13
7 Universitas Kristen Petra 2. LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.2.1 Teori Agensi Jensen & Meckling (1976) menyatakan, teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan mengenai hubungan antara pemegang saham selaku pemilik atau principal dan pihak manajemen selaku agent. Pemegang saham selaku pemilik atau principal merupakan pihak yang mempekerjakan manajer atau agent. Dalam mempekerjakannya, principal tentu akan mendelegasikan sejumlah otoritas seperti otoritas untuk membuat keputusan kepada agent. Sedangkan agent merupakan pihak yang bertindak sebagai pembuat keputusan di dalam perusahaan demi menambah kesejahteraan dari principal (Bamberg & Spremann, 1987). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kouba & Jarboui (2017) pihak principal merupakan otoritas pajak yang selalu mengawasi setiap perusahaan yang ada, sedangkan pihak manajemen berperan sebagai agent. Pihak Manajemen selalu diharapkan untuk membuat dan menjalankan kebijakan sesuai dengan principal, yang dalam penelitian ini adalah pihak otoritas pajak (Abdullah & Valentine, 2009). Namun pada kenyataannya, manajer tidak selalu membuat keputusan yang sejalan dengan kepentingan otoritas pajak (Padilla, 2002). Pihak manajer akan selalu berusaha meminimalisasikan pengeluaran pajak, yang berbanding terbalik dengan otoritas pajak yang selalu berusaha untuk meningkatkan pengeluaran pajak dari suatu perusahaan. Hal ini akan membuat manajer memberikan informasi yang tidak sesuai dengan ekspetasi otoritas pajak. Perbedaan informasi yang diterima antara principal dengan agent menjadi salah satu penyebab timbulnya moral hazard. Moral hazard adalah upaya memaksimalkan kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan pihak lain. Dalam hal ini manajer sebagai pihak yang menjalankan kegiatan operasional perusahaan dan pengambil keputusan memiliki informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingkan dengan otoritas pajak. Perbedaan informasi yang dimiliki oleh manajer dengan otoritas pajak tersebut lebih dikenal dengan istilah asimetri informasi. Asimetri informasi tersebut berpotensi memunculkan biaya-biaya yang ditanggung oleh kedua pihak, biaya tersebut

2. LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.2.1 Teori Agensi · 2.2.1 Teori Agensi Jensen & Meckling (1976) menyatakan, teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan mengenai hubungan

  • Upload
    others

  • View
    21

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7 Universitas Kristen Petra

    2. LANDASAN TEORI

    2.1 Landasan Teori

    2.2.1 Teori Agensi

    Jensen & Meckling (1976) menyatakan, teori keagenan merupakan teori

    yang menjelaskan mengenai hubungan antara pemegang saham selaku pemilik atau

    principal dan pihak manajemen selaku agent. Pemegang saham selaku pemilik atau

    principal merupakan pihak yang mempekerjakan manajer atau agent. Dalam

    mempekerjakannya, principal tentu akan mendelegasikan sejumlah otoritas seperti

    otoritas untuk membuat keputusan kepada agent. Sedangkan agent merupakan

    pihak yang bertindak sebagai pembuat keputusan di dalam perusahaan demi

    menambah kesejahteraan dari principal (Bamberg & Spremann, 1987).

    Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kouba & Jarboui (2017) pihak

    principal merupakan otoritas pajak yang selalu mengawasi setiap perusahaan yang

    ada, sedangkan pihak manajemen berperan sebagai agent. Pihak Manajemen selalu

    diharapkan untuk membuat dan menjalankan kebijakan sesuai dengan principal,

    yang dalam penelitian ini adalah pihak otoritas pajak (Abdullah & Valentine, 2009).

    Namun pada kenyataannya, manajer tidak selalu membuat keputusan yang sejalan

    dengan kepentingan otoritas pajak (Padilla, 2002). Pihak manajer akan selalu

    berusaha meminimalisasikan pengeluaran pajak, yang berbanding terbalik dengan

    otoritas pajak yang selalu berusaha untuk meningkatkan pengeluaran pajak dari

    suatu perusahaan. Hal ini akan membuat manajer memberikan informasi yang tidak

    sesuai dengan ekspetasi otoritas pajak.

