Upload
lylien
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan teori agensi sebagai sebuah
kontrak dimana satu atau lebih pemegang saham (principle) melibatkan
manajemen (agent) untuk melakukan beberapa jasa atas nama mereka.
Manajemen adalah pihak yang dikontrak oleh pemilik perusahaan untuk bekerja
demi kepentingan perusahaan dan agen akan selalu bertindak yang terbaik bagi
kepentingan perusahaan. Oleh karena itu manajer harus bertanggungjawab kepada
pemilik perusahaan.
Teori agensi menunjukkan pentingnya pemisahan fungsi antara
manajemen perusahaan dan hubungan pemilik kepada manajer. Dimana tujuan
adanya pemisahan ini adalah untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas dengan
cara menyewa pihak profesional untuk mengelola perusahaan. Akan tetapi dilain
sisi pemisahan ini menimbulkan permasalahan yaitu ketika terjadi ketidaksamaan
tujuan antara principle dan agen (Anisa, 2012).
Pada dasarnya individu bertindak sesuai dengan kepentingannya masing-
masing. Agen memiliki kewajiban untuk memberikan kinerja yang baik bagi
principle dengan cara menciptakan laba bagi perusahaan. Sedangkan principle
mempunyai kewajiban untuk memberikan apresiasi kepada agen atas kinerjanya.
13
Kreditor selalu ingin mendapatkan laba yang banyak dari perusahaan agar
dana yang dipinjamkan cepat kembali dan tidak tergolong kategori kredit macet.
Akan tetapi agency juga menginginkan bonus yang banyak atas kinerjanya. Oleh
karena itu agar kedua belah pihak bisa saling mendapatkan keuntungan dari hasil
kinerjanya masing-masing maka baik pihak principle maupun agen harus bisa
bekerja dengan semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang mereka
inginkan.
Kinerja agen dinilai berdasarkan kemampuannya di dalam mengatur
perusahaan dengan cara menciptakan laba yang tinggi. Dengan didapatnya laba
perusahaan yang tinggi maka principle akan diuntungkan dengan pengembalian
utang yang cepat sehingga dana principle terus berputar. Sehingga keadaan
tersebutlah yang menjadikan bonus agency menjadi naik.
Ada tiga jenis asumsi sifat dasar manusia untuk menjelaskan tentang teori
agensi yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self
interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk
averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia, manajer sebagai manusia
kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic. Maksud dari
sifat opportunistic adalah bahwa manajer akan lebih mengutamakan kepentingan
pribadinya dibandingkan kepentingan orang lain (kreditor). Agent akan berusaha
mencari keuntungannya sendiri untuk mendapatkan bonus dari perusahaan dengan
berbagai cara seperti memanipulasi angka-angka di laporan keuangan.
14
Dengan adanya perbedaan kepentingan antara agen dan principle inilah
yang menyebabkan adanya konflik. Konflik ini dapat memicu terjadinya asimetri
informasi diantara kedua belah pihak tersebut. Asimetri informasi antara manajer
dan kreditor seringkali terjadi karena manajemen umumnya mempunyai informasi
yang lebih akurat dibandingkan dengan pihak luar perusahaan (kreditor). Asimetri
informasi merupakan kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang tidak
diketahui pihak lain, sehingga untuk informasi tertentu hanya akan diketahui oleh
suatu pihak tanpa diketahui oleh pihak lain yang juga memerlukan informasi
tersebut.
Asimetri informasi terjadi antara manajer dengan kreditor sebagai
pengguna laporan keuangan menyebabkan kreditor tidak dapat mengamati seluruh
kinerja dan prospek perusahaan secara sempurna. Ketika situasi dimana kreditor
memiliki informasi yang lebih sedikit dari pada manajer, manajer dapat
menggunakan wewenang yang dimilikinya untuk melakukan manajemen laba
(Veronika, 2004). Hal ini akan berdampak pada kemungkinan terjadinya
kecurangan laporan keuangan yang materiil.
2.1.2 Fraud Tree
Secara skematis, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Pohon
ini menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam bentuk skema hubungan
kerja, beserta ranting dan anak rantingnya. Terdapat tiga cabang utama, yaitu
Corruption, Asset Misappropriation, dan Fraudulent Statements seperti pada
Gambar 2.1 berikut
15
Gambar 2.1Fraud tree
Sumber: acfe.com/fraud-tree.aspx, 2015
16
1) Asset Misappropriation
Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset
atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang
paling mudah dideteksi karena sifatnya tangible atau dapat
diukur/dihitung.
