21
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan Scientific Pembelajaran kurikulum 2013 adalah pembelajaran dengan memperkuat proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penguatan proses pembelajaran dilakukan melalui pendekatan scientific, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan. Pendekatan scientific atau ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme pembelajaran untuk memfasilitasi siswa agar mendapatkan pengetahuan atau keterampilan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah (Kemdikbud, 2013). Permendikbud no. 65 tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipanduh dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah (scientific) dalam proses pembelajaran ini sering di sebut sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri dari keberadaan kurikulum 2013, yang tentunya menarik untuk di pelajari dan dielaborasi lebih lanjut. Secara sederhana pendekatan scientific merupakan suatu cara atau mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non ilmiah. Pendekatan non ilmiah dimaksud meliputi semata-mata berdasarkan intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis. Perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output). Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh (Permendikbud No.65 Tahun 2013).

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pendekatan Scientific

Pembelajaran kurikulum 2013 adalah pembelajaran dengan memperkuat

proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap,

pengetahuan dan keterampilan. Penguatan proses pembelajaran dilakukan melalui

pendekatan scientific, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu

dalam mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan.

Pendekatan scientific atau ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme

pembelajaran untuk memfasilitasi siswa agar mendapatkan pengetahuan atau

keterampilan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah

(Kemdikbud, 2013). Permendikbud no. 65 tahun 2013 tentang standar proses

pendidikan dasar dan menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses

pembelajaran yang dipanduh dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah (scientific)

dalam proses pembelajaran ini sering di sebut sebagai ciri khas dan menjadi

kekuatan tersendiri dari keberadaan kurikulum 2013, yang tentunya menarik

untuk di pelajari dan dielaborasi lebih lanjut. Secara sederhana pendekatan

scientific merupakan suatu cara atau mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan

dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Proses pembelajaran

harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non ilmiah. Pendekatan non ilmiah

dimaksud meliputi semata-mata berdasarkan intuisi, akal sehat, prasangka,

penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis. Perubahan proses

pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses

penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output). Penilaian

proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic

assesment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh

(Permendikbud No.65 Tahun 2013).

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

7

Pembelajaran scientific merupakan pembelajaran yang mengadopsi

langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah.

Pembelajaran merupakan proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013

mengamanatkan esensi pendekatan scientific dalam pembelajaran (Kemdikbud,

2013). Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah

(scientific), para ilmuwan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive

reasoning) daripada penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif

melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik.

Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk

kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif

menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode

scientific adalah proses berfikir untuk memecahkan masalah secara sistematis,

empiris dan terkontrol.

Kemdikbud (2013), memberikan konsepsi tersendiri bahwa pendekatan

saintifik (scientific appoacch) dalam pembelajaran, di dalamnya mencakup

komponen: (1) Mengamati (observasi). (2) Menanya (questioning). (3) Menalar

(associating). (4) Mencoba (experimenting). (5) Mengkomunikasikan

(comunicating). Pendekatan scientific merujuk pada teknik-teknik investigasi atas

fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan

memadukan pengetahuan sebelumnya.

Dari pendapat di atas, pendekatan scientific merupakan pendekatan dalam

proses pembelajaran dimana siswa di ajak mengamati suatu obyek yang akan di

pelajari dan diberikan kesempatan untuk membuat pertanyaan-pertanyaan yang

timbul dari hasil pengamatannya, kemudian siswa diberikan keleluasaan untuk

melakukan percobaan dengan pengalaman keilmuan yang dimilikinya serta

mengelolah hasil dari percobaan yang dilakukan, juga diharapkan siswa mampu

untuk menyajikan serta menarik kesimpulan dari apa yang telah dipelajari, selain

itu siswa juga dapat menciptakan sesuatu yang dikumpulkan dari fakta-fakta

keilmuan yang dimiliki.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

8

Adapun karakteristik pendekatan scientific menurut Kemdikbud (2013),

adalah sebagai berikut:

1. Subtansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang

dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-

kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta

didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau

penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan

tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan

mengaplikasikan materi pembelajaran.

4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam

melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi

pembelajaran.

5. Mendorong dan menginspirasi siswa dalam memahami, menerapkan, dan

mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon

materi pembelajaran.

6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung

jawabkan.

7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik

sistem penyajiannya.