    Perbedaan informasi yang diterima antara principal dengan agent menjadi

    salah satu penyebab timbulnya moral hazard. Moral hazard adalah upaya

    memaksimalkan kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan pihak

    lain. Dalam hal ini manajer sebagai pihak yang menjalankan kegiatan operasional

    perusahaan dan pengambil keputusan memiliki informasi yang lebih lengkap

    mengenai kondisi perusahaan dibandingkan dengan otoritas pajak. Perbedaan

    informasi yang dimiliki oleh manajer dengan otoritas pajak tersebut lebih dikenal

    dengan istilah asimetri informasi. Asimetri informasi tersebut berpotensi

    memunculkan biaya-biaya yang ditanggung oleh kedua pihak, biaya tersebut

    petra.ac.idhttp://dewey.petra.ac.id/dgt_directory.php?display=classificationhttp://digilib.petra.ac.id/help.html

  • 8 Universitas Kristen Petra

    dikenal sebagai biaya agensi. Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan bahwa

    biaya agensi merupakan akumulasi dari:

    1. Monitoring Cost

    Biaya yang dikeluarkan oleh principal untuk mengawasi tindakan yang

    dilakukan agent dengan tujuan untuk mengurangi perilaku agent dalam mencari

    keuntungan pribadi.

    2. Bonding Cost

    Biaya yang ditanggung agent sebagai jaminan bahwa mereka tidak akan

    melakukan tindakan yang merugikan principal. Biaya tersebut berupa ganti rugi

    yang dibayarkan manajer apabila terbukti melakukan tindakan yang merugikan

    principal.

    3. The Residual Loss

    Merupakan kerugian berupa uang atau lainnya yang akan mengurangi

    kesejahteraan principal karena adanya perbedaan keputusan yang dimiliki oleh

    principal dengan agent.

    Dalam penelitian ini monitoring cost dikeluarkan oleh otoritas pajak, yaitu

    disaat otoritas pajak menerapkan alat kontrol untuk memastikan reabilitas laporan

    keuangan dan membatasi perilaku peghindaran pajak yang dilakukan oleh manajer

    (Koubaa & Jarboui, 2017). Bonding cost yang dikeluarkan oleh pihak manajer juga

    untuk memastikan kualitas laporan keuangan.

    Penetapan eksternal auditor sebagai “trusted guardian” merupakan hal yang

    sangat penting, khususnya untuk menurunkan agency cost yang dikeluarkan oleh

    principal. Ekternal auditor juga berperan untuk meningkatkan reabilitas dari

    laporan keuangan perusahaan. Eksternal auditor akan berperan untuk

    mengidentifikasi kejanggalan informasi dan mengungkapkannya pada otoritas

    pajak.

    2.2 Kualitas Audit

    Kualitas audit adalah tingkat kemungkinan dimana seorang auditor

    menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam system

    akuntansi yang diaudit oleh auditor tersebut (DeAngelo, 1981). Penelitian

    sebelumnya mengukur kualitas audit berdasarkan kriteria-kriteria yang

    menggambarkan kualitas audit tersebut, seperti ukuran perusahaan audit, biaya

  • 9 Universitas Kristen Petra

    audit, reputasi, spesialisasi dan adjustment audit (Chadegani, 2011). Penelitian ini

    mengadopsi metode yang digunakan oleh Lajmi & Gana (2011), yang kemudian

    dikembangkan oleh Koubaa & Jarboui (2017). Lajmi & Gana (2011)

    menggunakan 4 (empat) pendekatan untuk mengukur kualitas audit dan

    menghitung indeks yang ada, yang dinamakan indeks kualitas audit. Pendekatan

    yang dimaksud adalah big 4, co-statutory auditor, big 4/co-statutory auditor, dan

    biaya audit. Kouba & Jarboui (2017) mengembangkan menjadi 6 pendekatan

    yaitu, ukuran auditor; opini audit; audit lag; spesialisasi audit; audit tenure; dan

    pengalaman. Untuk menggunakan pendekatan tersebut sangatlah mudah, peneliti

    hanya perlu membagi jumlah pendekatan yang terpenuhi dengan seluruh

    pendekatan yang ada.

