalam pemecahan masalah sehari-hari.

12

5. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar

dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung,

modus, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah sehari-hari.

6. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan.

Melalui uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran

matematika terletak pada penataan nalar, pemecahan masalah, pembentukan

sikap, dan keterampilan dalam penerapan matematika. Manfaat pembelajaran

matematika sangat terlihat dan dapat dirasakan dalam kehidupan sehari- hari.

Oleh karena itu, alangkah lebih baiknya kita selalu menerapkannya dalam

kehidupan. Adapaun manfaat pembelajaran matematika yaitu untuk

mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi,

dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model

matematika. Serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram,

dalam menjelaskan gagasan (Wahyudi, 2008: 3). Menurut Jihad (2008: 153)

manfaat pembelajaran matematika adalah sebagai wahana untuk mengembangkan

kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan mengembangkan

ketajaman penalaran yang dapat memperjelas dan menyelesaikan permasalahan

dalam kehidupan sehari-hari.

Melalui beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa manfaat

pelajaran matematika yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan siswa

tentang materi yang berkaitan dengan matematika misalkan operasi hitung

bilangan, bilangan bulat, bangun ruang dan lain sebagainya. Manfaat lain yaitu

untuk meningkatkan pola pikir siswa terhadap matematika dan mampu

meningkatkan kemampuan bernalar secara masuk akal sehingga dapat diterima

oleh yang lain. Dapat di terima yaitu dengan cara pandai mengkomunikasikan.

Yang mana mengkomunikasikan suatu hal tertentu dapat melalui grafik, tabel,

garis dan lain sebagainya.

2.1.1.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang Diteliti

Kurikulum KTSP memuat beberapa hal yaitu standar kompetensi dan

kompetensi dasar, indikator. Peneliti menggunakan Standar Kompetensi 6 dan

13

Kompetensi dasar 6.1 dan 6.2 sebagai acuan untuk melaksanakan penelitian

matematika pada siswa kelas 4 semester I di SDN Blotongan 01 Salatiga. SK dan

KD diuraikan pada tabel 01.

Tabel 01

SK – KD Mata Pelajaran Matematika

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

6.Menggunakan pecahan

dalam pemecahan masalah

6.1 Menjelaskan arti pecahan dan

urutannya

6.2. Menyederhanakan berbagai

bentuk pecahan

2.1.2 Model Pembelajaran TGT

2.1.2.1 Hakikat Model Pembelajaran TGT

TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang

dikembangkan oleh Slavin (1995) untuk membantu siswa menguasai materi

pelajaran. Slavin mengemukakan bahwa, TGT berhasil meningkatkan skill-skill

dasar, pencapaian, interaksi positif antarsiswa, harga diri, dan sikap penerimaan

pada siswa-siswa lain yang berbeda. Setiap siswa ditempatkan dalam satu

kelompok yang terdiri dari 3 sampai 5 orang berkemampuan rendah, sedang, dan

tinggi. Komposisi ini dicatat dalam tabel khusus (tabel turnamen), yang setiap

minggunya harus diubah. Dalam TGT setiap anggota ditugaskan untuk

mempelajari materi terlebih dahulu bersama anggota-anggotanya, barulah mereka

diuji secara individual melalui game akademik. Nilai yang mereka peroleh dari

game akan menentukan skor kelompok mereka masing-masing (Huda, 2011).

Prosedur TGT

Siswa memperdalam, mereview, dan mempelajari materi secara kooperatif

dalam tim. Penentuan kelompok dilakukan secara heterogen dengan langkah-

langkah berikut: 1) membuat daftar rangking akademik siswa; 2) membatasi

jumlah maksimal anggota setiap tim adalah 4 siswa; 3) menomori siswa mulai

dari yang paling atas (misalnya, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan seterusnya); dan 4)

14

membuat setiap tim heterogen dan setara secara akademik, dan jika perlu

keragaman itu dilakukan dari segi jenis kelamin, etnis, agama, dan sebagainya.

Tujuan dari Tim Studi ini adalah membebankan tugas kepada setiap tim untuk

mereview dengan format dan sheet yang telah ditentukan.

Turnamen

Setelah membentuk tim, siswa mulai berkompetisi dalam turnamen.

Penentuan turnamen dilakukan secara homogen dengan langkah sebagai berikut:

1) menggunakan daftar rangking yang telah dibuat sebelumnya; 2) membentuk

kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 atau 4 siswa; 3)

menentukan setiap anggota dari masing-masing kelompok berdasarkan kesetaraan

kemampuan akademik, jadi ada turnamen yang khusus untuk kelompok-kelompok

yang terdiri dari siswa-siswa pandai, dan ada turnamen yang khusus untuk

kelompok- kelompok siswa yang lemah secara akademik.

Format yang diterapkan adalah: 1) memberikan kartu-kartu yang telah

dinomori (misalnya dari 1-30) kepada setiap kelompok; 2) memberi pertanyaan

pada setiap kartu sebelum dibagikan pada siswa; 3) membuat lembar jawaban

yang juga sudah dinomori; 4) membagikan satu amplop pada masing-masing tim

yang berisi kartu-kartu, lembar pertanyaan, dan lembar jawaban;4)

menginstruksikan siswa untuk membuka kartu; 5) menunjuk pemegang nomor

tertinggi untuk membacakan pertanyaan terlebih dahulu; 6) mengarahkan siswa

pertama untuk mengambil sebuah kartu dari amplop dan membacakan nomornya,

lalu siswa kedua (yang memiliki lembar pertanyaan) membaca pertanyaan dengan

keras, lalu siswa pertama menjawab pertanyaan tersebut, kemudian siswa ketiga

(yang memiliki lembar jawaban) mengonfirmasi apakah jawabannya benar atau

salah;7) Menggunakan aturan jika jawaban benar, maka siswa pertama mengambil

kartu itu, namun jika jawabannya salah, maka siswa kedua dapat membantu

menjawabnya. Jika benar, kartu tetap mereka pegang. Namun, jika tetap salah,

kartu itu harus dibuang.