Berdasarkan karakteristik tersebut, pendekatan scientific diyakini sebagai

titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan

pengetahuan

2.1.1.1 Langkah-langkah Umum Pendekatan Scientific

Adapun langkah-langkah umum pendekatan scientific dalam proses

pembelajaran meliputi mengamati (observing), menanya (questioning), mencoba

(experimenting), menalar (associating), dan mengkomunikasikan (comunicating).

(Permendikbud No. 81a, 2013). Langkah-langkah tersebut dijelaskan dalam

uraian berikut:

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

9

1. Mengamati (Observing)

Pengamatan adalah menggunakan satu atau lebih indera-indera pada tubuh

manusia yaitu penglihat, pendengar, pembau, pengecap, dan peraba atau perasa.

Informasi yang dikumpulkan dari pengamatan disebut bukti atau data (Science

Explorer, dalam Nur 2011). Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan

proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan

tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan

tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat

bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran

memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran

sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru

membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan

pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca.

Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka

untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu

benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih

kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

2. Menanya (Questioning)

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas

kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak,

atau dibaca. Peserta didik dibimbing untuk dapat mengajukan pertanyaan tentang

hasil pengamatan objek yang konkret sampai kepada yang abstrak berkenaan

dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan

yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Berikut

bentuk pertanyaan siswa yang bersifat faktual, konseptual, prosedural dan

hipotetik: (a) Pertanyaan faktual: “Apa nama benda itu?”, “Di mana itu terjadi?”,

“Kapan terjadinya?” jawabanya berupa fakta. (b) Pertanyaan konseptual: “Apa

pengertian bangun datar dan bangun ruang?” jawabanya berupa konsep. (c)

Pertanyaan prosedural: “Bagaimana caranya?”, “Bagaimana menggunakanya?”,

“Bagaimana melakukanya?” jawabanya berupa prosedur. (d) Pertanyaan

hipotetik: “mengapa bisa begitu?”, “Mengapa bisa terjadi?” jawabanya berupa

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

10

prinsip atau generalisasi. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari

informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai

yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang

beragam.

Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana

disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah mengajukan

pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau

pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati

(dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).

Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan

kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk

membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang

hayat.

3. Mencoba (Experimenting)

Kegiatan “mencoba” merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini

dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber

melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih

banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan

melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi.

Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi

dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati

objek/kejadian/aktivitas wawancara dengan narasumber dan sebagainya agar

peserta didik dapat mencoba sehingga mendapatkan jawaban atau penemuan atas

percobaanya.

Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti,

jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi,

menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang

dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

4. Menalar (Associating)

Kegiatan “menalar atau mengolah informasi atau mengasosiasi” dalam

kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

11

81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik

terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari

kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan

informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan

kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari

berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang

bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu

informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi

tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap

jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur

dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses

berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi

untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam

konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak

merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi

dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan

mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi

penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak,

pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-

pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi

dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.

5. Mengomunikasikan (Communicating)

Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada

peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan

ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan

dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil

tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta

didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan”

dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

12

Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan

berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.

Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan mengkomunikasikan

adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir

sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan

mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

2.1.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Scientific

Berdasarkan telaah kajian teori di atas, maka penulis menyimpulkan

bahwa pendekatan scientific memiliki beberapa kelebihan dan juga kekurangan

yaitu sebagai berikut.

A. Kelebihan

a. Proses pembelajaran lebih terpusat pada siswa sehingga memungkinkan siswa

aktif dalam pembelajaran.

b. Langkah-langkah pembelajarannya sistematis sehingga memudahkan guru

untuk memanajemen pelaksanaan pembelajaran.

c. Memberi peluang guru untuk lebih kreatif, dan mengajak siswa untuk aktif

dengan berbagai sumber belajar.

d. Langkah-langkah pembelajaran melibatkan keterampilan proses sains dalam

mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip.

e. Proses pembelajarannya melibatkan proses-proses kognitif yang potensial

dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir

tingkat tinggi siswa.

f. Selain itu juga dapat mengembangkan karakter siswa.

B. Kekurangan

Dibutuhkan kreativitas tinggi dari guru untuk menciptakan lingkungan

belajar dengan menggunakan pendekatan scientific sehingga apabila guru tidak

mau kreatif, maka pembelajaran tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan

pembelajaran.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

13

2.1.2 Media Konkret

2.1.2.1 Hakikat Media Konkret

Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium”

yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau

pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Menurut Gagne (dalam Sofyan,

2010) menyatakan bahwa media pembelajaran yaitu berbagai jenis komponen

dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk berpikir. Schram

(dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah

teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfatkan untuk keperluan pembelajaran.

