Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Agensi
Menurut Sugama (2018, hal. 5) teori keagenan atau agency theory adalah
teori yang menjelaskan hubungan keagenan (agency relationship) dan masalah-
masalah yang ditimbulkanya. Agency relationship merupakan sebuah ikatan kerja
dimana satu orang atau lebih sebagai pemegang saham (principal) menunjuk
pihak lain (agent) untuk memberikan pelayanan dan pengambilan keputusan atas
nama principal (Jensen dan Meckling dalam Abdul Kahar, 2008, hal. 401).
Principal adalah pemegang saham yang mana menyediakan fasilitas dan dana
untuk menjalankan perusahaan. Sedangkan agen adalah pengelola perusahaan
yang mempunyai kewajiban untuk mengelola apa yang diamanahkan oleh para
pemegang saham kepadanya.
Prinsip utama dari teori keagenan adalah adanya suatu kontrak dimana satu
atau lebih principal (pemilik) menyewa orang lain (agen) untuk melakukan
beberapa jasa untuk kepentingan mereka dengan mendelegasikan beberapa
wewenang untuk membuat keputusan agen (Yeniatie dan Destriana, 2010, hal. 3).
Penyebab lainnya yang berkaitan dengan keputusan pendanaan adalah para
pemegang saham hanya peduli terhadap risiko sistematik dari perusahaan, karena
mereka melakukan investasi pada portofolio yang terdiversifikasi dengan baik.
11
Namun, sebaliknya manajemen lebih peduli pada risiko perusahaan secara
keseluruhan (Yeniatie dan Destriana, 2010, hal. 4).
Hubungan keagenan mengakibatkan dua permasalahan, yaitu terjadinya
informasi asimetris, dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak
informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas
dari pemilik dan terjadinya konflik kepentingan akibat ketidaksamaan tujuan,
dimana manajemen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan pemilik. Terdapat
dua potensi konflik dalam teori keagenan yaitu:
1. Konflik antara Pemegang saham dengan Kreditor
Konflik muncul jika konflik keagenan akan terjadi bila proporsi kepemilikan
manajer atas saham kurang dari 100% sehingga manajer cenderung bertindak
untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasarkan
maksimalisasi nilai perusahaan dalam keputusan pendanaan. Penyebab
lainnya yang berkaitan dengan keputusan pendanaan adalah para pemegang
saham hanya peduli terhadap risiko sistematik dari perusahaan, karena
mereka melakukan investasi pada portofolio yang terdiversifikasi dengan
baik. Namun, sebaliknya manajemen peduli pada risiko perusahaan secara
keseluruhan (Yeniatie dan Destriana, 2010, hal. 4). Selain itu konflik dapat
juga muncul jika perusahaan meningkatkan jumlah hutang hingga mencapai
tingkatan yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan kreditor. Kreditor
dirugikan jika perusahaan mengambil proyek yang terlalu berisiko karena hal
ini akan meningkatkan risiko kebangkrutan perusahaan. Di lain pihak, jika
12
proyek berisiko tinggi tersebut memberikan hasil yang bagus, kompensasi
yang diterima kreditor (berupa bunga) tidak ikut naik.
2. Konflik antara Pemegang Saham dengan Pihak Manajemen
Teori keagenan memunculkan argumentasi terhadap adanya konflik antara
pemilik yaitu pemegang saham dengan manajer. Konflik tersebut muncul
sebagai akibat perbedaan kepentingan diantara kedua belah pihak. Konflik
keagenan menyebabkan penurunan nilai perusahaan.
Konflik yang terjadi dalam teori keagenan tidak lepas dari asumsi sifat
dasar manusia. Menurut Eisenhardt (dalam Oyong Lisa, 2012, hal. 45)
menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu:
1. Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri.
2. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang.
3. Manusia selalu menghindari risiko.
Asumsi sifat manusia tersebut akan mempengaruhi keputusan yang
diambil oleh manajer dan pemegang saham. Hal tersebut akan memunculkan
berbagai masalah antara manajer dan pemegang saham.
Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengurangi masalah
keagenan (agency conflict) tersebut dikenal sebagai biaya keagenan yang meliputi
pengeluaran monitoring, bonding dan residual loss (Zaman, 2014, hal. 128).
Terdapat beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi biaya
keagenan, antara lain:
13
1. Mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham dengan
mengikutsertakan manajer untuk memiliki saham perusahaan tersebut
(insider ownership).
2. Meningkatkan devidend payout ratio
3. Meningkatkan pendanaan dari hutang
4. Meningkatkan kepemilikan institusional
Pengawasan secara total terhadap kegiatan para manajer akan
memecahkan masalah keagenan, tetapi dibutuhkan biaya yang mahal dan kurang
efisien. Solusi yang lebih baik adalah memberi suatu paket kompensasi berupa
gaji tetap ditambah bonus kepemilikan.
Dalam upayanya tersebut ada 2 (dua) hal yang dapat dilakukan oleh
principal untuk memperkecil biaya agensi karena tidak dapat dihilangkan sama
sekali, yaitu:
1. Mencari manajer yang benar-benar dapat dipercaya, mengetahui secara jelas
kapasitas dan personalitas. Kunci kerja sama dalam hubungan agensi adalah
kepercayaan yang didasarkan pada informasi yang benar tentang agent.
2. Memperjelas kontrak insentif dengan skema kompensasi operasional
sehingga memotivasi agent untuk bekerja sesuai kepentingan principal
dengan penghargaan yang wajar terhadap principal.
Teori agensi mengutamakan analisis dan usaha untuk memecahkan dua
masalah yang terjadi dalam hubungan antara pemilik dengan agent (manajemen
puncak), yaitu:
14
1. Masalah agensi yang muncul jika :
a. keinginan atau tujuan pemilik dan agent bertentangan atau;
b. membuktikan bahwa yang sebenarnya dilakukan oleh agent adalah sulit
dan mahal bagi pemilik.
2. Masalah risiko bersama yang meningkat jika pemilik dan agent memiliki
sikap yang berbeda dalam menghadapi risiko itu.