    2.2.1 Ukuran Auditor

    Ukuran auditor digunakan sebagai pendekatan atas kualitas audit karena

    semakin besar auditor tersebut, maka diharapkan semakin tinggi pula kompetensi

    yang dimiliki auditor tersebut sehingga auditor dapat memberikan kualitas audit

    yang baik (DeAngelo, 1981). Di dunia secara tidak langsung telah ada

    kesepakatan mengenai Big 4, yaitu 4 (empat) kantor audit terbesar di dunia pada

    saat ini. Perusahaan tersebut adalah Deloitte; Pricewaterhouse Coopers; Ernst &

    Young; dan KPMG. Variabel ini mengukur apakah perusahaan tersebut di audit

    oleh Big4 atau tidak.

    Menurut Koubaa & Jarboui (2017) Auditor yang besar juga diperkirakan

    lebih independen dibandingkan auditor yang lebih kecil karena:

    1. Menghadapi resiko yang menyangkut nama baik, sehingga mereka harus

    memberikan kualitas audit yang terbaik

    2. Tidak bergantung pada penghasilan atas 1 (satu) klien, sehingga tidak

    mudah terpengaruh oleh klien.

    3. Semakin besar biaya audit mereka, maka semakin besar resiko mereka

    dituntut jika ada sengketa.

    2.2.2 Opini Auditor

    Opini audit merupakan bagian terpenting dari proses audit, yang

    merangkum segala temuan atas laporan keuangan perusahaan. Jika auditor

    menemukan kesalahan yang material dan tidak sesuai dengan PSAK, maka

  • 10 Universitas Kristen Petra

    auditor harus memberikan opini yang sesuai dengan kesalahan tersebut.

    Kemungkinan auditor akan memberikan modified akan lebih rendah jika

    independensi auditor terganggu (DeAngelo, 1981). Dalam standar profesional

    akuntan publik yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia pendapat auditor

    dibagi ke dalam lima kategori yaitu:

    1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)

    Bukti audit telah terkumpul dengan cukup; ketiga standar umum telah

    terpenuhi (Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang

    mempunyai keahlian dan pelatihan teknis yang memadai sebagai auditor;

    dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam

    sikap mental harus dipertahankan oleh auditor; dalam pelaksanaan audit

    dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran

    professional dengan cermat dan seksama); laporan keuangan lengkap;

    laporan keuangan sesuai dengan PSAK

    2. Pendapat wajar dengan bahasa penjelas (unqualified opinion with language

    disclosure)

    Kurang konsisten dalam menerapkan PSAK; keraguan akan konsep going

    concern; auditor ingin menekankan suatu hal

    3. Pendapat wajar dengan Pengecualian (qualified opinion)

    Terdapat suatu penyimpangan atau kekurangan pada pos tertentu; bukti

    kurang cukup; adanya pembatasan ruang lingkup

    4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)

    Mengandung salah saji yang material; laporan keuangan tidak wajar; tidak

    sesuai dengan PSAK

    5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion)

    Auditor merasa tidak independen; pembatasan ruang lingkup

    2.2.3 Audit Lag

    Variabel ini dapat diartikan sebagai berapa hari yang dibutuhkan untuk

    menyelesaikan audit, dari tahun fiskal berakhir. Audit lag secara tidak langsung

    digunakan untuk mengukur kualitas audit (Knechel & Sharma, 2012). Jangka

    waktu auditor memberikan opini dan laporan keuangan diungkapkan ke publik

    merupakan hal yang penting pada pasar modal.