2) Fraudulent Statements
Fraudulent statements meliputi tindakan yang dilakukan oleh
pejabat atau eksekutif perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi
kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan
dalam penyajian laporan keuangan untuk memeroleh keuntungan. Salah
satu bentuk dari fraudulent statements adalah manajemen laba (Rezaee,
2002).
3) Corruption
Korupsi banyak terjadi di negara-negara yang memilki sistem
penegakan hukum yang lemah, serta kurangnya kesadaran akan tata kelola
yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Jenis fraud
ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan
pihak lain seperti suap dan korupsi yang memiliki hubungan simbiosis
mutualisme.
2.1.3 Kecurangan Laporan Keuangan
2.1.3.1 Definisi Kecurangan Laporan Keuangan
Definisi kecurangan laporan keuangan menurut ACFE (1998) adalah
kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material
17
laporan keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat
bersifat financial dan non financial. Kecurangan laporan keuangan dapat
berkaitan dengan beberapa skema seperti:
1) pemalsuan, pengubahan atau manipulasi dari catatan keuangan, dokumen
pendukung atau transaksi bisnis,
2) kesalahan pencatatan material yang disengaja, penghapusan, atau
kesalahan presentasi dari kejadian, transaksi, akun, atau informasi
signifikan lainnya yang merupakan sumber informasi pembuatan laporan
keuangan,
3) kesalahan yang disengaja pada penggunaan prinsip akuntansi, kebijakan,
dan prosedur yang digunakan untuk mengukur, mengakui, melaporkan dan
mengungkapkan kejadian ekonomis dan transaksi bisnis,
4) penghilangan secara sengaja dari pengungkapan atau penyajian
pengungkapan yang tidak memadai berkaitan dengan standar, prinsip,
praktek akuntansi dan informasi keuangan yang berhubungan.
5) penggunaan teknik akuntansi yang agresif melalui pengelolaan laba yang
tidak diperbolehkan,
6) manipulasi dari praktek akuntansi yang didasarkan pada standar akuntansi
yang tersedia yang memiliki celah yang dapat digunakan perusahaan untuk
menutupi substansi ekonomi dari kinerjanya (Rezaee, 2002).
18
2.3.1.2 Imbalan Kecurangan Laporan Keuangan
Imbalan yang diharapkan bagi para pelaku kecurangan adalah beragam.
Menurut Mulford (2010) berbagai imbalan dibagi menjadi beberapa kategori
berikut ini:
1) Dampak pada harga saham (Share-price effect) :
a. Mengurangi gejolak turun dan naiknya harga saham
b. Meningkatkan nilai perusahaan
c. Menurunkan biaya ekuitas
d. Meningkatkan nilai opsi saham
2) Dampak pada biaya pinjaman (Borrowing cost benefit) :
a. Meningkatkan kualitas kredit
b. Rating utang jadi lebih tinggi
c. Biaya pinjaman lebih rendah
d. Kontrak keuangan lebih lunak
3) Dampak pada Bonus yang diperoleh (Bonus plan effect) :
a. Menaikkan laba yang menjadi dasar pemberian bonus
4) Dampak biaya politik (political cost effects) :
a. Menurunkan dampak regulasi
b. Menghindari pajak yang lebih tinggi
2.1.4 Fraud triangle
Teori yang mendasar dari penelitian ini yaitu teori fraud triangle. Teori ini
dicetuskan oleh Cressey (1953) yang diperkenalkan dalam literatur pofesioanal
pada SAS No. 99, Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit. Secara
19
umum kecurangan mempunyai tiga sifat seperti yang diungkapkan dalam fraud
triangle. Dimana kondisi yang umumnya hadir pada saat fraud terjadi yaitu
tekanan atau pressure, peluang atau opportunity, dan rasionalisasi atau
rationalization (Turner et al., 2003). Menurut AICPA, hanya satu dari faktor-
faktor ini yang hadir dalam rangka kecurangan yang dilakukan.
SAS No. 99 mengharuskan auditor untuk menerapkan prosedur baru yang
bertujuan untuk mengetahui lingkungan perusahaan dan untuk mengevaluasi
jumlah luas informasi baru dalam upaya untuk mengidentifikasi fakta dan keadaan
yang mengindikasikan adanya tekanan, peluang, dan rasionalisasi (Skousen, et al.,
2009). Gambar 2.2 menerangkan hubungan antara pressure, opportunity, dan
rationalization.
