Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pendekatan Scientific
Pembelajaran kurikulum 2013 adalah pembelajaran dengan memperkuat
proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Penguatan proses pembelajaran dilakukan melalui
pendekatan scientific, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu
dalam mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan.
Pendekatan scientific atau ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme
pembelajaran untuk memfasilitasi siswa agar mendapatkan pengetahuan atau
keterampilan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah
(Kemdikbud, 2013). Permendikbud no. 65 tahun 2013 tentang standar proses
pendidikan dasar dan menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses
pembelajaran yang dipanduh dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah (scientific)
dalam proses pembelajaran ini sering di sebut sebagai ciri khas dan menjadi
kekuatan tersendiri dari keberadaan kurikulum 2013, yang tentunya menarik
untuk di pelajari dan dielaborasi lebih lanjut. Secara sederhana pendekatan
scientific merupakan suatu cara atau mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan
dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Proses pembelajaran
harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non ilmiah. Pendekatan non ilmiah
dimaksud meliputi semata-mata berdasarkan intuisi, akal sehat, prasangka,
penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis. Perubahan proses
pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses
penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output). Penilaian
proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic
assesment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh
(Permendikbud No.65 Tahun 2013).
7
Pembelajaran scientific merupakan pembelajaran yang mengadopsi
langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah.
Pembelajaran merupakan proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013
mengamanatkan esensi pendekatan scientific dalam pembelajaran (Kemdikbud,
2013). Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah
(scientific), para ilmuwan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive
reasoning) daripada penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif
melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik.
Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk
kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif
menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode
scientific adalah proses berfikir untuk memecahkan masalah secara sistematis,
empiris dan terkontrol.
Kemdikbud (2013), memberikan konsepsi tersendiri bahwa pendekatan
saintifik (scientific appoacch) dalam pembelajaran, di dalamnya mencakup
komponen: (1) Mengamati (observasi). (2) Menanya (questioning). (3) Menalar
(associating). (4) Mencoba (experimenting). (5) Mengkomunikasikan
(comunicating). Pendekatan scientific merujuk pada teknik-teknik investigasi atas
fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan
memadukan pengetahuan sebelumnya.
Dari pendapat di atas, pendekatan scientific merupakan pendekatan dalam
proses pembelajaran dimana siswa di ajak mengamati suatu obyek yang akan di
pelajari dan diberikan kesempatan untuk membuat pertanyaan-pertanyaan yang
timbul dari hasil pengamatannya, kemudian siswa diberikan keleluasaan untuk
melakukan percobaan dengan pengalaman keilmuan yang dimilikinya serta
mengelolah hasil dari percobaan yang dilakukan, juga diharapkan siswa mampu
untuk menyajikan serta menarik kesimpulan dari apa yang telah dipelajari, selain
itu siswa juga dapat menciptakan sesuatu yang dikumpulkan dari fakta-fakta
keilmuan yang dimiliki.
8
Adapun karakteristik pendekatan scientific menurut Kemdikbud (2013),
adalah sebagai berikut:
1. Subtansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang
dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-
kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta
didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau
penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan
tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi
pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi siswa dalam memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon
materi pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung
jawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik
sistem penyajiannya.
Berdasarkan karakteristik tersebut, pendekatan scientific diyakini sebagai
titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan
2.1.1.1 Langkah-langkah Umum Pendekatan Scientific
Adapun langkah-langkah umum pendekatan scientific dalam proses
pembelajaran meliputi mengamati (observing), menanya (questioning), mencoba
(experimenting), menalar (associating), dan mengkomunikasikan (comunicating).
(Permendikbud No. 81a, 2013). Langkah-langkah tersebut dijelaskan dalam
uraian berikut:
9
1. Mengamati (Observing)
Pengamatan adalah menggunakan satu atau lebih indera-indera pada tubuh
manusia yaitu penglihat, pendengar, pembau, pengecap, dan peraba atau perasa.
Informasi yang dikumpulkan dari pengamatan disebut bukti atau data (Science
Explorer, dalam Nur 2011). Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan
proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan
tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan
tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat
bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran
memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran
sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru
membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan
pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca.
Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka
untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu
benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih
kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.