  • 11 Universitas Kristen Petra

    2.2.4 Spesialisasi Audit

    Krishnan (2003) mempertimbangkan bahwa auditor spesialis sebagai

    pengukuran terhadap kualitas audit. Kemampuan auditor memiliki peran penting

    terhadap peningkatan kualitas audit (Hussein & Hanefah, 2013). Auditor spesialis

    memiliki ekspektasi untuk menghasilkan audit yang berkualitas tinggi. Krishnan

    (2003) juga menemukan bahwa auditor yang memiliki keahlian khusus memiliki

    hubungan dengan manajemen laba yang semakin berkurang. Spesialisasi audit

    merupakan pengukuran yang baik terhadap kualitas audit, karena kedua hal tersebut

    saling berhubungan. (Lowensohn, Johnson, Elder, & Davies, 2007). Untung

    mengukur auditor spesialis, digunakan pengukuran pangsa pasar atau Industry

    Market Share (Krishnan, 2003). Jika hasil dari pengukuran dari pangsa pasar

    melebih 15%, maka dapat dikatakan bahwa auditor tersebut spesialis dalam

    industry tersebut (Krishnan, 2003).

    2.2.5 Audit Tenure

    Audit tenure dapat diartikan jangka waktu penugasan audit. Variabel ini

    melihat apakah terdapat rotasi auditor eksternal setelah tiga tahun. Beberapa

    penelitian terdahulu telah menemukan adanya hubungan antara audit tenure

    dengan kualitas audit. (Chi, Douthett, & Lisic, 2012). Cameran et al. (2016)

    menyatakan bahwa hubungan kerja antara auditor dengan perasahaan yang

    semakin lama, akan membuat independensi dan objektifitas auditor menjadi

    berkurang. Hasil yang ditemukan oleh Myers et al. (2003) menunjukan hasil yang

    berlawanan, hasil tersebut menyatakan rotasi audit akan membuat kualitas audit

    berkurang, karena auditor yang baru tidak memahami informasi yang spesifik

    mengenai klien yang ada.

    Berdasarkan PMK Nomor 17 tahun 2008 pasal 3, bahwa batas maksimal

    KAP memberikan jasa audit pada suatu perusahaan adalah selama 6 (enam) tahun

    buku berturut-turut, sedangkan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3

    (tiga) tahun buku berturut-turut.

    2.2.6 Experience

    Variabel ini mengukur kualitas audit dengan menggunakan pengalaman

    yang dimiliki oleh auditor. Variabel ini mengukur apakah auditor telah menangani

    klien tersebut selama minimal 3 tahun atau tidak. Jika auditor tersebut telah

  • 12 Universitas Kristen Petra

    menangani klien sama dalam jangka waktu yang cukup lama, maka diharapkan

    auditor tersebut telah paham dengan informasi-informasi yang dimiliki oleh klien

    yang ada, sehingga menghasilkan audit yang berkualitas.

    2.3 Penghindaran Pajak

    Penelitian ini menggunakan pengukuran BTDs untuk mengukur

    penghindaran pajak. BTDs mengacu pada perbedaan antara laba sebelum pajak

    dengan pendapatan kena pajak dalam suatu perusahaan. Perbedaan tujuan antara

    akuntansi dan pajak yang menyebabkan berbedanya peraturan antara kedua hal

    tersebut yang menimbulkan BTDs (Beresford, Best, Craig, Weber, & Whinney,

    1983). Graham et al. (2012) menemukan bahwa hal yang mempengaruhi BTDs

    adalah perencanaan pajak, manajemen laba, kondisi bisnis, perubahan peraturan

    akuntansi, perubahan pada Uji penjualan dan Uji properti, pabrik dan peralatan

    pada perusahaan tersebut.

    Menurut Tang & Firth (2011) BTDs dibagi menjadi 2 (dua) yaitu NBTD

    yang bersumber dari perbedaan regulasi antara peraturan akuntansi dengan

    peraturan perpajakan dan ABTDs yang tercipta karena manajer melakukan insentif

    untuk mendistorsi kinerja perusahaan, mereka dapat secara oportunistik

    menggunakan standar akuntansi dan peraturan pajak sesuai kebutuhan mereka

    (Tang & Firth, 2011). Mendistorsi dalam kalimat di atas berarti perusahaan

    melakukan manajemen tertentu pada perusahaan, sehingga perusahaan tidak

    beroperasi dengan seharusnya. Secara oportunistik yang dimaksud adalah

    perusahaan dalam mengaku beban, perusahaan mencatat beban terbesar dari

    beberapa kemungkinan beban yang akan terjadi.