Dalam hubungan antara pemegang saham (principal) dan manajer (agent)
mempunyai karakteristik perbedaan atas tujuan kerja dan risiko. Perbedaan
principal dan agent, sebagai berikut:
1. Perbedaan preferensi tujuan kerja
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas
kepentingan mereka sendiri. Pemegang selain sebagai principal diasumsikan
hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka
di dalam perusahaan. Sedang para agent diasumsikan menerima kepuasan
berupa kompensasi dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan
tersebut.
2. Preferensi risiko
Teori ini mengasumsikan bahwa manusia lebih menyukai pertambahan
kekayaan dibandingkan kekurangan atau penurunan atas kekayaan yang
diakumulasi atau dikelola. Kekayaan manusia berupa nilai manajer itu sendiri
yang dipersepsikan pasar dimana dipengaruhi oleh kinerja perusahaan.
Karena penurunan utilitas atas kekayaan dan sejumlah modal investasi
principal, maka diasumsikan manajer menghindari risiko. Pada sisi lain, para
15
pemegang saham berusaha mengurangi risiko dengan mendiversifikasikan
kekayaan dan kepemilikan saham mereka di banyak perusahaan dalam nilai
investasi yang mereka harapkan sehingga risiko menjadi netral.
2.1.2 Teori Sinyal (Signalling Theory)
Teori sinyal menjelaskan alasan menyajikan informasi untuk pasar modal.
Teori sinyal menunjukkan adanya asimetri informasi antara manajemen
perusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut.Teori
sinyal juga mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan
memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa
informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk
merealisasikan keinginan pemilik.
Teori sinyal mengungkapan bahwa investor dapat membedakan antara
perusahaan yang berkualitas baik dan yang berkualitas buruk, dengan demikian
perusahaan yang berkualitas baik akan memberikan sinyal pada pasar. Perusahaan
yang berkualitas baik pula yang nantinya akan memberi sinyal dengan cara
menyampaikan laporan keuangannya dengan tepat waktu. Agar sinyal tersebut
berjalan dengan baik dan efektif maka sebaiknya dipersepsikan dengan baik hal
ini dilakukan agar tidak mudah ditiru oleh perusahaan lainnya yang mempunyai
kualitas buruk, karena perusahaan yang berkualitas buruk akan cenderung tidak
tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangannya.
Teori sinyal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer
untuk mengurangi asimetri informasi. Menurut Brigham dan Houston (dalam
16
Indriyani, 2017, hal. 339) asymmetric information adalah situasi dimana manajer
memiliki informasi yang berbeda mengenai prospek perusahaan dari pada yang
dimiliki investor. Sinyal yang diberikan oleh manajer perusahaan kepada
pengguna laporan keuangan ini berupa informasi mengenai apa yang sudah
dilakukan manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik.
2.1.3 Audit Delay
Laporan keuangan mempunyai peran yang sangat penting dalam mengukur
kinerja suatu perusahaan karena didalam laporan keuangan tersedia informasi
mengenai posisi keuangan, kinerja perusahaan, serta perubahan posisi keuangan
suatu perusahaan dimana informasi tersebut sangat bermanfaat untuk sejumlah
pemakai informasi potensial dalam hal pengambilan keputusan. Laporan
keuangan menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau
pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Pengguna yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban
manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi.
Keputusan ini mungkin mencakup, misalnya, keputusan untuk menahan atau
menjual investasi mereka dalam perusahaan atau keputusan untuk mengangkat
kembali atau mengganti manajemen.
Ketepatan waktu penerbitan laporan keuangan yang telah diaudit
merupakan hal yang krusial terutama bagi perusahaan-perusahaan publik yang
menggunakan pasar modal sebagai salah satu sumber pendanaan. Ketepatan
waktu penerbitan laporan keuangan tahunan perusahaan juga dapat menimbulkan
17
pengaruh kepada nilai dari laporan keuangan tersebut. Nilai dari informasi
tersebut tidak lagi bermanfaat jika laporan keuangan yang disampaikan tidak tepat
waktu dan akurat karena nilai ketepatan waktu pelaporan keuangan sangat penting
bagi kemanfaatan laporan keuangan.
Dalam regulasi informasi keuangan di Indonesia, Pemerintah telah
menetapkan struktur pengaturan informasi melalui UU No. 8 tahun 1995 tentang
Pasar Modal. Sesuai dengan peraturan yang diterbitkan Bapepam dan didukung
oleh peraturan terbaru Bapepam, X.K.6 1 Agustus 2012, maka penyampaian
laporan keuangan tahunan yang telah diaudit dikatakan tepat waktu apabila
diserahkan sebelum atau selambat-lambatnya 120 hari setelah tahun buku terakhir.
Adapun rentang waktu bagi auditor untuk menyelesaikan auditnya yang
dihitung mulai dari tanggal tahun tutup buku sampai dengan tanggal laporan audit
diterbitkan disebut audit delay. Audit delay merupakan perbedaan waktu antara
tanggal laporan keuangan dengan tanggal publikasi laporan keuangan audited
pada BEI, audit delay diukur dari jumlah hari antara tanggal laporan keuangan
sampai tanggal dipublikasikannya laporan keuangan di BEI (Kusumawardani,
2013, hal. 54).
Menurut Ibrahim dan Suryaningsih (2016, hal. 3) audit delay didefinisikan
sebagai interval waktu antara tahun tutup buku laporan keuangan hingga opini
pada laporan keuangan audit ditandatangani. Auditor akan melakukan proses audit
dengan waktu yang telah disepakati antara pihak klien dengan auditor.
Keterlambatan laporan keuangan auditan dipengaruhi atas proses pengauditan
yang dilakukan oleh auditor. Keterlambatan dalam penyampaian laporan
18
keuangan memberikan pengaruh penilaian terhadap Good Corporate Governance
yang dijalankan oleh perusahaan karena informasi yang mengalami keterlambatan
akan merugikan pemegang saham atau investor dalam melakukan pengambilan
keputusan (Yaputro, 2012, hal. 2).
Oleh sebab itu, manajemen sangat menghargai auditor yang mampu
memenuhi ketepatan waktu penyelesaian auditnya. Klien menginginkan laporan
keuangan auditannya dipublikasikan secepat mungkin setelah berakhirnya tahun
buku. Tetapi auditor tidak dapat memaksakan diri, karena hasil pekerjaannya bisa
tidak memenuhi syarat. Oleh karena itu auditor harus mempunyai cukup waktu
untuk mendapatkan jenis dan jumlah bukti-bukti audit yang memadai agar dapat
mendukung opini yang diberikan. Dalam FASB Paragraf 56, jika informasi tidak
tersedia ketika dibutuhkan atau tersedia dalam jangka waktu yang lama, maka
laporan tersebut tidak akan bernilai untuk masa depan perusahaan, hal ini dapat
menunjukkan kelemahan perusahaan tersebut.