Gambar 2.2 Fraud triangle
Sumber: data diolah, 2015
20
2.1.4.1 Pressure (Tekanan)
Rahmanti (2013) menyebutkan bahwa pressure adalah dorongan orang
untuk melakukan fraud. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk
gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain, termasuk hal keuangan dan non
keuangan. Dalam hal keuangan sebagai contoh dorongan untuk memiliki barang-
barang yang bersifat materi. Tekanan dalam hal non keuangan mendorong
seseorang melakukan kecurangan, misalnya tindakan untuk menutupi kinerja yang
buruk karena tuntutan pekerjaan untuk mendapatkan hasil yang baik.
SAS No. 99 menjelaskan bahwa, terdapat empat jenis kondisi umum
terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan. Kondisi tersebut
adalah stabilitas keuangan, tekanan eksternal, kebutuhan keuangan individu, dan
target keuangan.
Tekanan eksternal dapat berasal dari kewajiban/utang perusahaan dan
target keuangan yang diberikan oleh pemilik perusahaan, investor atau kreditor.
Dalam hal ini, tekanan eksternal ini akan memberikan dampak terhadap kinerja
perusahaan. Dampak positifnya adalah peningkatan kinerja perusahaan yang
signifikan. Namun, dampak negatifnya adalah kecurangan yang akan timbul
karena manajemen tidak mampu untuk meningkatkan kinerja perusahaan sehingga
manajemen akan melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan perusahaan
agar terlihat baik.
Utang perusahaan yang tinggi tidak selalu mencerminkan bahwa
perusahaan tersebut sedang dalam keadaan buruk atau kekurangan dana, karena
utang dapat berfungsi sebagai tambahan modal perusahaan untuk melakukan
21
ekspansi atau research and development. Jumlah utang yang tinggi juga dapat
mencerminkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan pinjaman, hal ini
menjelaskan mengenai fleksibiliatas keuangan yang tinggi sehingga kemampuan
perusahaan untuk membayar dividen juga tinggi.
2.1.4.2 Oportunity (Kesempatan / peluang)
Nabila (2013) berpendapat bahwa opportunity adalah peluang yang
memungkinkan terjadinya fraud. Para pelaku kecurangan percaya bahwa aktivitas
mereka tidak akan terdeteksi. Peluang dapat terjadi karena pengendalian internal
yang lemah, pengawasan manajemen yang kurang baik atau melalui penggunaan
posisi. Kesempatan untuk melakukan fraud berdasarkan pada kedudukan pada
umumnya, manajemen suatu perusahaan memiliki potensi yang lebih besar untuk
melakukan fraud dibandingkan dengan karyawan. Tetapi patut digaris bawahi
bahwa kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap
kedudukan. Kegagalan dalam menetapkan prosedur yang memadai untuk kondisi
fraud juga mampu meningkatkan keterjadian suatu kecurangan. Dilihat dari ketiga
elemen fraud triangle, kesempatan memiliki kontrol yang paling atas, oleh karena
itu dalam mendeteksi adanya aktivitas kecurangan maka perusahaan perlu
membangun sebuah proses, prosedur dan kontrol yang efektif.
SAS No. 99 menyebutkan bahwa peluang pada kecurangan laporan
keuangan dapat terjadi pada tiga kategori. Kondisi tersebut adalah kondisi
industri, ketidakefektifan pengawasan, dan struktur organisasional.
22
2.1.4.3 Rationalization ( Rasionalisasi )
Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana
pelaku mencari pembenaran atas perbuatannya. Rasionalisasi merupakan bagian
fraud triangle yang paling sulit untuk diukur (Skousen, et al., 2009). Sikap atau
karakter adalah apa yang menyebabkan satu atau lebih individu untuk secara
rasional melakukan fraud. Integritas manajemen merupakan penentu utama dari
kualitas laporan keuangan. Ketika integritas manajemen dipertanyakan, keandalan
laporan keuangan diragukan. Mereka yang umumnya tidak jujur maka akan lebih
mudah merasionalisasi kecurangan. Bagi mereka dengan standar moral yang lebih
tinggi, mungkin tidak begitu mudah. Pelaku fraud selalu mencari pembenaran
rasional untuk membenarkan perbuatannya. SAS No. 99 menyebutkan bahwa
rasionalisasi pada perusahaan dapat diukur dengan siklus pergantian auditor, opini
audit yang didapat perusahaan tersebut serta keadaan total akrual dibagi dengan
total aset.