Menurut Ibrahim dan Nana Syaodih (2003:119), menyatakan bahwa

“media benda konkret adalah objek yang sesungguhnya yang akan memberikan

rangsangan yang amat penting bagi siswa dalam mempelajari berbagai hal,

terutama yang menyangkut pengembangan keterampilan tertentu. ”Pengertian

media benda konkret juga dapat diartikan alat peraga seperti yang dikemukakan

oleh Subari (1994:95), bahwa “alat peraga adalah alat yang digunakan oleh

pengajar untuk mewujudkan atau mendemonstrasikan bahan pengajaran guna

memberikan pengertian atau gambaran yang sangat jelas tentang pelajaran yang

diberikan.” Selanjutnya Subari juga menjelaskan bahwa ditinjau dari sifatnya alat

peraga dibedakan menjadi tiga, yaitu: alat-alat peraga yang asli, alat-alat peraga

dari benda pengganti, alat-alat yang terbuat dari benda abstrak. Berdasarkan tiga

macam alat peraga yang disebutkan, masing-masing mempunyai pengertian yang

berbeda-beda. Pengertian yang berkaitan dengan media benda konkret yaitu alat

peraga yang asli, dimana menurut Subari “alat-alat peraga yang asli maksudnya

adalah benda-benda yang digunakan untuk alat peraga itu benda yang

sebenarnya.”

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Benda

Konkret ini merupakan benda yang sebenarnya, benda/media yang membantu

pengalaman nyata peserta didik. Media benda konkret memiliki fungsi selain

untuk memberi pengalaman nyata dalam kehidupan siswa juga berfungsi untuk

menarik minat belajar siswa.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

14

2.1.2.2 Tujuan Penggunaan Media Konkret

Penggunaan media dimaksudkan agar peserta didik yang terlibat dalam

kegiatan belajar itu terhindar dari gejala verbalisme, yakni mengetahui kata-kata

yang disampaikan guru tetapi tidak memahami maknanya. Penggunaan media

benda konkret dalam pembelajaran tentu memiliki tujuan agar pembelajaran yang

dilaksanakan mencapai target atau standar ketuntasan yang telah ditetapkan,

seperti yang dikemukakan oleh Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001:153),

tujuan dari penggunaan media yaitu untuk membantu guru menyampaikan pesan-

pesan secara mudah kepada peserta didik sehingga peserta didik dapat menguasai

pesan-pesan tersebut secara cepat, dan akurat. Secara khusus media pengajaran

digunakan mempunyai tujuan dalam pengajaran seperti yang dikemukakan oleh

Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001:153), penggunaan media pengajaran

digunakan dengan tujuan sebagai berikut: memberikan kemudahan kepada peserta

didik, memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi,

menumbuhkan sikap dan keterampilan, menciptakan situasi belajar yang tidak

dapat dilupakan peserta didik.

Selanjutnya Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001:156),

mengungkapkan prinsip-prinsip dalam pemilihan media yang akan digunakan

dalam pembelajaran, diantaranya: media harus sesuai dengan tujuan pengajaran,

media harus sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, media harus

disesuaikan dengan kemampuan guru, media harus sesuai dengan situasi dan

kondisi atau pada waktu, tempat dan situasi yang tepat, dan media harus

memahami karakteristik dari media itu sendiri. Berdasarkan pendapat di atas,

maka dapat disimpulkan penggunaan media benda konkret dalam pembelajaran

siswa SD sangat membantu penyampaian materi pelajaran yang akan disampaikan

kepada peserta didik dan dapat memberikan pengalaman serta pengetahuan yang

lebih tahan lama, karena siswa mendapatkan pengalaman secara nyata dan

langsung. Seperti yang disampaikan oleh Pike (1989:5), dengan menambah media

dalam pembelajaran, ingatan akan meningkat dari 14 % hingga 38%.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

15

2.1.2.3 Fungsi Media Konkret

Mulyani Sumantri, (2004:178) mengemukakan bahwa secara umum media

konkret berfungsi sebagai (a) Alat bantu untuk mewujudkan situasi bejar

mengajar yang efektif, (b) Bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar, (c)

Meletakkan dasar-dasar yang konkret dan konsep yang abstrak sehingga dapat

mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme, (d) Mengembangkan motivasi

belajar siswa, (e) Mempertinggi mutu pembelajaran.

