of 48 /48
14 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam kajian teori ini memuat penjabaran lebih lanjut mengenai teori- teori pendukung pelaksanaan penelitian yang sebelumnya telah disinggung di latar belakang. Berikut merupakan penjabaran dari teori - teori yang mendukung penelitian : 2.1.1 Hakikat IPA SD Ilmu Pengetahuan Alam disebut juga dengan sains. Sains menurut Fisher secara etimologi berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang memiliki arti pengetahuan. Kata sains juga berasal dari bahasa Jerman yaitu wissenchaft yang memiliki arti sistematis, pengetahuan yang terorganisasi. Dari makna etimologi tersebut sains dapat diartikan sebagai pengetahuan yang secara sistematis tersusun (assembled) dan bersama-sama dalam suatu urutan terorganisasi. Contohnya pengetahuan tentang fisika, biologi, dan kimia (Mariana dan Praginda, 2009 : 14). Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar Menengah, menjelaskan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, berisi tentang penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip, proses penemuan. Ilmu Pengetahuan Alam yaitu mata pelajaran di SD yang memiliki maksud agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan- gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA sebagai wahana untuk mencari tahu dan mengerjakan atau melakukan serta membantu siswa untuk memahami alam sekitar secara lebih mendalam.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA SD...14 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam kajian teori ini memuat penjabaran lebih lanjut mengenai teori-teori pendukung

  • Author
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Text of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA SD...14 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian...

  • 14

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori

    Dalam kajian teori ini memuat penjabaran lebih lanjut mengenai teori-

    teori pendukung pelaksanaan penelitian yang sebelumnya telah disinggung di

    latar belakang. Berikut merupakan penjabaran dari teori - teori yang

    mendukung penelitian :

    2.1.1 Hakikat IPA SD

    Ilmu Pengetahuan Alam disebut juga dengan sains. Sains menurut

    Fisher secara etimologi berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang memiliki

    arti pengetahuan. Kata sains juga berasal dari bahasa Jerman yaitu

    wissenchaft yang memiliki arti sistematis, pengetahuan yang terorganisasi.

    Dari makna etimologi tersebut sains dapat diartikan sebagai pengetahuan

    yang secara sistematis tersusun (assembled) dan bersama-sama dalam suatu

    urutan terorganisasi. Contohnya pengetahuan tentang fisika, biologi, dan

    kimia (Mariana dan Praginda, 2009 : 14).

    Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) RI

    Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar

    Menengah, menjelaskan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu

    tentang alam secara sistematis, berisi tentang penguasaan kumpulan

    pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip, proses penemuan. Ilmu

    Pengetahuan Alam yaitu mata pelajaran di SD yang memiliki maksud agar

    siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi

    tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian

    proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-

    gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA sebagai wahana untuk mencari

    tahu dan mengerjakan atau melakukan serta membantu siswa untuk

    memahami alam sekitar secara lebih mendalam.

  • 15

    IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara

    sistematis, sehingga IPA tidak hanya penguasaan kumpulan sistematis dan

    IPA tidak hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

    konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses

    penemuan (Sri Sulistyorini, 2007: 39).

    Menurut Iskandar IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang

    peristiwa-peristiwa yang terjadi alam. (Iskandar, 2001: 2).

    IPA merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang terdiri dari fakta-

    fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang merupakan produk

    dari proses ilmiah (Usman Samatowa, 2010: 19).

    Berdasarkan penulusuran berbagai pandangan para ahli dalam bidang

    sains dan memperhatikan hakikat sains, dapat ditarik kesimpulan bahwa sains

    atau IPA adalah ilmu pengetahuan atau kumpulan konsep, prinsip, hukum,

    dan teori yang dibentuk melalui proses kreatif yang sistematis melalui inkuiri

    atau penemuan yang dilanjutkan dengan proses observasi (empiris) secara

    terus menerus, merupakan suatu upaya manusia yang meliputi operasi mental,

    keterampilan, dan strategi memanipulasi dan menghitung, yang dapat diuji

    kembali kebenarannya dengan dilandasi sikap keingintahuan (curiosity),

    keteguhan hati (courage), ketekunan (persistence) yang dilakukan oleh

    individu untuk menyingkap rahasia alam semesta.

    Dengan demikian paling sedikit ada tiga komponen dalam IPA, yaitu:

    1) Pertama yaitu proses atau metode yang meliputi pengamatan, membuat

    hipotesis,merancang dan melakukan percobaan, mengukur dan proses-proses

    pemahaman kealaman lainnya; 2) Komponen kedua yaitu produk meliputi

    prinsip-prinsip, hukum-hukum, teori-teori, kaidah-kaidah, postulat-postulat

    dan sebagainya; 3) Dan yang terakhir adalah sikap, misalnya mempercayai,

    menghargai, menanggapi, menerima dan sebagainya (Mariana dan Praginda,

    2009: 19).

    Ketiga komponen inilah yang mendasari pembelajaran IPA, bahwa

    IPA dalam pembelajarannya memperahatikan prinsip-prinsip atau hukum-

  • 16

    hukum pada setiap proses pencarian pengetahuan yang berdasarkan pada

    fakta yang terjadi di alam dengan ditunjang rasa keingintahuan, keteguhan

    hati dan ketekunan.

    2.1.2 Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA SD

    Dalam penelitian ini, materi yang diambil adalah materi untuk kelas IV di

    semester II. Adapun kompetensi dasar yang hendak diteliti sebagai berikut :

    Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

    10. Memahami perubahan

    lingkungan fisik dan

    pengaruhnya terhadap daratan.

    10.2 Menjelaskan pengaruh

    perubahan lingkungan fisik

    terhadap daratan (erosi,

    abrasi, banjir, dan longsor).

    2.1.3 Pembelajaran IPA SD

    Pembelajaran yaitu sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat

    untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk

    membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran

    adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan

    peserta didik.

    Pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran adalah pendidik

    (perorangan dan/atau kelompok) serta peserta didik (perorangan, kelompok,

    dan/atau komunitas) yang berinteraksi edukatif antara satu dengan lainnya. Isi

    kegiatan adalah bahan atau materi belajar yang bersumber dari kurikulum

    pada suatu program pendidikan. Proses kegiatan adalah langkah-langkah atau

    tahapan yang dilalui pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran

    (Isjoni, 2013: 11).

    Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA merupakan salah satu mata

    pelajaran wajib di sekolah dasar. IPA di SD memberikan kesempatan kepada

    siswa untuk memupuk rasa ingin tahu secara alamiah. Cullingford

    mengemukakan bahwa dalam pembelajaran IPA, siswa harus diberi

  • 17

    kesempatan dalam mengembangkan sikap ingin tahu mereka dan berbagai

    penjelasan logis tentang peristiwa yang terjadi di alam (Usman, 2010: 9). Hal

    ini sangat penting, agar siswa tidak hanya diberikan materi yang berisi teori-

    teori saja tanpa mengetahui proses bagaimana teori-teori itu terbentuk, untuk

    itu dalam pembelajaran IPA siswa harus lebih memfokuskan diri dalam

    menerima materi yang sedang diajarkan.

    Pada dasarnya tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Peraturan

    Menteri Pendidikan Nasional ( Permendiknas ) RI Nomor 22 Tahun 2006

    tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar Menengah yaitu sebagai berikut:

    1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

    berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; 2)

    Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

    bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3)

    Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya

    hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan

    masyarakat; 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam

    sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; 5) Meningkatkan

    kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan

    lingkungan alam; 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan

    segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; 7) Memperoleh bekal

    pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan

    pendidikan ke SMP/MTs.

    Guru sebagai sumber belajar mempunyai peranan penting sebagai

    pembimbing siswa dalam belajar. Guru juga dituntut untuk menciptakan

    pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa termotivasi dalam

    belajar. Adapun peran guru dalam pembelajaran IPA yaitu guru dituntut

    untuk membantu siswa memahami alam sekitar secara lebih mendalam,

    tidak hanya menjelaskan semuanya melalui teori-teori dan hukum-hukum

    saja sehingga siswa mampu menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-

    hari. Adapun model pembelajaran IPA yang dirasa cocok dalam penerapan

  • 18

    pembelajaran IPA salah satunya terdapat pada pendekatan CTL ( Contextual

    Teaching and Learning ).

    2.1.4 Pendekatan Contextual Teaching and Learning

    Pendekatan bisa diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita

    terhadap suatu proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada

    pandangan tentang terjadinya suatu proses yang memiliki sifat sangat umum

    (Rusman, 2013: 132). Salah satu pendekatan adalah pendekatan CTL atau

    Contextual Teaching and Learning.

    Contextual Teaching and Learning adalah sebuah proses pendidikan

    yang tujuannya untuk menolong para siswa melihat makna di dalam materi

    akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek

    akademik yang mereka pelajari dengan konteks dalam keseharian mereka,

    yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka (Johnson,

    2007: 67).

    Menurut US Dapartement of Education, Contextual Teaching and

    Learning merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan

    materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

    siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

    begitu siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka sebagai

    anggota masyarakat, keluarga, kelompok dan organisasi, bahkan pertemuan

    di antara sesama anak sehari-hari.

    Johnson (2007: 65) mengemukakan ada delapan komponen dalam

    CTL yaitu membuat keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang

    berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, bekerja sama, berpikir

    kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang,

    mencapai standar yang tinggi serta menggunakan penilaian autentik.

    CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas-

    asas ini yang menjadi dasar pelaksanaan proses pembelajaran dengan

    menggunakan pendekatan CTL. Berikut penjelasan asas-asas CTL menurut

    Sanjaya (2007: 262): 1) Kontruktivisme, 2) Inkuiri, 3) Bertanya, 4)

    Pemodelan, 5) Refleksi, 6) Penilaian Nyata dan 7) Masyarakat Belajar.

  • 19

    Asas konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun

    pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan

    pengalamannya. Pembelajaran melalui CTL, pada dasarnya mendorong agar

    siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan

    dan pengalaman.

    Asas inkuiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian

    dan penemuan melalui proses berpikir yang dilakukan secara sistematis.