2.1.4 Ukuran KAP
Menurut Firyana (2014, hal. 5) ukuran KAP merupakan ukuran yang
digunakan untuk menentukan besar kecilnya suatu Kantor Akuntan Publik.
Ukuran Kantor Akuntan Publik dapat dikatakan besar jika KAP tersebut
berafiliasi dengan Big 4, mempunyai cabang dan klienya perusahaan-perusahaan
besar serta mempunyai tenaga professional di atas 25 orang. Sedangkan Ukuran
Kantor Akuntan Publik dikatakan kecil jika tidak berafiliasi dengan Big 4, tidak
19
mempunyai kantor cabang dan klienya perusahaan kecil serta jumlah tenaga
profesionalnya kurang dari 25 orang.
Ukuran KAP merupakan pembedaan jumlah klien dan jumlah anggota
yang dimiliki oleh suatu kantor akuntan publik. Ukuran KAP dapat lihat dari
berbagai hal yang terkait dengan KAP, seperti jumlah klien dan jumlah
pendapatan KAP tersebut. Ukuran KAP adalah besar kecilnya Kantor Akuntan
Publik yang digunakan perusahaan. Ukuran KAP dibedakan dalam dua kelompok
yaitu KAP yang berafiliasi dengan Big 4 dan KAP yang tidak berafiliasi dengan
Big 4. menurut Ginting dan Fransisca (2014, hal. 5), ukuran KAP merupakan
besar kecilnya KAP yang dibedakan dalam dua kelompok, yaitu KAP yang
berafiliasi dengan Big 4 dan KAP yang tidak berafiliasi dengan Big 4. Sedangkan
menurut Arsih (2015, hal. 3), ukuran KAP adalah cerminan besar kecilnya Kantor
Akuntan Publik, semakin besar Kantor Akuntan Publik maka semakin tinggi
kualitas audit yang dihasilkan, jadi perusahaan akan mengganti auditor dari KAP
kecil ke auditor dari KAP besar untuk meningkatkan reputasi dan kualitas laporan
keuangannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ukuran Kantor
Akuntan Publik (KAP) adalah besar kecilnya Kantor Akuntan Publik yang
digunakan suatu perusahaan untuk melakukan pemeriksaan terhadap laporan
keuangan perusahaan. Jika dihubungkan keberadaannya KAP yang ada di
Indonesia, maka ukuran KAP terbesar yakni KAP yang berafiliasi dengan KAP
asing yang tergolong Big 4.
20
2.1.5 Ukuran Perusahaan
Menurut Sartono (2016, hal. 249), perusahaan besar yang sudah well
established (mapan) akan lebih mudah memperoleh modal di pasar modal
dibanding dengan perusahaan kecil. Karena kemudahan akses tersebut berarti
perusahaan besar memiliki fleksibilitas yang lebih besar pula. Menurut Amir dan
Runtu (2014, hal. 69), semakin baik kualitas laporan keuangan yang disajikan
maka akan semakin menyakinkan pihak eksternal dalam melihat kinerja keuangan
perusahaan tersebut, yang otomatis tentunya pihak-pihak yang berhubungan
dengan perusahaan akan merasa puas dalam berbagai urusan dengan perusahaan.
Perusahaan selalu menginginkan perolehan laba bersih setelah pajak
karena bersifat menambah modal sendiri. Dengan kata lain, laba bersih dapat
diperoleh jika jumlah penjualan lebih besar daripada jumlah biaya operasi. Agar
diperoleh laba bersih yang sesuai dengan jumlah yang diinginkan, maka
perencanaan dan pengendalian menjadi hal yang sangat penting dilakukan oleh
pihak manajemen.
Perusahaan yang berada pada pertumbuhan penjualan yang tinggi
membutuhkan dukungan modal yang semakin besar, demikian juga sebaliknya,
pada perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualannya rendah kebutuhan
terhadap modal juga semakin kecil. Akan tetapi, jika dana dari sumber intern
sudah tidak mencukupi, maka tidak ada pilihan lain bagi perusahaan untuk
menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan, baik utang maupun dengan
mengeluarkan saham baru.
21
Perusahaan yang besar cenderung memiliki sumber permodalan yang lebih
banyak dan memiliki kemungkinan untuk bangkrut yang lebih kecil, sehingga
lebih mampu untuk memenuhi kewajiban finansialnya. Dengan kata lain,
perusahaan besar cenderung memiliki utang atau menggunakan dana eksternal
dalam jumlah yang lebih besar.
Menurut Riyanto (2015, hal. 299) suatu perusahaan yang besar yang
sahamnya tersebar sangat luas, setiap perluasan modal saham hanya akan
mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kemungkinan hilangnya atau
tergesernya kontrol dari pihak yang dominan terhadap perusahaan bersangkutan.
Dengan demikian, maka perusahaan yang besar akan lebih berani mengeluarkan
saham baru dalam memenuhi kebutuhan untuk membiayai pertumbuhan yang
didasarkan pada penjualan, dibandingkan dengan perusahaan yang kecil.
Menurut Hasnawati dan Sawir (2015, hal. 67) ukuran perusahaan
dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi
untuk alasan yang berbeda:
Pertama, ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan
perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya
kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir, baik untuk obligasi maupun
saham. Meskipun mereka memiliki akses, biaya peluncuran dari penjualan
sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi penghambat. Jika penerbitan sekuritas
dapat dilakukan, sekuritas perusahaan kecil mungkin kurang dapat dipasarkan
sehingga membutuhkan penentuan harga sedemikian rupa agar investor
mendapatkan hasil yang memberikan return lebih tinggi secara signifikan.
22
Kedua, ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam
kontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari
berbagai bentuk hutang, termasuk penawaran spesial yang lebih menguntungkan
dibandingkan yang ditawarkan perusahaan kecil. Semakin besar jumlah uang yang
digunakan, semakin besar kemungkinan kemungkinan pembuatan kontrak yang
dirancang sesuai dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti dari penggunaan
kontrak standar hutang.
