Author
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Dalam kajian teori ini memuat penjabaran lebih lanjut mengenai teori-
teori pendukung pelaksanaan penelitian yang sebelumnya telah disinggung di
latar belakang. Berikut merupakan penjabaran dari teori - teori yang
mendukung penelitian :
2.1.1 Hakikat IPA SD
Ilmu Pengetahuan Alam disebut juga dengan sains. Sains menurut
Fisher secara etimologi berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang memiliki
arti pengetahuan. Kata sains juga berasal dari bahasa Jerman yaitu
wissenchaft yang memiliki arti sistematis, pengetahuan yang terorganisasi.
Dari makna etimologi tersebut sains dapat diartikan sebagai pengetahuan
yang secara sistematis tersusun (assembled) dan bersama-sama dalam suatu
urutan terorganisasi. Contohnya pengetahuan tentang fisika, biologi, dan
kimia (Mariana dan Praginda, 2009 : 14).
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) RI
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar
Menengah, menjelaskan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, berisi tentang penguasaan kumpulan
pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip, proses penemuan. Ilmu
Pengetahuan Alam yaitu mata pelajaran di SD yang memiliki maksud agar
siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi
tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian
proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-
gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA sebagai wahana untuk mencari
tahu dan mengerjakan atau melakukan serta membantu siswa untuk
memahami alam sekitar secara lebih mendalam.
15
IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA tidak hanya penguasaan kumpulan sistematis dan
IPA tidak hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan (Sri Sulistyorini, 2007: 39).
Menurut Iskandar IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang
peristiwa-peristiwa yang terjadi alam. (Iskandar, 2001: 2).
IPA merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang terdiri dari fakta-
fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang merupakan produk
dari proses ilmiah (Usman Samatowa, 2010: 19).
Berdasarkan penulusuran berbagai pandangan para ahli dalam bidang
sains dan memperhatikan hakikat sains, dapat ditarik kesimpulan bahwa sains
atau IPA adalah ilmu pengetahuan atau kumpulan konsep, prinsip, hukum,
dan teori yang dibentuk melalui proses kreatif yang sistematis melalui inkuiri
atau penemuan yang dilanjutkan dengan proses observasi (empiris) secara
terus menerus, merupakan suatu upaya manusia yang meliputi operasi mental,
keterampilan, dan strategi memanipulasi dan menghitung, yang dapat diuji
kembali kebenarannya dengan dilandasi sikap keingintahuan (curiosity),
keteguhan hati (courage), ketekunan (persistence) yang dilakukan oleh
individu untuk menyingkap rahasia alam semesta.
Dengan demikian paling sedikit ada tiga komponen dalam IPA, yaitu:
1) Pertama yaitu proses atau metode yang meliputi pengamatan, membuat
hipotesis,merancang dan melakukan percobaan, mengukur dan proses-proses
pemahaman kealaman lainnya; 2) Komponen kedua yaitu produk meliputi
prinsip-prinsip, hukum-hukum, teori-teori, kaidah-kaidah, postulat-postulat
dan sebagainya; 3) Dan yang terakhir adalah sikap, misalnya mempercayai,
menghargai, menanggapi, menerima dan sebagainya (Mariana dan Praginda,
2009: 19).
Ketiga komponen inilah yang mendasari pembelajaran IPA, bahwa
IPA dalam pembelajarannya memperahatikan prinsip-prinsip atau hukum-
16
hukum pada setiap proses pencarian pengetahuan yang berdasarkan pada
fakta yang terjadi di alam dengan ditunjang rasa keingintahuan, keteguhan
hati dan ketekunan.
2.1.2 Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA SD
Dalam penelitian ini, materi yang diambil adalah materi untuk kelas IV di
semester II. Adapun kompetensi dasar yang hendak diteliti sebagai berikut :
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
10. Memahami perubahan
lingkungan fisik dan
pengaruhnya terhadap daratan.
10.2 Menjelaskan pengaruh
perubahan lingkungan fisik
terhadap daratan (erosi,
abrasi, banjir, dan longsor).
2.1.3 Pembelajaran IPA SD
Pembelajaran yaitu sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat
untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk
membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran
adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan
peserta didik.
Pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran adalah pendidik
(perorangan dan/atau kelompok) serta peserta didik (perorangan, kelompok,
dan/atau komunitas) yang berinteraksi edukatif antara satu dengan lainnya. Isi
kegiatan adalah bahan atau materi belajar yang bersumber dari kurikulum
pada suatu program pendidikan. Proses kegiatan adalah langkah-langkah atau
tahapan yang dilalui pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran
(Isjoni, 2013: 11).
Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA merupakan salah satu mata
pelajaran wajib di sekolah dasar. IPA di SD memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memupuk rasa ingin tahu secara alamiah. Cullingford
mengemukakan bahwa dalam pembelajaran IPA, siswa harus diberi
17
kesempatan dalam mengembangkan sikap ingin tahu mereka dan berbagai
penjelasan logis tentang peristiwa yang terjadi di alam (Usman, 2010: 9). Hal
ini sangat penting, agar siswa tidak hanya diberikan materi yang berisi teori-
teori saja tanpa mengetahui proses bagaimana teori-teori itu terbentuk, untuk
itu dalam pembelajaran IPA siswa harus lebih memfokuskan diri dalam
menerima materi yang sedang diajarkan.
Pada dasarnya tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional ( Permendiknas ) RI Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar Menengah yaitu sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; 2)
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3)
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat; 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; 5) Meningkatkan
kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan
lingkungan alam; 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan
segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; 7) Memperoleh bekal
pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke SMP/MTs.
Guru sebagai sumber belajar mempunyai peranan penting sebagai
pembimbing siswa dalam belajar. Guru juga dituntut untuk menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa termotivasi dalam
belajar. Adapun peran guru dalam pembelajaran IPA yaitu guru dituntut
untuk membantu siswa memahami alam sekitar secara lebih mendalam,
tidak hanya menjelaskan semuanya melalui teori-teori dan hukum-hukum
saja sehingga siswa mampu menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-
hari. Adapun model pembelajaran IPA yang dirasa cocok dalam penerapan
18
pembelajaran IPA salah satunya terdapat pada pendekatan CTL ( Contextual
Teaching and Learning ).
2.1.4 Pendekatan Contextual Teaching and Learning
Pendekatan bisa diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap suatu proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang memiliki sifat sangat umum
(Rusman, 2013: 132). Salah satu pendekatan adalah pendekatan CTL atau
Contextual Teaching and Learning.
Contextual Teaching and Learning adalah sebuah proses pendidikan
yang tujuannya untuk menolong para siswa melihat makna di dalam materi
akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek
akademik yang mereka pelajari dengan konteks dalam keseharian mereka,
yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka (Johnson,
2007: 67).
Menurut US Dapartement of Education, Contextual Teaching and
Learning merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
begitu siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota masyarakat, keluarga, kelompok dan organisasi, bahkan pertemuan
di antara sesama anak sehari-hari.
Johnson (2007: 65) mengemukakan ada delapan komponen dalam
CTL yaitu membuat keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang
berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, bekerja sama, berpikir
kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang,
mencapai standar yang tinggi serta menggunakan penilaian autentik.
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas-
asas ini yang menjadi dasar pelaksanaan proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan CTL. Berikut penjelasan asas-asas CTL menurut
Sanjaya (2007: 262): 1) Kontruktivisme, 2) Inkuiri, 3) Bertanya, 4)
Pemodelan, 5) Refleksi, 6) Penilaian Nyata dan 7) Masyarakat Belajar.
19
Asas konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalamannya. Pembelajaran melalui CTL, pada dasarnya mendorong agar
siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan
dan pengalaman.
Asas inkuiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian
dan penemuan melalui proses berpikir yang dilakukan secara sistematis.
Penerapan asas ini, dimulai dari adanya kesadaran siswa untuk memecahkan
masalah. Dengan demikian siswa harus didorong untuk menemukan
masalah. Jika masalah telah dimengerti dengan batasan-batasan yang jelas,
selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara
sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan
menuntun siswa untuk melaksanakan observasi dalam rangka
mengumpulkan data. Manakala data sudah terkumpul selanjutnya siswa
dituntun untuk menguji hipotesis sebagai dasar untuk merumuskan
kesimpulan. Asas menemukan merupakan asas yang penting dalam
pembelajaran CTL. Melalui proses berpikir secara sistematis diharapkan
siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis, kesemuanya itu diperlukan
sebagai dasar pembentukan krativitas.
Belajar pada hakikatnya adalah kegiatan bertanya dan menjawab
pertanyaan. Bertanya bisa dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan
setiap idividu, sedangakan menjawab pertanyaan mencerminkan
kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam pembelajaran melalui CTL,
guru tidak hanya menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi
memancing siswa agar dapat menemukan pengetahuannya sendiri. Karena
itu peran bertanya sangatlah penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan
guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap
pengetahuan.
Asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan
sesuatu sebagai contoh yang dapat ditirukan oleh siswa. Proses modeling
tidak terbatas dari guru saja akan tetapi guru juga bisa memanfaatkan siswa
20
yang dianggap memiliki kemampuan. Modeling merupakan asas yang cukup
penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat
terhindar dari pembelajaran yang hanya teoritis-abstrak sehingga
memungkinkan terjadinya verbalisme.