2. Menanya (Questioning)
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas
kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak,
atau dibaca. Peserta didik dibimbing untuk dapat mengajukan pertanyaan tentang
hasil pengamatan objek yang konkret sampai kepada yang abstrak berkenaan
dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan
yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Berikut
bentuk pertanyaan siswa yang bersifat faktual, konseptual, prosedural dan
hipotetik: (a) Pertanyaan faktual: “Apa nama benda itu?”, “Di mana itu terjadi?”,
“Kapan terjadinya?” jawabanya berupa fakta. (b) Pertanyaan konseptual: “Apa
pengertian bangun datar dan bangun ruang?” jawabanya berupa konsep. (c)
Pertanyaan prosedural: “Bagaimana caranya?”, “Bagaimana menggunakanya?”,
“Bagaimana melakukanya?” jawabanya berupa prosedur. (d) Pertanyaan
hipotetik: “mengapa bisa begitu?”, “Mengapa bisa terjadi?” jawabanya berupa
10
prinsip atau generalisasi. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari
informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai
yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang
beragam.
Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah mengajukan
pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau
pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati
(dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan
kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk
membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang
hayat.
3. Mencoba (Experimenting)
Kegiatan “mencoba” merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini
dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber
melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih
banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan
melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi.
Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi
dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati
objek/kejadian/aktivitas wawancara dengan narasumber dan sebagainya agar
peserta didik dapat mencoba sehingga mendapatkan jawaban atau penemuan atas
percobaanya.
Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti,
jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi,
menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang
dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
4. Menalar (Associating)
Kegiatan “menalar atau mengolah informasi atau mengasosiasi” dalam
kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor
11
81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik
terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari
kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan
informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan
kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari
berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang
bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu
informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi
tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap
jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur
dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses
berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi
untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam
konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak
merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi
dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan
mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi
penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak,
pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-
pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi
dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.
5. Mengomunikasikan (Communicating)
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan
ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan
dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil
tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta
didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan”
dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud
12
Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan
berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan mengkomunikasikan
adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir
sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan
mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
2.1.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Scientific
Berdasarkan telaah kajian teori di atas, maka penulis menyimpulkan
bahwa pendekatan scientific memiliki beberapa kelebihan dan juga kekurangan
yaitu sebagai berikut.
A. Kelebihan
a. Proses pembelajaran lebih terpusat pada siswa sehingga memungkinkan siswa
aktif dalam pembelajaran.
b. Langkah-langkah pembelajarannya sistematis sehingga memudahkan guru
untuk memanajemen pelaksanaan pembelajaran.
c. Memberi peluang guru untuk lebih kreatif, dan mengajak siswa untuk aktif
dengan berbagai sumber belajar.
d. Langkah-langkah pembelajaran melibatkan keterampilan proses sains dalam
mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip.
e. Proses pembelajarannya melibatkan proses-proses kognitif yang potensial
dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir
tingkat tinggi siswa.
f. Selain itu juga dapat mengembangkan karakter siswa.
B. Kekurangan
Dibutuhkan kreativitas tinggi dari guru untuk menciptakan lingkungan
belajar dengan menggunakan pendekatan scientific sehingga apabila guru tidak
mau kreatif, maka pembelajaran tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
13
2.1.2 Media Konkret
2.1.2.1 Hakikat Media Konkret
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium”
yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau
pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Menurut Gagne (dalam Sofyan,
2010) menyatakan bahwa media pembelajaran yaitu berbagai jenis komponen
dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk berpikir. Schram
(dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah
teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfatkan untuk keperluan pembelajaran.