Scoring

15

Scoring dilakukan untuk semua tabel turnamen. Setiap pemain bisa

menyumbangkan 2 hingga 6 poin kepada Tim Studinya masing-masing. Poin Tim

Studi akan ditotal secara keseluruhan.

Menurut Trianto ( 2010) TGT adalah teknik pembelajaran yang hampir

sama seperti STAD, kecuali sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan

individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik. TGT terdiri dari

komponen-komponen yaitu: presentasi kelas dan tim. Model pembelajaran TGT

adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah

diterapkan,melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status.

Melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan

dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam

pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih

tenang disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama,

persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

TGT pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries dan Kelth Edward

ini, merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Menurut Saco

(2006), dalam TGT siswa memainkan permainan-permainan dengan anggota-

anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing .

Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan

yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat juga diselingi

dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok

mereka). Permainan tersusun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan

konten yang dirancang untuk mengetes pengetahuan siswa yang diperoleh dari

presentasi kelas dan latihan tim. Diadakan aturan tantangan yang memungkinkan

seorang pemain mengemukakan jawaban berbeda untuk menantang jawaban

lainnya. Turnamen merupakan struktur bagaimana dilaksanakannya permainan

tersebut. Turnamen itu biasanya dilaksanakan pada akhir minggu, setelah guru

menyelesaikan presentasi kelas dan tim-tim memperoleh kesempatan berlatih

dengan LKS. Untuk turnamen pertama, guru menetapkan siapa yang akan

bertanding pada meja permainan. Menetapkan tiga siswa peringkat atas dalam

kinerja yang lalu pada meja 1, masing-masing siswa mewakili timnya. Tiga siswa

16

berikutnya pada meja dua dan seterusnya. Pemilikan kemampuan pemecahan

suatu masalah pada siswa sangatlah penting, namun masih rendahnya ketrampilan

siswa dalam pemecahan masalah menuntut diterapkannya berbagai model

pembelajaran dengan harapan dapat menarik perhatian siswa agar menyukai

pelajaran dan untuk mempermudah siswa memecahkan suatu masalah.

Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu model pembelajaran yang

menarik karena didalamnya terdapat kegiatan turnamen akademik yang

diharapkan dapat membuat siswa agar lebih kreatif, cepat dan tepat dalam

memecahkan masalah matematika dan dapat meningkatkan sikap positif siswa

terhadap pelajaran, mendorong siswa berpartisipasi aktif dan dapat menghadapkan

siswa pada keterampilan yang menantang agar siswa terlatih melakukan

pemecahan masalah dan berfikir analitik. Menurut Johnson (dalam Carolyn W

Rouvire) TGT adalah belajar kooperatif yang terdiri dari pengajaran (teaching),

belajar dalam tim (team study), dan pertandingan akademik (game tournament)

proses ini sangat penting dalam proses pembelajaran setiap harinya bagi siswa.

2.1.2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran TGT

Ada banyak ahli yang mengemukakan bagaimana langkah-langkah

pembelajaran model TGT namun peneliti akan menggunakan langkah – langkah

atau sintak dari salah satu ahli yaitu Slavin (dalam Purwati, 2010) yang

mempunyai 4 komponen utama meliputi menyampaikan informasi (presentasi

klasikal), pembentukan tim atau pengorganisasian siswa (kelompok), permainan

(game tournament) dan pemberian pengahargaan pada kelompok. Penjabaran dari

4 komponen tersebut dapat kita lihat dalam tabel dibawah ini.

Sintaks TGT menurut Slavin (dalam Purwati, 2010) ada beberapa

komponen utama dalam TGT yang secara rinci dapat dilihat pada tabel 02.

17

Tabel 02

Sintaks Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

Fase Sintaks Model

Pembelajaran

TGT

Tindakan/ aktivitas

Guru

Aktivitas Siswa

1 Menyampaikan

Informasi

(Presentasi

Klasikal)

Pada fase ini guru

menyajikan materi

pelajaran seperti biasa,

bisa dengan ceramah,

diskusi, demonstrasi atau

eksperimen bergantung

pada karakteristik materi

yang sedang disampaikan

dan ketersediaan media

di sekolah yang

bersangkutan.

Siswa mendengarkan

informasi yang

disampaikan oleh guru.

2 Pembentukan

Tim atau

Pengorganisasian

Siswa

(Kelompok)

Pada fase ini, guru

membentuk kelompok-

kelompok kecil

beranggotakan 4-6 orang

siswa, terdiri dari siswa

berkemampuan tinggi,

sedang dan kurang

Siswa melakukan

turnamen dengan

menggunakan permainan

kipas pecahan.

3 Permainan

(Game

Tournament)

Pada fase ini, guru

membuat suatu bentuk

permainan

Siswa mengikuti turnamen

menggunakan kipas

pecahan dengan kerjasama

kelompok sesuai dengan

kelompok masing-masing

4 Pemberian

Penghargaan

Kelompok

Skor kelompok diperoleh

dengan cara

menjumlahkan skor

anggota setiap kelompok,

kemudian dicari rata-

ratanya.

Siswa melakukan

kesimpulan dan refleksi

bersama dengan guru.

Melalui sintak model TGT pada uraian di atas, kemudian akan di lakukan

implementasi pembelajaran menurut permendiknas nomor 41 dengan langkah-

langkah yaitu eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi yang di petakan berikut ini.

18

Tabel 03

Implementasi TGT berbantuan Permainan Kipas Pecahan dalam

pembelajaran Matematika

Sintaks TGT

menurut Slavin

(dalam Purwati,

2010)

Langkah-

Langkah

dalam Standar

Proses

Permendinas

Nomor 41

Sintak Implementasi TGT berbantuan

permaianan kipas pecahan dalam

pembelajaran matematika

Pendahuluan

1. Guru mengajak siswa untuk berdoa

atau salam.

2. Guru menyiapkan peserta didik

secara psikis dan fisik untuk

mengikuti proses pembelajaran.

