36
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat Pembelajaran IPA Sebelum masuk pada pengertian pembelajaran IPA dan hakikat IPA, disini akan dibahas terlebih dahulu mengenai hakikat pembelajaran secara umum. Dalam Syaiful Sagala (2011:61), pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar di lakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik. Pengertian pembelajaran menurut Corey dalam Syaiful Sagala (2011: 61) menegaskan bahwa pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Sedangkan pengertian pembelajaran secara khusus menurut Syaiful Sagala (2011: 42) adalah sebagai berikut: 1. Menurut teori behaviorisme pembelajaran adalah suatu usaha guru menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati atau diukur. 2. Menurut teori kognitif pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari. 3. Menurut teori Gestalt pembelajaran adalah usaha guru memberikan mata pelajaran sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi suatu Gestalt (pola bermakna), bantuan guru diperlukan untuk mengaktualkan potensi mengorganisir yang terdapat dalam diri siswa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1. Hakikat Pembelajaran IPA

Sebelum masuk pada pengertian pembelajaran IPA dan hakikat IPA,

disini akan dibahas terlebih dahulu mengenai hakikat pembelajaran secara

umum. Dalam Syaiful Sagala (2011:61), pembelajaran ialah

membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar

yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran

merupakan komunikasi dua arah, mengajar di lakukan oleh pihak guru

sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik.

Pengertian pembelajaran menurut Corey dalam Syaiful Sagala (2011: 61)

menegaskan bahwa pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan

seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta

dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau

menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan

subset khusus dari pendidikan. Sedangkan pengertian pembelajaran secara

khusus menurut Syaiful Sagala (2011: 42) adalah sebagai berikut:

1. Menurut teori behaviorisme pembelajaran adalah suatu usaha guru

menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati atau diukur.

2. Menurut teori kognitif pembelajaran adalah cara guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan

memahami apa yang sedang dipelajari.

3. Menurut teori Gestalt pembelajaran adalah usaha guru memberikan

mata pelajaran sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah

mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi suatu Gestalt (pola

bermakna), bantuan guru diperlukan untuk mengaktualkan potensi

mengorganisir yang terdapat dalam diri siswa.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

9

4. Menurut teori humanistik pembelajaran adalah memberikan kebebasan

kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajari

sesuai dengan minat dan kemampuannya. (Sugandi 2002: 24).

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran adalah seperangkat peristiwa sebagai wahana bagi

guru memberikan materi pelajaran dengan sedemikian rupa sehingga siswa

lebih mudah mengorganisirkannya menjadi pola yang bermakna serta

memperoleh kemudahan dalam berinteraksi dalam lingkungannya.

Setelah kita tahu mengenai hakikat pembelajaran secara umum,

maka selanjutnya akan dibahas mengenai pengertian pembelajaran IPA

dan hakikat IPA.

Puskur, Balitbang Depdiknas (2009) menyatakan bahwa Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam

secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta. Konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA

diharapkan dapat menjadi wahan bagi peserta didik untuk mempelajari diri

sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam

menerpakannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Proses pembelajaran IPA di sekolah menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi

dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Hal ini disebabkan karena IPA

diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat

diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar

tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan

pembelajaran IPA ada penekanan pembelajaran salingtemas (sains,

lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman

belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan

konsep IPA dan konpetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

10

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA

adalah suatu proses pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi yang dimiliki dan menemukan pengetahuan

melalui penelusuran ilmiah yang berupa fakta-fakta, konsep atau prinsip

untuk diidentifikasi di alam sekitar.

Dalam Puskur, Balitbang Depdiknas (2009), merujuk pada

pengertian IPA itu maka disimpulkan bahwa hakikat pembelajaran IPA

meliputi empat unsur utama yaitu:

a. Sikap

Rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup serta

hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat

dipecahkan melalui prosedur yang benar.

b. Proses

Prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah

meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau

percobaan, evaluasi pengukuran dan penarikan kesimpulan.

c. Produk

Produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum atau dalil, serta hasil

dari suatu proses.

d. Aplikasi

Penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-

hari.

Keempat unsur tersebut merupakan ciri IPA yang utuh yang

sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses

pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul sehingga

peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh,

memahami fenomena alam melalui pemecahan masalah, metode ilmiah,

dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru.

Menurut Sri Harsono (dalam Indah, 2008), prinsip-prinsip Piaget

dalam pengajaran IPA diterapkan dalam program-program yang

menekankan pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

11

pengalaman nyata dan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang

lain serta peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan

dan memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA itu

menekankan pada pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman nyata

di dalam proses pembelajaran secara utuh tentang fenomena alam melalui

pemecahan masalah, metode ilmiah dengan pemanipulasian alat, bahan,

atau media belajar yang memungkinkan peserta didik untuk memperoleh

pengalamannya sendiri di dalam pembelajaran.

Berdasarkan dari pengertian pembelajaran dan hakikat IPA di atas,

guru dituntut untuk secara tepat memilih model pembelajaran yang sesuai

atau cocok dengan karakteristik pembelajaran IPA. Utamanya terhadap

pembelajaran IPA menggunakan pendekatan saintifik atau ketrampilan

sains. Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang standar

proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam pendekatan saintifik

yaitu model pembelajaran Inquiry (Inquiry Based Learning), model

pembelajaran Discovery ( Discovery Learning), model pembelajaran

berbasis project (Project Based Learning), dan model pembelajaran

berbasis masalah (Problem Based Learning). Dari beberapa model

tersebut, peneliti memilih menggunakan model pembelajaran Inquiry

Learning karena langkah-langkah pada model Inquiry Learning, yaitu

observasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan

data, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan, sesuai dengan

pembelajaran IPA yang menekankan pada pembelajaran melalui

penemuan dan pengalaman nyata di dalam proses pembelajaran secara

utuh tentang fenomena alam melalui pemecahan masalah, metode ilmiah

dengan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang

memungkinkan peserta didik untuk memperoleh pengalamannya sendiri di

dalam pembelajaran.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

12

2.1.2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPA

Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan

untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan

indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan standar kompetensi dan kompetensi dasar kelas IV,

semester 2, standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran IPA

di sekolah dasar dapat dilihat dalam tabel 2.1.