Asas refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang sudah
dipelajari dan dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-
kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Dalam proses
pembelajaran yang menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau
mengingat kembali apa yang telah dipelajari sebelumnya. Biarkan secara
bebas siswa mengartikan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat
menyimpulkan pengalamannya dalam belajar.
Asas penilaian nyata (authentic assesment) adalah proses yang
dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan
belajar yang telah dilakukan oleh siswa. Penilaian ini diperlukan untuk
mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah
pengalaman belajarnya memiliki pengaruh yang positif terhadap
perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses
pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada
proses belajar bukan kepada hasil belajar.
Asas konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama
itu dapat dilakukan dalam berbagai betuk baik dalam kelompok belajar seta
formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar
dapat diperoleh dari sharing dengan orang lain, antar teman, antar
kelompok; yang sudah tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang
pernah memiliki pengalaman membagi pengalamannya pada orang lain.
Inilah hakikat dari masyarakat belajar, masyarakat yang saling membagi.
21
Dalam kelas CTL, penerapan asa masyarakat belajar dapat dilakukan
dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi
dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen baik dilihat
dari keampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan
minatnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa CTL menekankan
kepada proses keterlibatan langsung siswa untuk menemukan materi, artinya
proses belajar di orientasikan pada proses pengalaman secara langsung.
Proses belajar dalam konteks ini tidak mengharapkan agar siswa hanya
menerima pelajaran saja, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri
materi pembelajaran. CTL mendorong agar siswa dapat menemukan
hubungan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi kehidupan nyata,
artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman
belajarnya di sekolah dengan kehidupan nyata.
Melihat penerapan dan ciri-ciri pembelajaran dengan menerapkan
pendekatan CTL tentu terlintas dalam pikiran kita bahwa pendekatan CTL
merupakan integrasi dari berbagai model-model pembelajaran. Banyak
model dan strategi pengajaran yang berasosiasi dengan pendekatan CTL
diantaranya adalah: 1) Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning), 2) Pembelajaran Proyek atau Tugas, 3) Pembelajaran Kooperatif
(Cooperative Learning), 4) Pembelajaran Berbasis Inkuiri (Inquiry), 5)
Pembelajaran Nyata (Authention Instructional), 6) Pembelajaran Jasa
Layanan (Service Learning) dan 7) Pembelajaran Berbasis Kerja (Life Skill
Education).
Dari ketujuh model pembelajaran tersebut model pembelajaran
kooperatif yang patut untuk diperhatikan. Model pembelajaran kooperatif
mengajak siswa untuk belajar dalam kelompok. Hal ini tentu dapat
membantu mempermudah siswa dalam belajar khususnya pada
pembelajaran IPA. Dengan belajar kelompok pemahaman siswa tentang IPA
akan lebih luas karena adanya proses diskusi dan kerja sama dari anggota
kelompok yang heterogen.
22
2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif
Model-model pembelajaran disusun berdasarkan berbagai prinsip atau
teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan
prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem
atau teori-teori lain yang mendukung. Joyce & Weil berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang
lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh
memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuab
pendidikannya (Rusman, 2013: 132).
Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu
bentuk model pembelajaran. Cooperative learning merupakan strategi belajar
dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap
siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu
untuk memahami materi pelajaran. Dalam cooperative learning, belajar
dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran (Isjoni, 2013: 11).
Menurut Roger Johnson, belajar dengan sistem berkelompok yang
terdiri dari tiga atau lebih anggota pada hakikatnya dapat memberikan daya
dan manfaat tersendiri. Dalam penelitian Slavin tentang tugas kerja sama dan
struktur reward terhadap peningkatkan hasil belajar. Slavin
merekomendasikan peningkatan keasatuan kelompok, tingkah laku kerja
sama dan relasi antar kelompok perlu diperhatikan dalam pembelajaran
kooperatif.
Salah satu asumsi yang mendasari pengembangan pembelajaran
kooperatif adalah bahwa sinergi yang muncul melalui kerja sama akan
meningkatkan motivasi yang jauh lebih besat daripada melalui lingkungan
kompetitif individual. Kelompok-kelompok sosial integratif memiliki
pengaruh yang lebih besar daripada kelompok yang dibentuk secara
23
berpasangan. Perasaan saling keterhubungan dapat menghasilkan energi yang
positif (Huda, 2014: 111).
Slavin mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil secara kolaboratif dengan anggota 4-6 orang menggunakan
struktur kelompok heterogen. Adapun pendapat pembelajaran kooperatif
menurut Sunal dan Hans yaitu suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi
yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar
bekerja sama selama proses pembelajaran. Sedangkan Stahl menyatakan
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan sikap tolong-menolong dalam
perilaku sosial (Isjoni, 2013: 12).
Isjoni (2013: 13) sendiri mengungkapkan bahwa belajar dengan model
pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani
mengungkapkan pendapatnya, menghargai pendapat teman dan saling
memberikan pendapat (sharing ideas). Cooperative learning sangat baik
untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong-
menolong mengatasi tugas yang dihadapinya. Model ini tidak hanya unggul
dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat
berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama dan
membantu teman. Dalam model pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif
dalam proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap
kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa
untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
Anita Lie (2010: 31) mengungkapkan bahwa ada lima unsur dalam
model pembelajaran kooperatif. Adapun unsur-unsur tersebut adalah: 1)
Saling ketergantungan positif, 2) Tanggung jawab perseorangan, 3) Tatap
muka, 4) Komunikasi antara anggota dan 5) Komunikasi antara anggota.
Pada unsur pertama yaitu saling ketergantungan yang positif berkaitan
dengan cara menciptakan kelompok kerja yang efektif. Pengajar perlu
membuat tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok
termotivasi untuk menyelesaikan tugasnya sendiri agar bisa mencapai tujuan
24
mereka. Untuk penilaian dalam pembelajaran kooperatif juga dilakukan
dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai
kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari “sumbangan” dari setiap anggota.
Supaya tetap adil maka setiap anggota menyumbangkan poin di atas nilai
rata-rata mereka.
Unsur selanjutnya yaitu tanggung jawab perseorangan. Tanggung
jawab perseorangan merupakan akibat langsung dari unsur pertama. Dalam
tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran
kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggungjawab untuk melakukan
yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan
guru dalam penyusunan tugasnya.
Unsur ketiga yaitu tatap muka. Dalam model pembelajaran kooperatif
setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu dan berdiskusi.
Kegiatan interaksi ini akan memberikan kesempatan siswa untuk membentuk
sinergi yang menguntungkan semua anggota. Dengan demikian siswa dapat
menyatukan berbagai pemikirannya sehingga hasilnya akan lebih kaya karena
merupakan hasil pemikiran bersama.
Inti dari sinergi adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan
kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok
pada dasarnya mempunyai latar belakang pengalaman keluarga dan sosial-
ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi
faktor utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok.
Sinergi tidak bisa didapat begitu saja, tetapi merupakan proses kelompok
yang cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk
menerima satu sama lain dan saling mengenal dalam kegiatan tatap muka dan
interaksi pribadi.
Unsur keempat yaitu komunikasi antara anggota. Dalam unsur ini
menghendaki adanya pembekalan berbagai keterampilan berkomunikasi
untuk para pembelajar. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok,
pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi yang baik. Kita tahu
bahwa tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara.
25
Keberhasilan suatu kelompok bergantung kesediaan para anggotanya untuk
saling mendengarkan dan kemampuan untuk mengutarakan pendapat mereka.
Ada kalanya para pembelajar perlu diberi tahu secara rinci mengenai cara-
cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah
pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut. Maka
dari itu keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini membutuhkan
proses yang panjang. Pembelajar sendiri tidak bisa diharapkan langsung
menjadi komunikator yang andal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini
merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk
memperkaya pengalaman belajar. Pembinaan ini juga berpengaruh pada
perkembangan mental dan emosional para siswa.
Unsur terakhir yaitu evaluasi proses kelompok. Dalam unsur ini,
pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih baik dan efektif. Waktu evaluasi
ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi diadakan
selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam
kegiatan pembelajaran kooperatif.
Kelima unsur model pembelajaran kooperatif ini tentu mempengaruhi
sintak pembelajaran. Agus Suprijono (2013: 65) mengungkapkan bahwa
sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase :
FASE-FASE PERILAKU GURU
Fase 1 : Present goals and set
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik siap belajar
Fase 2 : Present information
Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada
peserta didik secara verbal
Fase 3 : Organize students into learning
teams
Mengorganisir peserta didik ke dalam
tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada peserta
didik tetang tata cara pembentukan tim
belajar dan membantu kelompok
melakukan transisi efisien
26
Fase 4 : Assist team work and study
Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama peserta
didik mengerjakan tugasnya
Fase 5 : Test on the materials
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik
mengenai berbagai materi pembelajaran
atau kelompok - kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6 : Provide recognition
Memberikan pengakuan atau
penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui
usaha dan prestasi individu maupun
kelompok.
Namun seperti halnya model pembelajaran yang lain, model
pembelajaran kooperatif juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Sanjaya
(2006: 247) mengungkapkan kelebihan model pembelajaran sebagai berikut:
1) Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat
menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi
dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain; 2) Siswa dapat
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain; 3) Dapat membantu siswa
untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya
serta menerima segala perbedaan; 4) Dapat membantu memperdayakan setiap
siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar; 4) Membantu
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk
mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan
yang lain, mengembangkan keterampilan mengatur waktu dan sikap positif
terhadap sekolah.