Ketiga, ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat
perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. Pada akhirnya,
ukuran perusahaan diikuti oleh karakteristik lain yang mempengaruhi struktur
keuangan. Karakteristik lain tersebut seperti perusahaan sering tidak mempunyai
staf khusus, tidak menggunakan rencana keuangan, dan tidak mengembangkan
system akuntansi mereka menjadi suatu sistem manajemen.
Menurut Brigham dan Houston (dalam Denziana dan Monica, 2016, hal.
246), mengemukakan bahwa ukuran perusahaan yaitu rata–rata total penjualan
bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun. Dari berbagai
penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan merupakan
nilai penjualan bersih suatu perusahaan pada suatu tahun tertentu. Ukuran
perusahaan secara langsung mencerminkan tinggi rendahnya aktivitas operasi
suatu perusahaan. Pada umumnya semakin besar suatu perusahaan maka semakin
besar pula kualitasnya. Dengan demikian ukuran perusahaan dapat dikaitkan
dengan besarnya kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan.
23
2.1.6 Tingkat Leverage
Dalam menjalankan usahanya suatu perusahaan memiliki kebutuhan yang
tidak sedikit, terutama yang berkaitan dengan pendanaan agar perusahaan dapat
mencapai tujuannya. Dana selalu dibutuhkan untuk menutupi seluruh atau
sebagian dari biaya yang diperlukan baik untuk masa sekarang ataupun untuk
masa yang akan datang. Dana juga dibutuhkan untuk melakukan perluasan
usaha/investasi baru. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap perusahaan harus
menyediakan dana dalam jumlah tertentu, sehingga jika dibutuhkan dana sudah
tersedia.
Untuk menutupi kekurangan akan kebutuhan dana perusahaan harus
memiliki beberapa alternatif sumber dana yang dapat digunakan. Pemilihan
sumber dana ini bergantung pada tujuan, syarat-syarat dan kemampuan
perusahaan tentunya. Pada dasarnya sumber dana dapat diperoleh dari modal
sendiri dan pinjaman. Setiap sumber dana yang dipergunakan mempunyai
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Mengingat penggunaan dana memiliki
resiko masing-masing, maka perlu dilakukan strategi agar dapat saling
menunjang. Strategi tersebut ialah dengan melakukan kombinasi dari masing-
masing sumber dana. Besarnya penggunaan masing-masing sumber dana harus
dipertimbangkan agar tidak menjadi beban perusahaan baik untuk masa sekarang
atau masa yang akan mendatang. Kombinasi dari penggunaan sumber dana
tersebut dikenal dengan sebutan rasio leverage.
Kasmir (2016, hal. 151) menyatakan leverage merupakan rasio
pengukuran sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Artinya
24
berapa besar beban hutang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan
asetnya. Dalam arti luas, rasio leverage diartikan sebagai rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar seluruh kewajibannya, baik pada masa
sekarang maupun masa yang akan datang apabila perusahaan dibubarkan.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa rasio leverage
merupakan tingkat kemampuan perusahaan dalam menggunakan asetnya yang
mempunyai beban tetap (hutang) dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan.
2.1.7 Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan
laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri
(Sartono, 2016, hal. 122). Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba menggunakan sumber-sumber yang dimiliki perusahaan,
seperti aktiva, modal, atau penjualan perusahaan (Sudana, 2015, hal. 25).
Profitabilitas adalah suatu alat untuk mengukur keberhasilan manajemen yang
ditunjukkan melalui laba yang dihasilkan oleh penjualan dan investasi. Jadi,
profitabilitas adalah suatu alat untuk mengukur kemampuan dan keberhasilan
suatu perusahaan dalam menghasilkan laba yang diperoleh melalui penjualan dan
investasi selama periode tertentu dengan menggunakan sumber-sumber yang
dimiliki perusahaan.
Profitabilitas atau yang disebut sebagai rentabilitas suatu perusahaan
diukur dengan kesuksesan dan kemampuan perusahaan dalam menggunakan
aktiva perusahaan secara produktif. Profitabilitas dapat pula diketahui dengan
25
memperbandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan
jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut.
Profitabilitas sering digunakan perusahaan untuk mengukur efisiensi
penggunaan modal dalam suatu perusahaan dengan membandingkan antara laba
dengan modal yang digunakan dalam operasi (Sartono, 2016, hal. 124). Cara
untuk mengukur profitabilitas, yaitu dengan menggunakan rasio Return on Assets
(ROA). ROA menunjukkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan
seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba setelah pajak. Rasio ini
penting bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi
manajemen perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva perusahaan. Semakin
besar rasio ini, maka semakin efisien penggunaan aktiva perusahaan (Sudana,
2015, hal. 25).
2.1.8 Umur Perusahaan
Umur perusahaan merupakan awal perusahaan beroperasi hingga
perusahaan tersebut dapat mempertahankan eksistensinya (going concern) dalam
dunia bisnis. Semakin lama umur perusahaan maka semakin terlihat pula
eksistensi perusahaan, sehingga semakin pula pengungkapan yang dilakukan
untuk menciptakan keyakinan pada pihak luar perusahaan dalam kualitas
perusahaannya (Nugroho, 2012, hal. 4). Perusahaan yang memiliki umur panjang
biasanya sudah menjadi perusahaan besar yang sudah memiliki banyak investor
dan mampu bertahan dalam dunia bisnis, sehingga mampu melakukan
pengungkapan modal intelektual.
26
Menurut Ekadjaja (2009, hal. 114), umur perusahaan dapat dihitung sejak
perusahaan tersebut didirikan berdasarkan akte pendirian sampai saat perusahaan
tersebut melakukan penawaran saham perdana. Umur perusahaan ini dapat
dihitung dalam skala tahunan. Informasi mengenai tanggal pendirian dan tanggal
penawaran saham perdana dapat diperoleh dari informasi prospektus . Salah satu
yang menjadi pertimbangan dalam menanamkan modalnya dengan melihat umur
perusahaan. Umur perusahaan mencerminkan perusahaan itu tetap berkembang
dan menjadi bukti bahwa perusahaan tersebut tetap bisa bersaing.