Keuntungan penggunaan media konkret dalam pembelajaran adalah:

a) Membangkitkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang bersifat konseptual,

sehingga mengurangi kesalah pahaman siswa dalam mempelajarinya.

b) Meningkatkan minat siswa untuk materi pelajaran.

c) Memberikan pengalaman-pengalaman nyata yang merangsang aktivitas diri

sendiri untuk belajar.

d) Dapat mengambangkan jalan pikiran yang berkelanjutan.

e) Menyediakan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah di dapat melalui

materi-materi yang lain, menjadikan proses belajar mendalam dan beragam.

2.1.3 Matematika

2.1.3.1 Hakikat Pembelajaran Matematika

Matematika adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi

informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di

teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit (Suparni dan

Ibrahim, 2012:35). Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada

disekolah dasar. Matematika merupakan ilmu pasti yang menggunakan nalar atau

logika, menurut Ruseffendi dalam Heruman (2007:1), matematika merupakan

bahasa simbul atau ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara

induktif atau ilmu tentang pola keteraturan dan struktur yang terorganisasi mulai

dari unsur yang tidak didefinisikan, keunsur yang didefinisikan keaksioma atau

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

16

postolat dan ahirnya kedalil. Hal ini sejalan dengan Abdurrahman (2012:225),

yang mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbul yang

digunakan untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan ke

ruangan yang memudahkan manusia berfikir dalam memecahkan masalah

kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

matematika merupakan ilmu pasti yang menggunaka nnalar atau logika,

matematika merupakan bahasa simbul yang digunakan untuk mengekspresikan

hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan yang memudahkan manusia

berfikir dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari dan bersifat universal,

serta suatu badan ilmu yang di gunakan untuk menguasai teknologi masa depan.

2.1.3.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Menurut Nyimas Aiyah (2007:1.4), pembelajaran matematika adalah

peroses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana

lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar

matematika disekolah. Sedangkan menurut Bruner dalam Nyimas Aiyah

(2007:21.5), pembelajaran matematika adalah pembelajaran mengenai konsep-

konsep dan struktur-struktur matematika itu.

Berdasar uraian tersebut disimpulkan bahwa pembelajaran matematika

merupakan proses perencanaan guru yang apabila dilaksanakan akan berakibat

pada perubahan tingkahlaku siswa pada pola berpikir, pola mengorganisasian,

memahami konsep-konsep yang abstrak, pembuktian kebenaran matematika

dengan alasan yang logik, dan menggunakan istilah yang cermat, akurat serta

mempresentasikanya dengan simbol dan diterapkan pada kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran matematika di sekolah akan lebih berarti apabila siswa tidak

hanya belajar mengetahui sesuatu dan mencari jawaban atas permasalahan yang

dihadapi (learning to know), akan tetapi juga belajar untuk melakukan sesuatu

menggunakan berbagai konsep, prinsip, dan hukum untuk memecahkan masalah

yang kongkret (learning to do), belajar menjadi diri sendiri untuk hidup bersama

orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, pengertian dan tanpa prasangka

(learning to live together) (Kunandar, 2008:325-326).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

17

2.1.3.3 Tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika di sekolah dasar merupakan bagian dari sistem

pendidikan nasional. Pembelajaran matematika pada tingkat sekolah dasar

memiliki tujuan-tujuan yang ingin di capai. Menurut Cockroft dalam

Abdurrahman (2012:204), matematika perlu diajarkanpada siswa karena: (1)

selalu di gunakan dalam memecakan masalah kehidupan sehari-hari. (2) semua

bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai. (3) merupakan

sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas. (4) dapat digunakan untuk

menyajikan informasi dalam berbagai cara. (5) meningkatkan kemampuan berfikir

logis, ketelitian, dan kesadaran ke ruangan. (6) memberikan rasa kepuasan

terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

2.1.3.4 Ruang lingkup pembelajaran matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika di sekol Bafadal (2006:10) agar dasar memiliki

ruang lingkup tersendiri. Menurut, ruang lingkup mata pelajaran matematika pada

satuan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) bilangan. (2) geometri.

(3) pengukuran.