Tabel 1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas IV

Sekolah Dasar Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

10. Memahami perubahan lingkungan

fisik dan pengaruhnya terhadap

daratan

10.1.Mendeskripsikan berbagai

penyebab perubahan ling-

kungan fisik (angin, hujan,

cahaya matahari, dan gelom-

bang air laut)

10.2.Menjelaskan pengaruh peru-

bahan lingkungan fisik

terhadap daratan (erosi, abrasi,

banjir, dan longsor

10.3.Mendeskripsikan cara pen-

cegahan kerusakan lingku-

ngan (erosi, abrasi, banjir,

dan longsor)

(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, 2006)

Di dalam penelitian ini peneliti mengambil standar kompetensi dan

kompetensi dasar sebagai berikut:

1. Standar Kompetensi : 10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan

pengaruhnya terhadap daratan.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

13

2. Kompetensi Dasar : 10.1. Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan

lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya

matahari, dan gelombang air laut).

2.1.3. Model Pembelajaran Inquiry Learning

Menurut Sanjaya, (2006:196) bahwa model pembelajaran Inquiry

Learning adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada proses

berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri

jawaban dari suatu permasalahan yang dipertanyakan.

Menurut Francesco Redi dalam Noehi Nasution, (2008:5.9)

berpendapat Inquiry Learning adalah suatu model yang menggunakan cara

bagaimana atau jalan apa yang harus ditempuh oleh murid dengan

bimbingan guru untuk sampai pada penemuan-penemuan, dan bukan

penemuan itu sendiri.

Menurut Widi Rahardja, (2002:75) model pembelajaran Inquiry

Learning adalah suatu cara penyajian bahan ajar dengan menghadapkan

siswa pada suatu masalah, untuk menemukan penyebabnya dengan

melalui pelacakan data/ informasi dengan pemikiran yang logis, kritis,

sistematis dalam rangka mencari tujuan pengajaran.

Model pembelajaran Inquiry Learning adalah sebuah model yang

intinya melibatkan siswa ke dalam masalah dan menghadapkan mereka

dengan sebuah penyelidikan, membantu mereka mengidentifikasi

konseptual atau model pemecahan masalah yang terdapat dalam

penyelidikan secara logis, kritis, dan sistematis, dan mengarahkan siswa

untuk mencari jalan keluar dari masalah tesebut.

Menurut Wina Sanjaya, (2007) mengemukakan bahwa ada beberapa

tujuan yang menjadi ciri utama dari model pembelajaran Inquiry Learning,

yaitu :

1. Model pembelajaran Inquiry Learning menekankan kepada aktivitas

peserta didik secara maksimal untuk mencari dan menemukan sendiri

dalam melakukan suatu kegiatan pembelajaran, artinya model

pembelajaran Inquiry Learning menempatkan siswa sebagai subjek

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

14

belajar. Dalam proses pembelajaran, peserta didik tidak hanya berperan

untuk menemukan sendiri inti dari materi pembelajaran itu sendiri.

2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan

menemukan jawaban sendiri dari suatu yang dipertanyakan, sehingga

dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Guru bukan sebagai

sumber belajar, tetapi sebagai fasilitator dan motifator belajar peserta

didik. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan menggunakan teknik

bertanya, karena dalam proses pembelajaran dilakukan melalui proses

tanya jawab antara guru dan siswa.

3. Tujuan untuk menggunakan model pembelajaran Inquiry Learning adalah

mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir secara sistematis, logis

dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian

dari proses mental diri siswa. Dengan demikian, dalam pembelajaran

Inquiry Learning siswa tidak dituntut agar menguasai materi pelajaran,

akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang

dimilikinya.

Langkah-langkah model pembelajaran Inquiry Learning Menurut

Noehi Nasution,dkk (2008:5.10).

a. Siswa dikelompokkan dalam tiap kelompok terdiri dari lima.

b. Guru mengajukan permasalahan dalam bentuk pertanyaan atau

hipotesis.

c. Menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis,

murid diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbgai keterangan

yang sesuai dengan masalah yang akan dikaji.

d. Keterangan-keterangan yang terkumpul dari hasil percobaan, diolah

diklasifikasi, ditabulasi, bila perlu dihitung dan ditafsirkan.

e. Dari hasil pengolahan data nantinya akan diperoleh jawaban terhadap

masalah tersebut.

Langkah-langkah model pembelajaran Inquiry Learning menurut

Wina Sanjaya (2011), secara umum proses pembelajaran dengan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

15

menggunakan model pembelajaran Inquiry Learning dapat mengikuti

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim

pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini mengkondisikan agar siswa

siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Langkah orientasi

merupakan langkah penting, keberhasilan model ini sangat bergantung

pada kemauan siswa untuk beraktifitas menggunakan kemampuannya

dalam memecahkan masalah.

Beberapa hal yang dilakukan pada tahap orientasi adalah:

a. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat

dicapai oleh siswa.

b. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa

untuk mencapai tujuan.

c. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.

2. Merumuskan Masalah.

Merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa

pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang

disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan

teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan

siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari

jawaban itulah yang sangat penting dalam model pembelajaran Inquiry

Learning, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh

pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental

melalui proses berpikir.

3. Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang

dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya.

Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan

kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan

mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

16

merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai

perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

4. Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang

dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam model

pembelajaran Inquiry Learning, mengumpulkan data merupakan proses

mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses

pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam

belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan

menggunakan potensi berpikirnya.

5. Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap

diterima sesuai dengan data atau informasiyang diperoleh berdasarkan

pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan

kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan

bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh

data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan.

6. Merumuskan Kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan

yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai

kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa

mana data yang relevan.

Gulo dalam Wina Sanjaya (2007) menyatakan, bahwa kemampuan

yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran Inquiry

Learning adalah sebagai berikut:

a. Mengajukan Pertanyaan atau Permasalahan

Kegiatan model pembelajaran Inquiry Learning dimulai ketika

pertanyaan atau permasalahan diajukan. Untuk meyakinkan bahwa

pertanyaan sudah jelas, pertanyaan tersebut dituliskan di papan tulis,

kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

17

b. Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi

permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses

ini, guru menanyakan kepada siswa gagasan mengenai hipotesis yang

mungkin. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesis

yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.

c. Mengumpulkan Data

Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Data

yang dihasilkan dapat berupa tabel, matrik, atau grafik.

d. Analisis Data

Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan

dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam

menguji hipotesis adalah pemikira yang “benar” atau “salah”. Setelah

memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat menguji

hipotesis yang telah dirumuskan. Nilai ternyata hipotesis itu salah atau

ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses model

pembelajaran Inquiry Learning yang telah dilakukan.

e. Membuat Kesimpulan

Langkah penutup dari model pembelajaran Inquiry Learning adalah

membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh siswa.