    Penelitian ini menggunakan pendekatan yang dikembangkan oleh Tang &

    Firth (2011), persamaan tersebut memisahkan perbedaan yang disebakan oleh

    regulasi dan meregresi total BTDs terhadap non-discretionary item, yang

    diketahui mempengaruhi NBTDs, tetapi tidak terlalu merefleksikan manipulasi

    pajak ataupun laba. Item tersebut adalah perubahan pada penjualan, gross

    property, pabrik dan peralatan, profitability dan lagged BTDs.

    2.4 Kualitas Laba

    Kualitas laba merupakan variabel yang tidak dapat diteliti secara langsung

    sehingga penelitian ini mengukur kualitas laba, dengan menggunakan pendekatan

  • 13 Universitas Kristen Petra

    C-Score. Penelitian ini lebih memfokukan pengukuran kualitas laba dengan proxy

    konservatisme akuntansi. Menurut Lo (2005) prinsip konservatisme akuntansi

    didefinisikan sebagai akuntansi koservatif yang umunya menyatakan bahwa

    akuntan harus melaporkan informasi akuntansi tertinggi dari beberapa

    kemungkinan Uji kewajiban dan beban, serta yang terendah dari beberapa

    kemungkinan Uji aset dan pendapatan.

    Variabel independen kualitas laba diukur dengan menggunakan C-Score

    dari penelitian Khan dan Watts (2009), yang didasarkan pada pengukuran Basu

    (1997) atas metode asymmetric timeliness. Dengan menambahkan karakteristik

    khusus perusahaan-tahun seperti size, market to book, dan leverage pada regresi

    cross-section Basu (1997), C-Score mampu memperhitungkan antara variasi

    perusahaan dan tahun dalam konservatisme. Terdapat 2 (dua) tahap untuk

    menentukan skor konservatisme tersebut. Pertama kita harus meregresikan rumus

    yang diasarkan pada penelitian Basu (1997) dan dikembangkan oleh Khan dan

    Watts (2009). Kemudian langkah keduanya adalah memasukan hasil regresi

    tersebut pada persamaan C-score. Perusahaan yang mendapatkan Uji C-score

    yang rendah mengindikasikan kualitas laba yang baik, karena C-score

    menunjukan tingkat konservatis yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Dalam

    C-score terdapat tiga indikator, yaitu market-to-book ratio (MTB), leverage

    (LEV), dan ukuran perusahaan (SIZE). MTB menunjukan seberapa besar tingkat

    penggunaan nilai pasar dibandingkan nilai buku pada perusahaan tersebut, jika

    nilai MTB semakin tinggi, maka tingkat konservatisme perusahaan juga semakin

    tinggi. Hal tersebut disebabkan bahwa nilai pasar cenderung memiliki nilai yang

    lebih besar dibandingkan nilai buku, hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk

    peningkatan beban perusahaan. LEV menunjukan sumber modal usaha perusahaan

    tersebut, apakah berasal dari hutang ataupun modal pemegang saham. Jika nilai

    LEV semakin tinggi, berarti perusahaan tersebut memiliki sumber modal yang

    lebih banyak yang berasal dari hutang. Hutang yang ada akan menciptakan bunga,

    yang dapat mempengaruhi laba sebelum pajak perusahaan. SIZE menunjukan nilai

    log natural dari kapitalisasi pasar perusahaan. Perusahaan yang memiliki nilai

    SIZE yang besar, cenderung untuk melakukan tindakan konservatis yang besar

    juga.

  • 14 Universitas Kristen Petra

    2.5 Ukuran Perusahaan

    Ukuran perusahaan adalah suatu perbandingan yang digunakan untuk

    menetukan besar kecilnya suatu perusahaan dengan berbagai metode, seperti: total

    aset, log size, Uji pasar saham, dan lain-lain (Azlina, 2010). Berdasarkan konteks

    terhadap penelitian ini, ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap pemilihan

    ukuran auditor (Defond, 1992). Koubaa & Jarboui (2017) menunjukan hubungan

    positif dan signifikan antara ukuran perusahaan dengan biaya audit. Perusahaan

    yang menyimpan banyak aset, peralatan dan piutang akan membutuhkan audit

    yang lebih komprehensif.