2.1.4 Pendekatan Scientific Menggunakan Media Konkret dalam

Pembelajaran Matematika

Pendekatan scientific dalam kurikulum 2013 merupakan pendekatan yang

diterapkan saat ini karena siswa dituntut aktif dalam pembelajaran dan dapat

mengembangkan komunikasi matematika siswa, sehingga materi matematika akan

lebih tertanam dalam diri siswa. Selain pendekatan yang tepat, pembelajaran

matematika sebaiknya menggunakan media konkret sebagai alat bantu dalam

pembelajaran agar anak dapat berkembang secara optimal, sesuai potensi mereka

masing-masing. Hal ini sejalan dengan kajian psikologis yang menyatakan bahwa

anak akan lebih mudah mempelajari hal yang konkret daripada yang abstrak.

Menurut Sudono (2008:44) agar tujuan pembelajaran tercapai dan

tercapainya proses belajar mengajar yang tidak membosankan, guru dapat

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

18

menggunakan media secara tepat. Digunakanya media dalam pembelajaran yaitu

agar dapat menjembatani antara materi yang masih abstrak menjadi konkret,

sehingga anak dapat memahami materi yang disajikan oleh guru. Untuk itu,

penggunaan media konkret dalam proses pembelajaran diperlukan demi

terciptanya tujuan pembelajaran secara optimal.

Penerapan pendekatan scientific menggunakan media konkret dalam

penelitian ini di SDN Sidorejo Lor 01 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga

Semester II tahun pelajaran 2016/2017 yang diterapkan dalam pembelajaran

matematika pokok bahasan bangun ruang dan bangun datar. Penerapan

pendekatan scientific dalam pembelajaran pada materi bangun ruang dan bangun

datar menggunakan media konkret sebagai berikut :

1. Mengamati (Observing)

a) Siswa mengamati gambar/foto/video dari peristiwa, kejadian, fenomena,

konteks atau situasi, mengamati media konkret bangun datar dan bangun

ruang yang telah disediakan maupun demonstrasi dari guru, yang berkaitan

dengan bangun ruang dan bangun datar.

2. Menanya (Questioning)

a) Guru dapat memotivasi siswa dengan bertanya tentang bangun datar dan

bangun ruang.

b) Siswa termotivasi untuk mempertanyakan berbagai bangun datar dan

bangun ruang.

3. Mencoba (Experimenting)

a) Siswa mengidentifikasi jenis, unsur dan karakteristik bangun datar dan

bangun ruang dari media konkret yang telah disediakan oleh guru.

b) Siswa mendeksripsikan hubungan antara dua bangun datar dan antara

bangun ruang dan bangun datar.

c) Siswa membentuk dan menggambar berbagai bangun datar yang

diperoleh melalui kegiatan melipat dan menggunting atau cara lainnya

(dengan menggunakan kardus bekas atau kertas karton).

d) Siswa membuat jaring-jaring bangun ruang (menggunakan kertas karton).

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

19

e) Siswa membentuk dan menggambar berbagai bangun dengan berbagai

ukuran sisi, sudut dan modelnya (menggunakan kertas karton).

4. Menalar (Associating)

a) Siswa menganalisis, mengkaitkan dan mendefinisikan secara lebih detail

mengenai jenis, unsur, dan sifat dari bangun ruang dan bangun datar.

5. Mencoba (Communicating)

a) Siswa menyajikan secara tertulis dan lisan hasil pembelajaran atau apa

yang telah dipelajari (presentasi) mengenai bangun datar dan bangun

ruang.

b) Guru memberikan tanggapan hasil presentasi meliputi tanya jawab untuk

mengkonfirmasi, memberikan tambahan informasi, melengkapi informasi

ataupun tanggapan lainnya.

c) Siswa melakukan resume secara lengkap, komperehensif dan dibantu guru

dari konsep yang dipahami, keterampilan yang diperoleh maupun sikap

lainnya.

2.1.5 Hasil Belajar

2.1.5.1 Hakekat Belajar

Berdasarkan teori Behavioristk dalam Aqib (2013:66), belajar diartikan

sebagai proses perubahan tingka laku. Slameto (2010:2), mengemukakan bahwa

belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil

pengalamanya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkunganya.

