Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang mengkaji
fakta, konsep, dan peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Suwarso dan
Widiarso (2007:1) mengemukakan bahwa IPS adalah program pendidikan yang
mengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial and humaniora.
Ilmu pengetahuan lahir dari keinginan para pakar pendidikan untuk membekali
para siswa supaya nantinya mereka mampu menghadapi dan menangani
kompleksitas kehidupan di masyarakat yang seringkali berkembang secara tidak
terduga.
Menurut Sumaatmadja (1980:22) pengajaran IPS hakekatnya adalah
pengajaran interelasi aspek-aspek kehidupan manusia di masyarakat. Pengajaran
IPS merupakan sistem pengajaran yang membahas-menyoroti-menelaah-mengkaji
gejala atau masalah sosial dari berbagai aspek kehidupan, atau melakukan
interelasi berbagai aspek kehidupan sosial dalam membahas gejala atau masalah
sosial.
IPS merupakan kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari
sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, politik
(Saidiharjo, 1996:4). Tim IKIP Surabaya mengemukakan bahwa IPS merupakan
bidang studi yang menghormati, mempelajari, mengolah, dan membahas hal-hal
yang berhubungan dengan masalah-masalah human relationship hingga benar-
benar dapat dipahami dan diperoleh pemecahannya. Penyajiannya harus
merupakan bentuk yang terpadu dari berbagai ilmu sosial yang telah terpilih,
kemudian disederhanakan sesuai dengan kepentingan sekolah-sekolah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPS bukanlah ilmu
sosial dan pengajaran IPS di sekolah dasar tidak menekankan pada teori keilmuan
sosial tetapi lebih menekankan pada aspek praktis dalam mempelajari, menelaah,
8
mengkaji gejala, dan masalah sosial masyarakat yang sesuai dengan jenjang
pendidikan.
2.1.2 Hakekat Ilmu Pengetahuan Sosial
Pada hakekatnya IPS adalah telaah tentang manusia dan
dunia/lingkungannya. Dalam hidupnya manusia selalu hidup bersama dengan
manusia lain sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Melalui
pelajaran IPS peserta didik diperkenalkan pada lingkungan serta rasa tanggung
jawab sosial. IPS merupakan perpaduan berbagai cabang ilmu sosial diantaranya
sejarah, sosiologi, psikologi, ekonomi, politik, geografi, antropologi, dan
sebagainya.
Berdasarkan tingkat pendidikan jumlah bidang keilmuan yang dirangkum
dalam pembelajaran IPS berbeda-beda. Pada tingkat sekolah dasar bidang
keilmuan yang utama dalam pelajaran IPS adalah geografi dan sejarah. Geografi
merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang hal-hal yang
berkaitan dengan fenomena yang terjadi pada suatu tempat, letak suatu tempat
terhadap garis lintang dan garis bujur, dan letak suatu tempat dibandingkan
dengan letak di daerah sekitarnya. Sedangkan sejarah merupakan cabang ilmu
sosial dimana fokus kajian sejarah adalah manusia (individu atau kelompok
masyarakat) yang hidup di suatu tempat tertentu dan pada waktu tertentu pula.
Hakekatnya bidang-bidang ilmu sosial yang dirangkum dalam pembelajaran di
sekolah dasar sama-sama mempelajari bidang kehidupan manusia di masyarakat,
mempelajari gejala dan masalah sosial yang menjadi bagian dari kehidupan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakekat IPS ialah kehidupan
manusia serta lingkungannya yang dapat disampaikan pada pembalajaran.
Penyampaian materi IPS dapat dirangkum dan di sesuaikan dengan jenjang
pendidikan sehingga rangkuman ilmu sosial yang sampaikan pada bangku sekolah
akan berbeda disetiap jenjangnya.
