34
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi Teori ini diusulkan oleh Jensen dan Meckling (1976), yang menjelaskan bahwa teori keagenan adalah kontrak antara manajer (agen) dan pemilik (prinsipal). Agar hubungan kontrak ini berjalan lancar, pemilik akan mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada manajer. Hubungan keagenan adalah kontrak di mana satu atau beberapa orang (pemberi kerja atau principal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk melaksanakan sejumlah layanan yang mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam kerangka manajemen keuangan, hubungan keagenan adalah di antara pemegang saham dan manajer, dan / atau antara pemegang saham dan kreditur. Manajer perusahaan dapat membuat keputusan yang bertentangan dengan tujuan perusahaan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Dalam hal ini, pengambilan keputusan manajer dibantu oleh karyawan. Keputusan untuk memperluas bisnis dapat didorong oleh keinginan manajer untuk membuat divisi mereka sendiri berkembang dengan maksud untuk mendapatkan tanggung jawab dan kompensasi yang lebih besar. Dengan perubahan waktu, masalah agensi tidak hanya terbatas pada prinsipal dan agen, tetapi juga pihak lain seperti kreditur, pemegang saham

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1 Teori Agensi

Teori ini diusulkan oleh Jensen dan Meckling (1976), yang menjelaskan

bahwa teori keagenan adalah kontrak antara manajer (agen) dan pemilik

(prinsipal). Agar hubungan kontrak ini berjalan lancar, pemilik akan

mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada manajer. Hubungan

keagenan adalah kontrak di mana satu atau beberapa orang (pemberi kerja atau

principal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk melaksanakan sejumlah

layanan yang mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan kepada

agen (Jensen dan Meckling, 1976).

Dalam kerangka manajemen keuangan, hubungan keagenan adalah di

antara pemegang saham dan manajer, dan / atau antara pemegang saham dan

kreditur. Manajer perusahaan dapat membuat keputusan yang bertentangan

dengan tujuan perusahaan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham.

Dalam hal ini, pengambilan keputusan manajer dibantu oleh karyawan.

Keputusan untuk memperluas bisnis dapat didorong oleh keinginan manajer

untuk membuat divisi mereka sendiri berkembang dengan maksud untuk

mendapatkan tanggung jawab dan kompensasi yang lebih besar.

Dengan perubahan waktu, masalah agensi tidak hanya terbatas pada

prinsipal dan agen, tetapi juga pihak lain seperti kreditur, pemegang saham

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

10

utama dan pemegang saham minoritas. Para peneliti ekonomi dan keuangan

telah mengkategorikan masalah keagenan tiga jenis, seperti yang

digambarkan dalam gambar 1.

Gambar 1. Jenis Masalah Keagenan

Sumber : (Panda and Leepsa, 2017)

Tipe pertama adalah antara prinsipal dan agen, yang timbul karena

asimetri informasi dan varians dalam sikap risksharing (Jensen & Meckling,

1976). Jenis konflik kedua terjadi antara pemegang saham besar dan kecil

(Gilson & Gordon, 2003) dan itu muncul karena pemilik utama mengambil

keputusan untuk manfaat mereka dengan mengorbankan pemegang saham

kecil. Jenis ketiga masalah agensi terjadi antara pemilik dan kreditor, konflik

ini terbangun ketika pemilik mengambil keputusan investasi yang lebih

berisiko yang berbeda dengan kehendak para kreditor.

a. Tipe 1: Masalah Prinsipal-Agen

Masalah agensi antara pemilik dan pengelola di perusahaan karena ada

pemisahan kepemilikan kontrol yang ditemukan pada perusahaan

perusahaan besar (Berle & Means, 1932). Pemilik menugaskan tugas

kepada para manajer untuk mengelola perusahaan dengan harapan bahwa

manajer akan bekerja untuk kepentingan pemiliknya. Namun, manajer

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

11

lebih tertarik pada maksimalisasi kompensasi mereka. Argumen tentang

perilaku dalam memuaskan diri agen didasarkan pada perilaku rasionalitas

manusia (Williamson, 1985), yang menyatakan bahwa tindakan manusia

bersifat rasional dan termotivasi untuk memaksimalkan tujuan mereka

sendiri. Konflik kepentingan antara prinsipal dan agen dan kurangnya

pemantauan yang tepat pada struktur kepemilikan yang kurang menyebar

akan mengarah pada suatu konflik, yang dikenal sebagai konflik prinsipal–

agen.

b. Tipe- 2: Masalah Prinsipal – Prinsipal

Asumsi yang mendasari masalah peragenan jenis ini adalah konflik

kepentingan antara pemilik utama dan pemilik kecil. Pemilik utama

disebut sebagai orang atau sekelompok orang yang memegang saham

mayoritas perusahaan, sementara pemilik kecil adalah orang-orang yang

memegang sebagian kecil saham perusahaan. Pemilik mayoritas memiliki

kekuatan voting yang lebih tinggi dan dapat mengambil keputusan apa pun

demi keuntungan mereka, yang menghambat kepentingan pemegang

saham minoritas (Fama & Jensen, 1983). Jenis masalah keagenan ini

berlaku di semua perusahaan, di mana kepemilikan terkonsentrasi pada

beberapa orang saja atau pemilik keluarga, maka pemegang saham

minoritas merasa sulit untuk melindungi kepentingan atau kekayaan

mereka (Demsetz & Lehn, 1985).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

12

c. Tipe – 3: Masalah Principal – Kreditur

Konflik antara pemilik dan kreditur timbul karena adanya keputusan

pembiayaan yang diambil oleh pemegang saham (Damodaran, 1997).

Pemegang saham mencoba berinvestasi dalam proyek-proyek berisiko, di

mana mereka mengharapkan laba yang lebih tinggi. Risiko tinggi ini akan

meningkatkan beban keuangan dan mengurangi peniliaan atas hutang,

sehingga hal ini akan berpengaruh pada kreditor. Jika proyek tersebut

berhasil, maka pemilik akan menikmati keuntungan besar, sementara

keuntungan yang dirasakan kreditor tetap karena mereka hanya

mendapatkan bunga tetap. Di sisi lain, jika proyek gagal, maka kreditor

akan turut menanggung kerugian dan secara umum masalah ini akan

muncul dalam situasi seperti ini.

2.1.2. Perusahaan

Kata perusahaan sangat sering kita dengar dan diucapkan dalam

kehidupan sehari-hari. Bahkan kita pun sesungguhnya sering berhubungan dengan

perusahaan baik itu perusahaan kecil, menengah atau perusahaan ternama.

Menurut Ebert dan Griffin, (2006): “Perusahaan adalah satu organisasi yang

menghasilkan barang dan jasa untuk mendapatkan laba.” Selain itu menurut

Abdul Kadir Muhammad dalam bukunya Pengantar Hukum Perusahaan di

Indonesia (2010) menyatakan: “Bahwa berdasarkan tinjauan hukum, istilah

perusahaan mengacu pada badan hukum dan perbuatan badan usaha dalam

menjalankan usahanya. Lebih lanjut, perusahaan adalah tempat terjadinya

kegiatan produksi dan berkumpulnya semua faktor produksi dengan acuan laba.”