Oemar Hamalik (2010:36), mengemukakan bahwa belajar adalah

modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut pengertian

ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau

tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu, yakni

mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan

perubahan kelakuan. Bell-Gredler (Winataputra dkk 2007:1.5), yang menyatakan

bahwa belajar adalah proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan aneka

ragam kemampuan, keterampilan, dan sikap. Hal tersebut diperoleh secara

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

20

bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui

rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Belajar adalah suatu proses yang

ditandai degan perubahan pada diri siswa, dan perubahan itu merupakan hasil

belajar yang melibatkan segi jasmani dan rohani yang menghasilkan perubahan-

perubahan dalam hal pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan tingkah

laku, serta semua aspek yang ada dalam diri siswa.

Dari pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan

suatu usaha individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara

keseluruhan yang terjadi karena pengalaman yang telah dialami melalui interaksi

dengan lingkunganya dalam suatu proses belajar mengajar. Bukti bahwa

seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang

tersebut, baik dalam aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), maupun dalam

keterampilanya (psikomotorik).

2.1.5.2 Hasil Belajar

Keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran dapat dilihat melalui hasil

belajar. Menurut Mulyasa (2008), hasil belajar merupakan prestasi belajar siswa

secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan

perilaku yang bersangkutan. Kompetensi yang harus dikuasai siswa perlu

dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai sebagai wujud hasil belajar siswa

yang mengacu pada pengalaman langsung. Suprihatiningrum (2014:37),

mengemukakan bahwa hasil belajar adalah suatu (kapabilitas) kemampuan yang

telah diperoleh siswa setelah melakukan proses belajar-mengajar, kemampuan

yang diperoleh yaitu terdiri dari 3 aspek: aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Hal ini sejalan dengan Abdurrahman (2012:29), hasil belajar merupakan

kemampuan yang di peroleh anak setelah melalui kegiatan belajar.

Abdurrahman (2012:26), secara garis besar membagi hasil belajar menjadi

tiga aspek antara lain: Kognitif, Efektif dan Psikomotor. Ketiga aspek tersebut

sangat berkaitan dan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Apabila

aspek-aspek tersebut tidak ada dalam diri siswa, maka hasil belajar siswa tidak

akan terjadi secara maksimal. Selain itu, anatara suatu aspek dengan aspek yang

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

21

lain juga harus seimbang, agar hasil belajar yang dicapai dapat maksimal. Dari

ketiga aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Aspek kognitif, yaitu hasil belajar yang berkenaan dengan pemahaman

pengetahuan dan pengertian pada suatu materi yang meliputi:

1) Pengetahuan, yaitu kemampuan mengingat kembali hal-hal yang pernah

dipelajari; mencakup fakta, prinsip dan metode yang diketahui.

2) Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna atau arti dari suatu

konsep sehingga dapat menguraikan isi pokok dari suatu makna.

3) Penerapan, yaitu kemampuan menerapkan dan mengabstraksikan suatu

konsep atau ide dalam situasi yang baru.

4) Analisis, yaitu kemmpuan untuk merinci suatu kesatuan kedalam

bagian-bagian, sehingga organisasinya dapat dipahami dengan baik.

5) Sintesis, yaitu kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai

sesuatu atau beberapa hal dan dapat mempertanggungjawabkan

berdasarkan kriteria itu.

b. Aspek Afektif, yaitu tahap-tahap perubahan sikap, nilai dan kepribadian setelah

mendapatkan pengetahuan dari proses belajar meliputi:

1) Penerimaan, yaitu kepekaan dalam menerima rangsangan dan kesediaan

untuk memperhatikan rangsangan itu.

2) Partisipasi, yaitu kesediaan untuk memperhatikan secara aktif dan

berpartisipasi dalam suatu kegiatan.

3) Penentuan sikap, yaitu kemampuan untuk memberikan penilaian

terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu.

4) Organisasi, yaitu kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai

sebagai pedoman dan pegangan kehidupan.

5) Pembentukan pola hidup, yaitu kemampuan untuk menghayati nilai-

nilai kehidupan sedemikian, sehingga menjadi milik pribadi dan

menjadi pegangan nyata.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

22

c. Aspek Psikomotorik, yaitu kesatuan psikis yang dimanifestasikan dalam

tingkah laku fisik (sekumpulan keterampilan dalam bidang tertentu), yang

meliputi:

1) Persepsi, yaitu kemampuan membedakan antara dua perangsang atau

lebih berdasarkan ciri-ciri khas pada masing-masing rangsangan.

2) Kesiapan, yaitu kemampuan untuk menempatkan diri dalam keadaan

akan memulai suatu gerakan atau serangkaian gerakan.