3. Guru mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang mengaitkan

pengetahuan sebelumnya dengan

materi yang akan dipelajari.

4. Guru menjelaskan tujuan

pembelajaran atau kompetensi dasar

yang akan diapai.

5. Guru menyampaikan cakupan

materi dan penjelasan uraian

kegiatan sesuai silabus ( apersepsi)

1. Menyampaikan

Informasi

(Presentasi

Klasikal)

2. Pembentukan

Tim atau

Pengorganisasia

n Siswa

(Kelompok)

Kegiatan Inti Eksplorasi

6. Guru dan siswa membahas materi

pembelajaran.

7. Siswa mendengakan guru yang

sedang menjelaskan.

8. Guru menjelaskan materi secara

singkat.

Elaborasi

9. Siswa diberi kesempatan untuk

bertanya jika belum paham dengan

materi yang disampaikan oleh guru.

10. Siswa dibagi menjadi 3 sampai 4

kelompok.

11. Siswa berkumpul dengan kelompok

masing-masing.

12. Guru menjelaskan aturan permainan

sebelum turnamen dimulai.

13. Masing-masing kelompok diberi 1

kipas besar yang berisi 5 kipas kecil

yang berisi soal.

19

3. Permainan atau

game

4. Pemberian

hadiah atau

penghargaan

14. Setiap kelompok mendiskusikan

terlebih dahlu selama 2 menit, siapa

yang akan menjadi ketua dan juru

bicarannya.

15. Setiap menjawab 1 pertanyaan akan

diberikan waktu 2 sampai 3 menit.

Jika tidak ada yang menjawab soal

tersebut dianggap hangus, jika benar

skor 2.

Konfirmasi

16. Salah satu kelompok tercepat selesai

mengerjakan soal nomor satu dengan

waktu 2 menit, mengangkat tangan

dan menyebut nama kelompoknya.

17. Siswa menjawab soal dengan posisi

berdiri di depan teman sekelas. Jika

menjawab semua maka skor 10.

18. Yang memperoleh skor tertinggi

akan memperoleh hadiah (Reward).

19. Guru memberikan hadiah kepada

siswa.

20. Guru bertanya jika ada materi yang

kurang jelas

21. Siswa bertanya materi yang kurang

jelas

22. Guru menjelaskan materi tersebut.

23. Guru dan siswa menyimpulkan

pembelajaran bersama tentang materi

pecahan.

Penutup

24. Guru dan siswa membuat simpulan

atau rangkuman pembelajaran.

25. Melakukan penilaian dan refleksi

terhadap kegiatan pembelajaran yang

dilakukan.

26. Siswa memberikan umpan balik

terhadap proses dan hasil

pembelajaran.

27. Siswa dan guru merencanakan tindak

lanjut remidi dan pengayaan

28. Guru menyampaikan rencana

pembelajaran padapertemuan

berikutnya.

29. Guru mengucap salam

30. Kegiatan terakhir guru dengan siswa

berdoa

20

2.1.2.3 Kelebihan Model Pembelajaran TGT

Suatu model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dalam

implementasinya. Seperti model pembelajaran TGT ini mempunyai kelebihan

dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Suarjana (2000:10) dan Istiqomah

(2006) model pembelajaran TGT mempunyai kelebihan berikut ini.

a. Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas. Maksudnya,bahwa siswa

mampu mempunyai banyak waktu untuk melakukan suatu tugas dari pada

gojek sendiri dengan temannya. Tugas disini membantu siswa untuk

memperoleh pengalaman danpengetahuan baru tentang bagaimana cara

mengerjakan soal yang diperoleh. Melalui tugas tersebut siswa mampu

memecahkan masalah tentang materi akan mudah dan terarah.

b. Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu. Melalui kelompok,

siswa akan menghilangkan sedikit keegoisan mereka. Siswa mengerjakan

semua tugas yang diberikan oleh guru melalui kelompok. Disini mereka

berkolaborasi bersama untuk memecahkan masalah yang mereka peroleh.

Mereka tidak boleh melakukan aktivitas sendiri, ketika ada yang mengerjakan

sendiri maka esensi kelompok akan hilang, tidak akan terjadi saling

menghargai sesama teman. Menghargai teman yang lain merupakan

kelebihan dari model pembelajaran TGT.

c. Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam. Model

pembelajaran ini bukan hanya mengedepankan suatu kerja tim. Siswa haus

mampu meguasai materi dengan baik. Sehingga, mereka dapat menjawab

pertanyaan saat melaksanakan permainan dengan baik, tanpa menguasai

materi mereka tidak akan mampu untuk bersaing dengan kelompok lain. Jika

kelompok mampu menjawab dengan benar dapat dikatakan siswa tersebut

benar- benar mampu menguasi materi secara mendalam.

d. Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa.

Pembelajaran dengan model pembelajaran ini, siswa akan aktif seluruhnya,

tidak ada siswa yang tidak aktif. Setiap kegiatan belajar akan menggunakan

21

pikiran dan fisik mereka. Sehingga, mereka aktif untuk mencari dan

memperoleh informasi dari guru.

e. Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain. Komunikasi

dan sosialisasi dengan orang lain sangat penting. Melalui kerja kelompok,

siswa akan belajar berbicara dengan orang lain. Hal kecil misalnya kelompok

belajar, mereka harus mampu berkomunikasi dan bersosialisasi dengan

kelompok belajarnya.

f. Motivasi belajar lebih tinggi. Siswa sekolah dasar senang bermain bersama

teman- teman, ketika guru mampu mengolah pembelajaran menggunakan

permainan dengan tepat dan menarik pembelajaran akan berlangsung dengan

baik. Siswa akan tertarik dan termotivasi untuk mengikuti pelajaran.

g. Hasil belajar lebih baik dari yang sebelumnya. Hasil belajar siswa adalah hal

yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Siswa yang memperoleh

hasil yang belum maksimal belum tentu siswa tersebut tidak pandai. Namun

dapat dipengaruhi oleh faktor yang lain, mungkin bosan dengan

pembelajaran. Guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang menarik

dan inovatif. Melalui permainan siswa akan termotivasi untuk meningkatkan

hasil belajar mereka.

h. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Penggunaan model

pembelajaran ini memiliki banyak manfaat untuk permasalahan terhadap sika.