2.1.5 Manajemen Laba
Manajemen laba merupakan setiap tindakan manajemen yang dapat
memengaruhi angka laba yang dilaporkan. Menurut Scott (2000), Manajemen
laba adalah pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajemen untuk mencapai
tujuan tertentu. Pemilihan kebijakan akuntansi tersebut termotivasi dari tujuan
efisiensi maupun oportunistik.
Manajemen laba bersifat efisiensi apabila manajemen perusahaan berusaha
untuk menambah tingkat transparansi laba dalam mengkomunikasikan hal yang
bersifat informasi internal perusahaan Beberapa kasus teknik-teknik manajemen
23
laba yang oportunistik sering kali menggunakan teknik perataan laba (income
smoothing).
Praktik perataan laba disebabkan adanya motivasi manajemen untuk
mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan. Manajemen akan melakukan income
maximation ketika laba perusahaan mengalami penurunan dengan tujuan
mendapatkan bonus yang besar (Scoot, 2000). Sebaliknya perusahaan akan
melakukan income minimation ketika laba mendatang diperkirakan menurun
drastis sehingga dapat di atasi dengan mengambil laba periode sebelumnya
(Scoot, 2000). Manajemen laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah
manajemen laba yang bersifat oportunistik karena melihat adanya income
maximation (DACC positif) dan income minimation (DACC negatif).
Standar Akuntansi Keuangan memperbolehkan manajer untuk memilih
kebijakan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan, salah satunya dengan
dengan berbasis akuntansi akrual. Penggunaan dasar akrual dipilih karena lebih
rasional dan adil dalam mencerminkan kondisi perusahaan secara riil. FASB
(1978) menyatakan bahwa laporan keuangan yang disusun berdasarkan akuntansi
akrual memberikan keunggulan karena informasi laba perusahaan dan pengukuran
komponennya mempunyai indikasi yang lebih baik dibandingkan informasi yang
dihasilkan dari akuntansi berbasis kas. Pihak manajer dapat dengan leluasa untuk
memodifikasi laporan keuangan untuk menghasilkan jumlah laba yang diinginkan
dalam penggunaan dasar akrual agar memperlihatkan kinerja yang baik dalam
menghasilkan nilai atau keuntungan (Halim et al., 2005). Jumlah akrual yang
24
tercermin dalam penghitungan laba terdiri dari discretionary accruals dan
nondiscretionary accruals.
Non discretionary accruals merupakan komponen akrual yang terjadi
seiring dengan perubahan dari aktivitas perusahaan. Discretionary accruals
merupakan komponen akrual yang berasal dari earnings management yang
dilakukan manajer. Manajemen laba (DACC) dapat diukur melalui discretionary
accrual yang dihitung dengan cara menyelisihkan total accruals (TACC) dan
nondiscretionary accruals (NDACC). Discretionary accruals (DACC)
merupakan tingkat akrual yang tidak normal yang berasal dari kebijakan
manajemen untuk melakukan rekayasa terhadap laba sesuai dengan yang mereka
inginkan.
Menghitung DACC dapat dilakukan dengan metode Modified Jones
Model. Alasan penggunaan model ini karena Modified Jones Model dapat
mendeteksi manajemen laba lebih baik dibandingkan dengan model-model
lainnya sejalan dengan hasil penelitian Dechow et al. (1995)
Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan oleh Positive Accounting
Theory (PAT) dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan dasar
pemahaman tindakan manajemen laba yaitu (Watts dan Zimmerman 1986):
1) Bonus plan hypothesis
Bonus plan hypothesis menegaskan bahwa manajer perusahaan dengan
rencana bonus lebih cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang
membuat laba yang dilaporkan menjadi lebih tinggi.
25
2) Debt (equity) hypothesis
Debt (equity) hypothesis menegaskan bahwa perusahaan dengan rasio debt
to equity lebih besar, cenderung untuk memilih prosedur-prosedur
akuntansi yang dapat menaikkan labanya.
2.1.6 Discretionary Accrual
Discretionary accrual sering digunakan sebagai proksi manajemen laba
oportunistik dalam beberapa penelitian sebelumnya sesuai dengan konteksnya
masing-masing, tetapi manajer mungkin mempunyai motivasi lain untuk mencatat
discretionary accrual yaitu untuk maksud pemberian sinyal mengenai kinerja
manajemen kini serta yang akan datang (Widodo, 2005). Discretionary accrual
adalah suatu cara untuk mengurangi atau menambah pelaporan laba yang sulit
dideteksi melalui manipulasi kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan akrual,
misalnya menaikkan biaya amortisasi atau depresiasi, mencatat kewajiban yang
besar terhadap potongan harga dan mencatat persediaan yang sudah usang,
sedangkan akrual adalah semua kejadian yang bersifat operasional pada suatu
tahun yang tidak berpengaruh terhadap arus kas, dengan kata lain total akrual
adalah selisih antara laba dengan arus kas dari kegiatan operasi perusahaan.