3) Gerakan terbimbing, yaitu mencakup kemampuan untuk melakukan

suatu rangkaian-rangkaian gerak-gerik sesuai dengan contoh yang

diberikan.

4) Gerak terbiasa, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu rangkaian

gerak-gerik dengan lancar, karena telah dilatih secukupnya tanpa lagi

memperhatikan contoh.

5) Gerakan kompleks, yaitu kemampuan untuk melaksanakan suatu

keterampilan dengan lancar cepat dan efisien.

6) Penyesuaian pola gerakan, yaitu kemampuan untuk mengadakan

perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan kondisi setempat

atau dengan merujuk suatu taraf keterampilan yang telah mencapai

kemahiran.

7) Kreativitas, yaitu kemampuan untuk melahirkan pola gerak-gerik

yang baru atas dasar inisiatif sendiri.

Indikator hasil belajar berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan

bahwa perilaku siswa terdiri atas tiga aspek, yaitu aspek kognitif, yang diartikan

sebagai hasil belajar berkenaan dengan pemahaman pengetahuan peserta didik

dalam mempelajari matematika, aspek afektif yang diartikan sebagai hasil belajar

yang merupakan tahapan perubahan tahapan perubahan sikap, nilai dan

kepribadian peserta didik dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik

merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan

bertindak setelah menerima pengalaman belajar.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

23

2.1.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Perolehan hasil belajar tentu saja tidak lepas dari berbagai faktor yang

telah mempengaruhinya. Hasil belajar siswa yang diperoleh akan maksimal jika

selama proses belajar dilakukan dengan baik tanpa ada faktor penghambat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar meliputi dua aspek yaitu faktor

intern dan faktor ekstern. (Slameto, 2010:54). Dari kedua aspek tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor Internal (faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik), di

antaranya:

1) Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) diantaranya kondisi

kesehatan, daya pendengaranya dan penglihatanya, dan sebagainya.

2) Aspek psikologis yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan

pembelajaran peserta didik, diantaranya yaitu kondisi rohani peserta

didik, tingkat kecerdasan/intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi

peserta didik.

b. Faktor Eksternal (faktor-faktor yang berasal dari luar diri peserta didik),

diantaranya:

1) Lingkungan sosial, seperti para guru, staff administrasi, dan teman-

teman sekelas, masyarakat, tetangga, teman bermain, orang tua dan

keluarga peserta didik itu sendiri.

2) Lingkungan non sosial, seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah

tempat keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan

cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik.

2.2 Kajian Hasil Peneletian yang Relevan

Penelitian yang akan dibuat pada dasarnya dapat memperhatikan

penelitian lain yang dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian. Adapun

Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh :

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

24

Azhar Sulistiyono (2013), yang berjudul “Penerapan Pendekatan Scientific

dengan Media Realia untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas

V SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II Tahun

Pelajaran 2013/2014”. Hasil penelitian menunjukkan, melalui pendekatan

scientific dengan media realia terlihat hasil perbandingan antar siklus yakni

ketuntasan belajar klasikal pada kondisi pra siklus 41%, skor rata-rata sebesar 55,

skor makasimal sebesar 87, skor minimal sebesar 30. Pada siklus I ketuntasan

belajar klasikal sebesar 81%, skor rata-rata sebesar 71, skor maksimal sebesar 95,

dan skor minimal sebesar 50. Sedangkan ketuntasan belajar klasikal pada siklus II

sebesar 93%, skor rata-rata sebesar 80, skor maksimal sebesar 100, dan skor

minimal sebesar 56. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan

pendekatan scientific dengan media realia dapat meningkatkan hasil belajar

matematika siswa kelas V SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota

Salatiga semester II tahun pelajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil penelitian,

disarankan guru dapat menerapkan pendekatan scientific dengan media realia

untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan menghilangkan kesan akan sukar

pada mata pelajaran matematika serta mata pelajaran lainnya.