Menurut Ibrahim dan Nana Syaodih (2003:119), menyatakan bahwa
“media benda konkret adalah objek yang sesungguhnya yang akan memberikan
rangsangan yang amat penting bagi siswa dalam mempelajari berbagai hal,
terutama yang menyangkut pengembangan keterampilan tertentu. ”Pengertian
media benda konkret juga dapat diartikan alat peraga seperti yang dikemukakan
oleh Subari (1994:95), bahwa “alat peraga adalah alat yang digunakan oleh
pengajar untuk mewujudkan atau mendemonstrasikan bahan pengajaran guna
memberikan pengertian atau gambaran yang sangat jelas tentang pelajaran yang
diberikan.” Selanjutnya Subari juga menjelaskan bahwa ditinjau dari sifatnya alat
peraga dibedakan menjadi tiga, yaitu: alat-alat peraga yang asli, alat-alat peraga
dari benda pengganti, alat-alat yang terbuat dari benda abstrak. Berdasarkan tiga
macam alat peraga yang disebutkan, masing-masing mempunyai pengertian yang
berbeda-beda. Pengertian yang berkaitan dengan media benda konkret yaitu alat
peraga yang asli, dimana menurut Subari “alat-alat peraga yang asli maksudnya
adalah benda-benda yang digunakan untuk alat peraga itu benda yang
sebenarnya.”
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Benda
Konkret ini merupakan benda yang sebenarnya, benda/media yang membantu
pengalaman nyata peserta didik. Media benda konkret memiliki fungsi selain
untuk memberi pengalaman nyata dalam kehidupan siswa juga berfungsi untuk
menarik minat belajar siswa.
14
2.1.2.2 Tujuan Penggunaan Media Konkret
Penggunaan media dimaksudkan agar peserta didik yang terlibat dalam
kegiatan belajar itu terhindar dari gejala verbalisme, yakni mengetahui kata-kata
yang disampaikan guru tetapi tidak memahami maknanya. Penggunaan media
benda konkret dalam pembelajaran tentu memiliki tujuan agar pembelajaran yang
dilaksanakan mencapai target atau standar ketuntasan yang telah ditetapkan,
seperti yang dikemukakan oleh Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001:153),
tujuan dari penggunaan media yaitu untuk membantu guru menyampaikan pesan-
pesan secara mudah kepada peserta didik sehingga peserta didik dapat menguasai
pesan-pesan tersebut secara cepat, dan akurat. Secara khusus media pengajaran
digunakan mempunyai tujuan dalam pengajaran seperti yang dikemukakan oleh
Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001:153), penggunaan media pengajaran
digunakan dengan tujuan sebagai berikut: memberikan kemudahan kepada peserta
didik, memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi,
menumbuhkan sikap dan keterampilan, menciptakan situasi belajar yang tidak
dapat dilupakan peserta didik.
Selanjutnya Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001:156),
mengungkapkan prinsip-prinsip dalam pemilihan media yang akan digunakan
dalam pembelajaran, diantaranya: media harus sesuai dengan tujuan pengajaran,
media harus sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, media harus
disesuaikan dengan kemampuan guru, media harus sesuai dengan situasi dan
kondisi atau pada waktu, tempat dan situasi yang tepat, dan media harus
memahami karakteristik dari media itu sendiri. Berdasarkan pendapat di atas,
maka dapat disimpulkan penggunaan media benda konkret dalam pembelajaran
siswa SD sangat membantu penyampaian materi pelajaran yang akan disampaikan
kepada peserta didik dan dapat memberikan pengalaman serta pengetahuan yang
lebih tahan lama, karena siswa mendapatkan pengalaman secara nyata dan
langsung. Seperti yang disampaikan oleh Pike (1989:5), dengan menambah media
dalam pembelajaran, ingatan akan meningkat dari 14 % hingga 38%.
15
2.1.2.3 Fungsi Media Konkret
Mulyani Sumantri, (2004:178) mengemukakan bahwa secara umum media
konkret berfungsi sebagai (a) Alat bantu untuk mewujudkan situasi bejar
mengajar yang efektif, (b) Bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar, (c)
Meletakkan dasar-dasar yang konkret dan konsep yang abstrak sehingga dapat
mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme, (d) Mengembangkan motivasi
belajar siswa, (e) Mempertinggi mutu pembelajaran.
Keuntungan penggunaan media konkret dalam pembelajaran adalah:
a) Membangkitkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang bersifat konseptual,
sehingga mengurangi kesalah pahaman siswa dalam mempelajarinya.
b) Meningkatkan minat siswa untuk materi pelajaran.
c) Memberikan pengalaman-pengalaman nyata yang merangsang aktivitas diri
sendiri untuk belajar.
d) Dapat mengambangkan jalan pikiran yang berkelanjutan.
e) Menyediakan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah di dapat melalui
materi-materi yang lain, menjadikan proses belajar mendalam dan beragam.