Sanjaya juga mengungkapkan kelemahan dari model pembelajaran
kooperatif sebagai berikut: 1) Siswa yang dianggap memiliki kelebihan akan
merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan.
Akibatnya, keadaan tersebut dapat menggangu iklim kerja sama kelompok;
2) Ciri utama model pembelajaran kooperatif adalah siswa saling
membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka
dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar
27
yang tidak optimal sehingga apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami
tidak pernah dicapai oleh siswa; 3) Keberhasilan model pembelajaran
kooperaatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok
memerlukan periode waktu yang cukup panjang; 4) Dalam model
pembelajaran kooperatif selain memerlukan kerja sama juga memerlukan rasa
percaya diri. Untuk mencapai kedua hal itu memang bukam pekerjaan yang
mudah.
Berikut ini tipe model pembelajaran kooperatif, yaitu:, model pair and
share, model examples non examples, model picture and picture, model
STAD, dan model make a match.
Dari beberapa model tersebut model make a match dipilih sebagai
model yang digunakan dalam penelitian. Model make a match memiliki
potensi untuk meningkatkan pemahaman siswa melalui permainan
mencocokkan soal dan jawaban. Pembelajaran pun akan berjalan menarik dan
menyenangkan.
2.2 Metode Pembelajaran Mind Mapping
Metode pembelajaran cara yang digunakan guru dalam mengadakan
hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran (Sudjana,2016:
76). Sedangkan menurut M. Sobri Sutikno (2009: 88), metode pembelajaran
adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik
agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya mencapai
tujuan. Motede pembelajaran memiliki banyak macamnya, salah satunya yaitu
metode pembelajaran mind mapping.
2.2.1 Pengertian Mind Mapping
Mind mapping (peta pikiran) ini diilhami dari teori belajar asimilasi
kognitif (supsumption) milik David P. Ausubel yang mengatakan bahwa
belajar bermakna (meaningful learning) terjadi dengan mudah apabila
konsep-konsep baru dimasukkan ke dalam konsep-konsep yang lebih inklusif
(Munthe, 2009: 17). Dengan kata lain suatu proses pembelajaran dapat
28
dikatakan bermakna apabila siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang ia
miliki sebelumnya dengan pengetahuan baru yang ia dapatkan.
Mind mapping ini dikembangkan pada tahun 1970-an oleh Tony
Buzan dan didasarkan pada riset tentang bagaimana cara kerja otak yang
sebenarnya. Mind mapping merupakan sistem penyimpanan, penarikan data
dan akses yang luar biasa dalam perpustakaan raksasa, yang sebenarnya ada
dalam otak yang menakajubkan (Buzan, 2012: 12). Menurut Buzan (2004:
164), metode pembelajaran mind mapping dapat mempermudah untuk
senang hati masuk ke dunia pengetahuan dengan mendorong otak belajar
lebih banyak lagi dan membuat seseorang menjadi rajin belajar.
Selain itu Nasution (2008: 109) mengemukakan bahwa mind mapping
memancing seorang siswa untuk menunjukkan bagaimana dia membuat
tafsiran. Entah itu dengan mengelompokkan fakta-fakta, mencari perbedaan
dan hubungan, atau mencari kesimpulan. Dengan gaya belajar menggunakan
mind mapping ini siswa akan mengetahui cara belajar yang lebih efektif,
efisien dan menyenangkan.
Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa mind
mapping adalah metode belajar yang membantu siswa menyusun
pengetahuan yang diterimanya secara ringkas, padat dan jelas dalam
membuat tafsiran baik berupa pengkategorian fakta-fakta, mancari hubungan
dan perbedaan, dan mencari kesimpulan dengan menggunakan garis, simbol,
gambar dan warna yang variatif yang dapat merangsang otak sehingga lebih
mudah dipelajari, dibaca dan diingat oleh siswa.
2.2.2 Elemen-elemen Mind Map
Tony Buzan (2012: 15-16) mengemukakan bahwa setiap mind map
memiliki elemen-elemen sebagai berikut: 1) Pusat mind map, 2) Cabang
utama, 3) Cabang, 4) Kata, 5) Gambar dan 6) Warna.
Elemen pertama, pusat mind map merupakan ide gagasan utama.
Pusat peta pikiran diibaratkan sebagai sebuah judul dalam sebuah buku. Pusat
peta pikiran dapat ditulis dalam bentuk teks maupun gambar. Pengguna
29
gambar dan warna tentunya akan membuat mind map lebih menyenangkan
dan enak dilihat.
Elemen kedua, cabang utama adalah tingkat pertama yang langsung
keluar dari pusat mind map. Cabang ini memiliki sebutan Basic Ordering
Ideas (BOI) atau disebut pula dengan main branch. Cabang utama ini bisa
berupa bab-bab pada suatu materi, atau dapat pula berupa suatu topik-topik
yang akan dibahas. Sedangkan dalam brainstroming cabang utama ini dapat
dimulai dengan pertanyaan seperti “mengapa”, “apa”, “bagaimana” dan
sebagianya. Cabang-cabang tersebut digambarkan dengan warna dan beragam
corak sehingga terlihat menarik. Hal ini tentu akan menimbulkan keasyikan
tersendiri bagi pembuat dan yang melihatnya.
Elemen ketiga, cabang yaitu garis yang keluar dari cabang utama.
Cabang ini bisa ditulis ke segala arah. Garis cabang yang dibuat diusahakan
bukan hanya sekedar garis horisontal, tetapi melengkung. Hal ini karena
cabang horisontal akan terasa membosankan dibandingkan dengan cabang
melengkung yang lebih menarik. Cabang ini tidak memiliki batasan atau level
secara sepesifik. Panjang biasanya disesuaikan dengan kata kunci atau
gambar yang ditulis. Dalam pewarnaan sebaiknya menggunakan warna yang
sama dengan warna cabang utama.
Elemen keempat yaitu kata. Setiap cabang-cabang dalam mind map
diberi kata kunci tunggal (keyword). Kata kunci tunggal memberi banyak
daya dan fleksibilitas dalam mind map. Kata tunggal akan terasa lebih bebas
oleh karenanya lebih bisa memicu ide dan pemikiran yang baru. Kata kunci
biasanya ditulis di atas cabang dengan ukuran yang disesuaikan.
Elemen kelima adalah gambar. Gambar yang dibuat adalah gambar
berdasarkan kreativitas kita sendiri dan tentunya berhubungan dengan
gagasan dalam mind map, tidak ada aturan baku tentang penggunaan gambar.
Penggunaan gambar dalam mind map sangat berarti karena dalam setiap
gambar memiliki makna yang setara dengan seribu kata. Gambar juga
membantu kita untuk berimajinasi.
30
Elemen keenam adalah warna. Penggunaan warna-warna yang
menarik dalam mind map akan membuatnya lebih hidup. Dengan mind map
yang lebih hidup maka akan menambah energi pada pemikiran kreatif dan
menyenangkan. Hal ini akan membuat kita semakin tertarik untuk
memandanginya.
2.1 Gambar Mind Map
2.2.3 Cara membuat mind map
Mind map secara garis besar memiliki keunikan tersendiri yaitu
berupa pemetaan ide atau gagasan-gagasan yang saling berkaitan, dengan
topik utama di tengah dan subtopik serta perincian topik tersebut sebagai
cabang-cabangnya. Berikut adalah cara untuk membuat mind map menurut
DePorter (2003: 156): 1) Tulis atau ketiklah dengan rapi menggunakan huruf-
huruf KAPITAL; 2) Tuliskanlah gagasan-gagasan penting dengan huruf-
huruf yang lebih besar sehingga akan terlihat lebih menonjol begitu
membukanya kembali; 3) Gambarlah mind map dengan hal-hal yang
berhubungan denganmu. Seperti menggambar jam yang berarti bahwa benda
ini memiliki tenggang waktu yang penting. Sebagian orang biasanya
menggunkan anak panah untuk menunjukkan tindakan-tindakan yang harus
mereka lakukan; 4) Garis bawahi kata – kata dan gunakanlah huruf yang
tebal; 5) Bersikaplah kreatif dan berani dalam mendesain mind map karena
31
otak kita lebih mudah mengingat hal yang tidak biasa; 6) Gunakan bentuk-
bentuk yang acak untuk menunjukkan berbagai macam hal.
Sedangkan Hobri (2009: 79-80) mengungkapkan langkah – langkah
untuk membuat mind map sebagai berikut: 1) Hal pertama yang dilakukan
adalah menulis gagasan utama di tengah-tengah kertas dan melingkupinya
dengan lingkaran, persegi, atau bentuk lain. Misalnya, peta pikiran dilingkupi
dengan gambar bola lampu; 2) Kedua, tambahkan sebuah cabang yang keluar
dari pusatnya untuk setiap poin atau gagasan utama. Jumlah cabang-cabang
akan bervariasi dan tergantung pada jumlah gagasan atau segmen.
Gunakanlah warna yang berbeda untuk setiap cabang; 3) Ketiga, tuliskan kata
kunci atau frase pada tiap-tiap cabang yang dikembangkan. Kata kunci
merupakan kata – kata yang menyampaikan inti sebuah gagasan dan memicu
ingatan. Jika menggunakan singkatan, pastikan singkatan itu kita kenal
sehingga memudahkan dalam mengingatnya selama berhari-hari bahkan
berminggu-minggu; 4) Terakhir, tambahkanlah simbol-simbol dan ilustrasi-
ilustrasi untuk mendapatkan ingatan yang lebih baik.