9
2.1.3 Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial
Tujuan mata pelajaran IPS di sekolah dasar yaitu untuk menguasai konsep
dan manfaat IPS dalam kehidupan sehari-hari serta untuk melanjutkan pendidikan
ke Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah Tsanawiyah. Fungsi dan tujuan
mata pelajaran IPS yang tercantum dalam kurikulum IPS (2006) yaitu: (a)
membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam
kehidupan bermasyarakat, (b) membekali peserta didik dengan kemampuan
mengidentifikasi, menganalisa, dan menyusun alternative pemecahan masalah
sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat, (c) membekali peserta didik
dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan
berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian, (d) membekali peserta didik
dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan keterampilan terhadap
lingkungan hidup yang menjadi bagian kehidupannya yang tidak terpisahkan, dan
(e) membekali peserta didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan
dan keilmuan IPS sesuai dengan pertimbangan kehidupan.
Berdasarkan penyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) bertujuan untuk membekali peserta didik dengan
pengetahuan yang dapat diperoleh pada bangku pendidikan, sehingga mampu
mengetahui masalah sosial yang ada disekitarnya dan mampu menemukan
pemecahan masalah dan tindakan yang harus dilakukan untuk menghadapi
masalah tersebut agar tercipta komunikasi dengan warga masyarakat yang ada
disekitarnya.
2.1.4 Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek: (a) manusia,
tempat, dan lingkungan, (b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, (c) system
sosial dan budaya, (d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Materi yang disajikan
untuk pembelajaran IPS di SD yaitu (a) bahan untuk kelas I ialah tentang
kehidupan di rumah dan sekitarnya yang menyangkut hubungan sosial. Termasuk
kekeluargaan, sopan-santun, kegotongroyongan, tanggungjawab dan tata tertib di
jalan, sekolah dan sekitarnya, hari besar agama, proklamasi, dan lain sebagainya,
10
(b) untuk kelas II mengenai kehidupan desa, kota, tertib lalu lintas, arah, waktu
sehari, ceritera rakyat, dan ceritera pahlawan, (c) untuk kelas III mempelajari
keadaan penjuru angin, kecamatan, pemerintahan, dan tokoh daerah, (d) kelas IV
sudah mempelajari seluruh tanah air, termasuk propinsi-propinsi, tokoh
proklamasi dan pemerintahan daerah, (e) kelas V meneruskan tentang tanah air,
Negara tetangga sudah dipelajari secara sistematik, yang lainnya ialah sejarah
pergerakan nasional, proklamasi, dan sesudahnya masalah sosial dan pancasila
dikaji pula, (f) kelas VI lebih meluas walaupun tanah air tetap dikaji. Pengenalan
negara tetangga diteruskan, bahan belajar lain ialah migrasi, pembangunan
nasional, asal-usul bangsa, perjuangan mempertahankan dan memelihara tanah
air, PBB dan dunia. (Kurikulum IPS, 2006).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup IPS adalah
manusia itu sendiri beserta lingkungan, waktu, dan sosial budaya
dilingkungannya. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di sekolah dasar berbeda
pada tiap tingkat kelasnya. Dimulai dari ruang lingkup yang paling sederhana
pada kelas satu, selanjutnya menjadi lebih luas di tingkat yang lebih tinggi.
2.1.5 Pembelajaran IPS SD
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, disingkat IPS, merupakan nama mata
pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di
perguruan tinggi identik dengan istilah “social studied”. Pengertian IPS di sekolah
dasar merupakan nama mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari
sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains bahkan berbagai isu dan
masalah sosial kehidupan. Materi IPS untuk jenjang sekolah dasar tidakterlihat
aspek disiplin ilmu karena lebih dipentingkan adalah dimensi pedagogik dan
psikologis serta karakteristik kemampuan berpikir peserta didik yang bersifat
holistik (Sapriya, 2009:19-20).
Pembelajaran IPS di sekolah dasar diharapkan dapat menjadi wahana atau
sarana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan lingkungan sekitarnya.
Sehingga siswa dapat memiliki pengetahuan tentang konsep-konsep dasar dan
kepekaan terhadap masalah-masalah sosial disekitarnya. Pada pembelajaran IPS di
11
sekolah dasar pokok bahasannnya mengarah pada bidang geografi yang harus
disampaikan dengan mengungkapkan objek pembelajaran secara konkret yang ada
di lingkungan sekitar misalnya sungai dan fungsinya, pegunungan, dan
sebagainya serta mempelajari cara untuk merawat lingkungan sekitarnya.