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

13

Selain itu menurut Swastha dan Sukotjo (2002) pengertian dari

perusahaan adalah: “Suatu organisasi produksi yang menggunakan dan

mengkoordinir sumber- sumber ekonomi untuk memuaskan kebutuhan dengan

cara yang menguntungkan”. Pengertian perusahaan juga tertera di perundangan

negara pada Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan pada Pasal 1 huruf b, yang

berbunyi: “Setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat

tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan. Dalam

wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memeroleh keuntungan dan

atau laba.”

Maka berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perusahaan

merupakan salah satu bentuk usaha yang mencari suatu keuntungan atau laba,

baik yang bergerak dalam bidang usaha produksi barang ataupun dalam bidang

usaha jasa dan memiliki suatu struktur organisasi, manajemen, lokasi dan

karyawan atau pegawai.

2.1.3. Perusahaan Keluarga

Perusahaan keluarga merupakan bentuk organisasi yang umum baik di

negara maju dan berkembang. Kepemilikan keluarga dan perusahaan yang

dikuasai keluarga menyumbang sekitar 90% dari bisnis yang didirikan di Amerika

Serikat (Poza, 2007). Di negara-negara Asia Timur, lebih dari dua-pertiga dari

perusahaan dikendalikan oleh pendiri keluarga atau individu. Perusahaan keluarga

memainkan peran penting dalam sebagian besar negara di seluruh dunia karena

mereka mendominasi lanskap ekonomi, bukan hanya dalam hal jumlah,

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

14

pendapatan kotor, dan pekerjaan, tetapi juga karena mereka adalah mesin penting

pertumbuhan, kemakmuran, dan kesejahteraan.

Perusahaan keluarga dibandingkan perusahaan bukan keluarga dapat

dilihat dari dua perspektif, kepemilikan dan manajemen. Dari perspektif

kepemilikan, keunikan perusahaan keluarga adalah anggota keluarga memegang

sejumlah besar aset perusahaan. Dari perspektif manajemen, salah satu

karakteristik umum dari perusahaan keluarga adalah anggota keluarga berfungsi

sebagai CEO perusahaan atau mengisi posisi manajemen puncak lainnya.

Banyak definisi perusahaan keluarga disampaikan oleh penelitian-

penelitan sebelumnya, kebanyakan dari usulan definisi itu berfokus pada beberapa

faktor yang melingkupi perusahaan keluarga seperti kepemilikan, kendali,

keterlibatan keluarga, manajemen dan keinginan untuk melestarikan suksesi antar

generasi atau masalah-masalah budaya. Beberapa definisi masih terbuka untuk

didiskusikan, namun unsur keterlibatan dan pendekatan inti tampaknya menjadi

tumpang tindih.

Menurut Saito (2008) perusahaan keluarga adalah perusahaan-

perusahaan dimana keluarga pendiri perusahaan memberikan pengaruh terhadap

kebijakan-kebijakan, strategi, isu personal dan berbagai bagian lainnya di

perusahaan melalui kepemilikan dan partisipasi di manajemen perusahaan. Selain

itu suatu perusahaan dikatakan sebagai perusahaan keluarga apabila pendiri

perusahaan atau keturunannya menjabat sebagai presiden direktur atau chairman

dan keluarga pendiri perusahaan merupakan pemegang saham terbesar dalam

perusahaan. Keterlibatan keluarga dalam perusahaan lah yang membuat

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

15

perusahaan keluarga menjadi berbeda dibanding dengan perusahaan bukan

keluarga.

Sedangkan beberapa penelitian menggunakan persentase 5% sebagai

jumlah saham yang harus dimiliki oleh keluarga (Villalonga dan Amit, 2006).

Andres (2008) mengklasifikan perusahaan sebagai perusahaan keluarga memiliki

saham minimal 25% atau terdapat anggota keluarga yang mempunyai jabatan

pada dewan direksi atau dewan komisaris perusahaan. Sementara itu Churchill

dan Hatten (1987) lebih cenderung menambahkan faktor keberadaan keluarga

pada saat terjadinya suksesi yang berasal dari dalam anggota keluarga.

Perusahaan keluarga adalah perusahaan di mana sebuah keluarga

mengerahkan kuasa atas organisasi dan arah strategi melalui kepemilikan,

manajemen puncak, atau posisi dewan (Pieper, Klein, dan Jaskiewicz, 2008).

Perusahaan, di mana anggota keluarga pendiri berpartisipasi dalam manajemen,

tampil lebih baik. Meskipun pertumbuhan mereka lebih kuat, tidak ada bukti

ditemukan bahwa perusahaan keluarga kurang stabil daripada perusahaan lain

dalam jangka panjang (Lee, 2006).

McConnaughy, Walker, Henderson, dan Mishra (1998) menemukan

bahwa perusahaan keluarga lebih efisien dan berharga daripada bukan perusahaan

keluarga. Perusahaan keluarga memiliki visi jangka panjang dalam investasi dan

menghasilkan hasil yang lebih baik karena keluarga ingin meneruskannya ke

generasi penerus (James, 1999; Casson, 1999; Chami, 1999).

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa perusahaan keluarga

adalah model yang baik untuk mengurangi jenis biaya sebagai kepentingan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

16

pemilik, berkonsentrasi pada hubungan keluarga, biasanya selaras dengan

kepentingan manajer untuk berkonsentrasi pada profitabilitas dan keunggulan

kompetitif (Villalonga dan Amit 2006). Ini akan maksimalkan kekayaan

pemegang saham.

Perusahaan keluarga dengan pemilik keluarga yang memegang

mayoritas hak suara cenderung memiliki kepentingan pribadi dan akan

menggunakan kekuasaan mereka untuk mengambil keuntungan pribadi dengan

mengambil alih sumber daya untuk perusahaan yang dimiliki oleh mereka atau

anggota keluarga lainnya, serta akan mengambil alih hak-hak pemegang saham

minoritas (Villalonga dan Amit, 2006).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perusahaan keluarga

adalah perusahaan yang dikelola dan dimiliki oleh anggota keluarga dimana

proses pengambilan keputusan, penyusunan kebijaksanaan maupun strategi

dilakukan oleh pihak keluarga, serta ada anggota keluarga yang memegang posisi

penting di dalam perusahaan, seperti posisi presiden direktur atau chairman.