2.1.3 Matematika
2.1.3.1 Hakikat Pembelajaran Matematika
Matematika adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di
teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit (Suparni dan
Ibrahim, 2012:35). Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada
disekolah dasar. Matematika merupakan ilmu pasti yang menggunakan nalar atau
logika, menurut Ruseffendi dalam Heruman (2007:1), matematika merupakan
bahasa simbul atau ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara
induktif atau ilmu tentang pola keteraturan dan struktur yang terorganisasi mulai
dari unsur yang tidak didefinisikan, keunsur yang didefinisikan keaksioma atau
16
postolat dan ahirnya kedalil. Hal ini sejalan dengan Abdurrahman (2012:225),
yang mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbul yang
digunakan untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan ke
ruangan yang memudahkan manusia berfikir dalam memecahkan masalah
kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
matematika merupakan ilmu pasti yang menggunaka nnalar atau logika,
matematika merupakan bahasa simbul yang digunakan untuk mengekspresikan
hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan yang memudahkan manusia
berfikir dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari dan bersifat universal,
serta suatu badan ilmu yang di gunakan untuk menguasai teknologi masa depan.
2.1.3.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Menurut Nyimas Aiyah (2007:1.4), pembelajaran matematika adalah
peroses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana
lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar
matematika disekolah. Sedangkan menurut Bruner dalam Nyimas Aiyah
(2007:21.5), pembelajaran matematika adalah pembelajaran mengenai konsep-
konsep dan struktur-struktur matematika itu.
Berdasar uraian tersebut disimpulkan bahwa pembelajaran matematika
merupakan proses perencanaan guru yang apabila dilaksanakan akan berakibat
pada perubahan tingkahlaku siswa pada pola berpikir, pola mengorganisasian,
memahami konsep-konsep yang abstrak, pembuktian kebenaran matematika
dengan alasan yang logik, dan menggunakan istilah yang cermat, akurat serta
mempresentasikanya dengan simbol dan diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran matematika di sekolah akan lebih berarti apabila siswa tidak
hanya belajar mengetahui sesuatu dan mencari jawaban atas permasalahan yang
dihadapi (learning to know), akan tetapi juga belajar untuk melakukan sesuatu
menggunakan berbagai konsep, prinsip, dan hukum untuk memecahkan masalah
yang kongkret (learning to do), belajar menjadi diri sendiri untuk hidup bersama
orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, pengertian dan tanpa prasangka
(learning to live together) (Kunandar, 2008:325-326).
17
2.1.3.3 Tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar
Pembelajaran matematika di sekolah dasar merupakan bagian dari sistem
pendidikan nasional. Pembelajaran matematika pada tingkat sekolah dasar
memiliki tujuan-tujuan yang ingin di capai. Menurut Cockroft dalam
Abdurrahman (2012:204), matematika perlu diajarkanpada siswa karena: (1)
selalu di gunakan dalam memecakan masalah kehidupan sehari-hari. (2) semua
bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai. (3) merupakan
sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas. (4) dapat digunakan untuk
menyajikan informasi dalam berbagai cara. (5) meningkatkan kemampuan berfikir
logis, ketelitian, dan kesadaran ke ruangan. (6) memberikan rasa kepuasan
terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
2.1.3.4 Ruang lingkup pembelajaran matematika di Sekolah Dasar
Pembelajaran matematika di sekol Bafadal (2006:10) agar dasar memiliki
ruang lingkup tersendiri. Menurut, ruang lingkup mata pelajaran matematika pada
satuan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) bilangan. (2) geometri.
(3) pengukuran.
2.1.4 Pendekatan Scientific Menggunakan Media Konkret dalam
Pembelajaran Matematika
Pendekatan scientific dalam kurikulum 2013 merupakan pendekatan yang
diterapkan saat ini karena siswa dituntut aktif dalam pembelajaran dan dapat
mengembangkan komunikasi matematika siswa, sehingga materi matematika akan
lebih tertanam dalam diri siswa. Selain pendekatan yang tepat, pembelajaran
matematika sebaiknya menggunakan media konkret sebagai alat bantu dalam
pembelajaran agar anak dapat berkembang secara optimal, sesuai potensi mereka
masing-masing. Hal ini sejalan dengan kajian psikologis yang menyatakan bahwa
anak akan lebih mudah mempelajari hal yang konkret daripada yang abstrak.