Pengajaran IPS di sekolah dasar dapat membina anak didik menjadi warga
masyarakat yang mampu menghadapi masalah yang terjadi dalam masyarakat dan
tahu tindakan apa yang harus dilakukan.
Pembelajaran IPS di sekolah dasar yang lebih menekankan kepada aspek
pendidikan diharapkan siswa dapat memperoleh pemahaman tentang beberapa
konsep sosial dan dapat melatih sikap, moral, dan keterampilan berdasarkan
konsep yang telah dimiliki dan dipahami tersebut. Dari uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran IPS adalah suatu proses belajar yang
mengintegrasikan konsep-konsep dari berbagai ilmu sosial agar siswa mampu
memahami masalah sosial dan bersikap sesuai konsep yang telah dimiliki.
2.2 Pengertian Model Pembelajaran Group Investigation (GI)
Model pembelajaran Group Investigation (GI) dimulai dengan membagi
siswa menjadi beberapa kelompok belajar. Selanjutnya guru memberikan
topik/pokok masalah yang akan dibahas, siswa diminta untuk bekerjasama
dengan kelompok masing-masing. Penggunaan metode Group Investigation setiap
kelompok akan bekerja untuk melakukan investigasi sesuai dengan masalah yang
mereka pilih (Suprijono, 2011:6).
Sesuai dengan pengertian-pengertian tersebut maka dapat diketahui bahwa
pembelajaran dengan metode Group Investigation adalah pembelajaran yang
melibatkan aktivitas siswa yang akan membuat siswa lebih bersemangat untuk
mengikuti pembelajaran dan dapat belajar dengan senang.
2.2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Group Investigation
Robert E. slavin (2005:218-220) mengemukakan bahwa langkah-langkah
pelaksanaan model investigasi kelompok meliputi 6 tahapan:
1. Mengidentifikasikan topik dan membuat kelompok
12
a. Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan
mengkategorikan saran-saran.
b. Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang
telah mereka pilih.
c. Komposiis kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus
bersifat heterogen.
d. Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi
pengaturan.
2. Merencanakan tugas yang akan dipelajari
Para siswa mempelajari tugas yang akan dipelajari (apa yang dipelajari?,
bagaimana mempelajarinya?, siapa melakukan apa?, untuk tujuan atau
kepentingan apa menginvestigasi topik tersebut?).
3. Melaksanakan investigasi
a. Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat
kesimpulan.
b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan
kelompoknya.
c. Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis
semua gagasan.
4. Menyiapkan laporan akhir
a. Anggota kelompok menyiapkan pesan-pesan esensial dari proyek mereka.
b. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan
bagaimana mereka akan membuat presentasi.
c. Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk
mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.
5. Mempresentasikan laporan akhir
a. Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
b. Bagian presentasi harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif.
c. Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan
presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh
seluruh anggota kelas.
13
6. Evaluasi
a. Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut,
mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan
pengalaman-pengalaman mereka.
b. Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
c. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi paling tinggi.
Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
Group Investigation menurut Agus Suprijiono (2011:9) dalam bukunya yang
berjudul “Cooperative Learning” adalah:
1. Pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru,
2. Guru beserta siswa menentukan atau memilih topik-topik tertentu dengan
permasalahan yang dapat dikembangkan dari topic tersebut,
3. Guru dan siswa menentukan metode penelitian yang dikembangkan untuk
memecahkan masalah,
4. Setiap kelompok bekerja berdasarkan metode investigasi yang telah di
rumuskan,
5. Para siswa mempresentasikan hasil investigasinya oleh masing-masing
kelompok.
6. Evaluasi. Evaluasi dapat termasuk asesmn individual maupun kelompok.
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa dalam melaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe GI dapat
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pembentukan kelompok,
2. Menentukan tema yang akan di bahas,
3. Melakukan investigasi antar anggota kelompok untuk menemukan pokok
pikiran dari suatu bacaan,
4. Setiap kelompok menyiapkan laporan tertulis,
5. Presentasi oleh setiap kelompok berdasarkan laporan yang telah dibuat,
6. Evaluasi/penilaian dari guru maupun dari siswa yang berasal dari kelompok
lain .