Penelitian yang kedua yaitu dari peneliti Lilis Purwanti (2009), dengan

judul “Peningkatan Akativitas Pembelajaran IPA dengan Media Benda Konkret

pada Siswa Kelas II SD N 01 Kaling Tasik Madu Karanganyar” menyimpulkan

bahwa pembelajaran dengan media benda konkret pada siswa kelas II SD N 01

Kaling Tasik Madu Karanganyar dapat meningkatkan aktivitas siswa. Dengan

menggunakan media benda konkret dalam proses belajar mengajar dapat

meningkatkan aktivitas pembelajaran IPA siswa kelas II SD Negeri 01 Kaling

tahun ajaran 2009/2010. Hal ini terbukti dari 20 jumlah siswa di kelas II didapat

nilai rata-rata pada siklus I adalah 2,63 atau dengan kata lain 65,75% siswa telah

aktif dalam pembelajaran. Sedangkan nilai rata-rata pada siklus II ada peningkatan

dari 2,63 menjadi 3,26 atau sekitar 81,6% siswa aktif dalam pembelajaran. Selain

itu, penggunaan media benda konkret ini juga dapat meningkatkan nilai IPA

siswa. Hal itu terbukti pada siklus I nilai rata-rata siswa adalah 71 meningkat pada

siklus II menjadi 84,9. Dengan demikian penggunaan media benda konkret dalam

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

25

pembelajaran dapat dilaksanakan untuk meningkatkan aktivitas pembelajaran

siswa pada mata pelajaran IPA di kelas II pada materi kenampakan matahari pada

pagi, siang, dan sore hari.

Penelitian selanjutnya yaitu dari penelitian Singgih Heriyanto (2014),

dengan judul penelitian “Pengaruh Penggunaan Media Benda Konkret Terhadap

Hasil Belajar IPA Siswa Di SD Negeri Gugus Kolopaking”. Menyimpulkan

bahwa, Ha : diterima, sehingga penggunaan media benda konkret mempunyai

pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas IV di SD N

Gugus Kolopaking. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai R Square

sebesar 0,416 atau 41,6 %. Hasil tersebut berarti bahwa variabel penggunaan

media benda konkret (X) mempengaruhi variabel hasil belajar siswa (Y) sebesar

41,6 %. Sedangkan sebesar 58,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak

dikajikan dalam penelitian ini.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Azhar Sulistiyono, Lilis

Purwanti dan Singgih Heriyanto, menyatakan penggunaan media benda konkret

berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa. Perbedaan penelitian

terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan terdapat pada penggabungan

hasil penelitian terdahulu, peneliti akan menggabungkan antara Penerapan

Pendekatan Scientific dengan Menggunkan Konkret Terhadap Mata Pelajaran

Matematika dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa.

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan, dapat dideskripsikan hasil

belajar matematika kelas 3 SDN Sidorejo Lor 01 tergolong rendah sehingga perlu

ditingkatkan untuk mencapai standar KKM. Dengan dilaksanakannya Kurikulum

2013 yang menggunakan pendekatan scientific dalam pembelajaran, guru

diharapkan mampu melaksanakan pendekatan scientific dengan maksimal agar

hasil pembelajaran meningkat secara optimal. Penerapan pendekatan

pembelajaran yang kurang optimal dan pemilihan pendekatan yang kurang efektif

kurang menekankan kepada peserta didik sebagai subjek belajar yang harus

dilibatkan secara aktif. Kondisi yang diharapkan adalah aktivitas siswa dalam

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan

26

pembelajaran yang mampu membuat siswa mengeksplorasi kemampuannya

dengan baik. Kesulitan dalam mengajar dan meningkatkan ketertarikan siswa

terhadap mata pelajaran matematika juga sebagai latar belakang masalah guru,

dalam menyikapi hal ini penulis menggunakan alat peraga (media konkret)

sebagai daya tarik untuk siswa dan agar mempermudah siswa dalam memahami

materi yang disampaikan dalam proses pembelajaran.

Peneliti akan menerapkan pendekatan scientific dengan menggunakan

media konkret untuk menggantikan model pembelajaran teacher center pada siswa

kelas 3 SDN Sidorejo Lor 01. Dengan menggunakan pendekatan scientific ini,

siswa didorong lebih mampu dalam mengamati suatu masalah dalam matematika

yaitu: menanya, mengamati, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan atau

mempresentasikan hal-hal yang dipelajari dari materi yang telah disampaikan

dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan uraian tersebut bahwa pendekatan

scientific yang berbasis pada peningkatan keterampilan proses akan berdampak

positif pada peningkatan hasil belajar peserta didik.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan

hipotesis penelitian ini adalah Penerapan pendekatan scientific dengan

menggunakan media konkret diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa

dalam mata pelajaran matematika pada siswa kelas 3 SDN Sidorejo Lor 01 Kota

Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017.