Menurut Sudono (2008:44) agar tujuan pembelajaran tercapai dan
tercapainya proses belajar mengajar yang tidak membosankan, guru dapat
18
menggunakan media secara tepat. Digunakanya media dalam pembelajaran yaitu
agar dapat menjembatani antara materi yang masih abstrak menjadi konkret,
sehingga anak dapat memahami materi yang disajikan oleh guru. Untuk itu,
penggunaan media konkret dalam proses pembelajaran diperlukan demi
terciptanya tujuan pembelajaran secara optimal.
Penerapan pendekatan scientific menggunakan media konkret dalam
penelitian ini di SDN Sidorejo Lor 01 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga
Semester II tahun pelajaran 2016/2017 yang diterapkan dalam pembelajaran
matematika pokok bahasan bangun ruang dan bangun datar. Penerapan
pendekatan scientific dalam pembelajaran pada materi bangun ruang dan bangun
datar menggunakan media konkret sebagai berikut :
1. Mengamati (Observing)
a) Siswa mengamati gambar/foto/video dari peristiwa, kejadian, fenomena,
konteks atau situasi, mengamati media konkret bangun datar dan bangun
ruang yang telah disediakan maupun demonstrasi dari guru, yang berkaitan
dengan bangun ruang dan bangun datar.
2. Menanya (Questioning)
a) Guru dapat memotivasi siswa dengan bertanya tentang bangun datar dan
bangun ruang.
b) Siswa termotivasi untuk mempertanyakan berbagai bangun datar dan
bangun ruang.
3. Mencoba (Experimenting)
a) Siswa mengidentifikasi jenis, unsur dan karakteristik bangun datar dan
bangun ruang dari media konkret yang telah disediakan oleh guru.
b) Siswa mendeksripsikan hubungan antara dua bangun datar dan antara
bangun ruang dan bangun datar.
c) Siswa membentuk dan menggambar berbagai bangun datar yang
diperoleh melalui kegiatan melipat dan menggunting atau cara lainnya
(dengan menggunakan kardus bekas atau kertas karton).
d) Siswa membuat jaring-jaring bangun ruang (menggunakan kertas karton).
19
e) Siswa membentuk dan menggambar berbagai bangun dengan berbagai
ukuran sisi, sudut dan modelnya (menggunakan kertas karton).
4. Menalar (Associating)
a) Siswa menganalisis, mengkaitkan dan mendefinisikan secara lebih detail
mengenai jenis, unsur, dan sifat dari bangun ruang dan bangun datar.
5. Mencoba (Communicating)
a) Siswa menyajikan secara tertulis dan lisan hasil pembelajaran atau apa
yang telah dipelajari (presentasi) mengenai bangun datar dan bangun
ruang.
b) Guru memberikan tanggapan hasil presentasi meliputi tanya jawab untuk
mengkonfirmasi, memberikan tambahan informasi, melengkapi informasi
ataupun tanggapan lainnya.
c) Siswa melakukan resume secara lengkap, komperehensif dan dibantu guru
dari konsep yang dipahami, keterampilan yang diperoleh maupun sikap
lainnya.
2.1.5 Hasil Belajar
2.1.5.1 Hakekat Belajar
Berdasarkan teori Behavioristk dalam Aqib (2013:66), belajar diartikan
sebagai proses perubahan tingka laku. Slameto (2010:2), mengemukakan bahwa
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalamanya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkunganya.
Oemar Hamalik (2010:36), mengemukakan bahwa belajar adalah
modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut pengertian
ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau
tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu, yakni
mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan
perubahan kelakuan. Bell-Gredler (Winataputra dkk 2007:1.5), yang menyatakan
bahwa belajar adalah proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan aneka
ragam kemampuan, keterampilan, dan sikap. Hal tersebut diperoleh secara
20
bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui
rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Belajar adalah suatu proses yang
ditandai degan perubahan pada diri siswa, dan perubahan itu merupakan hasil
belajar yang melibatkan segi jasmani dan rohani yang menghasilkan perubahan-
perubahan dalam hal pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan tingkah
laku, serta semua aspek yang ada dalam diri siswa.