Kelebihan Model Pembelajaran Inquiry Learning menurut Sudjana,

(2004:155) yaitu:

1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir dan menggunakan

untuk hasil akhir.

2. Perkembangan cara berpikir ilmiah, seperti menggali pertanyaan, mencari

jawaban, dan menyimpulkan/ memproses keterangan dengan model

Inquiry Learning dapat di kembangkan seluas-luasnya.

3. Dapat melatih anak untuk belajar sendiri dengan positif sehingga dapat

mengembangkan pendidikan demokrasi.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

18

Kelemahan Model Pembelajaran Inquiry Learning menurut

Sudjana, (2004:155) yaitu:

1. Belajar mengajar dengan model pembelajaran Inquiry Learning

memerlukan kecerdasan anak yang tinggi. Bila anak tersebut kurang

cerdas maka hasilnya kurang efektif.

2. Model pembelajaran Inquiry Learning kurang cocok pada anak yang

usianya terlalu muda. Karena dalam pembelajaran menggunakan model

Inquiry Learning ini tidak diterapkan pada kelas rendah yaitu kelas 1, 2,

dan 3 SD/MI pembelajarannya tidak akan tercapai. Karena dalam

pembelajaran menggunakan model pembelajaran Inquiry Learning ini

memerlukan kecerdasan anak yang tinggi. Sehingga diterapkan pada kelas

IV SD sampai dengan perguruan tinggi.

2.1.4. Penerapan Model Dalam Pembelajaran

Joyce dan Weil dalam Winataputra (2003:8) berpendapat bahwa

model Inquiry Learning seperti halnya model-model pembelajaran yang

lain memiliki 5 komponen yang terdiri atas sintagmatik, prinsip reaksi,

sistem sosial, daya dukung, dampak instruksional dan pengiring.

1) Sintagmatik

Menurut Winataputra (2001:8), sintagmatik adalah tahap-tahap kegiatan

dari sebuah model.

Langkah-langkah model pembelajaran Inquiry Learning menurut

Wina Sanjaya (2011), secara umum proses pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran Inquiry Learning dapat mengikuti

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau

iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini mengkondisikan

agar siswa siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Langkah

orientasi merupakan langkah penting, keberhasilan model ini sangat

bergantung pada kemauan siswa untuk beraktifitas menggunakan

kemampuannya dalam memecahkan masalah.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

19

b. Merumuskan Masalah.

Merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa

pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang

disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan

teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya,

dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari

jawaban itulah yang sangat penting dalam model pembelajaran Inquiry

Learning, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan

memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya

mengembangkan mental melalui proses berpikir.

c. Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan

yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji

kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk

mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak

adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong

siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat

merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu

permasalahan yang dikaji.

d. Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang

dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam model

pembelajaran Inquiry Learning, mengumpulkan data merupakan proses

mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses

pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam

belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan

menggunakan potensi berpikirnya.

e. Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap

diterima sesuai dengan data atau informasiyang diperoleh berdasarkan

pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

20

kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang

diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus

didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan.

f. Merumuskan Kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan

yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai

kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada

siswa mana data yang relevan.

2) Prinsip Reaksi

Winataputra (2001:8-9) berpendapat bahwa sistem reaksi adalah pola

kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan

memperlakukan siswa, termasuk bagaimana seharusnya guru memberikan

respon terhadap siswa. Dalam model Inquiry Learning, guru berperan

sebagai pembimbing, pendamping, fasilitator, penyaji materi, serta

pengarah pada saat siswa sedang menjalankan setiap langkah dalam

tahapan model pembelajaran. Hal ini terbukti dari guru menyajikan video,

gambar, memfasilitasi kelompok, dan guru siap menjawab pertanyaan

siswa mengenai materi pembelajaran.

3) Sistem Sosial

Menurut Winataputra (2001:8), sistem sosial adalah situasi atau

suasana dan norma yang berlaku dalam model tersebut. Sunaryo (2011)

mengemukakan bahwa suasana kelas pada saat pembelajaran dilaksanakan

adalah suasana yang demokratis, dialogis, kooperatif, dan penuh tanggung

jawab. Sistem sosial yang terjadi pada pembelajaran menggunakan model

inquiry learning yaitu nampak pada saat guru melakukan tanya jawab

dengan siswa, siswa aktif dalam menjawab pertnyaan dari guru, dan siswa

dengan berani mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya ke depan

kelas.

4) Daya Dukung

Winataputra (2001:9) mengemukakan bahwa sistem pendukung

adalah segala sarana, bahan, dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

21

model tersebut. Sarana yang dipergunakan di dalam model ini adalah

materi dan media yang relevan dengan tujuan pembelajaran serta metode

yang akan dilaksanakan. Pada pembelajaran dengan menggunakan model

inquiry learning ini, daya dukung yang digunakan anatara lain buku paket,

LCD, laptop, dan RPP.

5) Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring

Menurut Sudirman (1987:94) dampak langsung atau dampak

instruksional adalah tujuan yang secara langsung akan dicapai melalui

pelaksanaan program pengajaran (satuan pelajaran) yang dilaksanakan

guru setelah selesai suatu pertemuan peristiwa belajar mengajar. Hasil

yang akan dicapai biasanya berkenaan dengan Cognitive Domain

(pengetahuan) dan psycho-motor domain (keterampilan). Kedua domain

ini bisa diukur secara kongkrit, pasti, dan karenanya dapat langsung

dicapai ketika itu. Dampak instruksional secara umum dalam model ini

adalah:

a. Pemahaman terhadap suatu nilai, konsep, atau masalah tertentu. Dalam

penelitian menggunakan model Inquiry Learning ini, permasalahan

yang diberikan kepada siswa adalah tentang perubahan lingkungan,

diantaranya adalah terjadinya angin darat dan angin laut, terjadinya

hujan dan akibat apabila air hujan tidak di serap tanah, manfaat dan

kerugian dari gelombang air laut, dan peran matahari bagi makhluk

hidup.

b. Kemampuan mengkreasikan sesuatu berdasarkan pemahaman tersebut.