Mulai dari budi pekerti, kepekaan, dan toleransi. Hal ini dikarenakan ada

suatu kelompok tertentu. Di dalam suatu kelompok harus mampu untuk

menguasai diri dari keegoisan, ketika tidak bisa menghargai, toleransi siswa

tersebut tidak akan mempunyai banyak teman juga tidak dihargai oleh orang

lain.

2.1.2.4 Kelemahan Model Pembelajaran TGT

Model pembelajaran TGT ini mempunyai kekurangan dalam pembelajaran

menurut ahli Suarjana (2000:10) dan Istiqomah (2006) model pembelajaran TGT

mempunyai kelemahan berikut ini.

22

1) Bagi Guru

Sulitnya pengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda

dari segi akademis. Kelemahan ini dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai

pemegang kendali, teliti dalam menentukan pembagian kelompok. Waktu yang

dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu

yang sudah ditetapkan. Dapat ditanggulangi dengan cara guru mampu menguasai

kelas secara menyeluruh.

2) Bagi siswa

Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit

memberikan penjelasan kepada siswa yang lainnya. Cara mengatasi kelemahan

ini, tugas guru adalah membimbing siswa yang mempunyai kemampuan

akademik tinggi agar mampu menyalurkan pengetahuannya kepada siswa yang

lain.

2.1.3 Teori Dienes

2.1.3.1 Pengertian dan Tahap Teori Dienes

Perkembangan konsep matematika menurut Dienes (dalam Resnick, 1981)

dapat dicapai melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dalam rangkaian

kegiatan belajar dari kongkret ke simbolik. Tahap belajar adalah interaksi yang

direncanakan antara yang satu segmen struktur pengetahuan dan belajar aktif,

yang dilakukan melalui media matematika yang desain secara khusus. Menurut

Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam

permainan tersebut menunjukkan aturan secara kongkret dan lebih membimbing

dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa

objek-objek kongkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat

penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Menurut

Dienes (dalam Ruseffendi, 1992:125-127), konsep-konsep matematika akan

berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap

belajar menjadi tahap, yaitu sebagai berikut :

1. Permainan Bebas (Free Play).

23

Dalam setiap tahap belajar, tahap yan paling awal dari pengembangan

konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar

konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi

kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul.

Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam

mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya

dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-

konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari

benda yang dimanipulasi.

2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games).

Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-

pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini

mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang

lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui

permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana

struktur matematika itu. Semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan

dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena

akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang

dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik

memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman,

dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan

permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun

yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda

berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok

bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan

merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak

merah (biru), hijau, kuning).

3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities).

Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan

menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk

melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka

24

dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi

ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan

semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak

dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta

mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut

(anggota kelompok).

4. Permainan Representasi (Representation).

Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang

sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah

mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-

situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak,

Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang

sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.

5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization).

Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan

kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan

menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal.

6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization).

Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini

siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian

merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah

mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu

merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya,

anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti

aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam

arti membuktikan teorema tersebut. Karso (1999) menyatakan bahwa, pada tahap

formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta

membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan

tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu

sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-

sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas yang mempunyai

25

elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika. Model pembelajaran TGT

dikategorikan dalam tahap yang ke dua yaitu tentang permainan dengan aturan.

Permainan yang digunakan ialah permainan kipas pecahan, yang mana

permainannya yaitu dengan cara siswa dibagi menjadi 3 sampai 4 kelompok

setelah itu siswa duduk bersama kelompok masing- masing. Dengan denah

tempat duduk berbentuk segitiga jika 3 kelompok kalau 4 kelompok bebas sesuai

kemauan. Setelah itu siswa diberikan satu kipas besar yang berisi 10 kipas kecil

kipas tersebut berisi soal dengan jawaban. Tugas siswa yaitu mencari cara dari

jawaban yang ada. Dengan aturan permainan kelompok yang tercepat menjawab

pertanyaan dapat mengangkat nama kelompok dan langsung menjawab

pertanyaan dengan berdiri. jika ada 3 kelompok tidak bisa menjawab

pertanyaannya masing- masing maka pertanyaannya dianggap hangus. Jika

pertanyaan 10 terjawab semua maka skornya ialah 100 karena jika benar 1 soal

skornya ialah 10. Setelah permainan selesai kelompok yang skornya tertinggi

akan memperoleh hadiah (reward).

2.1.4 Permainan Kipas Pecahan

2.1.4.1 Pengertian Permainan Kipas Pecahan

Permainan kipas pecahan adalah permainan dengan cara siswa

menemukan pasangan kipas yang sama warnanya di dalam kipas besar ke

kelompok lain untuk memperoleh soal. Kelompok yang sudah memperoleh 5 soal

boleh mengerjakan soal tersebut dengan kelompok masing- masing. Permainan ini

tidak bisa dilakukan secara individu, harus dilakukan secara berkelompok karena

di dalam kipas besar akan ada beberapa soal yang berada di dalam kipas kecil.

Penerapan permainan kipas pecahan dalam proses pembelajaran Matematika pada

materi pecahan yaitu sbb :

1. Siswa diminta untuk mengelompok sesuai dengan kelompok yang telah

dibuat.

2. Guru menyampaikan materi terlebih dahulu agar siswa tidak kesulitan dalam

menjawab soal.

26

3. Guru menjelaskan aturan permainan terlebih dahulu agar siswa tidak bingung

saat permainan kipas pecahan dimulai.

4. Siswa akan diberikan satu kipas besar yang berisi 5 kipas kecil yang berbeda

warna. Tugas siswa adalah menemukan kipas yang warnanya sama dengan

kipas besar, mereka harus menemukan 5 kipas yang warnanya sama, setelah

itu mereka boleh mengerjakan.