2.1.4. Tata Kelola dan Kendali Keluarga

Dalam perusahaan keluarga, salah satu masalah yang paling penting

adalah keberlanjutan dan salah satu cara terbaik untuk mengatasi masalah ini

adalah dengan membentuk sistem tata kelola perusahaan. Menurut Gillan dan

Starks (1998) tata kelola perusahaan adalah sebagai sistem hukum, aturan, dan

faktor-faktor yang mengendalikan operasi di sebuah perusahaan. Pilar tata kelola

perusahaan adalah untuk mendukung nilai-nilai inti, akuntabilitas, transparansi,

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

17

keadilan, keterbukaan dan tanggung jawab yang berkaitan dengan keberhasilan

semua bisnis (Gulzar dan Wang, 2010). Sistem tata kelola perusahaan tidak hanya

mencakup proses-proses, struktur, kebijakan dan undang-undang untuk tujuan

mengelola sebuah perusahaan, tetapi juga mengandung pendekatan dewan untuk

mengawasi operasional perusahaan, dan juga akuntabilitas anggota dewan kepada

perusahaan dan pemegang saham.

Sistem tata kelola perusahaan keluarga adalah sistem struktur dan proses

dimana perusahaan keluarga diarahkan dan dikendalikan. Mekanisme tata kelola

yang paling menonjol dari sistem pengendalian internal perusahaan adalah

struktur dewan direksi (Jensen, 1993). Anggota keluarga biasanya memiliki posisi

penting dalam tim manajemen dan dewan direksi. Dengan demikian, perusahaan-

perusahaan ini mungkin memiliki tata kelola perusahaan dan akuntabilitas yang

lebih rendah karena pengawasan yang tidak efektif oleh dewan. Anggota dewan

bukan keluarga memberikan pengawasan yang lebih baik dari manajemen karena

mereka tidak terikat oleh hubungan sosial keluarga (Brockhoff dan Witt, 2009).

Semua instrumen tata kelola perusahaan, pada dasarnya, berfungsi untuk

mengurangi biaya agensi dengan mengurangi informasi asimetris atau dengan

harmonisasi kepentingan principal dan agen melalui struktur insentif yang tepat

(Witt, 2008). Dalam perusahaan keluarga, kepemilikan dan manajemen biasanya

tumpang tindih sampai batas tertentu. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa biaya

agensi lebih rendah pada perusahaan milik keluarga.

Perusahaan keluarga sering dikaitkan dengan konflik keagenan, dimana

konflik keagenan mempengaruhi profitabilitas dan nilai perusahaan. Salah satu

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

18

kelebihan dari perusahaan keluarga adalah dapat menekan konflik keagenan tipe I,

yaitu perbedaan kepentingan antara pemilik dan manajemen perusahaan

(Anderson dan Reeb, 2003). Berkurangnya konflik keagenan tipe I dikarenakan

oleh kekayaan keluarga yang memiliki kaitan erat dengan kesejahteraan

perusahaan sehingga keluarga dapat memiliki insentif yang kuat untuk mengawasi

manajer. Selain itu, keterlibatan keluarga dalam sebuah perusahaan dalam jangka

panjang memudahkan perusahaan dalam memonitor dan mendisiplinkan

manajemennya. Hal ini membatasi manajemen dalam memanfaatkan sumber daya

perusahaan untuk kepentingan diri sendiri sehingga berakibat pada peningkatan

profitabilitas perusahaan (Ang, Cole, dan Lin, 2000).

Meskipun dapat mengurangi konflik keagenan tipe I, perusahaan

keluarga dapat menimbulkan konflik keagenan tipe II (Anderson dan Reeb, 2003,

Villalonga dan Amit, 2006), yaitu adanya perbedaan kepentingan antara investor

mayoritas dan investor minoritas. Pemegang saham mayoritas, dalam hal ini

keluarga, memiliki kecenderungan untuk mempertahankan dominasinya di dalam

perusahaan, melalui manajemennya dan juga pembatasan praktik GCG.

Pembatasan praktik GCG pada akhirnya membatasi perlindungan terhadap

pemegang saham minoritas, bertentangan dengan prinsip tata kelola perusahaan

untuk perlakuan yang setara terhadap pemegang saham. Sehingga konflik

kepentingan ini berujung pada ekspropriasi oleh pemegang saham keluarga

terhadap pemegang saham minoritas, dengan praktik tata kelola perusahaan yang

tidak cukup baik. Penelitian yang dilakukan oleh Claessens et al., (1999)

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

19

menemukan bahwa perusahaan yang memiliki konflik antara investor mayoritas

dan minoritas akan dihargai dengan nilai rendah.

Keluarga sangat peduli terhadap kelangsungan hidup perusahaan dan

memiliki kendali yang efektif, dikarenakan sebagian besar harta keluarga

diinvestasikan ke dalam perusahaan. Perusahaan keluarga yang dikendalikan oleh

para pendiri umumnya berjalan lebih efisien, memiliki nilai ekuitas pasar yang

lebih besar dan membawa utang lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan

lain (McConaughy et al., 2001).

Kendali keluarga merupakan suatu hal yang umum bahkan dominan di

perusahaan terbuka di dunia. Keluarga seringkali berperan sebagai controlling

shareholder dan kendali keluarga seringkali signifikan. Dapat didefinisikan

bahwa kendali keluarga adalah kendali dalam perusahaan dengan struktur

kepemilikan mayoritas adalah kepemilikan keluarga (Din dan Javid, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Anderson dan Reeb (2003) menyatakan bahwa

kendali keluarga adalah perusahaan dengan pemegang saham pengendali

terbesarnya (setidaknya memegang 10% hak suara) adalah keluarga, individu,

atau perusahaan yang tidak terdaftar sebagai perusahaan publik, yang memberikan

mereka hak untuk mengendalikan manajemen.

Keluarga merupakan sebuah unit kesatuan (baik individu atau grup) baik

dari pernikahan atau darah (Claessens et al., 2000). Untuk menggambarkan

kendali di perusahaan, digunakan batasan kepemilikan minimal 10% karena titik

tersebut merupakan batas yang signifikan untuk memberikan hak suara dan di

kebanyakan negara diwajibkan untuk mengungkapkan kepemilikan 10%.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

20

Dalam penelitan terdahulu yang dilakukan Shleifer dan Vishny (1997)

mengatakan bahwa kendali keluarga pada perusahaan keluarga dianggap kurang

efisien karena keluarga memiliki kecenderungan melakukan tindakan yang tidak

memaksimalkan nilai perusahaan karena mementingkan keuntungan pribadi.

Keluarga juga sering dituduh mempertimbangkan posisi eksekutif dalam

perusahaan sebagai saluran untuk menyediakan posisi untuk generasi berikutnya,

hal ini dikarenakan keluarga juga memiliki pandangan jangka panjang atas

perusahaan dan menganggap perusahaan merupakan asset yang harus diturunkan

ke keturunannya. Selain itu, keluarga sebagai pemilik perusahaan cenderung

menggunakan laba untuk kepentingan pribadi karena menyatunya kendali dan

kepemilikan (Fama dan Jensen, 1983).

Holderness dan Sheehan (1988) menunjukkan bahwa perusahaan

keluarga dapat menurunkan profitabilitas dan nilai perusahaan. Hasil penelitian

tersebut didukung Gómez-Mejía, Nuñez-Nikel, dan Gutiérrez (2001) yang

melaporkan bahwa keluarga cenderung mendukung anggota keluarga dalam

mengisi posisi manajemen, yang mengarah ke kerugian kompetitif dibandingkan

dengan bukan perusahaan keluarga.