2.2.4 Karakteristik Metode Pembelajaran Mind Mapping
Kreativitas merupakan segala potensi yang terdapat dalam setiap diri
individu yang meliputi ide-ide atau gagasan-gagasan yang dapat dipadukan
dan dikembangkan, sehingga bisa menciptakan suatu produk yang baru dan
bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Kreativitas muncul karena adanya
motivasi yang kuat dari diri individu. Produk dari kreativitas dapat dihasilkan
melalui serangkaian tahapan yang memerlukan waktu relatif yang lama.
Secara efektif, individu kreatif memiliki ciri rasa ingin tahu yang besar,
tertarik terhadap tugas-tugas majemuk yang dirasakan sebagai sebuah
tantangan, berani mengambil resiko untuk membuat kesalahan, mempunyai
rasa humor, ingin mencari pengalaman-pengalaman baru.
Mind mapping dapat menghubungkan ide-ide baru dan unik dengan
ide-ide yang sudah ada, sehingga timbulah tindakan spesifik yang dilakukan
oleh siswa. Dengan penggunaan warna dan simbol yang menarik akan
menciptakan suatu hasil pemetaan pikiran yang baru dan berbeda. Pemetaan
32
pikiran merupakan salah satu produk kreatif yang dihasilkan oleh siswa
dalam kegiatan belajarnya.
Sistem limbik pada otak manusia memiliki peranan penting dalam
penyimpanan dan pengaturan informasi dari memori jangka pendek menjadi
memori jangka panjang secara tepat. Dalam proses belajar, siswa
menginginkan materi pelajaran yang diterima menjadi memori jangka
panjang, sehingga ketika materi tersebut diperlukan kembali siswa dapat
mengingatnya dengan lebih mudah. Belahan neocortex juga berperanan
penting dalam penguatan memori. Belahan otak bagian kiri yang berkaitan
dengan kata-kata, angka, logika, urutan, dan rincian. Belahan otak bagian
kanan berkaitan dengan warna, gambar, imajinasi, dan ruang atau disebut
sebagai aktivitas kreatif. Jika kedua belahan neocortex ini dipadukan secara
bersamaan maka informasi yang diterima dapat bertahan menjadi memori
jangka panjang. Mind mapping merupakan teknik mencatat yang dapat
memadukan kedua belahan otak. Sebagai contoh, catatan materi pelajaran
siswa dapat dituangkan melalui gambar, simbol dan warna. Mind mapping
mewujudkan harapan siswa dalam hal memori jangka panjang. Materi
pelajaran yang disajikan dalam bentuk peta pikiran akan mempermudah
sistem limbik memproses informasi dan memasukkannya menjadi memori
jangka panjang.
Keuntungan lain penggunaan catatan dalam bentuk mind
mapping adalah membiasakan siswa untuk melatih aktivitas kreatifnya
sehingga siswa dapat menciptakan suatu produk kreatif yang dapat
bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Hal lain yang berkaitan dengan
sistim limbik adalah peranannya sebagai pengatur emosi seperti marah,
senang, lapar, haus dan sebagainya. Emosi diperlukan dalam menciptakan
motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang tinggi dapat menambah
kepercayaan diri siswa, sehingga siswa tidak akan lagi ragu dan malu serta
mau mengembangkan potensi-potensi yang terdapat dalam dirinya terutama
potensi yang berhubungan dengan kreativitas. Pemetaan pikiran adalah salah
33
satu produk kreatif bentuk sederhana yang bisa dikembangkan. Dengan
teknik mencatat pemetaan pikiran kreativitas siswa akan meningkat.
Menurut Yovan, aplikasi peta pikiran dapat meningkatkan kreativitas
individu maupun dalam kelompok. Hal ini disebabkan karena peta pikiran
memungkinkan penggunaan unsur-unsur kreativitas seperti gambar, bentuk,
warna, dan lainnya. Unsur-unsur tersebut membentuk representasi mental.
Selain itu, peta pikiran juga menghubungkan berbagai sudut pandang yang
berbeda dari individu dan kelompok (Mahmuddin, 2009: 2-3).
2.2.5 Langkah-langkah Metode Mind Mapping
Tony Buzan membagi metode belajar mind mapping ke dalam dua
bagian persiapan dan aplikasi. Pada bagian persiapan menekankan pada
pemahaman terhadap materi pembelajaran. Pada bagian aplikasi menekankan
pada pembuatan mind mapping berdasaarkan materi pembelajaran (2004:
138).
Berikut ini adalah langkah-langkah metode pembelajaran mind
mapping yang diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran: 1) Siswa
membaca kembali sekilas materi yang diajarkan oleh guru pada awal kegiatan
pembelajaran; 2) Melakukan kegiatan tanya jawab materi pelajaran secara
garis besar; 3) Kemudian siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (4-5
orang setiap kelompok); 4) Setiap kelompok menganalisis materi dan
berdiskusi membuat untuk mind map; 5) Langkah awal, masing-masing siswa
menulis dan menggambar ide utama berupa simbol, gambar dan tulisan di
bagian tengah kertas; 6) Langkah berikutnya, siswa menghubungkan cabang-
cabang utama ke gambar pusat dengan satu kata kunci untuk setiap garisnya;
7) Kemudian siswa menghubungkan cabang-cabang tingkat dua ke tingkat
satu (sub-cabang), cabang-cabang tingkat tiga ke tingkat dua (sub-sub
cabang), dan seterusnya. Setiap cabang dihubungkan dengan garis hubung
yang melengkung dan warna-warna yang menarik; 8) Setelah pekerjaannya
selesai, setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka
untuk mendapat tanggapan, masukan dari kelompok lain dan guru; 9) Guru
34
dan siswa menyamakan persepsi dari hasil presentasi dan diskusi semua
kelompok; 10) Guru mereview kembali materi dan kegiatan pembelajaran
secara garis besar; dan 11) Terakhir, siswa diberikan penguatan dan motivasi
agar lebih kreatif dalam membuat mind map pada materi pembelajaran di
pertemuan selanjutnya.
2.2.6 Analisis Komponen Metode Pembelajaran Mind Mapping
Dalam analisis komponen ini akan dipaparkan komponen metode
pembelajaran mind mapping. Dalam analisis komponen mengkaji tentang
komponen sintaks atau struktur metode pembelajaran, komponen prinsip
reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial atau situasi kelas pada saat
model berlangsung, daya dukung yang terdiri dari bahan dan alat yang
diperlukan untuk melaksanakan metode, serta dampak instruksional yaitu
hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak
pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar (Joyce, Weil dan
Calhoun, 2009: 104-106). Berikut akan dijabarkan komponen-komponen dari
metode pembelajaran mind mapping:
1. Sintagmatik
Sintagmatik atau struktur metode pembelajaran merupakan urutan
langkah pengajaran yang menunjuk pada fase-fase atau tahap-tahap yang
dilaksanakan oleh seorang guru ketika memakai model pembelajaran tertentu.
Metode pembelajaran mind mapping memiliki sintak sebagai berikut: 1)
Informasi kompetensi, 2) Sajian permasalahan terbuka, 3) Pembagian
kelompok, 4) Menanggapi dan membuat berbagai alternatif jawaban, 5)
Presentasi hasil diskusi kelompok, 6) Membuat kesimpulan, 7) Evaluasi dan
8) Refleksi.
Pada tahap pertama yaitu informasi kompetensi, guru menjelaskan
tujuan pembelajaran dan menginstruksikan metode pembelajaran yang
dipakai. Guru mulai menjelaskan tentang perubahan lingkungan fisik
terhadap daratan. Melalui penjelasan dari guru, siswa diharapkan memahami
materi tentang pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan. Tahap
kedua, siswa diberi waktu sebentar untuk membaca materi yang telah
35
diajarkan. Guru mengajak siswa bertanya jawab. Tahap ketiga, guru membagi
siswa ke dalam kelompok dan memberikan tugas untuk membuat mind
mapping berdasarkan materi yang telah diajarkan. Pada tahap keempat, di
dalam kelompok siswa diberi waktu untuk berdiskusi dan membuat sebuah
mind mapping. Dalam pembuatan siswa diarahkan untuk membuat ide utama
yang berupa simbol, gambar dan tulisan. Setelah ide utama siswa membuat
cabang utama dan kemudian dilanjutkan membuat cabang pertama, kedua dan
seterusnya.
Tahap kelima, setiap kelompok diminta untuk maju ke depan
mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Sementara itu guru dan kelompok
lain memberikan tanggapan. Tahap keenam, setelah semua kelompok telah
melakukan presentasi maka guru dan siswa menyamakan persepsi dari
presentasi dan hasil diskusi setiap kelompok. Pada tahap ketujuh yaitu
evaluasi, guru mereview materi dan hasil pembelajaran secara garis besar.
Pada tahap refleksi, guru memberikan penguatan agar siswa termotivasi untuk
dapat membuat mind map lebih bagus.
2. Prinsip reaksi
Peran guru dalam metode pembelajaran mind mapping adalah sebagai
seorang fasilitator. Dalam pembelajaran mind mapping ini siswa diajak untuk
mengkontruksi pengetahuannya dengan membuat peta pikiran secara kreatif.
Guru hanya sekedar mengarahkan pembuatan mind mapping.