2.1.7 Pembahasan Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti terdahulu sudah pernah mencoba untuk mendeteksi
adanya fenomena fraud dalam perusahaan. Mereka mencoba menggunakan
metode-metode yang berbeda untuk menjelaskan fenomena fraud pada laporan
keuangan. Variabel yang digunakan bervariasi, serta teknik analisis yang
digunakan juga bermacam-macam. Akan tetapi dari sekian peneliti yang mencoba
26
mendeteksi adanya fenomena fraud ini mendapatkan hasil yang tidak konsisten.
Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh sampel, proksi, teknik analisis serta
metode penelitian yang berbeda-beda.
Tabel di bawah ini merangkum beberapa hasil penelitian, proksi, serta
teknik analisis yang digunakan dalam mendeteksi atau mengetahui pengaruh
faktor faktor yang memengaruhi adanya fenomena fraud dalam laporan keuangan
perusahaan. Dengan adanya ringkasan penelitian dari peneliti terdahulu
diharapkan dapat menjadi refrensi bagi penulis dalam melakukan penelitian.
Ringkasan penelitian terdahulu disajikan dalam bentuk tabel yang berisi
nama dan tahun penelitian, variabel serta proksi yang digunakan, data dan alat
analisism serta hasil penelitian. Tabel ringkasan penelitian terdahulu disajikan
dalam Tabel sebagai berikut.
27
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
.
Nama
Peneliti
Variabel
Data dan Alat
Analisis
Hasil Penelitian
1.
Skousen,
et al.
(2009)
Dependen: Kecurangan
laporan keuangan
Independen:
1. Proksi untuk pressure:
-Financial stability:
GPM, SCHANGE,
ACHANGE, CATA,
SALAR, SALTA,
INVSAL
- External pressure:
LEV, FINANCE,
FREEC
- Personal financial
need:
OSHIP, OWN
- Financial target:
ROA
2. Proksi untuk
opportunity:
- Nature of industry:
RECEIVABLE,
INVENTORY, FOPS
- Ineffective
monitoring:
BDOUT, AUDCOMM,
AUDSIZE, IND,
EXPERT
- Organizational
structure: CEO,
TOTALTURN
3. Proksi untuk
rationalization:
AUDCHANG,
AUDREPORT, TACC
Menggunakan
data
SEC Akuntansi
dan
Siaran Auditing
Enforcement
(AAERs) yang
diterbitkan
antara tahun
1992 dan 2001
sedangkan alat
analisis yang
digunakan yaitu
menggunakan
analisis regresi
logistik
Menemukan bukti
bahwa:
1) Pertumbuhan
aset yang cepat,
peningkatan
kebutuhan uang
tunai dan
pembiayaan
eksternal
berhubungan
secara positif
terhadap
kemungkinan
terjadinya fraud
2) Kepemilikan
sahamsaham
eksternal dan
internal serta
kontrol dewan
direksi juga
terkait dengan
peningkatan
kecurangan
laporan
keuangan
3) Ekspansi
jumlah anggota
independen di
komite audit
berhubungan
negatif dengan
terjadinya
kecurangan
28
2.
Lou dan
Wang
(2009)
Dependen: Fraud
Independen:
pertumbuhan tinggi,
kesalahan perkiraan
analisis, kerugian, arus
kas negatif dari aktivitas
operasi, leverage,
pledging, rasio investasi,
transaksi pihak istimewa,
CEO, auditor internal,
deviation in control
away from cash flow
rights, penyajian ulang,
pergantian auditor,
ukuran perusahaan
Menggunakan
data yang
dikumpulkan
dari perusahaan
publik Taiwan,
termasuk Bursa
Efek Taiwan
(TSE). Sebagian
besar sampel
yang diperoleh
dari database
bernama Journal
Ekonomi Taiwan
(TEJ) sedangkan
alat analisis yang
digunakan yaitu
analisis regresi
logistik
Kecurangan
pelaporan berkaitan
dengan salah satu
kondisi berikut:
tekanan keuangan
dari sebuah
perusahaan atau
supervisor
perusahaan, rasio
yang lebih tinggi
dari suatu transaksi
yang kompleks,
dipertanyakannya
integritas dari
manajer perusahaan,
atau lebih
memburuknya
hubungan antara
perusahaan dengan
auditornya
3.