5. Soal berada di dalam kipas kecil, mereka boleh memanfaatkan kipas sebagai

alat untuk menemukan jawaban.

6. Guru memberikan waktu 10 – 20 menit untuk mengerjakan soal tersebut.

7. Aturan permainan TGT dengan permainan kipas pecahan yaitu sbb :

Amatilah siklus permainan kelompok di bawah ini dengan cermat, sehingga tahu

alur permainan dengan gambar berikut!

Gambar 01

Alur Permainan Kipas Pecahan

Langkah pertama aturannya yaitu siswa dibagi menjadi 3 kelompok yaitu

kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3 dan kelompok 4 jika dilihat seperti

segitiga.

a. Masing- masing kelompok terdiri dari 5 – 6 siswa

b. Masing- masing kelompok sudah memperoleh soal yang ada di kipas

c. Masing - masing kelompok diberi waktu selama 10 – 20 menit untuk

menjawab pertanyaan

KELOMPOK 1

KELOMPOK 3

KELOMPOK 2

KELOMPOK 4

27

d. Langkah selanjutnya kelompok tercepat yang sudah selesai menjawab soal

dapat mengangkat tangan kemudian menyebutkan nama kelompok dan

membacakan jawabanya.

e. Jika menjawab pertanyaan dengan benar maka nilainya adalah 20 karena ada 5

soal jadi totalnya ada 100.

f. Kegiatan akhir dari games yaitu kelompok yang memperoleh skor yang paling

banyak akan memperoleh hadiah dari guru. Untuk kelompok yang memperoleh

skor rendah guru memotivasi agar selalu semangat belajar.

8. Guru meluruskan untuk soal yang tidak bisa dijawab siswa dan mengambil

suatu kesimpulan.

2.1.4.1 Bahan Dan Alat Untuk Membuat Permainan Kipas Pecahan

Bahan yang digunakan dalam membuat permainan kipas pecahan adalah sebagai

berikut :

a) Kertas karton secukupnya dengan warna yang berbeda

b) Bambu / kayu di potong kecil - kecil

Alat yang digunakan dalam membuat permainan kipas pecahan adalah sebagai

berikut :

a) Lem

b) Double tip

c) Gunting

d) Solasi

2.1.4.3 Cara Membuat Kipas Pecahan

Cara membuatnya dapat di jelaskan sbb :

1) Potong karton untuk membentuk kipas

2) Potong kayu atau bambu menjadi kecil untuk membuat kipas

3) Bentuk karton yang sudah di gunting sesuai dengan pola yang diinginkan

4) Kertas karton yang sudah menjadi pola di jadikan satu dengan kayu atau

potongan mambu dan di beri lem.

28

5) Beri soal di masing- masing kipas

6) Setelah soal sudah di tempelkan kemudian masukkan ke kipas yang besar

7) Setelah semua sudah di masukkan ke kipas yang besar dan sudah di berikan

soal maka siap untuk digunakan dalam proses pembelajaran.

2.1.4.4 Kelebihan Permainan Kipas Pecahan

a) Siswa tertarik untuk belajar seheingga mereka aktif, karena pembelajaranya

berbentuk permainan.

b) Tidak ada siswa yang pasif semua bergerak, karena permainanya menuntut

siswa untuk bergerak.

c) Menekankan pada kerja tim dalam proses pembelajaran.

2.1.4.5 Kekurangan Permainan Kipas Pecahan

a) Kegiatannya harus dengan kelompok

b) Membutuhkan biaya yang cukup banyak untuk membuat kipas

c) Bagi siswa yang pasif ini adalah hal yang sulit

2.1.5 Keaktifan Belajar

2.1.5.1 Hakikat Keaktifan

Menurut Anton M. Mulyono (2001) Aktivitas artinya “kegiatan atau

keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi

baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas. Aktivitas siswa selama

proses pembelajaran merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa

untuk belajar. Sedangkan menurut Mc Keachie dalam Dimyati dan Mujiono

(1999) berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa “individu

merupakan manusia belajar yang selalu ingin tahu”. Menurut Sriyono (1992)

“Keaktifan adalah pada waktu guru mengajar ia harus mengusahakan agar murid-

muridnya aktif jasmani maupun rohani”. Menurut Sagala (2006) keaktifan

jasmani maupun rohani itu meliputi antara lain:

29

a. Keaktifan indera: pendengaran, penglihatan, peraba dan lain-lain. Murid

harus diransang agar dapat menggunakan alat indranya sebaik mungkin.

b. Keaktifan akal: akal anak harus aktif atau diaktifkan untuk memecahkan

masalah, menimbang-nimbang, menyusun pendapat, dan mengambil

keputusan.

c. Keaktifan ingatan: pada waktu mengajar, anak harus aktif menerima bahan

pelajaran yang disampaikan guru dan menyimpannya dalam otak, kemudian

pada suatu saat ia siap mengutarakan kembali.

d. Keaktifan emosi: dalam hal ini murid hendaklah senantiasa berusaha

mencintai pelajarannya.

Keaktifan belajar siswa adalah segala sesuatu yang dilakukan dalam

proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar.

Aktivitas yang dimaksud disini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan

adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar

aktif, seperti yang dikemukakan oleh Rochman Natawijaya dalam Depdiknas

(2005) belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan

keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosi guna memperoleh

hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor”.

Keaktifan siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu indikator

adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki

keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti; 1) sering bertanya kepada

guru atau siswa lain, 2) mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, 3) mampu

menjawab pertanyaan, 4) senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya.

Trinandita (1984) menyatakan bahwa “Hal yang paling mendasar yang dituntut

dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa”. Keaktifan siswa dalam

proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru

dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan

suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masingmasing siswa dapat

melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari

siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan

yang akan mengarah pada peningkatan prestasi. Berdasarkan beberapa pendapat

30

diatas dapat disimpulkan bahwa keaktifan belajar siswa adalah segala kegiatan

yang dilakukan dalam proses pembelajaran yaitu proses interaksi (guru dan

siswa) dalam rangka memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek

kognitif, afektif dan psikomotor.