Selain itu peran guru adalah sebagai evaluator yaitu guru memberikan
evaluasi dan menyamakan persepsi terhadap hasil evaluasi semua kelompok.
Dengan begitu maka siswa mendapatkan pengetahuan yang utuh.
Peran guru selanjutnya yaitu sebagai motivator. Guru memberikan
semangat kepada siswa untuk dapat membuat mind map yang lebih bagus dan
kreatif.
3. Sistem sosial
Sistem sosial merupakan pola-pola hubungan yang terbentuk antara
guru dan siswa ketika proses pembelajaran terjadi. Sistem sosial yang dapat
terbentuk melalui metode pembelajaran mind mapping adalah adanya
36
kedisiplinan yang dapat dilihat sewaktu guru menerangkan dan siswa
memperhatikan. Selanjutnya adanya keadilan dan keberanian, ketika tanya
jawab guru adil menunjuk siswa yang pertama ingin menjawab, sementara itu
siswa yang telah ditunjuk berani untuk menjawab. Ketika diskusi terjalin pula
kerja sama dan saling menghargai antar siswa. Siswa saling berpendapat
untuk memecahkan masalah dan menuangkan tanggapannya dalam bentuk
mind map. Pada saat presentasi kelompok terjalin pula rasa saling menghargai
menerima tanggapan dari kelompok lain dan dari guru.
4. Daya dukung
Daya dukung yaitu seperangkat bahan, alat dan sarana-sarana lain
yang diperlukan agar proses pembelajaran berjalan dengan optimal. Sistem
pendukung dalam metode mind mapping ini adalah materi pengaruh
perubahan lingkungan fisik terhadap daratan, gambar-gambar bentuk
pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan, kertas, pensil, pensil
warna dan penghapus.
5. Dampak instruksional dan dampak pengiring
Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai
langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan.
Secara khusus dampak instruksional yang terdapat dalam pembelajaran IPA
dengan materi pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan melalui
metode pembelajaran mind mapping adalah kemampuan menyebutkan
peristiwa perubahan daratan, kemampuan menjelaskan perubahan daratan
dan penyebabnya serta kemampuan menjelaskan pengaruh perubahan
lingkungan fisik terhadap daratan.
Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh
suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang
dialami langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari pengajar.
Dampak pengiring yang secara khusus akan didapatkan siswa dalam
pembelajaran IPA dengan materi pengaruh perubahan lingkungan fisik
terhadap daratan melalui metode mind mapping adalah disiplin, adil, berani,
kerja sama, menghargai, kreatif, percaya diri dan berpikir kritis. Dampak
37
pengiring hanya mungkin terbentuk jika kesempatan untuk
mencapai/menghayati berbagai kemampuan tersebut memang benar-benar
disediakan secara memadai.
Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam metode mind
mapping digambarkan dalam bagan berikut.
Gambar 2.2 bagan dampak instruksional dan dampak pengiring metode mind
mapping
Metode
Pembelajaran
Mind Mapping
Kemampuan
menyebutkan peristiwa
perubahan daratan
Kemampuan
menjelaskan perubahan
daratan dan penyebabnya Kerja sama
Menghargai
Percaya Diri
Berpikir Kritis
Kemampuan
menjelaskan pengaruh
perubahan lingkungan
fisik terhadap daratan
Disiplin
Adil
Berani
Kreatif
Keterangan Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
38
2.3 Model Pembelajaran Make a Match
2.3.1 Pengertian Model Make a Match
Model pembelajaran make a match adalah sistem pembelajaran yang
mengutamakan penanaman kemampuan sosial terutama kemampuan
berinteraksi, kemampuan bekerja sama disamping kemampuan berpikir cepat
melalui permainan mencari pasangan dengan bantuan kartu (Wahab, 2009:
59).
Model make a match atau mencari pasangan adalah salah satu
alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan model ini dimulai
dari siswa disuruh mencari pasangan kartu yang berupa jawaban/soal sebelum
batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Model
pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna
Curran. Salah satu keunggulannya adalah siswa mencari pasangan sambil
belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana belajar yang
menyenangkan (Huda, 2014: 135).
Suyatno (2009: 72) mengemukakan bahwa model make a match
adalah model pembelajaran di mana guru menyiapkan kartu yang berisi soal
atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari
pasangan kartunya. Model pembelajaran make a match sejatinya merupakan
bagian dari pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif
didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa
manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial (Lie, 2010: 27). Model make a
match melatih siswa untuk memiliki sikap sosial yang baik dan melatih
kemampuannya dalam bekerja sama disamping itu melatih kecepatan berpikir
siswa.
2.3.2 Karakteristik Model Pembelajaran Make a Match
Model pembelajaran make a match merupakan salah satu model
pembelajaran yang berorientasi pada permainan. Menurut Suyatno (2009 :
102) adapun beberapa prinsip-prinsip model make a match antara lain: 1)
39
Anak belajar melalui panca indera, 4) Anak belajar melalui berbuat, 5) Anak
belajar melalui bahasa, 5) Anak belajar melalui bergerak.
Tujuan dari pembelajaran dengan model make a match adalah untuk
melatih peserta didik agar lebih cermat dan kuat pemahamannya terhadap
suatu materi pokok (Fachrudin, 2009: 168). Siswa dilatih berpikir cepat,
menghafal cepat sambil menganalisis dan berinteraksi sosial.
Dalam mengembangkan dan melaksanakan model make a match,
menurut Suyatno (2009: 42) guru sebaiknya mengembangkan hubungan baik
dengan siswa dengan cara: 1) Memperlakukan siswa sebagai manusia yang
sederajat; 2) Mengetahui apa yang disukai siswa, cara pikir mereka dan
perasaan mereka; 3) Bayangkan apa yang akan mereka katakan mengenai diri
mereka sendiri dan guru; 4) Ketahuilah hambatan-hambatan yang dimiliki
siswa; 5) Bertuturlah dengan jujur dan halus; 6) Bersenang-senanglah
bersama siswa.
Model pembelajaran make a match merupakan model yang
menciptakan hubungan baik antara guru dan siswa. Guru mengajak siswa
bersenang-senang dalam permainan. Kesenangan tersebut juga dapat
mengenai materi dan siswa dapat belajar secara langsung maupun tidak
langsung.
2.3.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Make a Match
Berikut adalah langkah-langkah model pembelajaran make a match
menurut Miftahul Huda (2014: 252-253), yaitu: 1) Guru menyampaikan
materi atau memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi di rumah;
2) Siswa dibagi ke dalam dua kelompok, misalnya kelompok A dan
kelompok B; 3) Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan
kartu jawaban kepada kelompok B; 4) Guru menyampaikan kepada siswa
bahwa mereka harus mencari/mencocokkan kartu yang dipegang dengan
kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum
waktu yang ia berikan kepada mereka; 5) Guru meminta semua anggota
kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah
40
menemukan oasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan
diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan;
6) Jika waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah habis.
Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri;
7) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi sedangka yang lain
memberikan tanggapan; 8) Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang
kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang
memberikan presentasi; 9) Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu
seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.
2.3.4 Kelebihan Model Pembelajaran Make a Match
Kelebihan dari model make a match adalah sebagai berikut: 1) Dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik; 2)
Metode ini menyenangkan karena ada unsur permainan; 3) Meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari; 4) Dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa; 5) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa
untuk tampil presentasi; 6) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai
waktu untuk belajar (Huda, 2014: 253).
2.3.5 Kekurangan Model Pembelajaran Make a Match
Kelemahan media make a match antara lain: 1) Jika strategi ini tidak
dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang; 2) Pada awal-
awal penerapan model, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan
lawan jenisnya; 3) Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan
banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan; 4)
Guru harus hati-hati dan bijaksana saat member hukuman pada siswa yang
tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu; 5) Menggunakan model
ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan (Huda, 2014: 253).
2.3.6 Analisis Komponen Model Pembelajaran Make a Match
Dalam analisis komponen ini akan dipaparkan komponen model
pembelajaran make a match. Dalam analisis komponen mengkaji tentang
41
komponen sintaks atau struktur model pembelajaran, komponen prinsip reaksi
atau peran guru, komponen sistem sosial atau situasi kelas pada saat model
berlangsung, daya dukung yang terdiri dari bahan dan alat yang diperlukan
untuk melaksanakan model, serta dampak instruksional yaitu hasil belajar
siswa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring
sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar (Joyce, Weil dan Calhoun,
2009: 104-106). Berikut akan dijabarkan komponen-komponen dari model
pembelajaran make a match:
1. Sintagmatik
Sintagmatik atau struktur model pembelajaran merupakan urutan
langkah pengajaran yang menunjuk pada fase-fase atau tahap-tahap yang
dilaksanakan oleh seorang guru ketika memakai model pembelajaran tertentu.
Model pembelajaran make a match memiliki sintak sebagai berikut: 1)
Penyampaian materi, 2) Pembagian kelompok, 3) Pembagian kartu soal dan
jawaban, 4) Penyampaian dalam mencocokkan kartu yang dipegang, 5)
Mencari pasangan, 6) Laporan hasil kerja dan 7) Konfirmasi.