Ema
Kurniaw
ati
(2012)
Dependen:
fraud/kecurangan
Independen:
pertumbuhan tinggi,
kerugian laba, arus kas
negatif, kemampuan
perusahaan memnuhi
kewajibannya, transaksi
pihak istimewa,
pergantian
KAP oleh perusahaan
Data didapatkan
dari BEI periode
tahun 2007-2010
sedangkan alat
analisis yang
digunakan yaitu
analisis regresi
logistik
1) Menunjukkan
hasil bahwa
pertumbuhan
tinggi, kerugian
laba,
kemampuan
perusahaan
memenuhi
kewajibannnya,
dan transaksi
pihak istimewa
berpengaruh
terhadap
kecurangan
laporan
keuangan
2) Arus kas negatif
dan perpindahan
KAP tidak
berpengaruh
terhadap
kecurangan
laporan
keuangan
29
4.
Martanty
a
Maudy
Rahmant
i
(2013)
Dependen: kecurangan
laporan keuangan
Independen: stabilitas
keuangan, tekanan
eksternal, kepemilikan
manajerial,
target keuangan,
efektivitas pengawasan,
dan ukuran perusahaan
Menggunakan
data yang
diambil dari BEI
tahun 20022006
sedangkan alat
analisisnya
menggunakan
regresi logistik
1) Variabel
stabilitas
keuangan dan
variabel target
keuangan
terbukti
berpengaruh
secara signifikan
terhadap
2) kemungkinan
terjadinya
kecurangan
laporan
keuangan
3) Variabel tekanan
eksternal,
variabel
kepemilikan
manajerial, dan
variabel
efektivitas
pengawasan
terbukti tidak
berpengaruh
secara signifikan
terhadap
kemungkinan
terjadinya
kecurangan
laporan
keuangan.
4) Variabel ukuran
perusahaan yang
dilihat dari total
aset tidak dapat
dijadikan kontrol
dalam
mendeteksi
kemungkinan
adanya
kecurangan
laporan
keuangan
30
6.
Hasnan
et al.,
(2013)
Dependen: kecurangan
pelaporan keuangan
Independen: pelanggaran
terdahulu, transaksi
pihak istimewa, pendiri
di dewan direksi,
financial distress,
kepemilikan keluarga,
kepemilikan asing,
koneksi politik,
kekurangan dewan
komisaris independen,
multijabatan dewan
direksi, kualitas audit,
dan
manajemen laba
Data didapatkan
dari Bursa
Malaysia tahun
1996-2007
sedangkan alat
analisis yang
digunakan yaitu
analisis regresi
logistik
Mendapatkan hasil
bahwa:
1) Terkait dengan
rasionalisasi,
pelanggaran
sebelumnya
(PRIOR) dan
pendiri di dewan
direksi
(FOUND)
berhubungan
positif dan
signifikan
terhadap
kecurangan
2) Terkait dengan
motif, kesulitan
keuangan
(DISTRESS)
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kecurangan,
sedangkan
kepemilikan
keluarga
(FAMOWN)
dan
kepemilikan
asing
(FOREINOWN)
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap
kecurangan
3) Terkait dengan
peluang,
ditemukan bukti
bahwa
multijabatan
dewan direksi
(CROSSDIR)
berpengaruh
secara positif
dan signifikan
terhadap
kecurangan
31
7.
Nabila-
2013
Dependen : kecurangan
Independen :
Tekanan :
- Financial
stability
pressure
(ACHANG
E)
- Financial
target
(ROA)
- Personal
Financial
Need
(OSHIP)
- Eksternal
Pressure
(FREEC)
Peluang :
- Effective
monitoring
(IND)
Hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa financial
stability pressure
yang diproksikan
dengan
ACHANGE,
financial targets
yang diproksikan
dengan ROA dan
external pressure
yang diproksikan
dengan FREEC
berpengaruh
signifikan terhadap
kecurangan
laporan keuangan.
Sementara itu,
personal financial
need yang
diproksikan
dengan OSHIP,
dan effective
monitoring yang
diproksikan
dengan IND tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
kecurangan
laporan keuangan
32
8.