    2.6 Leverage

    Sumber hutang membentuk hubungan antara pemegang saham dengan

    kreditor. Kreditor memerlukan informasi-informasi yang terpercaya atas

    perusahaan yang memerlukan hutang. Auditorlah yang berperan untuk melakukan

    verifikasi atas informasi-informasi yang akan diterbitkan oleh perusahaan

    tersebut. Hay & Davis (2004) mendukung atas pemikiran agensi teori, bahwa

    perusahaan yang memiliki hutang yang besar akan meningkatkan kemungkinan

    akan kebutuhan kualitas audit yang baik.

    2.7 Kinerja Perusahaan

    Kinerja Perusahan dalam penelitian ini diukur menggunakan ROA.

    Perusahaan yang memiliki kinerja yang baik, akan membutuhkan kualitas audit

    yang tidak terlalui tinggi (Skinner & Srinivasan, 2012). Lajmi & Gana (2011) juga

    menemukan hubungan yang signifikan antara kinerja perusahaan dengan kualitas

    audit.

    2.8 Growth Opportunities

    Growth opportunities diukur menggunakan pertumbuhan penjualan.

    Pertumbuhan penjualan memiliki hubungan dengan kualitas laba, yang dalam

    penelitiain ini diukur dengan konservatisme akuntansi. Berdarsarkan Ahmed et al.

    (2002) pertumbuhan penjualan memiliki pengaruh positif terhadap accruals dan

    berhubungan negatif dengan konservatime akuntansi. Pertumbuhan penjualan

    yang meningkat, dapat mempengaruhi kualitas audit pula, karena dapat

    meningkatkan kesalahan dalam pelaporan keuangan.

  • 15 Universitas Kristen Petra

    2.9 Kajian Penelitian Terdahulu

    Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh book-tax differences terhadap

    earning quality dan audit quality telah dilakukan beberapa kali sebelumnya, yaitu:

    No Nama

    Pengarang

    Tahun

    Terbit

    Judul Tujuan

    Penelitian

    Hasil

    Penelitian

    1 Rakia

    Riguen

    Koubaa dan

    Anis

    Jarboui

    2017 Direct and

    Mediated

    Associations

    Among

    Earnings

    Quality, Book-

    tax Differences

    and the Audit

    Quality

    Mengetahui

    hubungan

    antara

    penghindaran

    pajak dengan

    kualitas audit,

    dengan

    variabel

    intervensi

    kualitas laba

    1. Terdapat

    hubungan

    positif antara

    BTDs dengan

    kualitas audit.

    2. Terdapat

    hubungan

    antara BTDs

    dengan

    kualitas laba.

    3. Kualitas

    laba

    mengintervensi

    hubungan

    antara BTDs

    dengan

    kualitas audit

    2 Michelle

    Hanlon,

    Gopal V.

    Khrisnan,

    dan Lillian

    F. Mills

    2012 Audit Fees and

    Book-Tax

    Differences

    Meneliti

    apakah BTDs

    berhubungan

    dengan biaya

    audit yang

    meningkat

    1. Terdapat

    Hubungan

    signifikan

    antara biaya

    audit dengan

    BTDs

    3 Tanya Tang

    dan Michael

    Firth

    2011 Can book–tax

    differences

    capture

    earnings

    management

    and tax

    Management?

    Empirical

    evidence from

    China

    Meneliti

    hubungan

    antara BTDs

    dengan

    manajemen

    laba dan

    manajemen

    pajak

    1. BTDs tidak

    hanya

    berhubungan

    dengan

    manajeman

    laba, tetapi

    juga

    manajemen

    pajak

    4 Der-Fen

    Huang dan

    Chao-Lan

    Wang

    2013 Book-tax

    differences and

    earnings quality

    for the banking

    industry:

    evidence from

    Taiwan

    Meneliti

    hubungan

    antara BTDs

    dengan

    kualitas laba

    pada usaha

    Bank

    1. Bank

    dengan BTDs

    yang tinggi

    memiliki

    discretionary

    loan loss yang

    tinggi.