14
2.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Group Investigation
Kelebihan model Group Investigation yaitu dapat meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan inkuiri kompleks. Kegiatan
dalam pembelajaran berfokus pada siswa sehingga pengetahuannya benar-benar
diserap dengan baik. Pembelajaran dengan menggunakan model ini dapat
meningkatkan keterampilan sosial dimana siswa dilatih untuk bekerja sama
dengan siswa lain, meningkatkan pengembangan softskills (kritis, komunikatif,
kreatif) dan group process skill (menejemen kelompok). Siswa juga dapat
menggunakan berbagai sumber baik yang di dalam maupun di luar sekolah.
Dengan melakukan kegiatan kelompok siswa dapat mengembangkan pemahaman
yang dimiliki. Dan siswa mampu menumbuhkan sikap saling menghargai antar
anggota kelompok, bertanggung jawab, dan merasa berguna dalam menyelesaikan
tugas kelompoknya.
Kelemahan Group Investigation yaitu memerlukan struktur kelas yang
lebih rumit, pendekatan pada model ini mengutamakan keterlibatan siswa dalam
bertukar pikiran di dalam kegiatan mengobservasi secara lebih rinci dan menilai
secara sistematis, sehingga tujuan pembelajaran tidak akan tercapai pada siswa
yang tidak turut aktif, memerlukan waktu belajar yang lebih lama, memerlukan
waktu untuk penyesuaian sehingga suasana kelas mudah rebut/gaduh, tidak semua
mata pelajaran dapat menggunakan model ini, menuntut kesiapan guru
menyiapkan materi secara keseluruhan.
Berdasarkan kelemahan GI di atas maka untuk mengatasinya guru dapat
memulai pembelajaran tepat waktu agar waktu yang terpakai untuk pembentukan
kelompok tidak terlalu lama, materi pembelajaran harus di siapkan terlebih dahulu
sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
2.3 Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition
(CIRC)
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) merupakan
salah satu model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperative merupakan
model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu
15
antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang yang
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda/heterogen
(Sanjaya, 2011:242).
Menurut Slavin (2005:200) CIRC merupakan program yang komprehensif
untuk mengajari pembelajaran membaca, menulis, dan seni bahasa pada kelas
yang lebih tinggi di sekolah dasar. CIRC memiliki tiga prinsip dasar yaitu
kemampuan membaca pemahaman, membaca lisan, dan integrasi seni berbahasa
atau menulis.
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran CIRC
menekankan pada kemampuan membaca kelompok untuk menemukan ide suatu
wacana/materi dari topik pembelajaran yang sedang dibahas. Dalam pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC siswa dibentuk
menjadi kelompok-kelompok kecil heterogen yang terdiri dari 4-6 orang setiap
kelompoknya. Sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang, maupun yang lemah
dalam setiap kelompoknya. Seluruh siswa dalam kelompok belajar harus terlibat
dalam kegiatan belajar kelompok, terutama siswa harus terlibat membaca dalam
kelompok yang bertujuan untuk menemukan ide dari suatu materi pembelajaran
yang sedang dibahas, sehingga siswa mampu memahami topic tersebut dan
mampu berpikir kritis.
Ciri-ciri model pemelajaran kooperatif tipe CIRC yaitu: (1) adanya suatu
tujuan kelompok, (2) adanya tanggung jawab tiap individu, (3) tiap anggota dalam
satu kelompok berkesempatan untuk mencari dan menyampaikan ide/pendapat.
Dengan bekerja secara berkelompok maka akan terjadi interaksi sosial yang akan
menumbuhkan semangat belajar dan tujuan kelompok akan tercapai.
2.3.1 Langkah-langkah Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC)
Menurut Steven dan Slavin dalam Suminanto (2010:43) langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe CIRC yaitu:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya berjumlah 4 orang secara heterogen,
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran,
16
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan
memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas,
4. Mempresentasikan dan membacakan hasil kerja kelompok,
5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama,
6. Penutup.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah
pembelajaran dengan menggunakan model CIRC adalah:
1. Pembentukan kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa heterogen,
2. Guru memberikan wacana/bacaan sesuai tema,
3. Siswa dalam kelompok saling bekerja sama membacakan dan menyampaikan
ide/gagasan berdasarkan wacana/bacaan,
4. Setiap kelompok menyusun laporan tertulis,
5. Presentasi hasil diskusi tiap kelompok,
6. Penutup.
2.3.2 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Cooperative
Integrated Reading and Composition (CIRC)
Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe CIRC adalah (1) CIRC sangat
tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal
pemecahan masalah, (2) dominasi guru dalam pembelajaran berkurang, (3) siswa
termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok, (4) para siswa
dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya, (5) membantu
siswa yang lemah, (6) meningkatkan hasil belajar khususnya dalam
menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan masalah, (7) pengalaman dan
kegiatan belajar siswa akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak, (8)
seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi siswa sehingga hasil belajar siswa
akan dapat bertahan lebih lama, (9) membangkitkan motivasi belajar, memperluas
wawasan dan aspirasi guru dalam proses belajat mengajar di kelas (Slavin dalam
Suyitno, 2005:6). Pembelajaran IPS dengan menggunakan model CIRC akan
melibatkan siswa aktif dalam mengikuti pembelajaran khusunya dalam membaca
dan harus kritis dalam berpikir untuk menemukan ide pokok dari suatu
17
wacana/materi pelajaran yang sedang dibahas. Sehingga siswa dapat memahami
pelajaran dengan kerjasama kelompok serta siswamendapatkan pengalaman baru.
Kelemahan model CIRC yaitu model pembelajaran ini hanya dapat
digunakan mata pelajaran yang menggunakan bahasa sehingga mata pelajaran
seperti matematika dan pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung
tidak bisa menggunakan model pembelajaran ini serta pada saat presentasi hanya
siswa yang pintar secara aktif menyampaikan hasil kerja kelompoknya.
Dari kelemahan di atas maka guru harus menyesesuaikan mata pelajaran,
materi, dan model pembelajaran yang akan digunakan. Dan untuk presentasi
setiap kelompok, dapat dipilih secara acak agar semua anggota kelompok
berusaha untuk menguasai pekerjaannya sehingga tidak hanya siswa yang pintar
saja yang mewakili presentasi.
2.4 Kreativitas Berpikir Kritis
2.4.1 Hakekat Berpikir Kritis
John Dewey dalam Fisher (2008:2) mendefinisikan bahwa berpikir kritis
sebagai pertimbangan yang aktif, persistent (terus-menerus), dan teliti mengenai
sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang
dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan
lanjutan yang menjadi kecenderungannya. Menurut Dewey berpikir kritis secara
esensial adalah sebuah proses „aktif‟, proses dimana seseorang memikirkan
tentang berbagai hal secara lebih mendalam untuk dirinya sendiri, mengajukan
berbagai pertanyaan untuk diri sendiri, menemukan informasi yang relevan untuk
diri sendiri, dan lain-lain, ketimbang menerima berbagai hal dari orang lain yang
sebagian besarnya secara pasif. Berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal
dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau
dilakukan (Norris dan Ennis dalam Fisher, 2008:4).
Menurut paul, Fisher, dan Nosich (2008:4) berpikir kritis adalah metode
berpikir mengenai hal, substansi atau masalahapa saja dimana saja si pemikir
meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-
18
struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar
intelektual padanya.
Berpikir kritis adalah sejenis berpikir evaluatif yang mencakup baik itu
kritik meupun berpikir kreatif dan yang secara khusus berhubungan dengan
kualitas pemikiran atau argumen yang disajikan untuk mendukung suatu
keyakinan atau rentetan tindakan (Fisher, 2008:13).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah suatu
proses dari otak atau kegiatan mencari dan menemukan pemecahan suatu masalah
dengan mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri untuk menemukan informasi
sesuai masalah tersebut. Jadi, kreativitas berpikir kritis merupakan kemampuan
seseorang dalam menemukan informasi dan pemecahan dari suatu masalah
dengan cara bertanya kepada dirinya sendiri untuk menggali informasi tentang
masalah yang sedang dihadapi.
2.4.2 Tujuan Berpikir Kritis
Berpikir kritis di kelas pada saat pembelajaran sudah dimulai ketika
seorang siswa berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Tujuan berpikir kritis
yaitu:
1. Agar siswa mampu memahami argumentasi-argumentasi yang disampaikan
oleh guru dan teman-temannya.