    Penerapan asas ini, dimulai dari adanya kesadaran siswa untuk memecahkan

    masalah. Dengan demikian siswa harus didorong untuk menemukan

    masalah. Jika masalah telah dimengerti dengan batasan-batasan yang jelas,

    selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara

    sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan

    menuntun siswa untuk melaksanakan observasi dalam rangka

    mengumpulkan data. Manakala data sudah terkumpul selanjutnya siswa

    dituntun untuk menguji hipotesis sebagai dasar untuk merumuskan

    kesimpulan. Asas menemukan merupakan asas yang penting dalam

    pembelajaran CTL. Melalui proses berpikir secara sistematis diharapkan

    siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis, kesemuanya itu diperlukan

    sebagai dasar pembentukan krativitas.

    Belajar pada hakikatnya adalah kegiatan bertanya dan menjawab

    pertanyaan. Bertanya bisa dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan

    setiap idividu, sedangakan menjawab pertanyaan mencerminkan

    kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam pembelajaran melalui CTL,

    guru tidak hanya menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi

    memancing siswa agar dapat menemukan pengetahuannya sendiri. Karena

    itu peran bertanya sangatlah penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan

    guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap

    pengetahuan.

    Asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan

    sesuatu sebagai contoh yang dapat ditirukan oleh siswa. Proses modeling

    tidak terbatas dari guru saja akan tetapi guru juga bisa memanfaatkan siswa

  • 20

    yang dianggap memiliki kemampuan. Modeling merupakan asas yang cukup

    penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat

    terhindar dari pembelajaran yang hanya teoritis-abstrak sehingga

    memungkinkan terjadinya verbalisme.

    Asas refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang sudah

    dipelajari dan dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-

    kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Dalam proses

    pembelajaran yang menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran

    guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau

    mengingat kembali apa yang telah dipelajari sebelumnya. Biarkan secara

    bebas siswa mengartikan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat

    menyimpulkan pengalamannya dalam belajar.

    Asas penilaian nyata (authentic assesment) adalah proses yang

    dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan

    belajar yang telah dilakukan oleh siswa. Penilaian ini diperlukan untuk

    mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah

    pengalaman belajarnya memiliki pengaruh yang positif terhadap

    perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.

    Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses

    pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan

    pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada

    proses belajar bukan kepada hasil belajar.

    Asas konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil

    pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama

    itu dapat dilakukan dalam berbagai betuk baik dalam kelompok belajar seta

    formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar

    dapat diperoleh dari sharing dengan orang lain, antar teman, antar

    kelompok; yang sudah tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang

    pernah memiliki pengalaman membagi pengalamannya pada orang lain.

    Inilah hakikat dari masyarakat belajar, masyarakat yang saling membagi.

  • 21

    Dalam kelas CTL, penerapan asa masyarakat belajar dapat dilakukan

    dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi

    dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen baik dilihat

    dari keampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan

    minatnya.

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa CTL menekankan

    kepada proses keterlibatan langsung siswa untuk menemukan materi, artinya

    proses belajar di orientasikan pada proses pengalaman secara langsung.

    Proses belajar dalam konteks ini tidak mengharapkan agar siswa hanya

    menerima pelajaran saja, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri

    materi pembelajaran. CTL mendorong agar siswa dapat menemukan

    hubungan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi kehidupan nyata,

    artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman

    belajarnya di sekolah dengan kehidupan nyata.

    Melihat penerapan dan ciri-ciri pembelajaran dengan menerapkan

    pendekatan CTL tentu terlintas dalam pikiran kita bahwa pendekatan CTL

    merupakan integrasi dari berbagai model-model pembelajaran. Banyak

    model dan strategi pengajaran yang berasosiasi dengan pendekatan CTL

    diantaranya adalah: 1) Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

    Learning), 2) Pembelajaran Proyek atau Tugas, 3) Pembelajaran Kooperatif

    (Cooperative Learning), 4) Pembelajaran Berbasis Inkuiri (Inquiry), 5)

    Pembelajaran Nyata (Authention Instructional), 6) Pembelajaran Jasa

    Layanan (Service Learning) dan 7) Pembelajaran Berbasis Kerja (Life Skill

    Education).

    Dari ketujuh model pembelajaran tersebut model pembelajaran

    kooperatif yang patut untuk diperhatikan. Model pembelajaran kooperatif

    mengajak siswa untuk belajar dalam kelompok. Hal ini tentu dapat

    membantu mempermudah siswa dalam belajar khususnya pada

    pembelajaran IPA. Dengan belajar kelompok pemahaman siswa tentang IPA

    akan lebih luas karena adanya proses diskusi dan kerja sama dari anggota

    kelompok yang heterogen.

  • 22

    2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif

    Model-model pembelajaran disusun berdasarkan berbagai prinsip atau

    teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan

    prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem

    atau teori-teori lain yang mendukung. Joyce & Weil berpendapat bahwa model

    pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk

    membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang

    bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang

    lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh

    memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuab

    pendidikannya (Rusman, 2013: 132).

    Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu

    bentuk model pembelajaran. Cooperative learning merupakan strategi belajar

    dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat

    kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap

    siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu

    untuk memahami materi pelajaran. Dalam cooperative learning, belajar

    dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum

    menguasai bahan pelajaran (Isjoni, 2013: 11).

    Menurut Roger Johnson, belajar dengan sistem berkelompok yang

    terdiri dari tiga atau lebih anggota pada hakikatnya dapat memberikan daya

    dan manfaat tersendiri. Dalam penelitian Slavin tentang tugas kerja sama dan

    struktur reward terhadap peningkatkan hasil belajar. Slavin

    merekomendasikan peningkatan keasatuan kelompok, tingkah laku kerja

    sama dan relasi antar kelompok perlu diperhatikan dalam pembelajaran

    kooperatif.

    Salah satu asumsi yang mendasari pengembangan pembelajaran

    kooperatif adalah bahwa sinergi yang muncul melalui kerja sama akan

    meningkatkan motivasi yang jauh lebih besat daripada melalui lingkungan

    kompetitif individual. Kelompok-kelompok sosial integratif memiliki

    pengaruh yang lebih besar daripada kelompok yang dibentuk secara

  • 23

    berpasangan. Perasaan saling keterhubungan dapat menghasilkan energi yang

    positif (Huda, 2014: 111).

    Slavin mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan

    model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-

    kelompok kecil secara kolaboratif dengan anggota 4-6 orang menggunakan

    struktur kelompok heterogen. Adapun pendapat pembelajaran kooperatif

    menurut Sunal dan Hans yaitu suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi

    yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar

    bekerja sama selama proses pembelajaran. Sedangkan Stahl menyatakan

    pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan sikap tolong-menolong dalam

    perilaku sosial (Isjoni, 2013: 12).

    Isjoni (2013: 13) sendiri mengungkapkan bahwa belajar dengan model

    pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani

    mengungkapkan pendapatnya, menghargai pendapat teman dan saling

    memberikan pendapat (sharing ideas). Cooperative learning sangat baik

    untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong-

    menolong mengatasi tugas yang dihadapinya. Model ini tidak hanya unggul

    dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat

    berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama dan

    membantu teman. Dalam model pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif

    dalam proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap

    kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa

    untuk meningkatkan prestasi belajarnya.

    Anita Lie (2010: 31) mengungkapkan bahwa ada lima unsur dalam

    model pembelajaran kooperatif. Adapun unsur-unsur tersebut adalah: 1)

    Saling ketergantungan positif, 2) Tanggung jawab perseorangan, 3) Tatap

    muka, 4) Komunikasi antara anggota dan 5) Komunikasi antara anggota.

    Pada unsur pertama yaitu saling ketergantungan yang positif berkaitan

    dengan cara menciptakan kelompok kerja yang efektif. Pengajar perlu

    membuat tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok

    termotivasi untuk menyelesaikan tugasnya sendiri agar bisa mencapai tujuan

  • 24

    mereka. Untuk penilaian dalam pembelajaran kooperatif juga dilakukan

    dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai

    kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari “sumbangan” dari setiap anggota.

    Supaya tetap adil maka setiap anggota menyumbangkan poin di atas nilai

    rata-rata mereka.

    Unsur selanjutnya yaitu tanggung jawab perseorangan. Tanggung

    jawab perseorangan merupakan akibat langsung dari unsur pertama. Dalam

    tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran

    kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggungjawab untuk melakukan

    yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan

    guru dalam penyusunan tugasnya.

    Unsur ketiga yaitu tatap muka. Dalam model pembelajaran kooperatif

    setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu dan berdiskusi.

    Kegiatan interaksi ini akan memberikan kesempatan siswa untuk membentuk

    sinergi yang menguntungkan semua anggota. Dengan demikian siswa dapat

    menyatukan berbagai pemikirannya sehingga hasilnya akan lebih kaya karena

    merupakan hasil pemikiran bersama.

    Inti dari sinergi adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan

    kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok

    pada dasarnya mempunyai latar belakang pengalaman keluarga dan sosial-

    ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi

    faktor utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok.

    Sinergi tidak bisa didapat begitu saja, tetapi merupakan proses kelompok

    yang cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk

    menerima satu sama lain dan saling mengenal dalam kegiatan tatap muka dan

    interaksi pribadi.

    Unsur keempat yaitu komunikasi antara anggota. Dalam unsur ini

    menghendaki adanya pembekalan berbagai keterampilan berkomunikasi

    untuk para pembelajar. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok,

    pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi yang baik. Kita tahu

    bahwa tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara.

  • 25

    Keberhasilan suatu kelompok bergantung kesediaan para anggotanya untuk

    saling mendengarkan dan kemampuan untuk mengutarakan pendapat mereka.

    Ada kalanya para pembelajar perlu diberi tahu secara rinci mengenai cara-

    cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah

    pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut. Maka

    dari itu keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini membutuhkan

    proses yang panjang. Pembelajar sendiri tidak bisa diharapkan langsung

    menjadi komunikator yang andal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini

    merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk

    memperkaya pengalaman belajar. Pembinaan ini juga berpengaruh pada

    perkembangan mental dan emosional para siswa.

    Unsur terakhir yaitu evaluasi proses kelompok. Dalam unsur ini,

    pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk

    mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar

    selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih baik dan efektif. Waktu evaluasi

    ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi diadakan

    selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam

    kegiatan pembelajaran kooperatif.