  • 16 Universitas Kristen Petra

    2. Bank

    dengan BTDs

    yang tinggi,

    memiliki

    kestabilan laba

    yang rendah.

    3. Bank

    dengan BTDs

    yang tinggi

    memiliki

    kestabilan

    accrual yang

    rendah.

    5 Diana Sari

    dan Ina

    Desna Dwi

    Lyana

    2015 Book Tax

    Differences dan

    Kualitas Laba

    Meneliti

    hubungan

    antara BTDs

    dengan

    kualitas laba

    1. BTDs

    memiliki

    pengaruh

    signifikan

    terhadap

    kualitas laba

    6 Antonio

    Lopo

    Martinez

    dan Rubem

    Cardoso

    Lessa

    2014 The Effect of

    Tax

    Aggressiveness

    and Corporate

    Governance on

    Audit Fees.

    Evidences from

    Brazil

    Meneliti

    hubungan

    penghindaran

    pajak (diukur

    dengan BTD)

    terhadap biaya

    audit

    1. Tindakan

    penghindaran

    pajak (diukur

    dengan BTD)

    berhubungan

    positif dengan

    biaya audit

    2.10 Perumusan Hipotes

    2.10.1 Pengaruh Penghindaran Pajak terhadap Kualitas Audit

    Dalam beberapa tahun ini telah banyak penelitian mengenai hubungan

    antara penghindaran pajak yang pengukurannya menggunakan BTDs dengan

    kualitas audit. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hanlon et al. (2006)

    menyelidiki suatu hal yang menarik antara penelitian dalam bidang audit dan pajak,

    yang memeriksa hubungan antara BTD, biaya audit, opini audit yang dimodifikasi

    dan rotasi auditor. Mereka menyatakan bahwa BTDs mencerminkan informasi yang

    menunjukan manajemen laba, yang menyebabkan meningkatnya upaya audtor dan

    waktu yang diluangkan oleh auditor. Hanlon et al. (2012) juga menemukan bahwa

    penghindaran pajak berhubungan dengan modifikasi opini dan rotasi auditor yang

    lebih besar. BTDs yang besar menunjukan kualitas laba yang buruk, dan hal ini

    harus diketahui oleh auditor, karena:

  • 17 Universitas Kristen Petra

    1. Auditor akan mengeluarkan usaha dan meluangkan waktu yang lebih

    banyak terhadap perusahaan dengan BTDs yang besar.

    2. Auditor akan mengubah opini mereka terhadap perusahaan yang memiliki

    BTDs yang besar.

    3. Auditor akan lebih sering mengundurkan diri terhadap perusahaan yang

    memiliki BTDs yang besar.

    Kualitas laba yang buruk pada akhirnya pasti akan mempengaruhi resiko audit yang

    ada. Auditor akan melakukan upaya yang lebih untuk menurunkan resiko audit

    yang ada, dan pada akirnya akan menghasilkan laporan keuangan yang terpercaya.

    H1: Penghindaran pajak mempengaruhi terhadap audit quality.

    2.10.2 Pengaruh Penghindaran Pajak terhadap Kualitas Laba

    Hubungan antara penghindaran pajak yang diukur dengan BTDs, dengan

    kualitas laba sudah diteliti oleh beberapa penelitian sebelumnya. Baylock et al.

    (2012) telah meneliti apakah investor menggunakan BTDs untuk membantu

    menginterpretasi kestabilan laba dan accruals. Mereka menemukan bahwa

    peningkatan BTDs disebabkan terutama karena manajemen laba, kestabilan laba

    dan accruals akan lebih rendah jika BTDs yang ada disebabkan oleh penghindaran

    pajak. Manajemen laba yang tinggi menunjukan adanya kualitas laba yang rendah.