Sebisa mungkin dalam proses pembelajaran guru harus mampu mengajak

siswa untuk aktif, karena dengan siswa aktif menandakan bahwa siswa tersebut

senang dalam pembelajaran, jika siswa senang dalam pembelajaran biasanya ia

akan mampu untuk menerima materi pembelajaran dengan baik pula. Oleh

karena itu, siswa harus mampu berperan aktif dalam proses pembelajaran.

2.1.5.2 Jenis-Jenis Keaktifan Belajar

Menurut Paul. D. Diedrich dalam Oemar Hamalik (2001) keaktifan

belajar dapat diklasifikasikan dalam 8 kelompok yaitu:

a. Kegiatan-kegiatan visual, seperti: membaca, melihat gambar-gambar,

mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain

bekerja atau bermain.

b. Kegiatan-kegiatan lisan, seperti: mengemukakan suatu fakta yang ada atau

prinsip, menghubungkan suatu tujuan, mengajukan suatu pertanyaan,

memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan

interupsi.

c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti: mendengarkan penyajian bahan,

mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu

permainan, mendengarkan radio.

d. Kegiatan-kegiatan menulis, seperti: menulis cerita, menulis laporan,

memeriksa karangan, bahan-bahan materi, membuat rangkuman,

mengerjakan tes, dan mengisi angket.

e. Kegiatan-kegiatan menggambar, seperti: menggambar, membuat suatu

grafik, chart, diagram, peta, dan pola.

f. Kegiatan-kegiatan metrik, seperti: melakukan percobaan-

percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, menari dan berkebun.

31

g. Kegiatan-kegiatan mental, seperti: merenungkan, mengingat, memecahkan

masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan dan

membuat keputusan. Kegiatan-kegiatan emosional, seperti: menaruh minat,

membedakan, merasa bosan, gembira, bersemangat, berani, tenang, dan

gugup.

Selain itu, Menurut Uzer Usman (2009) cara untuk memperbaiki dan

meningkatkan keterlibatan siswa atau keaktifan siswa dalam belajar adalah

sebagai berikut:

1) Sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual siswa. Hal

ini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa. Cara

memperbaiki keterlibatan kelas:

a) Abadikan waktu yang lebih banyak untuk kegiatan belajar mengajar.

b) Tingkatkan partisipasi siswa secara efektif dalam kegiatan belajar

mengajar dengan menuntut respon yang aktif dari siswa. Gunakan contoh-

contoh dalam teknik mengajar, motivasi dan penguatan.

c) Masa transisi antara berbagai kegiatan dalam mengajar hendaknya

dilakukan secara tepat dan luwes.

d) Berikanlah pengajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar

yang akan dicapai.

e) Usahakan agar pengajaran dapat menarik minat murid, untuk itu guru

harus mengetahui minat siswa dan mengaitkan dengan bahan dan prosedur

pengajaran.

2) Cara meningkatkan keterlibatan siswa:

a) Kenalilah dan bantulah anak-anak yang kurang terlibat. Selidiki penyebab

dan usaha apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan prestasi anak

tersebut.

b) Siapkan siswa secara tepat. Persyaratan awal apa yang diperlukan anak

untuk mempelajari tugas belajar yang baru.

c) Sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual siswa. Hal

ini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa untuk

berfikir secara aktif dalam kegiatan belajar.

32

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa jenis-

jenis keaktifan belajar siswa adalah: 1) kegiatan-kegiatan visual, 2) kegiatan-

kegiatan lisan, 3) kegiatan-kegiatan mendengarkan, 4) kegiatan-kegiatan

menulis, 5) kegiatan-kegiatan menggambar, 6) kegiatan-kegiatan metric, 7)

kegiatan-kegiatan mental, dan 8) kegiatan-kegiatan emosional yang tercermin

dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung.

2.1.5.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar Siswa

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan

mengembangkan bakat yang dimilikinya, siswa juga dapat berlatih untuk

berfikir kritis serta dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Disamping itu guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran secara

sistematis sehingga merangsang keaktifan siswa dalam pembelajaran. Gagne dan

Briggs dalam Martins (2007) menyebutkan faktor-faktor yang dapat

menumbuhkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu:

1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa sehingga mereka

berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

2. Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada siswa).

3. Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.

4. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari)

5. Memberikan petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.

6. Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.

7. Memberi umpan balik (feed back).

8. Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes sehingga kemampuan

siswa selalu terpantau dan terukur.

9. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran.

Indikator keaktifan belajar menurut Gagne dan Briggs dalam Martinis

(2007) adalah sebagai berikut:

33

1. Perhatian siswa terhadap penjelasan guru. Disini siswa harus memperhatikan

guru saat menyampaikan pelajaran, sehingga dapat menerima materi dengan

baik.

2. Kerjasamanya dalam kelompok. Kegiatan belajar yang melalui kelompok

arus dikerjakan secara berkelompok. Tidak boleh dikerjakan secara individu.

3. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok ahli.

4. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok asal.

5. Memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam kelompok.

6. Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat.

7. Memberi gagasan yang cemerlang.

8. Membuat perencanaan dan pembagian kerja yang matang.

9. Keputusan berdasarkan pertimbangan anggota yang lain.

10. Memanfaatkan potensi anggota kelompok.

11. Saling membantu dan menyelesaikan masalah.

Melalui berbagai indikator keaktifan belajar diatas, penulis akan

mengambil 8 butir indikator yang digunakan untuk menilai keaktifan belajar

siswa kelas 4 SDN Blotongan 01 Salatiga. 8 indikator tersebut adalah sebagai

berikut:

1) Perhatian siswa terhadap penjelasan guru.

2) Kerjasamanya dalam kelompok.

3) Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok

4) Memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam kelompok.

5) Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat.

6) Memberi gagasan yang cemerlang.

7) Membuat perencanaan dan pembagian kerja yang matang.

8) Saling membantu dan menyelesaikan masalah.

Keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran sangat penting karena

merupakan salah satu keberhasilan akan prestasi belajarnya. Keaktifan yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.

Dalam penelitian ini yang dimaksud oleh peneliti tentang keaktifan belajar siswa

adalah 1) kegiatan-kegiatan visual: membaca; 2) kegiatan-kegiatan lisan:

34

mengajukan suatu pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, diskusi;

3) kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan materi,

mendengarkan percakapan dalam diskusi kelompok; 4) kegiatan-kegiatan

menulis: menulis bahan-bahan materi, merangkum bahan materi, mengerjakan

tes; 5) kegiatan-kegiatan mental: memecahkan masalah, membuat keputusan; 6)

kegiatan-kegiatan emosional: menaruh minat, merasa bosan, gembira,

bersemangat, dan berani.

2.1.6 Hakekat Hasil Belajar

2.1.6.1 Pengertian Belajar

Winkel (Eriyani, 2011) mengemukakan belajar adalah suatu aktivitas

mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,

keterampilan, dan nilai-nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan

dan berbekas . Jihad (2010) belajar merupakan suatu proses dari seseorang yang

berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif

menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, biasanya guru

menetapkan tujuan belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang

berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional. Slameto

(2010) mengemukakan belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Seels dan Rita (Iryani, 2010), belajar juga diartikan sebagai perolehan

perubahan tingkah laku yang relatif permanen dalam diri seseorang mengenai

pengetahuan atau tingkah laku karena adanya pengalaman. Hal ini senada dengan

pendapat Bower & Ernes (Iryani, 2010) bahwa belajar diartikan sebagai

perubahan tingkah laku yang relatif permanen dan tidak disebabkan oleh adanya

kedewasaan. Pengertian belajar sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh

Slameto (2010), belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

35

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Belajar merupakan salah satu hal yang penting bagi manusia yang mana

belajar merupakan suatu proses berkelanjutan yang dilakukan oleh manusia

sehingga manusia itu memperoleh suatu hasil. Belajar juga hal yang berkaitan

dengan suatu hal yang awalnya tidak tahu menjadi tahu sehingga manusia dapat

berkembang lebih baik dengan adanya suatu belajar.

2.1.6.2 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

siswa menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (Sudjana, 2001:21)

membagi tiga macam hasil belajar, yaitu (a) ketrampilan dan kebiasaan, (b)

pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing

golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Menurut

Hamalik (Jihad, 2010) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi

perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi

tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Azwar (Febriana, 2010) hasil

belajar ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek utama disebut kognitif tingkat rendah dan

keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif

berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban

atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan

dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam

aspek, yakni gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,

keharmonisan dan ketepatan, gerakan ketrampilan kompleks, dan gerakan

ekspresif dan interpretatif. Disamping itu hasil belajar dapat dioperasionalisasikan

dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka

kelulusan, dan predikat keberhasilan.

36

Hasil belajar ini diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajar

mengajar. Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil belajar siswa atau

kemampuan siswa dalam suatu pokok bahasan guru biasanya mengadakan tes

hasil belajar. Hasil belajar dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh siswa

setelah mengikuti suatu tes hasil belajar yang diadakan setelah selesai program

pengajaran. Evrieta (2010) hasil belajar matematika siswa merupakan suatu

indikator untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran

matematika. Pengertian hasil belajar matematika sejalan dengan yang

dikemukakan oleh Evrieta yaitu suatu indikator untuk mengukur keberhasilan

siswa dalam proses pembelajaran matematika.

Hasil belajar matematika sebenarnya bukan yang nomor satu yang

terpenting ialah siswa mampu menanamkan konsep dalam kehidupannya sehari

hari serta mampu mengaplikasikannya. Jika siswa mampu mengaplikasikan

pembelajaran matematika dalam kehidupan sehari hari dengan baik, maka untuk

hasil belajarnya pun akan baik sesuai dengan kemampuan siswa mengaplikasikan

konsep yang diterimannya.

2.1.6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Slameto (2010) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu:

1. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu

(intern), yang meliputi : (1). Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi,

pendengaran, dan penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu

akan mempengaruhi hasil prestasi belajar, (2). Faktor Psikologis, meliputi:

intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian ingatan berfikir, (3). Faktor

kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak

dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk. Sedangkan

kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga

minat dan dorongan untuk mengahasilkan sesuatu akan hilang.

37

2. Faktor yang ada pada luar individu yang disebut dengan faktor ekstern, yang

meliputi: (1). Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang

pertama dan utama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi

bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar. (2). Faktor

Sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa,

siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah. (3). Faktor Masyarakat,

meliputi: bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prestasi

belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa

akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar.

Sudjana (Mahardika, 2011) Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

siswa adalah:

a. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri, antara

lain ialah kemampuan yang dimilikinya, minat, motivasi, dan faktor-faktor

lain.

b. Faktor ekstern, yaitu faktor yang berada di luar individu diantaranya

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas dapat

dikaji bahwa salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar adalah

metode guru dalam mengajar (metode pembelajaran) seperti yang dikemukakan

oleh Slameto (2010). Sehingga perlu diperhatikan oleh pengajar atau guru bahwa

penerapan metode dalam pembelajaran sangat menentukan hasil belajar siswa.

2.1.7 Hubungan Antara Model Pembelajaran TGT Berbantuan Permainan

Kipas Pecahan dengan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika

Model pembelajaran TGT berbantuan permainan kipas pecahan dengan

keaktifan dan hasil belajar matematika siswa saling berhubungan satu dengan

yang lainnya. Matematika sering dikatakan mata pelajaran yang sulit bagi siswa.