    Kelima unsur model pembelajaran kooperatif ini tentu mempengaruhi

    sintak pembelajaran. Agus Suprijono (2013: 65) mengungkapkan bahwa

    sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase :

    FASE-FASE PERILAKU GURU

    Fase 1 : Present goals and set

    Menyampaikan tujuan dan

    mempersiapkan peserta didik

    Menjelaskan tujuan pembelajaran dan

    mempersiapkan peserta didik siap belajar

    Fase 2 : Present information

    Menyajikan informasi

    Mempresentasikan informasi kepada

    peserta didik secara verbal

    Fase 3 : Organize students into learning

    teams

    Mengorganisir peserta didik ke dalam

    tim-tim belajar

    Memberikan penjelasan kepada peserta

    didik tetang tata cara pembentukan tim

    belajar dan membantu kelompok

    melakukan transisi efisien

  • 26

    Fase 4 : Assist team work and study

    Membantu kerja tim dan belajar

    Membantu tim-tim belajar selama peserta

    didik mengerjakan tugasnya

    Fase 5 : Test on the materials

    Mengevaluasi

    Menguji pengetahuan peserta didik

    mengenai berbagai materi pembelajaran

    atau kelompok - kelompok

    mempresentasikan hasil kerjanya

    Fase 6 : Provide recognition

    Memberikan pengakuan atau

    penghargaan

    Mempersiapkan cara untuk mengakui

    usaha dan prestasi individu maupun

    kelompok.

    Namun seperti halnya model pembelajaran yang lain, model

    pembelajaran kooperatif juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Sanjaya

    (2006: 247) mengungkapkan kelebihan model pembelajaran sebagai berikut:

    1) Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat

    menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi

    dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain; 2) Siswa dapat

    mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan

    membandingkannya dengan ide-ide orang lain; 3) Dapat membantu siswa

    untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya

    serta menerima segala perbedaan; 4) Dapat membantu memperdayakan setiap

    siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar; 4) Membantu

    meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk

    mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan

    yang lain, mengembangkan keterampilan mengatur waktu dan sikap positif

    terhadap sekolah.

    Sanjaya juga mengungkapkan kelemahan dari model pembelajaran

    kooperatif sebagai berikut: 1) Siswa yang dianggap memiliki kelebihan akan

    merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan.

    Akibatnya, keadaan tersebut dapat menggangu iklim kerja sama kelompok;

    2) Ciri utama model pembelajaran kooperatif adalah siswa saling

    membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka

    dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar

  • 27

    yang tidak optimal sehingga apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami

    tidak pernah dicapai oleh siswa; 3) Keberhasilan model pembelajaran

    kooperaatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok

    memerlukan periode waktu yang cukup panjang; 4) Dalam model

    pembelajaran kooperatif selain memerlukan kerja sama juga memerlukan rasa

    percaya diri. Untuk mencapai kedua hal itu memang bukam pekerjaan yang

    mudah.

    Berikut ini tipe model pembelajaran kooperatif, yaitu:, model pair and

    share, model examples non examples, model picture and picture, model

    STAD, dan model make a match.

    Dari beberapa model tersebut model make a match dipilih sebagai

    model yang digunakan dalam penelitian. Model make a match memiliki

    potensi untuk meningkatkan pemahaman siswa melalui permainan

    mencocokkan soal dan jawaban. Pembelajaran pun akan berjalan menarik dan

    menyenangkan.

    2.2 Metode Pembelajaran Mind Mapping

    Metode pembelajaran cara yang digunakan guru dalam mengadakan

    hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran (Sudjana,2016:

    76). Sedangkan menurut M. Sobri Sutikno (2009: 88), metode pembelajaran

    adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik

    agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya mencapai

    tujuan. Motede pembelajaran memiliki banyak macamnya, salah satunya yaitu

    metode pembelajaran mind mapping.

    2.2.1 Pengertian Mind Mapping

    Mind mapping (peta pikiran) ini diilhami dari teori belajar asimilasi

    kognitif (supsumption) milik David P. Ausubel yang mengatakan bahwa

    belajar bermakna (meaningful learning) terjadi dengan mudah apabila

    konsep-konsep baru dimasukkan ke dalam konsep-konsep yang lebih inklusif

    (Munthe, 2009: 17). Dengan kata lain suatu proses pembelajaran dapat

  • 28

    dikatakan bermakna apabila siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang ia

    miliki sebelumnya dengan pengetahuan baru yang ia dapatkan.

    Mind mapping ini dikembangkan pada tahun 1970-an oleh Tony

    Buzan dan didasarkan pada riset tentang bagaimana cara kerja otak yang

    sebenarnya. Mind mapping merupakan sistem penyimpanan, penarikan data

    dan akses yang luar biasa dalam perpustakaan raksasa, yang sebenarnya ada

    dalam otak yang menakajubkan (Buzan, 2012: 12). Menurut Buzan (2004:

    164), metode pembelajaran mind mapping dapat mempermudah untuk

    senang hati masuk ke dunia pengetahuan dengan mendorong otak belajar

    lebih banyak lagi dan membuat seseorang menjadi rajin belajar.

    Selain itu Nasution (2008: 109) mengemukakan bahwa mind mapping

    memancing seorang siswa untuk menunjukkan bagaimana dia membuat

    tafsiran. Entah itu dengan mengelompokkan fakta-fakta, mencari perbedaan

    dan hubungan, atau mencari kesimpulan. Dengan gaya belajar menggunakan

    mind mapping ini siswa akan mengetahui cara belajar yang lebih efektif,

    efisien dan menyenangkan.

    Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa mind

    mapping adalah metode belajar yang membantu siswa menyusun

    pengetahuan yang diterimanya secara ringkas, padat dan jelas dalam

    membuat tafsiran baik berupa pengkategorian fakta-fakta, mancari hubungan

    dan perbedaan, dan mencari kesimpulan dengan menggunakan garis, simbol,

    gambar dan warna yang variatif yang dapat merangsang otak sehingga lebih

    mudah dipelajari, dibaca dan diingat oleh siswa.

    2.2.2 Elemen-elemen Mind Map

    Tony Buzan (2012: 15-16) mengemukakan bahwa setiap mind map

    memiliki elemen-elemen sebagai berikut: 1) Pusat mind map, 2) Cabang

    utama, 3) Cabang, 4) Kata, 5) Gambar dan 6) Warna.

    Elemen pertama, pusat mind map merupakan ide gagasan utama.

    Pusat peta pikiran diibaratkan sebagai sebuah judul dalam sebuah buku. Pusat

    peta pikiran dapat ditulis dalam bentuk teks maupun gambar. Pengguna

  • 29

    gambar dan warna tentunya akan membuat mind map lebih menyenangkan

    dan enak dilihat.

    Elemen kedua, cabang utama adalah tingkat pertama yang langsung

    keluar dari pusat mind map. Cabang ini memiliki sebutan Basic Ordering

    Ideas (BOI) atau disebut pula dengan main branch. Cabang utama ini bisa

    berupa bab-bab pada suatu materi, atau dapat pula berupa suatu topik-topik

    yang akan dibahas. Sedangkan dalam brainstroming cabang utama ini dapat

    dimulai dengan pertanyaan seperti “mengapa”, “apa”, “bagaimana” dan

    sebagianya. Cabang-cabang tersebut digambarkan dengan warna dan beragam

    corak sehingga terlihat menarik. Hal ini tentu akan menimbulkan keasyikan

    tersendiri bagi pembuat dan yang melihatnya.

    Elemen ketiga, cabang yaitu garis yang keluar dari cabang utama.

    Cabang ini bisa ditulis ke segala arah. Garis cabang yang dibuat diusahakan

    bukan hanya sekedar garis horisontal, tetapi melengkung. Hal ini karena

    cabang horisontal akan terasa membosankan dibandingkan dengan cabang

    melengkung yang lebih menarik. Cabang ini tidak memiliki batasan atau level

    secara sepesifik. Panjang biasanya disesuaikan dengan kata kunci atau

    gambar yang ditulis. Dalam pewarnaan sebaiknya menggunakan warna yang

    sama dengan warna cabang utama.

    Elemen keempat yaitu kata. Setiap cabang-cabang dalam mind map

    diberi kata kunci tunggal (keyword). Kata kunci tunggal memberi banyak

    daya dan fleksibilitas dalam mind map. Kata tunggal akan terasa lebih bebas

    oleh karenanya lebih bisa memicu ide dan pemikiran yang baru. Kata kunci

    biasanya ditulis di atas cabang dengan ukuran yang disesuaikan.

    Elemen kelima adalah gambar. Gambar yang dibuat adalah gambar

    berdasarkan kreativitas kita sendiri dan tentunya berhubungan dengan

    gagasan dalam mind map, tidak ada aturan baku tentang penggunaan gambar.

    Penggunaan gambar dalam mind map sangat berarti karena dalam setiap

    gambar memiliki makna yang setara dengan seribu kata. Gambar juga

    membantu kita untuk berimajinasi.

  • 30

    Elemen keenam adalah warna. Penggunaan warna-warna yang

    menarik dalam mind map akan membuatnya lebih hidup. Dengan mind map

    yang lebih hidup maka akan menambah energi pada pemikiran kreatif dan

    menyenangkan. Hal ini akan membuat kita semakin tertarik untuk

    memandanginya.

    2.1 Gambar Mind Map

    2.2.3 Cara membuat mind map

    Mind map secara garis besar memiliki keunikan tersendiri yaitu

    berupa pemetaan ide atau gagasan-gagasan yang saling berkaitan, dengan

    topik utama di tengah dan subtopik serta perincian topik tersebut sebagai

    cabang-cabangnya. Berikut adalah cara untuk membuat mind map menurut

    DePorter (2003: 156): 1) Tulis atau ketiklah dengan rapi menggunakan huruf-

    huruf KAPITAL; 2) Tuliskanlah gagasan-gagasan penting dengan huruf-

    huruf yang lebih besar sehingga akan terlihat lebih menonjol begitu

    membukanya kembali; 3) Gambarlah mind map dengan hal-hal yang

    berhubungan denganmu. Seperti menggambar jam yang berarti bahwa benda

    ini memiliki tenggang waktu yang penting. Sebagian orang biasanya

    menggunkan anak panah untuk menunjukkan tindakan-tindakan yang harus

    mereka lakukan; 4) Garis bawahi kata – kata dan gunakanlah huruf yang

    tebal; 5) Bersikaplah kreatif dan berani dalam mendesain mind map karena

  • 31

    otak kita lebih mudah mengingat hal yang tidak biasa; 6) Gunakan bentuk-

    bentuk yang acak untuk menunjukkan berbagai macam hal.