2. Supaya siswa mampu menilai argumentasi/pendapat tersebut secara kritis.
3. Membangun dan mempertahankan argumen yang dibangun secara sungguh-
sungguh dan meyakinkan.
Kreativitas siswa dalam berpikir kritis sangat penting untuk membantu
siswa menemukan ide/gagasan yang terkandung dalam suatu wacana/bacaan.
Kreativitas berpikir kritis dapat dilatih dengan banyak membaca untuk
menemukan pokok bahasan pada bacaan sehingga siswa mampu menyampaikan
tanggapannya terhadap bacaan tersebut.
19
2.5 Hasil Belajar
2.5.1 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2004:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horwart
Kingsley dalam Sudjana (2004:22) membagi tiga macam hasil belajar mengajar:
(1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengarahan, (3) sikap dan
cita-cita.
Purwanto (2011:46) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan
perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia
mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar
mengajar. Hasil belajar dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Hasil belajar merupakan kemampuan, sikap, dan keterampilan yang
diperoleh dan dipahami siswa setelah menerima suatu perlakuan yang diberikan
oleh guru selama proses belajar mengajar berlangsung sehingga dapat
membangun pengetahuan yang dapat diterapkan dalam kehidupan.
Perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengikuti pelajaran
meliputi tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif
adalah aspek perubahan yang berkenaan dengan intelektual atau kemampuan
berpikir. Aspek afektif adalah sikap yang ditujukkan oleh siswa setelah mengikuti
pelajaran. Serta aspek psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar yang berupa
keterampilan dan kemampuan bertindak.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pelajaran terjadi akibat
lingkungan belajar yang sengaja dibuat oleh guru melalui model pembelajaran
yang dipilih dan digunakan dalam suatu pembelajaran. Pembelajaran akan
dikatakan berhasil jika setelah mengikuti pelajaran terjadi perubahan dari dalam
diri siswa. Namun jika tidak terjadi perubahan dalam diri siswa maka
pembelajaran tersebut belum berhasil.
20
2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor dari dalam diri siswa
dan faktor dari luar diri siswa. Faktor dari dalam diri siswa adalah perubahan
kemampuan yang dimiliki. Sedangkan faktor dari luar diri siswa yaitu lingkungan
yang berupa kualitas pembelajaran (Sudjana, 2004:39).
Menurut Munadi (2012:24) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
siswa dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Faktor internal (dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani atau rohani
siswa. Yang tergolong faktor internal adalah:
a. Faktor fisiologis, keadaan fisik yang sehat dan segar serta kuat akan
menguntungkan dan memberikan hasil belajar yang baik. Tetapi keadaan
fisik yang kurang sehat akan berpengaruh pada siswa dalam keadaan
belajarnya.
b. Faktor psikologis, yang termasuk dalam faktor psikologis adalah
intelegensi ( Intelegency Question/ IQ), perhatian (perhatian yang terarah
pada obyek yang sedang dipelajari dengan baik akan menghasilakan
pemahaman dan kemampuan yang mantap), minat dan bakat (minat
kecenderungan yang tetap memperhatikan dan mengenang beberapa obyek
dan bakat adalah kemampuan untuk belajar), dan motivasi (usaha dari
pihak dalam memberi dukungan untuk berbuat sesuatu).
2. Faktor eksternal (dari luar diri siswa), yakni kondisi lingkungan sekitar. Ada
dua macam faktor eksternal, yaitu:
a. Faktor lingkungan, lingkungan alam (keadaan tempat yang mendukung
kegiatan belajar siswa), dan lingkungan sosial (kesesuaian dengan
lingkungan mesyarakat untuk belajar).
b. Faktor instrumental, faktor yang keadaan dan penggunaannya dirancang
sesuai hasil belajar yang diharapkan (kurikulum, sarana dan fasilitas, dan
guru).
Dari beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa terdapat dalam diri siswa yaitu kemampuan dan
keinginan yang dimiliki untuk belajar, serta lingkungan sekitar siswa baik
21
lingkungan sosial maupun keadaan yang sengaja dibuat oleh guru untuk mencapai
hasil belajar yang diharapkan.