Dari beberapa dampak negatif yang telah disebutkan di atas , kendali

keluarga juga memberikan dampak positif bagi perusahaan. Tingkat kendali

keluarga pada suatu perusahaan keluarga sangat mempengaruhi kinerja,

setidaknya dalam hal profitabilitas (Allouche et al., 2008). Sisi positif dari

kendali keluarga adalah perusahaan keluarga dapat meningkatkan profitabilitas

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

21

dan nilai perusahaan (Anderson dan Reeb, 2003; Villalonga dan Amit, 2006;

Bertrand dan Scholar, 2006).

Aspek positif dalam perusahaan keluarga adalah adanya komitmen yang

tinggi dari anggota keluarga, rasa memiliki yang menyebabkan lebih cepatnya

pencapaian tujuan perusahaan. Ada keserasian tata nilai dari anggota keluarga,

memudahkan terciptanya budaya korporasi yang sama diantara mereka, hingga

pengelolaan perusahaan berjalan lancar. Dalam bisnis keluarga juga ada rasa

saling percaya yang tinggi, dan hal ini menyebabkan proses pengawasan lebih

cepat. Untuk sumber keuangan, pada umumnya perusahaan didanai secara

konservatif atau berasal dari dana pribadi. Biasanya pengelolaan keuangan

perusahaan dilakukan secara hati-hati sebab menyangkut hajat hidup keluarga.

Silva dan Majluf (2008) menyatakan bahwa kendali keluarga,

khususnya, keterlibatan keluarga dalam dewan direksi, memiliki efek positif pada

kinerja perusahaan jika lembaga pemerintahan perusahaan dapat memanfaatkan

peluang yang beragam untuk koordinasi yang lebih baik, meningkatkan

komunikasi, dan manfaat saling percaya. Gambaran umum mengenai

perkembangan perusahaan keluarga di Indonesia adalah sebagian besar

perusahaan-perusahaan keluarga dipimpin dan dikendalikan oleh pendiri atau dari

kalangan keluarga. Selain itu dalam perusahaan keluarga banyak juga perusahaan

yang mempekerjakan anggota keluarganya dalam usaha tersebut.

Anderson dan Reeb (2003) menemukan bahwa perusahaan keluarga

mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan lainnya,

terutama terjadi pada perusahaan dimana pendiri tersebut masih aktif menjadi

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

22

CEO perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa CEO dari kalangan keluarga

dapat menghancurkan dua mitos: pertama, bahwa kepemilikan keluarga dan

keterlibatan adalah pengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, dan kedua,

bahwa pemegang saham minoritas yang terpengaruh oleh kepemilikan keluarga.

Berdasarkan Isakov dan Weisskopf (2009), kinerja perusahaan keluarga

dengan CEO eksternal rendah dibandingkan dengan mereka dengan para CEO

keluarga dalam konteks kinerja akuntansi (ROA). Di Benua Eropa, perusahaan

keluarga dengan CEO keluarga menunjukkan kinerja yang lebih baik

dibandingkan dengan perusahaan keluarga dengan para CEO non-keluarga

(Barontini dan Caprio, 2006).

Selain itu, Villalonga dan Amit (2006) meneliti tentang kontribusi

kepemilikan keluarga, kendali, dan manajemen terhadap kinerja perusahaan.

Penilitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kepemilikan keluarga dapat

menambah nilai perusahaan ketika bentuk kendali keluarga dan manajerial

dikombinasikan dengan benar. Ketika pihak keluarga yang menduduki posisi

manjerial atau bertindak sebagai CEO melaksanakan mekanisme pengelolaan dan

pengendalian yang baik, maka justru akan memberikan dampak positif bagi

keluarga. Namun hal serupa tidak dapat ditemukan di Kanada menurut penilitian

yang dilakukan oleh Morck et al (2000) yang disebabkan oleh lemahnya

pertumbuhan perusahaan karena tingginya halangan atas kendali dari pihak luar,

dan investasi yang tidak inovatif.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

23

2.1.5. Keberlanjutan Perusahaan Keluarga

Menjadi pemimpin perusahaan merupakan tantangan besar. Menciptakan

pemimpin perusahaan secara profesional merupakan tantangan besar berikutnya

yang harus dilakukan para pemimpin perusahaan agar perusahaannya dapat

berkembang secara berkelanjutan khususnya pada perusahaan keluarga. Terdapat

arena tarik ulur antara kepentingan keluarga dan kepentingan bisnis secara

profesional. Arena tarik ulur ini harus dikelola agar berjalan seiring dengan

kebutuhan bisnis untuk tumbuh.

Definisi umum mengenai keberlanjutan erat kaitannya dengan faktor-

faktor yang mempengaruhi kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

tanpa sebuah pengorbanan terhadap kemampuan generasi mendatang dalam

memenuhi kebutuhannya. Keberlanjutan suatu sistem bisnis keluarga adalah

kesatuan yang menyeluruh dan mengancam kewajaran sistem bisnis dan keluarga

(Danes, Loy, dan Stafford, 2008). Fungsi antara kesuksesan bisnis dan fungsi

keluarga merupakan keberlanjutan dari sebuah bisnis keluarga.

Kunci utama atas keberlanjutan bisnis keluarga merupakan kebutuhan

untuk mengamankan ketahanan jangka panjang dan kontinuitas bisnis pada masa

kepemilikkan dimana disisi lain menyeimbangkan kebutuhan untuk menggalakan

bisnis secara mandiri dan secara pengelolaannya. Miller dan Le Breton-Miller

(2007) mengembangkan tipologi yang menunjukkan bagaimana perusahaan milik

keluarga berbeda dengan perusahaan-perusahaan lain yang sebanding dalam

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

24

jangka panjang. Dengan demikian, pemilik keluarga dan pengusaha sangat

bergantung pada pilihan falsafat mereka yang mempengaruhi penilaian

berkelanjutan dan pengambilan keputusan strategis.

Dan juga sebuah program suksesi sangat penting bagi keberhasilan,

keberlanjutan, dan stabilitas dari setiap perusahaan (Goldman et al, 2009). Ini

dikarenakan tidak selamanya manajemen senior dapat menduduki jabatannya. Ada

saatnya ia harus menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada penggantinya.

Regenerasi kepemimpinan perlu dijalankan, terutama supaya menjaga visi dan

misi yang ingin dicapai dapat dilanjutkan oleh pemimpin berikutnya. Inilah

mengapa suksesi sangat diperlukan demi bertahannya sebuah perusahaan, apalagi

ditambah dengan persaingan yang ketat.

2.1.6. Kinerja Keuangan

Keseluruhan asset, kemampuan, proses organisasi, atribut perusahaan,

informasi, pengetahuan dan lain-lain yang dikendalikan oleh sebuah perusahaan

merupakan sumberdaya. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya, seluruh

sumberdaya tersebut membuat perusahaan mampu menyusun dan

mengimplementasikan berbagai strategi (Barney, 1991).