    Sedangkan Hobri (2009: 79-80) mengungkapkan langkah – langkah

    untuk membuat mind map sebagai berikut: 1) Hal pertama yang dilakukan

    adalah menulis gagasan utama di tengah-tengah kertas dan melingkupinya

    dengan lingkaran, persegi, atau bentuk lain. Misalnya, peta pikiran dilingkupi

    dengan gambar bola lampu; 2) Kedua, tambahkan sebuah cabang yang keluar

    dari pusatnya untuk setiap poin atau gagasan utama. Jumlah cabang-cabang

    akan bervariasi dan tergantung pada jumlah gagasan atau segmen.

    Gunakanlah warna yang berbeda untuk setiap cabang; 3) Ketiga, tuliskan kata

    kunci atau frase pada tiap-tiap cabang yang dikembangkan. Kata kunci

    merupakan kata – kata yang menyampaikan inti sebuah gagasan dan memicu

    ingatan. Jika menggunakan singkatan, pastikan singkatan itu kita kenal

    sehingga memudahkan dalam mengingatnya selama berhari-hari bahkan

    berminggu-minggu; 4) Terakhir, tambahkanlah simbol-simbol dan ilustrasi-

    ilustrasi untuk mendapatkan ingatan yang lebih baik.

    2.2.4 Karakteristik Metode Pembelajaran Mind Mapping

    Kreativitas merupakan segala potensi yang terdapat dalam setiap diri

    individu yang meliputi ide-ide atau gagasan-gagasan yang dapat dipadukan

    dan dikembangkan, sehingga bisa menciptakan suatu produk yang baru dan

    bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Kreativitas muncul karena adanya

    motivasi yang kuat dari diri individu. Produk dari kreativitas dapat dihasilkan

    melalui serangkaian tahapan yang memerlukan waktu relatif yang lama.

    Secara efektif, individu kreatif memiliki ciri rasa ingin tahu yang besar,

    tertarik terhadap tugas-tugas majemuk yang dirasakan sebagai sebuah

    tantangan, berani mengambil resiko untuk membuat kesalahan, mempunyai

    rasa humor, ingin mencari pengalaman-pengalaman baru.

    Mind mapping dapat menghubungkan ide-ide baru dan unik dengan

    ide-ide yang sudah ada, sehingga timbulah tindakan spesifik yang dilakukan

    oleh siswa. Dengan penggunaan warna dan simbol yang menarik akan

    menciptakan suatu hasil pemetaan pikiran yang baru dan berbeda. Pemetaan

  • 32

    pikiran merupakan salah satu produk kreatif yang dihasilkan oleh siswa

    dalam kegiatan belajarnya.

    Sistem limbik pada otak manusia memiliki peranan penting dalam

    penyimpanan dan pengaturan informasi dari memori jangka pendek menjadi

    memori jangka panjang secara tepat. Dalam proses belajar, siswa

    menginginkan materi pelajaran yang diterima menjadi memori jangka

    panjang, sehingga ketika materi tersebut diperlukan kembali siswa dapat

    mengingatnya dengan lebih mudah. Belahan neocortex juga berperanan

    penting dalam penguatan memori. Belahan otak bagian kiri yang berkaitan

    dengan kata-kata, angka, logika, urutan, dan rincian. Belahan otak bagian

    kanan berkaitan dengan warna, gambar, imajinasi, dan ruang atau disebut

    sebagai aktivitas kreatif. Jika kedua belahan neocortex ini dipadukan secara

    bersamaan maka informasi yang diterima dapat bertahan menjadi memori

    jangka panjang. Mind mapping merupakan teknik mencatat yang dapat

    memadukan kedua belahan otak. Sebagai contoh, catatan materi pelajaran

    siswa dapat dituangkan melalui gambar, simbol dan warna. Mind mapping

    mewujudkan harapan siswa dalam hal memori jangka panjang. Materi

    pelajaran yang disajikan dalam bentuk peta pikiran akan mempermudah

    sistem limbik memproses informasi dan memasukkannya menjadi memori

    jangka panjang.

    Keuntungan lain penggunaan catatan dalam bentuk mind

    mapping adalah membiasakan siswa untuk melatih aktivitas kreatifnya

    sehingga siswa dapat menciptakan suatu produk kreatif yang dapat

    bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Hal lain yang berkaitan dengan

    sistim limbik adalah peranannya sebagai pengatur emosi seperti marah,

    senang, lapar, haus dan sebagainya. Emosi diperlukan dalam menciptakan

    motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang tinggi dapat menambah

    kepercayaan diri siswa, sehingga siswa tidak akan lagi ragu dan malu serta

    mau mengembangkan potensi-potensi yang terdapat dalam dirinya terutama

    potensi yang berhubungan dengan kreativitas. Pemetaan pikiran adalah salah

  • 33

    satu produk kreatif bentuk sederhana yang bisa dikembangkan. Dengan

    teknik mencatat pemetaan pikiran kreativitas siswa akan meningkat.

    Menurut Yovan, aplikasi peta pikiran dapat meningkatkan kreativitas

    individu maupun dalam kelompok. Hal ini disebabkan karena peta pikiran

    memungkinkan penggunaan unsur-unsur kreativitas seperti gambar, bentuk,

    warna, dan lainnya. Unsur-unsur tersebut membentuk representasi mental.

    Selain itu, peta pikiran juga menghubungkan berbagai sudut pandang yang

    berbeda dari individu dan kelompok (Mahmuddin, 2009: 2-3).

    2.2.5 Langkah-langkah Metode Mind Mapping

    Tony Buzan membagi metode belajar mind mapping ke dalam dua

    bagian persiapan dan aplikasi. Pada bagian persiapan menekankan pada

    pemahaman terhadap materi pembelajaran. Pada bagian aplikasi menekankan

    pada pembuatan mind mapping berdasaarkan materi pembelajaran (2004:

    138).

    Berikut ini adalah langkah-langkah metode pembelajaran mind

    mapping yang diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran: 1) Siswa

    membaca kembali sekilas materi yang diajarkan oleh guru pada awal kegiatan

    pembelajaran; 2) Melakukan kegiatan tanya jawab materi pelajaran secara

    garis besar; 3) Kemudian siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (4-5

    orang setiap kelompok); 4) Setiap kelompok menganalisis materi dan

    berdiskusi membuat untuk mind map; 5) Langkah awal, masing-masing siswa

    menulis dan menggambar ide utama berupa simbol, gambar dan tulisan di

    bagian tengah kertas; 6) Langkah berikutnya, siswa menghubungkan cabang-

    cabang utama ke gambar pusat dengan satu kata kunci untuk setiap garisnya;

    7) Kemudian siswa menghubungkan cabang-cabang tingkat dua ke tingkat

    satu (sub-cabang), cabang-cabang tingkat tiga ke tingkat dua (sub-sub

    cabang), dan seterusnya. Setiap cabang dihubungkan dengan garis hubung

    yang melengkung dan warna-warna yang menarik; 8) Setelah pekerjaannya

    selesai, setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka

    untuk mendapat tanggapan, masukan dari kelompok lain dan guru; 9) Guru

  • 34

    dan siswa menyamakan persepsi dari hasil presentasi dan diskusi semua

    kelompok; 10) Guru mereview kembali materi dan kegiatan pembelajaran

    secara garis besar; dan 11) Terakhir, siswa diberikan penguatan dan motivasi

    agar lebih kreatif dalam membuat mind map pada materi pembelajaran di

    pertemuan selanjutnya.

    2.2.6 Analisis Komponen Metode Pembelajaran Mind Mapping

    Dalam analisis komponen ini akan dipaparkan komponen metode

    pembelajaran mind mapping. Dalam analisis komponen mengkaji tentang

    komponen sintaks atau struktur metode pembelajaran, komponen prinsip

    reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial atau situasi kelas pada saat

    model berlangsung, daya dukung yang terdiri dari bahan dan alat yang

    diperlukan untuk melaksanakan metode, serta dampak instruksional yaitu

    hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak

    pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar (Joyce, Weil dan

    Calhoun, 2009: 104-106). Berikut akan dijabarkan komponen-komponen dari

    metode pembelajaran mind mapping:

    1. Sintagmatik

    Sintagmatik atau struktur metode pembelajaran merupakan urutan

    langkah pengajaran yang menunjuk pada fase-fase atau tahap-tahap yang

    dilaksanakan oleh seorang guru ketika memakai model pembelajaran tertentu.

    Metode pembelajaran mind mapping memiliki sintak sebagai berikut: 1)

    Informasi kompetensi, 2) Sajian permasalahan terbuka, 3) Pembagian

    kelompok, 4) Menanggapi dan membuat berbagai alternatif jawaban, 5)

    Presentasi hasil diskusi kelompok, 6) Membuat kesimpulan, 7) Evaluasi dan

    8) Refleksi.

    Pada tahap pertama yaitu informasi kompetensi, guru menjelaskan

    tujuan pembelajaran dan menginstruksikan metode pembelajaran yang

    dipakai. Guru mulai menjelaskan tentang perubahan lingkungan fisik

    terhadap daratan. Melalui penjelasan dari guru, siswa diharapkan memahami

    materi tentang pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan. Tahap

    kedua, siswa diberi waktu sebentar untuk membaca materi yang telah

  • 35

    diajarkan. Guru mengajak siswa bertanya jawab. Tahap ketiga, guru membagi

    siswa ke dalam kelompok dan memberikan tugas untuk membuat mind

    mapping berdasarkan materi yang telah diajarkan. Pada tahap keempat, di

    dalam kelompok siswa diberi waktu untuk berdiskusi dan membuat sebuah

    mind mapping. Dalam pembuatan siswa diarahkan untuk membuat ide utama

    yang berupa simbol, gambar dan tulisan. Setelah ide utama siswa membuat

    cabang utama dan kemudian dilanjutkan membuat cabang pertama, kedua dan

    seterusnya.