2.2 Hubungan Logis Antar Variabel dan Pengembangan Hipotesis
2.2.1 Pengaruh Ukuran KAP terhadap Audit Delay
Semakin banyak perusahaan dalam satu industri yang menggunakan jasa
suatu KAP maka dapat menunjukkan bahwa KAP tersebut memiliki reputasi yang
baik dalam industri yang bersangkutan. Reputasi yang baik dapat menunjukkan
bahwa KAP tersebut memiliki kepercayaan dari konsumennya yang tentu saja
mengharapkan kualitas audit yang baik dan waktu penyelesaian audit yang cepat,
sehingga didapat pemikiran bahwa KAP spesialisasi industri berpengaruh negatif
terhadap audit delay. Karena KAP terspesialisasi industri tentunya memiliki
pengalaman yang lebih dibandingkan dengan KAP non spesialisasi industri,
sehingga diharapkan KAP spesialisasi industri mampu menyelesaikan audit lebih
cepat karena memiliki orang-orang yang lebih kompeten dalam menyelesaikan
tahap audit.
27
Dalam hubungan dengan teori signal perusahaan yang menggunakan jasa
big four mempunyai kabar yang baik, dikarenakan semakin perusahaan tersebut
menggunakan jasa big four maka laporan keuangan perusahaan tersebut semakin
baik. dengan adanya jasa big four perusahaan akan mempublikasikan kepada
pihak luar bahwa auditor yang sedang mengaudit perusahaannya adalah dari
jasabig four yang diketahui mempunyai orang-orang yang kompeten dan sudah
diakui oleh internasional. Jadi jika perusahaan menggunkan jasa KAP ditambah
lagi merupakan KAP big four maka akan cepat menyelesaikan audit tersebut,
dikarenakan KAP big four memilki sumber daya yang kompenten dan telah diakui
oleh internasional.
Penelitian yang dilakukan oleh Lienardi dan Widyastuti (2017)
menyatakan bahwa ukuran KAP berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
audit delay.KAP big four lebih menjaga reputasinya dengan menjaga kualitas
audit dan penyelesaian audit sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan
karena apabila auditor tidak tepat waktu dalam melaksanakan audit, reputasi KAP
akan buruk di mata klien. KAP yang berafiliasi dengan big four memiliki sumber
daya yang besar, baik dalam segi jumlah tenaga kerja maupun kualitas
pekerjaannya.
Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 = ukuran KAP berpengaruh negatif dan signifikan terhadap audit delay.
28
2.2.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Audit Delay
Ukuran perusahaan merupakan besar kecilnya perusahaan yang diukur
dengan menggunakan total aset yang dimiliki perusahaan atau total aset
perusahaan yang tercantum dalam laporan keuangan yang telah diaudit dengan
menggunakan logaritma. Semakin besar total aset yang dimiliki perusahaan, maka
semakin besar pula ukuran perusahaan. Perusahaan yang besar biasanya lebih
konsisten untuk tepat waktu dibandingkan perusahaan kecil dalam
menginformasikan laporan keuangannya. Disamping itu perusahaan besar akan
menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini
disebabkan manajemen pada perusahaan besar cenderung diberikan insentif untuk
mengurangi audit delay dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut diawasi
secara ketat oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap informasi yang
termuat dalam laporan keuangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Apriyana dan Rahmawati (2017)
menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay.
Artinya semakin besar ukuran perusahaan maka audit delay semakin pendek.
Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2 = ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap audit
delay.
2.2.3 Pengaruh Tingkat Leverage Terhadap Audit Delay
Leverage perusahaan yang tinggi memaksa perusahaan menyediakan
dengan cepat laporan keuangan auditannya kepada kreditor sehingga audit delay-
29
nya lebih cepat. Jika jumlah hutang perusahaan lebih besar daripada aktiva yang
dimiliki perusahaan tersebut cenderung meningkatkan kerugian dan kehati- hatian
auditor untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan tersebut sehingga audit
delay nya lebih lama.
Penelitian yang dilakukan oleh Haryani (2015) menyatakan bahwa tingkat
leverage berpengaruh positif terhadap audit delay. Artinya perusahaan dengan
tingkat leverage yang tinggi akan mempengaruhi perusahaan untuk melakukan
keterlambatan dalam menyampaikan laporan keuangan, karena leverage yang
tinggi menunjukkan bahwa perusahaan sedang dalam kesulitan keuangan, yaitu
perusahaan yang tidak dapat memenuhi kewajibannya ketika jatuh tempo.
Biasanya perusahaan akan mengurangi risiko dengan memundurkan publikasi
laporan keuangannya dan mengulur waktu dalam pekerjaan auditnya. Dengan
demikian auditor akan mengaudit laporan keuangan perusahaan dengan lebih
seksama dan membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga dapat meningkatkan
audit delay.
Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3 = tingkat leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap audit delay.
2.2.4 Pengaruh Profitabilitas terhadap Audit Delay
Profitabilitas menentukan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa profit merupakan berita
baik bagi perusahaan. Perusahaan tidak akan menunda penyampaian informasi
yang berisi berita baik. Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang lebih
30
tinggi membutuhkan waktu dalam pengauditan laporan keuangan lebih cepat
dikarenakan berkewajiban untuk menyampaikan kabar baik secepatnya
kepadapublik dan akan menarik niat investor untuk menanamkan modalnya.
Mereka juga memberikan alasan bahwa auditor yang menghadapi perusahaan
yang mengalami kerugian memiliki respon yang cenderung lebih berhati-hati
dalam melaksanakan proses audit. Jika perusahaan menghasilkan tingkat
profitabilitas yang lebih tinggi maka audit delay akan lebih pendek dibandingkan
perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang lebih rendah, hal ini dikarenakan
perusahaan yang memiliki keuntungan yang tinggi maka kegiatan operasional
perusahaan dinilai baik. Perusahaan yang profitable memiliki insentif untuk
menginformasikan ke publik tentang keunggulan kinerja mereka dengan
mengeluarkan laporan tahunan secara cepat.
Penelitian yang dilakukan oleh Lienardi dan Widyastuti (2017)
menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
audit delay. Profitabilitas perusahaan adalah salah satu faktor yang menjadi
penilaian para stockholder dalam pengambilan putusan ekonomi sehingga
perusahaan yang mendapatkan profitabilitas tinggi akan berusaha
mempublikasikan laporan keuangannya secepat mungkin agar berita baik tersebut
dapat segera diketahui dan dilihat oleh publik.
Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H4 = profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap audit delay.
31
2.2.5 Pengaruh Umur Perusahaan Terhadap Audit Delay
Perusahaan yang telah lama berdiri akan mempersingkat audit delay. Hal
ini dikarenakan perusahaan yang telah lama berdiri mempunyai pengalaman yang
lebih banyak dalam pengelolaan perusahaan ketimbang perusahaan yang baru
berdiri. Jadi semakin tua umur perusahaan maka semakin mapan perusahaan
tersebut. Perusahaan yang sudah lama berdiri juga pasti mempunyai tata kelola
serta SPI yang bagus, karena seiring waktu selalu diperbaharui atau diperbagus
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan. Jika perusahaan
mempunyai tata kelola dan SPI yang bagus, perusahaan akan semakin bisa
menyediakan bukti yang handal untuk auditor gunakan dalam mengaudit
perusahaan. Sehingga kerja auditor menjadi ringan dan dapat mempercepat atau
mempersingkat audit delay. Perusahaan yang sudah berdiri lama pun cenderung
lebih cepat tanggap dalam menghadapi masalah yang terjadi pada perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Lienardi dan Widyastuti (2017)
menyatakan bahwa umur perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
audit delay. Perusahaan yang sudah lama berdiri akan memiliki pengalaman lebih
banyak sehingga sistem pengendalian internalnya menjadi lebih baik. Semakin tua
umur perusahaan akan memiliki kemampuan lebih dalam mengumpulkan,
memproses, dan menghasilkan informasi yang diperlukan oleh auditor guna
mendukung proses audit lebih efektif dan efisien sehingga lama waktu mengaudit
bisa lebih cepat.
Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H5 = umur perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap audit delay.
32
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dibuat berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh
peneliti-peneliti sebelumnya, yang terdiri dari: Penelitian yang dilakukan oleh
Cindy Hernawati dan Sri Rahayu (2014) meneliti tentang pengaruh ukuran
perusahaan, tingkat leverage, dankualitas kantor akuntan publik terhadap audit
delaypada perusahaan sektor transportasi yang terdaftardi Bursa Efek Indonesia
periode 2008-2012. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa audit delay rata-rata
yang terjadi adalah sebesar 92,98 hari dengan standar deviasi 38,785. Secara
simultan ukuran perusahaan, tingkat leverage, dan kualitas Kantor Akuntan
Publik berpengaruh terhadap audit delay. Dan secara parsial, variabel yang
berpengaruh terhadap audit delay hanya variabel tingkat leverage, sedangkan
variabel ukuran perusahaan dan kualitas Kantor Akuntan Publik tidak
mempengaruhi audit delay.
Haryani (2015) meneliti tentang pengaruh ukuran perusahaan, tingkat
leverage, dan profitabilitas terhadap audit delay dengan kualitas audit sebagai
variabel moderating (studi empiris pada Perusahaan Perdagangan yang ada di BEI
periode 2010-2012). Hasil penelitian menyatakan bahwa Ukuran perusahaan
ternyata mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Audit Delay. Ukuran
perusahaan (Size) signifikan pada prob 0.056. Tingkat Leverage mempunyai
pengaruh signifikan terhadap Audit Delay pada prob 0.033. Profitabilitas tidak
mempunyai pengaruh signifikan terhadap Audit Delay. Profitabilitas mempunyai
nilai pada prob 0.323. Ukuran Perusahaan, Tingkat Leverage, dan Profitabilitas
secara bersama-sama atau silmutan mempengaruhi Audit Delay. Kualitas audit
33
memperkuat Ukuran Perusahaan terhadap terjadinya audit delay. Kualitas audit
memperkuat Tingkat Leverage terhadap terjadinya audit delay. Kualitas audit
memperkuat Profitabilitas terhadap terjadinya audit delay.
Lista Wardan dan Mushawir (2016) yang meneliti tentang analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi audit delay (studi empiris pada perusahaan yang
terdaftar sebagai anggota LQ45 di BEI periode 2010-2015). Hasil penelitian
menyatakan bahwa ukuran KAP, ukuran perusahaan dan tingkat leverage tidak
mempengaruhi terjadinya audit delay. Sebaliknya, profitabilitas perusahaan
mempengaruhi terjadinya audit delay. Berdasarkan uji simultan, keempat variabel
bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat.
Sri Wahyuningsih (2016) meneliti tentang pengaruh ukuran perusahaan,
umur perusahaan, profitabilitas, dan solvabilitas terhadap audit delay (studi pada
Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI). Hasil penelitian menyatakan bahwa
ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap audit delay. Umur
perusahaan berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap audit delay.
Profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap audit delay. Solvabilitas
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap terhadap audit delay.
Linda Puji Hastuti dan Sugeng Santoso (2017) meneliti tentang pengaruh
solvabilitas, ukuran KAP, umur perusahaan dan komite audit terhadap audit delay
pada perusahaan tekstil dan garment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2010-
2013. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan
solvabilitas, umur perusahaan, dan komite audit terhadap audit delay. Sedangkan
variabel ukuran KAP mempengaruhi audit delay secara signifikan.
34
Nurahman Apriyana dan Diana Rahmawati (2017) meneliti tentang
pengaruh profitabilitas, solvabilitas, ukuran perusahaan, dan ukuran KAP
terhadap audit delay pada Perusahaan Properti Dan Real Estate yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2015. Hasil penelitian menyatakan bahwa
profitabilitas tidak berpengaruh terhadap audit delay yang ditunjukkan dengan
koefisien regresi -5,739 dan nilai signifikansi 0,862. Solvabilitas berpengaruh
positif dan signifikan terhadap audit delay yang ditunjukkan dengan koefisien
regresi 27,008 dan nilai signifikansi 0,001. Ukuran perusahaan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap audit delay yang ditunjukkan dengan koefisien
regresi -9,643 dan nilai signifikansi 0,001. Ukuran KAP tidak berpengaruh
terhadap audit delay yang ditunjukkan dengan koefisien regresi 7,732 dan nilai
signifikansi 0,001. Profitabilitas, solvabilitas, ukuran perusahaan, dan ukuran
KAP berpengaruh signifikan terhadap audit delay yang ditunjukkan nilai
signifikansi 0,000 dan nilai Adjusted R2 sebesar 0.187.