Efisiensi dalam hal utilitas sumberdaya dan disisi lain pencapaian tujuan

organisasi mengarah pada kinerja secara luas (Dyer, 2006). Kinerja perusahaan

dapat dikatakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang

dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai

baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

25

kerja dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan

secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan. Penilaian kinerja

keuangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen

agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Kinerja perusahaan

dapat diukur dengan finansial dan non-finansial (Neely et al., 2000).

Tujuan penting didirikannya perusahaan adalah memaksimalkan kekayaan

pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan (Brigham dan Houston,

2001). Untuk mencapai tujuan ini, perusahaan harus memanfaatkan keunggulan

dari kekuatan perusahaan dan secara terus menerus memperbaiki kelemahan –

kelemahan yang ada. Salah satu caranya adalah mengukur kinerja keuangan

dengan menganalisa laporan keuangan menggunakan rasio-rasio keuangan. Hasil

pengukuran terhadap pencapaian kinerja dijadikan dasar bagi manajemen atau

pengelola perusahaan untuk perbaikan kinerja pada periode berikutnya dan

dijadikan landasan pemberian reward dan punishment terhadap manajer dan

anggota organisasi.

Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dari laporan

keuangan yang dikeluarkan secara periodik. Laporan keuangan berupa neraca,

rugi-laba, arus kas, dan perubahan modal yang secara bersama-sama memberikan

suatu gambaran tentang posisi keuangan perusahaan. Informasi yang terkandung

dalam laporan keuangan digunakan investor untuk memperoleh perkiraan tentang

laba dividen di masa mendatang dan risiko atas penilaian tersebut (Brigham dan

Houston, 2006). Dengan demikian pengukuran kinerja keuangan dari laporan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

26

keuangan dapat digunakan sebagai alat ukur pertumbuhan kekayaan pemegang

saham (investor).

Nicholson dan Keil (2003) telah memasukan ROA sebagai ukuran kinerja

perusahaan karena ini adalah ukuran yang umum digunakan dalam literatur.

Maury (2006) menyatakan bahwa kendali keluarga dikaitkan dengan penilaian

perusahaan yang lebih tinggi dengan menggunakan rasio keuangan dari

perusahaan keluarga. Dalam hal keuangan, peran kendali keluarga merupakan hal

yang masih dipelajari dan stabilitas bisnis serta perencanaan jangka panjang

terlindungi oleh kepemilikan keluarga.

Para peneliti menggunakan rasio keuangan dalam pengukuran kinerja

perusahaan keluarga. Beberapa dari peneliti tersebut adalah Bhagat dan Bolton

(2008), Navarro, Gómez-Ansón, dan Cabeza-García (2011), McConaughy dan

Philips (1999), Barontini dan Caprio (2006), Anderson dan Reeb (2003), dan

Maury (2006). Definisi rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini

menurut Houston & Brigham (2010) sebagai berikut:

1. Rasio Likuiditas

Merupakan rasio yang menunjukkan hubungan antara kas dan aktiva

lancar lainnya dari sebuah perusahaan dengan kewajiban lancarnya. Dan aset yang

diperdagangkan di pasar aktif sehingga dapat dikonversi dengan cepat menjadi

kas pada harga pasar berlaku. Rasio likuiditas yang digunakan dalam penelitian

ini sebagai berikut:

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

27

Current Ratio

Rasio ini dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan

kewajiban lancar. Ini mengindikasikan bahwa dari setiap hutang

lancer dapat ditutupi oleh aktiva-aktiva yang diperkirakan bisa

diubah menjadi uang tunai dalam waktu singkat . Current ratio

dapat dihitung dengan formula:

Current Ratio = %100Lancar Hutang

Lancar Aktivax

2. Rasio Aktivitas

Rasio yang menunjukkan kemampuan serta efisiensi perusahaan dalam

memanfaatkan aktiva yang dimilikinya atau perputaran (turnover) dari aktiva

tersebut. Rasio aktivitas yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Total Assets Turn Over

Rasio yang mengukur perputaran dari seluruh aktiva perusahaan

yang mana dihitung dengan membagi penjualan dengan total aktiva. Total assets

turn over dihitung sebagai berikut:

Turn Assets Turn Over = %100Aktiva Total

Penjualanx

3. Rasio Profitabilitas

Rasio Profitabilitas yaitu sekelompok rasio yang memperlihatkan

pengaruh gabungan dari likuiditas, aktivitas dan hutang terhadap hasil operasi.

Rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Return On Assets

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

28

Merupakan rasio yang diperoleh dari pendapatan bersih dibagi

dengan jumlah aktiva. Return on assets dihitung dengan rumus:

Return On Assets = %100Aktiva Total

Bersih Labax

4. Rasio Leverage

Rasio untuk mengukur tingkat sejauh mana aktiva perusahaan telah

dibiayai oleh penggunaan hutang. Rasio leverage mempunyai rasio yang

digunakan untuk mengukur berapa aset perusahaan yang dibelanjai dengan

hutang. Rasio leverage yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Debt Ratio

Rasio ini membagi jumlah utang yang dimiliki perusahaan dengan

total aktiva. Debt ratio dapat dihitung sebagai berikut:

Debt Ratio = %100Aktiva Total

Hutang Totalx

5. Rasio Penilaian

Rasio Penilaian, yaitu rasio yang memberikan ukuran kemampuan

manajemen dalam menciptakan nilai pasar. Nilai perusahaan dalam beberapa

literatur yang dihitung berdasarkan harga saham disebut dengan beberapa

istilah di antaranya:

a) Price Earnings Ratio (PER) yaitu harga yang bersedia dibayar oleh

pembeli apabila perusahaan itu dijual. PER dapat dirumuskan sebagai PER

= Price per Share / Earnings per Share. Menurut Tandelilin (2001) dalam

Sari (2005) bahwa pendekatan PER merupakan pendekatan yang lebih

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

29

populer dipakai di kalangan analisis saham dan para praktisi. Pendekatan

PER disebut juga pendekatan multiplier dimana investor akan menghitung

berapa kali nilai earnings yang tercermin dalam harga suatu saham.

PER = sahamlembar per Laba

saham Harga

b) Tobin’s Q yaitu nilai pasar dari suatu perusahaan dengan membandingkan

nilai pasar suatu perusahaan yang terdaftar di pasar keuangan dengan nilai

penggantian aset (asset replacement value) perusahaan. Salah satu versi

Tobin’s Q yang dimodifikasi dan disederhanakan oleh Marsha dan Murtaqi

(2017), yang menyatakan bahwa Tobin Q didefinisikan sebagai [Total Nilai

Pasar Saham Perusahaan (jumlah saham yang beredar x harga saham) /

Total nilai aset]. Rasio ini dihitung menggunakan nilai pasar suatu

perusahaan yang kemudian dibagi oleh nilai aset perusahaan. Jumlah saham

yang beredar dikalikan dengan harga saham saat ini yang kemudian dibagi

dengan total aset.