    Tahap kelima, setiap kelompok diminta untuk maju ke depan

    mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Sementara itu guru dan kelompok

    lain memberikan tanggapan. Tahap keenam, setelah semua kelompok telah

    melakukan presentasi maka guru dan siswa menyamakan persepsi dari

    presentasi dan hasil diskusi setiap kelompok. Pada tahap ketujuh yaitu

    evaluasi, guru mereview materi dan hasil pembelajaran secara garis besar.

    Pada tahap refleksi, guru memberikan penguatan agar siswa termotivasi untuk

    dapat membuat mind map lebih bagus.

    2. Prinsip reaksi

    Peran guru dalam metode pembelajaran mind mapping adalah sebagai

    seorang fasilitator. Dalam pembelajaran mind mapping ini siswa diajak untuk

    mengkontruksi pengetahuannya dengan membuat peta pikiran secara kreatif.

    Guru hanya sekedar mengarahkan pembuatan mind mapping.

    Selain itu peran guru adalah sebagai evaluator yaitu guru memberikan

    evaluasi dan menyamakan persepsi terhadap hasil evaluasi semua kelompok.

    Dengan begitu maka siswa mendapatkan pengetahuan yang utuh.

    Peran guru selanjutnya yaitu sebagai motivator. Guru memberikan

    semangat kepada siswa untuk dapat membuat mind map yang lebih bagus dan

    kreatif.

    3. Sistem sosial

    Sistem sosial merupakan pola-pola hubungan yang terbentuk antara

    guru dan siswa ketika proses pembelajaran terjadi. Sistem sosial yang dapat

    terbentuk melalui metode pembelajaran mind mapping adalah adanya

  • 36

    kedisiplinan yang dapat dilihat sewaktu guru menerangkan dan siswa

    memperhatikan. Selanjutnya adanya keadilan dan keberanian, ketika tanya

    jawab guru adil menunjuk siswa yang pertama ingin menjawab, sementara itu

    siswa yang telah ditunjuk berani untuk menjawab. Ketika diskusi terjalin pula

    kerja sama dan saling menghargai antar siswa. Siswa saling berpendapat

    untuk memecahkan masalah dan menuangkan tanggapannya dalam bentuk

    mind map. Pada saat presentasi kelompok terjalin pula rasa saling menghargai

    menerima tanggapan dari kelompok lain dan dari guru.

    4. Daya dukung

    Daya dukung yaitu seperangkat bahan, alat dan sarana-sarana lain

    yang diperlukan agar proses pembelajaran berjalan dengan optimal. Sistem

    pendukung dalam metode mind mapping ini adalah materi pengaruh

    perubahan lingkungan fisik terhadap daratan, gambar-gambar bentuk

    pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan, kertas, pensil, pensil

    warna dan penghapus.

    5. Dampak instruksional dan dampak pengiring

    Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai

    langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan.

    Secara khusus dampak instruksional yang terdapat dalam pembelajaran IPA

    dengan materi pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan melalui

    metode pembelajaran mind mapping adalah kemampuan menyebutkan

    peristiwa perubahan daratan, kemampuan menjelaskan perubahan daratan

    dan penyebabnya serta kemampuan menjelaskan pengaruh perubahan

    lingkungan fisik terhadap daratan.

    Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh

    suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang

    dialami langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari pengajar.

    Dampak pengiring yang secara khusus akan didapatkan siswa dalam

    pembelajaran IPA dengan materi pengaruh perubahan lingkungan fisik

    terhadap daratan melalui metode mind mapping adalah disiplin, adil, berani,

    kerja sama, menghargai, kreatif, percaya diri dan berpikir kritis. Dampak

  • 37

    pengiring hanya mungkin terbentuk jika kesempatan untuk

    mencapai/menghayati berbagai kemampuan tersebut memang benar-benar

    disediakan secara memadai.

    Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam metode mind

    mapping digambarkan dalam bagan berikut.

    Gambar 2.2 bagan dampak instruksional dan dampak pengiring metode mind

    mapping

    Metode

    Pembelajaran

    Mind Mapping

    Kemampuan

    menyebutkan peristiwa

    perubahan daratan

    Kemampuan

    menjelaskan perubahan

    daratan dan penyebabnya Kerja sama

    Menghargai

    Percaya Diri

    Berpikir Kritis

    Kemampuan

    menjelaskan pengaruh

    perubahan lingkungan

    fisik terhadap daratan

    Disiplin

    Adil

    Berani

    Kreatif

    Keterangan Dampak Instruksional

    Dampak Pengiring

  • 38

    2.3 Model Pembelajaran Make a Match

    2.3.1 Pengertian Model Make a Match

    Model pembelajaran make a match adalah sistem pembelajaran yang

    mengutamakan penanaman kemampuan sosial terutama kemampuan

    berinteraksi, kemampuan bekerja sama disamping kemampuan berpikir cepat

    melalui permainan mencari pasangan dengan bantuan kartu (Wahab, 2009:

    59).

    Model make a match atau mencari pasangan adalah salah satu

    alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan model ini dimulai

    dari siswa disuruh mencari pasangan kartu yang berupa jawaban/soal sebelum

    batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Model

    pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna

    Curran. Salah satu keunggulannya adalah siswa mencari pasangan sambil

    belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana belajar yang

    menyenangkan (Huda, 2014: 135).

    Suyatno (2009: 72) mengemukakan bahwa model make a match

    adalah model pembelajaran di mana guru menyiapkan kartu yang berisi soal

    atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari

    pasangan kartunya. Model pembelajaran make a match sejatinya merupakan

    bagian dari pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif

    didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa

    manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial (Lie, 2010: 27). Model make a

    match melatih siswa untuk memiliki sikap sosial yang baik dan melatih

    kemampuannya dalam bekerja sama disamping itu melatih kecepatan berpikir

    siswa.

    2.3.2 Karakteristik Model Pembelajaran Make a Match

    Model pembelajaran make a match merupakan salah satu model

    pembelajaran yang berorientasi pada permainan. Menurut Suyatno (2009 :

    102) adapun beberapa prinsip-prinsip model make a match antara lain: 1)

  • 39

    Anak belajar melalui panca indera, 4) Anak belajar melalui berbuat, 5) Anak

    belajar melalui bahasa, 5) Anak belajar melalui bergerak.

    Tujuan dari pembelajaran dengan model make a match adalah untuk

    melatih peserta didik agar lebih cermat dan kuat pemahamannya terhadap

    suatu materi pokok (Fachrudin, 2009: 168). Siswa dilatih berpikir cepat,

    menghafal cepat sambil menganalisis dan berinteraksi sosial.

    Dalam mengembangkan dan melaksanakan model make a match,

    menurut Suyatno (2009: 42) guru sebaiknya mengembangkan hubungan baik

    dengan siswa dengan cara: 1) Memperlakukan siswa sebagai manusia yang

    sederajat; 2) Mengetahui apa yang disukai siswa, cara pikir mereka dan

    perasaan mereka; 3) Bayangkan apa yang akan mereka katakan mengenai diri

    mereka sendiri dan guru; 4) Ketahuilah hambatan-hambatan yang dimiliki

    siswa; 5) Bertuturlah dengan jujur dan halus; 6) Bersenang-senanglah

    bersama siswa.

    Model pembelajaran make a match merupakan model yang

    menciptakan hubungan baik antara guru dan siswa. Guru mengajak siswa

    bersenang-senang dalam permainan. Kesenangan tersebut juga dapat

    mengenai materi dan siswa dapat belajar secara langsung maupun tidak

    langsung.

    2.3.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Make a Match

    Berikut adalah langkah-langkah model pembelajaran make a match

    menurut Miftahul Huda (2014: 252-253), yaitu: 1) Guru menyampaikan

    materi atau memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi di rumah;

    2) Siswa dibagi ke dalam dua kelompok, misalnya kelompok A dan

    kelompok B; 3) Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan

    kartu jawaban kepada kelompok B; 4) Guru menyampaikan kepada siswa

    bahwa mereka harus mencari/mencocokkan kartu yang dipegang dengan

    kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum

    waktu yang ia berikan kepada mereka; 5) Guru meminta semua anggota

    kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah

  • 40

    menemukan oasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan

    diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan;

    6) Jika waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah habis.

    Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri;

    7) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi sedangka yang lain

    memberikan tanggapan; 8) Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang

    kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang

    memberikan presentasi; 9) Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu

    seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.

    2.3.4 Kelebihan Model Pembelajaran Make a Match

    Kelebihan dari model make a match adalah sebagai berikut: 1) Dapat

    meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik; 2)

    Metode ini menyenangkan karena ada unsur permainan; 3) Meningkatkan

    pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari; 4) Dapat meningkatkan

    motivasi belajar siswa; 5) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa

    untuk tampil presentasi; 6) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai

    waktu untuk belajar (Huda, 2014: 253).

    2.3.5 Kekurangan Model Pembelajaran Make a Match

    Kelemahan media make a match antara lain: 1) Jika strategi ini tidak

    dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang; 2) Pada awal-

    awal penerapan model, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan

    lawan jenisnya; 3) Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan

    banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan; 4)

    Guru harus hati-hati dan bijaksana saat member hukuman pada siswa yang

    tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu; 5) Menggunakan model

    ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan (Huda, 2014: 253).

    2.3.6 Analisis Komponen Model Pembelajaran Make a Match

    Dalam analisis komponen ini akan dipaparkan komponen model

    pembelajaran make a match. Dalam analisis komponen mengkaji tentang

  • 41

    komponen sintaks atau struktur model pembelajaran, komponen prinsip reaksi

    atau peran guru, komponen sistem sosial atau situasi kelas pada saat model

    berlangsung, daya dukung yang terdiri dari bahan dan alat yang diperlukan

    untuk melaksanakan model, serta dampak instruksional yaitu hasil belajar

    siswa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring

    sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar (Joyce, Weil dan Calhoun,

    2009: 104-106). Berikut akan dijabarkan komponen-komponen dari model

    pembelajaran make a match:

    1. Sintagmatik

    Sintagmatik atau struktur model pembelajaran merupakan urutan

    langkah pengajaran yang menunjuk pada fase-fase atau tahap-tahap yang

    dilaksanakan oleh seorang guru ketika memakai model pembelajaran tertentu.