Dari pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan
suatu usaha individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara
keseluruhan yang terjadi karena pengalaman yang telah dialami melalui interaksi
dengan lingkunganya dalam suatu proses belajar mengajar. Bukti bahwa
seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang
tersebut, baik dalam aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), maupun dalam
keterampilanya (psikomotorik).
2.1.5.2 Hasil Belajar
Keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran dapat dilihat melalui hasil
belajar. Menurut Mulyasa (2008), hasil belajar merupakan prestasi belajar siswa
secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan
perilaku yang bersangkutan. Kompetensi yang harus dikuasai siswa perlu
dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai sebagai wujud hasil belajar siswa
yang mengacu pada pengalaman langsung. Suprihatiningrum (2014:37),
mengemukakan bahwa hasil belajar adalah suatu (kapabilitas) kemampuan yang
telah diperoleh siswa setelah melakukan proses belajar-mengajar, kemampuan
yang diperoleh yaitu terdiri dari 3 aspek: aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Hal ini sejalan dengan Abdurrahman (2012:29), hasil belajar merupakan
kemampuan yang di peroleh anak setelah melalui kegiatan belajar.
Abdurrahman (2012:26), secara garis besar membagi hasil belajar menjadi
tiga aspek antara lain: Kognitif, Efektif dan Psikomotor. Ketiga aspek tersebut
sangat berkaitan dan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Apabila
aspek-aspek tersebut tidak ada dalam diri siswa, maka hasil belajar siswa tidak
akan terjadi secara maksimal. Selain itu, anatara suatu aspek dengan aspek yang
21
lain juga harus seimbang, agar hasil belajar yang dicapai dapat maksimal. Dari
ketiga aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Aspek kognitif, yaitu hasil belajar yang berkenaan dengan pemahaman
pengetahuan dan pengertian pada suatu materi yang meliputi:
1) Pengetahuan, yaitu kemampuan mengingat kembali hal-hal yang pernah
dipelajari; mencakup fakta, prinsip dan metode yang diketahui.
2) Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna atau arti dari suatu
konsep sehingga dapat menguraikan isi pokok dari suatu makna.
3) Penerapan, yaitu kemampuan menerapkan dan mengabstraksikan suatu
konsep atau ide dalam situasi yang baru.
4) Analisis, yaitu kemmpuan untuk merinci suatu kesatuan kedalam
bagian-bagian, sehingga organisasinya dapat dipahami dengan baik.
5) Sintesis, yaitu kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai
sesuatu atau beberapa hal dan dapat mempertanggungjawabkan
berdasarkan kriteria itu.
b. Aspek Afektif, yaitu tahap-tahap perubahan sikap, nilai dan kepribadian setelah
mendapatkan pengetahuan dari proses belajar meliputi:
1) Penerimaan, yaitu kepekaan dalam menerima rangsangan dan kesediaan
untuk memperhatikan rangsangan itu.
2) Partisipasi, yaitu kesediaan untuk memperhatikan secara aktif dan
berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
3) Penentuan sikap, yaitu kemampuan untuk memberikan penilaian
terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu.
4) Organisasi, yaitu kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai
sebagai pedoman dan pegangan kehidupan.
5) Pembentukan pola hidup, yaitu kemampuan untuk menghayati nilai-
nilai kehidupan sedemikian, sehingga menjadi milik pribadi dan
menjadi pegangan nyata.
22
c. Aspek Psikomotorik, yaitu kesatuan psikis yang dimanifestasikan dalam
tingkah laku fisik (sekumpulan keterampilan dalam bidang tertentu), yang
meliputi:
1) Persepsi, yaitu kemampuan membedakan antara dua perangsang atau
lebih berdasarkan ciri-ciri khas pada masing-masing rangsangan.
2) Kesiapan, yaitu kemampuan untuk menempatkan diri dalam keadaan
akan memulai suatu gerakan atau serangkaian gerakan.
3) Gerakan terbimbing, yaitu mencakup kemampuan untuk melakukan
suatu rangkaian-rangkaian gerak-gerik sesuai dengan contoh yang
diberikan.