Tobin’Q = Aktiva Total

beredar) saham x saham (Harga

Jika nilai pasar semata-mata merefleksikan asset yang tercatat suatu

perusahaan maka Tobin’s Q akan sama dengan 1. Jika Tobin’s Q lebih besar

dari 1, maka nilai pasar lebih besar dari nilai asset perusahaan yang tercatat.

Hal ini menandakan bahwa saham overvalued. Apabila Tobin’s Q kurang

dari 1, nilai pasarnya lebih kecil dari nilai tercatat asset perusahaan. Ini

menandakan bahwa saham undervalued.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

30

2.2. Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang sejenis yang berhubungan

dengan penelitian ini. Hasil penilitian sebagai berikut:

1) Cahyani dan Sanjaya (2014) melakukan penelitian dengan judul Analisis

Perbedaan Dividen Pada Perusahaan Keluarga Dan Non Keluarga

Berdasarkan Kepemilikan Ultimat. Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis apakah ada perbedaan dividen yang dibagikan perusahaan

keluarga dan non keluarga berdasarkan kepemilikan akhir. Metode

sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah 400 perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (IDX), dengan periode

penelitian 2009-2012. Hasil analisis data menunjukkan ada perbedaan

secara signifikan dividen yang dibagikan antara perusahaan keluarga dan

bukan keluarga. Perusahaan keluarga membayar dividen lebih rendah

daripada perusahaan non keluarga.

2) Gill dan Kaur (2015) dengan penelitiannya yang berjudul Family

Involvement in Business and Financial Performance: A Panel Data

Analysis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

keterlibatan keluarga di bisnis (FIB) dengan kinerja keuangan (FP) pada

perusahaan yang termasuk dalam S & P BSE 500 Index selama periode

2006–2010. Selain itu penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan

dalam pengukuran akuntansi dan kinerja keuangan antara perusahaan

keluarga (FCs) dan perusahaan non-keluarga (NFC). Model analisis

regresi panel fixed-effect digunakan untuk memeriksa hubungan tersebut.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

31

Hasil penelitian menemukan bahwa keterlibatan anggota keluarga dalam

mengontrol bisnis keluarga (FIB) berhubungan secara signifikan dengan

kinerja perusahaan. Selanjutnya, kinerja perusahaan lebih tinggi untuk

perusahaan yang dikontrol oleh keluarga dibandingkan perusahaan non

keluarga.

3) Ondrej Machek, Martin Brabec, Jiri Hnilica (2013) dengan judul

Measuring Performance Gaps Between Family and Non-Family

Businesses: A Meta-Analysis of Existing Evidence. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui apakah bisnis keluarga akan memiliki kinerja

perusahaan yang lebih baik daripada bisnis non-keluarga. Penelitian ini

menggunakan teknik analisis meta-analisis yaitu melakuan pengkajian

terhadap 78 penelitian. Setelah menganalisa sebanyak 78 penelitian

terhadap hubungan antara kepemilikan keluarga dengan kinerja

perusahaan menemukan bahwa hampir sebagian besar penelitian

menunjukkan adanya hubungan yang kuat keterlibatan keluarga terhadap

kinerja bisnis. Ukuran rata-rata pengaruhnya cukup positif, yang

menunjukkan adanya pengaruh positif kepemilikan dan manajemen

keluarga terhadap kinerja bisnis. Hasil juga menemukan bahwa ROA

sejauh ini merupakan ukuran yang paling sering digunakan kinerja

perusahaan, diikuti oleh Tobin’Q, pertumbuhan penjualan dan ROE.

4) Villalonga dan Amit (2006) dalam jurnalnya yang berjudul “How do

family ownership, control, and management effect firm value?”

Menganalisis pengaruh family ownership, control dan management

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

32

terhadap nilai perusahaan, dengan mengambil data pada seluruh

perusahaan pada Fortune-500 selama periode 1994-2000. Hasil

penelitiannya menunjukan bahwa family ownership dapat meningkatkan

nilai bagi perusahaan hanya jika pendiri perusahaan menjabat sebagai

CEO atau menduduki posisi chairman dengan merekrut CEO.

5) Özer (2012) dalam jurnalnya yang berjudul “The role of family control on

financial performance of family business in Gebze” Menganalisis peran

family control terhadap kinerja keuangan perusahaan keluarga, dengan

mengambil data pada 16 perusahaan keluarga di Gebze. Hasil

penelitiannya menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara

Family member CEO dan Non family member CEO sejauh ROS yang

bersangkutan. Family member CEO lebih berhasil sejauh rasio ROA yang

bersangkutan, tetapi kurang berhasil sejauh rasio Total Debt/Total Asset

dan Non family member CEO lebih berhasil sejauh rasio Total Debt/Total

Asset yang bersangkutan, tetapi kurang berhasil sejauh rasio ROA.

6) Chu (2011) menguji hubungan family ownership dengan kinerja

perusahaan (ROA) dengan memperhitungkan keberadaan dari family

management, family control dan sebagai tambahan ukuran perusahaan

juga diperhitungkan dalam penelitiannya. Sampel yang digunakan adalah

786 perusahaan yang telah go public di Taiwan selama periode 2002-2007.

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa family ownership memliki

hubungan positif signifikan terhadap kinerja perusahaan. Hubungan positif

tersebut lebih kuat apabila anggota keluarga pendiri perusahaan menjabat

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

33

sebagai CEOs, top manager, chairperson atau menjadi anggota dewan

direksi dari perusahaan. Hubungan antara family ownership dan kinerja

perusahaan juga lebih kuat dalam ukuran bisnis kecil dan menengah.

7) Barontini dan Caprio (2006) dengan jurnal yang telah dibuatnya yaitu

“The Effect of Family Control on Firm Value and Performance: Evidence

from Continental Europe” Dalam penelitiannya yang menggunakan 675

sampel perusahaan yang terdaftar di 11 negara Eropa menemukan adanya

hubungan positif signifikan antara kepemilikan keluarga dan nilai

perusahaan. Meskipun keterlibatan keluarga dalam suatu perusahaan

merupakan suatu alat yang paling dominan untuk mempertinggi kontrol

dalam perusahaan dan menunjukkan pemisahan yang lebih besar antara

kontrol dengan hak arus kas, namun terbukti bahwa nilai perusahaan dan

kinerja operasi perusahaan lebih tinggi. Ketika sebuah perusahaan dengan

kepemilikan keluarga dikelola oleh anggota keluarga, konflik antara

pemegang saham, manajer, dan kreditur dapat diminimalkan. Hal tersebut

terjadi karena keterlibatan keluarga baik pendiri maupun pewaris (penerus)

memiliki komitmen yang lebih tinggi terhadap perusahaan dan dengan

adanya anggota keluarga tersebut dapat memonitor perusahaan dengan

lebih baik.