    Model pembelajaran make a match memiliki sintak sebagai berikut: 1)

    Penyampaian materi, 2) Pembagian kelompok, 3) Pembagian kartu soal dan

    jawaban, 4) Penyampaian dalam mencocokkan kartu yang dipegang, 5)

    Mencari pasangan, 6) Laporan hasil kerja dan 7) Konfirmasi.

    Pada tahap pertama yaitu penyampaian materi, guru menerangkan

    materi yang akan dipelajari. Setelah itu guru menjelaskan materi tentang

    pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan. Pada tahap kedua,

    guru membagi siswa ke dalam dua kelompok. Misalnya kelompok A dan

    kelompok B. Pada tahap ketiga, guru membagi kartu soal dan jawaban. Kartu

    soal untuk kelompok A sedangkan kartu jawaban pada kelompok B. Pada

    tahap keempat, guru menyampaikan instruksi agar siswa mencocokkan kartu

    yang dipegang dengan milik kelompok lain. Siswa yang mendapatkan kartu

    soal harus mencari siswa yang memegang kartu jawaban begitu pula

    sebaliknya. Guru hanya memberi batasan waktu. Dengan batasan waktu ini

    siswa diharapkan dapat fokus dan tidak malah bermain-main dalam

    mencocokkan kartu. Tahap kelima yaitu mencari pasangan, pada tahap ini

    instruksi dari guru dijalankan. Siswa yang mendapatkan kartu soal mencari

    siswa yang memegang kartu jawaban begitu pula sebaliknya. Dengan

  • 42

    kegiatan mencari pasangan ini diharapkan siswa dapat memahami dan

    mengingat lebih baik materi yang telah disampaikan.

    Pada tahap keenam, guru meminta siswa yang telah mendapatkan

    pasangan antara soal dan jawaban untuk maju ke depan melaporkan hasil

    kerjanya. Dalam kegiatan ini diharapkan siswa dapat melatih rasa percaya

    dirinya dihadapan teman-teman yang lain. Pada tahap ketujuh, guru

    memberikan konfirmasi tentang kebenaran soal dan jawaban yang telah

    dilaporkan siswa. Setelah itu siswa disuruh menempelkan soal dan jawaban

    pada karton yang telah ditempel di papan tulis. Hal ini dimaksudkan agar

    siswa tahu kebenaran antara soal dan jawaban.

    2. Prinsip reaksi

    Prinsip reaksi merupakan gambaran pola kegiatan bagaimana guru

    memperlakukan dan memberikan respon kepada siswa di dalam kegiatan

    pembelajaran. Peran guru dalam model pembelajaran make a match adalah

    sebagai seorang fasilitator. Guru sebagai fasilitator berperan mengarahkan

    dan menentukan batasan waktu dalam kegiatan mencari pasangan. Guru juga

    mengawasi aktivitas siswa dalam mencari pasangan sehingga pekerjaannya

    dapat terselasaikan.

    Selain itu peran guru adalah sebagai evaluator yaitu guru memastikan

    kebenaran antara soal dan jawaban yang telah dilaporkan siswa. Dengan

    begitu siswa bisa mendapatkan pengetahuan yang utuh.

    3. Sistem sosial

    Sistem sosial merupakan pola-pola hubungan yang terbentuk antara

    guru dan siswa ketika proses pembelajaran terjadi. Sistem sosial yang dapat

    terbentuk melalui model pembelajaran make a match adalah adanya

    kedisiplinan ketika siswa mendengarkan penjelasan dari guru.

    4. Daya dukung

    Daya dukung yaitu seperangkat bahan, alat dan sarana-sarana lain

    yang diperlukan agar proses pembelajaran berjalan dengan optimal. Sistem

    pendukung dalam model make a match ini adalah materi pengaruh perubahan

    lingkungan fisik terhadap daratan, kartu soal dan jawaban serta kertas karton.

  • 43

    5. Dampak instruksional dan dampak pengiring

    Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai

    langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan.

    Secara khusus dampak instruksional yang terdapat dalam pembelajaran IPA

    dengan materi pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan melalui

    model pembelajaran make a match adalah kemampuan menyebutkan

    peristiwa perubahan daratan, kemampuan menjelaskan perubahan daratan

    dan penyebabnya serta kemampuan menjelaskan pengaruh perubahan

    lingkungan fisik terhadap daratan.

    Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh

    suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang

    dialami langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari pengajar.

    Dampak pengiring yang secara khusus akan didapatkan siswa dalam

    pembelajaran IPA dengan materi pengaruh perubahan lingkungan fisik

    melalui model make a match adalah disiplin, komunikatif, teliti, mandiri,

    tanggung jawab, percaya diri dan berpikir kritis. Dampak pengiring hanya

    mungkin terbentuk jika kesempatan untuk mencapai/menghayati berbagai

    kemampuan tersebut memang benar-benar disediakan secara memadai.

    Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam model make a

    match digambarkan dalam bagan berikut.

  • 44

    Gambar 2.3 bagan dampak instruksional dan dampak pengiring model

    Make a match

    2.4 Penerapan metode pembelajaran mind mapping dalam pembelajaran IPA

    SD

    Kegiatan Guru Tahapan

    Pelaksanaan Kegiatan Siswa

    1. Guru menyampaikan

    tujuan pembelajaran.

    2. Guru menginstruksikan

    metode pembelajaran

    yang dipakai.

    3. Guru mulai menjelaskan

    tentang pengaruh

    perubahan lingkungan

    fisik terhadap daratan.

    1. Informasi

    kompetensi

    1. Siswa mendengarkan

    penjelasan dari guru.

    2. Siswa mendengarkan

    instruksi dari guru.

    3. Saat guru menjelaskan

    materi tentang pengaruh

    perubahan lingkungsn

    fisik terhadap daratan.

    siswa memperhatikan

    dan fokus

    mendengarkan

    Model

    Pembelajaran

    Make a match

    Kemampuan

    menjelaskan perubahan

    daratan dan penyebabnya

    Mandiri

    Tanggung

    jawab

    Percaya Diri

    Berpikir Kritis

    Kemampuan

    menjelaskan pengaruh

    perubahan lingkungan

    fisik terhadap daratan

    Kemampuan

    menyebutkan peristiwa

    perubahan daratan

    Disiplin

    Teliti

    Komunikatif

    Keterangan Dampak Instruksional

    Dampak Pengiring

  • 45

    4. Setelah guru selesai

    menjelaskan guru

    memberi waktu siswa

    untuk membaca materi

    yang telah diajarkan.

    5. Guru mengajak siswa

    tanya jawab.

    6. Guru membagi siswa ke

    dalam kelompok dan

    memberikan tugas untuk

    membuat mind mapping

    berdasarkan materi yang

    telah diajarkan.

    7. Guru memberi batasan

    waktu dan mengarahkan

    siswa dalam membuat

    mind mapping.

    8. Guru meminta setiap

    kelompok untuk maju

    mempresentasikan hasil

    diskusinya.

    2. Sajian

    permasalahan

    terbuka

    3. Pembagian

    kelompok

    4. Menanggapi dan

    membuat alternatif

    jawaban

    5. Presentasi hasil

    diskusi kelompok

    penjelasan dari guru

    4. Setelah mendengar

    penjelasan dari guru,

    siswa kembali membaca

    materi yang telah

    diajarkan guru.

    5. Pada kegiatan tanya

    jawab siswa

    mendengarkan

    pertanyaan dari guru

    dan mengacungkan

    tangan serta berani

    menjawab setelah

    ditunjuk guru.

    6. Setelah kegiatan tanya

    jawab siswa berkumpul

    dengan kelompoknya

    sesuai dengan

    kelompok yang

    ditentukan oleh guru.

    7. Di dalam kelompok

    siswa berdiskusi dan

    membuat mind map

    8. Pembuatan mind map

    dimulai dari membuat

    ide utama berupa

    gambar, simbol dan

    tulisan.

    9. Dilanjutkan dengan

    menarik ide utama ke

    cabang utama kemudian

    cabang pertama, kedua

    dan seterusnya.

    10. Setelah mind map jadi

    siswa maju ke depan

    mempresentasikan mind

    mapnya.

    11. Siswa yang maju

    mendengarkan

    tanggapan dari guru dan

    teman lain.

    12. Setelah semua

    kelompok telah maju

    presentasi, siswa

  • 46

    9. Setelah semua kelompok

    telah melakukan

    presentasi maka guru dan

    siswa menyamakan

    persepsi dari presentasi

    dan hasil diskusi setiap

    kelompok.

    10. Guru mereview materi

    dan hasil pembelajaran

    secara garis besar.

    11. Guru memberikan

    penguatan agar siswa

    termotivasi untuk dapat

    membuat mind map lebih

    bagus.

    6. Membuat

    kesimpulan

    7. Evaluasi

    8. Refleksi

    kembali ke tempat

    duduk masing-masing.

    13. Siswa dan guru

    menyamakan presepsi

    dari hasil diskusi dan

    presentasi

    14. Selanjutnya siswa

    mendengarkan review

    dari guru tentang

    pembelajaran secara

    garis besar

    15. Terakhir siswa

    mendengarkan nasihat

    dan motivasi dari guru.

    2.5 Penerapan Model Pembelajaran make a match dalam pembelajaran IPA

    SD

    Kegiatan Guru Tahapan

    Pelaksanaan Kegiatan Siswa

    1. Guru

    menerangkan

    materi yang akan

    dipelajari.

    2. Guru menjelaskan

    materi tentang

    pengaruh

    perubahan

    lingkungan fisik

    terhadap daratan.

    3. Guru membagi

    siswa ke dalam

    dua kelompok.

    Misalnya

    kelompok A dan

    kelompok B.

    4. Guru

    membagikan

    1. Penyampaian materi

    2. Pembagian kelompok

    1. Siswa mendengarkan

    penjelasan dari guru

    tentang materi yang

    akan diajarkan.

    2. Siswa tenang

    mendengarkan

    penyampaian materi dari

    guru tentang pngaruh

    perubahan fisik terhadap

    daratan.

    3. Siswa memperhatikan

    pembagian kelompok.

    4. Siswa yang menjadi

    kelompok A

  • 47

    kartu soal dan

    jawaban.

    5. Guru

    menyampaikan

    instruksi agar

    siswa

    mencocokkan

    kartu yang

    dipegang dengan

    milik kelompok

    lain.