Vega Lienardi dan Theresia Dian Widyastuti (2017) meneliti tentang
analisis pengaruh persentase kepemilikan asing, latar belakang pendidikan komite
audit, ukuran KAP, umur perusahaan, profitabilitas, dan solvabilitas terhadap
audit delay (studi empiris Perusahaan Pertambangan yang tercatat pada Bursa
Efek Indonesia Periode 2011-2015). Hasil penelitian menyatakan bahwa
kepemilikan asing, pendidikan komite, dan solvabilitas tidak berpengaruh pada
audit delay. Sedangkan variabel ukuran KAP, umur perusahaan, dan profitabilitas
berpengaruh signifikan negatif pada audit delay.
35
Secara ringkas, penelitian-penelitian di atas dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut:
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No.
Peneliti dan
Tahun
Penelitian
Variabel dan
Metode Analisis Hasil Penelitian
1 Cindy
Hernawati dan
Sri Rahayu
(2014)
Y = audit delay
X1 = ukuran
perusahaan
X2 = tingkat
leverage
X3 = kualitas kantor
akuntan publik
Metode analisis yang
digunakan adalah
analisis regresi linier
berganda
Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa audit delay rata-rata yang
terjadi adalah sebesar 92,98 hari
dengan standar deviasi 38,785.
Secara simultan ukuran
perusahaan, tingkat leverage, dan
kualitas Kantor Akuntan Publik
berpengaruh terhadap audit delay.
Dan secara parsial, variabel yang
berpengaruh terhadap audit delay
hanya variabel tingkat leverage,
sedangkan variabel ukuran
perusahaan dan kualitas Kantor
Akuntan Publik tidak
mempengaruhi audit delay.
2 Haryani
(2015)
Y = audit delay
Z = kualitas audit
X1 = ukuran
perusahaan
X2 = tingkat
leverage
X3 = profitabilitas
Metode analisis yang
digunakan adalah
regresi logistik
Hasil penelitian menyatakan
bahwa :
a. Ukuran perusahaan ternyata
mempunyai pengaruh secara
signifikan terhadap Audit
Delay. Ukuran perusahaan
(Size) signifikan pada prob
0.056.
b. Tingkat Leverage mempunyai
pengaruh signifikan terhadap
Audit Delay pada prob 0.033.
c. Profitabilitas tidak mempunyai
pengaruh signifikan terhadap
Audit Delay. Profitabilitas
mempunyai nilai pada prob
0.323.
d. Ukuran Perusahaan, Tingkat
Leverage, dan Profitabilitas
secara bersama-sama atau
silmutan mempengaruhi Audit
Delay.
e. Kualitas audit memperkuat
36
No.
Peneliti dan
Tahun
Penelitian
Variabel dan
Metode Analisis Hasil Penelitian
Ukuran Perusahaan terhadap
terjadinya audit delay.
f. Kualitas audit memperkuat
Tingkat Leverage terhadap
terjadinya audit delay.
g. Kualitas audit memperkuat
Profitabilitas terhadap
terjadinya audit delay.
3 Lista Wardan
dan Mushawir
(2016)
Y = audit delay
X1 = ukuran KAP
X2 = ukuran
perusahaan
X3 = tingkat
leverage
X4 = profitabilitas
Metode analisis yang
digunakan adalah
analisis regresi linier
berganda
Hasil penelitian menyatakan
bahwa ukuran KAP, ukuran
perusahaan dan tingkat leverage
tidak mempengaruhi terjadinya
audit delay. Sebaliknya,
profitabilitas perusahaan
mempengaruhi terjadinya audit
delay. Berdasarkan uji simultan,
keempat variabel bebas secara
bersama-sama mempengaruhi
variabel terikat.
4 Sri
Wahyuningsih
(2016)
Y = audit delay
X1 = ukuran
perusahaan
X2 = umur
perusahaan
X3 = profitabilitas
X4 = solvabilitas
Metode analisis yang
digunakan adalah
analisis regresi linier
berganda
Berdasarkan hasil pengujian
hipotesis dapat dinyatakan bahwa
ukuran perusahaan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap
audit delay. Umur perusahaan
berpengaruh negatif namun
tidaksignifikan terhadap audit
delay. Profitabilitas berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap
audit delay. Solvabilitas
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap terhadap audit
delay.
5 Linda Puji
Hastuti dan
Sugeng
Santoso
(2017)
Y = audit delay
X1 = solvabilitas
X2 = ukuran KAP
X3 = umur
perusahaan
X4 = komite audit
Metode analisis yang
digunakan adalah
analisis regresi linier
berganda
Hasil penelitian menyatakan
bahwa :
a. Tidak ada pengaruh yang
signifikan solvabilitas terhadap
audit delay.
b. Ada pengaruh yang signifikan
ukuran KAP terhadap audit
delay.
c. Tidak ada pengaruh yang
signifikan umur perusahaan
terhadap audit delay.
37
No.
Peneliti dan
Tahun
Penelitian
Variabel dan
Metode Analisis Hasil Penelitian
d. Tidak ada pengaruh yang
signifikan komite audit
terhadap audit delay.
6 Nurahman
Apriyana dan
Diana
Rahmawati
(2017)
Y = audit delay
X1 = profitabilitas
X2 = solvabilitas
X3 = ukuran
perusahaan
X4 = ukuran KAP
Metode analisis yang
digunakan adalah
analisis regresi linier
berganda
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa (1) Profitabilitas tidak
berpengaruh terhadap audit delay
yang ditunjukkan dengan
koefisien regresi -5,739 dan nilai
signifikansi 0,862. (2) Solvabilitas
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap audit delay yang
ditunjukkan dengan koefisien
regresi 27,008 dan nilai
signifikansi 0,001. (3) Ukuran
perusahaan berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap audit
delay yang ditunjukkan dengan
koefisien regresi -9,643 dan nilai
signifikansi 0,001. (4) Ukuran
KAP tidak berpengaruh terhadap
audit delay yang ditunjukkan
dengan koefisien regresi 7,732
dan nilai signifikansi 0,001. (5)
Profitabilitas, solvabilitas, ukuran
perusahaan, dan ukuran KAP
berpengaruh signifikan terhadap
audit delay yang ditunjukkan nilai
signifikansi 0,000 dan nilai
Adjusted R2 sebesar 0.187.