8) Anderson dan Reeb (2003) dalam jurnalnya yang berjudul “Founding-

family ownership and firm performance: Evidence from the S&P 500,”

Meneliti hubungan antara founding-family ownership dengan kinerja

perusahaan, dengan mengambil sampel 403 perusahaan dari indeks S&P

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

34

500 di Amerika Serikat. Mereka menemukan bahwa kinerja perusahaan

keluarga lebih baik dibandingkan perusahaan non keluarga. Analisis yang

mereka lakukan mengungkapkan bahwa hubungan antara kepemilikan

perusahaan oleh keluarga dan kinerja perusahaan adalah non-linier.

Kinerja perusahaan dengan anggota keluarga menjabat sebagai CEO lebih

baik dibandingkan dengan perusahaan keluarga dengan CEO berasal dari

pihak luar.

9) Allouche et al (2008) dalam jurnalnya yang berjudul “The Impact of

Family Control on the Performance and Financial Characteristics of

Family Versus Nonfamily Businesses in Japan: A Matched-Pair

Investigation” Meneliti dampak family control terhadap kinerja dan

membandingkan family businesses dan non family businesses pada

perusahaan-perusahaan di Jepang pada tahun 1998 dan 2003. Analisis

yang mereka lakukan mengungkapkan bahwa kinerja bisnis keluarga lebih

baik dari bisnis non keluarga, baik untuk keuntungan dan struktur keuangan,

dan di sisi lain, tingkat kendali keluarga sangat mempengaruhi kinerja,

setidaknya dalam hal profitabilitas.

2.3. Hipotesis Penelitian

2.3.1 Perbedaan Likuiditas antara Perusahaan Keluarga dan Non

Keluarga

Current Ratio yang tinggi menunjukkan adanya uang kas yang

berlebihan dibanding dengan tingkat kebutuhan atau adanya unsur aktiva

lancar yang rendah likuiditasnya yang berlebih-lebihan. Current Ratio yang

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

35

tinggi tersebut baik dari sudut pandangan kreditur, tetapi dari sudut

pandangan pemegang saham (investor) kurang menguntungkan karena aktiva

lancar tidak didayagunakan dengan efektif. Sebaliknya Current Ratio yang

rendah relatif lebih riskan, tetapi menunjukkan bahwa manajemen telah

mengoperasikan aktiva lancar secara efektif (Djarwanto, 2001).

Hubungan perusahaan keluarga dengan Current Ratio dijelaskan

bahwa Keterlibatan keluarga dalam bisnis memiliki potensi yang dapat

meningkatkan kinerja keuangan yang disebabkan oleh agency cost (Litz et al.

2004). Agency cost ini dapat timbul ketika perusahaan keluarga

mempekerjakan pihak luar keluarga sebagai agen di perusahaan. Penelitian

dari Litz et al. (2004) menjelaskan bahwa perusahaan yang dikelola oleh

keluarga akan memiliki tingkat agency cost sama dengan nol sesuai dengan

penelitian dari Jensen dan Meckling (1976). Current Ratio merupakan

perbandingan dari total hutang lancar dengan aktiva lancar seperti kas,

piutang dan persediaan yang termasuk didalamnya adalah investasi. Ketika

terjadi biaya keagenen yang sangat rendah, maka iklim investasi menjadi

semakin tinggi sehingga akan meningkatkan aktiva lancarnya.

Agency theory tipe I menyoroti konflik antara manajer dan pemegang

saham. Berdasarkan agency theory tipe I, perusahaan dengan manajemen

keluarga merupakan salah satu bentuk organisasi yang paling efisien dan

agency cost-nya paling kecil (Fama & Jensen, 1983). Selain itu, keunikan

strukur dari perusahaan keluarga memotivasi family managers untuk berkerja

dan mencapai tujuan utama perusahaan sekaligus berkontribusi pada kinerja

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

36

perusahaan (Kim & Gao, 2013). Hasil penelitian Gill dan Kaur (2015)

menemukan bahwa , kinerja perusahaan lebih tinggi untuk perusahaan yang

dikontrol oleh keluarga dibandingkan perusahaan non keluarga.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis pertama penelitian ini

adalah :

H1. Terdapat perbedaan rasio likuiditas antara perusahaan keluarga dan

perusahaan non keluarga.

2.3.2 Perbedaan Rasio Aktivitas Antara Perusahaan Keluarga dan Non

Keluarga

Rasio aktivitas, menunjukan sejauh mana efisiensi perusahaan dalam

menggunakan asset untuk memperoleh penjualan. Rasio aktivitas

menggambarkan hubungan antara tingkat operasi perusahaan dengan asset

yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan operasi tersebut. Aktivitas

perusahaan menunjukan tingkat efektivitas yang ada pada perusahaan.

Semakin tinggi tingkat aktivitas yang ada pada perusahaan semakin besar

aliran kas yang diterima perusahaan berarti semakin efektif dalam mengelola

aktivitas transaksi yang ada di perusahaan, sehingga akan mendorong pada

peningkatan nilai perusahaan. Perusahaan dengan aktivitas yang besar akan

cenderung memiliki perputaran penjualan yang semakin besar, sehingga akan

meningkatkan laba, sehingga hal ini akan direspon positif oleh investor yang

ditunjukkan dengan peningkatan harga sahamnya.

Menurut Altindag et al (2011) salah satu keunggulan bisnis keluarga

adalah memberikan perhatian yang lebih besar kepada pelanggan

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

37

dibandingkan bisnis lainnya. Hal ini menyebabkan kepentingan pelanggan

menjadi diutamakan. Hal tersebut tentunya akan mempengaruhi penjualan

produknya sehingga aktivitas perusahaan mengalami peningkatan. Hasil

penelitian Ondrej Machek, Martin Brabec, Jiri Hnilica (2013) menemukan

bahwa adanya pengaruh positif kepemilikan dan manajemen keluarga

terhadap kinerja bisnis yang salah satu ukurannya adalah dari penjualan

perusahaan. Berdasarkan teori tersebut maka hipotesis kedua penelitian ini

adalah sebagai berikut :

H2. Terdapat perbedaan rasio aktivitas antara perusahaan keluarga dan

perusahaan non keluarga

2.3.3 Perbedaan Profitabilitas Antara perusahaan Keluarga dan Non

Keluarga

Rasio profitabilitas, dapat mengukur seberapa besar kemampuan

perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan ,

asset maupun laba bagi modal sendiri. Semakin besar profitabilitas

perusahaan menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dalam keadaan cukup

bagus sehingga perusahaan mampu untuk membayar beban dan kewajiban

perusahaan.

Adanya family control diyakini akan terus menungguli perusahaan

keluarga karena adanya keunikan, dan semangat dari perusahaan keluarga.

Adanya keunikan membuat perusahaan mencapai competitive advantage

dan memiliki sense of belonging yang tinggi membuat pemilik peduli

dengan kelangsungan hidup perusahaan sehingga mereka memiliki

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

38

dorongan untuk melakukan kontrol pada perusahaan secara efektif.