Pada tahap pertama yaitu penyampaian materi, guru menerangkan
materi yang akan dipelajari. Setelah itu guru menjelaskan materi tentang
pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan. Pada tahap kedua,
guru membagi siswa ke dalam dua kelompok. Misalnya kelompok A dan
kelompok B. Pada tahap ketiga, guru membagi kartu soal dan jawaban. Kartu
soal untuk kelompok A sedangkan kartu jawaban pada kelompok B. Pada
tahap keempat, guru menyampaikan instruksi agar siswa mencocokkan kartu
yang dipegang dengan milik kelompok lain. Siswa yang mendapatkan kartu
soal harus mencari siswa yang memegang kartu jawaban begitu pula
sebaliknya. Guru hanya memberi batasan waktu. Dengan batasan waktu ini
siswa diharapkan dapat fokus dan tidak malah bermain-main dalam
mencocokkan kartu. Tahap kelima yaitu mencari pasangan, pada tahap ini
instruksi dari guru dijalankan. Siswa yang mendapatkan kartu soal mencari
siswa yang memegang kartu jawaban begitu pula sebaliknya. Dengan
42
kegiatan mencari pasangan ini diharapkan siswa dapat memahami dan
mengingat lebih baik materi yang telah disampaikan.
Pada tahap keenam, guru meminta siswa yang telah mendapatkan
pasangan antara soal dan jawaban untuk maju ke depan melaporkan hasil
kerjanya. Dalam kegiatan ini diharapkan siswa dapat melatih rasa percaya
dirinya dihadapan teman-teman yang lain. Pada tahap ketujuh, guru
memberikan konfirmasi tentang kebenaran soal dan jawaban yang telah
dilaporkan siswa. Setelah itu siswa disuruh menempelkan soal dan jawaban
pada karton yang telah ditempel di papan tulis. Hal ini dimaksudkan agar
siswa tahu kebenaran antara soal dan jawaban.
2. Prinsip reaksi
Prinsip reaksi merupakan gambaran pola kegiatan bagaimana guru
memperlakukan dan memberikan respon kepada siswa di dalam kegiatan
pembelajaran. Peran guru dalam model pembelajaran make a match adalah
sebagai seorang fasilitator. Guru sebagai fasilitator berperan mengarahkan
dan menentukan batasan waktu dalam kegiatan mencari pasangan. Guru juga
mengawasi aktivitas siswa dalam mencari pasangan sehingga pekerjaannya
dapat terselasaikan.
Selain itu peran guru adalah sebagai evaluator yaitu guru memastikan
kebenaran antara soal dan jawaban yang telah dilaporkan siswa. Dengan
begitu siswa bisa mendapatkan pengetahuan yang utuh.
3. Sistem sosial
Sistem sosial merupakan pola-pola hubungan yang terbentuk antara
guru dan siswa ketika proses pembelajaran terjadi. Sistem sosial yang dapat
terbentuk melalui model pembelajaran make a match adalah adanya
kedisiplinan ketika siswa mendengarkan penjelasan dari guru.
4. Daya dukung
Daya dukung yaitu seperangkat bahan, alat dan sarana-sarana lain
yang diperlukan agar proses pembelajaran berjalan dengan optimal. Sistem
pendukung dalam model make a match ini adalah materi pengaruh perubahan
lingkungan fisik terhadap daratan, kartu soal dan jawaban serta kertas karton.
43
5. Dampak instruksional dan dampak pengiring
Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai
langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan.
Secara khusus dampak instruksional yang terdapat dalam pembelajaran IPA
dengan materi pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan melalui
model pembelajaran make a match adalah kemampuan menyebutkan
peristiwa perubahan daratan, kemampuan menjelaskan perubahan daratan
dan penyebabnya serta kemampuan menjelaskan pengaruh perubahan
lingkungan fisik terhadap daratan.
Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh
suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang
dialami langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari pengajar.
Dampak pengiring yang secara khusus akan didapatkan siswa dalam
pembelajaran IPA dengan materi pengaruh perubahan lingkungan fisik
melalui model make a match adalah disiplin, komunikatif, teliti, mandiri,
tanggung jawab, percaya diri dan berpikir kritis. Dampak pengiring hanya
mungkin terbentuk jika kesempatan untuk mencapai/menghayati berbagai
kemampuan tersebut memang benar-benar disediakan secara memadai.
Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam model make a
match digambarkan dalam bagan berikut.
44
Gambar 2.3 bagan dampak instruksional dan dampak pengiring model
Make a match
2.4 Penerapan metode pembelajaran mind mapping dalam pembelajaran IPA
SD
Kegiatan Guru Tahapan
Pelaksanaan Kegiatan Siswa
1. Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran.
2. Guru menginstruksikan
metode pembelajaran
yang dipakai.
3. Guru mulai menjelaskan
tentang pengaruh
perubahan lingkungan
fisik terhadap daratan.
1. Informasi
kompetensi
1. Siswa mendengarkan
penjelasan dari guru.
2. Siswa mendengarkan
instruksi dari guru.
3. Saat guru menjelaskan
materi tentang pengaruh
perubahan lingkungsn
fisik terhadap daratan.
siswa memperhatikan
dan fokus
mendengarkan
Model
Pembelajaran
Make a match
Kemampuan
menjelaskan perubahan
daratan dan penyebabnya
Mandiri
Tanggung
jawab
Percaya Diri
Berpikir Kritis
Kemampuan
menjelaskan pengaruh
perubahan lingkungan
fisik terhadap daratan
Kemampuan
menyebutkan peristiwa
perubahan daratan
Disiplin
Teliti
Komunikatif
Keterangan Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
45
4. Setelah guru selesai
menjelaskan guru
memberi waktu siswa
untuk membaca materi
yang telah diajarkan.
5. Guru mengajak siswa
tanya jawab.
6. Guru membagi siswa ke
dalam kelompok dan
memberikan tugas untuk
membuat mind mapping
berdasarkan materi yang
telah diajarkan.
7. Guru memberi batasan
waktu dan mengarahkan
siswa dalam membuat
mind mapping.
8. Guru meminta setiap
kelompok untuk maju
mempresentasikan hasil
diskusinya.
2. Sajian
permasalahan
terbuka
3. Pembagian
kelompok
4. Menanggapi dan
membuat alternatif
jawaban
5. Presentasi hasil
diskusi kelompok
penjelasan dari guru
4. Setelah mendengar
penjelasan dari guru,
siswa kembali membaca
materi yang telah
diajarkan guru.
5. Pada kegiatan tanya
jawab siswa
mendengarkan
pertanyaan dari guru
dan mengacungkan
tangan serta berani
menjawab setelah
ditunjuk guru.
6. Setelah kegiatan tanya
jawab siswa berkumpul
dengan kelompoknya
sesuai dengan
kelompok yang
ditentukan oleh guru.
7. Di dalam kelompok
siswa berdiskusi dan
membuat mind map
8. Pembuatan mind map
dimulai dari membuat
ide utama berupa
gambar, simbol dan
tulisan.
9. Dilanjutkan dengan
menarik ide utama ke
cabang utama kemudian
cabang pertama, kedua
dan seterusnya.
10. Setelah mind map jadi
siswa maju ke depan
mempresentasikan mind
mapnya.
11. Siswa yang maju
mendengarkan
tanggapan dari guru dan
teman lain.
12. Setelah semua
kelompok telah maju
presentasi, siswa
46
9. Setelah semua kelompok
telah melakukan
presentasi maka guru dan
siswa menyamakan
persepsi dari presentasi
dan hasil diskusi setiap
kelompok.
10. Guru mereview materi
dan hasil pembelajaran
secara garis besar.
11. Guru memberikan
penguatan agar siswa
termotivasi untuk dapat
membuat mind map lebih
bagus.
6. Membuat
kesimpulan
7. Evaluasi
8. Refleksi
kembali ke tempat
duduk masing-masing.
13. Siswa dan guru
menyamakan presepsi
dari hasil diskusi dan
presentasi
14. Selanjutnya siswa
mendengarkan review
dari guru tentang
pembelajaran secara
garis besar
15. Terakhir siswa
mendengarkan nasihat
dan motivasi dari guru.
2.5 Penerapan Model Pembelajaran make a match dalam pembelajaran IPA
SD
Kegiatan Guru Tahapan
Pelaksanaan Kegiatan Siswa
1. Guru
menerangkan
materi yang akan
dipelajari.
2. Guru menjelaskan
materi tentang
pengaruh
perubahan
lingkungan fisik
terhadap daratan.
3. Guru membagi
siswa ke dalam
dua kelompok.
Misalnya
kelompok A dan
kelompok B.
4. Guru
membagikan
1. Penyampaian materi
2. Pembagian kelompok
1. Siswa mendengarkan
penjelasan dari guru
tentang materi yang
akan diajarkan.
2. Siswa tenang
mendengarkan
penyampaian materi dari
guru tentang pngaruh
perubahan fisik terhadap
daratan.
3. Siswa memperhatikan
pembagian kelompok.
4. Siswa yang menjadi
kelompok A
47
kartu soal dan
jawaban.
5. Guru
menyampaikan
instruksi agar
siswa
mencocokkan
kartu yang
dipegang dengan
milik kelompok
lain.
6. Guru memberi
batasan waktu dan
mengawasi siswa
dalam mencari
pasangan.
7. Guru meminta
siswa yang telah
mendapatkan
pasangan antara
soal dan jawaban
untuk maju ke
depan melaporkan
hasil kerjanya.
8. Guru memberikan
konfirmasi
tentang kebenaran
soal dan jawaban
yang telah
dilaporkan siswa.
9. Guru meminta
siswa untuk
menempelkan
jawaban dan soal
pada karton di
papan tulis agar
siswa lain tahu
kebenaran
antarasoal dan
3. Pembagian kartu soal
dan jawaban
4. Penyampaian dalam
mencocokkan kartu
yang dipegang
5. Mencari pasangan
6. Laporan hasil kerja
7. Konfirmasi
mendapatkan kartu soal
dari guru sedangkan
siswa yang menjadi
kelompok B
mendapatkan kartu
jawaban.
5. Siswa memperhatikan
instruksi dari guru.
6. Siswa yang
mendapatkan kartu soal
harus mencari siswa
yang memegang kartu
jawaban begitu pula
sebaliknya.
7. Siswa yang telah
mendapatkan pasangan
antara kartu soal dan
jawaban maju ke depan
untuk melaporkan hasil
kerjanya.
8. Siswa memperhatikan
konfirmasi dari guru
tentang kebenaran
pasangan soal dan
jawaban.
9. Siswa menempelkan
pasangan soal dan
jawaban pada karton.
48
jawaban.
Prosedur pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan metode
pembelajaran mind mapping dan model pembelajaran make a match materi
pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan yang merupakan rancangan
ini, akan berhasil jika dilaksanakan secara konsisten dalam pembelajaran di kelas.
Mekanisme yang dapat digunakan untuk memastikan bahwa dalam pembelajaran
prosedur tersebut benar-benar dilaksanakan adalah dengan pengamatan terhadap
aktivitas atau kegiatan guru dan siswa. Berikut adalah hal-hal yang perlu diamati
dalam pembelajaran menggunakan metode mind mapping: a) Pada tahap
informasi kompetensi; 1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, siswa
mendengarkan penjelasan dari guru; 2) Guru menginstruksikan model
pembelajaran yang dipakai, siswa mendengarkan instruksi dari guru; 3) Guru
mulai menjelaskan tentang pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan,
siswa memperhatikan dan fokus mendengarkan penjelasan dari guru; b) Pada
tahap sajian permasalahan terbuka; 4) Guru memberi waktu siswa untuk membaca
materi yang telah diajarkan, siswa kembali membaca materi yang telah diajarkan
guru; 5) Guru mengajak siswa tanya jawab, siswa mendengarkan pertanyaan dari
guru dan mengacungkan tangan serta berani menjawab setelah ditunjuk guru; c)
Pada tahap kelompok; 6) Guru membagi siswa ke dalam kelompok dan
memberikan tugas untuk membuat mind mapping berdasarkan materi yang telah
diajarkan, siswa berkumpul dengan kelompoknya sesuai dengan kelompok yang
ditentukan oleh guru; d) Pada tahap menanggapi dan membuat alternatif jawaban;
7) Guru memberi batasan waktu dan mengarahkan siswa dalam membuat mind
mapping, Di dalam kelompok siswa berdiskusi dan membuat mind map.
Pembuatan mind map dimulai dari membuat ide utama berupa gambar, simbol dan
tulisan. Dilanjutkan dengan menarik ide utama ke cabang utama kemudian cabang
pertama, kedua dan seterusnya; e) Pada tahap presentasi diskusi kelompok; 8)
Guru meminta setiap kelompok untuk maju mempresentasikan hasil diskusinya,
siswa maju ke depan mempresentasikan mind mapnya. Siswa yang maju
49
mendengarkan tanggapan dari guru dan teman lain. Setelah semua kelompok telah
maju presentasi, siswa kembali ke tempat duduk masing-masing; f) Pada tahap
membuat kesimpulan; 9) Guru dan siswa menyamakan persepsi dari presentasi
dan hasil diskusi setiap kelompok; g) Pada tahap evaluasi; 10) Guru mereview
materi dan hasil pembelajaran secara garis besar, siswa mendengarkan revew dari
guru; h) Pada tahap refleksi; 11) Guru memberikan penguatan agar siswa
termotivasi untuk dapat membuat mind map lebih bagus, siswa mendengarkan
nasihat dan motivasi dari guru.
Selanjutnya adalah hal-hal yang perlu diamati dalam pembelajaran
menggunakan model make a match yaitu: a) Pada tahap penyampaian materi; 1)
Guru menerangkan materi yang akan dipelajari, siswa mendengarkan penjelasan
dari guru tentang materi yang akan diajarkan; 2) Guru menjelaskan materi tentang
pengaruh perubahan lingkungan fisik, siswa tenang mendengarkan penyampaian
materi dari guru tentang pngaruh perubahan fisik terhadap daratan; b) Pada tahap
pembagian kelompok; 3) Guru membagi siswa ke dalam dua kelompok. Misalnya
kelompok A dan kelompok B, siswa memperhatikan pembagian kelompok; c)
Pada tahap pembagian kartu soal dan jawaban; 4) Guru membagikan kartu soal
dan jawaban, siswa yang menjadi kelompok A mendapatkan kartu soal dari guru
sedangkan siswa yang menjadi kelompok B mendapatkan kartu jawaban; d) Pada
tahap penyampaian dalam mencocokkan kartu yang dipegang; 5) Guru
menyampaikan instruksi agar siswa mencocokkan kartu yang dipegang dengan
milik kelompok lain, siswa memperhatikan instruksi dari guru; e) Pada tahap
mencari pasangan; 6) Guru memberi batasan waktu dan mengawasi siswa dalam
mencari pasangan; siswa yang mendapatkan kartu soal harus mencari siswa yang
memegang kartu jawaban begitu pula sebaliknya; f) Pada tahap laporan hasil
kerja; 7) Guru meminta siswa yang telah mendapatkan pasangan antara soal dan
jawaban untuk maju ke depan melaporkan hasil kerjanya, siswa yang telah
mendapatkan pasangan antara kartu soal dan jawaban maju ke depan untuk
melaporkan hasil kerjanya; g) Pada tahap konfirmasi; 8) Guru memberikan
konfirmasi tentang kebenaran soal dan jawaban yang telah dilaporkan siswa,
sementara siswa memperhatikan konfirmasi dari guru tentang kebenaran pasangan
50
soal dan jawaban; 9) Guru meminta siswa untuk menempelkan jawaban dan soal
pada karton di papan tulis agar siswa lain tahu kebenaran antarasoal dan jawaban,
Siswa menempelkan pasangan soal dan jawaban pada karton.
2.6 Hasil Belajar
2.6.1 Pengertian Hasil Belajar
Daryanto (2010: 2) mendeskripsikan belajar sebagai suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksinya dengan lingkungan.
Sementara Djamarah (2008: 13) mengartikan belajar adalah
serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Slameto (2010: 2) mengemukakan belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Menurut Fathurrohman dan Sutikno (2010: 6) belajar merupakan
perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas
tertentu.
Syah (2010: 90) mengemukakan belajar adalah tahapan perubahan
seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman
dan interaksinya dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Menurut Uno (2011: 15) belajar yaitu proses perubahan perilaku
seseorang setelah mempelajari suatu objek (pengetahuan, sikap, atau
keterampilan) tertentu.
Yamin (2007: 168) mengartikan belajar sebagai perubahan perilaku
seseorang melalui latihan dan pengalaman, seseorang belajar tidak ditentukan
oleh kekuatan-kekuatan yang datang dari dalam dirinya atau oleh stimulus-
stimulus yang datang dari lingkungan, akan tetapi merupakan interaksi
51
timbal-balik dari determinan-determinan individu dan determinan-determinan
lingkungannya.
Menurut Hamalik (2011: 27) belajar merupakan suatu proses, suatu
kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Sedangkan, Purwanto (2011: 38)
berpendapat belajar adalah proses dalam diri individu yang berinteraksi
dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilaku.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan belajar
adalah suatu proses perubahan dalam diri individu sebagai hasil interaksi
dengan lingkungan sekitar. Setelah mengetahui pengertian belajar selanjutnya
akan dibahas tentang pengertian hasil belajar oleh para ahli.
Pendapat pertama dari Purwanto (2011: 46) yang mengemukakan
hasil belajar adalah perubahan perilaku peserta didik akibat belajar.
Perubahan perilaku disebabkan karena tercapainya penguasaan atas sejumlah
bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut lagi ia
mengatakan bahwa hasil belajar bisa berupa perubahan dalam aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik.
Sudjana (2016: 3) mengartikan hasil belajar adalah perubahan tingkah
laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki
oleh siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Sementara Hamalik (2003: 155) mengemukakan hasil belajar adalah
sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat
diamati dan diukur dalam bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Perubahan tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan
pengembangan lebih baik dari sebelumnya, dari yang tidak tahu menjadi tahu.
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku pada diri seseorang akibat dari
tindak belajar yang mencakup aspek kognitif, aspek afektif, serta aspek
psikomotorik.
52
2.6.2 Pengukuran Hasil Belajar IPA
Menurut Endang Purwanti (2008: 4) pengukuran dapat diartikan
sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka
pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan
selalu berupa angka.
Menurut Sutrisno Hadi (2004: 63) pengukuran dapat diartikan sebagai
suatu tindakan untuk mengidentifikasikan besar kecilnya gejala. Hasil
pengukuran dapat berupa angka atau uraian tentang kenyataan yang
menggambarkan derajat kualitas, kuantitas dan eksistensi keadaan yang
diukur. Dalam kegiatan belajar mengajar, pengukuran dimaksudkan untuk
mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah melakukan
proses belajar. Dengan kata lain pengukuran dalam kegiatan belajar mengajar
dimaksudkan untuk menilai hasil belajar siswa setelah melakukan proses
belajar mengajar.