7 Vega Lienardi
dan Theresia
Dian
Widyastuti
(2017)
Y = audit delay
X1 = persentase
kepemilikan asing
X2 = latar belakang
pendidikan komite
audit
X3 = ukuran KAP
X4 = umur
perusahaan
X5 = profitabilitas
X6 = solvabilitas
Metode analisis yang
digunakan adalah
analisis regresi linier
Hasil penelitian menyatakan
bahwa:
a. Kepemilikan asing tidak
berpengaruh pada audit delay
b. Pendidikan komite audit tidak
berpengaruh pada audit delay
c. Ukuran KAP berpengaruh
signifikan negatif pada audit
delay.
d. Umur perusahaan berpengaruh
signifikan negatif pada audit
delay
e. Profitabilitas berpengaruh
signifikan negatif pada audit
38
No.
Peneliti dan
Tahun
Penelitian
Variabel dan
Metode Analisis Hasil Penelitian
berganda delay
f. Solvabilitas tidak berpengaruh
pada audit delay.
Sumber: Dari berbagai penelitian terdahulu
2.4 Kerangka Pemikiran
Kualitas audit suatu laporan keuangan dapat diukur dengan ukuran Kantor
Akuntan Publik yang dapat digolongkan menjadi dua, yaitu KAP yang berafiliasi
dengan KAP Big Four dan KAP yang berafiliasi dengan KAP non Big Four.
Kantor Akuntan Publik Big Four lebih menginginkan untuk mengambil sikap
yang tepat dan mengeluarkan pendapat yang sesuai standar dan memiliki
kemampuan teknis untuk mendeteksi going concern perusahaan, serta Kantor
Akuntan Publik besar cenderung menyajikan audit yang lebih cepat dibandingkan
dengan kantor akuntan publik non Big Four karena mereka memiliki nama baik
yang dipertaruhkan. Hal ini berarti semakin besar ukuran KAP maka akan
menghasilkan jangka waktu penyelesaian audit (audit delay) yang lebih cepat.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik hipotesis bahwa ukuran KAP
berpengaruh negatif terhadap audit delay.
Hal yang mendasari hubungan antara ukuran perusahaan dengan audit
delay adalah perusahaan yang besar akan menyelesaikan proses auditnya lebih
cepat dibandingkan perusahaan kecil, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu manajemen perusahaan yang berskala besar cenderung diberikan insentif
untuk mengurangi audit delay dikarenakan perusahaan tersebut dimonitor secara
39
ketat oleh investor, pengawas permodalan, dan pemerintah. Pihak-pihak ini sangat
berkepentingan terhadap informasi yang termuat dalam laporan keuangan. Oleh
karena itu, perusahaan-perusahaan berskala besar cenderung menghadapi tekanan
eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan audit lebih awal. Disamping itu
perusahaan besar pada umumnya memiliki sistem pengendalian internal yang
lebih baik sehingga memudahkan auditor menyelesaikan pekerjaannya.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat ditarik hipotesis bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay.
Tingkat leverage merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk
membayar semua hutang-hutangnya baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Tingginya tingkat leverage mencerminkan tingginya resiko keuangan perusahaan.
Tingginya resiko ini menunjukan adanya kemungkinan bahwa perusahaan
tersebut tidak bisa melunasi kewajiban atau hutang baik berupa pokok maupun
bunga. Resiko perusahaan yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan
mengalami kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan merupakan berita buruk yang
akan mempengaruhi kondisi perusahaan dimata masyarakat. Pihak manajemen
cenderung menunda penyampaian laporan keuangan berisi berita buruk.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat ditarik hipotesis bahwa tingkat
leverage berpengaruh positif terhadap audit delay.
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dari kegiatan operasinya. Hal ini menjadi kabar baik dan kabar buruk bagi
perusahaan. Ketika tingkat profitabilitas tinggi, hal itu akan menjadi kabar baik
bagi perusahaan. Sebaliknya, ketika tingkat profitabilitas rendah, hal itu akan
40
menjadi berita buruk bagi perusahaan. Hal ini tentunya menyangkut gambaran
tentang kinerja perusahaan. Selain itu, perusahaan dengan profitabilitas tinggi
menjadikan KAP akan bekerja dengan tanpa beban sehingga mendapatkan risiko
litigasi dari perusahaan lain; dengan demikian, proses pemeriksaan/audit akan
menjadi lebih cepat. Jika mengalami kerugian, perusahaan cenderung
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan proses audit atau
pelaporan auditnya. Rasio profitabilitas menggunakan Return On Asset (ROA)
yang menunjukkan perputaran dari penggunaan aset perusahaan yang harus
dipertanggungjawabkan penggunaannya terhadap pengguna laporan keuangan.
Oleh karena itu, ketika kabar baik itu muncul, perusahaan tidak akan menunda
untuk menyampaikan/memublikasikan laporan keuangan kepada user. Hal
tersebut berarti bahwa semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan yang diukur
menggunakan ROA, akan semakin cepat proses audit yang dilakukan terhadap
suatu perusahaan sehingga audit delay semakin kecil. Berdasarkan penjelasan
tersebut dapat ditarik hipotesis bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap
audit delay.
Semakin lama perusahaan beroperasi maka pada umumnya semakin
berkembang perusahaan tersebut. Semakin lama umur perusahaan maka audit
delay akan semakin singkat. Semakin lama umur perusahaan dinilai lebih mampu
dan terampil mengumpulkan, memproses, dan menghasilkan informasi pada saat
diperlukan karena memiliki pengalaman yang cukup banyak.Hal tersebut berarti
bahwa semakin lama atau semakin tua umur suatu perusahaan maka akan semakin
cepat proses audit yang dilakukan terhadap suatu perusahaan sehingga audit
41
delaysemakin kecil. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat ditarik hipotesis
bahwa umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan bagan kerangka
pemikiran penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Ukuran KAP
(X1)
Ukuran
Perusahaan
(X2)
Audit Delay
(Y)
Tingkat Leverage
(X3)
Profitabilitas
(X4)
Umur Perusahaan
(X5)