    6. Guru memberi

    batasan waktu dan

    mengawasi siswa

    dalam mencari

    pasangan.

    7. Guru meminta

    siswa yang telah

    mendapatkan

    pasangan antara

    soal dan jawaban

    untuk maju ke

    depan melaporkan

    hasil kerjanya.

    8. Guru memberikan

    konfirmasi

    tentang kebenaran

    soal dan jawaban

    yang telah

    dilaporkan siswa.

    9. Guru meminta

    siswa untuk

    menempelkan

    jawaban dan soal

    pada karton di

    papan tulis agar

    siswa lain tahu

    kebenaran

    antarasoal dan

    3. Pembagian kartu soal

    dan jawaban

    4. Penyampaian dalam

    mencocokkan kartu

    yang dipegang

    5. Mencari pasangan

    6. Laporan hasil kerja

    7. Konfirmasi

    mendapatkan kartu soal

    dari guru sedangkan

    siswa yang menjadi

    kelompok B

    mendapatkan kartu

    jawaban.

    5. Siswa memperhatikan

    instruksi dari guru.

    6. Siswa yang

    mendapatkan kartu soal

    harus mencari siswa

    yang memegang kartu

    jawaban begitu pula

    sebaliknya.

    7. Siswa yang telah

    mendapatkan pasangan

    antara kartu soal dan

    jawaban maju ke depan

    untuk melaporkan hasil

    kerjanya.

    8. Siswa memperhatikan

    konfirmasi dari guru

    tentang kebenaran

    pasangan soal dan

    jawaban.

    9. Siswa menempelkan

    pasangan soal dan

    jawaban pada karton.

  • 48

    jawaban.

    Prosedur pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan metode

    pembelajaran mind mapping dan model pembelajaran make a match materi

    pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan yang merupakan rancangan

    ini, akan berhasil jika dilaksanakan secara konsisten dalam pembelajaran di kelas.

    Mekanisme yang dapat digunakan untuk memastikan bahwa dalam pembelajaran

    prosedur tersebut benar-benar dilaksanakan adalah dengan pengamatan terhadap

    aktivitas atau kegiatan guru dan siswa. Berikut adalah hal-hal yang perlu diamati

    dalam pembelajaran menggunakan metode mind mapping: a) Pada tahap

    informasi kompetensi; 1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, siswa

    mendengarkan penjelasan dari guru; 2) Guru menginstruksikan model

    pembelajaran yang dipakai, siswa mendengarkan instruksi dari guru; 3) Guru

    mulai menjelaskan tentang pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan,

    siswa memperhatikan dan fokus mendengarkan penjelasan dari guru; b) Pada

    tahap sajian permasalahan terbuka; 4) Guru memberi waktu siswa untuk membaca

    materi yang telah diajarkan, siswa kembali membaca materi yang telah diajarkan

    guru; 5) Guru mengajak siswa tanya jawab, siswa mendengarkan pertanyaan dari

    guru dan mengacungkan tangan serta berani menjawab setelah ditunjuk guru; c)

    Pada tahap kelompok; 6) Guru membagi siswa ke dalam kelompok dan

    memberikan tugas untuk membuat mind mapping berdasarkan materi yang telah

    diajarkan, siswa berkumpul dengan kelompoknya sesuai dengan kelompok yang

    ditentukan oleh guru; d) Pada tahap menanggapi dan membuat alternatif jawaban;

    7) Guru memberi batasan waktu dan mengarahkan siswa dalam membuat mind

    mapping, Di dalam kelompok siswa berdiskusi dan membuat mind map.

    Pembuatan mind map dimulai dari membuat ide utama berupa gambar, simbol dan

    tulisan. Dilanjutkan dengan menarik ide utama ke cabang utama kemudian cabang

    pertama, kedua dan seterusnya; e) Pada tahap presentasi diskusi kelompok; 8)

    Guru meminta setiap kelompok untuk maju mempresentasikan hasil diskusinya,

    siswa maju ke depan mempresentasikan mind mapnya. Siswa yang maju

  • 49

    mendengarkan tanggapan dari guru dan teman lain. Setelah semua kelompok telah

    maju presentasi, siswa kembali ke tempat duduk masing-masing; f) Pada tahap

    membuat kesimpulan; 9) Guru dan siswa menyamakan persepsi dari presentasi

    dan hasil diskusi setiap kelompok; g) Pada tahap evaluasi; 10) Guru mereview

    materi dan hasil pembelajaran secara garis besar, siswa mendengarkan revew dari

    guru; h) Pada tahap refleksi; 11) Guru memberikan penguatan agar siswa

    termotivasi untuk dapat membuat mind map lebih bagus, siswa mendengarkan

    nasihat dan motivasi dari guru.

    Selanjutnya adalah hal-hal yang perlu diamati dalam pembelajaran

    menggunakan model make a match yaitu: a) Pada tahap penyampaian materi; 1)

    Guru menerangkan materi yang akan dipelajari, siswa mendengarkan penjelasan

    dari guru tentang materi yang akan diajarkan; 2) Guru menjelaskan materi tentang

    pengaruh perubahan lingkungan fisik, siswa tenang mendengarkan penyampaian

    materi dari guru tentang pngaruh perubahan fisik terhadap daratan; b) Pada tahap

    pembagian kelompok; 3) Guru membagi siswa ke dalam dua kelompok. Misalnya

    kelompok A dan kelompok B, siswa memperhatikan pembagian kelompok; c)

    Pada tahap pembagian kartu soal dan jawaban; 4) Guru membagikan kartu soal

    dan jawaban, siswa yang menjadi kelompok A mendapatkan kartu soal dari guru

    sedangkan siswa yang menjadi kelompok B mendapatkan kartu jawaban; d) Pada

    tahap penyampaian dalam mencocokkan kartu yang dipegang; 5) Guru

    menyampaikan instruksi agar siswa mencocokkan kartu yang dipegang dengan

    milik kelompok lain, siswa memperhatikan instruksi dari guru; e) Pada tahap

    mencari pasangan; 6) Guru memberi batasan waktu dan mengawasi siswa dalam

    mencari pasangan; siswa yang mendapatkan kartu soal harus mencari siswa yang

    memegang kartu jawaban begitu pula sebaliknya; f) Pada tahap laporan hasil

    kerja; 7) Guru meminta siswa yang telah mendapatkan pasangan antara soal dan

    jawaban untuk maju ke depan melaporkan hasil kerjanya, siswa yang telah

    mendapatkan pasangan antara kartu soal dan jawaban maju ke depan untuk

    melaporkan hasil kerjanya; g) Pada tahap konfirmasi; 8) Guru memberikan

    konfirmasi tentang kebenaran soal dan jawaban yang telah dilaporkan siswa,

    sementara siswa memperhatikan konfirmasi dari guru tentang kebenaran pasangan

  • 50

    soal dan jawaban; 9) Guru meminta siswa untuk menempelkan jawaban dan soal

    pada karton di papan tulis agar siswa lain tahu kebenaran antarasoal dan jawaban,

    Siswa menempelkan pasangan soal dan jawaban pada karton.

    2.6 Hasil Belajar

    2.6.1 Pengertian Hasil Belajar

    Daryanto (2010: 2) mendeskripsikan belajar sebagai suatu proses

    usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

    laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

    dalam interaksinya dengan lingkungan.

    Sementara Djamarah (2008: 13) mengartikan belajar adalah

    serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

    laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan

    lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

    Slameto (2010: 2) mengemukakan belajar merupakan suatu proses

    perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya

    dalam memenuhi kebutuhan hidup.

    Menurut Fathurrohman dan Sutikno (2010: 6) belajar merupakan

    perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas

    tertentu.

    Syah (2010: 90) mengemukakan belajar adalah tahapan perubahan

    seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman

    dan interaksinya dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

    Menurut Uno (2011: 15) belajar yaitu proses perubahan perilaku

    seseorang setelah mempelajari suatu objek (pengetahuan, sikap, atau

    keterampilan) tertentu.

    Yamin (2007: 168) mengartikan belajar sebagai perubahan perilaku

    seseorang melalui latihan dan pengalaman, seseorang belajar tidak ditentukan

    oleh kekuatan-kekuatan yang datang dari dalam dirinya atau oleh stimulus-

    stimulus yang datang dari lingkungan, akan tetapi merupakan interaksi

  • 51

    timbal-balik dari determinan-determinan individu dan determinan-determinan

    lingkungannya.

    Menurut Hamalik (2011: 27) belajar merupakan suatu proses, suatu

    kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Sedangkan, Purwanto (2011: 38)

    berpendapat belajar adalah proses dalam diri individu yang berinteraksi

    dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilaku.

    Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan belajar

    adalah suatu proses perubahan dalam diri individu sebagai hasil interaksi

    dengan lingkungan sekitar. Setelah mengetahui pengertian belajar selanjutnya

    akan dibahas tentang pengertian hasil belajar oleh para ahli.

    Pendapat pertama dari Purwanto (2011: 46) yang mengemukakan

    hasil belajar adalah perubahan perilaku peserta didik akibat belajar.

    Perubahan perilaku disebabkan karena tercapainya penguasaan atas sejumlah

    bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut lagi ia

    mengatakan bahwa hasil belajar bisa berupa perubahan dalam aspek kognitif,

    afektif dan psikomotorik.

    Sudjana (2016: 3) mengartikan hasil belajar adalah perubahan tingkah

    laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki

    oleh siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.

    Sementara Hamalik (2003: 155) mengemukakan hasil belajar adalah

    sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat

    diamati dan diukur dalam bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan.

    Perubahan tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan

    pengembangan lebih baik dari sebelumnya, dari yang tidak tahu menjadi tahu.

    Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan

    bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku pada diri seseorang akibat dari

    tindak belajar yang mencakup aspek kognitif, aspek afektif, serta aspek

    psikomotorik.

  • 52

    2.6.2 Pengukuran Hasil Belajar IPA

    Menurut Endang Purwanti (2008: 4) pengukuran dapat diartikan

    sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka

    pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan

    selalu berupa angka.