2.6 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Arfiani Isnaningrum (2013) dengan judul
“Peningkatan Kreativitas dan Hasil Belajar IPS Melalui Model Group
Investigation Siswa Kelas 4 SD Negeri Kluwan 01 Kab Grobogan Semester 2
Tahun Pelajaran 2012/2013”. Kondisi awal kategori siswa yang tidak kreatif
sebanyak 60%, kategori kurang kreatif sebanyak 40%, dan kategori kreatif belum
ada atau 0%. Pada siklus I 27% siswa termasuk dalam kategori tidak kreatif, 66%
siswa dalam kategori kurang kreatif, dan belum ada (7%) siswa yang termasuk
dalam kategori kreatif. Selanjutnya pada siklus 2 meningkat, tidak ada kategori
siswa tidak kreatif (0%), kategori kurang kreatif 17%, dan 83% siswa dalam
kategori kreatif. Peningkatan kreativitas sudah mencapai indikator kinerja yang
diharapkan yaitu 80% dan hasil belajar IPS siswa meningkat menjadi 90% siswa
yang mendapat nilai lebih dari KKM (65).
Gustikasari (2012) melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan
Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV pada Mata Pelajaran IPS Pokok
Bahasan Perkembangan Teknologi melalui Penerapan Model Kooperative Tipe
CIRC di SDN Kebonsari 03 Jember”, pada kondisi awal sebelum dilakukan
tindakan menunjukkan aktivitas siswa yang tergolong aktif hanya 9 siswa dengan
presentase 25,7%, 6 siswa (17,1%) cukup aktif, 10 siswa (28,6%) kurang aktif,
dan 10 siswa (28,6) sangat kurang aktif. Setelah di lakukan tindakan terdapat
peningkatan terbukti dari presentase aktivitas belajar siswa sebelum tindakan
secara klasikal sebesar 39,1% pada siklus I meningkat menjadi 68,8% dan
meningkat lagi pada siklus II menjadi 73,7%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and
Composition dan Group Investigation di atas sangat mendukung penelitian
eksperimen ini yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
22
kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition dan Group
Investigation terhadap kreativitas berpikir kritis dan hasil belajar IPS.
2.7 Kerangka Pikir
Berdasarkan kajian teori dan kajian hasil penelitian yang relevan di atas,
menunjukkan bahwa keberhasilan pembelajaran dapat dipengaruhi oleh model
pembelajaran yang diterapkan oleh guru, maka penulis melakukan penelitian
untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation dan Cooperative Integrated Reading and Composition
terhadap kreativitas berpikir kritis dan hasil belajar IPS siswa kelas IV SDN
Gendongan 02 Salatiga. Dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh tersebut,
terlebih dahulu dipilih kelas kontrol dan kelas eksperimen. Langkah pertama,
kedua kelas dalam penelitian ini akan diberi pretest yang berfungsi untuk
mengetahui homogenitas antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Selanjutnya
pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran GI dan CIRC akan
diberikan pada kelas eksperimen dan pembelajaran dengan model konvensional
diberikan pada kelas kontrol. Langkah ketiga yaitu pemberian post-test untuk
mengetahui hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan yang berbeda antara kelas
kontrol dan kelas eksperimen. Kemudian analisis data hasil post-test yang
menentukan ada atau tidaknya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation dan Cooperative Integrated Reading and Composition
terhadap kreativitas berpikir kritis dan hasil belajar IPS siswa kelas IV. Skema
kerangka berpikir penelitian adalah sebagai berikut:
23
2.8 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang akan diajukan dalam
penelitian ini adalah ada perbedaan efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation dan Cooperative Integrated Reading and Composition
dengan model ceramah dalam meningkatkan kreativitas berpikir kritis dan hasil
belajar IPS siswa kelas IV.
Kelas
eksperimen
Kelas kontrol
Pre-test
Model
pembelajaran
kooperatif
Model
pembelajaran
konvensional
Post-test
Pengaruh penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigtion dan
Cooperative Integrated Reading and
Composition terhadap kreativitas berpikir
kritis dan hasil belajar siswa kelas IV SDN
Gendongan 02