Adanya semangat yang lebih unggul akan membuat kinerja perusahaan

keluarga lebih unggul dibanding non keluarga. Adanya emangat dan

kontrol yang efektif tersebut akan direfleksikan dalam strategi perusahaan

dan menghasilkan profitabilitas yang lebih tinggi (Santoso & Juniarti,

2014)

Hasil penelitian bertentangan dengan penelitian Cahyani dan Sanjaya

(2014) menemukan bahwa ada perbedaan secara signifikan dividen yang

dibagikan antara perusahaan keluarga dan bukan keluarga. Hasil penelitian

Ondrej Machek, Martin Brabec, Jiri Hnilica (2013) juga menemukan

bahwa adanya pengaruh positif kepemilikan dan manajemen keluarga

terhadap kinerja bisnis yang diukur dengan ROA. Berdasarkan penjelasan

tersebut maka hipotesis keempat adalah sebagai berikut:

H3. Terdapat perbedaan rasio profitabilitas antara perusahaan keluarga dan

perusahaan non keluarga

2.3.4 Perbedaan Rasio Leverage Antara Perusahaan Keluarga dan

Perusahaan Non Keluarga

Rasio leverage yang diproksikan dengan Debt Ratio (DR) digunakan

dalam penelitian yaitu karena dapat mengetahui perbandingan antara

penggunaan hutang dengan total asset perusahaan tersebut dalam membiayai

operasional banyak menggunakan hutang atau modal sendiri. Semakin kecil

rasio leverage maka perusahaan-perusahaan tersebut sangat kecil sekali

pendanaan nya yang berasal dengan menggunakan hutang atau pendanaan dari

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

39

luar. Penggunaan dana dari luar yang sangat kecil dapat menjauhkan dari

resiko kebangkrutan. Hasil penelitian Özer (2012) menemukan bahwa ada

perbedaan signifikan Total Debt/Total Asset antara Family member CEO dan

Non family member CEO dimana perusahaan non keluarga memiliki Total

Debt/Total Asset yang lebih tinggi.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis keempat penelitian

adalah :

H4. Terdapat perbedaan rasio leverage antara perusahaan keluarga dan

perusahaan non keluarga

2.3.5 Perbedaan Rasio Penilaian Antara Perusahaan Keluarga dengan

Perusahaan Non Keluarga

Rasio Penilaian, yaitu rasio yang memberikan ukuran kemampuan

manajemen dalam menciptakan nilai pasar. Menurut Hanafi dan Halim

(2009) rasio nilai pasar dapat diukur dengan Price Earning Ratio (PER).

Price Earning Ratio adalah rasio yang menggambarkan ketersediaan

investasi membayar suatu jumlah tertentu untuk setiap perolehan laba

perusahaan. Menurut Khosravani, dkk (2012) mengatakan bahwa price

earning ratio masing-masing saham dapat menjadi faktor yang efektif

dalam pengambilan keputusan investor. Beberapa peserta di pasar yang

sensitif terhadap fluktuasi rasio PER dan mencoba untuk menemukan rasio

yang cocok. Biasanya, ketika spekulan PER telah mengalami tren

penurunan, membeli saham, karena mereka percaya bahwa pengurangan

ini bersifat sementara dan akan ditingkatkan di masa depan. Namun

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

40

pandangan ini ke PER tidak umum dan tergantung pada kondisi yang ada

perusahaan. Ketika investor memiliki beberapa harapan untuk sebuah

perusahaan, pembelian saham dan permintaan yang tinggi, harga saham

perusahaan akan meningkat dan sebagai hasilnya, price earning ratio akan

meningkat.

Perusahaan keluarga akan memiliki superior incentives yang

ditunjukkan dengan adanya pemikiran jangka panjang terhadap

kelangsungan hidup perusahaan yang akan diimplementasikan dengan

keputusan investasi jangka panjang yang menguntungkan dengan adanya

pemberian return yang stabil. Hal ini membawa pengaruh reputasi

perusahaan menjadi lebih baik serta direspon positif oleh investor karena

membuatnya merasa aman untuk berinvestasi. Serta membuat stock market

price perusahaan keluarga lebih baik dan lebih tinggi, sehingga rasio

penilaian harga saham juga mengalami peningkatan (Santoso dan Januarti,

2014). Hasil penleitian Villalonga dan Amit (2006) menemukan bahwa

family ownership dapat meningkatkan nilai bagi perusahaan hanya jika

pendiri perusahaan menjabat sebagai CEO atau menduduki posisi

chairman dengan merekrut CEO.

Berdasarkan teori tersebut maka hipotesis kelima penelitian ini

adalah :

H5 : Terdapat perbedaan rasio penilaian harga saham antara perusahaan

keluarga dan perusahaan non keluarga

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

41

2.3.6 Perbedaan Nilai Perusahaan Antara Perusahaan Keluarga dengan

Perusahaan Non Keluarga

Konflik keagenan tipe II muncul sebagai akibat adanya tindakan

expropriation dari pihak keluarga dalam perusahaan. Pihak keluarga, akan

memperkaya diri dengan tidak membayar dividen, atau melakukan transfer

keuntungan ke perusahaan lain yang mereka kuasai, atau de facto

expropriation dengan mengejar tujuan nonprofit-maximazing (Thadete dan

Juniarti, 2014). Keluarga juga bertindak sebagai pemegang ekuitas

perusahaan mempunyai insentif untuk mendorong perusahaan agar

mengambil banyak keputusan dengan resiko yang tinggi dengan tujuan

memaksimalkan kekayaan investor mayoritas (Jensen & Meckling, 1976).

Indonesia memiliki tingkat perlindungan investor yang rendah,

memungkinkan expropriation terjadi dalam perusahaan family control. Hal

ini akan berakibat pada turunnya nilai perusahaan karena dapat

menimbulkan kerugian bagi investor minoritas (Thadete dan Juniarti,

2014).

Hasil penelitian Cahyani dan Sanjaya (2014) menemukan bahwa

Perusahaan keluarga membayar dividen lebih rendah daripada perusahaan

non keluarga. Sedangkan hasil penelitian Villalonga dan Amit (2006)

menemukan bahwa family ownership dapat meningkatkan nilai bagi

perusahaan hanya jika pendiri perusahaan menjabat sebagai CEO atau

menduduki posisi chairman dengan merekrut CEO. Berdasarkan teori

tersebut maka hipotesis keenam penelitian ini adalah :

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Teori Agensi

42

H6 : Terdapat perbedaan nilai perusahaan antara perusahaan keluarga dan

perusahaan non keluarga

2.4. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan teori dan telaah penelitian sebelumnya maka dapat digambarkan

kerangka teori sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Perusahaan Keluarga Perusahaan Non Keluarga

Kinerja Perusahaan

1. Likuiditas

2. Aktivitas

3. Profitabilitas

4. Leverage

5. Rasio Penilaian Harga Saham

6. Nilai Perusahaan

Kinerja Perusahaan

1. Likuiditas

2. Aktivitas

3. Profitabilitas

4. Leverage

5. Rasio Penilaian Harga Saham

6. Nilai Perusahaan

UJI BEDA