    Menurut Sutrisno Hadi (2004: 63) pengukuran dapat diartikan sebagai

    suatu tindakan untuk mengidentifikasikan besar kecilnya gejala. Hasil

    pengukuran dapat berupa angka atau uraian tentang kenyataan yang

    menggambarkan derajat kualitas, kuantitas dan eksistensi keadaan yang

    diukur. Dalam kegiatan belajar mengajar, pengukuran dimaksudkan untuk

    mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah melakukan

    proses belajar. Dengan kata lain pengukuran dalam kegiatan belajar mengajar

    dimaksudkan untuk menilai hasil belajar siswa setelah melakukan proses

    belajar mengajar.

    Penilaian hasil belajar (Sudjana, 2016: 3) adalah proses pemberian

    nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu.

    Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar

    siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku.

    Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup

    ranah kognitif, afektif dan psikomotoris.

    Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri

    dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,

    analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat

    rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

    Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek

    yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan

    internalisasi.

    Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

    kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yaitu gerakan

    refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan

  • 53

    atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan

    interpretatif.

    Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara

    ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru

    di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai

    isi bahan pengajaran.

    Dalam penelitian ini, penulis juga bermaksud untuk melakukan

    penelitian pada ranah kognitif mata pelajaran IPA. Ranah kognitif yang

    diambil sebagai bahan penelitian yaitu hasil belajar pengetahuan. Hasil

    belajar pengetahuan termasuk tingkat kognitif yang paling rendah. Namun

    tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya.

    2.7 Hasil Penelitian yang Relevan

    Terdapat beberapa temuan hasil penelitian terdahulu yang

    menunjukkan bahwa penggunaan metode mind mapping dan model make a

    match dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berikut akan dipaparkan

    temuan hasil penelitian terdahulu:

    Berdasarkan penelitian menggunakan metode pembelajaran mind

    mapping yang dilakukan oleh Ni Putu Stya Prahita, I Nyoman Jampel, I Gde

    Wawan Sudatha pada hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD tahun pelajaran

    2013/2014 di Desa Yahembang Gugus IV Diponegoro Kecamatan Mendoyo.

    Dalam penelitian ini kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran mind

    mapping hasil belajarnya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa

    yang mengikuti pembelajaran secara konvensional. Ini menjadi bukti bahwa

    metode pembelajaran mind mapping dapat meningkatkan hasil belajar.

    Adanya perbedaan yang signifikan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa

    penerapan menggunakan metode mind mapping berpengaruh positif terhadap

    hasil belajar IPA siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

    Berikutnya penelitian mind mapping yang dilaksanakan oleh Anisa

    Fatmawati tentang perbandingan metode mind mapping dan index card

    match. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kuantitatif dengan

  • 54

    subjek penelitian siswa kelas 4C dan 4D SD IT Nur Hidayah Surakarta.

    Berdasarkan hasil uji t diperoleh data taraf signifikansi 5% diperoleh thitung

    >ttabel yaitu 2,0722 > 1,994 dengan nilai rata-rata hasil belajar IPA kelas 4C

    lebih besar dibandingkan nilai rata-rata kelas 4D yaitu 85,1 > 82,5.

    Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) ada perbedaan hasil belajar IPA

    dalam penggunaan metode mind mapping dengan index card match pada

    kelas 4 SDIT Nur Hidayah. (2) Metode pembelajaran mind mapping lebih

    baik dibandingkan dengan index card match terhadap hasil belajar IPA siswa

    kelas IV.

    Selanjutnya, penelitian tentang mind mapping yang dilakukan oleh

    Rizkia Hilmi Utami tentang aktivitas dan hasil belajar siswa kelas 4 SD.

    Subjek penelitian adalah siswa kelas 4 SD Negeri 01 dan 03 Majalangu. Dari

    hasil penelitian data diuji menggunakan uji Udiperoleh nilai Asymp.

    Sig/Asymptotic significance sebesar 0,045 atau

  • 55

    belajar IPA yang signifikan antara peserta didik yang belajar menggunakan

    mind mapping dengan yang menggunakan pembelajaran konvensional.

    Selanjutnya ada penelitian tentang metode mind mapping dari Maria

    Magdalena dan Asri Budiningsih. Subjek penelitian yaitu siswa kelas VIIA

    dan VIIB SMP Santa Maria Fatima Jakarta Timur. Kelas VII A terdiri dari 40

    siswa sebagai kelas eksperimen sedangkan kelas VII B yang terdiri dari 38

    siswa sebagai kelas kontrol. Dalam penelitian ini didapatan kesimpulan

    bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep antara siswa yang

    melaksanakan pembelajaran dengan metode mind mapping dengan siswa

    yang menggunakan metode ceramah dan presentasi.

    Penelitian berikutnya tentang metode mind mapping dilakukan oleh

    Chusnul Nurroeni, penelitian ini dilakukan pada siswa kelas 5 A dan kelas 5

    B SDN Debong Kidul Kota Tegal sebanyak 78 siswa. Kelas 5 A berjumlah

    38 siswa sebagai kelompok eksperimen dan kelas 5 B sebanyak 40 siswa

    sebagai kelompok kontrol. Kelas eksperimen diberikan pembelajaran IPA

    menggunakan metode mind mapping sementara kelas kontrol diberikan

    pembelajaran IPA menggunakan pembelajaran konvensional. Dari hasil

    penelitian didapatkan data bahwa H0 diterima, ini artinya tidak ada perbedaan

    signifikan hasil belajar IPA menggunakan metode mind mapping dan

    pembelajaran konvensional.

    Hasil penelitian Chusnul Nurroeni bertentangan dengan hasil

    penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian Chusnul Nurroeni

    ditarik kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar IPA yang

    signifikan menggunakan metode mind mapping sedangkan dari hasil

    penelitian yang dilakuakan peneliti terdapat pengaruh hasil belajar IPA

    menggunakan metode mind mapping.

    Setelah dipaparkan hasil penelitian sebelumnya tentang metode mind

    mapping selanjutnya akan dipapatkan penelitian yang mendukung model

    make a match. Penelitian model make a match yang pertama akan dibahas

    adalah penelitian oleh Isnaeni Budi Rahayu dkk tentang peningkatan hasil

    belajar IPA siswa kelas 5 SDN 3 Waluyo dengan materi bumi dan alam

  • 56

    semesta. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data yang menyatakan

    peningkatan pada setiap siklus. Peningkatan tersebut sudah mencapai

    indikator kinerja yaitu > 85%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

    penggunaan model make a match dapat meningkatkan pembelajaran IPA

    siswa kelas 5 SDN 3 Waluyo.

    Hasil penelitian model make a match berikutnya dari Ibadullah

    Malawi dan Juwarti tentang hasil belajar IPA pada kelas 5 SDN 01 Manisrejo

    Madiun. Sampel penelitian adalah siswa kelas V A dan V B SDN Manisrejo

    Madiun. Kelas A sebagai kelas ekperimen dan kelas B sebagai kelas kontrol.

    Kelas eksperimen dalam pembelajaran menggunakan model make a match

    sementara kelas kontrol dalam pembelajaran menggunakan model

    konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) siswa yang diberi

    pembelajaran model cooperative learning type make a-match lebih baik dari

    siswa yang diberi pembelajaran model konvensional; 2) jika dilihat dari

    model pembelajaran yang digunakan ini, maka hasil belajar siswa yang diajar

    dengan kedua pembelajaran tersebut menunjukkan bahwa siswa yang diberi

    model pembelajaran make a-match lebih tertarik dan mereka merasa gembira.

    Karena dalam pembelajaran ini, siswa tidak hanya belajar saja akan tetapi

    siswa belajar sambil bermain dan ini lebih membuat siswa aktif dalam

    belajar. Sehingga akan menghasilkan nilai yang lebih baik dari siswa yang

    diberi pembelajaran konvensional, sedangkan siswa yang diberi pembelajaran

    konvensional cenderung pasif dan ini akan mengakibatkan hasil nilai yang

    rendah.

    Penelitian model make a match selanjutnya dari Maulidiyah tentang

    hasil belajar siswa IPA dengan materi adaptasi makhluk hidup. Subjek

    penelitian yaitu siswa kelas 5 MI Raudlatul Jannah yang berjumlah 56 siswa

    yang kemudian dibagi dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

    Teknik analisi data dalam penelitian ini menggunakan uji t. Berdasarkan hasil

    uji t diperoleh hasil thitung = 2,12 dan ttabel = 1,706 dengan taraf signifikan

    5 % yang berarti thitung > ttabel (2,12 < 1,706 ), Maka Ho ditolak dan Ha

  • 57

    diterima. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh hasil

    belajar menggunakan model make a match.

    Penelitian tentang model make a match selanjutnya dari Suatri pada

    mata Pelajaran IPA di SDN 12 Nan Sabaris. Pada penelitian ini didapatkna

    hasil bahwa model pembelajaraan make a match dapat meningkatkan hasil

    belajar. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya peningkatan ketuntasan belajar

    siswa pada setiap siklus, yaitu 64,00% pada siklus I dan 83,50% pada siklus

    II.

    Berikutnya penelitian tentang make a match oleh Nunung Nurgayati.

    Dalam penelitian ini membandingkan antara model make a match dan think

    pair share materi organisasi kehidupan mata pelajaran IPA. Subjek penelitian

    adalah siswa kelas VII-5 dan kelas VII-6 MTs Negeri Leuwimunding yang

    berjumlah masing-masing 30 siswa. Berdasarkan analisis data menggunakan

    uji t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,021, karena nilai signifikansi lebih

    kecil dari 0,05 maka terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar

    mebggunakan think pair share dan make a match. Hal ini berarti model make

    a match dan think pair share baik digunakan untuk meningkatkan hasil belajar

    siswa dalam pembelajaran IPA.

    Selanjutnya penelitian tentang model make a match oleh Ni Made

    Suandayani Ari Putri, Ni Wayan Suniasih, I Wayan Wiarta pada mata

    pelajaran IPA siswa kela 4 SD. Penelitian ini merupakan penelitian

    eksperimen semu. Sampel penelitian terdiri dari 78 siswa yang dibagi ke

    dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen

    dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran make a match

    sementara kelas kontrol dalam pembelajaran menggunakan model

    pembelajaran konvensional. Setelah dilakukan uji t diperoleh hasil bahwa H0

    ditolak dan Ha diterima ini artinya bahwa terjadi perbedaan signifikan hasil

    belajar IPA menggunakan model make a match dengan hasil belajar IPA

    menggunakan model konvensional. Den