4) Gerak terbiasa, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu rangkaian
gerak-gerik dengan lancar, karena telah dilatih secukupnya tanpa lagi
memperhatikan contoh.
5) Gerakan kompleks, yaitu kemampuan untuk melaksanakan suatu
keterampilan dengan lancar cepat dan efisien.
6) Penyesuaian pola gerakan, yaitu kemampuan untuk mengadakan
perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan kondisi setempat
atau dengan merujuk suatu taraf keterampilan yang telah mencapai
kemahiran.
7) Kreativitas, yaitu kemampuan untuk melahirkan pola gerak-gerik
yang baru atas dasar inisiatif sendiri.
Indikator hasil belajar berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan
bahwa perilaku siswa terdiri atas tiga aspek, yaitu aspek kognitif, yang diartikan
sebagai hasil belajar berkenaan dengan pemahaman pengetahuan peserta didik
dalam mempelajari matematika, aspek afektif yang diartikan sebagai hasil belajar
yang merupakan tahapan perubahan tahapan perubahan sikap, nilai dan
kepribadian peserta didik dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik
merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan
bertindak setelah menerima pengalaman belajar.
23
2.1.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Perolehan hasil belajar tentu saja tidak lepas dari berbagai faktor yang
telah mempengaruhinya. Hasil belajar siswa yang diperoleh akan maksimal jika
selama proses belajar dilakukan dengan baik tanpa ada faktor penghambat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar meliputi dua aspek yaitu faktor
intern dan faktor ekstern. (Slameto, 2010:54). Dari kedua aspek tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Faktor Internal (faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik), di
antaranya:
1) Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) diantaranya kondisi
kesehatan, daya pendengaranya dan penglihatanya, dan sebagainya.
2) Aspek psikologis yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan
pembelajaran peserta didik, diantaranya yaitu kondisi rohani peserta
didik, tingkat kecerdasan/intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi
peserta didik.
b. Faktor Eksternal (faktor-faktor yang berasal dari luar diri peserta didik),
diantaranya:
1) Lingkungan sosial, seperti para guru, staff administrasi, dan teman-
teman sekelas, masyarakat, tetangga, teman bermain, orang tua dan
keluarga peserta didik itu sendiri.
2) Lingkungan non sosial, seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah
tempat keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan
cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik.
2.2 Kajian Hasil Peneletian yang Relevan
Penelitian yang akan dibuat pada dasarnya dapat memperhatikan
penelitian lain yang dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian. Adapun
Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh :
24
Azhar Sulistiyono (2013), yang berjudul “Penerapan Pendekatan Scientific
dengan Media Realia untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas
V SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II Tahun
Pelajaran 2013/2014”. Hasil penelitian menunjukkan, melalui pendekatan
scientific dengan media realia terlihat hasil perbandingan antar siklus yakni
ketuntasan belajar klasikal pada kondisi pra siklus 41%, skor rata-rata sebesar 55,
skor makasimal sebesar 87, skor minimal sebesar 30. Pada siklus I ketuntasan
belajar klasikal sebesar 81%, skor rata-rata sebesar 71, skor maksimal sebesar 95,
dan skor minimal sebesar 50. Sedangkan ketuntasan belajar klasikal pada siklus II
sebesar 93%, skor rata-rata sebesar 80, skor maksimal sebesar 100, dan skor
minimal sebesar 56. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan
pendekatan scientific dengan media realia dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa kelas V SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota
Salatiga semester II tahun pelajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil penelitian,
disarankan guru dapat menerapkan pendekatan scientific dengan media realia
untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan menghilangkan kesan akan sukar
pada mata pelajaran matematika serta mata pelajaran lainnya.