Hal tersebut mengakibatkan siswa malas dan tidak aktif dalam pembelajaran

karena tidak paham dengan materinya. Hasil belajar matematika pun selalu

kurang maksimal banyak yang tidak tuntas serta keaktifan sangat minim. Melalui

pembelajaran menggunakan model pembelajaran TGT, siswa akan aktif dalam

38

pembelajaran, karena TGT menggunakan 3 langkah yaitu team, game and

tournament. Siswa akan belajar secara berkelompok, kemudian akan melakukan

suatu permainan yaitu kipas pecahan. Sesuai dengan pendapat Saco (2006) bahwa

pembelajaran dilakukan dalam bergai tim untuk memperoleh skor. Kuis yang

digunakan oleh guru yaitu berkaitan dengan materi yang sudah diajarkan

sebelumnya. Ketika siswa aktif dan bisa mengikuti proses pembelajaran dengan

benar. Maka, mereka pasti bisa memahami materi yang disampaikan oleh guru.

Sehingga, akan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran dan memperoleh

hasil belajar yang maksimal.

2.2 Hasil Kajian Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang hampir sama atau yang relevan dengan penelitian ini

yaitu :

1) Indra Suryadi dkk, tahun 2015 dengan judul Penerapan Model Cooperative

Learning Tipe TGT Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar

Dalam Pembelajaran IPS Matematika Teknologi menggunakan model

Cooperative learning TGT dalam pembelajaran IPS Sekolah Dasar dapat

meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini terbukti dari peningkatan hasil belajar

siswa yang cukup signifikan. Terlihat dari rata-rata nilai hasil belajar yang

diperoleh siswa pada siklus I adalah 69,67, pada siklus II adalah 80,32, dan pada

siklus III adalah 84,14. Dapat dikatakan penelitian ini berhasil.

2) Ari Dwi Susyanto tahun 2015/2016 Universitas PGRI Yogyakarta dengan judul

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran

Kooperatif Tipe Team Games Tournamen Pada Siswa Kelas 5 SD N 1

Jembangan Poncowarno Kebumen. Hasil penelitiannya yaitu Peningkatan ini

mengalami peningkatan yaitu Pada siklus I persentase ketuntasan keseluruhan

siswa meningkat menjadi 50% atau 11 dari 22 siswa, kemudian pada siklus II

meningkat kembali menjadi 86% atau 19 dari 22 siswa. Dapat dikatakan berhasil.

3) Tri Wahyuni tahun 2013/2013 Universitas Sebelas Maret dengan judul

penelitian Penerapan Model Kooperatif Tipe TGT Dalam Peningkatan

Pembelajaran IPA Kelas IV SD Negeri I Giritirto Kecamatan Karanggayam

39

Tahun Ajaran 2012/2013. SD tersebut mengalami peningkatan hasil belajar dari

siklus I ke siklus II. Peningkatan ini telah mencapai indikator keberhasilan yang

telah ditetapkan oleh peneliti yaitu 85% siswa sudah tuntas dalam belajar.

4) Yunita Nurmilasari tahun 2015 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dengan

judul Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dengan Model Kooperatif Tipe

TGT Di Kelas IV SDN Paraksari. Presentase aktivitas rata-rata kelas yang

diperoleh pada siklus I yaitu 66,38% berada pada kategori baik. Kemudian

dilakukan tindakan pada siklus II menjadi 88,05% berada pada kategori sangat

baik. Persentase tersebut sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan

yaitu sebesar 80%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penelitian tersebut berhasil.

Sesuai dengan berbagai kajian penelitian yang relevan peneliti ingin

melakukan penelitian dengan menggunakan model TGT berbantuan permainan

kipas pecahan kelas 4. Perbedaanya dari penelitian-penelitian tersebut ialah

menggunakan teknik yang sama yaitu TGT namun untuk materi dan mata

pelajaran yang berbeda di tambah dengan bantuan permaianan kipas pecahan

serta untuk meningkatkan keaktifan belajar. Oleh karena itu dengan menggunakan

model TGT berbantuan permainan kipas pecahan diharapkan dapat

meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas 4 SDN Blotongan 01

Salatiga.

2.3 Kerangka Berpikir

Dalam proses pembelajaran guru harus mampu menyusun skenario dengan

baik mulai dari pembuka sampai penutup serta menggunakan model pembelajaran

yang baik sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Hal ini sangat

mendukung pembelajaran siswa jika satu kegiatan tidak terlaksana dengan baik,

maka akan berpengaruh bagi semua pelajaran yang lain. Sebelumnya 4 SDN

Blotongan 01 Salatiga masih menggunakan model pembelajaran yang kurang

bervariasi sehingga siswa bosan dalam pembelajaran matematika. Siswa yang

sebelumnya kurang aktif akan ikut berpartisipasi aktif jika guru mampu mengajak

siswa dalam model pembelajaran yang baik, siswa akan senang dalam

pembelajaran dan menerima materi dengan baik yang akan mempengaruhi hasil

40

belajar. Kajian teori sebelumnya menjelaskan bahwa dengan model pembelajaran

permainan cocok untuk mengajar matematika sehingga siswa tidak merasa bosan

dalam proses pembelajaran.

Mengetahui permasalahan yang terjadi bahwa pendekatan dengan model

pembelajaran saat proses pembelajaran berlangsung masih kurang tepat untuk

peserta didik, maka peneliti akan menggunakan model pembelajaran TGT

berbantuan permaianan kipas pecahan. Adanya model ini harapannya yaitu dapat

meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.

Kerangka pikir dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 02

Kerangka Pikir Model Pembelajaran TGT Berbantuan Permainan Kipas

Pecahan

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang diuraikan di atas,

maka dapat dirumuskan hipotesis yaitu :

Penerapan model TGT berbantuan permainan Kipas pecahan diduga dapat

meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika siswa kelas 4 SDN

Blotongan 01 Salatiga.

Menggunakan

model pembelajaran

TGT berbantuan

permainan kipas

pecahan

Keaktifan dan hasil

belajar matematika

siswa meningkat

Proses Belajar

Mengajar ( PBM)

Keaktifan dan Hasil

belajar matematika

siswa meningkat

Pemantapan

penggunaan model

pembelajaran TGT

Guru selalu

menggunakan

model ceramah

Siswa bosan dan

tidak aktif kemudian

hasil belajar

matematika rendah