Rachma
wati –
2014
Dependen: Fraudulent
Financial Reporting
Independen :
Tekanan :
- Kepemilika
n Asing
- Kemampua
n
perusahaan
dalam
memenuhi
kewajibann
ya
- Target
keuangan
Kesempatan :
- Efektivitas
pengawasan
- Multi
Jabatan
Dewan
Direksi
- Transaksi
Pihak
Istimewa
Rasionalisasi :
Pergantian auditor
Menggunakan
data perusahaan
yang
mendapatkan
sanksi dari
BAPEPAM
periode 2008-
2012.
Menggunakan
analisis regresi
logistik
Penelitian ini
menunjukkan
bahwa hanya
faktor multi
jabatan dewan
direksi dan
pergantian auditor
yang memiliki
pengaruh
signifikan terhadap
kecurangan
laporan keuangan
sedangkan faktor
lainnya tidak
berpengaruh secara
signifikan.
Sumber: data diolah, 2015
Penelitian di atas mencoba menganalisis komponen dari fraud triangle
untuk mendeteksi kecurangan pada laporan keuangan. Berdasarkan teori yang
dicetuskan oleh Cressey (1953) peneliti-peneliti di atas mengembangkan variabel
yang diduga berpengaruh terhadap kecurangan dalam pelaporan keuangan.
Penelitian mengenai fraud triangle di Indonesia masih sedikit dilakukan. Oleh
karena itu penelitian ini mencoba melakukan penelitian mengenai misstatement
33
laporan keuangan menggunakan proksi yang ada pada fraud triangle yaitu
tekanan dan kesempatan, dalam penelitian ini proksi kesempatan berperan sebagai
variabel pemoderasi hubungan antara variabel tekanan dengan misstatement
laporan keuangan.
2.2 Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh External Pressure pada Misstatement Laporan Keuangan
Teori keagenan menjelaskan bahwa hubungan antara pemilik dan
pengelola perusahaan merupakan hubungan kontraktual dimana masing-masing
memiliki keinginan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Kreditor selaku
pemberi pinjaman uang pada perusahaan menginginkan adanya imbal balik atas
investasinya, di sisi lain manajer selalu menginginkan bonus dari para pemilik
atas hasil kinerjanya. Secara langsung kreditor memberikan tekanan kepada
manajer untuk terus meningkatkan kinerja perusahaan untuk mencapai hasil atau
laba yang maksimal.
Tekanan juga bisa timbul dari kewajiban perusahaan untuk melunasi
utang. Oleh karena utang perusahaan yang terbilang cukup tinggi, maka
manajemen akan merasa ditekan untuk meningkatkan penjualan untuk melunasi
utang tersebut. Manajemen akan melakukan banyak cara untuk mengatasi external
pressure tersebut. Salah satunya dengan melakukan pelanggaran dalam
menyajikan laporan keuangan. Tinggi rendahnya salah saji yang dilakukan oleh
manajemen pada laporan keuangan dapat dideteksi dengan menggunakan proksi
manajemen laba. Tinggi rendahnya tekanan yang diberikan dari luar (external)
dapat dilihat dari rasio keuangan perusahaan. Rasio yang digunakan untuk
34
mengukur tingkat External pressure adalah dengan menggunakan rasio LEV
(leverage).
Tak dapat dipungkiri bahwa operasional suatu perusahaan tidak bisa
terlepas dari hutang. Hutang ini digunakan oleh perusahaan untuk melakukan
pengembangan bisnis sehingga memengaruhi kinerja perusahaan. Kadangkala
manajemen menghadapi tekanan dari pihak eksternal untuk memenuhi
kewajibannya. Skousen, et al., (2009) menjelaskan bahwa manajer mungkin
merasa bahwa tekanan sebagai salah satu cara untuk memeroleh tambahan utang
atau pembiayaan ekuitas agar tetap kompetitif. Suatu perusahaan dikatakan
mampu membayar hutang apabila kegiatan operasionalnya berlangsung terus
menerus dan tidak mengalami rugi. Perusahaan dipastikan harus dapat
mengembalikan pinjaman yang telah diperolehnya.
Apabila perusahaan memiliki rasio leverage yang tinggi maka perusahaan
itu memiliki hutang yang besar dan resiko kreditnya juga tinggi. Timbulnya
hutang di dalam suatu perusahaan ini seringkali membawa manajemen untuk
melaporkan profitabilitas yang tinggi pula. Sehingga tidak jarang perusahaan
melakukan kecurangan pelaporan keuangan dengan cara menaikkan laba yang
dihasilkan.
Penelitian Dechow et al., (1996) menyebutkan bahwa perusahaan yang
leverage nya tinggi maka kemungkinan untuk melakukan manipulasi labanya
akan ikut tinggi. Namun penelitian ini bertentangan dengan yang dilakukan oleh
Subroto (2012) yang menyatakan bahwa kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajibannya (LEV) tidak berpengaruh terhadap kecurangan
35
pelaporan keuangan. Penelitiannya tidak berhasil membuktikan bahwa tekanan
eksternal yang dihadapi oleh perusahaan yang diukur dengan menggunakan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya (LEV) berpengaruh
terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Peneliti lain Lou dan Wang (2009)
menyatakan bahwa ketika suatu perusahaan mengalami tekanan eksternal, maka
akan dapat diidentifikasi risiko salah saji material yang lebih besar akibat
kecurangan. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini mengajukan hipotesis
sebagai berikut:
H1: External pressure berpengaruh positif pada misstatement laporan
keuangan
2.2.2 Pengaruh Opportunity Fraud (IND) pada Misstatement Laporan
Keuangan
Fraud dapat diminimalkan salah satunya dengan Sistem Pengendalian
Intern (SPI) yang baik. Dengan adanya komite audit dipercaya dapat
meningkatkan efektifitas pengawasan perusahaan. Beasly et al. (2000)
berpendapat bahwa insiden fraud akan berkurang dengan perusahaan yang
memiliki komite audit. Selanjutnya (Skousen, et al., 2009) mengatakan bahwa
anggota komite audit yang lebih besar dapat mengurangi insiden fraud. Sejak
tahun 2001, perusahaan diwajibkan untuk memiliki komite audit, maka saat ini
komite audit tidak diukur dengan ada tidaknya komite audit melainkan dengan
proporsi perbandingan anggota komite audit independen terhadap jumlah anggota
audit secara keseluruhan, oleh sebab itu, ineffective monitoring diproksikan
dengan proporsi anggota komite audit independen (IND).
36
Berdasarkan surat edaran Bapepam nomor SE-03/PM/2002 dinyatakan
bahwa komite audit terdiri dari tiga orang. Komite audit meningkatkan integritas
dan kredibilitas pelaporan keuangan melalui: (1) pengawasan atas proses
pelaporan termasuk sistem pengendalian internal dan prinsip akuntansi berterima
umum; (2) mengawasi proses audit secara keseluruhan. Hasilnya mengidikasikan
bahwa adanya komite audit memiliki konsekuensi pada laporan keuangan yaitu:
(a) berkurangnya pengukuran akuntansi yang tidak tepat; (b) berkurangnya
tindakan kecurangan manajemen dan tindakan ilegal.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa komite audit dapat
mengurangi aktivitas earning management salah satu bentuk kecurangan laporan
keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Skousen, et al. (2009) membuktikan
bahwa proporsi anggota komite audit independen (IND) berpengaruh negatif
terhadap kecurangan laporan keuangan.
Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut :
H2: Opportunity fraud berpengaruh negatif pada misstatement laporan
keuangan.
2.2.3 Opportunity fraud (IND) Mampu Memoderasi pengaruh External
Pressure pada Misstatement Laporan Keuangan
Seringkali dalam permasalahan kecurangan, yang pertama kali menjadi
pemicunya adalah tekanan. Tekanan yang diterima akan membuat sesorang
melakukan tindakan melanggar aturan demi menghindari tekanan tersebut.
Tekanan ini lah yang menciptakan adanya kesempatan. Sebagai contoh, dengan
berbagai bentuk tekanan yang diterima oleh manajemen baik itu dari luar maupun
37
dari kebutuhan pribadinya sendiri menyebabkan manajemen mencari-cari celah
untuk melakukan kecurangan. Celah inilah yang disebut dengan kesempatan.
Internal control perusahaan yang buruk akan memberikan peluang atau celah
yang besar bagi manajemen untuk melakukan kecurangan. Sebaliknya, apabila
manajemen tidak menerima tekanan kecurangan tidak akan terjadi walaupun
internal control perusahaan buruk sekalipun (Skousen, et al., 2009).
Berdasarkan konsep inilah penelitian ini menjadikan variabel opportunity
fraud (IND) dalam memoderasi external pressure pada misstatement laporan
keuangan karena opportunity fraud (kesempatan) memerlemah adanya fraud yang
disebabkan oleh external pressure. Maka diperolehlah hipotesis sebagai berikut :
H3: Opportunity fraud memerlemah pengaruh external pressure pada
misstatement laporan keuangan.