Dampak pengiring adalah hasil pengajaran yang sebaiknya

dirumuskan agar lebih jelas dan terarah dalam program pengajaran (satpel)

karena hasil ini tidak perlu langsung dicapai ketika selesai suatu pertemuan

peristiwa belajar mengajar, tetapi diharapkan hasilnya Akan berpengaruh

kepada siswa dan akan mengiringi atau menyertai belakangan, mungkin

masih memerlukan waktu atau tahapan-tahapan pertemuan peristiwa

belajar mengajar selanjutnya. Biasanya dampak pengiring ini berkenaan

dengan effective domain (sikap dan nilai).

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

22

Dampak instruksional dan pengiring yang sudah dipaparkan di atas

dapat digambarkan dalam bagan 2.1 berikut.

Bagan 1

Dampak Pengiring dan Dampak Instruksional Model Inquiry Learning

dalam Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan

Keterangan:

Dampak Instruksional

Dampak Pengiring

Model

Inquiry

Learning

Kreatif

Mandiri

Menghargai prestasi

Bersahabat/

komunikatif

Kerja keras

Tanggung jawab

Kemampuan

mengaitkan

perubahan

lingkungan dengan

fenomena alam

dilingkungan sekitar

Kemampuan

menganalisis

hubungan antara

perubahan

lingkungan dengan

pengaruh angin,

hujan, matahari, dan

gelombang laut

Kemampuan

mengidentifikasi

tentang pengaruh

angin, hujan,

matahari, dan

gelombang laut

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

23

Tabel 2

Prosedur Pelaksanaan Model Pembelajaran Inquiry Learning dalam

Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan

Kegiatan Guru Tahapan

Pelaksanaan

Kegiatan Siswa

1. Guru bertanya kepada siswa

tentang apa yang mereka

ketahui tentang angin

Orientasi 1. Siswa menyebutkan

pengertian angin dan

nama-nama angin yang

mereka tau.

2. Guru menampilkan video

pendek mengenai terjadinya

angin darat dan angin laut

3. Guru memperlihatkan video

tentang terjadinya hujan

Merumuskan

masalah

2. Berdasarkan video

tersebut siswa

menyebutkan manfaat

angin dan kerugian

yang ditimbulkan

akibat angin

3. Berdasarkan video

tersebut, siswa

menyebutkan air hujan

yang tidak diserap

tanah dapat dapat

mengakibatkan banjir.

4. Guru membagi siswa ke

dalam beberapa kelompok

Inquiry 5. Guru membagikan lembar

kerja kelompok

6. Guru meminta setiap

kelompok untuk

mendiskusikan

permasalahan yang ada

pada lembar kerja

kelompok. 7. Guru membimbing dan

memberi kesempatan

kepada siswa untuk

bertanya mengenai hal-hal

yang belum dimengerti

Merumuskan

hipotesis

4. Melalui kerja

kelompok, siswa

mengidentifikasikan

tentang penyebab

perubahan lingkungan

5. Siswa bertanya kepada

guru mengenai hal-hal

yang belum dimengerti

selama diskusi

kelompok

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

24

Kegiatan Guru Tahapan

Pelaksanaan

Kegiatan Siswa

8. Guru memantau kegiatan

belajar pada saat siswa

mengisi lembar kerja

9. Guru mendampingi siswa

dan menjadi tempat

bertanya apabila siswa

menemui kesulitan

10. Guru mengarahkan dan

membimbing siswa pada

saat siswa mengidentifikasi

penyebab perubahan

lingkungan

Mengumpulkan

data

8....Siswa menyebutkan

terjadinya angin darat

dan angin laut

9. Siswa menyebutkan

terjadinya hujan serta

apa akibat yang

terjadi apabila air

hujan tidak diserap

tanah

10.Siswa mendeskripsikan

manfaat dan kerugian

gelombang air laut

serta peran matahari

untuk makhluk hidup

11. Guru meminta setiap

kelompok untuk

mempresetasikan hasil kerja

kelompok.

12. Guru memberikan arahan

dan bimbingan pada saat

siswa mempresentasikan

hasil diskusinya tentang

penyebab perubahan

lingkungan

13. Guru memberikan komentar

dan dan saran bagi siswa

yang membutuhkan.

14. Guru dan siswa

menyamakan jawaban dari

semua hasil diskusi siswa

Manguji hasil 11. Secara bergantian

setiap kelompok

mempresentasikan

hasil diskusinya

12. Siswa yang lain

memperhatikan

danmenanggapi hasil

diskusi yang

disampiakan oleh

kelompok yang

sedang melakukan

presentasi

13. Siswa menyamakan

jawaban dengan guru

dari semua hasil

diskusi kelompok

15. Guru bertanya jawab

dengan siswa tentang materi

pembelajaran pada hari ini 16. Guru memberi kesempatan

kepada siswa untuk

bertanya hal-hal yang

belum dimengerti 17. Guru dan siswa

menyimpulkan materi yang

telah dipelajari

Merumuskan

kesimpulan

15. siswa bertanya

mengenai hal-hal

yang belum

dimengerti

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

25

2.1.5. Model Pembelajaran Discovery Learning

Discovery learning (Imas Kurniasih, 2014:64) adalah teori belajar

yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar

tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan

siswa mengorganisasi sendiri discovery learning masalah yang dihadapkan

kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Dalam

mengaplikasikan metode discovery learning, guru berperan sebagai

pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar

secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan

mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.

Pengertian Discovery Learning menurut Bruner adalah metode

belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik

kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Hal

yang menjadi dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang

menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di

kelas. Untuk itu, Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya

Discovery Learning, yaitu murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari

dengan suatu bentuk akhir. Bruner memakai strategi yang disebutnya

Discovery Learning, dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari

dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996: 41).