Penelitian yang kedua yaitu dari peneliti Lilis Purwanti (2009), dengan
judul “Peningkatan Akativitas Pembelajaran IPA dengan Media Benda Konkret
pada Siswa Kelas II SD N 01 Kaling Tasik Madu Karanganyar” menyimpulkan
bahwa pembelajaran dengan media benda konkret pada siswa kelas II SD N 01
Kaling Tasik Madu Karanganyar dapat meningkatkan aktivitas siswa. Dengan
menggunakan media benda konkret dalam proses belajar mengajar dapat
meningkatkan aktivitas pembelajaran IPA siswa kelas II SD Negeri 01 Kaling
tahun ajaran 2009/2010. Hal ini terbukti dari 20 jumlah siswa di kelas II didapat
nilai rata-rata pada siklus I adalah 2,63 atau dengan kata lain 65,75% siswa telah
aktif dalam pembelajaran. Sedangkan nilai rata-rata pada siklus II ada peningkatan
dari 2,63 menjadi 3,26 atau sekitar 81,6% siswa aktif dalam pembelajaran. Selain
itu, penggunaan media benda konkret ini juga dapat meningkatkan nilai IPA
siswa. Hal itu terbukti pada siklus I nilai rata-rata siswa adalah 71 meningkat pada
siklus II menjadi 84,9. Dengan demikian penggunaan media benda konkret dalam
25
pembelajaran dapat dilaksanakan untuk meningkatkan aktivitas pembelajaran
siswa pada mata pelajaran IPA di kelas II pada materi kenampakan matahari pada
pagi, siang, dan sore hari.
Penelitian selanjutnya yaitu dari penelitian Singgih Heriyanto (2014),
dengan judul penelitian “Pengaruh Penggunaan Media Benda Konkret Terhadap
Hasil Belajar IPA Siswa Di SD Negeri Gugus Kolopaking”. Menyimpulkan
bahwa, Ha : diterima, sehingga penggunaan media benda konkret mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas IV di SD N
Gugus Kolopaking. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai R Square
sebesar 0,416 atau 41,6 %. Hasil tersebut berarti bahwa variabel penggunaan
media benda konkret (X) mempengaruhi variabel hasil belajar siswa (Y) sebesar
41,6 %. Sedangkan sebesar 58,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
dikajikan dalam penelitian ini.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Azhar Sulistiyono, Lilis
Purwanti dan Singgih Heriyanto, menyatakan penggunaan media benda konkret
berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa. Perbedaan penelitian
terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan terdapat pada penggabungan
hasil penelitian terdahulu, peneliti akan menggabungkan antara Penerapan
Pendekatan Scientific dengan Menggunkan Konkret Terhadap Mata Pelajaran
Matematika dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa.
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan, dapat dideskripsikan hasil
belajar matematika kelas 3 SDN Sidorejo Lor 01 tergolong rendah sehingga perlu
ditingkatkan untuk mencapai standar KKM. Dengan dilaksanakannya Kurikulum
2013 yang menggunakan pendekatan scientific dalam pembelajaran, guru
diharapkan mampu melaksanakan pendekatan scientific dengan maksimal agar
hasil pembelajaran meningkat secara optimal. Penerapan pendekatan
pembelajaran yang kurang optimal dan pemilihan pendekatan yang kurang efektif
kurang menekankan kepada peserta didik sebagai subjek belajar yang harus
dilibatkan secara aktif. Kondisi yang diharapkan adalah aktivitas siswa dalam
26
pembelajaran yang mampu membuat siswa mengeksplorasi kemampuannya
dengan baik. Kesulitan dalam mengajar dan meningkatkan ketertarikan siswa
terhadap mata pelajaran matematika juga sebagai latar belakang masalah guru,
dalam menyikapi hal ini penulis menggunakan alat peraga (media konkret)
sebagai daya tarik untuk siswa dan agar mempermudah siswa dalam memahami
materi yang disampaikan dalam proses pembelajaran.
Peneliti akan menerapkan pendekatan scientific dengan menggunakan
media konkret untuk menggantikan model pembelajaran teacher center pada siswa
kelas 3 SDN Sidorejo Lor 01. Dengan menggunakan pendekatan scientific ini,
siswa didorong lebih mampu dalam mengamati suatu masalah dalam matematika
yaitu: menanya, mengamati, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan atau
mempresentasikan hal-hal yang dipelajari dari materi yang telah disampaikan
dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan uraian tersebut bahwa pendekatan
scientific yang berbasis pada peningkatan keterampilan proses akan berdampak
positif pada peningkatan hasil belajar peserta didik.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan
hipotesis penelitian ini adalah Penerapan pendekatan scientific dengan
menggunakan media konkret diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dalam mata pelajaran matematika pada siswa kelas 3 SDN Sidorejo Lor 01 Kota
Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017.