Penilaian hasil belajar (Sudjana, 2016: 3) adalah proses pemberian
nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu.
Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar
siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku.
Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup
ranah kognitif, afektif dan psikomotoris.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat
rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek
yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi.
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yaitu gerakan
refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan
53
atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan
interpretatif.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara
ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru
di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai
isi bahan pengajaran.
Dalam penelitian ini, penulis juga bermaksud untuk melakukan
penelitian pada ranah kognitif mata pelajaran IPA. Ranah kognitif yang
diambil sebagai bahan penelitian yaitu hasil belajar pengetahuan. Hasil
belajar pengetahuan termasuk tingkat kognitif yang paling rendah. Namun
tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya.
2.7 Hasil Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa temuan hasil penelitian terdahulu yang
menunjukkan bahwa penggunaan metode mind mapping dan model make a
match dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berikut akan dipaparkan
temuan hasil penelitian terdahulu:
Berdasarkan penelitian menggunakan metode pembelajaran mind
mapping yang dilakukan oleh Ni Putu Stya Prahita, I Nyoman Jampel, I Gde
Wawan Sudatha pada hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD tahun pelajaran
2013/2014 di Desa Yahembang Gugus IV Diponegoro Kecamatan Mendoyo.
Dalam penelitian ini kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran mind
mapping hasil belajarnya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa
yang mengikuti pembelajaran secara konvensional. Ini menjadi bukti bahwa
metode pembelajaran mind mapping dapat meningkatkan hasil belajar.
Adanya perbedaan yang signifikan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa
penerapan menggunakan metode mind mapping berpengaruh positif terhadap
hasil belajar IPA siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Berikutnya penelitian mind mapping yang dilaksanakan oleh Anisa
Fatmawati tentang perbandingan metode mind mapping dan index card
match. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kuantitatif dengan
54
subjek penelitian siswa kelas 4C dan 4D SD IT Nur Hidayah Surakarta.
Berdasarkan hasil uji t diperoleh data taraf signifikansi 5% diperoleh thitung
>ttabel yaitu 2,0722 > 1,994 dengan nilai rata-rata hasil belajar IPA kelas 4C
lebih besar dibandingkan nilai rata-rata kelas 4D yaitu 85,1 > 82,5.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) ada perbedaan hasil belajar IPA
dalam penggunaan metode mind mapping dengan index card match pada
kelas 4 SDIT Nur Hidayah. (2) Metode pembelajaran mind mapping lebih
baik dibandingkan dengan index card match terhadap hasil belajar IPA siswa
kelas IV.
Selanjutnya, penelitian tentang mind mapping yang dilakukan oleh
Rizkia Hilmi Utami tentang aktivitas dan hasil belajar siswa kelas 4 SD.
Subjek penelitian adalah siswa kelas 4 SD Negeri 01 dan 03 Majalangu. Dari
hasil penelitian data diuji menggunakan uji Udiperoleh nilai Asymp.
Sig/Asymptotic significance sebesar 0,045 atau
55
belajar IPA yang signifikan antara peserta didik yang belajar menggunakan
mind mapping dengan yang menggunakan pembelajaran konvensional.
Selanjutnya ada penelitian tentang metode mind mapping dari Maria
Magdalena dan Asri Budiningsih. Subjek penelitian yaitu siswa kelas VIIA
dan VIIB SMP Santa Maria Fatima Jakarta Timur. Kelas VII A terdiri dari 40
siswa sebagai kelas eksperimen sedangkan kelas VII B yang terdiri dari 38
siswa sebagai kelas kontrol. Dalam penelitian ini didapatan kesimpulan
bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep antara siswa yang
melaksanakan pembelajaran dengan metode mind mapping dengan siswa
yang menggunakan metode ceramah dan presentasi.
Penelitian berikutnya tentang metode mind mapping dilakukan oleh
Chusnul Nurroeni, penelitian ini dilakukan pada siswa kelas 5 A dan kelas 5
B SDN Debong Kidul Kota Tegal sebanyak 78 siswa. Kelas 5 A berjumlah
38 siswa sebagai kelompok eksperimen dan kelas 5 B sebanyak 40 siswa
sebagai kelompok kontrol. Kelas eksperimen diberikan pembelajaran IPA
menggunakan metode mind mapping sementara kelas kontrol diberikan
pembelajaran IPA menggunakan pembelajaran konvensional. Dari hasil
penelitian didapatkan data bahwa H0 diterima, ini artinya tidak ada perbedaan
signifikan hasil belajar IPA menggunakan metode mind mapping dan
pembelajaran konvensional.
Hasil penelitian Chusnul Nurroeni bertentangan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian Chusnul Nurroeni
ditarik kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar IPA yang
signifikan menggunakan metode mind mapping sedangkan dari hasil
penelitian yang dilakuakan peneliti terdapat pengaruh hasil belajar IPA
menggunakan metode mind mapping.
Setelah dipaparkan hasil penelitian sebelumnya tentang metode mind
mapping selanjutnya akan dipapatkan penelitian yang mendukung model
make a match. Penelitian model make a match yang pertama akan dibahas
adalah penelitian oleh Isnaeni Budi Rahayu dkk tentang peningkatan hasil
belajar IPA siswa kelas 5 SDN 3 Waluyo dengan materi bumi dan alam
56
semesta. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data yang menyatakan
peningkatan pada setiap siklus. Peningkatan tersebut sudah mencapai
indikator kinerja yaitu > 85%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
penggunaan model make a match dapat meningkatkan pembelajaran IPA
siswa kelas 5 SDN 3 Waluyo.
Hasil penelitian model make a match berikutnya dari Ibadullah
Malawi dan Juwarti tentang hasil belajar IPA pada kelas 5 SDN 01 Manisrejo
Madiun. Sampel penelitian adalah siswa kelas V A dan V B SDN Manisrejo
Madiun. Kelas A sebagai kelas ekperimen dan kelas B sebagai kelas kontrol.
Kelas eksperimen dalam pembelajaran menggunakan model make a match
sementara kelas kontrol dalam pembelajaran menggunakan model
konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) siswa yang diberi
pembelajaran model cooperative learning type make a-match lebih baik dari
siswa yang diberi pembelajaran model konvensional; 2) jika dilihat dari
model pembelajaran yang digunakan ini, maka hasil belajar siswa yang diajar
dengan kedua pembelajaran tersebut menunjukkan bahwa siswa yang diberi
model pembelajaran make a-match lebih tertarik dan mereka merasa gembira.
Karena dalam pembelajaran ini, siswa tidak hanya belajar saja akan tetapi
siswa belajar sambil bermain dan ini lebih membuat siswa aktif dalam
belajar. Sehingga akan menghasilkan nilai yang lebih baik dari siswa yang
diberi pembelajaran konvensional, sedangkan siswa yang diberi pembelajaran
konvensional cenderung pasif dan ini akan mengakibatkan hasil nilai yang
rendah.
Penelitian model make a match selanjutnya dari Maulidiyah tentang
hasil belajar siswa IPA dengan materi adaptasi makhluk hidup. Subjek
penelitian yaitu siswa kelas 5 MI Raudlatul Jannah yang berjumlah 56 siswa
yang kemudian dibagi dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Teknik analisi data dalam penelitian ini menggunakan uji t. Berdasarkan hasil
uji t diperoleh hasil thitung = 2,12 dan ttabel = 1,706 dengan taraf signifikan
5 % yang berarti thitung > ttabel (2,12 < 1,706 ), Maka Ho ditolak dan Ha
57
diterima. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh hasil
belajar menggunakan model make a match.
Penelitian tentang model make a match selanjutnya dari Suatri pada
mata Pelajaran IPA di SDN 12 Nan Sabaris. Pada penelitian ini didapatkna
hasil bahwa model pembelajaraan make a match dapat meningkatkan hasil
belajar. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya peningkatan ketuntasan belajar
siswa pada setiap siklus, yaitu 64,00% pada siklus I dan 83,50% pada siklus
II.
Berikutnya penelitian tentang make a match oleh Nunung Nurgayati.
Dalam penelitian ini membandingkan antara model make a match dan think
pair share materi organisasi kehidupan mata pelajaran IPA. Subjek penelitian
adalah siswa kelas VII-5 dan kelas VII-6 MTs Negeri Leuwimunding yang
berjumlah masing-masing 30 siswa. Berdasarkan analisis data menggunakan
uji t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,021, karena nilai signifikansi lebih
kecil dari 0,05 maka terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar
mebggunakan think pair share dan make a match. Hal ini berarti model make
a match dan think pair share baik digunakan untuk meningkatkan hasil belajar
siswa dalam pembelajaran IPA.
Selanjutnya penelitian tentang model make a match oleh Ni Made
Suandayani Ari Putri, Ni Wayan Suniasih, I Wayan Wiarta pada mata
pelajaran IPA siswa kela 4 SD. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen semu. Sampel penelitian terdiri dari 78 siswa yang dibagi ke
dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen
dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran make a match
sementara kelas kontrol dalam pembelajaran menggunakan model
pembelajaran konvensional. Setelah dilakukan uji t diperoleh hasil bahwa H0
ditolak dan Ha diterima ini artinya bahwa terjadi perbedaan signifikan hasil
belajar IPA menggunakan model make a match dengan hasil belajar IPA
menggunakan model konvensional. Den