Menurut Bell (1978), belajar penemuan (Discovery Learning) adalah

belajar yang terjadi sebagai hasil dari siswa memanipulasi, membuat

strukstur, dan mentransformasikan informasi sedemikian rupa sehingga ia

menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat

membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan

menemukan kebenaran dengan menggunakan proses induktif atau proses

dedukatif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa metode

discovery adalah proses pembelajaran dimana siswa dihadapkan pada

suatu masalah yang direkayasa oleh guru dan diharapkan siswa mampu

menemukan pemecahan permasalahan dengan cara siswa membuat

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

26

perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan

kebenaran dengan menggunakan proses induktif atau proses dedukatif,

melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.

Bell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari

pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:

a. Dalam penemuan, siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara

aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi

banyak siswa dalam pembelajaran meningkat keyika penemuan

digunakan.

b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan

pola dalam situasi konkret maupun abstrak, juga siswa bnyak

meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.

c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu

dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang

bermanfaat dalam menemukan.

d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentu cara kerja

bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan

menggunakan ide-ide orang lain.

e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa keterampilan-

keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari

melalui penemuan lebih bermakna.

f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam

beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan

diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

Langkah-langkah dalam metode discovery learning menurut Imas

Kurniasih (2014:68) adalah sebagai berikut:

1. Langkah persiapan strategi discovery learning

a. Menentukan tujuan pembelajaran.

b. Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik.

c. Memilih materi pelajaran.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

27

d. Menentukan topik-topik yang harus diipelajari peserta didik secara

induktif.

e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,

ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik.

f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari

yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke

simbolik.

g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.

2. Prosedur aplikasi strategi discovery learning.

Ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan

belajar mengajar:

a. Stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang

menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak

memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki

sendiri. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan

kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu

peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.

b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)

Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang

relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan

dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas

pertanyaan masalah). Memberikan kesempatan peserta didik untuk

mengidentifikasi dan menganalisa permasalahann yang mereka

hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun peserta

didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

c. Data collection (pengumpulan data)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan

kepada peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-

banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

28

hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau

membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik

diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai

informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,

wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan

sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik belajar

secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan

permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak

disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan

pengetahuan yang telah dimiliki.

d. Data processing (pengolahan data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dari

informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui

wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan, dan

semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan pada tingkat kepercayaan

tertentu. Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/

kategori yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan

generalisasi. Dari generalisasi tersebut peserta didik akan

mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/

penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

e. Verification (pembuktian)

Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara

cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang

ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil

data processing.

f. Generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi)

Tahap genelasisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik

sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku

untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan

memperhatikan hasil verifikasi. Setelah menarik kesimpulan peserta

didik harus memperhatikan prosesmatas makna dan kaidah atau

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

29

prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang,

serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari

pengalaman-pengalaman itu.

Keuntungan metode discovery learning menurut Imas Kurniasih

(2014:66) adalah sebagai berikut:

1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-

keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan

kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

2. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan

ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa

menyelidiki dan berhasil.

4. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai

dengan kecepatannya sendiri.

5. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan

melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

6. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena

memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

7. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan

gagasan-gagasan.

8. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena

mengarah pada kebenaran yang final dan tentu atau pasti.

9. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

10. Membantu dan mengembangkan ingatan dan teransfer kepada situasi

proses belajar yang baru.

11. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

12. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.

13. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.

14. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada

pembentukan manusia seutuhnya.

15. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

30

16. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis

sumber belajar.

17. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

Kelemahan metode discovery learning menurut Imas Kurniasih

(2014:67) adalah sebagai berikut:

a. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk

belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan

abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-

konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan

menimbulkan frustasi.

b. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak,

karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka

menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.

c. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar

berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara

belajar yang lama.

d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan aspek konsep,

keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.

e. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk

mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa.

f. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan

ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

Berikut ini merupakan prosedur pelaksanaan model pembelajaran

Discovery Learning dalam pembelajaran IPA materi Perubahan

Lingkungan siswa kelas IV SD Gugus Kartika Bawen Kabupaten

Semarang semester II tahun 2014/2015 :

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

31

Tabel 3

Prosedur Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam

Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan

Kegiatan Guru Tahapan

Pelaksanaan

Kegiatan Siswa

1. Guru bertanya kepada siswa

tentang apa yang mereka

ketahui tentang angin.

2. Guru menampilkan video

pendek mengenai terjadinya

angin darat dan angin laut.

3. Guru memperlihatkan video

tentang terjadinya hujan

Stimulus 1. Siswa menyebutkan

pengertian angin dan

nama-nama angin yang

mereka tahu.

2. Berdasarkan video

tersebut siswa

menyebutkan manfaat

angin dan kerugian

yang ditimbulkan

akibat angin.

3. Berdasarkan video

tersebut, siswa

menyebutkan air hujan

yang tidak diserap

tanah dapat dapat

mengakibatkan banjir.

4. Guru membagi siswa ke

dalam beberapa

kelompok Discovery.

5. Guru membagikan

lembar kerja kelompok.

Identifikasi

masalah

4. Melalui kerja

kelompok, siswa

mengidentifikasikan

tentang penyebab

perubahan lingkungan.

6. Guru meminta setiap

kelompok untuk

mendiskusikan

permasalahan yang ada

pada lembar kerja

kelompok.

7. Guru membimbing dan

memberi kesempatan

kepada siswa untuk

bertanya mengenai hal-hal

yang belum dimengerti.

Mengumpulkan

data

6. Siswa bertanya kepada

guru mengenai hal-hal

yang belum dimengerti

selama diskusi

kelompok

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

32

Kegiatan Guru Tahapan

Pelaksanaan

Kegiatan Siswa

8. Guru memantau kegiatan

belajar pada saat siswa

mengisi lembar kerja

9. Guru mendampingi siswa

dan menjadi tempat

bertanya apabila siswa

menemui kesulitan

10. Guru mengarahkan dan

membimbing siswa pada

saat siswa mengidentifikasi

penyebab perubahan

lingkungan

Mengolah data 8....Siswa menyebutkan

terjadinya angin darat

dan angin laut

9. Siswa menyebutkan

terjadinya hujan serta

apa akibat yang

terjadi apabila air

hujan tidak diserap

tanah

10.Siswa mendeskripsikan

manfaat dan kerugian

gelombang air laut

serta peran matahari

untuk makhluk hidup.

11. Guru meminta setiap

kelompok untuk

mempresetasikan hasil kerja

kelompok.

12. Guru memberikan arahan

dan bimbingan pada saat

siswa mempresentasikan

hasil diskusinya tentang

penyebab perubahan

lingkungan.

13. Guru memberikan komentar

dan dan saran bagi siswa

yang membutuhkan

14. Guru dan siswa

menyamakan jawaban dari

semua hasil diskusi siswa.

Manguji hasil 11. Secara bergantian

setiap kelompok

mempresentasikan

hasil diskusinya

12. Siswa yang lain

memperhatikan

danmenanggapi hasil

diskusi yang

disampiakan oleh

kelompok yang

sedang melakukan

presentasi

13. Siswa menyamakan

jawaban dengan guru

dari semua hasil

diskusi kelompok.

15. Guru bertanya jawab

dengan siswa tentang materi

pembelajaran pada hari ini. 16. Guru memberi kesempatan

kepada siswa untuk

bertanya hal-hal yang

belum dimengerti. 17. Guru dan siswa

menyimpulkan materi yang

telah dipelajari.

Menyimpulkan 15. siswa bertanya

mengenai hal-hal

yang belum

dimengerti.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

33

2.1.6. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,

diciptakan baik secara individual atau berkelompok. Prestasi tidak akan

pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan. Penilaian

diartikan dalam bahasa inggris sebagai evaluation yang artinya “to give

value something with the criterion” maksud dari kata tersebut adalah

Memberikan suatu nilai, pertimbangan, etimasi, atau harga terhadap

sesuatu menggunakan kriteria tertentu. Jadi dapat dipahami terdapat dua

aspek yang terkandung dalam makna arti tersebut yakni nilai,

pertimbangan etimasi, dan suatu kriteria tertentu yang menjadikan

penilaian dapat di lakukan.

Hasil belajar meliputi kemampuan kognitif, kemampuan sikap, dan

kemampuan psikomotor yang diperoleh siswa melalui proses pembelajaran

(Wardani, Naniek Sulistya dkk 2012). Sependapat dengan yang

dikemukakan oleh Naniek, Syah dalam Prayetno,dkk (2011:98)

menyatakan, hasil belajar adalah taraf keberhasilan proses belajar

mengajar. Menurut Purwanto (2009:46) “hasil belajar adalah pencapaian

tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar“.

Hasil belajar merupakan komponenen pendidikan yang harus disesuaikan

dengan tujuan pendidikan, karena hasil belajar di ukur untuk mengetahui

ketercapaian tujuan pendidikan melalui proses belajar mengajar.

Faktor internal yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih

ditekankan pada faktor dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang

mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor spikologis. Sedangkan

faktor eksternal dalam pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya

sistem lingkungan belajar yang kondusif. Adapun faktor yang

mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep, dan

keterampilan pembentukan sikap.

Menurut Gagne dalam Sudjana, (1990:22) mengungkapkan ada lima

kategori hasil belajar, yakni informasi verbal, kecakapan intelektual,

strategi kognitif, sikap dan ketrampilan. Sementara Bloom

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

34

mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan

seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu kognitif,

psikomotorik dan afektif.

Menurut Sudjana, (1989:37) menyebutkan bahwa pembelajaran

ditinjau dari hasil adalah adanya korelasi antara proses pengajaran dengan

hasil yang dicapai. Makin besar usaha untuk menciptakan kondisi proses

pengajaran, makin tinggi pula hasil atau produk dari pengajaran itu.

Dalam Bloom secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah: (a)

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intlektual yang terdiri dari

enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat

rendah, dan kempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. (b).

Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian , organisasi, dan intrnalisasi.

(c). Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan

refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan

atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan

interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar.

Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai

oleh para gurudi sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa

dalam menguasai isi bahan pengajaran.

Berdasarkan beberapa pengertian hasil belajar yang telah

disampaikan oleh beberapa ahli, dapat dilihat bahwa pengertian hasil

belajar yang di sampaikan semuanya merujuk pada pencapaian hasil

belajar yang diukur dengan suatu alat evaluasi yaitu tes maupun nontes.

Indikator hasil belajar adalah peningkatan kemampuan atau pemahaman

siswa terhadap suatu atau materi pelajaran tertentu.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

35

2.2. Kajian Hasil Penelitian Relevan

Suyono, (2012) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

Penggunaan Metode Inquiry Learning dalam Pembelajaran IPA terhadap

Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Kanjengan Kecamatan Todanan

Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan metode

Inquiry Learning dalam pembelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa

kelas IV SDN Kanjengan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora semester

II tahun ajaran 2011/2012. Dapat disimpulkan bahwa terlihat dari hasil

perhitungan perbedaan ini dapat dilihat pada hasil uji t-test terlihat hasil F

hitung levene test sebesar 0,055 dengan sig 0,815 > 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa kedua populasi memiliki variance sama atau dengan

kata lain kedua kelas homogen. Dengan demikian analisis uji beda t-test

harus menggunakan asumsi equal variance assumed. Terlihat bahwa skor t

adalah 2.647 dengan probalitas signifikasi 0,011 < 0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang positif dan signifikan untuk

pembelajaran dengan menggunakan model Inquiry Learning dengan

pembelajaran konvensional. Perbedaan rata-ratanya berkisar antara

1.87400 sampai 14.19225 dengan perbedaan rata-rata 8.03313.

Tutik (2011) dalam skripsinya yang berjudul “ Pengaruh

Pemanfaatan Metode Inquiry Learning Terhadap Prestasi Belajar IPA

Siswa Kelas V SD Negeri Siwal 01 Kecamatan Kaliwungu Kabupaten

Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011”, menyimpulkan bahwa

didalam penelitiannya, ada pengaruh pemanfaatan metode Inquiry

Learning terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Siwal 01

yang nampak pada hasil rata-rata kelas eksperimen dari hasil pretest

sebesar 71,40, setelah dilakukan treatmen dan siswa diberi tes, rata-rata

kelas menjadi 76,20, dengan hitung sebesar 2,451 dan t table sebesar 2,406

dengan tingkat signifikansi sebesar 0,022. Karena tingkat signifikansi pada

T-test lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti

terdapat perbedaan yang nyata terhadap prestasi belajar siswa dalam

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

36

pembelajaran dengan pemanfaatan metode Inquiry Learning dan

pembelajaran konvensional. Jadi pemanfaatan metode Inquiry Learning

dalam pembelajaran itu berpengaruh terhadap prestasi belajar IPA siswa

kelas V pada semester 2 di SD Negeri Siwal 01 pada semester II tahun

ajaran 2010/2011. Didalam penelitiannya jumlah siswa kelas V ada 15

siswa di kelas eksperimen, 12 siswa di kelas kontrol.

Dwi (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Efektivitas Penggunaan

Model Pembelajaran Inquiry Learning Dalam Meningkatkan Hasil belajar

IPS Tentang Aktivitas Ekonomi Melalui Pengembangan Asesmen

Pembelajaran Bagi Siswa Kelas IV SD Negeri Mudal Mojotengah

Wonosobo Semester II tahun 2009/2010”, menyimpulkan bahwa

penggunaan model pembelajaran Inquiry Learning dapat meningkatkan

hasil belajar IPS siswa kelas IV, hal tersebut nampak pada: jumlah siswa

yang tuntas dalam pembelajaran yang tidak menggunakan metode Inquiry

Learning sebesar 50%, yang menggunakan metode Inquiry Learning pada

siklus I sebesar 86,36 % dan pada siklus II sebesar 100 %, yakni

peningkatan ketuntasan terjadi sebesar 36,36 % dan 13,64 %. Di dalam

penelitian ini ada 22 siswa, 13 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan.

Kusumaningtyas (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh

Pendekatan Inquiry Terpimpin Melalui Metode Eksperimen Dan

Demonstrasi Terhadap Motivasi Belajar Siswa Mata Pelajaran IPA Kelas

V Sekolah Dasar” menyimpulkan bahwa perubahan skor motivasi belajar

siswa pada saat pretest menuju posttest pada kedua kelompok eksperimen

adalah berbeda secara signifikan. Pembelajaran menggunakan pendekatan

inquiry terpimpin melalui metode eksperimen meningkatkan motivasi

belajar sebesar 88.6%. pembelajaran menggunakan pendekatan inquiry

terpimpin melalui metode demonstrasi meningkatkan motivasi belajar

sebesar 77,8%. Hasil di atas menunjukkan bahwa pendekatan inquiry

terpimpin efektif meningkatkan motivasi belajar pada kedua kelompok

ekperimen.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

37

Laksmi, Javid Nama Ayu (2012) dalam skripsinya yang berjudul

“Pengaruh Implementasi Metode Discovery Terhadap Hasil Belajar IPA

Siswa Kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran

2011/2012”, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada uji perbedaan rata-

rata dengan Independent-Samples T Test didapat nilai t hitung lebih besar

dari t tabel yaitu sebesar 2,154 dengan t tabel sebesar 2,004 maka ada

perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan

melihat signifikansi, pada hasil uji t adalah 0,036 atau lebih kecil dari 0,05

maka terdapat perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Dari hasil penelitian didapat bahwa implementasi metode

discovery berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN

Gendongan 01 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Astutik, Yuli (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Efektivitas

Penggunaan Metode Discovery Terhadap Hasil Belajar Kognitif, Afektif,

dan Psikomotor Siswa pada Pelajaran IPA Kelas V Sekolah Dasar Gugus

Pangeran Diponegoro Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Semester 2

Tahun Pelajaran 2011/2012”, hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil

penelitian ini setelah dilaksanakan dan dianalisis data hasil dari uji t dan

deskriptif data. Diketahui bahwa rata-rata nilai post-test untuk kelas

eksperimen sebesar 81,20 dan rata-rata kelas kontrol sebesar 70,31 dengan

probabilitas signifikasi ranah kognitif 0,001<0,05 serta rata rata skor

angket untuk kelas eksperimen sebesar 20,67 dan rata-rata kelas kontrol

sebesar 15,92 dengan probabilitas signifikasi ranah afektif 0,000<0,05,

maka terdapat perbedaan yang signifikan untuk pembelajaran dengan

menggunakan metode discovery dengan metode konvensional. Serta hasil

deskriptif data ranah psikomotor diperoleh hasil penilaian unjuk kerja

lebih besar dari 34 dengan skor rata-rata sebesar 48. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa penggunaan metode discovery efektif terhadap hasil

belajar hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa pada pelajaran

IPA kelas V Sekolah Dasar Gugus Pangeran Diponegoro Kecamatan

Geyer Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

38

Saputri, Lisa (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh

Penggunaan Metode Discovery pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan Bunyi

Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga

Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012”, hasil penelitian menunjukkan

bahwa hasil uji hipotesis menggunakan uji beda rata-rata yaitu

Independent Sampel T-test diperoleh nilai sig. 0,000 kurang dari 0,05

maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat diambil kesimpulan

bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar pada

pelajaran IPA siswa kelas IV B SD Kristen Satya Wacana menggunakan

metode Discovery dengan hasil belajar pada pelajaran IPA siswa kelas IV

A SD Kristen Satya Wacana menggunakan metode konvensional, maka

treatmen yang diberikan dapat berpengaruh signifikan. Jadi penggunaan

metode Discovery pada pelajaran IPA pokok bahasan bunyi berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga

Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.

Muntiana (2012) dalam penelitian yang berjudul Perbedaan

Pengaruh Pendekatan Inquiri dengan Menggunakan Metode Discovery

Learning dan Metode Eksperimen Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa

Kelas IV SD Gugus Muhammad Syafi’i Kecamatan Randublatung Kab

Blora Tahun Pelajaran 2011/2012. Menyimpulkan bahwa: (1) terdapat

pengaruh yang positif dan signifikan antara model penggunaan model

Discovery Learning dan metode eksperimen terhadap hasil belajar IPA

siswa kelas IV SD N Sambongwangan 01 dan SDN Plosorejo 02

Kecamatan Randublatung kecamatan Blora Tahun pelajaran 2011/2012.

(2) Hasil uji t-tes menunjukkan nilai t adalah 3.731 dengan probabilitas

signifikan 0,001<0,05 artinya mean nilai setelah menggunakan metode

Discovery Learning berbeda dengan mean nilai setelah menggunakan

metode eksperimen. (3) pembelajaran menggunakan model Discovery

Learning dan metode eksperimen memperoleh skor rata-rata kelompok

eksperimen adalah 70,50 dan skor rata-rata kelompok kontrol 61,47

dengan selisih skor 9,029. (4) Model Discovery Learning lebih

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

39

berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD N

Sambongwangan 01 dibandingkan hasil belajar SD N Plosorejo 02 yang

menggunakan metode eksperimen.

2.3. Kerangka Berpikir Penelitian

Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana

teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai

masalah yang penting.

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam hasil belajar adalah dari

faktor model pembelajaran yang digunakan yang berpengaruh terhadap

hasil belajar siswa. Karena model pembelajaran sangat penting dalam

keberhasilan seseorang ketika belajar. Pada pembelajaran Inquiry Learning

dan Discovery Learning terjadi kesepakatan antara siswa tentang aturan-

aturan dalam berkolaborasi. Masalah yang dipecahkan bersama akan

disimpulkan bersama. Peran guru hanya sebagai fasilitator yang

mengarahkan siswa untuk pencapaian tujuan pembelajaran.

Dalam model Inquiry Learning dan Discovery Learning terdapat

sintak yang akan diimplemantasikan pada pembelajaran. berdasarkan pada

setiap sintak pada model tersebut akan berdampak pada siswa, dampak

tersebut berupa dampak instruksional dan dampak pengiring. Siswa akan

tergolong untuk belajar secara aktif, karena model pembelajaran ini sangat

diperlukan dalam proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan

hasil belajar yang diharapkan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran Inquiry Learning dan Discovery Learning dapat

meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka pelaksanaan pembelajaran IPA

dengan model Inquiry Learning dan Discovery Learning pada dasarnya

adalah untuk mengetahui terdapat atau tidaknya pengaruh penggunaan

model Inquiry Learning dan Discovery Learning terhadap hasil belajar

siswa kelas IV SDN Gugus Kartika.

Adapun bagan kerangka pikir sebagai berikut:

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

40

Hasil

Belajar

Merumuskan

Hipotesis

Merumuskan

Masalah

Orientasi

Terbinanya suasana atau iklim

pembelajaran yang kondusif.

Berkembangnya kemampuan

menebak (berhipotesis) pada

diri siswa dengan cara guru

mengajukan berbagai

pertanyaan yang dapat

mendorong siswa untuk

dapat merumuskan jawaban

sementara

Siswa tertantang

untuk memecahkan

permasalahan yang

berupa teka-teki.

Siswa dalam

menguji

hipotesis berarti

mengembangkan

kemampuan

berpikir rasional

Siswa dapat

mendeskripsikan

temuan yang

diperoleh

berdasarkan hasil

pengujian

hipotesis

Siswa mampu menjaring informasi untuk

menguji hipotesis yang diajukan

Uji

Hipotesis

Merumuskan

Kesimpulan

Mengumpulkan

Data

Bagan Kerangka Berpikir Model Inquiry Learning

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

41

Bagan Kerangka Berpikir Model Discovery Learning

Hasil

Belajar

Mengumpulkan

Data

Identifikasi

Masalah

Stimulus

kondisi interaksi belajar yang dapat

mengembangkan dan membantu

peserta didik dalam mengeksplorasi

bahan pelajaran.

Peserta didik belajar secara

aktif untuk menemukan

sesuatu yang berhubungan

dengan masalah yang

dihadapi

Memberikan kesempatan

peserta didik untuk mengi-

dentifikasi dan me-nganalisa

permasa-lahan yang mereka

hadapi

peserta didik membuktikan

benar atau tidak nya hipotesis

kemudian dihubungkan

dengan hasil data progesing.

Peserta didik

melaporkan semua

hasil yang telah

didapat

Semua informasi yang didapat peserta didik akan memperoleh pengetahuan baru

tentang jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis

Menguji

hasil

Menyimpulkan

Mengolah Data

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

42

Dengan komponen-komponen yang berdampak bagi siswa tersebut

maka akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Karena proses

pembelajaran tidak hanya terjadi satu arah. Siswa lebih aktif dalam proses

pembelajaran dan siswa terlibat langsung pada tahap-tahap penemuan

suatu masalah.

Langkah yang dilakukan peneliti adalah menentukan kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Selanjutnya, melakukan pretest pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Menganalisis hasil pretest

dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan uji homogenitas

untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan dari kedua

kelompok tersebut. Dan dari uji homogenitas diketahui bahwa kedua

kelompok homogen, maka dapat diperlakukan.

Kelompok eksperimen dilakukan pembelajaran dengan

menggunakan model Inquiry Learning. Model Inquiry Learning adalah

pembelajaran yang intinya melibatkan siswa ke dalam masalah dan

menghadapkan mereka dengan sebuah penyelidikan, membantu mereka

mengidentifikasi konseptual atau model pemecahan masalah yang terdapat

dalam penyelidikan secara logis, kritis, dan sistematis, dan mengarahkan

siswa untuk mencari jalan keluar dari masalah tesebut.

Setelah diberikan treatmen atau (perlakuan) yang berbeda

kemudian kedua kelompok tersebut diberi posttest yang sama. Posstest

merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau

mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang

sudah ditentukan.

Bandingkan hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Dalam proses pembelajaran, hasil belajar merupakan hal yang

paling penting karena dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh

mana keberhasilan guru dan siswa dalam proses pembelajaran yang telah

dilakukan. Dengan melihat hasil belajar kelompok kontrol dan kelompok

eksperimen dapat diketahui hasil belajarnya, sehingga dapat diambil

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat

43

kesimpulan bahwa terdapat atau tidaknya pengaruh pendekatan saintifik

melalui model Inquiry Learning terhadap hasil belajar siswa.

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang

diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada

fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono

2010: 96).

Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan hipotesis tindakan, yaitu

hasil belajar kelompok eksperimen dengan penggunaan model Inquiry

Learning lebih baik secara signifikan atau dengan kata lain model Inquiry

Learning berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dibandingkan dengan

hasil belajar kelompok kontrol dengan penggunaan model Discovery

Learning pada pembelajaran IPA di SD.

Ho: Ada perbedaan yang signifikan dalam hasil belajar IPA materi

Perubahan Lingkungan dalam pembelajaran menggunakan model

Inquiry Learning dan Discovery Learning pada siswa kelas IV SD

Gugus Kartika Bawen

Ha: Ada perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar IPA materi

Perubahan Lingkungan dalam pembelajaran menggunakan model

Inquiry Learning dan Discovery Learning pada siswa kelas IV SD

Gugus Kartika Bawen