    Manajemen laba yang tinggi akan menunjukan BTDs yang tinggi, sedangkan

    kulitas laba yang rendah juga akan menunjukan BTDs yang tinggi (Mills &

    Newberry, 2001)

    Lev & Nissim (2004) menemukan bahwa perusahaan yang melakukan

    penghindaran pajak, akan memiliki penghasilan setelah pajak yang lebih rendah

    pada tahun berikutnya, dibandingkan perusahaan dengan penghindarn pajak yang

    rendah. BTDs yang tinggi akan berhubungan dengan rendahnya kestabilan

    penghasilan sebelum pajak (Guenther, Hu, & Wiiliams, 2013). Hal ini disebabkan

    karena:

    1. Laba sebelum pajak akan lebih sering untuk meningkat ataupun menurun

    secara tidak konsisten bagi perusahaan yang menjalankan manajemen laba,

    terlepas tingkat BTDs perusahaan tersebut.

    2. BTD yang tinggi berhubungan dengan kestabilan yang buruk, walaupun

    sudah melakukan kontrol pada manajeman laba.

  • 18 Universitas Kristen Petra

    BTDs juga berisi informasi mengenai tingkat konservatisme yang dilakukan

    oleh perusahaan (Heltzer, 2009). Hubungan antara penghindaran pajak dengan

    tingkat konservatisme disebabkan oleh beberapa hal, tergantung apakah BTDs

    perusahaan tersebut tinggi ataupun rendah. Perusahaan yang melakukan

    penghindaran pajak dengan BTDs yang tinggi memiliki tingkat konservatisme yang

    tinggi pula dalam kaitan penghasilan kena pajak, yang berarti perusahaan tersebut

    mengaku beban yang tertinggi dari beberapa pilihan beban yang ada ataupun

    mengaku penghasilan yang terendah dari beberapa pilihan yang ada. Seharusnya

    perusahaan dapat memilih beban yang memiliki kemungkinan paling besar untuk

    terjadi, bukan sekedar hanya memilih beban dengan jumlah yang terbesar.

    Perusahaan dengan BTDs yang rendah berarti memiliki tingkat konservatisme yang

    lebih rendah (Heltzer, 2009).

    H2: Penghindaran pajak berpengaruh terhadap Kualitas Laba

    2.10.3 Efek Mediasi Kualitas Laba terhadap Penghindaran Pajak dengan

    Kualitas Audit

    Beberapa penelitian fokus terhadap informasi yang dihasilkan oleh BTDs,

    seperti manajemen pajak yang dilakukan oleh perusahaan (Desai & Dharmapala,

    2006). Penelitian lainnya menemukan bahwa manajemen labalah yang

    menyebabkan perbedaan antara penghasilan akuntansi dan fiskal (Phillips, Pincus,

    & Rego, 2003).

    Perusahaan yang melakukan penghindaran pajak yang agresif akan

    membuat Uji BTDs semakin tinggi. Uji BTDs yang tinggi mengindikasikan bahwa

    perusahaan melakukan tindakan konservatisme yang tinggi, yang juga

    mengindikasikan kualitas laba yang buruk. Hal ini akan membuat auditor harus

    mengeluarkan usaha yang lebih untuk mengaudit perusahaan dengan BTD yang

    tinggi. Semakin tingginya BTDs menunjukan potensi bahaya, karena hal tersebut

    mengindikasikan kualitas laba yang buruk (Revsine, Collins, Johnson , &

    Mittelstaedt, 2005). Ini menunjukkan betapa pentingnya informasi yang diberikan

    oleh BTDs. Jika perusahaan memiliki kualitas laba yang buruk, akan membuat

    auditor lebih sulit dalam mengaudit. Auditor perlu melakukan banyak penyesuaian

    atas laporan keuangan yang ada. Resiko audit yang sebelumnya tinggi karena

    manajemen laba, harus diturunkan sehingga laporan keuangan yang dihasilkan

  • 19 Universitas Kristen Petra

    dapat dipercaya oleh setiap pembaca laporan keuangan. Auditor dapat

    menggunakan informasi yang diberikan BTD, BTD yang tinggi menunjukan

    kualitas laba yang buruk, yang pada akhirnya dapat membuat auditor semakin

    waspada dan meningkatkan kualitas audit atas perusahaan tersebut (Koubaa &

    Jarboui, 2017).

    H3: Kualitas Laba memediasi hubungan antara penghindaran

    pajak dengan Kualitas audit

    master index: back to toc: help: ukp: